Penjadwalan Kereta Api di Daerah Operasi 8 Surabaya Rahmat Septiawan Putra1, Sri Mumpuni Retnaningsih2 1
Mahasiswa Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2 Dosen Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember email :
[email protected],
[email protected] ABSTRAK
Perjalanan kereta api pada dasarnya diatur oleh sebuah jadwal, dalam hal ini diatur sepenuhnya oleh manajemen PT. Ketera Api Indonesia (Persero) sebagai bentuk informasi kepada masyarakat yang akan menggunakan kereta api, namun ada kalanya penjadwalan itu sesuai dengan yang terjadi di lapangan sehingga perlu adanya penyesuaian kembali tentang waktu kedatangan dan keberangkatan kereta api di setiap stasiun. Dalam hal pengaturan penjadwalan kereta api pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk penjadwalan ini adalah dengan pendekatan Job-Shop, yaitu dengan satuan kerja yang banyak dan dilakukan pada sumber daya yang terbatas menggunakan batasan-batasan (constrain satisfaction) yang ada pada konsep perjalanan kereta api. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu disimpulkan bahwa hasil perbandingan antara jadwal rencana dan jadwal realita selama bulan Oktober 2011 perjalanan kereta api yang mengalami ketepatan sebanyak 56%, 41% perjalanan KA mengalami keterlambatan dan 3% perjalanan KA mengalami pembatalan, sedangkan untuk hasil simulasi dengan menggunakan macro excel didapatkan waktu tempuh yang dihasilkan lebih minimum bila dibandingkan dengan hasil dari GAPEKA. Kata Kunci : Penjadwalan, Kereta api, Job-Shop, Simulasi.
kepada masyarakat yang akan menggunakan jasa angkutan tersebut, juga diperuntukkan sebagai pengaturan perjalanan kereta api. Waktu perjalanan kereta api pada dasarnya harus sesuai dengan jadwal yang sudah direncanakan sebelumnya. Jadwal yang berlaku pada waktu itu adalah jadwal per tanggal 1 Maret 2010. Kenyataan yang terjadi di lapangan terkadang tidak sama, sehingga perjalanan kereta api tersebut dapat dikatakan mengalami keterlambatan waktu perjalanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyesuaian kembali jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta api di setiap stasiun. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amah dkk (2003) tentang Simulasi Sistem Penjadwalan Kereta : Studi Kasus Daop VIII Jawa Timur, diperoleh hasil dengan pengubahan jadwal, 76% kereta mengalami perbaikan waktu perjalanan dan 22% mengalami
Pendahuluan. Kereta api merupakan salah satu jenis transportasi darat yang menjadi andalan masyarakat. Pelayanan jasa angkutan kereta api sepenuhnya dijalankan oleh manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Wilayah operasionalnya meliputi pulau Sumatra dan Jawa. Di Sumatra terdapat 3 wilayah yaitu Divisi Regional 1 (Divre 1) Sumatra Utara, Divre 2 Sumatra Barat dan Divre 3 Sumatra Selatan, sedangkan di Jawa terdapat 9 wilayah yaitu Daerah Operasional 1 (Daop 1) Jakarta, Daop 2 Bandung, Daop 3 Cirebon, Daop 4 Semarang, Daop 5 Purwokerto, Daop 6 Yogyakarta, Daop 7 Madiun, Daop 8 Surabaya, dan Daop 9 Jember. Masing-masing Divre atau Daop mengatur wilayahnya sendiri, salah satunya adalah dalam hal pengaturan perjalanan kereta api. Penjadwalan kereta api menjadi penting karena selain sebagai informasi yang diberikan
1.
1
waktu perjalanan lebih lama. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliawan (2008) tentang Implementasi Model Penjadwalan JobShop dalam Masalah Penjadwalan Kereta Api Jalur Tunggal dengan Pendekatan Constraint Programming, diperoleh hasil dari 100 perjalanan kereta api dalam 3 rute didapatkan jadwal yang lebih progressif dengan total keterlambatan 9 jam 19 menit. Dan penelitian yang dilakukan oleh Susetyo (2009) Visual Scheduling System dengan Pendekatan Teori Antrian dalam Penjadwalan Kereta Api, diperoleh dengan penelitian ini dapat membantu pemecahan masalah dalam penyusunan ulang jadwal yang disebabkan oleh kerusakan kereta, kecelakaan kereta, penambahan kereta baru atau mencari jadwal yang paling efisien sehingga tidak perlu menambah infrastruktur dan mempercepat layanan. Tujuan penelitian ini adalah penyesuaian jadwal kereta api pada periode sekarang dan mengetahui hasil penjadwalan yang diperoleh dari hasil simulasi. Secara umum akan digambarkan dalam Grafik Perjalanan Kereta Api (GAPEKA) dan Tabel Penjadwalan secara khusus. Dengan menggunakan penerapan ilmu Statistika bidang industri untuk metode pendekatan Job-Shop terkhusus tentang penjadwalan diharapkan mampu untuk melakukan penyesuaian penjadwalan perjalanan kereta api.
