DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ………………………………………………………….
i
Daftar Isi ………………………………………………………………..
ii
Daftar Tabel …………………………………………………………….
iii
Daftar Gambar ………………………………………………………….
iv
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............…………………………………..
1
1.2. Rumusan Masalah ……………………………………….
5
1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………….
6
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ...........................................
6
1.5. Sistimatika Penyajian ................................................
6
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Political Voluntarism……………………………………
8
2.1.1. Pengertian Politik..…….…………………………..
8
2.1.2. Pengertian Voluntarism......................………..…
9
2.1.3. Pengertian Political Voluntarism ………….……….
12
2.2. Pemilu …………………………………………………….
12
2.2.1. Pengertian Pemilu…………………………………..
12
2.2.2. Sistim Pemilu ……………………………………….
13
2.2.3. Sejarah Pemilu Indonesia …………………………
14
2.3. Organisasi Kepemudaan……………………………….
17
2.3.1. Pengertian Organisasi ……………………………..
17
2.3.2. Organisasi Kepemudaan ………………………….
19
2.3.3. Organisasi Kepemudaa Bidang Keagamaan …..
20
2.3.4. Pengertian Kabupaten ……………………………
28
2.3.5. Pengertian Masyarakat Adat …………………….
33
2.3.6. Sekilas Budaya Manggarai ………………………
34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian……… ……………………………..
41
3.2. Metodologi dan Rancangan Penelitian .................
41
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian .............................
42
3.4. Populasi dan Sampel ........................................
51
3.5. Metode Pengumpulan Data ...............................
52
3.6. Instrumen Pengumpulan Data ............................
52
3.7. Prosedur Penelitian ..........................................
53
3.8. Teknik Analisis Data ........................................
53
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Data …………………………………………….. 54 4.1.1. Kelompok Masyarakat Adat.………………………..
54
4.1.2. Kelompok Pendidikan……………………………….
72
4.1.3. Kelompok Keagamaan………………………………. 87 4.2. Pembahasan ……………………………………………....
104
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ……………………………………………….. 105 5.2. Rekomendasi dan Saran ............………………………… DAFTAR PUSTAKA
111
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Hajatan pesta demokrasi nasional yakni pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 sudah berakhir. Dalam konteks nasional, rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan tertinggi telah berhasil memilih wakil-wakilnya
yang
terbaik untuk duduk di Seyanan. Dalam perhelatan pemilu legislatif, partai PDI Perjuangan berhasil mendapat kursi terbanyak di DPR pusat. Para wakil rakyat yang telah terpilih diharapkan menjadi penyuara aspirasi rakyat demi terwujudnya kesejatraan bangsa. Selanjutnya dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden tampil dua kekuatan politik yang bersaing ketat antara kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan Prabowo subianto–Hatta Rajasa. Selama proses pemilu Presiden berlangsung rivalitas antara kedua kekuatan ini sungguh sangat menegangkan. Namun sebagai bangsa yang besar dan ditopang oleh kedewasaan berpolitik yang semakin matang, rakyat Indonesia berhasil keluar dari ketegangan itu dan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dipilih oleh rakyat menjadi Presiden dan Wakil Presdien. Dalam skop yang lebih kecil Kabupaten Manggarai Timur, atmosfir yang sama yakni hingar bingar perhelatan pesta demokrasi pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 yang lalu juga terasa. Bahkan atmosfir hajatan pesta rakyat yakni pemilu terasa lebih panjang di Kabupaten Manggarai Timur, karena sejak tahun 2013 hajatan pesta demokrasi sudah mulai dilaksanakan. Dimulai dengan pemilukada Gubenur dan Wakil Gubenur NTT, Lanjut dengan Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati 1
Kabupaten Manggarai Timur, selanjutnya pemilu legislatif dan berpuncak pada pemilu Presiden dan Wakil Presdiden. Satu catatan penting yang sangat terjaga dari seluruh rangkaian perhelatan pesta demokrasi di Kabupaten Manggarai Timur adalah bahwa seluruh perhelatan itu berlasung dalam suasana aman, damai dan tertib. Dikatakan catatan fakta yang masih terjaga, karena suasana harmoni-damai dalam pemilu sudah terasa sejak pemilu pertama dilaksanakan di Kabupaten Manggarai Timur. Sejak Pemilu pertama dilaksanakan tahun 2008/2009, suasana gaduh, demo, kerusuhan, konflik bahkan pertumpahan darah belum sekalipun terjadi. Jelas ini fakta yang membagakan. Sebuah Prestasi yang luar biasa yang diaktori oleh KPU Kabupaten Manggarai Timur, dan didukung oleh pemerintah, Panwaslu, partai politik dan segenap elemen masyarakat. Lalu pertanyaan yang paling menukik adalah mengapa setiap hajatan pemilu di kabupaten Manggarai Timur selalu berlangsung aman? Bila dibandingkan dengan tiga kabupaten di Manggarai Raya kenapa hanya di Manggarai Timur saja harmoni-damai dalam pemilu masih terjaga? Pada hal masyarakat dari ketiga kabupaten ini lahir dari kandung sejarah nenek moyang yang sama, di pengaruhi oleh adat istiadat budaya yang sama dan mengalami kehidupan di satu tanah yang sama yakni kuni agu kalo tanah Manggarai.Pasti ada suatu keunikan – khas Manggarai Timur yang mungkin diperankan oleh KPU, partai atau elit politik atau kekuatan lain di luar penyelenggara dan partai yang hidup di Manggarai Timur yang terabaikan namun punya peran fundematal dalam merendah harmoni-damai pemilu. Bila dicermati dari segi penyelenggara pemilu jelas sangat mudah dinilai. Bahwa integritas dan kompetensi seorang penyelenggara pemilu yakni KPU adalah garansi yang paling fundamen untuk meredam pontensi konflik dalam pemilu. Dan dalam rangkain pelaksanaan pemilu 2013 – 2014 pengakuan tulus dari 2
tokoh-tokoh partai, pemerintah, tokoh masyarakat dan tokoh agama bahwa KPU Kabupaten Manggarai Timur sudah memainkan peranya dengan tepat. Aspek integritas, kompetensi dan penekanan pada pelayanan yang sudah dilaksanakan oleh KPU Kabupaten Manggarai Timur merupakan kekuatan ampuh untuk mencekal potensi terciptanya kekacauan dalam pemilu. Pertanyaan paling merangsang adalah adakah kekuatan non-partisan hidup di Manggarai Timur yang lahir dari kesukarelaan politik (Politic voluntarism) dan sangat kuat merangkai simpul-simpul terciptanya harmoni-damai dalam pemilu? Selama pemilu berlangsung adakah orang atau kelompok yang dengan sukarela menggalang kekuatan untuk menciptakan suasana politik yang damai dan suasana kemasyarakatan yang lega? Pertanyaan ini muncul karena dipicu oleh tema riset yang ditawarkan oleh KPU Propinsi kepada KPU Manggarai Timur yakni Kesukarelaan Politik (Politic Voluntarism). Alasan mendasarnya adalah karena Kabupaten Manggarai Timur adalah salah satu kabupaten di NTT yang pelaksanaan pemilunya paling aman. Tema riset ini menjadi sangat menarik karena belum ada orang yang melakukan studi khusus tentang mengapa pemilu di Manggarai Timur selalu berlangsung aman. Tema riset ini merangsang akal untuk melakukan studi ilmiah yang lebih mendalam tentang denyut nadi kehidupan komunal masyarakat Manggarai Timur terutama selama perhelatan pemilu 2013/2014 berlangsung. Bertitik tolak dari pertanyaan-pertanyaan panduan di atas , kami mencoba menelisik lebih jauh untuk mencari kelompok non partisan (tidak terikat pada parpol/tim sukses kandidat), yang memiliki visi dan orientasi perubahan politik, dan mempunyai agenda aksi menyuburkan atmosfir politik yang kondusif, dan mencerahkan rasionalitas berpolitik masyarakat. Setelah melalui pencarian dan pengumpulan informasi, kami berani 3
mengakatan bahwa pada pemilu 2013/2014 tidak ada kelompok masyarakat sipil, seperti LSM di bidang demokrasi yang berperan sebagai aktor penggerak politik voluntaris di Manggarai Timur. Tidak ada kelompok yang terorganisir secara rapi yang menjadi aktor intelektual dari gerakan memperbaiki sistem pemilu yang lebih demokratis dan mendukung kandidat yang membawah perubahan dalam masyarakat. Lalu di manakah kekuatan voluntaris politik itu berada? Lewat diskusi yang mendalam bersama rekanrekan Komisioner KPU Kabupaten Manggarai Timur, kami menemukan tiga pilar dasar penggerak politik voluntaris di Manggarai Timur. Ketiga pilar itu adalah agama, pendidikan dan budaya/adat istiadat. Titik pijaknya adalah bahwa agama, pendidikan, dan budaya adalah pilar dasar dimana masyarakat hidup dan berada. Agama, pendidikan dan budaya adalah kekuatan yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan manusia. Ketiga kekutan ini menuntun sekaligus membentuk manusia mejadi manusia yang beriman, berilmu dan berbudaya. Masyarakat Manggarai Timur juga hidup dan dipengaruhi oleh ketiga pilar tersebut. Ketiga pilar tersebut menuntun dan membimbing masyarakat dalam berbagai segi kehidupan. Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama, pendidikan dan budaya adalah kekuatan terdepan dan yang paling dasariah dalam membentuk sikap, kepribadian, sekaligus menjadi panduan langkah hidup dalam berbagai segi kehidupan setiap insan masyarakat Manggarai Timur. Salah satu segi kehidupan yang digeluti oleh masyarakat Manggarai Timur adalah kehidupan politik terutama perhelatan pemilu.
Lalu bagaimana nilai-nilai agama,
pendidikan dan budaya menjadi simpul kekuatan penggerak harmoni aman – damai dalam pemilu? Melalui ajaran agama yang disampaikan oleh para pemimpin agama seperti Pastor, Pendeta dan Imam Mesjid umat beragama dipandu tentang bagaimana 4
berpolitik yang benar dan santun. Melalui pendidikan yang disampaikan oleh guru-guru di sekolah setiap insan dibekali pengetahuan bagaimana berpolitik yang cerdas. Melalui nilai-nilai budaya yang dihidupi dan disampaikan oleh tua-tua adat, Masyarakat adat dituntun, bahwa hubungan darah – kekerabatan yang sudah kental tidak boleh dikikis oleh kepentingan politik yang sempit. Jadi jelas ketiga pilar yakni agama, pendidikan dan budaya memberi sumbangsi yang sangat fundamental bagi terwujudnya harmoni amandamai pemilu di Manggarai Timur. Selanjutnya, dari ketiga pilar tersebut, siapakah aktor penggerak dari gerakan sukarelawan politik? Dari pemaparan di atas jelas tersaji bahwa pemimpim agama, guru dan pemimpin adat adalah penggerak dari terwujudnya suasana aman-damai dalam pemilu di Manggarai Timur. Pemimpin agama , guru dan pemimpin adat telah bersama-sama membangun simpul-simpul kekuatan yang menuntun masyarakat Manggarai Timur merajut harmoni aman dan damai dalam pemilu 2013/2014. Karena itu berdasarkan latar belakang kajian yang telah kami paparkan di atas kami merumuskan judul riset adalah: PERAN PEMIMPIN AGAMA, GURU DAN PEMIMPIN ADAT DALAM MEWUJUDKAN GERAKAN KESUKARELAAN POLITIK DI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR . Kami menyadari judul ini adalah hipotesis yang perlu pembuktian faktual. Karena itu lewat wawancara dan quisioner yang telah kami lakukan secara jujur dalam riset ini, pembaca akan menemukan jawaban dari hipotesis judul diatas. 1.2.
RUMUSAN MASALAH Agenda utama dari riset ini adalah mencari dan menemukan aktor atau kelompok non partisan penggerak kesukarelaan politik di Kabupaten Manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Dari latar belakang 5
yang sudah dipaparkan diatas tersaji inti permasalahan yang akan digarap dalam riset ini. Benang merahnya dapat dirumuskan demikian: “ Sejauh manakah Pemimpin agama, guru dan pemimpin adat mengambil peran sentral dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014 “ ? 1.3.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pemimpin agama, guru dan pemimpin adat dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai Timur pada pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014.
1.4.
RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang likup penelitian ini adalah mendalami seputar peran Pemimpin agama, guru dan pemimpin adat dalam menggerakan energi kesukarelaan politik (Political Voluntarism) masyarakat manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Lembaga agama dan pemimpin agama yang digarap dalam penelitian ini adalah lembaga dan pemimpin agama yang hidup di Kabupaten Manggarai Timur yakni agama Katolik, Islam dan Protestan. Dalam lingkup agama Katolik riset akan mendalami peran Pastor atau imam Gereja Katolik sebagai aktor penggerak kesukarelaan politik umat Katolik. Dalam Llingkup agama Islam riset akan mendalami peran imam mesjid sebagai aktor penggerak kesukarelaan politik umat islam. Dalam lingkup agama Protestan riset akan menggarap peran Pendeta sebagai aktor penggerak kesukarelaan politik umat Protestan. Dalam lingkup dunia pendidikan wilayah penelitian adalah menggarap peran guru Sekolah Menengah Atas dalam menyebarkan energi kesukarelaan politik bagai siswa pemilih pemula dan pemilih potensial. 6
Selanjutnya dalam lingkup dunia adat riset akan mendalami paran tua adat sebagai aktor penggerak kesukarelaan politik masyarakat adatnya. 1.5.
SISTEMATIKA PENYAJIAN Garapan riset ini akan disajikan dalam lima bab. Dengan rincian penyajian adalah sebagai berikut : BAB I Pendahuluan : meyajikan tentang latar belakang, ruang lingkup penelitian dan tujuan penelitian BAB II Landasan Teori: menyajiakan teori-teori yang berkaitan dengan tema riset ini yakni pemilu, pendidikan, agama dan adat istiadat masyarakat Manggarai Timur. BAB III Metode Penelitian : terutama menyajikan metode yang dipakai dalam melakukan riset ini. BAB IV Pemimpin Agama, Guru dan Pemimpin Adat adalah penggerak Kesukarelaan Politik di Kabupaten Manggarai Timur : bab ini merupakan baba inti . Dalam bab ini akan disajikan hasil wawancara kepada peimpin agama (Katolik, Islam dan Protestan), Guru Sekolah Menengah Atas dan para Pemimpin adat atau Tua-tua Gendang. Bab ini juga menampilkan hasil Quisioner dalam bentuk tabel yang disebarkan ke masyarakat adat, kaum muda agama ( Katolik, Islam dan Kristen Protestan) dan pemilih potensial di SMA. Kajian penting bab ini adalah menemukan jawaban atas hipotesis: PERAN PEMIMPIN AGAMA, GURU DAN PEMIMPIN ADAT DALAM MEWUJUDKAN GERAKAN KESUKARELAAN POLITIK DI KABUPATENMANGGARAI TIMUR . BAB V Merupakan bab penutup yang menyajikan kesimpulan dan saran
7
BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1. Political Voluntarism 2.1.1. Pengertian Politik Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles), politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara, politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat, serta politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik. (Wikipedia.org;Selasa, 21 Juli 2015). 8
2.1.2 Pengertian Voluntarism Voluntarism is sometimes used to mean the use of, or reliance on voluntary action to maintain an institution, carry out a policy, or achieve an end.[1] In this context the word voluntary action means action based on free will, which in turn means action which is performed free from certain constraints. The constraint of (government) coercion is often considered in this context, where it remains the question what constitutes coercion. (Wikipedia.org;Selasa, 21 Juli 2015). Pengertian voluntarism tersebut jika diterjemahkan secara bebas sebagai berikut : voluntarism biasanya digunakan untuk menjelaskan arti sesuatu, atau kepercayaan pada sikap voluntir dalam mempertahankan oragnisasi/institusi, membawa kebijakan, atau mencapai tujuan akhir. Pada konteks ini, aksi voluntir menujukkan aksi yang didasari oleh kemauan yang bebas, atau dalam arti lain merupakan aksi yang dibuat secara bebas tanpa paksaan. Ketidakleluasaan (pemerintah) dalam memaksan voluntir juga dapat dipertimbangkan dalam konteks voluntir ini, yang pada gilirannya menyisakan pertanyaan apa yang dipaksakan oleh Undang-Undang terhadap voluntir ini. Voluntarismei adalah paham yang menyatakan bahwa kehendak adalah kunci untuk segala yang terjadi dalam hidup manusia.Kehendak manusia memiliki kontrol penuh atas apa yang ia anggap baik dan benar (Tjahjadi, Simon Petrus L. 2004 : 330332). a.
