DAFTAR PUSTAKA
Al-Firdaus, Iqra. Buku Lengkap Tuntunan Menjadi Kameraman Profesional: dari nol hingga jago, dari A-Z, dari teori hingga tips-tips praktis. Yogyakarta: Buku Biru, 2010. Ardianto, Elvinaro., Komala, Lukiati., Karlinah, Siti. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga, 2001.
Gehris, Dennis O. Communication Technologies. New Jersey: Prentice hall, 2002 Hidayat, Deddy N. Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik. Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia. 2003. Irawan, Etsa Inda. Sinematografi: Panduan Usaha Mandiri. Bandung: Yrama Widya, 2011. Kriyanto, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana (Prenada Media Group). 2006. Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2003. Neuman, William Lawrence. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Pearson Education. 2003. Nugroho, Sarwo. Teknik Dasar Videografi. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2014.
Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Press, 2013. Patton, Michael Quinn. Qualitative Research and Evaluation Methods 3rd Edition. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc. 2002.
Putra, Rizema Sitiatava. Buku Pintar DSLR: Cara mudah Belajar Cepat Kamera DSLR. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011. Rakhmat, Jalaudin, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995. Roger, Everett M. Diffusion of Innovations: Fourth Edition. London: Tree Press, 1995. Santoso, Ensadi J. Bikin Video Dengan Kamera DSLR Rasa Hollywood. Jakarta Selatan: PT. Transmedia , 2013 Semedhi, Bambang. Sinematografi – Videografi Suatu Pengantar. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta, 2005.
Sukmadinata. Metode Penelitian Dalam Pendidikan. Bandung: Rosdakarya, 2006. Yin, Robert K. Studi Kasus: Desain dan Metode rev. ed. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
LIST PERTANYAAN KEY INFORMANT Benny Kadarhariarto (Admin DCI, Freelancer Sinematographer) 1. Sejak Kapan anda mulai menggunakan kamera DSLR sebagai kebutuhan videografi? 2. Mengapa Kamera DSLR? 3. Sejak kapan tren kamera DSLR cinematography masuk ke Indonesia? 4. Darimana awalnya anda mendapatkan referensi tentang DSLR cinematography? 5. Bagaimana anda melihat tren DSLR sinematografi di Indonesia? 6. Bagaimana alur workflow kamera konvensional dan kamera digital? 7. Apakah ada dari teman-teman sinematographer khususnya di bidang sinema yang kontra atau menolak dengan dengan hadirnya inovasi kamera DSLR yang bisa digunakan untuk video? 8. Menurut anda, apa keuntungan dan kekurangan dari produksi menggunakan DSLR? 9. Apakah menggunakan kamera DSLR sudah diakui performanya di mata client, karena jika dilihat dari sebelum tren DSLR masuk teman-teman menggunakan kamera video yang berukuran lebih besar? 10. Teknologi kamera saat ini memudahkan para penggunanya, seperti teknologi HD, 2K, 4K yang bisa digunakan hanya dengan kamera berprofil kecil seperti Sony A7. Tapi apakah dapat secara instan membuat si pemakainya menghasilkan karya yang bagus? 11. Menurut pengamatan anda, sudah seberapa luas penggunaan kamera DSLR sebagai videografi di Indonesia, baik kalangan pemula hingga professional? 12. Bagaimana DCI terbentuk? 13. Bagaimana membina komunikasi yang baik antar sesama anggota DCI, karena komunitas ini nasional meliputi berbagai regional di Indonesia?
Agustinus Chandra (Admin DCI, Owner Ducko Chan Bravo Imaji, Producer “Silent Heroes”) 1. Sejak Kapan anda mulai menggunakan kamera DSLR sebagai kebutuhan videografi/ Sinematografi? Mulai menggunakan tahun 2010, untuk membuat klien 2. Darimana awalnya anda mendapatkan referensi tentang DSLR cinematography? (Film, Iklan) Tahun 2010 secara tiidak sengaja melihat kamera foo, melihat 550d tidak sengaja tahu sudah 3. Kamera apa yang sekarang biasa digunakan untuk kebutuhan client? Black magic Apakah client sudah menerima hadirnya kamera DSLR? 4. Menurut pengalaman anda, sejak kapan sih tren DSLR sinematografi masuk ke Indonesia? Sejak tahun 2010 2011, vincent lavore dan 5. Bagaimana anda melihat tren DSLR sinematografi di Indonesia?
6. Apakah ada dari teman-teman sinematographer khususnya di bidang sinema yang kontra atau menolak dengan dengan hadirnya inovasi kamera DSLR yang bisa digunakan untuk video? Memilih untuk tidak menggunakan 7. Film “Silent Heroes" ini bercerita tentang apa? Apakah ada rencana untuk di realease ke bioskop? Tujuannya untuk menunjukkan bisa dipertanggungjawabkan, secara teknis 8. Kelebihan dan kekurangan apa yang anda temukan selama menggunakan kamera DSLR selama Produksi “Silent Heroes”? 9. Apakah ada perubahan yang signifikan antara produksi dengan kamera DSLR dibandingkan dengan kamera video? (workflow) 10. Menurut pengamatan anda, sudah seberapa luas penggunaan kamera DSLR sebagai videografi di Indonesia, baik kalangan pemula hingga professional? Dampaknya biaya produksi cenderung menurun terus 11. Apakah ada perubahan yang signifikan antara produksi dengan kamera DSLR dibandingkan dengan kamera video? (workflow) 12. Inovasi teknologi kamera saat ini terus berkembang, bahkan saat ini hadirnya kamera mirrorless seperti Sony a7 sudah bisa merekam video dengan kualitas 4K. Bagaimana menurut anda apakah DSLR bisa tergantikan oleh mirrorless?
