DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro. Lukiati Komala & Siti Karlinah, Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007 Anwar, Rosihan. Wartawan & Kode Etik Wartawan, PT.Jurnalindo Aksara Grafika,1996 Baksin, Askurifai, Jurnalistik Televisi, Teori dan Praktek, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006 Cangara, Hafied, Pengantar ilmu komunikasi, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1998 J.Severin, Werner dan James W Tankard, Teori Komunikasi sejarah, metode dan terapan di dalam Media massa, Jakarta: Kencana, 2007. K.Yin, Robert, Studi kasus Desain & Metode, Jakarta: Rajawali pers, 1995 Kriyantono, Rakhmat, Teknik praktis riset komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Mc. Quail, Dennis dan Sven Windalh ahli bahasa Putu Laxman Pendit, ModelModel Komunikasi, Jakarta: Uni Primas, 1985 Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990 Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002 Morrisan, Manajemen Media Penyiaran, Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2007. Nugroho, Bimo, dan Imawan, Teguh et al, Infotainment, Jakarta: Komisi Penyiaran Indonesia, 2005 Rakhmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996. Rudito, Bambang dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, Bandung: Rekayasa Sains, 2007 hal 9
S. Susanto, Astrid, Dr. Phill, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Binacipta. Siregar, Ashadi, Etika komunikasi, Yogyakarta: Pustaka, 2006. Soenarto, RM, Program Televisi Dari Penyusunan sampai Pengaruh Siaran, Jakarta: FFTV_IKJ PRESS, 2007. Sugiyono, Metode Penelitian ALFABETA, 2008
Kuantitatif
Kualitatif
dan
R&D,
Bandung:
Syahputra, Iswandi, Jurnalistik Infotainment, Yogyakarta: Pilar Media, 2006. Teba, Sudirman, Jurnalistik Baru, Jakarta: Kalam Indonesia, 2005 ----------.. Etika Media Massa Indonesia, Ciputat: Pustaka Irvan, 2008 Usman, Television News Reporting dan Writting, Bogor: Ghalia Indonesia, 2009. Widjaja. H.A.W, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000.
Sumber Lainnya:
www.kpi.go.id
www.rcti.tv
www.pwi.or.id
www.ajiindonesia.org
AGB Nielsen
Newsletter KPI Januari-April 2010
Sekretariat infotainment Cek&Ricek
PWI Jaya. Anugerah Jurnalistik M.H. Thamrin PWI Jaya, Lembaga Pengahargaan Tertinggi untuk Media dan Wartawan Jakarta. Jakarta. 2009
LAMPIRAN
HASIL TRANSKRIP WAWANCARA
A. Telni Rusmitantri : Produser Pelaksana Tayangan Infotainment Cek&Ricek 1. Bagaimana awal proses Recruitmen Pekerja Infotainment? Kita sama sih seperti media penerbitan yang lainnya, merekrut wartawan itu seperti apa sih? Tentu ada parameter pendidikan, itu yang pertama. Kedua, tentu ada kompetensi, karena ini adalah media elektronik, berarti dia
mempunyai
kemampuan
untuk
interview,
kemampuan
untuk
menulisnya tidak terlalu dikejar ya, karena kan tidak seperti media cetak, mereka kan tidak menulis sendiri naskah tayangan, itu ada timnya sendiri. Tapi yang jelas, dia harus punya wawasan dan harus punya passion terhadap dunia liputannya. Kalau misalnya dia tidak punya passion, tidak punya minat, susah juga kan. Karena ini kan medianya, narasumbernya selebritis. Dan yang jelas harus bisa bekerja keras. 2. Siapa yang menentukan berita diliput hari ini? Sebuah produk tayangan infotainment selama 60 menit ya kita tayangan Cek & Ricek, itu adalah hasil kerja tim. Termasuk menentukan tema per segmen, per segmen berita. 1 jam biasanya ada 6 segmen, itu biasanya hasil diskusi rapat dari seluruh tim reporter dan kameramen, termasuk disitu ada koordinator liputan dan produser pelaksana. Kan reporter itu yang di lapangan yang tahu issue, sementara penentu kebijaksanaan angle pemberitaan dan lain sebagainya dipegang oleh produser
pelaksana. Nanti ada tim yang menuliskan yaitu penulis naskah istilahnya. Adakah rapat redaksi sebelum mencari berita? Ada, pastinya dong. 3. Bagaimana proses kerja redaksi setelah liputan? Berita itu turun bisa karena misalnya kita yang menginsvestigasi sendiri, kita endus, untuk kita eksekusi misalnya dia sebuah kasus. Bisa juga berangkat dari sebuah peristiwa yang kita coba dalamin dan kita indepthin lagi. Misalnya kalu dia sebuah peristiwa ada peristiwa kaburnya Arumi, kita indepth, kita dalamin. Bisa juga kita endus awal, kita dengar-dengar ada sebuah tragedi dalam keluarga, misalnya perceraian, kita investigasi ke kantor pengadilan agama untuk mencari tahu benar enggak perceraian itu sudah di daftarkan dan lain sebagainya sampai hingga wawancara. Bisa juga dia berita ringan yang human interest, misalnya berita prestasi dari musisi launching album, meraih penghargaan dan lainnya. Jadi memang mulai dari menentukan angle pemberitaan, diwawancara, terus kita sajikan dalam bentuk naskah, itu urut-urutannya seperti itu. 4. Apa kriteria-kriteria berita infotainment yang layak ditayangkan oleh Cek&Ricek? Kalau layak atau enggak, yang jelas dia harus menarik ya. Jadi seperti halnya pemberitaan di news ya di media cetak, yang mainstreem, yang umum, dan juga yang di elektonik yang di televisi-televisi itu, pasti dia harus punya macnitude, harus punya menariklah buat pemirsa atau pembaca gitu kan. Sama lah seperti produk berita yang lainnya. Terus dia harus aktual dan faktual, artinya memang fakta bukan berita ngarang.
Terus juga standar jurnalistiknya harus dipenuhi cover both side, kalau dia sebuah konflik harus dari 2 versi yang kita muat beritanya, liputannya. Dan ditambah lagi kalau ditayangan Cek&Ricek khusus subyektifnya diluar standar jurnalistik itu adalah harus dramatik, harus dramatik tuh artinya ceritanya itu ada, yang mau kita sampaikan ke pemirsa, bukan sekedar trade news, “oke Arumi Kabur, terus gini-gini”, tapi ada cerita dibalik cerita itu, cerita dari balik peristiwa itu yang kita ungkapkan. Karena memang kan kita bukan harian, seminggu cuma 3 kali, artinya kalau peristiwa yang terjadi hari ini, kita baru tayang lusa, pemirsa dapat apa nih? Jadi harus ada yang dramatis, harus inspiratif gitu loh buat pemirsa. 5. Apa perbedaan pekerja infotainment dengan wartawan news? Kita bilang jangan pekerja infotainment, infotainment tuh wartawan juga. Karena Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), organisasi kewartawanan paling
tua
di
Indonesia
sudah
mengakomodir
bahwa
tayangan
infotainment adalah jurnalistik. Berarti orang yang meliput disana, orang yang membuat disana, termasuk kategori wartawan juga. Jadi tolong jangan pakai istilah pekerja infotainment, tapi wartawan infotainment. Karena apa yang mereka lakukan itu adalah kegiatan meliput, sama seperti news. Jadi, enggak ada bedanya, karena cara kerjanya sama, meliput, mendengar, mengolah berita dan menyajikannya sama-sama dalam bentuk tayangan televisi. Bedanya mungkin ranah peliputannya. Mungkin kalau news yang umum, seperti Seputar Indonesia di RCTI atau Liputan 6 SCTV, itu lebih kepada isu-isu nasional yang menyangkut hajat hidup
orang banyak, misalnya politik, sosial, ekonomi. Sementara kita kan people, yang kita omongin cerita dari people, people ini adalah artis atau selebritis. Cerita tentang Jupe, dia bukannya haram ngomongin soal BBM, tapi cerita tentang Jupe, pendekatannya bukan sekedar peristiwa tapi people gitu. 6. Adakah pengaruhnya tentang organisasi AJI yang tidak mengakui wartawan infotainment sebagai Pers? Yaa bodo amat, enggak ada masalah, enggak ada pengaruhnya. Wartawan infotainment yang di naungi oleh PH seperti kita ini, kan kalau kita PH nya Bintang Group ya, atau mungkin Kabar-kabari group, atau silet pun indigo group, itu juga pada punya kartu PWI, sama. Organisasi kewartawanan itu kan lebih kepada melindungi anggotanya, enggak ada urusannya mau organisasi-organisasi yang tidak mengakui, enggak pengaruh. Dia akan menjadi pengaruh kalau dia tidak menjalankan standar jurnalistik, baru boleh orang teriak. Artinya gini ya, saya diakui jadi wartawan di Bintang Group. Mau orang lain bilang saya bukan wartawan, bodo amat, saya wartawan di Bintang Group kok. Maksudnya itu debat wartawan yang sudah lewat. Enggak masalah itu. 7. Seberapa
penting
sebuah
Kode
Etik
Jurnalistik
untuk
pekerja
infotainment? Bukan hanya untuk wartawan infotainment, tapi untuk semua wartawan. Itu rambu kita bekerja, karena ini adalah profesi. Sama hal seperti dokter, sama hal seperti pengacara. Kode etik dokter, ada, kode etik pengacara, ada. Di profesi itupun masing-masing punya organisasi yang menaungi anggotanya. Pengacara saja lebih dari satu, kan ada yang asosiasi
advokat, macam-macam kan? Dan semua boleh ngakuin. Enggak boleh misalnya kamu anggota organisasi A, tidak mengakui, oh kamu bukan pengacara karena kamu anggota organisasi B. Enggak boleh kayak begitu. Yang jelas yang namanya profesional itu dia menjalankan profesinya yang dia sebut profesi dirinya itu apa? Kalau dia dokter, ya dia praktek, dia lulusan mana, dia mau anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia) atau bukan, dia dokter. Pengacara juga begitu, seperti wartawan juga gitu. Nah kalau yang namanya kode etik, ya itu adalah rambu, bendera kita untuk menjalankan profesi dengan profesional. Kalau untuk wartawan, karena dia adalah meliput, apa yang menjadi ramburambunya?
