Daftar isi
Daftar isi
..........................................................................................................................
BAB 1 : Pendahuluan
1
......................................................................................................
2
Latar belakang masalah ................................................................................. Rumusan masalah ........................................................................................ Tujuan masalah ............................................................................................... Manfaat ......................................................................................................
2 3 3 3
BAB 2 : Pembahasan
.......................................................................................................
4
Pengertian pendekatan historis .................................................................... Pengertian Pendekatan Politik ...........................................................................
4 6
Penutup ........................................................................................................ Daftar Pustaka .................................................................................................
16 17
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kehadiran agama islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw, diyakini menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin dimana kehadiran agama ini dituntut agar ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Oleh sebab itu pemahaman agama dapat di pahami dengan berbagai pendekatan studi islam. Berbagai pendekatan tersebut yang akan dibahas pada makalah ini adalah : Pendekatan Historis, dan politik. Adapun yang di maksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradikma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Kajian studi Islam dengan pendekatan secara politik didasarkan pandangan sebagai berikut:
Pertama,Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Islam tidak hanya mengatur hubungan yang baik antara manusia dan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan yang baik dengan manusia dan dengan alam semesta. Melalui hubungan baik ini akan tercipta sebuah kehidupan yang seimbang, tertib, aman, damai, dan harmonis yang selanjutnya menjadi syarat bagi manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan diutusnya Rasullah Saw. ke dunia adalah sebagai ramat bagi seluruh alam. Kedua, ajaran Islam yang berkenaan dengan hubungan manusia dengan Allah dalam arti yang formal, khusus dan langsung diatur dalam ilmu tauhid, fikih dan tasawuf. Adapun hubungan manusia dengan manusia dalam arti yang formal, khusus dan langsung diatur dalam ilmu social dan ilmu politik. Secara spesifik dalam dalam kajian tersebut, yaitu melalui ilmu politik, manusia selain diperkenalkan tentang cara mendapatkan, mengelola dan mempertahankan kekuasaan, juga diajarkan tentang hukum dan etika politik. Ketiga, Islam memiliki ajaran yang selain berhubungan dengan kewajiban yang bersifat individual yang disebut fardhu ‘ain, juga berhubungan dengan kewajiban kolektif yang disebut fardhu kifayah. Ajaran yang bersifat kolektif ini termasuk ajaran yang berkenaan dengan masalah politik.Dengan ajaran yang bersifat kolektif ini, maka harus di antara anggota masyarakat yang mengurusi masalah politik dalam rangka mewujudkan situasi masyarakat yang tertib, aman, damai, harmonis dan sejahtera.
2
B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu, sebagai berikut: -
Pengertian studi islam dengan Pendekatan Historis?
-
Pengertian studi islam dengan Pendekatan Politik?
C. Tujuan Mampu memahami nilai sejarah adanya agama Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas keberadaan islam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya. D. Manfaat Dengan memahami sejarah dalam hal keagamaan, akan terhindar dari kesalahan dalam beribadah/ beramaliah. Dengan mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu akan terhindar dari kesalahan syariat.
3
BAB 11 PEMBAHASAN Pengertian Pendekatan Historis a. Pengertian Pendekatan Pengertian pendekatan Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pendekatan adalah “1). Proses perbuatan, cara mendekati, 2). Usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti; metode- metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Dalam bahasa Inggris, pendekatan diistilahkan dengan:“ approach” dan dalam bahasa Arab disebut dengan “ madkhal ”. Secara terminology, Mulyanto Sumardi menyatakan, bahwa pendekatan selalu terkait dengan tujuan, metode, dan tekhnik. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama1 b.