(Thomas Nawilis: Sinematographer, Director, Actor) 1. Bisa ceritakan pengalaman anda di dunia sinematografi? 2. Bagaimana anda menghadapi masa transisi transformasi dari kamera pita kaset ke era digital? 3. Apa saja perbedaan yang anda alami ketika produksi dengan kamera pita kaset dan kamera digital DSLR? 4. Menurut anda apa keuntungan dan kekurangan dari menggunakan kamera DSLR? 5. Sejak Kapan anda mulai menggunakan kamera DSLR sebagai kebutuhan videografi/ Sinematografi? 6. Apakah industri penyiaran TV sudah menerima kehadiran kamera DSLR sebagai kebutuhan film dll? 7. Darimana awalnya anda mendapatkan referensi tentang DSLR cinematography? 8. Bagaimana anda melihat tren DSLR sinematografi di Indonesia? 9. Apakah ada dari teman-teman sinematographer khususnya di bidang sinema yang kontra atau menolak dengan dengan hadirnya inovasi kamera DSLR yang bisa digunakan untuk video? 10. Apakah hadirnya Inovasi kamera DSLR yang memiliki fitur videografi, sudah diakui performanya di dunia perfilman Indonesia? 11. Menurut pengamatan anda, sudah seberapa luas penggunaan kamera DSLR sebagai videografi di Indonesia, baik kalangan pemula hingga professional?
Agustinus Chandra / Ducko Chan 1. Kalau kamera dslr digunakan sebagai videografi saya mulai pada tahun 2010 untuk membuat iklan, tetapi kalau untuk fotografi sendiri saya sudah lama hobby fotografi. 2. Secara gak secara saya menggunakan kamera karena memang saya sudah punya waktu itu kamera canon 550d, hanya saja untuk tahu bahwa kamera dslr bisa digunakan untuk videografi itu tahu secara tidak sengaja dari internet dan teman-teman sekitar. 3. Saat ini saya menggunakan black magic pocket cinemax dan Panasonic GH 4, sebelumnya menggunakan canon. Black magic pocket itu masuk ke dalam prosumer, saya pindah karena teknologi kameranya. Klien kan macem-macem, semuanya ukurannya di budget. Bagi mereka yang membayar dengan budget mahal pasti harapannya harus mendapatkan hasil dan peralatan yang bagus. Maka biasanya kita sewa peralatan untuk alat-alat yang high end karena bagi mereka itu kan penting untuk mendapatkan hasil yang diatas rata-rata. Tapi kia gak bisa pungkiri ada juga client yang bisa bayar dengan low budget kan. Nah mereka ini biasaya yang tidak ambil pusing pakai kamera apa, yang penting hasil akhirnya tidak malu-maluin. 4. Dimulainya dari tahun 2010, di luar negeri ada pakar sinematographer yang bernama Vincent laforet dan Phillip Bloom mereka mengetes kamera dslr canon untuk video. Pada saat itu kan fungsi video tida dioptimalkan hanya digunakan sebagai foto. Nah Mereka menggunakan kamera dslr waktu itu untuk mengetes firmware baru dari canon saja dengan mereka bikin film pendek. Setelah dari situ dunia sinematografi heboh melihat hasil akhir dari kamera dslr ternyata mampu merekam video dengan gambar yang baik. 5. Perkembangannya sangat pesat yah, waktu itu saya kan sempat ikut belajar beberapa kali di production house bikin ftv, yang saya rasakan peralihan dari dv cam ke digital itu cukup besar yah karena waktu aktifitasnya itu mereka rubah cara kerja mereka. Bahkan sekarang menjadi dobrakan baru bahwa bikin film indie sudah identic dengan menggunakan kamera dslr. 6. Penolakan atau anti tidak terhadap hadirnya dslr itu tidak ada, tetapi memilih untuk tdak menggunakan dslr itu banyak. Karena masih banyak dari sinematografer senior yang kekeh dengan pemahamannya bahwa kamera foto yah untuk foto bukan digunakan untuk video. 7. Kita kemarin tujuannya untuk menunjukkan bahwa kamera dslr bisa dipertanggung jawabkan untuk kamera kebutuhan film, krena ternyata benar hasilnya bagus. Kedua kita mau mengajak teman-teman dci untuk bisa ikut produksi film beneran dengan kamera dslr, berbekal selama ini teori yang selalu kita bahas diforum. Karena selama ini kan hanya via chattingan kan, nah kita ingin menerapkan bareng-bareng ke dalam produksi yang real. kita awalnya berangkat dari dua bukti itu kita melakukan secara teknis dan kita juga mau melakukan sebagai media edukasi agar semua orang khususnya anggota bisa saling belajar. Lompatan yang kami rasakan sangat luar biasa, perdana kami bikin film ini disimak baik oleh pihak juri karena dimasukkan kedalam nominasi Best supporting actrees untuk pemeran kita Nirina Zubir di dalam film silent heroes. Kalau baru awal seperti ini saja kita bisa mengambil hati para juri berbekal pengetahuan dan alat yang minim pula bagaimana jika tangai ini semua dengan serius. Makanya itunglah kemarin itu sebagai “pemanasan” kita semua melakukannya tidak anggap seperti embel-embel project yang mendapatkan materi semua dilakukan dengan alami. 