Dia
tidak
boleh
ngarang
berita,
dia
hanya
boleh
mengungkapkan fakta, fakta apa saja yang hanya boleh di ungkapkan, trus apa yang bisa ditangkap dari hasil liputannya itu untuk pemirsa atau untuk pembaca. Wartawan kan ada media cetak, ada media elektronik, kalau media infotainment masuk media elektronik. Jadi kode etik itu ibaratnya, rambu kalau kita sedang berjalan nyetir mobil. Kalau tidak ada rambu, kacau. 8. Apakah di Infotainment Cek & Ricek ini sudah menerapkan Kode etik dalam mencari dan menayangkan sebuah berita? Cek & Ricek ini boleh dibilang, selalu mau jadi pionir untuk nurunin kode etik itu harus dijalankan. Karena kita tidak cari berita yang sekedar gosip dan sensasi, kita ngungkapin fakta. Dia bisa soft news, tentang yang human interest, tapi bisa juga hard news yang terjadi sebuah konflik peristiwa hukum dan sebagainya, yang kebetulan narasumbernya artis atau selebritis, tapi kode etiknya tetap diterapkan. Jangan salah loh, news
yang di media cetak atau elektronik, bisa juga tidak menjalankan kode etik, mengungkapkan sesuatu yang terlalu lebay, belum konfirmasi sudah diberitakan, ada beberapa stasiun kan juga sering begitu. Off the record lah enggak usah disebutin, misalnya dulu TV One, enggak akurat kan yang dibilang itu Noordin M. Top yang ketembak, enggak tahunya itu Ibrahim. 9. Sepengetahuan anda, pernakah ada pelanggaran yang dilakukan pekerja infotainment Cek&Ricek dalam peliputan atau penayangannya? Kalau dalam praktek sih, kalau kurang-kurang iya lah. Tapi kan lagi-lagi kan disini ada pucuk pimpinan, jadi sebelum dia keluar jadi produk tayangan infotainment yang ditonton oleh pemirsa RCTI, itu kan ada tahap-tahapnya, kalau di lapangan misalnya. Sebenarnya melanggarnya itu bukan melanggar yang besar ya, artinya kita mengarang berita, mungkin hanya kurang sempurna dalam menjalankan tugasnya. Kan sebenarnya kode etik itu, sesuatu yang tidak harus diperbincangkan. Orang udah otomatis kalau mau jadi wartawan harus ngerti dong. Kalau misalkan jadi dokter, kalau enggak malapraktek dong. Kembali lagi ke hati nurani. Insya Allah enggak ada sih kalau yang besar-besar dilanggar. Tapi, apakah pekerja infotainment mengetahui isi dari Kode Etik tersebut? Kita kasih tahu. Minimal pakai bahasa yang sederhana supaya mereka dilapangannya tidak canggung untuk bekerja, karena mereka sudah mengerti rambu-rambunya. Sekarang balikin lagi, tanya deh sama orang stasiun televisi, belum tentu semuanya baca Kode Etik Jurnalistik. Soalnya waktu ribut-ribut beberapa bulan yang lalu, aku inget banget kok,
bos kita pak Ilham Bintang sempat tanya ke stasiun besar “ngerti enggak tentang Kode Etik? Pernah buka enggak? Bos kamu pernah enggak ngasih tahu kamu kerja kamu tuh seperti apa?” media cetak juga belum tentu. Jadi memang semuanya Learning by Doing, gitu loh. Jadi ketika dibilang, kamu tuh mau dibilang lulusan IPB, ITB, UGM, UI, tapi begitu kamu jadi wartawan, kamu harus tahu profesi kamu ini ada rambu-rambu, karena produk kamu itu langsung diapresiasi masyarakat. Berarti dia tidak boleh menciptakan sebuah kerusakan, enggak boleh ada penyebaban pembohongan publik, hanya berita yang akurat yang akan diapresiasi. Ditambah lagi kalau berita kamu inspiratif, apresiasi akan lebih dari masyarakat. Jadi, kode etik itu harus selalu dipelajari. 10. Namun, apabila ada yang melanggar kode etik tesebut, apa sanksinya? Teguranlah. Tapi kalu dibilang melanggar, enggak juga yah. Insya Allah kalau tayangan Cek&Ricek tidak pernah memaksa. Sebenarnya kita tuh kalau mau bertanya kepada narasumber, biasanya kita bikin janji dulu, kita door stop, kita tidak akan membuat narasumber tidak nyaman, kalaupun misalnya kita harus menunggu narasumber yang kita kejar, kita akan memperkenalkan diri dulu, dengan melihat kita dari microphone dia akan tahu kita darimana. Tapi dengan cara-cara yang etis lah, ada etikanya. 11. Pernakah tayangan Cek&Ricek mendapat teguran dari narasumber, PWI, Dewan Pers, atau bahkan dari KPI? Alhamdulillah enggak. Kita teguran jadi gini loh, produk tayangan Cek&Ricek itu kan memang kanalnya itu, medianya RCTI, jadi memang ketika apapun yang keluar jadi produk itu stasiun yang biasanya di kulik-
kulik oleh partner kita, dalam hal ini adalah KPI. Tapi kalau misalnya, taruhlah kayak sinetron, misalnya ada tayangan di RCTI atau stasiun manapun yang menurut KPI enggak pantas, enggak bagus dan lain sebagainya, melanggar pedoman penyiaran, nah itu biasanya yang dikasih tauhu stasiun televisinya. Nanti stasiun televisinya kan tembusin ke kita. Misalnya waktu itu lagi ramai-ramai video Ariel, video mesumnya, KPI sudah ngingetin tuh ke stasiun, agar tayangan infotainment tidak mengeluarkan gambar itu secara vulgar, mau di blur atau enggak, agak susah sekarang. Jadi itu stasiunnya ingetin kita. Tapi kalau teguran yang fatal, insya Allah Alhamdulillah enggak ada ya. Enggak kayak silet yang sampai yang sampai tentang gunung merapi masyarakat Yogyakarta marah. Enggak ya. Paling sebelum terjadi, biasanya stasiun akan ingetin. Misalnya waktu itu lagi ribut-ribut Norman, ada peredaran foto norman dengan seorang perempuan yang ternyata bukan pacarnya itu, lagi ramai kan. Biasanya stasiun akan ingetin tuh semua tayangan infotainment yang ada di stasiun itu untuk “Hati-hati ya ngeluarin”, karena memang kita punya 2 sensor, Quality sensor itu ada di PH (Production House) itu sendiri berarti di Bintang Group untuk tayangan infotainment Cek&Ricek, terus ketika masuk di RCTI, dia punya Quality Control yang ngelihat pakah produk yang ini bisa ditayangin atau enggak, harus ada yang direvisi atau enggak, jadi insya Allah sih enggak akan pernah terjadi. 12. Apakah seluruh redaksi tayangan Infotainment Cek&Ricek adalah anggota PWI? Tayangan dan tabloid semuanya anggota PWI tanpa terkecuali. Karena kan bapak Ilham Bintang Sekretaris Dewan Kehormatan PWI. Dia enggak
akan mau dong institusi yang dia pimpin karyawannya enggak jelas. Karena Ilham Bintang, pemilik dari Bintang Group ini, yang menaungi tayangan Cek&Ricek, Halo Selebriti di SCTV dan Eksis di Indosiar, itu adalah sekretaris Dewan Kehormatan, mantan pengurus PWI pusat dan sekarang Dewan Kehormatan PWI pusat. Masa anak buahnya di urusinlah dari kapan tahu. Ribut-ribut orang bilang AJI enggak ngakuin tayangan infotainment, produk infotainment, dimana letaknya? Orang mereka menjalankan pekerjaan wartawan kok, meliput, mewawancarai, mengolah berita, menyajikan, kan sama, sama jurnalis Liputan 6 atau Seputar Indonesia. Apa bedanya? Bedanya cuma narasumber dan sifat beritanya. Malah mereka sekarang suka ambil-ambil berita infotainment. Gaya bicaranya, gaya presenternya saja gaya entertainment, ayo? Apa bedanya sama hostnya infotainment? Lihat aja tuh Seputar Indonesia, suka
celatak-celetuk
hostnya
kan?