Asal Volunterisme Istilah ini berasal dari bahasa Latin voluntas yang artinya 'kehendak'. F. Toennies adalah orang yang pertama kali memperkenalkan istilah ini pada tahun 9
1883. Ketika itu, Tonnies sedang melakukan kajian atas pemikiran Spinoza. Menurutnya, voluntarisme bertolak belakang dengan rasionalisme yang sedang berkembang saat itu. Jenis-Jenis Voluntarisme dibedakan atas beberapa jenis antara lain sebagai berikut : 1) Voluntarisme Metafisis Voluntarisme metafisis adalah paham voluntarisme yang memandang bahwa kehendak adalah inti terdalam dari realitas. Filsuf yang mendukung pandangan ini misalnya Schopenhauer dan Eduard von Hartmann. Schopenhauer mengatakan bahwa dasar paling fundamental yang mengatur segala hal di dunia bukanlah rasio atau moral melainkan kehendak. Lebih jelasnya, Schopenhauer mengatakan bahwa kehendak untuk hidup adalah hakikat dari segala realitas di dunia. 2) Voluntarisme Psikologis Paham voluntarisme model ini menyatakan bahwa kehendak memiliki posisi lebih tinggi dibandingkan intelek manusia. Misalnya saja, Yohanes Duns Scotus menyatakan bahwa intelek hanya merupakan tambahan bagi kehendak. 3) Voluntarisme Teologis Paham ini percaya bahwa tatanan dunia dan segala hal di dalamnya bergantung mutlak pada kehendak Allah.Contoh teolog yang termasuk jenis ini dalam taraf tertentu adalah Martin Luther dan William Ockham. Mereka menjadikan seluruh hukum moral tergantung pada kemauan Allah. 4) Voluntarisme Epistemologis 10
Voluntarisme model ini berasal dari pemikiran Kant. Kant mengatakan bahwa akal budi praktis lebih unggul ketimbang akal budi teoretis. 5) Voluntarisme Etis Paham voluntarisme etis ini didasarkan pada pemikiran Friedrich Nietzsche. Menurut Nietzsche, kehendak untuk berkuasa adalah nilai tertinggi yang harus dicapai oleh manusia. 6) Voluntarisme Sejarah Voluntarisme sejarah menyatakan bahwa kehendak manusia adalah faktor utama berjalannya sejarah. Pandangan model ini amat bertentangan dengan pandangan Marxisme terhadap sejarah. b. Pandangan Filsafat Volunterisme Voluntarisme adalah istilah yang diterapkan pada aliran-aliran filosofis yang dengan cara apa saja condong kepada kehendak ketimbang intelek (bertentangan dengan intelektualisme). Namun, voluntarisme dapat terjadi dengan banyak cara yang berlainan. Menurut voluntarisme metafisis, realitas dalam intinya yang terdalam adalah kehendak (Schopenhauer, Eduard von Hartmann). Voluntarisme psikologis tidak berjalan sejauh itu, akan tetapi voluntarisme psikologis sungguh mengunggulkan kehendak atas intelek (Henry of Ghent: Intelek pasif semata-mata dan objeknya tunduk kepada objek kehendak. Duns Scotus, dengan cara lebih moderat: Intelek adalah sebab tambahan bagi kehendak, namun kebenaran tidak tergantung pada kehendak). Voluntarisme psikologis biasanya diperluas sampai ke voluntarisme teologis (hakikat keindahan adalah cinta Allah.Tatanan alam dan 11
hukum moral sebagian tergantung pada kehendak Allah).Martin Luther dan dalam arti tertentu William Ockham menjadikan seluruh tatanan moral tergantung pada kemauan Allah. Menurut Luther, Allah tidak bisa diketahui, sebab Dia adalah kehendak mutlak. (Tjahjadi, Simon Petrus L. 2004 : 330-332) c. Politics Voluntary (Sukarelawan Politik) Sukarelawan politik adalah gerakan/aktifitas dari orang (actor)/kelompok orang yang bersifat idependen untuk mencapai tujuan perubahan kondisi politik yang lebih baik dengan cara mendudukung rezim, parpol atau kandidat tertentu yang dinilai dapat membawa perubahan politik yang lebih baik (demokratis, adil, sejahtera,dll).
Gerakan
ini
berusaha
menciptakan
suasana
politik
dan
kemasyarakatan yang lega (Kleden,Ignas: Kembalinya Voluntarime Dalam Politik: Tempo 15 -21 Desember 2014). 2.1.3. Pengertian Political Voluntarism (Kesukarelaan Dalam Berpolitik) Dalam pedoman Riset KPU tentang political vluntarism kesukarelaan berpolitik (2015:2) dijelaskan bahwa political vluntarism/kesukarelaan berpolitik berpengaruh luas dalam kehidupan berpolitik. Absennya kesukarelaan warga dapat merusak sendi-sendi demokrasi. Dalam jangka pendek, biaya politik mahal menjadi resiko yang harus ditanggung karena segalanya serba berbayar. Dalam jangka panjang, korupsi menjadi virus endemik yang pasti menyerang. Sebaliknya, tatanan demokrasi akan semakin kuat apabila kesukarelaan warga tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Jadi berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa political vluntarism/kesukarelaan berpolitik merupakan aksi yang didasari oleh kemauan yang
12
bebas, atau dalam arti lain merupakan aksi yang dibuat secara bebas tanpa paksaan dalam berpolitik warga negara. 2.2. Pemilu 2.2.1. Pengertian Pemilu Pemilihan Umum (pemilu) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat memilih pemimpin politik secara langsung. Yang dimaksud dengan pemimpin politik disini adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen) baik di tingkat pusat maupun daerah dan pemimpin lembaga eksekutif atau kepala pemerintahan seperti presiden, gubernur, atau bupati/walikota (Modul Pendidikan Pemilih KPU RI, Buku 1, 2010:1). 2.2.2. Sistim Pemilu a.
Sistim Distrik Sistim Distrik biasa disebut juga single member constituency. Pada intinya sistim distrik merupakan sistim pemilihan dimana suatu negara dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya sama dengan jumlah wakil rakyat yang akan dipilih dalam suatu lembaga perwakilan.
b.
Sistim Proporsional Sistim proporsional pada dasarnya lahir untuk menjawab kelemahan dari sistim distrik. Sistim proporsional merupakan sistim pemilihan yang memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan. Dengan sistim ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang memiliki penduduk yang lebih besar akan memperoleh kursi lebih banyak di suatu daerah pemilihan, begitu pun sebaliknya. 13
c.
Sistim Campuran Sistim ini menggabungkan kedua sistim yang telah dijelaskan terdahulu (sistim distrik dan sistim proporsional) dimana setengah dari anggota parlemen dipilih melalui sistim distrikdan setengahnya lagi melalui mekanisme proporsional sehingga pada gilirannya akan ada keterwakilan sekaligus terdapat kesatuan geografis. (Modul Pendidikan Pemilih KPU RI, Buku 1, 2010:3)
2.2.3. Sejarah Pemilu di Indonesia a.
Pemilu Tahun 1955 Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Pemilihan Umum yang diadakan sebanyak dua kali yaitu pertama pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante. Sejak berdirinya negara Indonesia, Bapak Hatta telah memikirkan untuk segera melakukan pemilu sesuai maklumat X tanggal 3 November 1945. Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal yaitu belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu dan belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.
14
Pemilu tahun 1955 memilih 257 anggota DPR dan 514 anggota konstituante (harusnya 520 anggota, namun irian barat memiliki jatah 6 kursi, tidak melakukan pemilihan) dengan 29 jumlah partai politik dan individu yang ikut serta. Pemilu ini dilaksanakan pada pemerintahan perdana menteri Burhanuddin Harahap, setelah menggantikan Perdana Menteri Ali Sastromidjojo yang mengundurkan diri. b.
Pemilu Tahun 1971 Setelah pemilu pertama tahun 1955, Indonesia baru melakukan pemilu kembali pada tanggal 5 Juli 1971, pertama di jaman Orde Baru dibawah pemerintahan Presiden Kedua Indonesia, Bpk (alm) Soeharto. Pada pemilu kali ini, terdapat 9 partai politik dan 1 organisasi masyarakat yang berpartisipasi.
c.
Pemilu Tahun 1977 – 1997 Pemilu pada periode ini, dilakukan setiap 5 tahun sekali, mulai tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 dengan 3 peserta yaitu Golongan Karya (GolKar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Partai Pembangunan Persatuan (PPP). Peserta pemilu kali ini lebih sedikit dibanding pemilu sebelumnya. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Dalam setiap kali digelar pemilu, partai golkar selalu menduduki peringkat pertama perolehan kursi di DPR dengan meraih lebih dari 62% suara dalam setiap gelaran pemilu, diikuti oleh PPP dan terakhir PDI. 15
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru. Pemilu ini dilakukan untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I, dan DPRD Tingkat II. d.
Pemilu Tahun 1999 Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama sejak zaman orde baru runtuh dan dimulailah era reformasi di Indonesia. Setelah tahun 1999, Indonesia pun kembali melakukan pemilu setiap lima tahun sekali secara langsung. Bahkan pemilu 2004 merupakan pemilu pertama kali di Indonesia dimana setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, dapat memilih langsung presiden dan wakilnya selain pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I, dan DPRD tingkat II. Selain itu, sejak pemilu 2004, juga dilakukan pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pada pemilu tahun 2004 dan 2009, ditetapkan parliamentary threshold (PT) sebesar 2.5%. Apabila partai politik yang
16
memperoleh suara dengan persentase kurang dari 2,50% tidak berhak memperoleh kursi di DPR. e.
Pemilu Tahun 2004 – 2014 Sejak pemilu tahun 2004 sampai dan puncaknya pada pemilu tahun 2014, seluruh rakyat Indonesia kembali akan melakukan pesta demokrasi terbesar yaitu pemilihan umum untuk menentukan tidak hanya anggota DPR, DPRD Tingkat 1, DPRD Tingkat 2, dan DPD, tetapi juga memilih presiden dan wakil presiden negeri ini. Pemilu legislatif akan dilakukan pada tanggal 09 April 2014 dan pemilu presiden akan dilakukan pada tanggal 09 Juli 2014. Khusu Pemilu Legislatif tahun 2014, dalam pelaksanaannya, terdapat 12 partai politik skala nasional
dan
3
partai
lokal
khusus
untuk
Provinsi
Nangroe Aceh
Darrusalam.(kpu.go.id, 18 Juli 2015). 2.3. Pengertian Organisasi Kepemudaan 2.3.1. Organisasi Pengertian organisasi pada dasarnya bermacam-macam. Menurut Kemala et.al.(2004), terdapat dua teori penstrukturan, teori pertama (Negotiated-order theory) berlandaskan pada pengertian struktur yang pertama yaitu struktur dinyatakan sebagai suatu hubungan formal yang abstrak, yang membatasi bagaimana tingkah laku sosial kita sehari-hari sedangkan teori kedua (Structuration) berlandaskan pada pengertian struktur yaitu sebagai suatu perilaku, interaksi, kebiasaan, dan perasaan yang teratur dan berpola. Pengertian kedua ini sangatlah bertentangan dengan pengertian pertama, dimana pengertian pertama melihat struktur sebagai suatu aksi atau tindakan yang berdiri sendiri dan sulit untuk dimengerti, pengertian kedua melihat bahwa struktur itu 17
merupakan suatu aksi atau tindakan yang sudah jelas dan dapat dimengerti. Walaupun kedua teori ini berbeda, namun pada dasarnya mereka sama-sama melihat struktur sebagai suatu proses dan bentuk, sehingga dapat disimpulkan bahwa struktur dapat dilihat sebagai alur tindakan atau aksi yang secara teratur dan sebagai tradisi yang sudah terbentuk yang merefleksikan dan membatasi tindakan atau aksi tersebut. Dengan penjelasan ini, maka teori penstrukturan melibatkan penyelidikan bagaimana perilaku dasar institusi dan aksi saling membentuk dan mempengaruhi satu sama lainnya. Dari penjelasan-penjelasan di atas, didapatkan kesimpulan bahwa sekuensial perubahan struktur (teori penstrukturan) dipengaruhi oleh institusi dan aksi secara bersamaan (paralel). Institusi menjadi awal tolak ukur perubahan struktur, sedangkan aksi menjadi batasan perubahan struktur tersebut. Secara umum, terdapat beberapa prinsip dasar organisasi (Sutarto, 1999) sebagai berikut : 1. Perumusan tujuan yang jelas Sebuah organisasi yang didirikan tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut harus dirumuskan secara jelas agar dapat dipahami oleh anggota organisasi. Hal ini dapat menambah keyakinan dan motivasi anggota organisasi dalam menjalankan tugas. Dan anggota organisasi dapat mengetahui beberapa hal antara lain : a. Hal-hal yang diharapkan organisasi dari anggota masing-masing. b. Hal-hal yang diharapkan anggota dari organisasi. c. Kesesuaian tujuan organisasi dengan tujuan pribadi anggota.
18
2. Pembagian tugas pekerjaan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam organisasi sangat banyak. Hal ini memerlukan pembagian tugas pekerjaan, baik dalam satuan-satuan organisasi, dan sub unit sampai dalam satuan pelaksana. Pembagian tugas ini dimaksudkan untuk meringankan beban masing-masing anggota. Jadi pembagian tugas pekerjaan merupakan aktivita untuk membagi tugas pekerjaan kedalam satuan tertentu atau dalam bagian-bagian yang khusus. 3. Delegasi kekuasaan Adalah penyerahan sebagian hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan, dari atasan kepada bawahan atau dari karyawan yang sederajat dalam suatu organisasi. 4. Rentangan kekuasaan Adalah asas yang berkenaan dengan penentuan jumlah bawahan atau tanggung jawab yang harus berada di bawah pengawasan pimpinan. 5. Tingkatan tata jenjang Adalah jumlah tingkatan menuntut kedudukan dari atas ke bawah yang tiap-tiap tingkatan terdapat pejabat dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab tertentu. 6. Kesatuan perintah dan tanggung jawab Adalah perintah dan tanggung jawab yang diterima setiap pelaksana hanya dari satu atasan saja sehingga saluran komunikasinya tegas. 7. Koordinasi Adalah kondisi keharmonisan hubungan orang-orang dan pekerjaannya dalam kerjasama yang selaras dan serasi yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Koordinasi dapat dilakukan dengan : 19
a. Integrasi : usaha menyatu padukan unsur kegiatan sehingga tercipta kesatuan yang utuh. b. Simplifikasi : usaha membuat pekerjaan yang ruwet menjadi mudah. c. Sinkronisasi : upaya menciptakan hubungan selaras, serasi dan seimbang antar orang-orang dalam organisasi 2.3.2. Organisasi Kepemudaan Dalam organisasi kepemudaan tercantum suatu tujuan yang harus dicapai sesuai dengan bentuk organisasi tersebut bergerak pada bidang apa dan bagaimana cara kerjanya. Bila dilihat dari tujuan organisasi kepemudaan yang ada pada saat awal kemerdekaan, suatu organisasi pemuda hanya bergerak dalam pendidikan dan seni budaya dan tidak terlalu jauh dari pada itu. Seperti halnya pada organisasi Boedi Oetomo yang direkrut sebagai angota hanya terbatas dalam suatu wilayah. Namun seiring dengan berjalanya waktu suatu oraganisasi berubah dan berkembang tujuannya dan terbuka mengenai hal-hal yang bersifat umum, namun suatu oraganisasi di tuntut untuk sangat peka terhadap lingkungan, kebijakan pemerintah, aparatur Negara, sosial dan keagamaan. Selain itu, organisasi kepemudaan juga merupakan lembaga nonformal yang tumbuh dan eksis dalam masyarakat antara lain ikatan remaja masjid, kelompok pemuda (karang taruna) dan sebagainya (Warastuti, 2006). Pengertian lain menyatakan organisasi kepemudaan adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi sehingga pada gilirannya organisasi kepemudaan memiliki tujuan terarah yang sesuai dan diharapkan menjadi wadah komunikasi dan pemersatu generasi muda, sebagai wadah penempatan diri bagi generasi muda. 20