8. Kelebihannya barangnya gampang didapatkan, karena harga sekarang lebih murah. Penggunaannya juga gampang, praktis terus dengan kondisi budget rendah tetapi mendapatkan hasil yang baik. Disisi lain Kekurangannya kameranya cepat panas, dan suka nge-hang ketika over heat. Baterai cepat habis. Dslr itu kalo kata anak editor dan grading gambarnya tipis jadi ada limit kalau mau ditingkatkan
9. Dari waktu ke waktu seiring perkmebangan teknologi terus berkembang memungkinkan kamera dslr bisa digunakan, kebutuhan profit dan non profit saat ini rata-rata sudah menggunakan kamera dslr. Nah, dampaknya karena tren kamera dslr budget yang disediakan oleh klien terus menerus turun dari harga pasar. Kalau dilihat sebelum era kamera digital, untuk biaya produksi iklan saja bisa mencapai ratusan juga. Sedangkn sekarang karena client sudah mengetahui hadirnya kamera dslr yang bisa mendapatkan hasil prima dengan low budget mereka jadi lebih kritis sekarang dalam negosiasi budget. Lalu sekarang ketika kamera dslr sudah bisa didapatkan dengan mudah, otomatis semua orang sudah bisa menjadi kameraman dengan singkat. Nah, tantangannya adalah tuntutan ide kreatifitas saat ini harus tinggi. Karena ketika maju ke klien, pasti klien berpikir kenapa harus bayar mahal kalau ditempat lain dengan alat yang sama bisa didaptkan dengan budget yang lebih murah. Nilai non teknis yang dilihat yakni pemikirian kreatif atau mungkin dilihat pengalaman PH lah prestasi yang sudah diidapat atau memang PH yang bersangkutan memang mampu membuat hasilnya akhir yang lebih bagus, factor non teknis itulah yang dijadikan ukuran budget bagi klien.
Benny Kadarhariarto 1. Pertama kali beli kamera 550 d itu sekitar tahun 4 tahun yang lalu karena ada kerjaan mendingan saya beli kamera saja daripada sewa karena kebetulan buat foto-foto juga. Dulu waktu masuk kuliah passionya juga di kamera, Cuma karena kesetrum trauma ma listrik pindah aliran jadi audioman. Pada saat itu kamera yag bisa shooting video murah ya dslr, sedangkan shooting standar broadcast paling gak waktu itu pd 170 harga 30 jutaan. Saya gak mampu untuk beli kamera dengan harga segitu, untuk sewa sayang jadi buat bisa bikin film murah saat itu ya dslr waktu itu beli Cuma 4jt second. 2. Referensi pertama kali itu di dunia masuk tahun 1998 pada saat 5d mark ii realease. Kalau di Indonesia booming setelah iklan Citra karya Jay sugiarto, pada waktu itu ada beberapa anak iklan jadi kalau flm idonesia itu liat tren equipment itu liat dari pembuatan iklan karena budgetnya cukup disitu. Jay dapet job iklan citra dia syuting pakai kamera dslr itu hasilnya bagus banget, nah mulai dari situ teman-teman iklan mulai cobain ternyata bagus diolah gambarnya sebagus mungkin karena sudah HD juga. Dibandingkan dulu dengan beta cam itu kan dapet dof nyakan susah. Sedangkan dengan kamera dslr itu bisa, hanya menggunakan lensa foto. Sebelumnya kita pakai kamera sony x3 pakai adapter dan pasang lensa foto bisa tapi mahal karena untuk kameranya saja 70 juta, adapter lensa 20 juta belum sama lensa lensa lainnya. Sedangkan kamera dslr 5d mark ii dengan 20 juta lensanya sudah ada, nah mulai dari situ pamornya naik dslr. Setelah itu canon realease 550d dengan harga murah sudah dapat lensa kit jadi tambah naik pamor dslr. Pamor dslr tambah naik setelah Film act of velor ternyata menggunakan kamera dslr, sehingga banyak orang yang tambah percaya. 3. Dari lingkungan, karena saya banyak kerja di periklanan juga, dan lihat perkembangan teknologi kamera dari teman-teman. 