Pengertian Historis
Kata historis berasal dari bahasa inggris ”history” yang artinya sejarah.2 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) historis adalah berkenaan dengan sejarah; bertalian atau ada hubungan dengan masa lampau.3
Sejarah adalah terjemahan dari kata tarikh (bahasa
arab), history (bahasa inggris), dan geschichte (bahasa jerman). Semua kata tersebut berasal dari bahasa yunani, yaitu istoria yang berarti ilmu. Definisi sejarah yang lebih umum adalah masa lampau manusia, baik yang berhubungan dengan manusia, maupun gejala alam. Definisi ini memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala sisinya. Maka lapangan sejarah adalah meliputi segala pengalaman manusia. Pengertian sejarah menurut istilah mengacu pada dua konsep terpisah. Pertama, sejarah tersusun dari serangkaian peristiwa masa lampau, keseluruhan pengalaman manusia. Kedua, sejarah sebagai suatu cara yang dengannya fakta-fakta diseleksi, diubah-ubah, dijabarkan dan dianalisis. Menurut Ibnu Khaldun, sejarah tidak hanya difahami sebagai suatu rekaman peristiwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa pada masa lampau. Dengan demikian unsur penting dalam sejarah adalah adanya peristiwa, adanya batasan waktu, yaitu masa 1
http://stydyislam.blogspot.com/2012/01/pendekatan-dalam-studi-islam-pengertian.html, 23-09-2014, 14.50
2
John M.Echol and Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cet XX; Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal 299
3
Ebta Setiawan , KBBI ofline versi 1.1 freeware, 2010
4
lampau, adanya pelaku, yaitu manusia, dan daya kritis dari peneliti sejarah. Sedangkan menurut Hugiono dan P.K. Poerwantana sejarah adalah sebagai rekonstruksi peristiwa masa lampau yang dialami oleh manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis, sehingga mudah untuk dimengerti dan difahami. diatas penulis sependapat dengan pengertian sejarah didalamnya
dibahas berbagai
obyek, latar
belakang, dan pelaku
dilacak dengan melihat
kapan
peristiwa
dengan
atau
4
Setelah melihat beberapa pendapat
historis
adalah
memperhatikan
suatu
unsur
ilmu
yang
tempat,
waktu,
dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat
peristiwa
itu terjadi, dimana, apa sebabnya, dan siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut. Melalui pendekatan
sejarah seseorang akan diajak menukik dari alam idealis
ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan kesejahteraan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama. Begitu juga dengan islam karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Pendekatan sejarah bertujuan untuk menentukan inti karakter agama dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain. Dalam menggunakan data historis maka akan dapat menyajikan secara detail dari situasi sejarah tentang sebab akibat dari suatu persoalan agama.5 Melalui pendekatan sejarah ini, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Disini seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konsep historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Misalnya seseorang yang ingin memahami al-Qur’an secara benar maka ia harus mempelajari sejarah turunnya al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an, yang selanjutnya disebut sebagai ilmu Asbab an Nuzul (ilmu tentang sebab sebab turunya ayat ayat al-Qur’an) yang pada intinya berisi sejarah turunya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu asbabun Nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.6 Dengan pendekatan historis ini masyarakat diharapkan mampu memahami nilai sejarah adanya agama Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas keberadaan islam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
4
http://makalahkuliahjurusanpai.blogspot.com/2011/04/pendekatan-historis-dalam-studi-islam.html, 23-09-2014, 14.00
5
Taufik Abdullah. Sejarah dan Masyarakat. (Jakarta : Pustaka Firdaus. 1987). hlm. 105
6
Abuddin nata, metodologi studi islam, (Jakarta : 2008), halm. 35-38
5
Dengan menggunakan pendekatan sejarah ada lima teori yang bisa digunakan, yaitu: 1. Idealisme approach adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah dengan mempercayai secara penuh fakta yang ada tanpa keraguan. 2. Reductionalist approach adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah dengan penuh keraguan. 3. Diakronik adalah penelusuran sejarah dan perkembangan satu fenomena yang sedang diteliti 4. Sinkronik adalah kontekstualisasi atau sosiologis kehidupan yang mengitari fenomena yang sedang diteliti 5. Teori adalah penelitian yang menulusuri latar belakang dan perkembangan fenomena
yang
lengkap dengan sejarah sosio-historis dan nilai budaya yang mengitarinya.7 Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat,waktu,objek,latar belakang, dan perilaku dari peristiwa tersebut.8 menurut ilmu ini,segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi,dimana,apa sebabnya,siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
7
Khoirudin, nasution, pengantar studi islam, (yogyakarta :2009), hlm.223-224)
8
Taufiq Abdullah,sejarah dan Masyarakat,(Jakarta:pustaka Firdaus,1987),hlm.105.