2.3.3. Organisasi Kepemudaan Bidang Keagamaan a.
Orang Muda Katolik (OMK) Yang dimaksud dengan OMK menurut Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda (PKPKM) yang dikeluarkan Komisi Kepemudaan KWI adalah mereka yang berusia 13 s.d. 35 tahun dan belum menikah, sambil tetap memperhatikan situasi dan kebiasaan masing-masing daerah. OMK mencakup jenjang usia remaja, taruna dan pemuda. Kaum muda (youth) adalah kata kolektif untuk orang yang berada pada rentang umur 11-25 tahun. Sedangkan Komisi Kepemudaan mengambil batas 13-35 tahun. Rentang umur ini merujuk pada buku “Pendidikan Politik Bagi Generasi Muda dan Keputusan Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda No. 01/BK tahun 1982 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan Politik Bagi Generasi Muda” yang dikeluarkan oleh Kantor Menpora tahun 1985. Rentang umur tersebut menunjukkan bahwa kaum muda terdiri atas usia remaja sampai dengan dewasa awal. Rentang umur tersebut dikategorisasi lebih rinci demi efektivitas pendampingan . Kategorisasi tersebut sebagai berikut: 1. Kelompok usia remaja (13 - 15 tahun) 2. Kelompok usia taruna (16 - 19 tahun) 3. Kelompok usia madya (20 - 24 tahun) 4. Kelompok usia karya (25 - 35 tahun) Dalam pendampingan OMK harus dipandang sebagai pribadi yang sedang berkembang. Mereka memiliki ciri khas dan keunikan yang tak tergantikan, 21
kualitas, bakat dan minat yang perlu dihargai. Mereka mempunyai perasaan, pola pikir, tata nilai dan pengalaman tertentu, serta masalah dan kebutuhan yang perlu dipahami. Mereka memiliki hak dan kewajiban, tanggung jawab dan peran tersendiri yang perlu diberi tempat. Semua itu merupakan potensi untuk dikembangkan dalam proses pembinaan, sehingga kaum muda dapat berperan aktifpositif dalam kehidupan Keluarga, Gereja dan Masyarakatnya. Hendaknya OMK diberi kemungkinan, kesempatan, kepercayaan dan tanggung jawab sebagai subyek dan pelaku utama proses bina diri dan saling bina. Mereka bukan lagi bejana kosong yang perlu diisi atau lilin yang harus dibentuk menurut selera para pembina. Dengan demikian, segala bentuk pembinaan yang sifatnya menggiring, mendikte, mengobyekkan dan memperalat kaum muda demi suatu kepentingan di luar perkembangan diri mereka dan peran serta tersebut di atas haruslah dihindari dan dihilangkan. Hakekat pembinaan kaum muda, sebagai karya pastoral, adalah pelayanan dan pendampingan. Secara teritorial OMK, sebagai umat muda dalam suatu paroki adalah OMK
paroki, walaupun mereka
dapat juga menjadi anggota pelbagai
wadah/kelompok/organisasi/gerakan kategorial sesuai minat, bakat dan keinginan mereka. Dengan demikian, dimanapun mereka aktif dan melibatkan diri, bahkan juga bila sama sekali belum aktif, secara teritorial merupakan warga paroki setempat dengan OMK paroki sebagai “home base” (pangkalan induk) mereka. Oleh karena itu, OMK haruslah menjadi basis pembinaan serta sumber inspirasi dan motivasi untuk keterlibatan dalam berbagai wadah/ kelompok/organisasi/gerakan kategorial, baik intern maupun ekstern gerejawi. Apabila konsep akomodatif OMK 22
ini dipahami, maka pelbagai wadah/kelompok/organisasi/gerakan kaum muda katolik dalam berbagai tingkatan tidak perlu saling menganggap sebagai pesaing apalagi ancaman, melainkan justru sebagai kekayaan dan kekuatan OMK. b. Remaja/Pemuda Masjid (REMAS) Remaja masjid adalah perkumpulan pemuda masjid yang melakukan aktivitas sosial dan ibadah di lingkungan suatu masjid. Pembagian tugas dan wewenang dalam remaja masjid termasuk dalam golongan organisasi yang menggunakan konsep Islam dengan menerapkan asas musyawarah, mufakat, dan amal jama'i (gotong royong) dalam segenap aktivitasnya. Di Indonesia, organisasi pemuda remaja masjid seperti BKPRMI (Badan Komunikasi Pemuda remaja Masjid Indonesia, Tahun berdiri 1977), JPRMI (Jaringan Pemuda Remaja Masjid Indonesia, tahun berdiri 2003). Terdapat dua jenis organisasi kepemudaan Agama Islam yaitu Remaja Masjid dan Pemuda Masjid. Remaja Masjid memiliki kriteria rentang umur antara Usia 15 - 25 tahun, hanya Mampu menjadi Muadzin dan pembaca Acara Hari Besar Islam, serta hanya mampu membantu manajerial Dakwah dalam upaya memakmurkan Masjid. Sedangkan Pemuda Masjid memiliki kriteria usia antara Usia 25 - 40 tahun dan telah mampu menjadi Imam dan Khatib Salat Jama'ah serta memiliki kemampuan manajerial secara fiqud Dakwah Islamiyah. Komposisi yang mengisi struktur organisasi pengurus REMAS dan Pemuda Masjid yang lengkap umumnya terdiri dari Ketua Umum, Ketua Bidang Pembinaan Anggota, Ketua Bidang Kemasyarakatan, Ketua Bidang An-nisa', Sekretris Umum, Bendahara Umum, Wakil Sekum Bidang Pembinaan anggota, Wakil Sekum Bidang 23
Kemasyarakatan, Wakil Sekum Bidang An-Nisa', Wakil Bendahara Umum, Departemen
Dakwah,
Departemen
Pendidikan
&
Olahraga,
Departemen
Perpustakaan, Departemen Mading & Buletin (Jurnalistik), Departemen Humas, Departemen Sosial, dan Departemen An-Nisa'. c.
Organisasi Kepemudaan GMIT Jabatan Keorganisasian menurut tata aturan Gereja Masehi Injili Di timor (GMIT) Jabatan keoganisasian lingkup jemaat terdiri atas Jabatan pada kemajelisan, Jabatan pada badan pembantu pelayanan (BPP) dan
Jabatan pada penbantu
pelayanan (UPP). Jabatan kemajelisan berpola pada dan pada prinsip presbiterialsinodal yaitu dilaksanakan secara kolektif dengan jiwa saling menunjang dan saling melengkapi sebagai wujud tanggung jawab timbal balik antara jemaat, klasis dan sinode. Kemudian Jabatan pada badan pembantu pelayanan (BPP) dibentuk oleh persidangan majelis jemaat atas rekomendasi persidangan untuk membantu penyelenggaran pelayanan oleh majelis dalam bidan tertentu. Sedangkan Jabatan pada unit pembantu pelayanan (UPP) dibentuk oleh majelis jemaat sebagai unit pelayanan lingkup jemaat unutk melaksanakan tugas majelis jemaat pada kategorial dan funsional dan profesional tertentu. Pejabat pada kemajelisan dan pejabat pada badan pembantu pelayanan (BPP) adalah prebister sedangkan pejabat pada unit pembantu Pelayanan (UPP) diangkat oleh prebister dan/atau anggota jemaat non prebister. Majelis jemaat adalah badan pelayanan jemaat yang menjalakan funsi keorganisasian yang memimpin dan mengoordinasikan pelayanan jemaat. Anggota 24
majelis jemaat terdiri dari semua anggota sidi jemaat dan telah dipilih dan ditabiskan dalam pelayanan penatua, diaken dan pengajar ditambah pendeta yang ditempatkan oleh MS GMIT. Majelis jemaat terbentuk sesudah pentabisan penatu dan diaken serta pengajar. Majelis jemaat terbentuk diri dan pelaksanaan tugas kepemimpinan dalam rapat majelis jemaat. Menurut aturan seharusnya majelis jemaat mengadakan rapat paling kurang tiga kali setahun. Diluar majelis jemaat tidak berfunsi. Sebagai badan pemimpin jemaat maka majelis jemaat memiliki dua tugas penting yaitu merencanakan kepemimpinan dan pelayanan serta mengakomodir pelaksanakan pelayanan. Dalam jemaat. Kedua tugas itu dilaksanakan melalui persidangan majelis jemaat. Supaya sidang majelis jemaat dapat berlangsung dengan baik maka sinode GMIT menetapkan asa kerja yaitu presbiterial – sinodal yang menekankan kemajelisan, kebersamaan, kesetaraan dalam pemusyaaratan, jadi dalam sistim presbiterial sinodal, sidang merupakan kata kunci bagi kebersamaan yang mencari dan merumuskan kehendak Allah Tritungal. Dalam praktek ada kendala dalam melaksanakan asas presbiterial sinodal antara lain usia dan usia kerja dalam jemaat, budaya (soal gender) kendala sosial (jabtan dalam masyarakat asli dan pendatang) Hasil rapat jemaat umumnya dituangkan dalam program pelayanan dilengkapi APBJ dan dan keputusan non program yang menyangkut hal teknis kepemimpinan dan koordinasi dan kebijakan lainya. Materi rapat untuk meyusun program diperoleh, sebagai konsep, dari majelis jemaat harian , UPP kategorial-funsional,profesional. Dll. Untuk 25
kelancaraan tugas tugas kepemimpinan dan pelayanan maka majelis jemaat menetapkan, menata dan membentuk hal-hal yang menunjang pelaksanaan pelayanan yaitu menata jemaat dan rayon . Menetapkan adanya kantor dan sistim kerja di kantor dan tenaga tata usaha serta fasilitas penunjangnya. Mengatus pembagian tugas para pendeta (kalau lebih dari satup pendeta menetapkan pengajar, penatua diaken ditiap rayon. Merencanakan bentuk pelayanan lain sesuai kebutuhan dalam jemaat. Dan dalam masyarakat. Majelis jemaat membatu mejelis jemaat harian untuk melaksanakan tugas kepemimpinan sehari-hari. Majelis jemaat majelis jemaat harian bertanggung jawab kepada majelis jemaat pada persidangan MJ. Dengan kata lain majelis jemaat harian adalah alat kerja majelis jemaat dan bertanggung jawab kepada mejelis jemaat.sekali pun mejellis jemaat harian juga memiliki kewenangan unutk memutuskan hal-hal yang belum diatur oleh majelis jemaat dengan kewajiban untuk melaporkan kepada mejelis memaat dalam rapat berikut. Tugas mejelis jemaat harian adalah melaksanakan tugas administrasi MJ, memimpin
dan
mengawasi
pelaksanaan
progaram
pelayanan
jemaat,
mengkoordinasi pelaksanaan tugas, UPP, mentusun konseb anggaran dan pendapatan jemaat, megelola dan mengawasi pembendaharaan GMIT. Yang ada di jemaat, merencanakan dan melaksanakan sidang MJ, dan persidangan jemaat. Teknis nya dapat dirinci sebagai berikut : menyipkan alak kerja (buku catatan), mejelaskan alur laporan kerja dan hasih kerja penatua diaken di rayon, mengawasi pelayanan rayon, menyiapkan alat kerja bagi UPP kategorial, funsional, temaksuk 26
keuangan untuk dibukukan, meminta laporan pelayanan dan hasil pelayanan dari rayon da UPP, kategorial, funsional termaksud keuangan unutk di bukukan, mengadakan hubungan kerja dan menyelaisaikan tugas-tugas kejemaatan dengan dengan jemaat GMIT. Lainya, dengan mejelis klasik dan mejelis sinode, mengelola dan melaksanakan pelayanan yang diadakan terousat digedung ibadah ( kebaktian hari minggu, pelayanan sakramen, pelayanan khusus) dan bersama dengan penatua diaken yang bertugas di rayon, mengatur pelayana khusus, di rayon, mengeatur dan menyebar informasi pelayanan, menerima dan meyebar informasi pelayanan, menerima dan melayani permintaan warga dibidang organisasi administrasi, mempersiapkan segala hal, bagi lancarnya rapat mejelis jemaat, waktu, tempat dan agenda rapat. Materi rapat seperti surat masuk surat keluar, mesalah yang hendak dibahas termaksud meminta konseb program dari UPP kategorial dan funsional, dari penatua diaken di rayon, dari penatuan dan diaken dirayon, dan menyatukannya sebagai konseb PP Jemaat. Untuk kelancaraan tugas mejelis jemaat harian mengadakan rapat majelis harian sekurang kurangnya sekali sebulan. Penatua dalam GMIT memiliki tugas antara lain bersama dengan pendeta melaksanakan panca pelayanan, melaksankan kunjungan rumah tangga dan pelayanan pastoral secara mandiri dan/atau bersama dengan pejabat pelayanan lainya, ikut menjaga dan memelihara keuntuhan dan persekutuan jemaat sebagai keluarga Allah, ikut melaksanakan pelaynan terhadap kelopok keterogial dan funsional, memimpin kebaktian dan pemahanan alkitabiah di rumah tangga, serta memimpin kebaktian orang mati. 27
Penatua melaporkan pertanggung jawapkan kepada Tuhan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya melalui laporan majelis jemaat kepada persidangan jemaat. Sedangkan wewenang diaken antara lain melaksanakan pelayanan kasih, dalam dalam berbagai bentuk yaitu diakonia karikatif dan tranformasi, mengikuti persidangan jemaat dan turut mengambil keputusan, serta mengemban jabatan keorganisasian dalam majelis jemaat. Selain itu, Diaken bertugas untuk bersama dengan pendeta melaksanakan panca pelayanan, mendoakan, dan merawat anggota jemaat yang sakit, mengoganisasian pemberian bantuan bagi kaum miskin di dalam dan diluar jemaat, memfasilitasi pemberdayaan ekonomi anggota jemaat, bekerja sama dengan berbagai pihak didalam dan dilluar jemaat unutk menjelangaraan pendidikan formal dan informal dalam jemaat, serta mengoganisasikan bantuan hukum dan afokasi bagi korban kekerasan, ketidakadilan dan penindasan, serta pemberdayaan dan pedampingan hak-hak mayarakat baik yang berada didalam dan diluar jemaat. Selain Diaken, juga terdapat jabatan pengajar yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan kegiatan pengajaran dalam jemaat, mengikuti persidangan jemaat dan turut mengambil keputusan, mengawasi ajaran dalam jemaat, serta mengemban jabatan keorganisasian dalam mejelis jemaat. Sedangkan tugas pengajar adalah bersama-sama dengan pendeta unutk melaksanakan panca pelayanan, mengorganisasikan pelayanan pengajaran dalam jemaat, melaksanakan pengajaran iman kristen bagi anggota sidi dan kelompok kategorial funsional, serta bersama pendeta mempersiapkan dan membahas bahan-bahan peengajaran bagi anggota jemaat, terutama PAR dan katekasasi. 28
2.3.4. Pengertian Kabupaten a. Pengertian Pemerintah Kabupaten 1) Pemerintah Kabupaten Pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah memegang peranan yang paling utama disamping faktor nasyarakat, wilayah, maupun modal kerja. Di Indonesia, penyelenggaraan pemerintah daerah didasarkan pada prinsip– prinsip pemberian otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, yang dalam pelaksanaannya dilakukan bersama – sama dengan atas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan atas asas tugas perbantuan. Prinsip dasar hukum berdirinya pemerintah daerah tercantum dalam Undang - Undang Dasar1945 pasal 18 berbunyi : Pembagian daerah di Indonesia atas daerah besardan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang – Undang dengan mengingat dan memandang dasar permusyawaratan dalam sistim pemerintahan Negara dan hak– hak asal–usul dalam daerah daerah yang bersifat istimewa. Untuk pelaksanaan pemerintah di daerah, maka diterbitkan Undang– Undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah– daerah Propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing masing mempunyai pemerintahan daerah dengan tugas antara lain sebagai berikut : a) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 29
b) Menjalankan otonomi seluas – luasnya kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. c) Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya. d) Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. e) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. f) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan. g) Negara menghormati dan mengakui satuan – satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang – undang. h) Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Undang–Undang No 32 Tahun 2004, daerah otonom, selanjutnya disebut daerah,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistim Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mengetahui 30
suatu daerah mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : (1) Kemampuan struktural organisasi, yaitu struktur organisasi pemerintahan daerah yang mampu menampung segala aktivitas dan tugas – tugas yang menjadi tanggung jawabnya. (2) Kemampuan aparatur pemerintah daerah, aparat pemerintah mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, keahlian, moral, disiplin, dan kejujuran dapat menunjang tercapainya tujuan pemerintah daerah. (3) Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat, maksudnya dengan struktur organisasi dan kemampuan aparat pemerintah daerah menginginkan rakyat mau berperan serta dalam kegiatan pembangunan. (4) Kemampuan keuangan daerah, hal ini berkaitan dengan tercapainya semua kegiatan guna mencapai tujuan tertentu dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, untuk itu diharapkan untuk itu pemerintah diharapkan mampu membiayai semua kegiatan sebagai pelaksanaan pengaturan dan pengurusan rumah tangga sendiri. 2) Kabupaten Manggarai Timur a. Dasar Hukum Pembentukan Kabupaten dan Letak Geografis Kabupaten Manggarai Timur Kabupaten Manggarai Timur merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Manggarai,tepatnya pada tanggal 11 Nopember 2007. Secara formal-legal, pembentukan Kabupaten Manggarai Timur ditetapkan dengan 31
Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan kabupaten Manggarai Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 102, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725),dengan demikian Kabupaten Manggarai Timur menjadi salah satu Kabupaten dari Propinsi Nusa Tenggara Timur. Secara Astronomis Kabupaten Manggarai Timur terletak antara 08°, 14’- 09°,00 Lintang Selatan dan 120°, 20’-120°, 55’ Bujur Timur, dan berdasarkan posisi georgafisnya,kabupaten Manggarai Timur memiliki batasbatas sebagai berikut :
Sebelah Utara
:
Laut Flores
Sebelah Selatan
:
Laut Sawu
Sebelah Timur
:
Kabupaten Ngada
Sebelah Barat
:
Kabupaten Manggarai
Pola topografi ini sedikit banyak mempengaruhi bentuk tata guna lahan yang ada sebagai berikut :
Daerah Timur hingga barat kota Borong terutama sepanjang jalan lintas Flores merupakan daerah pemukiman penduduk dimana daerah ini mempunyai tingkat kemiringan yang relatif agak rendah.selain itu disekitar pemukiman penduduk dimanfaatkan oleh warga untuk lahan pertanian,seperti membuat sawah.