4. Lihat tren DSLR di Indonesia saat ini bagaimana? Pada saat ini dslr turun, mirrorless yang naik. pertama keluar dslr tidak berkembang, perkembangannya hanya processornya saja yang diperbarui tapi lainnya enggak. Sedangkna sony dan Panasonic teknologinya sekarang lebih advance, sedangkan canon dan Nikon masih saja diam disitu diliat dari perkembangan teknologinya. Jika diliat ke belakang sejarahnya kenapa teknologi camera canon dan Nikon diam disitu. Waktu awal digital kamera keluar, brand lainnya Panasonic, sony, Olympus buang semuat prime set lensanya diganti dengan set lensa digitalnya diperbarui semua (Micro worthed) Sedangkan canon dan Nikon tidak berani ganti full set lensa yang sudah banyak itu, lenssa itu memang buat kamera film untuk fotografi. Menurut saya dan beberapa teman dci, sebetulnya bukan dibuat untuk sensor digital. Makanya canon bertahan di 22 mp dan kualitas HD saja karena ketajaman sensor dibanding dengan ketajaman lensa. Sedangkan kamera brand lain Panasonic dan sony sudah berani keluarin kamera 4k recording on camera jadi teknologi jauh lebih hebat, canon juga sedang akan introduce camera 50mp, kita gak tau lensanya ready apa enggak buat imbanngin, karena lensa juga punya batas ketajaman. Kalau brand lain sudah siap untuk foto dan video. Sedangkan dua produsen ini menurut saya belum, makanya dslr stuck disitu, memang tidak turun karena grafik penjualan dslr masing naik. Sementara grafik penjualan kamera mirrorless terus naik, nah teknologi bergeser semua kesitu sekarang. Sony sekarang berani bilang bahwa dia produsen nomor 1 di dunia, dia nemuin sensor kamera a7s yang mampu minim noise mknya sekarang banyak perusahaan kerjasama dengan sony dari segi sensor. Bahkan rumornya kamera canon 50 mp yang akan keluar bulan maret menggunakan sensor sony juga. 5. Kontra atau tidak, untuk kameraman video yang senior males untuk belajar lagi yaudah mereka stuck. Itu Kamera foto bukan kamera video, Foto is foto video is video banyak ang bilang seperti itu. Padahal enggak begitu teknologi sudah memungkinkan buat foto dan video.
6.
7.
8.
9.
Ada juga yang bilang kamera foto dipakai video sensornya rusak, menurut saya itu tahayul rusak sensor atau rusak kamera karena dipakai video karena kalau benar rusak sensor kenapa teknologi itu masih ada bahkan sekarang berkembang. Penolakan itu pasti ada, karena kemudahan-kemudahan dari penggunaan dslr. Penolakan datang dari mereka yang benarbenar professional, artinya mereka suka pakai high end camera seperti redcam, alexa dll. Sekarang hasil akhir dari camera high end sama kamera dslr sudah bisa mendekati kualitas gambarnya jika tahu cara olahnya dengan benar, bisa mendekati high end camera. Tetapi bagi mereka yang professional kamera dslr bukan buat kebutuhan film, high end camera lah yang seharusnya dipakai. Padahal saat ini banyak kan film yang sudah menggunakan kamera dslr. Penolakan itu datang dari dua kelompok tsb. Selain itu karena kemudahan menggunakan kamera dslr seperti menggunakan fungsi foto pada kamera sehingga banyak yang belajar dengan cepat dan menghasilkan karya yang bagus-bagus. Tetapi sayangnya kemudahan tersebut melahirkan para pemula yang dengan singkat menyebut dirinya DOP padahal baru bisa pencet record, padahal level DOP atau cameraman jauh dari sekedar bisa merecord kamera saja. Dari situ banyak job dadakan mereka yang menyebut dirinya kameraman, penolakan tersebut muncul karena lahirnya cameraman dadakan tersebut. Keuntungan dan kekurangan; ekeuntungan budget pasti lebih murah, sedangkan kalau pakai kamera high end seperti red cam biaya sewanya saja 16 juta. Sedangkan dslr biaya sewa paling 300 ribu percamera, Jadi produksi bisa lebih minim budget. Kekurangannya, gambar dia terbatas Cuma 420 color rangenya, 8 bit itu kan tipis banget wananya. Nah itu kalau olah hasil gambarnya asal-asalan yah hasilnya seperti record pakai kamera handycam. Pasca produksi sebenarnya dslr ini lebih susah, karena keterbatasannya tadi butuh banyak trik untuk mendapatkan hasil yang bagus jika dibandingkan dengan kamera high end. Mata klien sudah diterima belum: klien biasanya melihat dari ukuran kameranya udah senang duluan kan, nah biasanya kalau saya syuting pakai dslr, pagi-pagi saya pasang semua aksesorisnya mattebox, rig, lensa 70-200 mm biar keliatan besar. Yang penting pada saat client ada itu terlihat pakai kamera gede karena melihat dari satu kesatuan intinya untuk menaikkan prestice. Klien sekarang juga sudah mulai tahu kok, kalau budget minim mereka menerima dengan kamera dslr karena kamera high end kan mahal. Kita bisa liat di singkawang, 4 jam dr Pontianak tahun lalu mereka produksi film 11 judul. Awalnya mereka bikin film lalu screening di bioskop