6
Pengertian Pendekatan Politik Politik secara etimology dalam bahasa Arab
disebut Siyasah, yang selanjutnya kata ini kemudian
diterjemahkan menjadi siasat. atau dalam bahasa Inggrisnya disebut Politics. Politik itu sendiri berarti cerdik dan bijaksana, yang dalam pembicaraan sehari-hari kita seakan-akan
mengartikan sebagi suatu
cara yang dipakai untuk mewujudkan tujuan, tetapi para ahli politik sendiri mengakui bahwa sangat sulit memberikan definisi untuk ilmu politik.9 Politik biasanya diwakili oleh kata al Siyasah dan daulah, walaupun kata-kat tersebut dan kata-kata lainnya yang berkaitan dengan politik seperti keadilan, musyawarah, pada mualnya bukan diutujukan untuk masalah politik. Kata Siyasah dijumpai dalam biadang kajian hukum, yaitu ketika berbicara masalah Imamah, sehingga dalam fiqih dikenal adanya bahasan tentang Fiqih Siyasah. Demikian pula kata Daulah pada mulanya dalam al Quran digunakan untuk kasus penguasaan harta di kalangan orang kaya, yaitu bahwa dengan zakat diharapkan harta tersebut tidak hanya berputar pada tangan-tangan orang kaya. Karena menurut sifatnya harta tersebut harus bergilir dan berputar, dan tidak hanya dikuasai oleh orang yang kaya (daulatan baina agniya), kata daulah tersebut juga digunakan untuk masalah politik yang sifatnya berpindah dari satu tangan ke tangan yang lainnya. Demikian juga kata keadilan banyak digunakan dalam memutuskan perkara dalam kehidupan, dan kata musyawarah pada mulanya digunakan pada kasus suami istri yang akan menyerahkan anaknya untuk disusui oleh perempuan lain yang dalam
hal iniperlu dimusyawarahkan.10
Namun dalam perkembangan selanjutnya sejarah menggunakan kata Siyasah dan kata-kata lain yang maknanya berkaitan dengan kata tersebut digunakan untuk pengertian pengaturan masalah kenegaraan dan pemerintahan serta hal-hal lainnya yang terkait dengannya. Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, jadi negara dalam keadaan bergerak. Selain itu poilitik juga menyelidiki ide-ide, azas-azas, sejarah pembentukan negara, di samping menyelidiki hal-hal seperti kelompok elit, kelompok kepentingan, kelompok penekan, pendapat umum, peranan partai politik, dan keberadaan pemilihan umum. Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata polis yang berarti negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, prilaku pejabat, legalitas kekuasaan dan akhirnya kekuasaan. Tetapi politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaaan, kekuatan, kekuasaan pemerintah, pengaturan konflik, yang memjadi 9 10
Inu Kencana Syafiie,Pengantar Ilmu Politik, (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2009) cet. I, hlm.57. Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Op cit, hlm 316 – 317
7
konsesus nasional, serta kemudian kekuatan massa rakyat. Masalah politik termasuk salah satu bidang studi yang menarik perhatian masyarakat pada umumnya .Hal inin antara lain disebabkan karena masalah politik selalu mempengaruhi kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tertib, aman, aman, damai, sejahtera lahir dan batin dan seterusnya tidak dapat dilepaskan dari system politik yang diterapkan. Karena demikian pentingnya masalah politik ini, telah banyak studi dan kajian yang dilakukan para ahli terhadapnya. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan W.J.S. Poerwadarminta, politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan dan sebagainya; dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan (kebiijaksanaaan), siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.11 Teori-teori Politik 1. Plato Plato hidup dari tahun 427 – 347 SM, beliau menerima pelajaran filosofis kenegaraan dari gurunya Socrotes dan Pythagoras yang masing-masing mengajarkan sebagai berikut : 1. Kebajikan itu berisi pengetahuan tentang yang baik-baik, oleh karena itu masalahnya
adalah
bagaimana membangun negara dan pemerintahannya agar di dalamnya semua orang tertarik pada kebajikan tersebut dengan demikian pelaksanaan kenegaraan pada agama dan kepercayaan yang transcendental sifatrnya, rohaniah dan metafisika. 2. Kebajikan itu abstrak sifatnya tetapi ilmu pengetahuan yang terwujud di dunia empiris, sekalipun hal itu adalah pengalaman yang terlihat dan merupakan realita yang dapat ditangkap oleh panca indra.12 Karena kedua pendapat ini tidak bertolak belakang, Plato tidak merasa kesulitan untuk mencernanya, bahkan menjadi penganut yang fanatik. Itulah sebabnya paradigm teokratis tetapi tidak selalu menentang azas rasionalitas. Plato masih tetap dalam bentuk utopia yang mempunyai wewenang dan perhatian utamanya pada pemerintahan Tuhan, apa yang diringkas oleh wahyu menjadi peraturan manusia, maka masyarakat yang baik menjadi masyarakat Tuhan yang mengikuti hukum Tuhan. Dalam bukunya Republic, Plato mengemukakan postulat utopia pertama, yang di dalamnya mereka mempunyai kekuatan nalar yang besar, diberikan kekuasaan terbesar untuk memerintah, dalam buku ini, Plato juga membicarakan bentuk pemerintahan yang ideal. 11
Ibid, hlm.316.