Mengomentarin
berita,
terus
tampilannya mereka sudah tidak kaku, tidak blazer, enggak jaman dulu di TVRI. Itu kan sebenarnya bagian dari mereka membuat siaran berita itu entertaint.
Apa bedanya sama tayangan infotainment? Beritanya
entertaint, cara menyajikannya entertain, sesekali kita ngeluarin konflik lah ya. Konflik artis masa kita diamkan saja terjadi, artis narasumber kita, kenapa kita dibilang bukan produk jurnalistik? No sense. Saya dulu bekas wartawan cetak di koran Tempo, lama, sama Republika. Jadi saya pernah hidup di dunia mereka itu, jadi saya ngerti, sama saja lah wartawan juga kok. Jadi enggak ada wartawan kelas 1, kelas 2. Kita setara, kita kan kerjanya meliput juga. Malah informasi tambahan, tayangan infotainment itu penyumbang iklan terbesar kedua atau ketiga dimasing-masing
stasiun. Slotnya yang begitu banyak dan itu ditonton oleh banyak orang, kemasan iklannya banyak, televisi sangat diuntungkan dengan adanya produk itu. Yang benar dalam penyelenggaraannya, dalam penyajiannya, banyak PH-PH atau karyawannya atau wartawannya belum sempurna menjalankan profesionalitas. Tapi kan itu terjadi juga di media news, media cetak. Berapa kali kita dengar, wartawan-wartawan di daerah atau dimana yang marah-marah benarnya lah, itu bagian dari melanggar kode etik, bukan? Kenapa jadi hanya yang disorot infotainment doang? Terus langsung dibilang katanya “apaan sih berita gosip?” berita gosip, benar kok. Orang misalnya perceraian, benar kok mereka bercerai. Memang mungkin cara penyajiannya saja yang buat sebagian orang lebay. Tapi itu kan bisa diperbaiki. 13. Jika melihat pada Kode Etik Jurnalistik Tahun 2006, yang dirumuskan oleh Dewan Pers pada pasal 1 yaitu : Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak bertikad buruk. Dengan Penafsiran sebagai berikut: a.
Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b.
Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c.
Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d.
Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Bagaimana menurut pendapat anda? Tidak beritikad buruk itu ketika kamu menurunkan berita itu, mau kamu apa ngeberitain? Bukan untuk menghancurkan salah satu pihak, berarti
kan harus cover both side kalau dia sebuah berita konflik, kalau dia bukan berita konflik, kalau dia misalnya berita prestasi, di narasinya enggak boleh menjelekkan, enggak boleh mencampurkan unsur opini. Terus cara kamu mengeksekusi berita, cara kamu meliput juga tidak boleh melecehkan, bikin nyamanlah. Itu beritikad buruk namanya kalau enggak, maksudnya itu. Tidak terbebani kepentingan segelintir orang untuk menghancurkan narasumber. 14. Bagaimana dengan pasal yang berbunyi “Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan. Dengan Penafsiran : a.
b. c.
d.
Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.” Bagaimana dengan Cek&Ricek, apakah pernah menayangkan keterangan “off the record”?
Tanggapan anda bagaimana? Alhamdulillah dalam infotainment Cek&Ricek tidak pernah, kami tidak menyiarkan suatu keterangan berita yang off the record dan kami juga menerapkan hak tolak. Hak tolak itu adalah bagaimana kami menolak memberikan keterangan siapa sumber berita kami dan itu pernah kami lakukan.
15. Dengan
pasal
“Wartawan
Indonesia
selalu
menguji
informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Dengan Penafsiran : a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. c.Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. Apa pendapat anda? Kalau menurut aku sih insya Allah kalau di infotainment itu tidak terlalu rentan yang kayak gitu. Malah yang harus hati-hati itu di politik. Kalau kamu misalnya memberitakan soal partai si A, terus ada friksi di partai itu, cara kamu ngeberitain lebih menguntungkan pihak A, sementara pihak B tidak di untungkan, patut ditanya, kenapa nurunin berita begitu, tidak cover both side kan? Enggak imbang. Sementara berita artis apa sih yang dibela itu? Paling mungkin kalau di sebuah pemberitaan, itu kan pelajaran untuk kita semua ya, yang menulis naskah itu memang harus kalau bisa hanya bicara soal fakta, jangan mencampurkan opini. Jadi supaya tidak dibilang beritikad buruk. Dan cara meliputnya juga harus sesuai dengan sopan santun dan adat ketimuran lah. 16. Apakah
anda
setuju
dengan
pasal
“Wartawan
Indonesia
tidak
menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Dengan Penafsiran: a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b.Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independen. Adakah peraturan tentang itu? Ada, di tabloid sendiri ditulis di halaman 2, tidak boleh meminta apapun dari narasumber. Cuma takutnya ada fraksi interest, jadi memang dia tidak boleh mengkebiri wartawan untuk memberitakan yang fakta. Uang, materi, ataupun istilahnya keberpihakan satu pihak, itu tidak boleh. 17. Bagaimana maenurut anda dengan pernyataan: Wartawan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik yang merugikan nama baik seseorang kecuali menyangkut kepentingan umum, seperti maraknya perceraian selebritis, kasus narkoba atau kasus asusila yang diberitakan oleh infotainment ? Dia tidak menjadi kehidupan pribadi kalau sudah masuk ranah hukum. Kasus narkoba kenapa harus ditutupin ranah pribadi, orang dia ditangkap sama polisi? Media news aja ngeberitain, kenapa infotainment dilarang? Yang enggak boleh kan kalau sampai lebay, ngulik-ngulik dari yang sampai tidak diberitakan sampai yang diberitakan. Jadi kalau dibilang, kok kasus narkoba dibilang pribadi? Salah. Kita lihat case by case, sekarang yoyok digerebek sama polisi, karena sudah dianggap TO (Target Operasi) sejak lama, wartawan news boleh ngeberitain, tayangan infotainment enggak boleh karena itu menyangkut wilayah pribadi, gimana letaknya kok bisa dibedain? Enggak dong. Sudah aneh kalau dibilang kasus narkoba, itu sudah termasuk wilayah hukum, orang dia ditangkap polisi dan sudah disidang. Sidangnya juga enggak tetutup, terbuka. Kok kita enggak boleh ngeberitain, itu orang narasumber kita
kok. Terus kedua kalau dibilang berita perceraian, sama seperti perkawinan, perceraian dan perkawinan itu adalah sesuatu yang harus di umumkan. Dalam kultur Indonesia, agamanya apapun harus diumumkan apalagi dia publik figur. Ini pendapat subjektif dari Cek&Ricek ya. Yang enggak boleh adalah kalau pemberitaannya lebay, kan lagi-lagi kamu harus bedain antara substansi dengan kemasan. Yang kamu maksud tuh apa kalau dibilang wilayah pribadi? Wilayah pribadi itu kalau sudah menyangkut ranjang, misalnya ngomong bahwa “didalam perceraian ada kekerasan rumah tangga”, kita bicarain perceraiannya, tapi detail kekerasan rumah tangganya, ada sodomi, ada segala macam, enggak boleh, itu kan privat. Jangankan wartawan, ini adat ketimuran ya, yang bersangkutan sendiri yang mempunyai perkawinan juga tidak boleh bercerita kan. Biasanya sih sidangnya tertutup kan, kalau di pengadilan agama. Itu substansinya. Nah kemasannya menyangkut soal gimana cara membuat narasinya? Jadi kalau menurut aku, debat tebal soal wilayah pribadi atau enggak, kamu harus pagari dari situ. Kalau kamu bilang narkoba itu pribadi, salah besar. Kalau dia belum ketahuan sama polisi, baru kita ngulik-ngulik, misalkan, “elo pakai inex ya?” terus kita gosipgosipin, itu baru pribadi. Tapi kalau sudah jadi TO polisi dan sudah ditangkap, masa kita diam saja? Kita enggak beritain. Apalagi dia artis besar yang di idolakan banyak masyarakat, dan perlu diketahui secara substansi. Artis itu sudah mendapatkan previllage dari masyarakat karena dia di elu-elukan. Mendapatkan efek ekonomi dari hasil karyanya dia dan diapresiasi oleh masyarakat. Nah jangan dia menjadi ambigu, kehidupan pribadinya enggak boleh disorot. Kehidupan pribadinya dalam hal apa