yang sudah tidak dipakai pada saat moment imlek, mereka menjual ticket total 6 juta dan dvd itu laku 10.000 keping. Di sambas juga begitu, mereka bikin film dengan kamera MD 1000 jual dvd laku 12.000 keping, akhirnya mereka beli dslr, hasilnya bisa lebih bagus lagi. Kita lihat lagi di cilacap dan purwokerto mereka filmnya bagus-bagus mereka menang di beberapa festival, medan juga begitu dan malang festival juga bagus-bagus mereka pakai kamera dslr. Perkembangan saat ini perfilman bagus, di sma sudah bayak ekskul film pasti akan terus berkembang dan mmelebar. Anggota dari dci saja ada anak smp 5 di pakai oleh pemerintah kota bandung Ridwan Kamil untuk handle project video promo pariwisata kota bandung dengan kamera gopro untuk aerial video. DCI berharap kalau anak smp pun sudah bisa bikin film, terus dia nonton film Indonesia yang cemen-ceen apa gak malu tuh film maker kita? Harapan saya sih Cuma satu filmmaker kita seharusnya bisa lebih berkualitas, sehingga kualitasnya film Indonesia bisa terangkat. Bagaimana membina komunitas; waktu awal-awal kita hanya berusaha untuk sharing, kebetulan saya yang gak banyak kerjaan jadi saya punya kesempatan banyak untuk patroli liat postingan teman-teman yang petanyaannya belum terjawab. Kami juga menumbuhkan budaya di forum untuk tidak ada pertanyaan bodoh. Kalau dilihat di komunitas lain, ada yang sharing pasti dibantai atau Cuma komen mantap gan, bagus gan. Kalau di dci pasti kami jawab dengan benar oleh teman-teman member dan admin juga. Kebetulan teman-teman juga kan
kerja di tengah malam begadangan, jadi semua pertanyaan pasti dijawab entah jam 2 pagi bahkan 4 pagi karena seperti ada shifting di forum dci ini. Jadi bisa dilihat forum ini aktif 24 jam, jadi kebudayaan saling sharing itu yang sesuai dengan motto “keep sharing, keep learning, keep growing” sehingga buat kita selalu solid. Jadi kita selalu sharing, belajar bareng, dan keep growing together. Banyak dari teman-teman anggota dan admin yang merasa bahwa komunitas dci ini dijadikan sumber ilmu. Kalau di lihat thread, dalam 1 jam saja sudah ada 20 komen lebih, pernah pada suatu hari dalam 12 jam yang komen sampai 1000 orang. Jika dibadingkan dengan grup lain, dci paling aktif karena saya kebetulan ikut grup lainnya juga hanya dci yang bisa seperti itu. Kita gak kenal perbedaan umur, tidak ada newbie. Semua dipukul rata namanya om. Dci juga pernah bikin event newbie palsu, karena dikita banyak ada menyebutnya newbie justru dia yang sudah ahli. Salah satu didalamnya newbie palsu wedding tape sehiingga menghargai teman-teman wedding documentation, karena kalau film pendek, video klip ada banyak perlombaannya kalau wedding kan blom ada. Tren kamera dslr memang meluas hampr di seluruh Negara, di dci pun ada anggota dari Amerika, Australia, Malaysia tetapi karena mereka mungkin karena berbeda bahasa hanya menjadi anggota pasif. Tren tesebut juga ternyata membentuk komunitas dslr cinematography di luar negeri, tetapi untuk aktifitas di forum tetap kencengan di komunitas DCI.
Transkrip Wawancara Thomas Nawilis 1. Awal masuk entertainment tahun 2001, awalnya jadi pemain di sinetron. Kerja disitu pelanpelan dapet iklan akhirnya diajak main film horor tusuk jelangkung sama disini ada setan. Terus di depan layar jadi actor hingga tahun 2005, 4 tahun doing abis itu focus dibalik layar directing dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2014. Awal nge-direct itu bikin film sendiri sama temen, join bikin PH (Production House) terus kita ber-empat invest bareng denga modal sendiri bikin film. Awalnya kita pakai kamera digital beta cam 970 baru keluar pada waktu itu, jadi kita perdana nyobain kasetnya segede bagong dan pakai lensa film. Dari situ baru deh dapat tawaran-tawaran dari PH lain untuk menggarap PH mereka bikin program TV, Jadi saya lebih banyak di tv daripada di film. 2. Sebenarnya saya pribadi lebih senang, karena saya bukan tipe yang idealisnya tinggi kayak ada beberapa orang film lama, wah kalo kamera digital tuh bukan real terlalu gampang. Kalo saya tipenya orang yang ikutin teknologi, apalagi sekarang ada kamera digital 4k udah bisa pakai buat bikin film lah. Ya buat apa lo bertahan di film yang masih pakai pita seluloid digulunggulung, bisa lebih cost money, cost more time kenapa