Lahan dengan tingkat kemiringan Tinggi
yang berada di Utara,Kota
Borong adalah daerah kawasan hutan lindung,disamping itu merupakan kawasan perkebunan kemiri,kopi dan cocoa,vanili. 32
b. Pertumbuhan Penduduk Jumlah Penduduk suatu suatu daerah menjadi salah satu tolak ukur pemerintah daerah dalam mengambil berbagai kebijakan strategis dalam pembangunan. Dengan data kependudukan yang benar, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, akan memperbesar tingkat keberhasilan suatu kebijakan yang nantinya tepat guna dan tepat sasaran. Jumlah penduduk Kabupaten Manggarai Timur berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah sebesar 258.931 orang, yang terdiri atas 128.375 laki-laki dan 130.556 perempuan. Penyebaran penduduk Kabupaten Manggarai Timur masih bertumpu di Kecamatan Borong
yakni sebesar
59.867 orang atau 23,12 persen, kemudian diikuti oleh Kecamatan Poco Ranaka sebesar 59 193 orang atau 22,86 persen,kemudian Kecamatan Kota Komba sebesar 48 898 orang atau 18,88 persen dan kecamatan lainnya di bawah sepuluh persen. c. Luas Wilayah Luas wilayah KabupatenManggarai Timur sekitar 2.518,55 kilometer persegi atau 100,00% yang didiami oleh 258.391 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Manggarai Timur adalah sebanyak 80 orang per kilometer persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Borong yakni sebanyak 565 orang per kilometer persegi sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Lambaleda yakni sebanyak 34 orang per kilometer persegi.
33
d. Persebaran Kepadatan Penduduk Distribusi penduduk Kabupaten Manggarai Timur dapat dikatakan tersebar tidak secara merata untuk masing-masing kecamatan. Kecamatan dengan jumlah penduduk paling banyak adalah Kecamatan Borong dengan 59.876 jiwa (23,12%), sedangkan Kecamatan Sambi Rampas merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit
yaitu27.226 jiwa
(10,51%). Kepadatan penduduk rata-rata di Kabupaten Manggarai Timur pada Tahun 2010 adalah 102,81 jiwa/km2. Kepadatan penduduk paling tinggi adalah di Kelurahan Rana Loba Kecamatan Borong dengan tingkat kepadatan sebesar 5.490.jiwa/km2, sedangakan Desa Compang Congkar Kecamatan Sambi Rampas memiliki tingkat kepadatan terendah dengan 1.167 jiwa/km 2. (Buku Putih Percepatan Perkembangan Sanitasi Permukiman Kabupaten Manggarai Timur, 2010 : II-1). 2.3.5. Pengertian Masyarakat Adat Masyarakat adat merupakan istilah umum yang dipakai di Indonesia untuk paling tidak merujuk kepada empat jenis masyarakat asli yang ada di dalam negarabangsa Indonesia. Dalam ilmu hukum dan teori secara formal dikenal Masyarakat Hukum Adat, tetapi dalam perkembangan terakhir, masyarakat asli Indonesia menolak dikelompokkan sedemikian mengingat perihal adat tidak hanya menyangkut hukum, tetapi mencakup segala aspek dan tingkatan kehidupan. Pengertian ini tidak merujuk kepada defenisi secara tertutup tetapi lebih kepada kepada kriteria, agar dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang besar
34
kepada komunitas untuk melakukan self identification/ mengidentifikasikan dirinya sendiri. Pengertian Menurut AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) pada Kongres I tahun 1999 dan masih dipakai sampai saat ini adalah: "Komunitaskomunitas yang hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan masyarakatnya”. 2.3.6.Sekilas Budaya Manggarai Secara historis, pelaksanaan pemerintahan di wilayah Manggarai telah berjalan sebelum kedatangan bangsa Eropa dan pengaruh kesultanan dari luar. Terdapat tiga subjek pemerintahan yang berlaku di Manggarai yaitu Tu’a Golo, Tua’a Teno dan Tu’a Panga. Tu’a Pangamemiliki peran memimpin Tu’a-Tu’a Kilo (Gabungan KiloKilo atau keluarga), Tu’a Teno memiliki tugas khusus berkaitan dengan pembagian tanah masyarakat komunal dan Tu’a Golo adalah pemimpin atas seluruh Golo yang tergabung dalam wilayah yang lebih luas. 1) Bentuk Rumah Adat Manggarai Mbaru tembong adalah istilah untuk rumah adat manggarai baik manggarai barat maupun manggarai timur. Mbaru tembong terdiri dari dua kata yaitu mbaru dan tembong. Mbaru = rumah; tembong = gendang (sejenis tiffa/ketipung gendang adalah sebuah alat kesenian daerah yang terbuat dari kulit kambing dan kayu enau/pohon aren. Dalam tatacara membuka sebuah kampong baru, di manggarai timur biasanya membangun mberu tembong terlebih dahulu. Letaknya harus berada ditengah nantaI 35
atau halaman umum kampong. Mbaru tembong sederhananya adalah rumah untuk menyimpan gendang, dibeberapa tempat di manggarai raya mbaru tembong biasa juga disebut sebagai mbaru gendang. Setelah pembangunan selesai barulah dibangun rumah-rumah tempat tinggal lainya yang disebut mbaru pa’ang agu pepa, karena rumah-rumah tempat tinggal ini dibangun mengelilingi mbaru tembong. Mbaru tembong adalah sebuah bangunan besar dan harus luas, didalamnya dibikin bilik-bilik sejumlah turunan yang mendirikan kampong halaman tersebut. Bangunan mbaru tembong berbentuk bulat, atapnya kerucut, yang ditengah atapnya yang tinggi dipasang kepala hewan kurban untuk diatas atap dipasang kepala kerbau sebagai hewan kurban awal dikampung halaman tersebut, dibawah atap dipasang sayap ayam jantan putih/ atau ayam jantan berwarna /berbulu tiga. Dalam pembangunan mbaru tembong semua warga kampong wajib mengambil bagian, partisipasi warga dapat berupa tenaga, pangan, laukpauk atau material lainya. Mbaru tembong beratapkan ijuk murni, berdindingkan papan/pelupu, berbentuk mbaru niang, yaitu rumah yang berbentuk kerucut dan tidak dibangun langsung diatas tanah tetapi diatas tiang-tiang batu atau kayu menyerupai panggung, atapnya dibuat dari wunut/ijik dan diujung atas atap dipasang rangga kaba atau tanduk kerbau. Dipilihnya kerbau karena bagi orang manggarai timur kerbau memiliki peranan lebih dalam kehidupan sehari-hari, kerbau lambang kejantanan, kebesaran dan kerbau juga dipakai sebagai maskawin (belis) saat upacara lamaran, kerbau juga dipakai dalam upacara besar penti atau syukuran keluarga besar kerbau juga dipakai sebagai hewan kurban dalam acara kelas (kenduri), untuk orang yang sudah meninggal.
36
Jumlah kamar dalam mbaru tembong sesuai dengan jumlah panga atau keluarga.Satu kepala keluarga mewakili satu panga untuk tinggal atau menjaga kamar di mbaru temong.Mbaru tembong yang dihuni oleh lebih dari satu keluarga disebut juga dengan mbaru neki, atau mbaru lappu artinya rumah tinggal bersama.Jumlah panga dapat dilihat pada banyaknya kinang(kuda-kuda atap). Pada umumnya orang yang tertua memperoleh kamar paling belakang, pintu kamarnya menghadap kedepan.Ini merupakan tempat terhormat baginya.Bagian depan dekat pintu masuk ditempati oleh mereka yang lebih muda sebagai symbol kadernisasi dan mendorong peran anak cucu kepentas public. Ukuran kamar dalam mbaru tembong sama, dan memiliki pembatas/sekat-sekat. Pada bagian tengah terdapat ruangan yang luas yang diperuntukan untuk pertemuan atau aktivitas lainya yang berkaitan dengan social kemasyarakatan komunitas. Pada titik pusat dalam lingkaran mbaru tembong terdapat siri bongkok, (tiang penyanggah utama). Didalam mbaru tembong ada juga disiapkan tempat untuk perapian /tungku api untuk mengolah makan minum komunitas. Lengkap dengan tungku masing-masing panga. Diatas tungku selalu ada leba/ loteng kecil untuk menyimpan stock lauk pauk dan daging yang selalu diasapi (diawetkan secara alami) untuk bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama. Dihalaman depan diluar rumah dibangun compang (mesbah) sebagai pusat kegiatan ritus-ritus adat, yang berkaitan dengan penti, tempal, barong wae, dan dipercaya sebagai tempat yang cocok untuk berkomunikasi dengan leluhur sebelum memulai kegiatan bercocok tanam, mohon berkat atas bibit yang digunakan di areal pertanian, sykururan hasil panen. Compang
37
ini terbuat dari batu bersusun berbentuk melingkar, dan bahan utamanya adalah batu kali dan batu gunung. Ditengah-tengah compang terdapat batu yang berukuran besar untuk menutupi bagian atas compang karena masyarakat adat manggarai timur percaya compang adalah tempat untuk menaruh sesajian kepada Mori Kraeng (Mori Kraeng adalah Tuhan Maha Pencipta, Maha Tahu, Maha kasih) bagi yang ada di bumi. Mori kraeng dipahami sebagai yang punya alam semesta diperkuat dengan mantra awal setiap acara adat. 2) Fungsi Rumah Gendang (mbaru tembong) Mbaru tembong merupakan tempat untuk melaksanakan acara-acara adat didalam kampung (beo), mbaru tembong juga sebagai tempat yang pertama dikunjungi oleh tamu-tamu kalau untuk pertama kalinya datang ke kampung halaman tersebut. Mbaru tembong juga memiliki dan menyimpan beberapa alat pertanian, alat berburu dan kesenian setempat sebagai bagian dari budaya dan adat istiadat. Gong dan gendang dan barang-barang pusaka lainya hanya bisa disimpan di mbaru tembong. Dapat dimainkan pada waktu-waktu tertentu, untuk meramaikan suasana suatu acara, bahkan gong dan gendang dibunyikan Kalau ada informasi tentang kegiatan yang berlangsung ditengah masyarakat.pemuka adat biasanya membunyikan gong, yang oleh anggota masyarakat dipahami dari banyak sedikitnya pukulan (bertalu-talu artinya mendesak, tersendat-sendat artinya siap-siap, satu – tiga kali artinya sebagai undangan untuk berkumpul. Oleh komunitas adat suara gong sama dengan panggilan dari rumah tembong. Mbaru tembong juga dipandang sebagai tempat berlangsungnya musyawarah adat untuk melahirkan suatu putusan (rinteng). Pengumuman dari tua 38
adat atau tua gendang tentang suatu keputusan yang sudah diikuti (disepakati) oleh seluruh tua panga. Contoh jika terjadi masalah antara keluarga, antar kelompok, antara etnis mbaru tembong dipakai sebagai ruangan pengadilan adat. “ ..… doong tombo, taang palak, coom ba le tua golo, sasa sangen sala wedus sanggen nggeluk coom tombo molor ele tua teno…” ( ini diinterpretasikan jikalau pembicaraan sudah tak ada jalan antara yang bermasalah, sebaiknya diselesaikan di mahkamah adat; supaya menyelesaikan semua perkara dengan adil dan jujur, untuk mengembalikan/menjaga keberlangsungan kehidupan bersama dalam suku dan adat istiadat yang sama). Meski jaman terus berubah keberadaan mbaru tembong di pedalaman manggarai timur masih berdiri kokoh dalam spiritualitas untuk keseimbangan jari agu dedekdia yang cipta dia juga yang melipatgandakan hasil yang berlimpah, kalau kita sungguh tekun dan telaten menyelesaikan segala pekerjaan kita. 3) Nilai hayati Mbaru Tembong (a) Persatuan dan musyawarah Bentuk dan keberadaan mbaru tembong menunjukan sifat orang manggarai yang musyawarah untuk kata sepakat/mufakat;
yang didukung dengan
goet
(kiasan)”….bantang sama reje leleng, nai sa anggit, tuka sa leleng kudut, todo kongko kope oles, neho muku sa puu neka woleng curup, teu sa ambo neka woleng lako, rangka lama kaeng sama sa nantas, duat gula we’e mane, ejor beo lonto remo, uwa gula bok leso, One sa beo lejong, sa nantas labar, sa mbaru kapu…” Makna ungkapan tersebut adalah seia sekata dalam segala perkataan dan perbuatan. Prinsip ini mengajak kita untuk selalu mengedepankan musyawarah dalam memecahkan persoalan bersama. 39
(b) Kepemimpinan Siri bongkok didalam mbaru tembong adalah symbol pemimpin/ kepemimpinan. Sebagai orang manggarai/ manggarai timur pemimpin dapat dimaknai sebagai kepala keluarga, kepala suku, kepala pada suatu acara adat juga sebagai kepala pemerintahan desa. Sebagai orang manggarai timur semuanya diutus untuk menjadi kepala/perutusan dari masyarakat adat. Pemimpin yang baik harus seperti siri bongkok yang menyanggah beban utama bangunan rumah adat. Dan harus berada ditengah-tengah, pembela kebenaran dan keadilan, jujur dan tegas dalam setiap putusan. Yang didukung dengan goet atau ungkapan “… olong anor po lako; olong nuuk po curup, widang one wina ata dian, naa one anak ata pas, kawe ase kae neka woleng tae, sa tuka sa nai teti wa, na’a eta, kudut sama-sama tawa agu daler ali ghaengs taungs kawe, mena taungs depa; kudut toto molor ngger olon, neka nuring kole musi; ndorik olon wenggong musi kudut sai morijari tiba mori di’a…..hal ini dapat dimaknai Harus kuat dan selalu mendorong anggota komunitas kepada hal-hal yang mendatangkan kebaikan bersama dalam rupa-rupa karunia tetapi satu arah demi Kemuliaan Allah Yang Maha Tinggi. 4) Beberapa istilah dalam Adat Manggarai (a) lingko lingko adalah hamparan tanah pertanian yang dibagikan kepada anggota kluarga komunitas suku adat, sebagai lahan garapan untuk kegiatan pertanian dan peternakan.Lahan pertanian dibagi dalam dua kelompok garapan.Lodok dan sular. Lingko adalah lahan garapan untuk pertanian dan peternakan, dibagi kepada semua anggota komunitas suku, serta dibagi dengan cara moso. Moso 40
adalah pembagian lahan pertanian seperti pembagian segitiga sama kaki, setiap orang memperoleh bagian dan ukuran yang sama dari lodok sampai dengan sising. (c) Lodok adalah titik pusat perkebunan lalu ditarik garis lurus kea rah sising dengan sangat adil dan merata.Menyerupai jarring laba-laba di pusatnya kecil di luarnya besar.Dipusat sering digunakan untuk upacara adat yang berkaitan dengan ritusritus adat dalam kegiatan pertanian. Keunggulan lodok adalah semua orang dapat, semua sama lebar dan panjang, sama-sama mulai garap, sama-sama menuai hasil panen, dalam semangat leles, kokor tago, yaitu kerjasama saling bantu antara anggota masyarakatdalam mengelola lahan.Kepemilikan didalam lingko ini dilarang untuk menjual dengan sesuka hati kecuali atas persetujuan komunitas adat yang memilikinya. Lodok juga sering dimaknai sebagai tanah yang harus ditanami benih untuk ketahanan pangan masyarakat setempat, dimaknai sebagai lahan garapan dari titipan leluhur, untuk kehidupan yang berkecukupan. (d) Sising adalah batas terluar wilayah lingko, bias berbatasan dengan lingko-longko yang lain, bahkan dari komunitas adat gendang yang lain. (e) Sular adalah lahan garapan yang didapat diluar wilayah lingko, sular ini tidak wajib dibagikan kepada setiap anggota masyarakat adat.Karena sular sering diperuntukan untuk keturunan weta garis keturunan mama anak wina.Asal rajin dan mau bekerja keras silakan garap sepengetahuan tua teno/tetua adat.Dalam kehidupan orang manggarai timur pengarap-penggarap lahan di daerah SULAR ini sering dilakukannya transaksi jual beli tanah.
41
Dengan demikian falsafah orang manggarai GENDANG ONE LINGKO PEANG adalah spirit untuk hidup selalu berdampingan dengan alam semesta, saling berbagi, saling melayani saling mendukung, dan saling menghormati.yang didukung dengan goetyang membentuk karakter. Manggarai timur adalah karakter : karakter tekun,ulet, pekerja keras cerdik pandai, terak puung etan, tango puung danong, artinya kesuksesan itu adalah berkat leluhur, yang didukung oleh karakter tekun,ulet, pekerja keras cerdik pandai
42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. DESAIN PENELITIAN Rancangan penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas terhadap pelaksanaan penelitian sehingga mampu menjawab pertanyaan dan permasalahan setepat mungkin. Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah studi deskriptif, karena berusaha menjelaskan kondisi dari suatu fenomena yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui dan mendapatkan informasi tentang peran tokoh agama, tokoh adat, dan guru terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT. 3.2. METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara untuk mendapatkan data yang valid untuk memecahkan permasalahan yang muncul, sehingga langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian harus sesuai dengan masalah yang dirumuskan. Metode penelitian dipakai sebagai acuan tentang rencana dan prosedur bagaimana penelitian itu dilaksanakan. Sedangkan rancangan penelitian menggunakan pendekatan deksriptif kualitatif dalam menjelaskan hubungan antara peran tokoh agama, tokoh adat, dan guru terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT yang menggunakan teknik penelitian survey yaitu penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distributif, dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. (Sugiyono, 2003: 7).