12
Inu Kencana Syafiie,Pengantar Ilmu….,hlm. 95-96
8
Selanjutnya Plato menjelaskan bahwa kebenaran sebagai realitas yang sesungguhnya, seharusnya mengikuti kenyataan. Jadi jika kita menafsirkan teori ini, maka terjadinya penindasan, perkosaan, perampokan dan lain-lain, hal ini seharusnya tidak terjadi. Dalam benak Plato tersimpan pemikiran yang bersumber dari pengalaman menyaksikan gurunya Socrates dipaksa minum racun, dia lalu berkepastian bahwa pemerintah yang berkuasa adalah buruk, karena baginya gurunya adalah yang paling bijak, jujur dan baik. Dari sinilah keluar teori-teori besarnya tentang negara ideal. Paradigma
ini
kemudian
bergeser
ke
arah
yang
lebih
rasionalistis,
karena
timbul
pertanyaan-pertanyaan antara lain, apakah kecerdasan dalam ala ini berasal dari Tuhan? Apakah pengaturan alam raya yang tertib ini diatur oleh Tuhan? Mengapa Tuhan memisahkan dirinya dari kehidupan? Mengapa Tuhan menciptakan keburukan? Plato sendiri sebenarnya sadar bahwa alam pikirannya ini tidak akan dapat direalisasikan di alam kenyataan politik pemerintahan, dalam perjalanan masa yang panjang ini hanya seketika saja suatu masyarakat dapat mempertahankan diri
dalam keadaan pemerintahan yang adil, untuk kemudian
setelah itu semakin merosot dan akhirnya runtuh, namun demikian Plato sudah berusaha mencoba menunda proses keruntuhan itu. Muridnya sendiri yang bernama Aristoteles sudah berpendapat bahwa kebenaran itu hanya subjektif sifatnya, sebab itu benar bagi satu pihak tetapi tidak benar bagi pihak yang lain, karena pendapat dipengaruhi dan berbeda pada berbagai dimensi ruang dan waktu. Itulah sebabnya Aristoteles dalam pemikirannya justru menyetujui perbudakan dan merendahkan kaum wanita. 2. Aristoteles Aristoteles hidup antara tahun 384 – 322 SM. (kelahiran Nabi Isa) Dalam suatu system pemerintahan, Aristoteles mendukung adanya segelintir masyarakat yang dianggap sebagai budak budak belian, karena sejalan dengan garis hukum alam, dan dia bahkan percaya krendahan martabat wanita dibandingkan kaum pria, ini berlaku dipengaruhi oleh budaya yang berkembang saat itu.Pada kesempatan lain, Aristoteteles berpendapat bahwa kemiskinan adalah bapaknya revolusi atau dia mengatakan bahwa siapa yang sudah memahami arti memerintah sesame manusia, pasti yakin bahwa nasib suatu imperium tergantung pada pendidikan dari generasi penerusnya. Aristoteles tampak semakin sekuler, karena berusaha memisahkan perenungan kerohanian yang transcendental dengan kehidupan keduniawian, Tuhan baginya muncul karena kadar intelektual manusia belaka. Jika alam semesta bermula dari Tuhan, maka awalnya juga dapat diusut dengan mengetahui 9
Tuhan itu sendiri, tetapi karena kita tidak dapat menjelaskan akar-akar misterius dari rasionalitas manusia, maka para ahli agama mengandaikan bahwa mengenal sesuatu yang rasional adalah dengan mengenal Tuhan, sehingga rasionalitas akan menjadi serba mistis karena mempercampur adukan antara alam
dengan Tuhan.
Penguasa Macedonia Alexander yang Agung, juga pernah menjadi murid Aristoteles, tetapi kemudian walaupun pernah membiayai kehidupan Aristoteles, akhirnya menjadi penentang gurunya ini. Untunglah sang Penguasa lebih dulu meninggal dunia, sedangkan gurunya yang telah melarikan diri. Inilah perjalanan ilmu negara awal dari kajian filsafat yang dimulai dari pemikiran teokrasi kemudian rasionalitas.13 3. Jean Jacques Rousseau Beliau adalah seorang anti rasionalisme dan merupakan penyumbang dalam menyampaikan pendapat tentang demokrasi dan persamaan hak serta derajat manusia. Karena melihat penggunaan teknologi yang tidak terkendali dia melakukan penentangan terhadap kemajuan teknologi yang semakin canggih, baginya perkembangan ilmu pengetahuan memang tidak ada kaitannya dengan perbaikan nilai-nilai luhur dan moral, bahkan menimbulkan dekadensi dan korupsi yang melawan hati nurani. Dalam bukunya yang terkenal tentang perjanjian masyarakat (Du Contract Social). Dia menunjukkan bagaimana pemerintahan negara yang seharusnya untuk mengupaya tetap bebas secara ilmiah. Jadi yang perlu dikaji dari beliau adalah apakah dia menjadi penganjur utama kebebasan hidup yang tidak memiliki kepedulian dengan lingkungan, atau sebaliknya dia seorang yang munafik karena menganjurkan menghormati hak-hak orang lain, sebaliknya dirinya sendiri tidak pernah mengurus anak-anak kandungnya sendiri. Sejarah mencatat bahwa Rosseau memiliki 5 orang anak kandung yang sama sekali tidak pernah tersentuh oleh belaian kasih sayangnya. Buku-bukunay yang lain adalah Discourse On The Origin Of inequality, La Nouvelle Heloise, Emile, Confession dan lain-lain. 4. Thomas Hobbes Dia