kal. Diagram ini sering digunakan dalam analisis untuk menerangkan bentuk distribusi yang sesuai dengan data yang ada. (Walpole, 1995)
2. Tinjauan Pustaka 2.1 Statistika Deskriptif Statistik deskriptif disebut juga statistika deduktif yaitu statistika yang mempelajari metode merangkum (meringkas) dan menggambarkan segi-segi yang sangat penting dari suatu data, sehingga diharapkan data tersebut dapat memberikan informasi. Berikut ini merupakan berbagai cara dalam pendiskripsian data : a. Diagram Lingkaran Diagram Lingkaran merupakan salah satu bentuk grafik untuk meringkas data kategorikal. Diagram ini, cocok dipakai jika data yang digunakan menunjukkan hubungan (relation) antara suatu bagian dengan bagian lain secara keseluruhan. b. Diagram Batang Diagram batang adalah salah satu diagram yang digunakan untuk meringkas data kategori-
2.3 Penjadwalan Dengan Sistem Job-Shop Istilah Job-Shop biasanya dikenal di bidang industri, dan didefinisikan sebagai sekumpulan pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan sumber daya yang ada. Ciri-ciri dari JobShop adalah variasi produk banyak, pola aliran berbeda-beda, peralatan digunakan bersamasama dengan order yang bermacam-macam dan ditentukan secara prioritas. Untuk macam dari Job-Shop ada dua yaitu Job-Shop Loading dan Sequencing. (Nasution, 2008) Masalah penjadwalan Job-Shop terdiri atas sebuah himpunan pekerjaan J = {J1, J2,..., Jn} yang harus dijadwalkan pada sebuah himpunan sumber daya atau mesin R. Setiap pekerjaan Ji terdiri atas sekumpulan operasi terurut yang harus dilakukan, yaitu Oi = {oi1, oi2, ...,
2.2 Teknik Sampling Teknik sampling merupakan suatu teknik pengambilan sampel dari suatu ukuran populasi yang sangat besar. Sehingga tidak mungkin mengamati semua anggota populasi yang ada dalam populasi sehingga diperlukan suatu sampel dari populasi tersebut. Berikut adalah teknik pengambilan sampel probabilitas, yaitu: a. Sampling Acak Sederhana Sampling acak sederhana (SAS) merupakan cara pengambilan sampel yang paling mendasar dan digunakan sebagai bagian dari rancangan atau teknik sampling. Sampling ini merupakan suatu rancangan sampling yang paling sederhana dilihat dari cara memilih unit sampel dan metode penaksirannya. b. Sampling Acak Stratifikasi Sampling acak stratifikasi merupakan suatu teknik pengambilan sampel dalam suatu populasi yang heterogen untuk menjadi populasi yang homogen. Sampling ini terdapat kelompok-kelompok yang disebut strata. Penentuan strata dalam stratifikasi dapat dilakukan terhadap sekumpulan nilai data. (Cochran, 1991)
2
oik} dengan k = |Oi| adalah banyaknya operasi pada pekerjaan Ji. Kemudian setiap operasi oij menggunakan sebuah sumber daya yang tunggal rij∈R selama suatu selang waktu tertentu. Lama waktu penggunaan sumber daya oleh operasi oij juga diberikan sebagai input ketika pendefinisian masalah penjadwalan Job-Shop tersebut, misalkan pij. Dalam satu waktu, sebuah sumber daya hanya boleh digunakan oleh satu operasi saja. Dengan demikian, konflik terjadi ketika dua operasi yang berbeda menggunakan sumber daya yang sama dalam waktu yang sama juga. (Oliveira, 2001) Setiap pekerjaan Ji memiliki waktu pelepasan (release date) di, yaitu waktu dimulainya pekerjaan tersebut. Selain itu, Ji juga memiliki waktu harapan selesai (expected completion date) ci. Pada penelitian ini, waktu harapan selesai didefinisikan sebagai jumlah waktu penggunaan sumber daya oleh setiap operasi pada pekerjaan tersebut. Secara matematis, hal ini ditulis sebagai berikut : k
ci di pij , dengan k Oi
katakan terlambat jika waktu selesai sebenarnya pekerjaan tersebut lebih besar daripada waktu harapan selesai. Dalam hal ini, keterlambatan pekerjaan didefinisikan sebagai berikut : (2.3) Ti max Ci ci ,0 Dengan demikian, total keterlambatan semua pekerjaan adalah: n
TT Ti , dengan n J
(2.4)
i 1