43
3.3. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN 3.3.1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai selama Bulan Juni 2015. 3.3.2. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada beberapa kelompok yaitu : a. Kelompok muda-mudi keagamaan yang terdiri dari Mudika Katolik yang tergabung dalam organisasi OMK (Orang Muda Katolik), REMAS (Remaja Masjid/Pemuda Masjid) untuk yang beragama Islam, dan GMIT untuk organisasi Kepemudaan Kristen; b. Kelompok Masyarakat Adat yang terbagi dalam tiga Gendang yang terdiri dari Masyarakat Adat Gendang Mano, Masyarakat Adat Gendang Riwu, dan Masyarakat Adat Gendang Manus. c. Kelompok Sekolah yaitu siswa-siswi pada SMUN 1 Sita Kaca, SMUN 4 Borong, dan SMUK Pancasila Borong Secara prosedural, kegiatan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan sebagai berikut : (1) mengurus surat tugas atau ijin penelitian yang ditanda-tangani oleh Ketua KPU Kabupaten Manggarai Timur (2) Melakukan pengumpulan data dan penelitian. Pengumpulan data dilakukan selama satu minggu, yaitu dari tanggal 29 Juli 2015 sampai dengan tanggal 4 juli 2015 melalui penyebaran kuesioner dan pertanyaan wawancara. 3.3.3. Gambaran Umum Obyek Penelitian 3.3.3.1. Kelompok Organisasi Keagamaan a.
Organisasi Kepemudaan Katolik Paroki St. Gregorius Borong Gereja Katolik St. Gregorius Borong merupakan salah satu dari 76 paroki yang bernanung dibawah Keuskupan Ruteng dengan luas wilayah mencapai 7.136 44
KM2 , dengan wilayah keuskupan mencakup tiga kabupaten yaitu Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat, dan Kabupaten Manggarai Timur dengan batas wilayah meliputi Keuskupan Agung Ende di timur, Laut Flores di Utara,Laut Sawu di selatan, dan Selat Sape di bagian barat. PAROKI ST. GREGORIUS BORONG, Tahun Berdiri 15 Agustus 1964 dengan 50 orang umat perdana, dan sampai dengan sekarang pada Tahun 2015, jumlah umat mencapai 14.022 orang. Secara administratif struktural, Paroki Borong berada dibawah Kevikepan Borong. Kevikepan Borong sndiri berdiri pada tahun 1982 dengan Nama Dekenat Borong dan sampai saat ini dikenal dengan sebutan KEVIKEPAN BORONG yang menaungi 28 Paroki diseluruh Kabupaten Manggarai Timur. (Info P Robertus secretariat Paroki St. Gregorius Borong). Dalam kegiatan pelayanan pastoral kepada umat, serta sebagai sebuah bagian penting dalam wilayah Keuskupan Ruteng, Paroki St. Gregorius Borong terdiri dari 4 wilayah stasi yaitu Stasi Jawang, stasi Toka, Stasi Peot, dan Stasi Longko. Masing-masing stasi tersebut tetap merupakan kesatuan wilayah Paroki St. Gregorius Borong dan dinahkodai oleh hanya seorang Pastor Paroki serta didukung oleh berbagai elemen antara lain umat, wilayah paroki, dewan paroki, termasuk organisasi kpemudaan Katolik bernama OMK (Orang Muda Katolik). Organisasi Kepemudaan Katolik Paroki St Gregorius Borong bernaung dalam wadah bernama Orang Muda Katolik (OMK) dan dikoordinir oleh seorang Ketua OMK dan Pastor Paroki Borong sebagai pelindung. Menurut Pedoman Karya Kaum Muda (PKPKM) dari Komisi Kepemudaan KWI, OMK adalah mereka yang berusia 13 sampai dengan 35 tahun dan belum menikah, sambil tetap memperhatikan situasi dan 45
kebiasaan masing-masing daerah. Dalam pendampingan OMK harus dipandang sebagai pribadi yang sedang berkembang. Mereka memiliki ciri khas dan keunikan yang tak tergantikan, kualitas, bakat dan minat yang perlu dihargai. Mereka mempunyai perasaan, pola pikir, tata nilai dan pengalaman tertentu, serta masalah dan kebutuhan yang perlu dipahami. Mereka memiliki hak dan kewajiban, tanggung jawab dan peran tersendiri yang perlu diberi tempat. Semua itu merupakan potensi untuk dikembangkan dalam proses pembinaan, sehingga kaum muda dapat berperan aktif-positif dalam kehidupan Keluarga, Gereja dan Masyarakatnya. Berdasarkan berbagai potensi tersebut, maka hendaknya OMK diberi kemungkinan, kesempatan, kepercayaan dan tanggung jawab sebagai subyek dan pelaku utama proses bina diri dan saling bina. Mereka bukan lagi bejana kosong yang perlu diisi atau lilin yang harus dibentuk menurut selera para pembina. Dengan demikian, segala bentuk pembinaan yang sifatnya menggiring, mendikte, mengobyekkan dan memperalat kaum muda demi suatu kepentingan di luar perkembangan diri mereka dan peran serta tersebut di atas haruslah dihindari dan dihilangkan. Hakekat pembinaan kaum muda, sebagai karya pastoral, adalah pelayanan dan pendampingan. Secara teritorial OMK, merupakan umat muda dalam suatu paroki, walaupun
mereka
dapat
juga
menjadi
anggota
berbagai
wadah/kelompok/organisasi/gerakan kategorial sesuai minat, bakat dan keinginan mereka. Dengan demikian, dimanapun mereka aktif dan melibatkan diri, bahkan juga bila sama sekali belum aktif, secara teritorial merupakan warga paroki 46
setempat dengan OMK paroki sebagai “home base” (pangkalan induk) mereka. Oleh karena itu, OMK haruslah menjadi basis pembinaan serta sumber inspirasi dan motivasi untuk keterlibatan dalam berbagai wadah/ kelompok/organisasi/gerakan kategorial, baik intern maupun ekstern gerejawi. Apabila konsep akomodatif OMK ini dipahami, maka berbagai wadah/kelompok/organisasi/gerakan kaum muda katolik dalam berbagai tingkatan tidak perlu saling menganggap sebagai pesaing apalagi ancaman, melainkan justru sebagai kekayaan dan kekuatan OMK. b. Organisasi Kepemudaan GMIT Ebenhaezer Borong (Gereje Masehi Injili Timor) Organisasi Kepemudaan GMIT Ebenhaezer Borong (Gereja Masehi Injili Timor) Wilayah Kabupaten Manggarai Timur berpusat di Ibu kota Kabupaten Manggarai Timur di Borong dan mencakup seluruh organisasi kepemudaan GMIT lingkup Kabupaten Manggarai Timur yang tersebar di 9 kecamatan dan 176 Desa/Kelurahan. Organisasi Kepemudaan GMIT ini, sama seperti organisasi kepemudaan pada umumnya memiliki struktur organisasi dan
Pendeta GMIT
sekaligus merupakan pelindung organisasi kepemudaan ini. Jemaat Ebenhaezer Borong awalnya merupakan sebuah jemaat yang berada dalam wilayah pelayanan majelis jemaat wilayah Manggarai Tengah dan Manggarai Timur tepatnya di Klasis Flores sebagai mata dari jemaat-jemaat dari wilayah pelayanan jemaat Emanuel Ruteng. Dalam sejarah perkembangan awalnya, GMIT Ebenhaezer Borong pertama kali beridiri pada tanggal 31 Januari 1956 yang merupakan hasil kerjasama dari beberapa perintis awal yaitu Bapak Lukas Lodo (Sabu), Bapak Nikolaus Mahulete (Maluku), Bapak Thobias Ledo (Rote), Bapak Ompong Taka (Rote), serta Bapak R. Ully, Bapak Kolo Bunga, Bapak Bapak 47
Mbuik, dan Bapak Ebenhaezer Baun (Pulau Semau). Sedangkan gedung gereja darurat sendiri baru berdiri pada tanggal 29 Januari 1971. (Laporan Tahunan GMIT Ebenhaezer Borong Tahun 2014). Secara sruktural organisasi, Jabatan Keorganisasian menurut tata aturan Gereja Masehi Injili Di timor (GMIT) lingkup jemaat Manggarai Timur terdiri atas Jabatan pada kemajelisan, Jabatan pada Badan Pembantu Pelayanan (BPP), dan Jabatan pada Pembantu Pelayanan (UPP). Jabatan kemajelisan tersebut berpola pada dan pada prinsip presbiterialsinodal yaitu dilaksanakan secara kolektif dengan jiwa saling menunjang dan saling melengkapi sebagai wujud tanggung jawab timbal balik antara jemaat, klasis dan sinode. Jabatan pada badan pembantu pelayanan (BPP) dibentuk oleh persidangan majelis jemaat atas rekomendasi persidangan untuk membantu penyelenggaran pelayanan oleh majelis dalam bidan tertentu, serta jabatan pada unit pembantu pelayanan (UPP) dibentuk oleh majelis jemaat sebagai unit pelayanan lingkup jemaat unutk melaksanakan tugas majelis jemaat pada kategorial dan funsional dan profesional tertentu. Dalam pelaksanaan kegiatan keorganisasian GMIT Borong, pejabat pada kemajelisan dan pejabat pada badan pembantu pelayanan (BPP) adalah prebister sedangkan pejabat pada unit pembantu Pelayanan (UPP) diangkat oleh prebister dan/atau anggota jemaat non prebister. Dalam perkembangannya, GMIT Ebenhaezer Borong memiliki anggota berumlah 68 Kepala Keluarga untuk GMIT Ebenhaezer Borong yang terdiri dari 257 jiwa, 231 anggota baptisan, serta 146 anggota Sidi. (Laporan Tahunan GMIT Ebenhaezer Borong Tahun 2014). 48
c. Remaja Masjid (REMAS) Remaja masjid adalah perkumpulan pemuda masjid yang melakukan aktivitas sosial dan ibadah di lingkungan suatu masjid. Pembagian tugas dan wewenang dalam remaja masjid termasuk dalam golongan organisasi yang menggunakan konsep Islam dengan menerapkan asas musyawarah, mufakat, dan amal jama'i (gotong royong) dalam segenap aktivitasnya. Di Indonesia, organisasi pemuda remaja masjid seperti BKPRMI (Badan Komunikasi Pemuda remaja Masjid Indonesia, Tahun berdiri 1977), dan JPRMI (Jaringan Pemuda Remaja Masjid Indonesia, tahun berdiri 2003). Khusus wilayah Borong, organisasi kepemudaan REMAS merupakan wadah pengembangan generasi muda bidang Agama Islam dan sepenuhnya berada dibawah pengawasan dan otoritas MUI Borong. MUI Borong sendiri pada awalnya merupakan pengembangan dari MUI Manggarai (Ruteng), namun seiring dengan pengembangan daerah otonomi baru yaitu Kabuaten Manggarai Timur, maka MUI wilayah manggarai timur pun ikut terbentuk. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa sejarah awal terbentuknya organisasi kepemudaan REMAS dan Pemuda Masjid Borong terbentuk bersamaan dengan terbentuknya MUI Borong yaitu sejak Kabupaten Manggarai Timur terbentuk secara definitif yaitu pada saat ditetapkannya Kepres Nomor 3 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007 tentang Pembentukkan Kabupaten Manggarai Timur di Provinsi NTT. REMAS dan Pemuda Masjid Borong memiliki sekretariat di Masjid Jami Borong yang terdiri dari Pemuda Masjid (usia 26-40 tahun) dan Remaja Masjid dengan usia 15-25 tahun dan dalam pelaksanaan kegiatan keorganisasiannya, 49
Imam Masjid Jami Borong merupakan pelindung utama organisasi kepemudaan ini. Adapun dalam struktur organisasi pemuda dan remaja masjid bidang kerja yang digunakan oleh pengurusan organisasi remaja masjid pada umumnya adalah Bidang Pembinaan Anggota, Bidang Kemasyarakatan, Bidang An-Nisa', Bidang Kesekretariatan, dan Bidang Keuangan. Namun dalam perkembangannya, komposisi kesekretariatan tersebut dapat bertambah sesuai dengan kebutuhan organisasinya. 3.3.3.2. Kelompok Masyarakat Adat a.
Gendang Mano Gendang Mano menurut Hemo (1987:110) merupakan satu kesatuan wilayah lingkup Kecamatan Lamba Leda dan Perwakilan Kecamatan Lamba Leda. Kecamatan Lamba Leda merupakan bekas Kedaluan Lamba Leda dari pesisir Laut Flores sampai sebelah utara Rejo, sebelah baratnya sepanjang Wae Naong dan Wae Pesi, sebelah timurnya sepanjang Wae Togong sampai pesisir Laut Flores. Untuk Perwakilan Kecamatan Lamba Leda, dari sebelah utara Rejo, sebelah Selatan Desa Compang Necak (bagian utara), bagian barat dari kaki gunung sepanjang Wae Reno. Bagian Selatan sepanjang pegunungan yang membujur dari hulu Wae Reno sampai Desa Ngkiong Dora, bagian timur Desa Wunis dan sebelah barat Watunggong. Secara administratif adat kedaluan di Kabupaten Manggarai (Hemo, 1987:41), cikal bakal kedaluan di Manggarai berkembang dari penguasa-penguasa pada empat turunan yaitu Paju Lae (Cibal), Ra Ame Re alias Retung Masa (Todo), Mbula (Lamba Leda), dan Latung Ame Redung (Bajo).
50
b.
Gendang Manus Gendang Manus menurut Hemo (1987:110) merupakan satu kesatuan wilayah lingkup Kecamatan Borong (saat ini) dan Perwakilan Kecamatan Borong yang meliputi bekas Kedaluan Riwu, Sita, dan Torok Golo. Sedangkan Perwakilan Kecamatan Borong meliputi bekas Kedaluan Manus, Rongga Koe, dan Kipo. Secara administratif pemerintahan, Gendang Manus dan Gendang Riwu saat ini berada dalam wilayah administratif masing-masing Kecamatan Kota Komba dan Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur.
3.3.3.3. Kelompok Sekolah Dalam penelitian ini, variabel kelompok sekolah terdiri dari 3 (tiga) Sekolah Menengah Umum yang terdiri dari SMUN 1 Borong, SMUN 1 Sita, Kaca, dan SMUK Pancasila Borong. a.
SMUN 4 Borong SMAN 4 BORONG, Tahun Berdiri 4 Mei 2011, dengan 3 Rombongan Belajar (Rombel) sebagai kelas perdana. Sampai dengan Bulan Juli Tahun 2015, SMAN 4 Borong telah memiliki 12 Rombongan Belajar, dan perkelas diisi oleh 30 Siswa/i. Dalam kaitanya dengan penelitian ini, responden penelitian yang diambil dari SMUN 4 Borong berjumlah 20 (dua puluh) responden dengan rincian 11 (sebelas) responden laki-laki, dan 9 (sembilan) responden wanita.
b.
SMUN 1 Sita, Kaca SMUN 1 Sita Kaca didirikan pada tanggal 20 Agustus 2006 dan pada tahun 2015 ini telah merayakan ulang tahun yang ke 9 serta telah tiga kali berganti Kepala 51
Sekolah. Adapun NPSN SMUN 1 Sita Kaca adalah 30.01.24.20.07.001 serta NSS 50308592. Keadaan siswa SMUN 1 Kaca pada priode Juli 2015 berjumlah 530 orang siswa dengan rincian 290 siswa laki-laki dan 240 siswa perempuan yang terbagi ke dalam 13 rombongan belajar (Rombel). Sedangkan tenaga guru pendukung SMUN 1 Kaca berjumlah 28 orang guru dengan rincian 15 orang guru laki-laki dan 13 orang guru perempuan. Dan untuk mendukung terlaksananya penelitian ini, responden penelitian yang diambil dari SMUN 1 Sita Kaca berjumlah 50 (lima puluh) responden dengan rincian
22 (dua puluh dua) responden laki-laki, dan 28 (dua puluh delapan)
responden wanita. c.