dulu? Ketika dia sudah melanggar hukum, ya boleh dong kita ngeberitain. Sama ketika kita ngeberitain prestasinya dia. Makanya, pesan moralnya jadi publik figur tuh enggak gampang, karena masyarakat akan menyorot. Nah wartawan ini kan perpanjangan tangan, telinga dan matanya masyarakat. Masa kita enggak boleh nyorot? Ketika misalnya dia menikah, ramai dipestakan, kita ceritain, penggemarnya senang kan. Dia menyumbang ke panti asuhan, kita ceritain, penggemarnya senang. Ada orang yang gara-gara berita itu terinspirasi. Substansinya itu kan? Sementara tiba-tiba dia melanggar hukum, dia menipu orang kayak Adjie Notonegoro, pasti kan orang diam saja, itu urusan pribadi dia, enggak ada hubungannya sama keartisannya. Keartisannya itu kan karyanya dia, sementara kehidupan sosialnya dia, entah dia menipu, dia berusaha, dia menyumbang, masa enggak boleh kita beritain? Aneh saja kalau menurut saya. Terkadang si artis dan infotainment ini saling membutuhkan, lalu mengapa
ketika
ada
masalah
artis
tersebut
enggak
untuk
menjelaskan kepada infotainment? Hak dia enggak mau komentar. Kita coba tanya, konfirmasi, supaya kita cover both side, berita kita imbang, kita wajib lakukan. Mereka enggak mau ngomong hak mereka, tapi mereka tidak bisa melarang kita untuk memberitakan kalau itu sudah masuk wilayah hukum. Kita bisa cari second narasumber kok, misalnya ketika artis melakukan tindak kekerasan terhadap pasangannya, sudah dilaporkan ke Polres Jakarta selatan, Polres bilang “iya benar, artis itu diadukan oleh istrinya, katanya digebukin istrinya”, terus kita ingin korfirmasi lagi sama dia, tapi dia
enggak mau komentar, hak dia. Tapi dia tidak bisa menghalangi kita untuk memberitakan. Polisi, institusi aparat hukum yang legal sudah bilang, bahwa memang pengaduan itu ada, turunlah itu berita. Kalau itu hanya terjadi dirumah, pasangannya belum ngadu ke polisi, kita ngulikngulik, kita jail, itu baru dibilang melanggar prostitusi. Tapi ketika sudah masuk ke polisi kalau itu sudah masuk tindak kejahatan, sudah masuk ke pengadilan kalau itu sudah masuk perceraian, loh kita kok dihalangi? Enggaklah, itu bukan masalah pribadi. 18. Bagaimana proses mencari berita dalam Cek&Ricek? Apakah Cek&Ricek sudah menempuh cara yang sopan dan terhormat dalam memperoleh bahan karya jurnalistik dan menyatakan identitas kepada sumber berita? Prosedurnya, kita kalau wawancara itu selalu pertama, bikin janji biasanya dengan narasumber, kita akan bilang mau wawancara soal ini dan ketemu atau bisa juga kita wawancara ya ketemu di suatu acara, enggak usah memperkenalkan diri, mereka lihat microphone kita, juga sudah tahu kita dari Cek&Ricek kan, dan biasanya mereka pakai ID card digantung di leher. 19. Apakah produk infotainment selalu bersinggungan dengan kepentingan publik? Seperti apa contohnya? (bukankah biasanya dunia infotainment lebih banyak menyoroti masalah pribadi para selebritis?) Sering kok. Kepentingan publik itu kan yang kayak hajat hidup orang banyak kan? Cukup sering kok. Ketika kita mengangkat berita beredarnya video mesum Ariel, kan kalian semua teriak, kepentingan publik dong. LSM anak teriak, tolong dong. Aktivis Perempuan dan Anak teriak, kan banyak yang resah gara-gara peredaran itu. Kita ngeberitain, itu
kepentingan publik kan? Yaa kalau misalkan kepentingan publik itu harga BBM naik, ya enggaklah, enggak langsung seperti itu. Tapi lebih kepada Human Interest sih. Human Interest itu kan bisa demi kepentingan publik juga kan. 20. Apakah masalah pribadi selebritis jika tidak diberitakan ada yang dirugikan/merugi? Yaa kalau berita itu sebuah konflik, kita merasa sudah Cover both side, ya bisa saja kan ada orang yang enggak merasa puas dengan pemberitaan kita, itu enggak terelakkan. Asal jangan kita melenceng dari fakta saja sih. Yang penting jangan melenceng dari fakta. Apresiasi orang merasa kok beritanya begini ya, kurang nih? Jangankan berita konflik, berita tentang prestasi aja, kadangkala artis “kok Cuma segini doang sih gue yang diangkat?”, lebay, mereka pengin narsis juga. Maksud aku sih sampai mencederai, rugi yang secara materi apalah gitu, enggak. Cuma kan, sebuah pemberitaan itu turun, pasti pro kontra buat narasumbernya sendiri, buat penggemarnya, buat masyarakat. Kadang kala kan yang nonton, “kok syahrini lagi sih, ngapain tuh? Kenapa sih Cek & Ricek Syahrini melulu?”, buat orang yang enggak suka syahrini akan seperti itu. tapi buat yang suka syahrini, “ihh syahrini ada kabar baru”, kan pro kontra. 21. Apakah anda setuju infotainment itu karya jurnalistik dan pekerja infotainment itu disebut sebagai jurnalis atau pers? Iya. Tadi seperti saya ngomong, Undang-Undang Pers, apa sih yang namanya wartawan? Pekerjaanya apa? Kamu kutip definisi itu dan itu juga dilakukan oleh wartawan infotainment. Jadi kenapa orang alergi
mengatakan wartawan infotainment itu bukan wartawan? Padahal yang mereka lakukan sehari-hari itu adalah produk jurnalistik dan itu adalah tahap-tahap seorang jurnalis. Kamu kutip dari Undang-Undang Pers, apa sih yang namaya wartawan? Dan itu seperti apa? Nah itu dilakukan sama orang yang menyebut pekerja infotainment. Meliput, mewawancarai, mengolah berita, menyajikannya, itu kita lakukan semua tahap-tahap itu. dan ini adalah perusahaan yang sudah di ratifikasi sama PWI sebagai perusahaan pers. Sama kayak Kompas di media cetak, sama seperti news yang ada di televisi. Kenapa kita dibilang bukan wartawan gitu? Cuma kan bedanya kemasan itunya news, disini nyebutnya infotainment. Infotainment itu kan hanya sebutan, seperti halnya sinetron, generiknya gitu loh. Sebenarnya yaa news. 22. Adakah syarat untuk menjadi pekerja infotainment di Cek&Ricek? Apakah ada cara yang dilakukan untuk mensosialisasikan pengetahuan etika jurnalistik kepada pekerja infotainment? Sama standarnya kayak mau terima wartawan lain kok. Parameternya kompetensi, standar pendidikan, kerja keras. Kan kita ada percobaanya dulu, kita lihat. Aku enggak ngerti ditempat lain gimana ya? Tapi kalau disini ada. Setiap ada wartawan baru, pasti kita kasih tahu. 23. Benarkah sekarang infotainment masuk dalam kategori tayangan non faktual? Enggak. Ada faktanya. Faktual itu, fakta dan aktual. Pokoknya ini karya jurnalistik.
24. Bagaimana
dengan
kasus
Luna
Maya
yang
menghina
pekerja
Infotainment lewat situs jejaring sosial twitter? Itu hanya insiden, yang namanya orang nyeletuk. Yaa jelas enggak setuju, orang profesi kita dilecehkan sama dia. Kiata enggak bilang kita paling benar, di profesi kita ada juga orang yang belum sempurna melakukan profesionalitas, tapi bukan berarti harus dilecehkan. Lalu siapa yang salah dalam hal itu? Secara manusiawi, saya bilang Luna keceplosan. Tapi kalau secara profesionalitas, yaa biarin aja. Cuma dari mulut seorang Luna yang ngejelekin kayak gitu. Toh, profesi ini tetap menghidupi banyak orang dan profesi ini terhormat. Kita punya organisasi anggotanya, ada PWI, AJI, kita punya medianya yang tetap diapresiasi masyarakat, ada RCTI yang menyiarkan kalau dia sebuah media cetak, infotainment dia ada perusahaan penerbitnya yang mencetak. Terusik iya, tapi tidak cukup untuk menjatuhkan mental kita dari mulut seorang Luna Maya, jalan terus kok.