Berikut adalah hubungan antara definisi dalam Job-Shop dengan analogi dalam kereta api. Tabel 2.1 Ringkasan Notasi yang Digunakan Notasi Definisi dalam Analogi Variabel Job Shop dalam KA J Himpunan Perjalanan KA i pekerjaan rij Sumber daya / Petak blok mesin Oi Himpunan Pelayanan operasi stasiun/petak blok pij Lama waktu Lama waktu penggunaan penggunaan petak sumber daya blok di Waktu dimulai Waktu pekerjaan keberangkatan KA ci Waktu hahapan Waktu hapan KA selesai sampai tiba di stasiun akhir akhir pekerjaan Ci waktu aktual Waktu tempuh selesainya aktual KA sampai operasi terakhir dengan stasiun pada pekerjaan J terakhir
(2.1)
j 1
Selain waktu pelepasan dan waktu harapan selesai, pekerjaan Ji yang sudah dijadwalkan akan memiliki waktu selesai yang sebenarnya (actual completion date), yaitu Ci. Waktu tersebut adalah waktu selesainya operasi terakhir pada pekerjaan Ji. Jika dij menyatakan waktu pelepasan operasi oij pada pekerjaan Ji, kita memiliki beberapa hubungan matematis, misalnya:
k
di di1 , dan Ci dik pik , dengan k Oi (2.2)
Banyaknya operasi
i
Banyaknya petak blok yang dilalui KA pada rute tersebut
2.4 Implementasi Penjadwalan Job Shop Untuk Penjadwalan Kereta Api Sekarang misalkan diberikan n buah perjalanan kereta api J1, J2, ..., Jn yang harus dijadwalkan pada m buah rute. Setiap rute terdiri atas petak-petak blok dan stasiun yang berturutan. Jika sebuah perjalanan Ji melewati sebuah rute yang terdiri atas k buah petak blok, maka pekerjaan yang merepresentasikan perjalanan Ji tersebut terdiri atas k buah operasi oi1, oi2, ..., oik. Setiap operasi yang dilakukan dalam perja-
Masalah penjadwalan Job-Shop kemudian didefinisikan sebagai pencarian waktu pelepasan setiap operasi oij pada pekerjaan-pekerjaan yang ada sehingga tidak terjadi konflik, yaitu penggunaan satu sumber daya oleh dua operasi yang sama pada waktu yang sama juga. Terdapat beberapa kriteria optimasi yang dapat digunakan untuk mendapatkan jadwal dengan kualitas sebaik mungkin. Dalam penelitian ini, kriteria optimasi yang digunakan adalah total keterlambatan minimum. Sebuah pekerjaan di3
lanan Ji tersebut menggunakan tepat satu sumber daya berupa satu petak blok yang ada pada rute yang dilalui, yaitu operasi oij menggunakan petak blok ke-j pada rute yang dilalui oleh Ji. Dengan demikian, urutan operasi pada pekerjaan Ji ditentukan oleh urutan petak-petak blok pada rute yang dilalui oleh Ji. Dalam masalah penjadwalan Job-Shop secara umum, waktu penggunaan sumber daya oleh suatu operasi diberikan sebagai input. Dalam masalah penjadwalan kereta api, waktu ini sama dengan lama waktu perjalanan kereta api melewati sebuah petak blok. Hal ini dapat ditentukan dari kecepatan kereta api dan jarak petak blok dengan rumus : s (2.5) t v Dengan keterangan yaitu, t menyatakan waktu, s menyatakan jarak dan v menyatakan kecepatan.
2.6 Uji Kehomogenan Varian Berikut adalah pengujian hipotesis dengan uji F untuk mengetahui perbedaan varian antar 2 sampel waktu tempuh KA. Hipotesis : H0 : σ12 = σ22 H1 : σ12 ≠ σ22 Statistik uji : S2 (2.7) Fhitung 12 ; v1 = n1 – 1 ; v2 = n2 – 1 S2 dengan : S12 = varian sampel pertama S 22 = varian sampel kedua v1 = derjat bebas sampel pertama v2 = derjat bebas sampel kedua Daerah kritis : Tolak H0 pada taraf signifikansi α jika Fhitung > F(α,v1,v2) (Walpole,1995) 2.7 Analisis Perbandingan Dua Data Independen Berikut ini adalah pengujian hipotesis untuk mengetahui perbedaan waktu tempuh pada setiap KA. Hipotesis : H0 : μ1 = μ2 H1 : μ1 ≠ μ2 Statistik uji : Jika σ1 = σ2 dan tidak diketahui :
2.5 Uji Distribusi Normal Berikut adalah pengujian hipotesis untuk waktu tempuh setiap petak stasiun. Hipotesis : H0 : F( x) F0 ( x) (data berdistribusi normal) H1 : F( x) F0 ( x) (data tidak berdistribusi normal) Statistik uji : Dhitung = Sup S x Fo x (2.6) dengan : S(x)
thitung
x
X Y S pooled
: Fungsi peluang kumulatif dalam sampel yang kurang dari atau sama dengan x F0(x) : Fungsi peluang kumulatif distribusi yang dihipotesiskan (Normal) D : Nilai supremum untuk semua x dari selisih nilai mutlak S(x) dan F0(x) Daerah Kritis : Tolak H0 pada taraf signifikansi α jika Dhitung > D(1-α,n) (Daniel, 1989)
2 ; v = n + n – 2 1 2 1 1 n1 n2 1
(2.8)
dengan :
n1 1 S12 n2 1 S22
S 2 pooled
n1 n2 2
Jika σ1 ≠ σ2 dan tidak diketahui : t 'hitung
;
v
X Y
1
2 1
S S n1 n2
S
S
2 1
2 1
n1 S 22 n2
n1
n1 1
4
2
2 2
2
S
2 2
(2.9)
2
n2
n2 1
2
2.