SMUK Pancasila Borong SMUK Pancasila Borong terletak di Golo Karot, Kelurahan Rana Loba, Borong didirikan pada Tahun 1980 dengan ijin operasional
dikeluarkan oleh
Kanwil Depdikbud Provinsi NTT Nomor 22/1 No. 19829/1.21 4/I c 81 dan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Yaspen St. Stanislaus Borong dengan NSS/NPSN 302242008018/50 30 85 92. Keadaan sekolah SMUK Pancasila Borong pada Bulan Juli 2015, memiliki 490 (empat ratus Sembilan puluh) orang siswa dengan rincian 294 (dua ratus Sembilan puluh empat) orang siswa perempuan dan 196 (seratus Sembilan puluh enam) orang siswa laki-laki yang terbagi dalam tiga jurusan yaitu umum, IPA, dan IPS. Jumlah siswa dan siswi tersebut didukung dengan jumlah guru sebanyak 33 (tiga puluh tiga) orang guru dengan rincian 22 (dua puluh dua) orang guru laki-laki 52
dan 11 (sebelas) orang guru perempuan; serta didukung pula oleh pegawai tetap dan pegawai perpustakaan berjumlah 6 (enam) orang pegawai. (Laporan Bulanan SMUK Pancasila Borong, tanggal 10 Juli 2015). Adapun responden penelitian yang diambil dari SMUK Pancasila Borong berjumlah 31 (tiga puluh satu) responden dengan rincian 5 (lima) responden lakilaki, dan 26 (dua puluh enam) responden wanita. 3.3.3.2. Letak Geografis Letak geografis kabupaten Manggarai Timur terletak antara 080.14’ LS dan 090.00 LS dan 080.14’ LS dan 1200.20’ BT – 1200.55’ BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kabupaten Ngada
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kabupaten Manggarai
Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Laut Sawu
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Laut Flores
Kabupaten Manggarai Timur terdiri dari 9 kecamatan dan 176 Desa/Kelurahan, dengan total jumlah penduduk mencapai 232.020 jiwa dan kepadatan penduduk mencapai 87,77 jiwa/KM2.. (wikipedia.org: jumat, 17 Juli 2015) 3.4. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.4.1. Populasi Populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Sugiyono (2004:72) mendefinisikan “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan 53
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Sedangkan Arikunto (2004:115) mendefinisikan populasi sebagai “ Keseluruhan obyek penelitian”. Dalam penelitian ini, jumlah populasinya sebanyak 3360 orang yang sekaligus merupakan jumlah populasi dari organisasi kepemudaan bidang keagamaan, masyarakat adat dari 3 Gendang Adat, serta jumlah populasi siswa SMU dari 3 sekolah model di Kabupaten Manggarai Timur, sedangkan jumlah informan adalah sebanyak 8 orang yang terdiri dari 2 Pastor (Pastor Paroki Borong dan Romo Vikep Borong), 1 orang pendeta Kristen, 1 orang Imam Masjid Borong, serta 4 orang guru pada ketiga sekolah model (SMUN 1, SMUN 4, dan SMUK Pancasila Borong). 3.4.2. Sampel Jika jumlah subyeknya besar, sampel dapat diambil antara 10 %-15 % atau 20 %25% atau lebih (Arikunto, 2004:115).Sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut maka jumlah sampel penelitian ini hanya diambil sebesar 10% dari total populasi yaitu sebanyak 336 orang sampel penelitian. 3.5. METODE PENGUMPULAN DATA Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan wawancara kepada beberapa tokoh agama, tokoh masyarakat adat, dan beberapa guru serta memberikan angket atau kuesioner kepada responden yaitu kelompok masyarakat adat, organisasi kepemudaan bidang keagamaan, dan siswa/siswi sekolah. Angket ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana peran tokoh agama, tokoh adat, dan guru terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur. Model angket yang
54
digunakan adalah angket tipe skala Guttman dengan memberikan 2 (dua) alternative jawaban yang tegas sebagai berikut : a. Ya b. Tidak 3.6. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA Instrumen pengumpulan data yang digunakan oleh penulis antara lain: a. Studi Kepustakaan yaitu dengan menggunakan berbagai literatur kepustakaan yang sesuai dengan obyek penelitian b. Observasi yaitu pengamatan langsung pada obyek penelitian. c. Kuesioner atau angket yaitu memberikan pertanyaan yang sudah ada jawabannya (kuesioner tertutup), Sehingga responden dalam hal ini tidak diberi kesempatan untuk menjawab selain pilihan jawaban yang telah disiapkan dalam angket/kuesioner tersebut. 3.7. PROSEDUR PENELITIAN 3.7.1. Studi Pendahuluan Studi pendahuluan merupakan suatu kegiatan awal yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sejumlah informasi tentang obyek dan subyek penelitian sebelum melakukan penelitian.Dengan melakukan studi pendahuluan, seorang peneliti dapat lebih memahami gejala atau permasalahan sehingga drapkan dapat merumuskan masalah dengan lebih tepat. Senada dengan hal demikian, Surachmad (1997:17) menyatakan bahwa studi pendahuluan juga dimaksudkan untuk mencari informasi yang diperlukan oleh peneliti agar masalahnya menjadi lebih jelas kedudukannya.
55
3.7.2. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dalah salah satu prosedur yang dilakukan oleh peneliti sebelum mengadakan penelitian.Tahap ini merupakan langkah awal bagi peneliti untuk mengkaji lebih dalam referensi pokok yang lebih relevan dengan masalah penelitian. 3.7.3. Studi Lapangan Studi lapangan merupakan salah satu proses dalam memperoleh data yang berkaitan dengan masalah penelitian. Studi lapangan yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan metode kuesioner atau angket pada obyek yang diteliti guna memperoleh informasi mengenai perumusan masalah. 3.8. TEKNIK ANALISIS DATA Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif yaitu menggambarkan data jawaban responden dalam bentuk angkaangka. Untuk menghitung rata-rata jawaban responden setiap pemilih jawaban adalah : x 100
56
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. DESKRIP SI DATA Pada bagian ini, penulis mendeskripsikan hasil jawaban responden. Jawaban responden akan dideskripsikan menurut identitas reponden, jenis kelamin, serta jumlah responden. Adapun dalam penelitian ini, jumlah responden berjumlah 336 orang responden. 4.1.1. Kelompok Masyarakat Adat Kelompok Masyarakat Adat merupakan komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan masyarakatnya. Dalam penelitian ini, kelompok masyarakat adat dibagi kedalam tiga Gendang Adat yaitu Gendang Adat Mano, Gendang Adat Riwu, dan Gendang Adat Manus. Adapun peran kelompok masyarakat adat dalam penelitian political voluntarism ini dijelaskan sebagai berikut : 4.1.1.1 Peran Tokoh Adat dalam Masayarakat Adat Pada tabel 1 berikut dijelaskan mengenai item-item pertanyaan tentang peran tokoh adat terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur :
57
Tabel 1 Item Pertanyaan Tentang peran tokoh adat terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur Item Pertanyaan Pertanyaan 12 Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa Tua Adat adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib? 13
Apakah Tua Adat sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
14
Apakah dalam kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing hang,cear
cumpe,
dll) , para tua adat
pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? 15
Apakah himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk menolak berbagai bentuk kampanye hitam?
16
Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan?
4.1.1.1.1. Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa Tua Adat adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib? Jawaban responden terhadap pertanyaan setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa Tua Adat adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib, dijelaskan pada tabel 2 sebagai berikut :
58
Tabel 2 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa Tua Adat adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
69
98,6
2
Tidak
1
1,4
70
100
Jumlah
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 1 sebagai berikut : Diagram 1 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa Tua Adat adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib?
Dari Tabel 2 di atas diketahui bahwa sebanyak 69 responden (98,6 persen) mengatakan Ya bahwa mereka setuju dengan pernyataan bahwa Tua Adat adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang 59
aman dan tertib. Sedangkan sisanya sebanyak 1 responden (1,4 persen) mengatakan penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib bukan digerakkan oleh Tua Adat. Untuk
menjelaskan
jawaban
responden
tersebut,
kemudian
dibandingkan dengan data hasil wawancara pada tiga gendang obyek penelitian ini. Wawancara dilakukan pada tanggal 16 dan 17 Juni 2015 terhadap 3 (tiga) nara sumber yaitu Yohanes Djeharum (Mantan Tua Golo/Mantan Kepala Desa Bangka Pau), Bapak Hironimus Pengko (Tua Teno/Kepala Desa Bangka Pau sekarang), dan Bapak Wensislaus Burhanu (Tomas/ Mantan BPD Desa Bangka Pau). Hasil wawancara terhadap ketiga nara sumber tersebut, ketiganya sepakat mengatakan bahwa mereka setuju dengan pernyataan dalam lingkup masyarakat adat, Tua Adat adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib. Lebih lanjut, ketiga nara sumber tersebut memberikan penjelasan lebih lugas tentang bagaimana sejatinya peran Tua Adat dalam adat istiadat Manggarai merupakan jabatan adat yang dipercayakan masyarakat kepada mereka. Umumnya kepercayaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : Jabatan yang dimiliki seperti tua golo atau tua teno adalah jabatan/status yang diwariskan dari para nenek moyang/leluhur (warisan genelogis) , sehingga jabatan yang diberikan tidak saja sakral-magis.
60
bersifat lahiriah tapi juga
Memiliki kemampuan dalam melaksanakan riual-rual diuangkapkan
adat
yang
dalambahasa-bahasa adat (goet). Itu berarti dia adalah
perantara manusia dengan roh nenek moyang atau leluhur. Memiliki kearifan/kebijakan adat dalam penyelesain konflik/perselisihan dalam liangkungan adat seperti konflik lahan/tanah, rumah tangga dan bebebagai permasalahan sosial lainnya. Memiliki wilayah (golo) dan persekutuan/ komunitas adat yang jelas, sehingga secara sosial, lembaga ada diakui keberadaanya. Karena memiliki kepercayaan tersebut maka tua adat berperan penting dalam memberikan himbuan dalam keamanan dan ketertipan sosial, termasuk dalam menentukan keamanan dan ketertipan dalam pelaksanaan Pemilu. Peran strategis inilah yang menjadi dasar kepatuhan warga adat atau komunitas adat (pang olo ngaung musi , gendang onen lingko peang). Oleh karena itu, setelah membandingkan jawaban responden dengan hasil wawancara, diketahui bahwa ada kesesuaian jawaban yang diberikan responden dengan hasil wawancara. Di Gendang Gendang deru ara – jong bentengraja
Rongga Koe,
wawancara terhadap Bapak Yohanes Ngalas pada tanggal 17 Juni 2015, terhadap pertanyaan apakah Tua Adat merupakan salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib benar adanya dan beliau sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Hal tersebut karena tua adat sangat memiliki pengaruh dalam masyarakat adat khususnya di gendang deru ara – jong bentengraja . Tua adat atau tokoh masyarakat adat merupakan tokoh yang berpengaruh dalam menggerakan atau mengarahkan anggota masyakatnya untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Biasanya
dalam
masyarakat
kami
disini,
mereka
selalu
berkoordinasi dengan tua adat menyangkut hal-hal penting dalam kehidupan bermasyarat. Sehingga berkaitan dengan pemilu tahun 2014 yang lalu, beliau dan beberapa tokoh masyarakat selalu memberikan himbauan kepada
61
warga untuk selalu menjaga keamanan dan ketertiban dalam pemilu mulai dari kampanye hingga pelaksanaan di hari pemungutan suara di TPS. Sedangkan untuk Tua Adat Gendang Suku Agos Kipo, Kota Komba pada tanggal 17 Juni 2015 (Bapak Yohanes Ngalas), pun memberikan jawaban setuju, karena hal ini sudah diatur dalam UU bahwa Lembaga Adat Desa yang keanggotaannya terdiri dari tokoh Adat, berkewajiban untuk melaksanakan setiap kegiatan pembangunan termasuk untuk melaksanakan pemilu yang aman dan tertib. Dengan membandingkan hasil kuesioner dan wawancara yang dilakukan pada tiga Tua Gendang Adat, maka dapat diketahui terdapat hubungan keterkaitan dan kesesuaian jawaban yang diberikan. 4.1.1.1.2. Apakah Tua Adat sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah Tua Adat sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, dijelaskan pada Tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan . Apakah Tua Adat sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
66
94,3
2
Tidak
4
5,7
70
100
Jumlah
62
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 2 sebagai berikut :
Diagram 2 . Apakah Tua Adat sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Pada tabel 3 di atas, sebanyak 66 responden (94,3 persen) menjawab Tua Adat sering menghimbau untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, sedangkan 1 responden (5,7 persen) menjawab Tua Adat tidak sering menghimbau untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib. Untuk membandingkan jawaban responden, maka dilakukan wawancara
di Gendang Bealaing pada tanggal 16 dan 17 Juni 2015
terhadap 3 (tiga) nara sumber yaitu Yohanes Djeharum (Mantan Tua Golo/Mantan Kepala Desa Bangka Pau), Bapak Hironimus Pengko (Tua Teno/Kepala Desa Bangka Pau sekarang), dan Bapak Wensislaus Burhanu (Tomas/ Mantan BPD Desa Bangka Pau). Jawaban ketiga nara sumber 63
hampir seragam bahwa Tua Adat sering menghimbau untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, tapi tidak sering. Tidak sering karena kami sebagai
tokoh masyarakat
tidak memiliki
kepentingan langsung dengan Pemilu. Seruan-seruan atau himbuan itu dilakukan secara informal baik kepada individu maupun kelompok dalam kehidupan masyarakat adat. Di Gendang Gendang deru ara – jong bentengraja Rongga Koe, wawancara terhadap Bapak Yohanes Ngalas pada tanggal 17 Juni 2015, pun memberikan jawaban yang hampir sama dengan jawaban dari Tua Adat Gendang Bealaing, namun dengan penekanan bahwa untuk secara khusus tidak pernah seorang Tua Adat sering menghimbau untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, melainkan hanya dilakukan pada saat semua anggota gendang semua berkumpul bersama dan bertemu saat bertamu atau dalam kegiatan-kegiatan adat. Demikian pun dengan wawancara dengan Tua Adat Suku Agos Kipo, Kota Komba pada tanggal 17 Juni 2015 (Bapak Yohanes Ngalas), menurut beliau dalam setiap kegiatan Pemilu Tua Aadat selalu menghimbau masyarakat dalam lingkup suku Agos Kipo untuk memperlakukan setiap caleg atau calon-calon Kepala Daerah yang datang dengan baik dan sopan. Dan pada hari pelaksanaan pemilu selalu menghimbau anggota suku agar menggunakan hak pilihnya dengan baik dan menjaga keamanan dan ketertiban, karena sampai saat ini masyarakat dalam suku Agos Kipo sangat
64
taat dan patuh pada tua adat untuk mengambil keputusan dan ketetapan yang berkaitan dengan aturan-aturan adat. Dengan membandingkan hasil kuesioner dan wawancara yang dilakukan pada tiga Tua Gendang Adat, maka dapat diketahui terdapat hubungan keterkaitan dan kesesuaian jawaban yang diberikan. 4.1.1.1.3. Apakah dalam kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing hang,cear cumpe, dll) , para tua adat pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah dalam kegiatankegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing hang,cear cumpe, dll) , para tua adat pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, dijelaskan pada Tabel 4 sebagai berikut : Tabel 4 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan . Apakah dalam kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing hang,cear cumpe, dll) , para tua adat pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
38
54,3
2
Tidak
32
45,7
70
100
Jumlah
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 3 sebagai berikut :
65
Diagram 3 .Apakah dalam kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing hang,cear cumpe, dll) , para tua adat pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Terhadap pertanyaan ini, menarik untuk disimak dimana jika diperhatikan, jawaban terhadap pertanyaan apakah dalam kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing hang,cear cumpe, dll) , para tua adat pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, menunjukkan jawaban yang hampir berimbang dimana sebanyak 38 responden (54,3 persen) mengatakan bahwa tua adat pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, sedangkan sisanya sebanyak 2 responden (45,7 persen) mena bahwa tua adat tak menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib. Untuk membandingkan jawaban ini, maka dilakukan wawancara pada tanggal 16 dan 17 Juni 2015 di tiga gendang yaitu Gendang Bealaing dengan nara sumber Bapak Yohanes Djeharum (Mantan Tua Golo/Mantan 66
Kepala Desa Bangka Pau), Bapak Hironimus Pengko (Tua Teno/Kepala Desa Bangka Pau sekarang), dan Bapak Wensislaus Burhanu (Tomas/ Mantan BPD Desa Bangka Pau); Gendang Gendang deru ara – jong bentengraja Rongga Koe (Bapak Yohanes Ngalas pada tanggal 17 Juni 2015), serta Tua Adat Suku Agos Kipo, Kota Komba pada tanggal 17 Juni 2015 (Bapak Yohanes Ngalas). Jawaban-jawaban nara sumber tersebut dijelaskan pada tabel 5 sebagai berikut : Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Wawancara Terhadap Pertanyaan pada saat kegiatan-kegiatan apa saja, tua adat membicarakan tentang himbauan pemilu yang aman dan tertib? GENDANG BEALAING GENDANG AGOS KIPO GENDANG GENDANG (Bapak Yohanes Djeharum, (Bapak Yohanes Ngalas) DERU ARA – JONG Bapak Hironimus Pengko, BENTENGRAJA Bapak Wensislaus Burhanu) (Bapak Nikolaus Anggal) Ya, tapi tidak sering. Tidak Saya melakukan himbauan Kami memberi himbauan sering karena kami sebagai ini tokoh
masyarakat
memiliki langsung
pada
saat
bekumpul kepada anggota suku kami
tidak bersama yakni pada saat pada saat acara Penti dan
kepentingan tatap muka para Caleg saya acara- acara adat dengan
Pemilu. menyempatkan
Seruan-seruan atau himbuan memberikan
diri
untuk dan pada saat
himbaun yang
lainnya ada tamu
berkunjung
untuk
itu dilakukan secara informal tersebut dan juga pada saat memberitahu kepada Naga baik kepada individu maupun pesta-pesta adat seperti Wa’u Beo kelompok
tentang
himbauan
dalam kehidupan anak, Penti dan pesta dat untuk melaksanakan Pemilu
masyarakat adat.
lainnya.