gak digital aja toh sekarang dimanamana udah pakai digital kok. Emang pas awal-awal perubahan dari kamera digital kan memang masih bagus gambar dari kamera film tapi sekarang kayaknya sih udah rata-rata orang umum gak bisa bedain bedanya, dan yang jelas lebih handy lebih simple, lebih compact dahulu pakai cd rom ukuran yang gede-gede sekarang pakai memory sd card kecil-kecil gitu bisa berapa giga seharusnya bisa lebih enak sih. Kalau saya pribadi sih karena banyak ngalamin jadi mendukung, tapi ada beberapa kendala sama crew masalah kamera seperti mereka lebih kekeh pakai kamera film karena mereka gak pede kalau pakai digital. Mungkin entah ego atau apa dengan alasan “gak bisa, kalo film yah pakai kamera film kalau lo mau digital yah tv bukan film.” Cuma sekarang orang-orang udah mulai berubah pemikirannya sih yah kalau digital lebih baik dan lebih mudah digunakan. 3. Kalau pakai kamera pita, yang jelas butuh materinya lebih banyak. Jadi waktu jaman dulu saya pake pita ada kamera dv cam saya pake untuk satu judul itu saya ngabisin 15-20 kaset. Sedangkan satu kaset dv waktu itu harganya 200.000 kalau gak salah yah, perkaset durasi 30 menit. Anggaplah kasetnya 200.000 dikali 15 kaset udah 3.000.000 baru kaset doank. Ada yang bilang kasetnya bisa ditimpa sekali dua kali gak papa lah, tapi yah untuk accident, human error atau apa itu susah harus direwind, terus direkam lagi. Sedangkan waktu alih ke digital, satu judul saya Cuma butuh dua memory. Kalau satu memory card penuh, ini tinggal diloading ke computer saya tinggal ganti memory yang satu lagi bisa 16 gb atau 32 gb bisa ditimpa berkali-kali diformat ulang bisa dipakai lagi. Hanya saja saya pernah ada kendala kelalaian kepencet format atau mau play geser kebanyakan eh malah ke delete. Jadi memang harus lebih hati-hati, tapi kalau mau preview jadi lebih gampang misalkan ingin liat take ke-5 tinggal di scroll dan diplay jadi gak perlu rewind-rewind lagi. Tetap ada plus minusnya, tapi menurut saya tetap enakan yang udah digital karena udah lebih gampang. Dan storagenya pun lebih gampang, kala kaset itu harus ada lemari dengan ukuran khusus supaya gak jamuran, sedangkan kalau memory card lebih gampang disimpannya dan gak makan tempat. Kayak dulu saya film sampe ada banyak lemari untuk simpan kaset doing, kaset-kaset raw material. Satu judul aja itu sampe 15 kaset, saya tuh garap pake dv cam ada kali 40 judul jadi ya ada 500 kaset yang harus saya filling di lemari. 4. Keuntungan lebih compact dan lebih handy, misalkan saya ambil shot di ruangan sempit seperti adegan di dalam mobil kalau jaman dulu kan perlu rigging diluar, didepan karena kameranya pun panjangnya bisa sampai 60-70cm. sekarang saya tinggal pakai kamera wide,bisa ditaro di dashboard. Terus yang kedua save cost juga, dslr itu juga mampu merekam
5.
6.
7.
8.
9.
di keadaan minim lampu, jadi gak butuh pakai lampu banyak tapi tergantung lensanya juga. Dan jelas kalau pakai dslr banyak juga orang syuting di dalam atau di luar negeri yang bisa tanpa izin. Crew bisa pura-pura jalan, dan voice recorder juga kan bisa pakai clip on. Kalau pun ditegor bisa jawab lagi photo-photo prewedding jadi gak usah bayar. Sedangkan kalau pakai kamera video yang ukurannya besar pasti di duitin ditanya surat izinnya apa enggak. Kalau pakai kamera dslr bisa saja kita jawab kita turis kok. Yang ketiga gak makan banyak tempat saya bisa bikin adegan orang ngumpet di dalam lemari tinggal taro kamera di dalam, kalau jaman dulu saya bisa bikin lemari harus panjangin buat tempat rigging kameranya kalau panjangnya 60 cm ya saya harus panjangin lemarinya 60 cm. Terus kalo adegan di dalam mobil, kamera harus saya taro di kap mesin harus pakai klem diiketin tali, terkadang orang yang ngerental mobil gak ngasih karena berat. Kalau kamera disamping harus ditaruh di luar mobil, jadi lebih bahaya dan boros tempat. Kalau sekrang pakai kamera dslr yah di dalam saja karena udah simple lebih banyak bantulah karena save cost saya bisa pakai 3 kamera dengan budget 1 kamera video. Mulai menggunakan kamera DSLR tahun 2011 awal. Saya tau kamera dslr itu dari tahun 2008, saat itu PH tempat saya kerja mereka anti kamera DSLR, mereka bilangnya “buat apa karena dslr itu terlalu film kurang flat” mereka pengennya flat. Karena beberapa di