Aturan penundaan perjalanan kereta api dari arah berlawanan disebut aturan persilangan. 3. Aturan penundaan perjalanan kereta api dari arah yang sama disebut aturan penyusulan. 4. Aturan headway yaitu aturan selisih waktu minimal yang diijinkan antar kedua kereta api. Selain empat aturan diatas yang menjamin keselamatan perjalanan kereta api, terdapat aturan-aturan lain yang harus diperhatikan, antara lain : a. Batas kecepatan maksimal kereta api di petak blok (speed constrain) b. Batasan waktu minimal dan maksimal penundaan perjalanan kereta api di stasiun. c. Urutan prioritas dua kereta api yang menggunakan petak blok yang sama. d. Batas waktu minimal antara dua kereta api yang berlawanan arah di stasiun. e. Dua buah kereta api bertemu di sebuah stasiun selama selang waktu tertentu. (Supriyadi, 2001)
Daerah kritis : Jika │thitung│ atau│t’hitung│ > t(α/2;v) pada taraf signifikan α maka tolak H0 (Walpole,1995) 2.8 Pemrograman Dengan Excel Aplikasi Microsoft Office Excel memiliki fasilitas untuk membuat program yang disebut Visual Basic for Application (VBA). Dalam VBA ini terdiri dari kumpulan bahasa pemrograman atau code yang disusun menjadi sebuah macro. Macro sangat berguna untuk tugastugas yang kompleks dan berulang-ulang dan dilakukan secara regular. Macro tidak harus disertai dengan aktifitas pemrograman. Cara paling mudah untuk membuat macro baru adalah dengan record macro yaitu meminta excel untuk merekam aksi-aksi dan menyimpannya dalam bentuk macro. Aksi-aksi dapat merupakan kombinasi dari beberapa perintah excel. Ada beberapa cara untuk menjalankan macro excel, baik yang dibuat melalui macro recorder atau melalui VBA code yaitu: 1. Melalui shortcut key yang telah ditentukan pada saat memulai macro recorder. 2. Menyimpan macro dengan nama (macro name) = Auto_ Open, sehingga pada saat dokumen dibuka, macro excel tersebut langsung dijalankan. 3. Melalui kotak dialog macros, Di menu utama Tools - Macro - Macros. Pada kotak macro name pilih macro yang ingin dijalankan dan klik Run. (Etheridge, 2007)
2.10 Asumsi-Asumsi Dalam Melakukan Penjadwalan Kereta Api dan Pengukuran Waktu Untuk melakukan penjadwalan kereta api, perlu adanya asumsi-asumi yang harus dipenuhi selain aturan dan batasan yang sudah disebutkan sebelumnya. Asumsi tersebut meliputi : 1. Pengukuran waktu adalah dalam satuan menit. 2. Kecepatan kereta di setiap petak adalah konstan. 3. Pada rute yang dilalui kereta tersebut tidak ada Peristiwa Luar biasa Hebat (PLH) seperti tabrakan antar KA atau anjlokan KA. 4. Kereta api yang akan diukur waktunya adalah semua kereta api regular. Baik itu kereta api penumpang dan kereta api barang. 5. Jumlah rangkaian kereta yang digunakan. 6. Kemampuan/spesifikasi lokomotif yang digunakan.
2.9 Aturan-Aturan Yang Berlaku Pada Penjadwalan Kereta Api Jalur Tunggal Terdapat beberapa aturan yang harus dipenuhi dalam penjadwalan jalur tunggal. Untuk pencegahan konflik antar kereta api maka diberlakukan yaitu : 1. Penggunaan satu petak blok oleh lebih dari satu kereta api pada waktu yang sama tidak diperbolehkan. Untuk pencegahan ini apabila terdapat dua atau lebih kereta api yang menggunakan petak blok yang sama pada waktu yang sama pula, maka diharuskan kereta api ditunda perjalanannya di stasiun sampai salah satu kereta selesai menggunakan petak blok tersebut. 5
a. Jadwalkan operasi-operasi tanpa melanggar urutan pada satu perjalanan. b. Buat seranai yang menyimpan konflik karena penggunaan petak blok yang sama. (dalam aturan persilangan dan penyusulan) c. Pilih konflik yang terjadi paling awal dan urutkan penggunaan petak blok. d. Ubah waktu pelepasan operasi yang ditunda karena konflik dan juga waktu pelepasan operasi-operasi setelahnya pada satu perjalanan yang sama. (sesuaikan dengan aturan perjalanan kereta api) e. Ulangi langkah poin 2,3 dan 4 diatas sampai seranai pada langkah poni 2 kosong, yaitu tidak ada lagi konflik yang terjadi. 6. Lakukan penjadwalan dengan mempertimbangkan total waktu keterlambatan atau waktu tempuh untuk setiap KA adalah minimum. Hal ini dilakukan hanya pada inisiasi waktu keberangkatan KA di stasiun awal. 7. Hasil yang didapatkan dari semulasi yaitu untuk waktu kedatangan dan keberangkatan KA yang akan ditabelkan dan dibuat GAPEKA baru. 8. Langkah terakhir membuat jadwal kedatangan dan keberangkatan di masing-masing stasiun di Daop 8 untuk setiap kereta api pada rute tertentu.
3. Metodologi 3.1 Sumber Data dan Variabel Data yang digunakan pada penelitian ini adalah dari PUSDALOPKA Daop 8 Surabaya yaitu, data yang berpengaruh terhadap PerKA (Perjalanan Kereta Api) antara lain waktu kedatangan KA, waktu keberangkatan KA, banyak stasiun, banyak petak blok, kapasitas stasiun, jarak antar stasiun, kecepatan setiap petak blok, kecepatan maksimal yang diijinkan setiap KA dan daftar semua KA di lintas Daop 8. 3.2 Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua kereta api yang beroperasi di semua lintas daop 8 surabaya. Dengan rincian 38 KA di lintas Pasar turi – Bojonegoro, 40 KA di lintas Surabaya Kota – Mojokerto, dan 47 KA di lintas Surabaya Kota – Blitar. Sampel yang diperoleh yaitu dari sampling stratifikasi untuk mengelompokkan menjadi beberapa kelas. Dan untuk pemilihannya menggunakan sampling acak sederhana. Ditentukan sampel di lintas Pasarturi – Bojonegoro yaitu 2 KA untuk kelas eksekutif bisnis, 1 KA untuk kelas ekonomi dan 1 KA untuk KA barang. Di lintas Surabaya Kota – Mojokerto yaitu 2 KA untuk kelas eksekutif dan bisnis, 1 KA untuk kelas ekonomi dan 1 KA untuk KA barang. Dan untuk lintas Surabaya Kota – Blitar yaitu 2 KA untuk KA kelas eksekutif bisnis, 2 KA untuk KA kelas ekonomi.