dengan aman dan tertib agar pembicaraan ini di dengar oleh Wura seki atau para leluhur kami
67
Berdasarkan tabel 4 tersebut, dapat diketahui bahwa jawaban dari para tua adat di tiga gendang di atas umumya menekankan jawaban pada kegiatan-kegiatan seremonial untuk tujuan dan kepentingan individu tertentu dalam menyampaikan pesan terselenggaranya pemilu yang aman dan tertib misalnya pada saat para calon anggota legislatif yang akan mengikuti pemilu, calon kepala daerah, dan perayaan-perayaan adat khusus lainnya. Artinya bahwa, dengan membandingkan jawaban dari 38 responden yang menjawab kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing hang,cear cumpe, dll), para tua adat menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib dan dibandingkan denga hasil wawancara terdapat kesesuaian jawaban yang pada intinya menekankan bahwa ritual adat tetaplah ritual adat, sedangkan untuk kepentingan individu (caleg maupun calon kepala daerah), ritual adat yang dilakukan disesuaikan dengan kepentingan para caleg atau calon kepala daerah tersebut. Dengan demikian, untuk jawaban tidak dari 32 responden dapat dijelaskan bahwa ritual adat tetaplah ritual adat dengan berbagai ungkapan adat kepada leluhur (wura seki), sedangkan untuk kepentingan lain, penggunaan doa adat disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan dari individu yang bersangkutan serta tidak merubah tata aturan doa adat yang sudah menjadi tradisi dari masing-masing gendang tersebut. Pada saat pertemuan keluarga, para tua adat tidak jarang menyarankan agar jangan terlibat dalam berbagai bentuk keributan/konflik 68
antar partai politik atau calon legislatif. Bahkan
tua adat kerap
menyarankan kepada warganya untuk tidak terlibat dalam tim sukses/tim kampanye
bila
bukan
pengurus Parpol. Selain itu pula, pada saat
kunjungan Caleg ke rumah adat (gendang), tua teno atau tua golo sering dimintah untuk melakukan kegiatan/ritual teing hang (pemberian sesajian) atau selek. Kegiatan atau riual seperti ini adalah bentuk penghormatan dari Caleg terhadap roh nenek moyang dari komunitas adat dan memintah dukungan leluhur (wura agau ceki) . Rutual ini biasanya dalam bentuk persembahan
binatang seperti
ayam atau babi dan
tuak (laru) yang
prosesnya langusng ditangani oleh tua adat. Dalam kesempatan seperti di atas, tua adat tidak pernah mengarahkan pilihan warganya untuk memilih atau memenangkan calon tertentu. Dengan kata lain netralitas tua adat dalam Pemilu sudah tampak dalam pernyataan-pernyatan saat seremoni adat teing hang atau acara selek berlangsung. Tua adat adalah fugur teladan di komunitasnya karena itu dia menjadi pemimpin adat untuk semua bukan untuk kepentingan partai atau calon tertentu. Netralitas seorang tua adat ,tampak dalam ungkapan Tuat Adat Bealaing saat teing hang salah satu calon anggota legislatif, berikut: “ Io, denge lite ase kaen. Hoo ase kae dita ata Celeg ata mai tegi papi agu kinda dite. Ite kali ga ngaji kudu weang gerak agu nggalis naid kudu neka manga doong le ronggo agu renang cengkang nia pa agu lakon kreng Caleg hoo. Jadi , toe tombo bon ite, hoo tuak lele agu manuk kapun. Kepok ite.” Inti dari ungkapan itu, bahwa tua adat merestui dan mendoakan calon anggota legislatif yang datang ke tengah komunitas adat. Komunitas 69
adat mengharapkan tidak ada aral dan rintangan dalam perjuangan sang Caleg. Jadi pilihan politik warga sama sekali tidak diarahkan oleh tua adat. 4.1.1.1.4. Apakah himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk menolak berbagai bentuk kampanye hitam? Jawaban
responden
terhadap
pertanyaan
apakah
apakah
himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk menolak berbagai bentuk kampanye hitam, dijelaskan pada Tabel 5 sebagai berikut : Tabel 5 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan . Apakah apakah himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk menolak berbagai bentuk kampanye hitam? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
60
85,7
2
Tidak
10
14,3
70
100
Jumlah
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 4 sebagai berikut :
70
Diagram 4 Apakah apakah himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk menolak berbagai bentuk kampanye hitam?
Pada tabel 5 dan diagram 4 tersebut di atas, diketahui bahwa sebanyak 60 responden (85,7 persen) mengatakan bahwa himbauan atau ajakan dari tua adat berpengaruh terhadap penolakan berbagai bentuk kampanye hitam, sedangkan sisanya sebanyak 10 responden (14,3 persen) mengatakan bahwa himbauan tersebut tidak berpengaruh terhadap berbagai bentuk penolakan kampanye hitam. Sebagai pembanding terhadap jawaban responden tersebut, berikut disajikan data hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 16-17 Juni 2015 dan dirangkum dalam tabel 6 sebagai berikut :
71
Tabel 6 Rekapitulasi Hasil Wawancara Terhadap Pertanyaan Apakah himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk menolak berbagai bentuk kampanye hitam? GENDANG BEALAING GENDANG AGOS KIPO GENDANG GENDANG (Bapak Yohanes Djeharum, (Bapak Yohanes Ngalas) DERU ARA – JONG Bapak Hironimus Pengko, BENTENGRAJA Bapak Wensislaus Burhanu) (Bapak Nikolaus Anggal) Ya. Bentuk kampanye hitam Ya justru itulah yang sering Ya, karena sudah diatur seperti menjelek-jeleksan saya himbaukan, karena dalam UU bahwa tua adat nama Parpol atau caleg, upaya kampanye hitam seringkali untuk tidak melakukan menghasut, pengerusakan merusak situasi dan bahkan kampanye hitam kepada fasilitas umum, keributan dan membawa perpecahan dalam masyarakat karena ada sebagainya adalah larangan kehidupan bermasyarakat. sanksi yang diberlakukan yang ditegaskan oleh undang- Sehingga saya sering oleh negara dan juga ada undang. Larangan tersebut menghimbau untuk sanksi yang berkaitan juga dibenarkan oleh norma- menghindari politik uang dan dengan adat jika kami norma adat yang berlaku. hasutan-hasutan yang menghimbau atau mengajak Kehidupan yang serasi, membawa perpecahan. anggota suku kami untuk harmoni dan penuh melakukan dan mengikuti kekeluragaan antara sesama kampanye hitam yang kami warga adalah prinsip hidup lakukan karena setiap yang dipegang teguh dalam tingkah laku dan perkataan persekutuan masyarakat adat. kita didengar oleh para Susasana ini terbawa juga leluhur dalam hajatan politik Pemilu. Sesungguhnya norma-norama ini tidak saja dipahami oleh tua-tua adat, tetapi juga sangat dijunjung tinggi oleh semua warga termasuk para Caleg dan timnya. Ada keyakinan bahwa apabila seorang Caleg/ anggota Parpol melangkahi tatanan ini maka dia akan mendapat kutukan leluhur.
Berdasarkan tabel 6 tersebut, jawaban dari ke 5 Tua Adat pada masing-masing Gendang sepakat mengatakan bahwa himbauan/ajakan dari Tua Adat berpengaruh terhadap sikap untuk menolak berbagai bentuk 72
kampanye hitam sehingga dapat diketahui kesesuaian jawaban responden dengan hasil wawancara. Informasi tambahan yang turut berhasil digali adalah bahwa masyarakat adat telah memiliki norma-norma adat yang sangat dijunjung tinggi oleh semua warga termasuk para Caleg dan timnya. Ada keyakinan bahwa apabila seorang Caleg/anggota Parpol melangkahi tatanan ini, maka akan mendapat kutukan leluhur. Selain itu pula, karena sudah diatur dalam UU bahwa tua adat untuk tidak melakukan kampanye hitam kepada masyarakat, maka akan ada sanksi yang diberlakukan oleh negara dan juga ada sanksi yang berkaitan dengan sanksi adat jika para tua adat menghimbau atau mengajak anggota suku mereka untuk melakukan dan mengikuti kampanye hitam, karena setiap tingkah laku dan perkataan seluruh masyarakat adat didengar oleh para leluhur. Jadi, setelah membandingkan jawaban responden dengan hasil wawancara, maka dapat diketahui bahwa terdapat kesesuaian jawaban antara kedua kelompok tersebut dengan persentase jawaban ya lebih dari 85 persen. 4.1.1.1.5. Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan? Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah Untuk pemilupemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan, dijelaskan pada Tabel 7 sebagai berikut : 73
Tabel 7 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
56
80
2
Tidak
14
20
70
100
Jumlah
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 5 sebagai berikut :
Diagram 5 Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan?
Pada tabel 7 dan diagram 5 tersebut di atas, diketahui bahwa sebanyak 56 responden (80 persen) mengatakan bahwa untuk pemilu-pemilu 74
di masa yang akan datang, perlu membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan, sedangkan sisanya sebanyak 14 responden (20 persen) mengatakan bahwa himbauan tersebut tidak perlu membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan. Sebagai pembanding terhadap jawaban responden tersebut, berikut disajikan data hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 16-17 Juni 2015 dan dirangkum dalam tabel 8 sebagai berikut : Tabel 8 Rekapitulasi Hasil Wawancara Terhadap Pertanyaan Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan? GENDANG BEALAING GENDANG AGOS KIPO GENDANG GENDANG (Bapak Yohanes Djeharum, (Bapak Yohanes Ngalas) DERU ARA – JONG Bapak Hironimus Pengko, BENTENGRAJA Bapak Wensislaus Burhanu) (Bapak Nikolaus Anggal) Ya, perlu dibentuk kegiatan Ya, kami sebagai anggota Bergantung kepada KPU, khusus. Wujudnya bisa dalam masyarakat khususnya saya tetapi menurut kami perlu, bentuk sosialisasi atau sebagai tua adat sangat seperti sosialisasi di rumah pendidikan politik pemilih di mengharapkan agar ada adat agar masyarakat dalam lingkup komunitas gendang. kegiatan-kegiatan khusus suku kami memahami KPU dan pihak terkait berkaitan dengan pemilu di dengan baik tentang diharapkan dapat mewujudkan pemilu yang akan datang pentingnya pemilu kegiatan ini secara terpadu khususnya kegiatan dengan pihak pemerintah sosialisasi yang berkaitan setempat dengan kepemiluan. Karena warga kami masih banyak yang tidak tahu tentang bagaiman yang baik dalam menghadapi pemilu dan para caleg yang seringkali nakal
Dengan 56 responden (80 persen) yang mengatakan bahwa untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang perlu membentuk kegiatan75
kegiatan
khusus
bagi
masyarakat
adat
terkait
kepemiluan,
serta
membandingkan hasil wawancara pada kelima tua adat tersebut, maka diketahui bahwa terdapat kesesuaian jawaban. Informasi tambahan yang turut diperoleh adalah perlunya dilakukan kegiatan sosialisasi di rumahrumah adat (Gendang) yang dilakukan oleh pyelenggara (KPU) dan pemerintah guna meminimalisir terjadinya penyelenggaraan pemilu yang tidak jujur/curang. 4.1.2. Kelompok Pendidikan Pada tabel 9 berikut dijelaskan mengenai item-item pertanyaan tentang peran guru terhadap political voluntarism siswa sekolah di Kabupaten Manggarai Timur. Dan untuk mengetahui peran guru tersebut, diuraikan dalam 6 (enam) pertanyaan sebagai berikut : Tabel 9 Item Pertanyaan Tentang peran guru terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur Item Pertanyaan Pertanyaan 1 Apakah disekolahmu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib? 2 Apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di sekolahmu? 3 Selain kegiatan khusus tentang kepemiluan, apakah ada mata pelajaran yang turut membantu anda untuk memahami tentang pemilu? 4 Apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel bendera kepala sekolah atau guru sering menghimbau anda untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu yang aman? 5
Apakah himbauan atau ajakan dari guru dan mata pelajaran yang kalian dapat, berpengaruh terhadap anda untuk menolak kekerasan dalam pemilu? 76
6
Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk menyediakan kurikulum/mata pelajaran khusus terkait kepemiluan?
4.1.2.1 Apakah disekolahmu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib? Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah disekolahmu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib, dijelaskan pada Tabel 10 sebagai berikut : Tabel 10 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Apakah disekolahmu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
67
66,3
2
Tidak
35
34,7
101
100
Jumlah
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 6 sebagai berikut :
77
Diagram 6 Apakah disekolahmu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib?
Pada tabel 10 dan diagram 6 di atas, diketahui bahwa 67 responden (66,3 persen) manjawab pada pemilu 2014 terdapat kegiatan-kegiatan khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib, dan sisanya sebanyak 35 responden (34,7 persen) mengatakan sebaliknya yaitu tidak ada kegiatan terkait kepemiluan pada pemilu 2014 lalu. Sebagai pembanding terhadap jawaban responden tersebut, maka dilakukan wawancara kepada beberapa guru di 3 (tiga) sekolah yaitu Bapak Felianus Jiman, S.Pd
(Wakasek SMUN 1 Sita Kaca) dan Ibu Rosana
Dalima, S.Pd (Guru PPkN SMUN 1 Sita Kaca), Bapak Drs. Simon Sabur (Guru PPkN SMUK Pancasila), dan Ibu Edith Saka, S.Pd (Kepala Sekolah SMUN 4 Borong), dan Bapak Charles L. S. Fil (Guru PPkN SMUN 4 Borong).
78
Berikut ini disajikan data hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 10 Juni 2015 dan dirangkum dalam tabel 11 sebagai berikut : Tabel 11 Rekapitulasi Hasil Wawancara Terhadap Pertanyaan Apakah disekolah Bapak/Ibu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib? SMUK PANCASILA SMUN 4 BORONG SMUN 1 SITA KACA (Bapak Drs. Simon Sabu) (Ibu Edith Saka, S.Pd, Bapak (Bapak Felianus Juman, Charles L. S.Fil) S.Pd, Ibu Rosana Dalima, S.Pd) Ada.Kegiatan tersebut Ada. Kegiatan tersebut Ada. Nama kegiatanya bernama Sosialisasi Gerakan bernama Sosialisasi Gerakan adalah Tim Relawan Sejuta Relawan Panwas Sejuta Relawan Panwas Sekolah Dalam Pemilu Pemilu Untuk Pemilih Pemula Pemilu Untuk Pemilih berupa pemilihan dalam lingkup SMUK Pemula dalam lingkup beberapa siswa/i dengan Pancasila Borong. SMUN 4 Borong. prestasi akademik maupun non akademik untuk menjadi duta di lingkungan sekolah maupun luar sekolah yang menyuarakan pentingnya pelaksanaan pemilu yang aman dan tertib. Dengan adanya pelimpahan tugas ini, maka tugas para guru hanyalah memantau para duta sekolah yang telah diberikan tugas khusus tersebut. Ada. Kegiatan tersebut diberi nama Sosialisasi Gerakan Sejuta Relawan Panwas Pemilu Untuk Pemilih Pemula dalam lingkup SMUN 1 Kaca, Borong
Hasil wawancara terhadap para nara sumber pada tabel 11 tersebut di atas jika disandingkan dengan jawaban responden pada tabel 10, ditemukan bahwa terdapat kesesuaian jawaban dimana pada pemilu 2014 terdapat 79
kegiatan khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib yang diberi nama Sosialisasi Gerakan Sejuta Relawan Panwas Pemilu Untuk Pemilih Pemula. Dengan demikian, dengan jumlah persentase jawaban responden yang mengatakan terdapat kegiatan khusus di sekolah masing-masing dengan persentase lebih dari 66 persen, dapat dibuktikan dengan jawaban hasil wawancara terhadap para guru. 4.1.2.2. Apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di sekolahmu? Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di sekolahmu, dijelaskan pada Tabel 12 sebagai berikut : Tabel 12 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di sekolahmu? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
66
65,3
2
Tidak
34
33,7
101
100
Jumlah
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 7 sebagai berikut :
80
Diagram 7 Apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di sekolahmu?
Sebanyak 66 responden (65,3 persen) menjawab bahwa kegiatan khusus kepemiluan yang diselenggarakan di sekolah digerakkan oleh para guru di sekolah, dan 34 responden (33,7 persen) menjawab tidak digerakan oleh guru di sekolah. Sebagai
pembanding
jawaban
responden
tersebut,
maka
digunakanlah hasil wawancara seperti yang telah terekapitulasi pada tabel 13 sebagai berikut : Tabel 13 Rekapitulasi Hasil Wawancara Terhadap Pertanyaan Apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di sekolahmu? SMUK PANCASILA SMUN 4 BORONG SMUN 1 SITA KACA (Bapak Drs. Simon Sabur) (Ibu Edith Saka, S.Pd, Bapak (Bapak Felianus Juman, Charles L. S.Fil) S.Pd, Ibu Rosana Dalima, S.Pd) Ya. Kegiatan Sosialisasi Ya. Kegiatan Sosialisasi Bapak Felianus Juman, Gerakan Sejuta Relawan Gerakan Sejuta Relawan S.Pd. : Panwas Pemilu Untuk Pemilih Panwas Pemilu Untuk Tidak, kegiatan Sosialisasi Pemula dalam lingkup SMUK Pemilih Pemula dalam Gerakan Sejuta Relawan 81
Pancasila Borong merupakan hasil kerjasama SMUK Pancasila dengan Panwas Kabupaten Manggarai Timur.
lingkup SMUN 4 Borong merupakan hasil kerjasama SMUN 1 Kaca dengan Panwas Kabupaten Manggarai Timur serta digagas oleh Panwas Kabupaten Manggarai Timur.