B. Andi Mutsmar Usman: Anggota sekaligus Wakil Sekretaris 1 PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Jaya 1. Sesuai dengan keputusan PWI, pekerja infotainment dapat menjadi anggota PWI yang berarti mereka adalah wartawan (jurnalis) dan produk mereka adalah produk jurnalistik. Bagaimana penjelasan anda mengenai hal ini? Menurut kacamata saya sebagai wartawan utama, hasil karya mereka itu hasil karya jurnalistik atau tidak? Di dalam UU itu dijawab oleh UU No. 40, mereka
melakukan
mencari,
mengumpulkan,
mengolah,
mendokumentasikan, menyebarkan, masuk kedalam pekerjaan produk jurnalistik. Berdasarkan UU itu termasuk dan itu dijamin oleh UU. 2. Apa yang menjadi dasar pemikiran PWI untuk mengakui infotainment sebagai bagian dari pers? Karena memang kan dengan kegiatan itu,karena mereka mempekerjakan itu, maka karena sebagai wartawan, dan PWI itu kan memang hanya menerima anggota yang bekerja sebagai wartawan. Kalau wartawan kan PWI, ada AJI, dan juga ada IJTI. Apa
perbedaan
wartawan
yang
mempunyai
organisasi
kewartawanan seperti PWI, AJI, IJTI, dibanding wartawan yang tidak mempunyai organisasi? Kalau menurut UU No. 40 pasal 7 ayat 1, disitu jelas disebutkan “wartawan bebas memilih organisasi kewartawanan”. Bebas itu tidak berarti tidak berorganisasi, bebas itu ya bebas memilih 3 organisasi tadi. Pasal 2 nya ”wartawan Indonesia itu memiliki kode etik”, jadi kalau dia sudah
menjadi
anggota
organisasi
kewartawanan
berarti
yang
bersangkutan punya kode etik. Karena kalau tidak, berarti dia tidak punya kode etik. Bahwa kalau mau menjadi anggota, ya anggota saja tidak usah menjadi pengurus. Jadi anggota itu didalam anggaran dasar rumah tangga PWI itu, pertama, apabila berperkara dan pasti diberikan bantuan pendampingan advokasi hukum. Yang diakui memenuhi verifikasi itu adalah AJI, IJTI dan PWI itu karena anggotanya kan minimal 500 orang pengurus pusat di ibukota negara dan minimal 11 pengurus cabang. Nah yang memenuhi itu, yang paling banyak di Indonesia adalah PWI, seluruh propinsi ada dan disetiap propinsi itu ada perwakilan. Anggotanya kalau PWI itu 15ribuan, dan paling banyak di Jakarta 4000an. 3. Bagaimana tanggapan PWI mengenai organisasi kewartawanan lain yang tidak menerima pekerja infotainment sebagai jurnalis? itu urusan masing-masing, kita tidak usah membahas itu. Karena memang
pekerjaan
mereka
itu
pekerjaan
wartawan,
meliput,
mengumpulkan, mengolah, mendokumentasikan dan menyebarluaskan. 4. Apa perbedaan antara pekerja infotainment dengan wartawan non infotainment? Hhmm...sebenarnya infotainment itu artinya apa sih? Mereka itu khusus hiburan, kalau mereka news itu khusus di berita. Tapi kalau di hiburan itu, masuk berita juga enggak? Berita menyangkut masalah hiburan, berita menyangkut masalah pendidikan, jadi news juga. Yang saya lihat, berita sekarang juga suka memasukkan tentang hiburan. Menurut anda? Jadi, ya itulah fungsi pers itu ada 4, pertama mendidik artinya pers itu merupakan media pendidikan, media hiburan, media memang khusus
mengenai kejadian-kejadian yang kemudian menurut orang berita. Padahal itu semua kalau sudah disebarluaskan berita atau enggak? Berita kan, hanya dalam bentuk spesifik. 5. Dalam dunia jurnalistik, ada kepentingan publik yang diperjuangkan oleh pers. Lalu kepentingan apa yang diperjuangkan oleh infotainment? Yaa...hiburannya itu, hiburan masyarakat. Pokoknya disuguhin saja tuh hiburan. Kepentingan yang disuguhin infotainment, pertama, otomatis kepentingan perusahaan tempat dia bekerja. Kedua, kepentinga stasiun televisi tempat tayangan tersebut. Dia dapat apa? Gajinya berapa? Tanyain saja tuh! Yang banyak itu perusahaan tempat dia bekerja dan stasiun televisi tempat tayangan itu. iklan pun masuk rating. Yang berjuang dilapangan itu wartawan, yang sudah dikata-katain, dan salut cara mereka mendapat informasi, apakah itu merupakan suatu kejadian peristiwa? Apakah itu omongan orang? Ingat peristiwa wartawan infotainment biki tenda didepannya rumah Mayangsari? Belum tentu wartawan yang news itu bisa seperti itu. Namun jika dilihat dari kode etik, bukankah itu melanggar Kode Etik Jurnalistik? Begini, ada satu aturan kalau di Amerika maupun di Inggris, begitu selebritis itu ada yang ditentukan, 100 meter dari pagar pintu gerbang rumahnya, kediamannya, itu sudah milik publik. Ada juga ketentuan di Eropa, Amerika, begitu kakinya sebelah dari pintu pagar gerbang, kakinya sudah dijalan raya, itu sudah milik publik. Dia tidak bisa mengatakan, “ini privasi saya”.
Bagaimana kalau peristiwanya mengenai perceraian, berantem, ribut-ribut, apakah itu juga harus menjadi konsumsi publik? Itu masalah pribadi? Nah itu dia, itu peristiwa juga kan? Setuju kalau itu masalah pribadi, saya juga menggerutu itu. tapi kalau mereka sudah angkat ke permukaan, kembali lagi, banyak masalah yang terkait disini. Banyak orang dan lembaga yang berkaitan dengan itu. perusahaan temapat dia bekerja, stasiun televisi tempat dia ditayangkan hasil liputan mereka. Kalau kita bicara Kode Etik, sebenarnya perceraian itu biarin saja enggak usah diberitakan, enggak usah dikejar-kejar. Kalau dilihat dari kode etik itu jelas, pasal 1 “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak bertikad buruk”, nah kalau begitu ketika dia memberitakan tentang orang bercerai itu, punya itikad buruk atau tidak? Bisa jadi. Atau orang sebenarnya belum bercerai, tapi karena diberitakan terus menerus, akhirnya cerai juga kan. Itu kan itikad buruk namanya, walaupun dia enggak mengaku. Pasal 2 “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”, kalau proporsionalkan, harusnya tidak mendesak-desak orang dong. Tapi kalau kita membicarakan mendesak-desak orang, bukan hanya wartawan infotainment, saya bukan membela, tapi bicara fakta ya. Dan lihat saja itu menteri, orang yang berpekara, koruptor, itu microphone kena hidungnya itu loh. Pertanyaannya, itu etika dimana menghargai orang? Itu bukan wartawan infotainment loh. Jadi kita harus lihat secara bijak bahwa perilaku wartawan di lapangan itu memperihatinkan. Disini juga ada “Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah,
sadis, dan cabul”, nah itu termasuk cabul enggak tuh kalau infotainment diberitakan selingkuh dengan ini. jadi kita lihat saja di kode etik itu. sejauh tidak definisi kaidah-kaidah dari pasal ini. Terus “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”, ini bukan hanya wartawan infotainment saja, di news pun juga gitu. Didalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, itu tidak boleh menyebut namanya, tidak boleh menyebut nama sekolahnya, tidak boleh menyebut nama ibu bapaknya, tidak boleh menyebut kelasnya, tidak boleh menyebut alamatnya, dan tidak boleh ditampilkan mukanya. Mukanya diburemin, tapi nama sekolahnya disebut, kelasnya disebut, sama saja bohong. Itu perlu kita perhatikan. Lalu wartawan infotainment kah? Enggak juga. Kalau wartawan news yang sehari-hari meliput untuk kepentingan umum. Pasal 7 “Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan”, nah ini ada wartawan, narasumbernya bilang “off the record”, dia tulislah itu. Makanya di organisasi PWI yang saya tahu, itu mensyaratkan mulai tahun 2008 itu minimal D3, dengan sudah masa kerja, sudah menghasilkan karya jurnalistik selama 6 bulan berturut-turut. Pasal 8 “Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani”, ini
ada engga? Ada. Seperti misalnya ada tayangan yang menampilkan orat pendek atau kurcaci, walaupun misalnya semangatnya lebih hebat dari orang–orang normal. 6. Apakah syarat-syarat jika ingin masuk atau menjadi anggota PWI? Pertama, sudah bekerja minimal 6 bulan berturut-turut, berijasah D3 minimal, dan sudah bekerja pada media minimal 6 bulan berturut-turut, tayang, terbit, corporation. Lalu mengisi formulir pernyataan, mengikuti orientasi wartawan calon anggota PWI. Itu kita lakukan selama setengah hari, bisa smapai 4-5 jam lebih lah. Materinya, karena seorang wartawan kan harus setidaknya punya bekal yang namanya Undang-Undang, Hukum Komunikasi, Hukum Komunikasi itu antara lain adalah UndangUndang No. 40 tentang pers, Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang dibawah koordinasi KPI, terus ditambah lagi sekarang pada tahun 2008, ada 2 Undang-Undang yaitu, Undang-Undang ITE (Informasi Transaksi Elektronika) dan juga Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Itu setidak-tidaknya wartawan itu tahu mana yang boleh mana yang tidak, jadi itu materi orientasi. Lalu kedua ada yang namanya kode etik, dimana yang kita harapkan agar wartawan dalam menjalankan tugasnya itu semakin profesional dan tidak bermasalah dengan masalah hukum. Yang ketiga materi disampaikan disitu adalah tuntutan dasar dan peraturan rumah tangga. Jadi kalau mau jadi anggota organisasi tidak mungkin tiba-tiba masuk, jadi ada orientasinya.