stasiun tv nasional itu mereka syarat finalisasinya harus pakai kamera DSLR seperti Trans TV, NET TV itu rata-rata wajib dslr. Dulu jaman saya film malah pakai kamera 16 mm, dapat dari you tube tementemen dan pergaulan sesame DOP yang waktu itu mulai gunain kamera dslr buat film. Yang saya denger untuk meyakinkan pihak tv juga susah, awalnya mereka meremehkan dan bertanya apakah yakin mau kamera kecil gitu kayak main-mainan, syuting di tempat umum pake kamera foto gitu yang ada orang malah pada ngebully. Akhirnya kalau gak salah DOP itu bilang gini deh, kita bikin satu judul satu episode kalau hasilnya gak puas kalian gak usah bayar, tapi kalau puas kita perjanjian kontrak. Dan setelah liat hasilnya pihak tv puas, sejak itu mulailah menjamur pada tahun 2009. Di satu sisi ada yang sudah menerima, bahkan sudan mengharuskan. Dan ada yang belum sama sekali kayak SCTV, Indosiar, ANTV mereka masih menggunakan ratio 4:3 sedangkan dslr 16:9. Beberapa stasiun tv seperti Trans TV, NET TV mereka sudah megikuti perkembangan kamera, jadi sudah menggunakan kamera dslr jadi tergantung kebijakan masing-masing perusahaan tv sih. Ada yang kolot seperti SCTV bilang kita tidak memikirkan kok pakai kamera apa yang penting gambarnya kiclong, pemainnya cakep mereka udah happy jadi mereka gam au upgrade. Tetapi ada juga yang harus berkembang masa pakai kamera begini mulu, balik lagi ke visi misi perusahaan kali yah. Bagus sih yah maju pesat, tapi dengan adanya kamera dslr banyak DOP yang kurang pede karena bisa review hasil shotnya. Sedangkan jaman dulu kan kalo bisa gk boleh salah, karena ketika sudah ngeset, sekali cek focus itu gak boleh salah karena ketika salah harus roll film lagi. Memang banyak memudahkan DOP, tetapi Kalau dop sekarang terlihat kurang pede beda dengan skillnya gak sejago dulu karena alat segitu susahnya sedangkan sekarang alat-alat gampang, dan gak susah untuk jadi DOP. Ada banyak yang kontra dengan kamera DSLR, kenapa itu kamera dasarnya foto kok buat film yah? Susah dari bentuknya, gripnya, handlingnyaitu udah gak bisa buat film. Tapi karena perkembangan aksesorisnya ada mounting, rig shoulder, follow focus buat kamera dslr sehingga bisa buat filming. Masih ada rata-rata orang laa bertahan idealisnya dengan kamera foto ya hanya untuk still image, kalau film yah pakai kamera video. Tapi diperhatikan lamalama orang tersebut berkurang dan mengakui kemampuan dslr. Di perfilman Indonesia yang keluar rata-rata menggunakan kamera dslr, at least minimal mereka menggunakan kamera dslr sebagai 2nd cam karena tidak bsa dipungkiri dharganya
ekonomis. Untuk film Indonesia itu sudah bagus, karena kalau pakai pro cam untuk bodynya saja 300 juta.
CURRICULUM VITAE Nama
: Hendhika Eka Saputra
Usia
: 27 Tahun
Tempat/ Tanggal Lahir
: Jakarta, 16 Januari 1988
Jenis Kelamin
: Laki – Laki
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat Rumah
: Jl. Merpati, Blok z1 no 17, RT 11/ RW 12 Mekarsari, Cimanggis-Depok
Handphone
: 0813 8231 9666 / 0857 1177 1767
E-mail
:
[email protected]
PENDIDIKAN
Pendidikan Formal o Perguruan Tinggi
: Universitas Mercu Buana
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Program Studi
: Broadcasting (S1 – Ekstensi)
I.P.K Terakhir
: 3.17
Tahun
: 2012-Sekarang
o Perguruan Tinggi
: Universitas Indonesia
Fakultas
: Ilmu Pengetahuan Budaya
Program Studi
: Manajemen Informasi dan Dokumen (D3)
I.P.K (G.P.A)
: 2. 86
Tahun
: 2006-2009
o SMA
: SMA Budhi Warman 2 Jakarta
Jurusan
: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Tahun
: 2003-2006
o SMP/SLTP Tahun o Sekolah Dasar (SD) Tahun
: SLTP Negeri 185 Jakarta : 2000-2003 : SD Negeri Pekayon 05 Pagi Jakarta :1994-2000
Pendidikan Non Formal Tahun 2006-2007 : Mengikuti kursus Bahasa Inggris di LB LIA, Depok.
Tahun 2010 30 April
: Peserta aktif pada Workshop “Developing E-Library”
20-21 Mei
: Panitia pada Workshop “Pengembangan Teknologi Informasi dan Kapasitas SDM Perpustakaan Ali Alatas, Kementerian Luar Negeri, Sebagai Implementasi Pemberlakuan UU KIP”
2-4 November
: Panitia pada Workshop “Teori dan Praktek: Teknik Aplikasi Pengembangan Teknologi Digital Perpustakaan Ali Alatas, Kementerian Luar Negeri”
Tahun 2011 29-30 April
: Panitia pada Diskusi Terbatas “Perkembangan Trend dan Kemajuan Terkini Dalam Dunia Perpustakaan.”