4. Analisis dan Pembahasan 4.1 Sampel Kereta Api Terpilih Di Setiap Lintasan Pengambilan sampel dilakukan dengan sampling stratifikasi dan sampling acak sederhana, sehingga didapatkan KA yang terpilih sebagai berikut : 1. Lintas A SBI-BJ K1 dan K2 terpilih yaitu : KA Argo Bromo Anggrek (3,4) dan KA Sembrani (35,36) K3 terpilih yaitu : KA Kertajaya (147,148) KA barang terpilih yaitu : KA Kontainer (1005, 1006) 2. Lintas B SB-MR K1 dan K2 terpilih yaitu :
3.3 Langkah Analisis Langkah analisis yang dilakukan yaitu : 1. Melakukan pengelompokan kereta api berdasarkan jenis dan kelas angkutan kereta api. 2. Melakukan sampling untuk pengambilan data realita. 3. Menghitung keterlambatan KA selama bulan Oktober 2011 dan membuat persentasenya. 4. melakukan penjadwalan ulang kereta api dengan menggunakan metode Job-Shop. 5. Perhitungan metode Job-shop dilakukan dengan cara terkomputerisasi dengan menggunakan macro excel. Konsep penjadwalan Job-shop yaitu : 6
3.
dasarkan kelasnya dan ditunjukkan pada Gambar 4.3 yang menunjukkan bahwa dari 56% KA yang mengalami ketepatan didapatkan 41% dari KA kelas eksekutif bisnis, 33% dari KA kelas ekonomi dan untuk KA barang sebesar 26%.
KA Argo Wilis (5,6) dan KA Sancaka (83,86) K3 terpilih yaitu : KA Pasundan (149,150) KA barang terpilih yaitu : KA BBM (3501, 3502) Lintas C SB-BL K1 dan K2 terpilih yaitu : KA Gajayana (31,32) dan KA Senja Malang (7043,7044) K3 terpilih yaitu : KA Matarmaja (141,142) dan KA Sri Tanjung (165,166) KA barang terpilih yaitu : Tidak dipilih karena data pada database tidak tercantum
Gambar 4.2 Rata-Rata Andil Keterlambatan KA
4.2 Andil Keterlambatan Kereta Api di Daop 8 Surabaya Andil keterlambatan merupakan keterlambatan yang terjadi hanya pada wilayah tertentu, dalam hal ini adalah Daop 8 sampai dengan stasiun batas, bukan akibat daop lain. Berikut adalah pembahasannya.
Gambar 4.3 Rata-Rata Persentase KA Tepat
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa KA yang mengalami waktu andil keterlambatan tertinggi di lintas Daop 8 surabaya adalah KA barang yaitu rata-rata sebersar 30,5 menit, urutan kedua tertinggi adalah KA penumpang kelas ekonomi yaitu rata-rata sebesar 6,5 menit, dan untuk KA eksekutif bisnis hanya mengalami rata-rata andil keterlambatan sebesar 4,25 menit. Ketiga hasil tersebut dapat dikatakan
Gambar 4.1 Persentase Perjalanan KA Penumpang dan Barang
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa persentase mengenai perjalanan kereta api penumpang maupun barang selama bulan Oktober 2011 didapatkan bahwa sebanyak 56% perjalanan KA mengalami ketepatan, 41% perjalanan mengalami KA mengalami keterlambatan, dan 3% perjalanan KA mengalami pembatalan. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa dari 41% KA yang mengalami keterlambatan, sebanyak 29% andil keterlambatan terjadi pada KA kelas eksekutif dan bisnis, 39% andil keterlambatan terjadi pada KA kelas ekonomi dan KA barang mengalami andil keterlambatan sebesar 32%. Perjalanan KA tepat dijabarkan kembali ber-
Gambar 4.4 Rata-Rata Waktu Andil Keterlambatan KA
7
masih relatif tidak terlalu besar yang terjadi pada KA penumpang, hanya untuk KA barang yang cukup besar mengalami keterlambatan waktu perjalanan. Perjalanan KA yang terlambat akibat dari keterlambatan dari wilayah sebelumnya sampai stasiun tujuan selama bulan Oktober 2011 digambarkan pada diagram lingkaran Gambar 4.5 berikut ini. Perjalanan KA penumpang maupun barang dari arah barat ke timur dengan nomor KA genap diketahui bahwa sebanyak 88% dari sampel yang diambil mengalami keterlambatan tiba di stasiun tujuan dan hanya
Perjalanan semua KA dari stasiun awal sampai stasiun tujuan dapat diketahui berapa kali KA tersebut mengalami keterlambatan digambarkan pada diagram batang Gambar 4.7 berikut ini. Perjalanan KA melalui gambar tersebut dapat diketahui bahwa kuantitas KA mengalami keterlambatan sangat tinggi ratarata hampir semuanya, sedangkan untuk kuantitas KA mengalami ketepatan sangat rendah hanya beberapa KA saja, bahkan terdapat KA yang tidak pernah tepat dan hanya satu KA barang yang pernah mengalami pembatalan perjalanan.