Apakah pekerja-pekerja infotainment sudah banyak yang mendaftar? Sampai hari ini baru 150-an lah pekerja infotainment yang sudah menjadi anggota PWI. 7. Seberapa penting sebuah Kode Etik Jurnalistik untuk wartawan khusunya untuk pekerja infotainment? Yaa itu harus, sejauh ini penting dong. Karena kode etik itu sebenarnya, umumnya kalau kita bicara kode etik itu sudah melekat pada diri setiap orang. Karena etika itulah menjadi alat mencegah orang berbuat semenamena. Misalnya, didalam kode etik itu kan tidak boleh memberitakan, men-shoot anak orang dibawah 17 tahun, nah itu juga menyangkut masalah Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Nah wartawan harus tahu itu kan. Walaupun kenyataan masih banyak yang melanggar dan umumnya yang belum ikut orientasi itu yang melanggar. 8. Apakah PWI sebagai lembaga yang mewadahi infotainment telah mengawasi kinerja mereka? Yaa kita pantau lah ya hasil kerja mereka. PWI memantau itu dan kalau mau tahu bisa juga buka portal “citizenjurnalismpwijaya” itu ada sejumlah tayangan televisi. Tayangan infotainment yang ditayangkan oleh stasiun televisi itu dilaporkan, diberikan peringatan oleh KPI, KPI memberikan peringatan kepada stasiun televisi, dan kita pun mempunyai kewajiban, apalagi sudah tahu tentang kode etik. 9. Adakah sanksi dari Dewan Kehormatan PWI yang telah dijatuhkan bagi mereka yang melanggar?
Sampai hari ini belum, tapi karena sanksi yang dikeluarkan oleh organisasi itu pada umumnya apabila melakukan tindak pidana, begitu bermasalah dengan tindak pidana atau perdata, kalau itu jelas, organisasi pasti menjatuhkan sanksi dengan mencabut keanggotaan dari organisasi tersebut selama 2 tahun. Kalau dalam tempo 2 tahun itu dia bisa memperbaiki
diri
dan
menunjukkan,
maka
keanggotaannya
bisa
diperbaharui, artinya kembali lagi dari bawah, bukan memperpanjang. Contohnya
Nazarudin
diberhentikan
dari
bendahara,
karena
itu
melanggar kan. Jadi Semua organisasi apapun punya kode etik, termasuk dokter. Jadi sanksinya minimal keanggotaannya dicabut. Ibaratnya itu harga diri sudah habis tuh. 10. Apa yang seharusnya dilakukan pekerja infotainment agar cara mereka baik dan etis dalam mencari berita? Kalau didalam kode etik itu kan jelas, ada sebelas pasal, disitu “Wartawan indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”, “wartawan Indonesia selalu menguji informasi”, nah kalau itu dia mengikuti ini, itu pasti tidak akan dipermasalahkan oleh siapapun. Jadi tinggal ikutin saja. Tetapi, apakah semua wartawan tahu mengenai kode etik tersebut? Yang ikut orientasi, pasti kita sampaikan, pasti dengar. Bahwa dia pahami, itu urusan masing-masing. 11. Apakah anda tahu dan pernah menonton tayangan Infotainment Cek&Ricek? Saya tahu dan beberapa kali pernah menonton.
Adakah tayangan dari cek&ricek yang tidak sesuai dengan KEJ? Saya pernah tegur beliau yang punya Cek&Ricek yaitu Bapak Ilham Bintang, lagi tayangan saya telepon soal penayangan Kiki Fatmala dengan ibunya yang teriak-teriak begitu, itu saya tegur, saya telepon, tolong hentikan itu. ini secara pribadi loh, bukan dari organisasi. Saya bilang itu merusak hubungan tatanan antara ibu dengan anak. Janganlah bersenang-senang diatas kesusahan orang. Oke memang itu ratingnya tinggi, dapat duit, tapi itu kan namanya makan diatas air mata orang. Kalau dari organisasi PWI nya sendiri, bagaimana? Ohh...belum,waktu itu belum. Jadi sekarang itu bukan lagi Cek&Ricek lagi yang ditegur, tapi yang ditegur stasiun televisi yang menayangkannya. Tapi saya tahu ini karyanya Cek&Ricek, yang menyatakan adalah pelopor infotainment berita. Suka tidak suka saya tetap harus menyampaikan. Lalu tanggapan dari Cek&Riceknya sendiri bagaimana? Apakah ada pembelaan atau penyanggahan? Standarlah. Pembelaan ada. Setiap orang kan berhak untuk membela diri. Ketika saya menyampaikan itu, dia bilang “kita sudah mencari ini, mencari itu, tapi sudah mendesak”. Iya sih memang alibi yang paling kuat itu kan “deadline” dan ini adalah dajjalnya suatu pemberitaan. 12. Bagaimana pendapat anda mengenai infotainment Cek&Ricek secara keseluruhan? Saya tidak tonton semua yah. Tapi paling tidak, apa yang sudah mereka lakukan itu, namanya juga Cek&Ricek itu, pasti itu salah satu cara dalam mengumpulkan data, bahan untuk dijadikan berita, paling tidak sesuai dengan namanya. Yang tadi saya sebutkan itu, orang yang memberikan
komentar tentang itu tidak kompeten, mestinya cari orang yang kompetensi bagaimana kalau perseteruan antara ibu dan anak itu, bagaimana sih seharusnya? Masalah narasumber saja. 13. Adakah pengaduan-pengaduan dari masyarakat tentang Cek&Ricek ke PWI? Belum. 14. Bagaimana
dengan
kasus
Luna
Maya
yang
menghina
pekerja
Infotainment lewat situs jejaring sosial twitter? Yahh...itu resiko dari seorang publik figur. Itu suka tidak suka memang dikejar-kejar.
Apalagi
itu
kan
seorang
selebritis,
dan
pekerjaan
infotainment kan memang kerjaannya namanya untuk menghibur. Bahwa wartawan sebenarnya saya lihat itu rekamannya, sebenarnya ujung microphone dari kamera itu, yaa Luna Maya yang nyenggol, bukan disenggolkan. Jadi dalam hal ini apakah Luna Maya yang salah? Kita tidak bicara justifikasi disini ya. Saya kembalikan kepada kamu untuk memutuskan, menganalisa itu, dia salah atau tidak? Kalau saya melihatnya, situasinya yang menyebabkan itu kejadian.