seorang
meterialistis,
karena
baginya
kehidupan
manusia
hanya
didasari
oleh
keinginan-keinginan mekanis saja, oleh karena itu dapat bertabrakan satu sama lain. Jadi karenanya diperlukan pemerintah sebagai organisasi terbesar dalam negara dan memiliki legitimasi untuk berkuasa, termasuk kekuasaan untuk mengatur dan mengurusi rakyatnya, yang kemudian harus dipatuhi sehingga pemerintahan itu sendiri berfungsi. Karena kehidupan manusia seluruhnya dianggap meteri, maka jiwa dan ruh baginya juga dimaterikan. Dia memang termasuk penyandang psikologi social ilmiah. Menurutnya segala kejiwaan dapat dimaterikan seperti kecemburuan, kebencian, kecintaan, kemarahan 13
Inu Kencana Syafiie,Pengantar Ilmu….,hlm.96-97
10
dan keinginan untuk damai. Dia tidak mempercayai alam meta fisik. Jadi menurut Hobbes, untuk mengatur masyarakat suatu negara, harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip dan norma-norma yang berlaku sesuai situasi dan kondisi serta ruang dan waktu. Keberadaan agama dan peraturan moral yang dibuat manusia terlalu khayal dan mengada-ada. Namun demikian pemerintah harus mampu menata masyarakat dengan damai, sehingga emosi dapat diredam. Ketakutan manusia kepada maut adalah karena manusia itu sendiri gentar menunggu berakhirnya eksistensi dirinya, yaitu mati itu sendiri. Namun pembicaraanny tidak tuntas, mengapa manusia memiliki rasa dan dari mana datangnya rasa, dapatkah diciptakan rasa dan dapat pulakah rasa dihilangkan. Bukunya yang paling terkenal adalah “Leviathan”. 5. Frederich Hegel Dia berpendapat bahwa kehendak negara selama ini bukan berarti kehendak rakyat secara keseluruhan, sebab masing-masing individu memiliki beraneka ragam pendapat subjektif sifatnya, tergantung kebutuhan seseorang. Agar menjadi objektif harus digabung, hanya saja yang paling sering tampak di suatu negara adalah pendapat seseorang atau sekelompok kecil orang tertentu, yang kemudian dianggap pendapat missal, oleh karena itu terkadang bertentangan dengan pendapat seseorang. Hal tersebut dapat diterima karena melihat bagaimana sulitnya masyarakat menerima keputusan pungutan pajak yang bertikai secara tidak adil antara peruntungan si miskin dan peruntungan si kaya, bagaimana sulitnya masyarakat menerima wajib militer di berbagai negeri dan bagaimana sulitnya masyarakat berbagai keputusan hukum lainnya. Namun bagaimanapun mereka hasrus menerimanya suka atau tidak suka, karena negaralah yang berwenang memiliki hak memaksakan dalam kehidupan berpemerintahan. Tidak pelak lagi bahwa tindak tanduk dan sepak terjang sebuah negara yang menganggap dirinya bagaikan gerakan Tuhan di atas muka bumi ini (the March of God in the world) kata Hegel dalam suatu kesempatan. Selain itu Hegel pernah berpendapat bahwa manusia itu tujuannya untuk kembalin pada cita-cita yang absolute itu adalah negara. Jadi apa saja tindakan pemerintah dalam sebuah negara hal itu dibenarkan, karena negara itu sendiri dicita-citakan dan didambakan oleh manusia itu sendiri. Pandangan Islam Tentang Politik Di kalangan masyarakat Islam pada umumnya kurang melihat hubungan masalah politik dengan agama. Hal ini antara lain disebabkan karena pemahaman yang kurang utuh terhadap cakupan ajaran Islam itu sendiri. Kuntowijoyo misalnya mengatakan: “Banyak orang, bahkan pemeluk agama Islam itu sendiri, tidak sadar bahwa Islam bukan hanya agama, tetapi sebuah komunitas (umat) tersendiri yang 11
mempunyai pemahaman, kepentingan
dan tujuan-tujuan politik sendiri. Banyak orang beragama Islam,