Gambar 4.5 Persentase Perjalanan KA Penumpang dan Barang Sampai di Stasiun Tujuan
Gambar 4.7 Tingkat Kondisi Perjalanan Kereta Api Sampai di Stasiun Tujuan
12% mengalami ketepatan waktu sampai tiba di stasiun tujuan. Persentase sebanyak 88% keterlambatan KA dapat dijelaskan kembali pada Gambar 4.6 untuk masing-masing jenis KA diketahui bahwa untuk K1 dan K2 persentase ketepatan sebanyak 34%, untuk K3 sebanyak 38% dan KA barang sebanyak 28%. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa lebih banyak KA kelas ekonomi yang mengalami keterlambatan cukup tinggi yaitu sebesar 38%.
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa keterlambatan sampai stasiun tujuan yang paling tinggi terjadi pada KA barang yaitu sebesar 127 menit atau selama 2 jam 7 menit, untuk KA penumpang kelas ekonomi mengalami keterlambatan mencapai 49 menit dan KA penumpang kelas eksekutif bisnis sebanyak 31 menit. Banyak faktor yang menyebabkan keterlambatan tersebut. Perjalanan KA barang yang berada pada tingkat tertinggi untuk waktu
Gambar 4.8 Rata-Rata Waktu Keterlambatan KA Sampai di Stasiun Tujuan
Gambar 4.6 Rata-Rata Keterlambatan KA
8
keterlambatan biasanya terjadi karena rangkaian yang panjang ataupun terbatasnya kecepatan.
Gambar 4.10 Perbandingan Waktu Tempuh Simulasi dan GAPEKA Lintas SBI-BJ
Gambar 4.10 menunjukkan bahwa waktu tempuh untuk lintas Surabaya Pasarturi – Bojonegoro yang dihasilkan oleh simulasi lebih minimun daripada waktu tempuh yang dihasilkan GAPEKA. Selisih waktu tempuh pada KA penumpang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan KA barang yang selisihnya cukup besar.
Gambar 4.9 Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan KA Gambar 4.9 menunjukkan bahwa dari 6
faktor penyebab keterlambatan KA yang telah dikondifikasi oleh manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang diatur dalam SIPOKA (Standar Induk Pengendalian Operasi Kereta Api) persentase tertinggi adalah dari penyebab persilangan dan penyusulan KA sebanyak 45%, diurutan kedua tertinggi adalah dari penyebab operasi dan pemasaran sebanyak 23%, urutan ketiga adalah sarana sebanyak 17%, urutan keempat 9% dari penyebab gangguan alam dan eksternalitas, sisanya masingmasing adalah dari jalan rel dan jembatan sebanyak 4% dan dari sinyal telekomunikasi sebanyak 2%. Penyebab yang timbul hingga mengakibatkan keterlambatan pada perjalanan kereta api didominasi oleh persilangan dan penyusulan, sehingga dari kondisi ini diharapkan lebih ditingkatkan kembali pengaturan persilangan dan penyusulan KA sehingga waktu tunggu tidak terlalu lama jika kondisi ini terjadi dan peningkatan kualitas perjalanan KA dapat tercapai sebagai moda transportasi cepat dan tepat.
Gambar 4.11 Perbandingan Waktu Tempuh Simulasi dan GAPEKA Lintas SB-MR
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa waktu tempuh untuk lintas Surabaya Kota – Mojokerto yang dihasilkan oleh simulasi juga diperoleh waktu tempuh yang minimum daripada waktu tempuh yang dihasilkan GAPEKA. Selisih waktu tempuh KA barang juga mengalami selisih yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan KA penumpang yang selisihnya relatif lebih kecil. Gambar 4.12 menunjukkan waktu tempuh untuk lintas Surabaya Kota – Blitar yang dihasilkan dari simulasi dan GAPEKA relatif hampir sama pada semua KA, sehingga untuk semua hasil pada masing-masing lintas dapat disimpulkan penggunaan simulasi dapat memberikan hasil jadwal yang lebih minimum menurut waktu tempuhnya, dan bisa diterapkan untuk semua KA yang beroperasi di Daop 8
4.3 Hasil Simulasi Dengan Perbandingan GAPEKA Berikut adalah hasil perbandingan waktu tempuh yang didapatkan dari simulasi dan GAPEKA yang digambarkan menggunakan kurva seperti pada Gambar 4.10.
9
Surabaya. Untuk lebih yakin lagi apakah hasil yang diberikan oleh simulasi maupun GAPEKA sama atau berbeda, maka berikut ini akan dibahas uji beda dengan menggunakan uji t.