C. Ezki Tri Rezeki Widianti : Pengurus Organisasi AJI (Aliansi Jurnalis Independen) 1. Sejak kapan AJI tidak mengakui pekerja infotainment sebagai seorang jurnalis? Yah sejak kapannya, sejak ada infotainment kali ya. Saya tidak tahu pasti kalau tahunnya, tapi artinya sejak infotainment rame, terus mulai meramaikan, apakah itu produk jurnalistik atau enggak? Setelah itu (infotainment) ramai, terus kita lihat, kita pelajari dan ternyata itu bukan produk jurnalistik. Jadi yang bekerja disitu juga tidak bisa disebut sebagai seorang jurnalis. 2. Apa alasan AJI tidak mengakui dan menerima pekerja infotainment sebagai seorang jurnalis? Karena produknya tidak ada hubungannya dengan kepentingan umum. Kalau jurnalis itu, produk jurnalistik yang didalamnya jurnalis indonesia itu, harus demi kepentingan kepentingan umum. Kepentingan umum itu isinya berkaitan dengan keuangan publik, keuangan negara, dan hukum pidana, misalnya terus, kebijakan-kebijakan publik. Di infotainment enggak ada itu, dimana ada kepentingan publiknya? Enggak ada! Itu urusan pribadi orang. 3. Apa yang harus dimiliki oleh pekerja infotainment agar informasi yang ditayangkan menyangkut kepentingan umum dan tidak mengganggu hakhak narasumber? Kalau saya enggak tahu ya infotainment. Tapi kalau saya sih lebih senang misalnya memakai menjadi produk hiburan, artinya misalnya membedah buku, disitu kan ada ininya ya, ketika preview film, launching
film, itu infotainment tetap saja yang ditanya orang kapan kawin, kapan cerai, kapan punya anak kan? Bukan filmnya, memang tidak ada hubungannya dengan apa yang diinginkan, produknya. Artinya kalau launching film, harusnya yang dibedah kan filmnya, iya kan? Misalnya film A, ini film A tentang apa? Oh tentang percintaan. Apa knowledge buat publiknya? Dimana? Misalnya, harus apalah namanya gitu, saya enggak tahu. Terus sutradaranya siapa? Soundtracknya yang buat bagaimana prosesnya? Pembuatan film prosesnya seperti apa? Itu enggak pernah dibedah oleh infotainment. Orang artisnya ada disitu yang ditanya kapan kawin, kapan cerai, pacarnya siapa? Gitu kan! Nah itu yang membuat dia (infotainment)
tidak
menjadi
produk
jurnalistik.
Jadi
kalau
dia
(infotainment) ingin menjadi produk jurnalistik, yang ada kepentingan umumnya. Apakah ada demi kepentingan umum, siapa pacar namanya siapa? Siapa kawin sama siapa? Kan enggak ada urusannya kita, itu kan privat. 4. Bagaimana
dengan
pendapat
PWI
yang
menyatakan
Pekerja
infotainment adalah seorang jurnalis dan infotainment merupakan produk jurnalistik? Kalau kita sih terserah saja ya, itu kan setiap organisasi mempunyai kebijakannya sendiri-sendiri. Tapi kalau AJI jelas kalau didalamnya tidak ada
kepentingan
umum.
Walaupun
katanya
proses
pencarian
informasinya sama dengan wartawan lain, artinya menggali dan segala macam. Kamu sekarang kan wawancara saya, terus apakah kamu bisa dibilang seorang jurnalis? Kan ga bisa. Tapi kan sama, kamu cari data dulu, wawancara, nanti jadi tulisan dan segala macam. Menurut kita sih
kalu di AJI, boleh saja proses sama, tapi kan outputnya berbeda. Kalau kita jelas harus ada dan itu ada di Undang-Undang Pers, demi kepentingan umum. Kalau enggak salah ada itu di pasal 6 UndangUndang Pers. 5. Menurut anda, Apa perbedaan pekerja infotainment dengan wartawan news? Lihatnya di program. Program mereka kan program berita, jadi kalau ada 1 atau 2 yang hiburan, tapi programnya dia program berita. Kebanyakan demi kepentingan umumnya. Lalu bagaimana dengan program berita yang memasukkan unsur berita tentang artis didalamnya? Misalnya Seputar Indonesia atau Liputan 6? Kalau kita lihat seputar Indonesia, yang tadi kamu kasih contoh, itu kan demi kepentingan umum. Ada uang negara yang dikorupsi, iya kan? Ada masalah-masalah pidana, ada masalah-masalah kebijakan publik, kebijakan pemerintah, disela-sela itu, misalnya apa? Ariel dipersidangan, Ariel itu dipersidangan bukan lagi hiburan, itu sudah masuk pidana. Hukum pidana itu sudah masuk kepentingan umum, karena publik mendapatkan pelajaran dari situ. Jadi harus dibedakan, Ariel pacaran sama Luna Maya, dengan Ariel ketika ada di persidangan, itu demi kepentingan umum. Tapi ketika disidang dia pacarnya siapa, ibunya siapa, bapaknya siapa? Itu enggak ada urusan sebenarnya. Adiknya siapa itu enggak ada urusannya, karena dia manusia dewasa yang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri.
6. Bagaimana mengenai fatwa yang pernah dikeluarkan MUI (Majelis Ulama Indonesia), yang mengharamkan tayangan infotainment? MUI itu ormas yang independen. Jadi mereka menganalisa, mengkaji dengan cara mereka. Saya enggak tahu bagaimana ya prosesnya sampai mereka mengeluarkan fatwa haram. AJI sih tidak dapat berkomentar apaapa, karena masyarakat itu boleh saja membuat, itu kan organisasi masyarakat ya, Ormas, boleh saja mempunyai pendapat seperti itu. Tapi kalau di KPI, enggak ada urusannya dengan haram halal, kita kan pakainya aturan. Jadi kalau ada kelompok Ormas yang mengatakan itu halal, itu haram, itu gibah dan segala macam, itu haknya mereka. KPI sendiri kan punya aturan mana yang boleh dan mana yang tidak. 7. Bagaimana dengan Kasus Luna Maya yang waktu itu menulis dan menjelekkan pekerja infotainment melalui status jejaring sosial? Apakah anda mendukung atau membenarkan pernyataan dari Luna Maya? ee...itu ekspresi orang ya, ketika dia kesal dan segala macam. Kalau kita sih waktu itu AJI berpikirnya kalau harusnya teman-teman infotainment introspeksi. Kenapa sampai ada yang mengatakan seperti itu? Mungkin disisi yang satu, okelah itu kata-katanya kasar, harusnya tidak seperti itu, bisa saja. Kalau saya bisa saja mengatakan tidak kasar seperti itu. Nah kalau di sisi yang lainnya juga, kebetulan AJI kan bertanya kepada Luna Maya waktu itu, kenapa sih? Lalu Luna Maya menjelaskan gitu loh, bahwa dia sudah mengatakan tidak mau di wawancara. Terus dia lagi menggendong anaknya Ariel, kameranya sampai kena kepala anaknya dan segala macam. Jadi, ya ekspresi yang sangat manusiawi ya menurut
saya. Terlepas dari kata-katanya kasar atau tidak memang harus ditelitisi, bisa saja kata-katanya tidak seperti itu. Tapi lain sisi orang-orang infotainment juga harus mengerti. Kalau mereka merasa mengatakan mereka adalah jurnalis, di Undang-Undang pers itu ada kok “tidak boleh memaksa narasumber berbicara”. Kan narasumber mempunyai hak tolak untuk tidak berbicara. Iya kan? Narasumber mempunyai hak tolak, jadi ketika narasumber mengatakan tidak, ya tidak. Kita harus hormati gitu loh. Ini sampai dia (Luna Maya) turun, sampai eskalator, diikutin dan segala macam. Nah itu dia yang saya bilang, kepentingan publiknya apa Luna Maya menggendong anak Ariel? Enggak ada. 8. Seberapa penting sebuah Kode Etik itu untuk seorang Jurnalis? Alasannya? Ya penting banget, harus dong. Kita kerja apapun itu harus pakai dasar. Dasarnya apa, Undang-Undang, aturan dan etika segala macam. Kalau kita kerja enggak ada etikanya, kita kerja ga pakai dasar. Undang-Undang pers kalau jurnalis ya, enggak pakai etika itu ada di Kode Etik, mau jadi apa? Yaa harus memang, harus pakai dasar, penting. Apa yang boleh, apa yang tidak boleh? Nah, kalau jurnalis tidak beretika, gimana ya cara nulisnya nanti? Saya juga bingung tuh. Apakah semua jurnalis mengetahui tentang Kode Etik tersebut? Kalau mengetahui sih enggak, saya lupa. Saya ada risetnya di dewan pers, hanya beberapa persen yang tahu Kode Etik. Saya beberapa ngasih training, saya tanya “tahu enggak Kode Etik?” banyak yang tidak tahu, banyak yang tidak baca. Karena saya tidak tahu ya dikantornya ada SOP atau tidak buku putih. Kalu dulu ya di kantor-kantor saya, ada buku