tetapi hanya menganggap Islam adalah agama individual, dan lupa kalau Islam juga merupakan kolektivitas. Sebagai kolektivitas, Islam mempunyai kesadaran, struktur, dan mampu melakukan aksi bersama”. Pernyataan tersebut selanjutnya dijelaskn oleh Kuntowijoyo secara meyakinkan dalam bukunya itu, bahwa Islam memiliki konsep tentang politik. Keterkaitan agama Islam dengan aspek politik selanjutnya dapat diikuti darai uraian yang diberikan Harun Nasution dalam bukunya Islam Ditinjau Dari berbagai Aspeknya Jilid II. Dalam bukunya beliau menegaskan bahwa persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut sejarah, bukanlah persoalan tentang keyakinan melainkan persoalan politik.14 Saat Nabi Muhammad Saw. berada di Madinah, beliau tidak hanya mempunyai sifat sebagai Rasul Allah, tetapi juga mempunyai sifat sebagai kepala negara. Dan sebagai kepala negara, setelah beliau wafat mesti diganti oleh orang lain untuk memimpin negara yang beliau tinggalkan. Para peneliti sejarah politik ada yang mengatagorikan bahwa corak politik yang diterapkan oleh Nabi Muhammad Saw. adalah bercorak teo-demokratis, yaitu pola pemerintahan yang dalam menyelesaikan setiap persoalan terlebih dahulu melakukan musyawarah baru kemudian menunggu ketetapan dari Tuhan. Hal ini dimungkinkan karena pada masa Nabi Muhammad Saw. masih dalam proses turunnya wahyu. Era Rasulullah Saw. mencerminkan persatuan, usaha, dan pendirian bangunan umat serta menampilkan ruh (spirit) yang mewarnai kehidupan politik.dan mewujudkan replica bangunan masyarakat yang ideal untuk diteladani dan ditiru generasi-generasi yang datang kemudian. Namun, pemikiran teoritis saat itu belum dimulai. Hal ini tentu amat logis dengan situasi yang ada. Yang belum ada kebutuhan terhadap hal itu. Namun demikian belum lagi era tersebut berakhir, sudah muncul factor-faktor fundamental yang niscaya mendorong timbulnya pemikiran ini, dan membentuk teori-teori secara lengkap. Di antara factor-faktor yang terpenting ada tiga hal: pertama, sifat system social yang didirikan oleh Rasulullah Saw. Kedua, pengakuan akan prinsip kebebasan berfikir untuk segenap individu. Ketiga, penyerahan wewenang kepada umat untuk merinci detail system ini, seperti tentang metode manajerialnya, dan penentuan beberapa segi formatnya.15 Sistem yang dibangun oleh Rasulullah Saw. dan kaum mukminin yang hidup bersama beliau di Madinah, jika dilihat dari segi praksis dan diukur dengan variable-variabel politik di era modern tidak disangsikan lagi dapat dikatakan bahwa system itu adalah system politik par excellence. Dari nama yang dipilih Nabi Saw. bagi kota hijranya itu menunjukkan rencana Nabi Saw. dalam rangka mengemban misi sucinya dari Tuhan, yaitu menciptakan masyarakat berbudaya tinggi, yang kemudian menghasilkan 14
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, (Jakarta:UI Press,1979), cet I, hlm. 92.
15
Muhammad Dhiauddin Rais, Teori
Politik Islam, Terj. (Jakarta: Gema Insani Press,2001), cet. I, hlm. 4.
12
suatu entitas politik, yaitu sebuah negara. Dalam waktu yang sama, juga tidak menghalangi untuk dikatakan bahwa system itu adalah system relegius, jika dilihat dari tujuan-tujuannya, motif-motifnya, dan fundamental maknawi tempat system itu berpijak. Setelah Rasululullah Saw. wafat, secara berturut-turut pemerintahan negara dipegang oleh Abu Bakar, kemudian oleh Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Corak pemerintahan yang dipraktikkan oleh para khalifah yang empat ini bebeda dengan yang dipraktikkan
di zaman Nabi
Muhammad Saw.Pada zaman khalifah yang empat ini, bercorak pemerintahan aristocrat demokratik, yaitu system pemerintahan yang dalam menyelesaikan setiap masalah yang timbul dengan cara musyawarah yang para anggotanya terdiri pun dilakukan secara musyawarah
dari kalangan aristocrat. Bahkan dalam pemilihan khalifah
misalnya, Ali bin Abi Thalib adalah saudara Nabi Muhammad
Saw.dan Abu Bakar adalah sahabat yang sangat dekat dengan beliau, semuanya sama sekali berarti yang satu lebih berhak atas kekhalifahan daripada yang lain. Sebab di atas semuanya itu masalah kekhilafahan memerlukan adanya musyawarah. Jadi sekalipun Rasulullah Saw. telah menyebut Ali sebagai saudara, menyebut Abu Bakar sebagai shaddiq (teman atau sahabat) dan menghargai Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan sebagai menantu beliau, namun semuanya itu tidak berarti keharusan mereka dibaiat sebagai khalifah, karena prinsip musyawarah wajib dilaksanakan oleh kaum muslimin dalam menghadapi urusan-urusan keduniaan.16Namun ironi bahwa bibit perpecahan umat disebutkan terjadi pada masa Utsman bin Affan
dan mencapai puncaknya di zaman khalifah Ali bin Abi Thalib.