ataupun GAPEKA untuk setiap KA telah memenuhi asumsi distribusi normal, sehingga analisis selanjutnya dapat menggunakan uji t untuk mengetahui perbedaan dua populasi independen. 4.5 Uji Kehomogenan Varian Berikut adalah pengujian hipotesis dengan uji F untuk mengetahui perbedaan varian antar 2 populasi waktu tempuh KA. H0 : σ12 = σ22 (keragaman data waktu tempuh KA antara hasil simulasi dan GAPEKA adalah sama) 2 2 H1 : σ1 ≠ σ2 (keragaman data waktu tempuh KA antara hasil simulasi dan GAPEKA adalah tidak sama) Statistik uji : S2 Fhitung 12 ; v1 = n1 – 1 ; v2 = n2 – 1 S2 Daerah kritis : Tolak H0 pada taraf signifikansi α jika Fhitung > F(α,v1,v2) Melalui hasil perhitungan uji kehomogenan varian dengan menggunakan uji F didapatkan hasil pada lintas A untuk semua KA diputuskan H0 gagal ditolak karena nilai Fhitung yang didapat dari statistik uji dengan membagi antara nilai varian sampel pertama dan varian sampel kedua diperoleh kurang dari F(α,v1,v2) yang didapat dari tabel distribusi F dengan tingkat signifikan sebesar 5% dan derajat bebas pertama dan kedua adalah sebesar 13. Hasil yang didapatkan untuk lintas B dan C juga sama, yaitu didapatkan keputusan H0 gagal ditolak. Kesimpulan yang dapat diambil pada pembahasan ini bahwa waktu tempuh untuk semua KA pada data simulasi dan GAPEKA memiliki nilai keragaman data yang sama sehingga uji t yang akan dilakukan selanjutnya menggunakan rumus untuk asumsi varian sama.
Gambar 4.12 Perbandingan Waktu Tempuh yang Dihasilkan Simulasi dan GAPEKA Lintas SB-BL
4.4 Uji Distribusi Normal Berikut adalah pengujian hipotesis untuk waktu tempuh setiap petak stasiun. Hipotesis : H0 : F( x) F0 ( x) (data waktu tempuh simulasi dan GAPEKA memenuhi asumsi distribusi normal) H1 : F( x) F0 ( x) (data waktu tempuh simulasi dan GAPEKA tidak memenuhi asumsi distribusi normal) Statistik uji : Dhitung = Sup S x Fo x x
Daerah Kritis : Tolak H0 pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika Dhitung > D(1-α;n) Melalui hasil perhitungan untuk uji distribusi normal diperoleh bahwa untuk nilai Dhitung dari waktu tempuh untuk lintas A menghasilkan nilai yang lebih kecil dari nilai D(1-α;n) yang didapatkan dari nilai tabel Kolmogorov-Smirnov dengan tingkat signifikan 5% sehingga dari hasil tersebut diputuskan H0 gagal ditolak. Hasil pada lintas B dan lintas C juga menghasilkan keputusan yang sama seperti lintas A. Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah data waktu tempuh dari semua lintas dan setiap petak stasiun baik yang diperoleh dari hasil simulasi
4.6 Uji t Dua Populasi Berikut ini adalah pengujian hipotesis untuk mengetahui perbedaan waktu tempuh pada setiap KA. 10
masing-masing adalah 1 jam 18 menit dan 1 jam 27 menit.
Hipotesis : H0 : μ1 = μ2 (Tidak ada perbedaan waktu tempuh simulasi dan GAPEKA pada KA) H1 : μ1 ≠ μ2 (Ada perbedaan waktu tempuh simulasi dan GAPEKA pada KA) Statistik uji : thitung
X Y
1
S pooled
Tabel 4.4 Hasil Simulasi Perjalanan KA KA Argo Bromo Anggrek No
2 ; v = n1 + n2 – 2
1 1 n1 n2
Daerah kritis : Jika │thitung│ > t(α/2;v) pada taraf signifikansi α yakni 0,05 maka tolak H0 Melalui perhitungan uji beda dengan menggunakan statistik uji t diperoleh bahwa untuk waktu tempuh KA pada lintas A didapatkan keputusan H0 gagal ditolak karena nilai dari thitung yang diperoleh dari statistik uji lebih kecil dari nilai t(α/2;v) dengan tingkat signifikan 5% dan derajat bebas sebesar 26 yang nilainya diperoleh dari tabel distribusi t. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan waktu tempuh KA pada lintas A dari hasil simulasi dan GAPEKA atau dapat dikatakan lama KA pada lintas ini yang berangkat dari stasiun awal Pasarturi sampai dengan stasiun batas Bojonegoro menurut hasil simulasi dan GAPEKA adalah sama. Hasil semua KA untuk lintas B dan C juga didapatkan keputusan H0 gagal ditolak, hanya pada KA 1005 yang didapatkan keputusan H0 ditolak karena nilai dari thitung yang diperoleh dari statistik uji lebih besar dari nilai t(α/2;v) dengan tingkat signifikan 5% dan derajat bebas sebesar 26 yang nilainya diperoleh dari tabel distribusi t sehingga untuk KA ini yang menghasilkan keputusan H0 ditolak dapat disimpulkan ada perbedaan waktu tempuh KA hasil simulasi dan GAPEKA.
Stasiun
Simulasi D
B
Gapeka WT
D -
B 08.00
WT
1
Pasar turi
8:00
8:00
2
Tandes
8:04
8:04
0:04
Ls
08.07
00.07
3
Kandangan
8:06
8:06
0:02
Ls
08.10
00.03
4
Benowo
8:10
8:10
0:04
Ls
08.14
00.04
5
Cerme
8:14
8:14
0:04
Ls
08.18
00.04
08.26
00.08
6
Duduk
8:19
8:19
0:04
Ls
7
Lamongan
8:28
8:28
0:09
Ls
08.35
00.09
8
Sumlaran
8:37
8:37
0:08
Ls
08.45
00.10
9
Pucuk
8:41
8:41
0:04
Ls
08.50
00.05
10
Gembong
8:45
8:45
0:04
Ls
08.54
00.04
11
Babat
8:50
8:50
0:04
Ls
08.59
00.05
12
Bowerno
8:57
8:57
0:07
Ls
09.06
00.07
13
Sumberrejo
9:07
9:07
0:09
Ls
09.16
00.10
09.22
00.06
09.27
00.05
14
Kapas
9:13
9:13
0:06
Ls
15
Bojonegoro
9:18
9:18
0:05
Ls
Waktu Tempuh
1:18
1:27
Dari dua hasil waktu tempuh KA tersebut ternyata yang dihasilkan oleh simulasi memberikan waktu yang lebih singkat bila dibandingkan dengan waktu yang dihasilkan GAPEKA. Dengan demikian dapat disimpulkan selisih waktu tempuh per petak blok untuk sampai di stasiun-stasiun lebih cepat yang dihasilkan simulasi daripada GAPEKA. 5.