putih. Apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak? Nah setau saya, kebanyakan yang sekarang tidak tahu soal itu. Lalu bagaimana seorang jurnalis menjalankan pekerjaannya jika tidak mengetahui Kode Etik tersebut? Coba kamu bikin content analisi, hasilnya seperti apa? Berantakan kan! Contohnya tadi pagi (25 mei 2011) saya nonton infotainment, Arumi Bachsin jumpa pers sama ibunya, dia (Arumi) minta maaf sama ibunya sambil mencium, lalu apa yang dikatakan orang infotainment? “Ulang lagi donk, ulang, cium lagi”. Itu kan sudah rekayasa, sudah rekontruksi. Jadi di Kode Etik kita enggak boleh. Kalau mau, ditulis rekontruksi gitu. Kalau enggak, ditulis aja rekontruksi. Wartawan itu apa sih? Fakta kan, bukan rekayasa. Itu udah rekayasa, itu kan terjadi sehari-hari. Ketika narasumber sudah bilang ”no comment”, masih saja kameranya itu loh sampai nempel di pipi. Ingat kasusnya Ariel yng di Polda, yang kameranya di patahin? Itu kan saya tanya sama Ariel, karena untuk kebutuhan AJI ya, kenapa gitu loh? Itu karena kameranya nempel di pipi. Anda bayangkan kalau wartawan berprilaku seperti itu, tiba-tiba ada yang jahat, Ariel di apa-apakan gimana? Siapa yang mau tanggung jawab? Semua mengaku wartawan kan disitu, pertama. Kedua, sopan enggak kalau kamu diginiin di pipi ada kamera? (sambil dipraktekan). Bagaimana jika keadaan atau posisinya dalam kedaan terdesak atau terdorong oleh orang lain? Tapi kejadiannya tidak seperti itu, kejadiannya memang dia ingin memburu dari Ariel. Kalau kedorong dari belakang sih lain masalahnya ya. Nah itu yang saya bilang tadi, karena itu tidak beretika. Kayak yang
memburu Ariel juga, yang katanya kakinya terlindas mobil. Kenapa dia tidak menuntut? Karena dia salah, posisinya menghalangi mobil orang. Jadi etika itu sangat-sangat penting untuk diketahui. Dan narasumber itu lebih terbuka kalau kita punya etika, ngomong baik-baik. Saya 20 tahun jadi wartawan, saya belum pernah dipersoalkan soal etika. Kalau mereka saya nanya mereka tersinggung dan segala macam,ada. Tapi kalau soal etika, enggak. Namun, apabila pekerja infotainment itu sudah minta maaf kepada yang bersangkutan, bagaimana? Oh...itu sangat manusiawi juga dan itu harusnya tidak terjadi dari awal dong. Ketika dari awal dia sudah bilang “saya tidak mau diwawancara”, harusnya ya sudah. Ini kan dikejar terus. Dan waktu kameranya kena kepala anaknya, minta maaf itu kan waktu proses ketika mendesak. Kan dari awal sudah bilang “saya tidak mau”, tapi terus dikejar, sampai kepentok. Nah, ketika pertama kali bilang “saya tidak mau diwawancara”, itu yang harus dihormati. Bukan persoalan si pekerja Infotainment itu minta maaf, terus masalah selesai. Enggak donk! Hak narasumber dari awal. Kalau dia (pekerja infotainment) merasa mengakui sebagai jurnalis, hak narasumber dari awal untuk bilang tidak mau diwawancara. Itu yang harus dihormati, gitu loh. Jangan melakukan kesalahan, terus minta maaf, lalu dianggap sudah beretika, tidak. Tapi ketika yang pertama kali itu. Terkadang si artis dan infotainment ini saling membutuhkan, lalu mengapa
ketika
ada
masalah
menjelaskan kepada infotainment?
artis
tersebut
enggak
untuk
Makanya wartawannya itu harus punya integritas dong! Kalau dia mengaku wartawan, ya harus integritas. Jadi saling membutuhkannya itu, yang saling membutuhkan untuk kepentingan publik, informasi yang dibutuhkan kepentingan publik. Kalau lagi senang, sama-sama, ya karena wartawannya enggak punya integritas. Harus punya integritas, harus punya yang namanya kriteria narasumber apa? Yang bakalan jadi output kriterianya apa? 9. Menurut anda, apa yang dimaksud infotainment secara keseluruhan? Soal cara, soal proses, bisa saja. Tapi outputnya, outputnya demi kepentingan publik atau enggak? Kalau buat kami di AJI, kehidupan artis tuh bukan demi kepentingan publik. Misalnya Briptu Norman ya, itu bisa dimasukkan ke dalam berita. Karena dia seorang polisi, aparat negara, itu dia bisa. Tapi kalau si A dan si B yang pacaran sama artis, bukan tidak boleh masuk TV, boleh saja, silahkan saja. Tapi kalau mau dikatakan produk jurnalistik, AJI tetap menolak. Infotainment itu sangat privat, sangat pribadi. 10. Lalu bagaimana tanggapan anda mengenai infotainment yang kini menjadi tayangan non faktual? Bukan non faktual sebenarnya, tetap faktual, karena faktanya tetap ada. Misalnya, KD menikah dengan Raul Lemos kan faktanya ada. Tapi itu bukan produk atau non jurnalistik lah. Apakah artinya infotainment perlu penelusuran LSF sebelum ditayangkan? Kalau faktual enggak.
11. Adakah perbedaan AJI dengan organisasi kewartawanan lainnya? Saya enggak tahu organisasi wartawan yang lain melihat infotainment. Tapi kalau AJI sih jelas bahwa memang outputnya bukan output produk jurnalistik, dan kita bilangnya pekerja infotainment bukan wartawan infotainment. Kalau mereka dianggap oleh organisasi lainnya adalah wartawan sudah jadi anggota, boleh saja, karena itu hak warga negara. 12. Jika dilihat, respon masyarakat terhadap infotainment sangat tinggi. Ini terlihat seringnya infotainment muncul di televisi. Tanggapan anda? Pernah riset enggak? Enggak ada kalau mau tahu. Emm...bulan Juli 2010 yang paling tinggi juga infotainment, sampai ribuan. Itu pengaduannya meminta infotainment untuk ditutup ke KPI. Kita juga enggak pernah riset ya, itu dari pengaduan. Setiap ketemu orang, pasti kita (KPI) ditanyai itu (infotainment), “kok didiamin saja sih KPI itu infotainment?”. Mungkin riset yang mana? Enggak ada riset tentang itu. Saya juga enggak bilang publik enggak suka, ada saja dong yang suka, bisa saja ya. Tapi apa iya dala sehari, begitu banyaknya infotainment? Lebih penting mana Krisdayanti hamil sama Raul Lemos dengan Nazarrudin yang bawa uang negara milyaran? Enggak kan. Tapi bukan berarti tidak boleh artinya ada infotainment. Kita tidak pernah mau menutup infotainment, karena itu boleh saja masuk televisi. Tapi kita tidak bisa bilang itu produk jurnalistik. Kalau kamu (peneliti) riset ke televisi-televisi, juga tidak masuk ke dalam struktur redaksi, masuknya ke programming. Programming itu adalah produk-produk yang non news, sinetron, acara musik-musik, itu masuknya ke programming. Nah, infotainment masuk kesitu, televisi pun
memasukkannya bukan di jurnalistik. Beberapa stasiun pun tidak memasukkan itu kedalam produk jurnalistik. 13. Bagaimana dengan Rating dan Share menunjukkan acara infotainment merupakan salah satu tayangan atau acara favorit? Boleh saja, silahkan saja. Kita pertanyakan juga dong people meter dan segala macam. Tapi ya silahkan saja kalau itu menjadi ukurannya. Tapi buat kami di AJI tetap, ukurannya adalah soal-soal kepentingan publik tadi. Jadi kesimpulannya adalah AJI tetap tidak mengakui pekerja infotainment sebagai jurnalis dan infotainment sebagai produk jurnalistik dikarenakan tidak ada kepentingan umum atau publik yang terkandung di dalamnya.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Hanna Puspita
Alamat
: Jl. Rusa Raya No. 44 Perumnas 2 Cibodas Baru-Cibodas, Kota Tangerang
Tempat, Tanggal Lahir
: Tangerang, 05 Mei 1988
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Telepon/Email
: 08568431815 /
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 1994 - 2000
: SD Negeri Karawaci Baru 2 Tangerang
2000 - 2003
: SLTP Negeri 9 Tangerang
2003 - 2006
: SMA Yuppentek 1 Tangerang
2007 – Sekarang
:Ilmu Komunikasi, Broadcasting Universitas Mercu Buana
PENGALAMAN
Magang di LPP-TVRI PUSAT bagian produksi musik selama 1 bulan.