Sebab-sebabnya antara lain adalah, pemerintah Utsman bin Affan sudah kurang lurus. Politik nepotisme yang diterapkan di zaman ini menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan kedudukannya. Selanjutnya setelah Utsman wafat, Ali bin Abi Thalib tampil menggantikannya. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, tertuma Thalhah dan Zubair dari Mekkah yang mendapat dukungan dari Aisyah, tantangan yang datang dari Muawiyah Gubernur Damaskus, dan selanjutnya membawa kepada terjadinya peperangan yang diselesaikan dengan Tahkim (arbitrase) yang secara politik dan diplomatic mengalahkan pihak Ali. Keadaan ini kemudian memicu ktidakpuasan sebagian pengikutnya dan mereka keluar dari barisan Ali dan membentuk aliran Syiah, sedangkan mayoritas lainnya menamakan dirinya sebagai kaum suni. Pengelompokan umat semacam ini terus berlangsung sampai sekarang dan kemudian berpengaruh terhadap
corak ajaran agama Islam.17
Dengan demikian,menurut DR. Dhiauddin Rais dalam bukunya Teori Politik Islam (Terj.) bahwa ia mengatakan, peristiwa-peristiwa yang berentetan ini telah menyingkap adanya tiga partai :partai kerajaan monarki, partai Muhakkimah atau Khawarij yang mewakili karakter Arab Badui yang suka 16
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama,2001), Cet. I, hlm. vii.
17
Abudin Nata, Metodologi Studi….,hlm.319.
13
blak-blakan, dan partai Syiah yang ada di seputar Ali dan anak-anaknya. Dan kontradiksi yang terjadi masing-masing, serta relasi-relasi yang bermacam-macam yang tumbuh di antara mereka, itulah yang berperan bersama dalam sejarah Dinasti Umawiyyah, sampai akhir abad pertama hijriyah, minimal.18 Adapun pandangan Islam tentang politik dapat dipahami dari ayat-ayat Al Quran dan Hadits berikut: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” Hadits Nabi Muhammad Saw. berbunyi: )رواه ﺑﺨﺎري و ﻣﺴﻠﻢ.)ﻛﻠﻜﻢ راع وﻛﻠﻜﻢ ﻣﺴﺌﻮل ﻋﻦ رﻋﯿﺘﮫ “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanyai tentang kepemimpinannya”(HR. Bukhari dan Muslim) Dari beberapa ayat tersebut dijumpai berbagai isltilah yang berkaitan dengan pemimpin, yaitu ulil amri (pemegang kekuasaan), khalifah (penguasa), al-Mulk (raja), wali (teman/pelindung), imam dan rain (pemimpin). Menurut Munawir Sadzali ayat-ayat ini mengajarkan tentang kedudukan manusia di bumi dan tentang prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam kehidupan bermasyarakat, seperti prinsip musyawarah atau konsultasi, ketaatan kepada pemimpin, keadilan, persamaan dan kebebasan beragama.19 Selain itu, ayat-ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam menganut politik yang fleksibel, yakni system politik yang dapata menerima berbagai bentuk system pemerintahan, seperti kerajaan (monarki), kesultanan, republic Islam, parlementer, gabungan antara parlementer dan kerajaan. Saudi Arabia dan Brunei Darussalam menggunakan bentuk monarki atau kerajaan; Pakistan dan Iran, misalnya menggunakan bentuk republic negara Islam; Malaysia menggunakan gabungan antara kerajaan dan parlementer; dan Indonesia menggunakan bentuk negara kesatuan Republik Indonesia, namun memberikan hak dan melindungi
pada setiap rakyatnya untuk memeluk, memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran agamanya masing-masing (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghuchu) Dengan demikian, Islam tidak sepenuhnya sejalan dengan pendapat Syekh Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, syekh Muhammad Ridha, dan al-Maududi yang menyatakan bahwa system ketatanegaraan atau 18
Muhammad Dhiauddin Rais, Teori
19
Abudin Nata, Studi Islam Komprehensif…, Op cit., hlm. 454 - 455
Politik ….,hlm.37.