17-18 Juni
: Peserta Aktif pada Workshop “Teknik Aplikasi Pengembangan Teknologi Digital Perpustakaan Ali Alatas”
Juni-Agustus
: Mengikuti kursus Bahasa Inggris di ILP, Jakarta.
23-25 November
: Panitia pada “Pertemuan Kelompok Ahli Kajian Posisi Dasar Konstitusional Perjanjian Internasional dan Tantangan Globalisasi”.
Tahun 2012 26 Januari
: Panitia pada “Diskusi Karya Cetak dan Karya Rekam” Kementerian Luar Negeri, Jakarta.
12 November
: Panitia pada Seminar “Tribute To Ali Alatas: Peran dan Kontribusi Ali Alatas dalam Politik Luar Negeri RI” diselenggarakan oleh BPPK KEMLU RI.
10-11 Desember
:
Panitia pada “Diskusi
dan Koordinasi
Antar
Perpustakaan Kementerian atau Lembaga.
Tahun 2013 25 Februari
: Panitia pada “Forum Diskusi dan koordinasi Antar Perpustakaan Kementerian atau Lembaga.
15 April
: Peserta aktif pada “Digital Library as Unlimited Resources”
diselenggarakan
oleh
Yayasan
Pengembangan Perpustakaan Indonesia.
Tahun 2014 :Pelatihan Stock Opname Perpustakaan yang diselenggarakan oleh Lembaga Sandi Negara.
10-13 November
: Peserta aktif pada “Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI), Aceh.
PENGALAMAN KERJA
Melaksanakan Magang di BPPK DEPLU RI, di bagian Kearsipan dan Perpustakaan selama 2 bulan pada tahun 2008. Lingkup Kerja: o Klasifikasi Koleksi Bahan Pustaka o Pengolahan Bahan Pustaka o Mendata buku-buku sumbangan o Menyusun Koleksi Bahan Pustaka di Rak o Mengelola Arsip
Bekerja di Perpustakaan Ali Alatas, Kementerian Luar Negeri RI sebagai Staf Honorer Pustakawan dari tahun 2010 sampai sekarang. Lingkup Kerja: o Admin Website Perpustakaan Ali Alatas o Klasifikasi Bahan Pustaka
o Entry Data Bahan Pustaka o Pengolahan Bahan Pustaka (Pra Katalogisasi, Katalogisasi, Pasca Katalogisasi) o Korespondensi
Surat
Bagian
Perpustakaan,
Dokumentasi
dan
Penerbitan o Mengelola arsip pada Bagian Perpustakaan, Dokumentasi dan Penerbitan o Shelving bahan pustaka o Pelayanan pengunjung, Akses E-resources dan penelusuran OPAC.
PENGALAMAN ORGANISASI
Photography o Anggota pasif Depok Photography, sejak Maret 2012 o Peserta Hunting Foto “Bank BTN Photography” diselenggarakan oleh Bank BTN Pusat, Museum Prasasti – Jakarta o Panitia Dokumentasi “Event Olahraga Nasional FORNAS 2012 (Forum Nasional)” yang diselenggarakan oleh FORMI (Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia), Ancol – Jakarta Utara o Panitia Dokumentasi (Video) Aggressive Inline Skate Competition Roller War 2013, Puink Skatepark – Jakarta Utara
Komunitas Aggressive Inline Skate Jakroll, 2010 –Sekarang o Anggota Aktif Komunitas Aggressive Inline Skate “Jakroll (Jakarta Rolling)” o Peringkat 5 besar Beginner Class pada Kompetisi Aggressive Inlineskate Nasional “Roller Calling” di Bandung.
Universitas Indonesia o Peserta pada Festival Seni Diploma (KRESENDO), Tahun 2008. o PO (Project Official) pada Kesenian Teater ”Pertemuan Tahunan”, Tahun 2007. o Panitia pada OKK (Orientasi Kekerabatan Kampus), Tahun 2007.
SKILL
Mahir mengoperasikan digital camera (DSLR), Photography maupun videography
Mahir Mengoperasikan mesin fotokopi, OHP, Infocus, Mesin Ketik
Mengelola Kearsipan (Klasifikasi, Filling System, Temu Kembali Arsip)
Mengelola Perpustakaan (Klasifikasi bahan pustaka, Entry data, Labelling, Selfing)
Mampu konsep brand design, liflet, banner.
COMPUTER SKILL
Mahir mengoperasikan sistem otomasi Perpustakaan “SENAYAN”
Mahir mengoperasikan Klasifikasi buku “E-DDC 22”
Mahir mengoperasikan sistem pencarian informasi (OPAC)
Mahir mengoperasikan Microsoft Office
Mahir mengoperasikan Adobe Photoshop CC
Mampu mengoperasikan Corel draw
Mampu mengoperasikan Adobe Premiere
Mampu basic editing dengan Final Cut Pro
Mampu mengoperasikan aplikasi video editing “Ulead & Movie Maker”
Mampu mengelola sistem database web “Joomla”
Mahir mengendarai sepeda motor dan mobil