4.7 Hasil Simulasi Perjalanan Kereta Api Untuk hasil running simulasi yang dilakukan dengan macro excel dapat dilihat pada tabel berikut ini. Berdasarkan hasil Tabel 4.4 yang menjelaskan KA Argo Bromo Anggrek diketahui bahwa waktu tempuh yang dihasilkan oleh simulasi dengan GAPEKA 11
Kesimpulan Menurut hasil analisis dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Dari hasil perbandingan antara jadwal rencana dan jadwal realita selama bulan Oktober 2011 didapatkan hasil yaitu: a. Perjalanan KA yang mengalami ketepatan sebanyak 56%, 41% mengalami keterlambatan dan 3% perjalanan KA mengalami pembatalan. b. Perjalanan KA yang mengalami keterlambatan KA sebesar 41% yang terjadi di Daop 8 Surabaya, dapat dirinci kembali sebanyak 29% terjadi pada perjalanan KA kelas eksekutif dan bisnis,
2.
Constraint Programming, PhD thesis, School of Computing:University of Leeds.
sebanyak 32% terjadi pada perjalanan KA barang dan sebanyak 39% terjadi pada perjalanan KA kelas ekonomi. c. Perjalanan KA yang mengalami waktu keterlambatan adalah KA kelas eksekutif bisnis mengalami rata-rata andil keterlambatan 4,25 menit, KA kelas ekonomi 6,5 menit dan KA barang 30,5 menit. d. Perjalanan KA yang mengalami keterlambatan sampai ke stasiun tujuan yaitu, dengan rincian KA kelas eksekutif bisnis rata-rata mengalami keterlambatan 31 menit, KA kelas ekonomi 49 menit dan KA barang 127 menit sehingga dari hasil tersebut memungkinkan untuk melakukan penyesuaian jadwal perjalanan KA. Hasil simulasi yang telah dilakukan dengan menggunakan macro excel didapatkan waktu tempuh yang lebih minimum jika dibandingkan dengan waktu tempuh yang dihasilkan GAPEKA. Untuk uji t yang dilakukan sebagai ketentuan apakah ada perbadaan selisih waktu tempuh dari hasil simulasi dan GAPEKA menunjukkan hasil tidak ada perbedaan antar kedua waktu tempuh tersebut sehingga dapat disimpulkan waktu tempuh KA untuk masing-masing petak adalah sama.
Madcoms. 2008. Microsoft Excel 2007 Membangun Rumus dan Fungsi. Andi Offset : Yogyakarta Mladenovc, Snezana & Cangalovic, Mirjana. 2007. Heuristic Approach to Train Scheduling, University of Belgrade Nasution, A.H. & Prasetyawan Y. 2008. Perencanaan dan pengendalian Produksi. Graha Ilmu : Surabaya. PT. Kereta Api Indonesia (Persero). 2010. Peraturan Dinas 3 (PD 3) Mengenai Semboyan, Balai Grafika PJKA : Bandung. PUSDALOPKA Daop 8. 2011. Laporan Harian Perka, Kantor Daop 8 Surabaya Supriyadi, Uned. 2001. Perencanaan Perjalanan Kereta Api dan Pelaksanaannya, Kantor Pusat PT. Kereta Api (Persero) Susetyo. 2009. Visual Scheduling System dengan Pendekatan Teori Antrian dalam Penjadwalan Kereta Api, Prodi Universitas Ilmu Komputer – Pendidikan Indonesia
6. Daftar Pustaka Amah,
dkk. 2003. Simulasi Sistem Penjadwalan Kereta : Studi Kasus Daop VIII Jawa Timur, Jurusan Teknik Elektro - Universitas Kristen Petra
Yuliawan, Fajar. 2008. Implementasi Model Penjadwalan Job-Shop dalam Masalah Penjadwalan Kereta Api Jalur Tunggal dengan Pendekatan Constraint Programming, Prodi Teknik Informatika – Institut Teknologi Bandung
Cochran, W. 1991. Teknik Penarikan Sampel. Edisi Ketiga. UI- Press. Jakarta. Daniel,
W. Wayne. 1989. Statistik Nonparametrik terapan, PT Gramedia : Jakarta.
Walpole, E. Ronald. 1995. Pengantar Statistika, Edisi ketiga. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Etheridge, D. 2007. Microsoft Office Excel 2007 Programming, Wiley Publishing.
______. 2011. Spesifikasi Lokomotif. (Online) (http://www.id.wikipedia.org/wiki/ CC201 , diakses 3 November 2011)
Oliveira, Elias. 2001. Solving Single-Track Railway Scheduling Problem Using 12