14
politik Islam yang harus diteladani adalah system yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Saw. dan oleh para al-Khulafaur Rasyidin. Islam juga menolak pendirian Ali Abd. al-Raziq dan Thaha Husein yang mengatakan, bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini, Nabi Muhammad Saw. hanyalah seorang Rasul biasa seperti rasul-rasul sebelumnya, dengan tugas yang tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur, dan Nabi tidak pernah dimaksudkan mendirikan atau mengepalai satu negara. Islam tidak sejalan atau bertolak belakang dengan pendapat serupa ini. Dalam hal pandangan politik, Islam membenarkan pendapat Mohammad Husein Haikal yang berpendirian, bahwa dalam Islam tidak terdapat system ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat nilai etika bagi kehidupan ketatanegaraan.20 Islam memberi keleluasan terhadap manusia selaku khalifah di muka bumi ini, yaitu manusia mengemban amanat Allah untuk mengatur dan membuat rasa aman di muka bumi ini.Oleh karena itu supaya tidak terjadi pertumpahan darah dan perusakan di
alam dunia ini, maka manusia baik secara
individu atau kelompok memilih orang-orang yang terbaik untuk memerintah dan mengatur kondisi masyarakat atau negara, agar tercapai tujuan kedamaian dan keamanan di masyarakat (negara). Islam tidak memberi atau memaparkan bentuk pemerintahan yang khusus, melainkan memberikan prinsip-prinsip yang tidak boleh ditinggalkan dalam sebuah pembentukan negara (politik).Seperti: prinsip keadilan, musyawarah, persamaan, ketaatan kepada pemimpin, konsultasi dan kebebasan dalam beragama.
20
Ibid., hlm.455-456.
15
Penutup Berdasarkan paparan tersebut, dapat dikemukakan catatan analisis sebagai penutup sebagai berikut: 1. Baik secara normatif (berdasarkan al Quran dan al Sunah) maupun secara
historis (praktik
kehidupan dalam sejarah) Islam memiliki perhatian yang besar terhadap masalah politik. Perhatian ini ditujukan dalam rangka menciptakan keadaan masyarakat yang aman, tertib, damai, harmonis, dan sejahtera lahir dan batin 2. Secara fakta sejarah bahwa kehidupan politik sejak para khulafaur rasyidin yang empat terutama khalifah yang ke tiga daan keempat memberikan pengaruh terhadap perbedaan yang kuat dalam masalah teologi Islam. 3. Di dalam Islam terdapat berbagai istilah yang berkaitan dengan masalah politik antara lain kata-kata pemimpin, pelindung, penguasa, pemegang kekuasaan, pemimpin keagamaan, dan pemimpin dalam arti luas. Adanya berbagai istilah tersebut menunjukkan, bahwa Islam menetapkan sebuah bentuk struktur atau system politik tertentu untuk digunakan oleh seluruh dunia, melainkan menganut paham yang lebih fleksibel, akomodatif, dan sesuai keadaan masyarakat. Islam lebih mementingkan moral, etika dan spiritual politik. 4. Fakta sejarah, membuktikan dengan jelas bahwa Islam tidak menganut system ketatanegaraan tertentu. Islam sama sekali tidak mempersoalkan bentuk atau system ketatanegaraan tersebut, Hal yang demikian ditempuh, karena jika Islam menetapkan system ketatanegaraan tertentu, dan system tersebut tidak cocok bagi masyarakat Islam di suatu negara tertentu, maka berarti Islam telah mempersulit umatnya. Keadaan ini tidak ditempuh oleh Islam, karena tidak sejalan dengan prinsip Islam yang fleksibel, sesuai dengan zaman dan tempat, tidak menyusahkan orang dan seterusnya sebagaimana telah tampak jelas dalam karakteristik ajaran Islam. Istilah Studi Islam,yang di dunia Barat dikenal dengan istilah Islamic Studies,dalam dunia Islam dikenal dengan Dirasah Islamiyah. Studi Islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya. Yang dimaksud dengan pendekatan historis adalah meninjau suatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan serta menganalisisnya dengan menggunakan metode analisis sejarah.
16
Daftar pustaka 1.
Nasution,
Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, (Jakarta:UI Press,1979), cet I,
2.
Nata ,Abudin, Metodologi Studi Islam , ed. rev. (Jakarta,:Rajawali Pers, 2011)Cet. ke 18
3.
Nata,Abudin, Studi Islam Komprehensif,edisi I cet I, (Jakarta :Kencana, 2011)
4.
Rais,Muhammad Dhiauddin, Teori Politik Islam, Terj. (Jakarta: Gema Insani Press,2001), cet. I.
5.
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama,2001), Cet. I,
6.
Inu Kencana Syafiie,Pengantar Ilmu Politik, (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2009) cet. I,
7.
Taufiq Abdullah,sejarah dan Masyarakat,(Jakarta:pustaka Firdaus,1987)
8. 9.
Nasution, Prof. Dr. H. Khoiruddin. Pengantar Studi Islam.Yogyakarta: ACAdeMIA+Tazzafa. 2010 http://makalahkuliahjurusanpai.blogspot.com/2011/04/pendekatan-historis-dalam-studi-islam.html,
10.
http://stydyislam.blogspot.com/2012/01/pendekatan-dalam-studi-islam-pengertian.html, 23-09-2014, 14.50
11.
John M.Echol and Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cet XX; Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal 299
12.
Ebta Setiawan , KBBI ofline versi 1.1 freeware, 2010
17