Panwas Pemilu Untuk Pemilih Pemula dalam lingkup SMUN 1 Kaca, Borong merupakan hasil kerjasama SMUN 1 Kaca dengan Panwas Kabupaten Manggarai Timur serta digagas oleh Panwas Kabupaten Manggarai Timur. Di sini, peran sekolah hanyalah sebagai pendamping kegiatan Panwaslu serta siswa/I pemilih pemula sebagai Subyek Pelaksana. Ibu Rosana Dalima, S.Pd : Ya. Kegiatan Tim Relawan Sekolah tersebut lebih banyak dilakukan pada saat jam pelajaran terutama pada kegiatankegiatan ekstrakurikuler siswa/i 4 (empat) nara sumber pada wawancara yang telah dilakukan,
memberikan jawaban yang sama dengan sebagian besar jawaban responden bahwa kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh para guru di sekolah, sebaliknya, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SMUN 1 Sita Kaca (Bapak Felianus Juman, S.Pd), lebih menekankan pada peran sekolah hanyalah sebagai pendamping kegiatan Panwaslu serta siswa/I pemilih pemula sebagai Subyek Pelaksana. Jadi berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diketahui bahwa terdapat kesesuaian jawaban responden dengan hasil wawancara kepada para guru di ketiga sekolah obyek penelitian ini.
82
4.1.2.3. Selain kegiatan khusus tentang kepemiluan, apakah ada mata pelajaran yang turut membantu anda untuk memahami tentang pemilu? Jawaban responden terhadap pertanyaan selain kegiatan khusus tentang kepemiluan, apakah ada mata pelajaran yang turut membantu anda untuk memahami tentang pemilu, dijelaskan pada Tabel 14 sebagai berikut : Tabel 14 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Selain kegiatan khusus tentang kepemiluan, apakah ada mata pelajaran yang turut membantu anda untuk memahami tentang pemilu? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
94
93,1
2
Tidak
7
6,9
101
100
Jumlah
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 8 sebagai berikut :
Diagram 8 selain kegiatan khusus tentang kepemiluan, apakah ada mata pelajaran yang turut membantu anda untuk memahami tentang pemilu
83
Rekapitulasi jawaban responden dengan persentase jawaban responden lebih dari 90 persen (tepatnya 93,1 persen) menunjukkan bahwa pertanyaan tentang mata pelajaran khusus tentang kepemiluan membantu siswa untuk memahami pemilu benar adanya. Hal ini dibuktikan dengan jawaban 94 responden yang menjawab bahwa ada mata pelajaran khusus tentang pemilu dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, sedangkan 7 responden (6,9 persen) menjawab tidak ada mata pelajaran khusus tentang pemilu di sekolah. Guna membandingkan jawaban para responden tersebut, maka digunakanlah teknik wawancara kepada kelima nara sumber penelitian ini pada tanggal 10 Juni 2015 dan dengan kompak menjawab bahwa mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPkN) merupakan mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan menengah dan di dalam mata pelajaran PPkN tersebut terdapat materi tentang kepemiluan. Oleh karena itu, berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dilihat hubungan antara jawaban 7 responden yang menjawab tidak ada mata pelajaran khusus tentang pemilu. Penjelasan terhadap perbedaan pandangan ini hanyalah pada cara siswa menterjemahkan kuesioner yang telah dibagikan yaitu karena materi tentang pemilu hanya merupakan salah satu muatan wajib dari sekian banyak muatan wajib lainnya dalam mata pelajaran PPkN di sekolah menengah umum.
84
4.1.2.4. Apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel bendera kepala sekolah atau guru sering menghimbau anda untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu yang aman? Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut, dijelaskan pada Tabel 15 sebagai berikut : Tabel 15 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel bendera kepala sekolah atau guru sering menghimbau anda untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu yang aman? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
79
78,2
2
Tidak
22
21,8
101
100
Jumlah
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 9 sebagai berikut : Diagram 9 Apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel bendera kepala sekolah atau guru sering menghimbau anda untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu yang aman
85
Dari keseluruhan responden yang berjumlah 101 responden, 78 responden (78,2 persen) menjawab pada saat apel bendera atau momentmoment tertentu, kepala sekolah atau guru sering menghimbau untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu yang aman, sedangkan sisanya sebanyak 22 responden (21,8 persen) mengatakan tidak. Pembanding
jawaban
responden-responden
tersebut
adalah
berdasarkan hasil wawancara kepada para nara sumber pada tanggal 10 Juni 2015 sebagai berikut : Tabel 16 Apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel bendera kepala sekolah atau guru sering menghimbau anda untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu yang aman? SMUK PANCASILA SMUN 4 BORONG SMUN 1 SITA KACA (Bapak Drs. Simon Sabur) (Ibu Edith Saka, S.Pd, Bapak (Bapak Felianus Juman, Charles L. S.Fil) S.Pd, Ibu Rosana Dalima, S.Pd) Ya ada dan bersifat situasional Ya ada pada apel bendera Bapak Felianus sesuai dengan kondisi pada dan kegiatan belajar Juman, S.Pd. : saat penyampaian himbauan mengajar. Ya, Ada. Himbauan tersebut diberikan kepada tersebut umumnya berupa siswa. upaya menjaga keamanan dan ketertiban sekolah dan lingkungan sekitar dengan tidak melakukan kegiatankegiatan yang berpotensi menimbulkan kekacauan seperti Konvoi sepeda motor, kebut-kebutan, dan bahkan melarang penggunaan berbagai atribut calon atau partai tertentu dalam lingkungan sekolah. Ibu Rosana Dalima, S.Pd : Ya, ada. Himbauan tersebut sama dengan penyampaian 86
wakil kepala sekolah Bapak Felianus Juman, S.Pd. Selain itu pula, himbauan lisan pada saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sedang berlangsung, meskipun bukan pada saat KBM PPkN.
Jawaban para nara sumber menunjukkan bahwa 78,2 persen jawaban responden yang mengatakan bahwa terdapat moment-moment tertentu kepala sekolah dan guru menyampaikan himbauan demi terselenggaranya pemilu yang aman, dapat dipertanggungjawabkan. Artinya bahwa terdapat kesesuaian jawaban responden dengan jawaban dari para nara sumber. Dengan demikian, terkait pertanyaan apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel bendera kepala sekolah atau guru sering menghimbau anda untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu yang aman, adalah benar adanya. 4.1.2.5. Apakah himbauan atau ajakan dari guru dan mata pelajaran yang kalian dapat, berpengaruh terhadap anda untuk menolak kekerasan dalam pemilu? Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut, dijelaskan pada Tabel 17 sebagai berikut :
87
Tabel 17 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Apakah himbauan atau ajakan dari guru dan mata pelajaran yang kalian dapat, berpengaruh terhadap anda untuk menolak kekerasan dalam pemilu? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
79
78,2
2
Tidak
22
21,8
101
100
Jumlah
Himbauan dan mata pelajaran yang telah diperoleh responden berpengaruh terhadap perilaku responden dalam menolak kekerasan dalam pemilu ditunjukkan dengan jawaban responden yang mencapai 78,2 persen (79 responden), sebaliknya, 21,8 persen (22 responden) mengatakan jka himbauan tersebut tidak berpengaruh dalam perilaku menolak kekerasan dalam pemilu. Perlu digarisbawahi bahwa dengan jawaban responden yang mencapai lebih dari 78 persen, termasuk cukup tinggi dalam menjelaskan pengaruh himbauan guru terhadap perilaku menolak kekerasan dalam pemilu. Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 10 sebagai berikut :
88
Diagram 10 Apakah himbauan atau ajakan dari guru dan mata pelajaran yang kalian dapat, berpengaruh terhadap anda untuk menolak kekerasan dalam pemilu
Sebagai pembanding jawaban responden, hasil wawancara kepada kelima responden di tiga sekolah obyek penelitian ini pun menunjukkan jawaban yang hampir sama dengan jawaban responden. Bapak Felianus Juman, S.Pd dan Ibu Rosana Dalima, S.Pd pada wawancara tanggal 10 Juni 2015, menggarisbawahi penekanan pada terselenggaranya Pemilu yang aman dan tertib, terutama lingkungan di sekitar sekolah, tidak adanya konvoi kendaraan yang dilakukan oleh siswa/I, tidak adanya kebut-kebutan, serta tidak adanya atribut-atribut dari calon legislatif dan partai tertentu di lingkungan sekolah. Sedangkan pada ketiga nara sumber lainnya (Ibu Edith Saka, S.pd, Bapak Charles L. S.Fil, serta Bapak Drs. Simon Sabur) menekankan pada peran guru dalam pendampingan siswa baik di dalam maupun diluar lingkungan sekolah termasuk perilaku siswa dalam peneyelanggaraan proses pemilu. 89
Dengan demikian, setelah memperhatikan mayoritas jawaban responden dengan hasil wawancara, maka dapat dikatakan bahwa himbauan atau ajakan dari guru dan mata pelajaran berpengaruh terhadap siswa untuk menolak kekerasan dalam pemilu. 4.1.2.6. Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk menyediakan kurikulum/mata pelajaran khusus terkait kepemiluan? Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut, dijelaskan pada Tabel 18 sebagai berikut : Tabel 18 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk menyediakan kurikulum/mata pelajaran khusus terkait kepemiluan? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
50
50,5
2
Tidak
51
49,5
101
100
Jumlah
Menarik untuk disimak, bahwa pada tabel 18 tentang rekapitulasi jawaban responden, menunjukkan bahwa dari total jumlah responden sebanyak 101 responden, jumlah dan persentasenya
hampir sama serta
dengan selisih hanya sebesar 1 responden. Sebanyak 51 responden (50,5 persen) menjawab tidak perlu ada mata pelajaran atau kurikulum khusus tentang pemilu, dan 50 responden (49,5 persen) menjawab perlu ada kurikulum atau mata pelajaran khusus tentang pemilu.
90
Untuk membandingkan jawaban responden-responden tersebut, jawaban dari para nara sumber dapat dijadikan sebagai tolok ukur perbandingan. Bapak Felianus Juman, S.Pd dan Ibu Rosana Dalima, S.Pd pada wawancara tanggal 10 Juni 2015 di SMUN 1 Sita Kaca, memberikan penjelasan bahwa penambahan mata pelajaran atau kurikulum khusus tentang pemilu tidak perlu untuk dilakukan. Terobosan yang dapat dilakukan kedepan adalah dengan sosialisasi yang berkesinambungan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu (KPU) yang tidak hanya terpusat pada saat menjelang pelaksanaan pemilu, sudah ada materi khusus tentang pemilu yang
termuat
dalam
Mata
Pelajaran
Pendidikan
Pancasila
dan
Kewarganegaraan (PPkN), perlunya kerjasama antar berbagai pihak demi terselenggaranya pemilu yang aman dan tertib seperti sosialisasi oleh penyelenggara KPU dan PANWAS, kepolisian, serta instansi terkait seperti Kesbangpolinmas Kabupaten, serta yang paling utama adalah penambahan jam pelajaran PPkN. Jawaban senada juga diperoleh dari hasil wawancara dengan tiga nara sumber di SMUK Pancasila (Drs. Simon Sabur) dan SMUN 4 Borong (Ibu Edith Saka, S.Pd dan Bapak Charles L. S.Fil) pada tanggal 10 Juni 2015. Menurut para nara sumber tersebut, tidak perlu ada mata pelajaran khusus tentang pemilu karena sudah terintegrasi dengan mata pelajaran PPkN di tingkat SMU. Oleh karena itu, setelah membandingan mayoritas jawaban responden dengan jawaban nara sumber, maka dapat ditarik kesimpulan
91
bahwa penambahan mata pelajaran khusus tentang kepemiluan belumlah diperlukan karena sudah terintegrasi dengan mata pelajaran PPkN. Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan pada diagram 11 sebagai berikut :
Diagram 11 Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk menyediakan kurikulum/mata pelajaran khusus terkait kepemiluan
4.1.3. Kelompok Agama Pada tabel 19 berikut dijelaskan mengenai item-item pertanyaan tentang peran tokoh agama terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur dengan jumlah sampel kelompok masyarakat keagamaan dalam penelitian ini berjumlah 165 responden. Dan untuk mengetahui peran tokoh agama tersebut, diuraikan dalam 5 (lima) item pertanyaan sebagai berikut :
92
Tabel 19 Item Pertanyaan Tentang peran tokoh agama terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur Item Pertanyaan Pertanyaan 7 Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa pemimpin agama adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib? 8
Apakah pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
9
Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
10
Pemilu 2014 telah selesai dilaksanakan dengan aman dan tertib. Salah satu faktor kuncinya adalah karena kaum muda tidak terprovokasi untuk melakukan kekerasan. Apakah sikap menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan pemimpin agama masing-masing?
11
Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan?
4.1.3.1. Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa pemimpin agama adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib? Rekapitulasi distribusi jawaban responden yang berjumlah 165 responden, dijelaskan pada tabel 20 sebagai berikut :
93
Tabel 20 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa pemimpin agama adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
162
98,2
2
Tidak
0
0
3
Tidak Menjawab
3
1,8
165
100
Jumlah
Pada tabel 20 di atas, dari keseluruhan responden yang berjumlah 165 orang, frekuensi jawaban terbanyak adalah pada jawaban bahwa responden setuju dengan pernyataan bahwa pemimpin agama merupakan salah satu faktor penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib dengan jumlah jawaban sebanyak 162 responden (98,2 persen). Kemudian secara berturut-turut, responden yang tidak menjawab sebanyak 3 responden (1,8 persen) serta tidak ada responden yang mengatakan pemimpin agama bukan merupakan salah satu faktor penggerak pemilu yang aman dan tertib. Penjelasan grafis distribusi jawaban responden tersebut dijelaskan pada diagram 12 sebagai berikut :
94
Diagram 12 Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa pemimpin agama adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib
Sebagai pembanding jawaban responden, maka digunakan hasil wawancara dengan nara sumber yang berperan sebagai pelindung/pimpinan serta penasehat utama pada tiga kelompok organisasi kepemudaan keagamaan pada tanggal 12 Juni 2015, yaitu : a. Agama Katolik : Romo Yohanes Mastaram, Pr (Pastor Paroki Borong sekaligus Pelindung organisasi kepemudaan bernama Orang Muda Katolik/OMK), serta Rm. Simon Nama, Pr (Pastor VIKEP Borong); b. Agama Islam : Imam Masjid Jami Borong (Ustad Muhammad Ali) sekaligus pelindung organisasi kepemudaan Islam yaitu Remaja Masjid (REMAS) dan Pemuda Masjid Borong.
95
c. Agama Protestan : Pelindung organisasi kepemudaan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Eben Haezer Borong, Pendeta Melkisedek Smith. Tabel 21 Rekapitulasi Jawaban Nara Sumber Terhadap Pertanyaan Setujukah anda dengan pernyataan ini :bahwa pemimpin agama adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib? Pemimpin Agama Katolik MUI Borong GMIT Ebenhaezer (Rm Yohanes Mastaram, PR (Ustad Muhammad Ali) Borong dan Rm. Simon Nama, PR) (Pendeta Melkisedek Smith) YA Setuju, kami melihat semua berperan. Bahwa pemimpin agama salah satu penggerak pada dasarnya iya, tetapi ada peran Allah sendiri, melalui pemerintah, parpol, penyelenggara dan masyarakat umum juga dari tokoh pendidikan, memiliki semangat yang sama yaitu menjaga suasana yang aman tertib pada semua segi kehidupan di manggarai timur. ini sungguh Tuhan terlibat. Kita tau Pemilu selain untuk memilih wakil rakyat dan penimpin bangsa pemilu juga dipandang sebagai pendidikan politik dalam keberagaman agama demi mencerdaskan kehidupan bangsa, kebaikan bersama; bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, inofatif, produktif, energik, mandiri dan demokratis serta
Ya, bahwa pemimpin agama adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib
96
iya setuju, Gereja Protestan melalui Surat Gembala PGI dan himbauan dari para pendeta, untuk para jemaat agar memilih dengan hati, dan menerima kekelahan bagi yang maju caleg dan kalah.
bertanggungjawab dan negara.
pada
Pada rekapitulasi tabulasi jawaban nara sumber terhadap wawancara yang telah dilakukan kepada ketiga kelompok agama tersebut pada tabel 21 di atas, diketahui bahwa jawaban seluruh nara sumber sejalan dengan jawaban responden. Artinya bahwa, para pemimpin agama juga merupakan salah satu faktor pendorong terciptanya pemilu yang aman dan tertib. Sehingga dengan demikian dapat diketahui bahwa terdapat kesesuaian jawaban antara jawaban responden dengan jawaban nara sumber penelitian ini. 4.1.3.2. Apakah pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? Tabel 22 berikut menggambarkan total rekapitulasi jawaban dari 165 resonden penelitian ini yang diuraikan sebagai berikut : Tabel 22 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Apakah pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
162
98,2
2
Tidak
0
0
3
Tidak Menjawab
3
1,8
165
100
Jumlah
Distribusi jawaban responden terbanyak yang mencapai 162 responden (98,2 persen) adalah pada jawaban bahwa pemimpin agama 97
sering menghimbau atau mengajak responden untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, 3 responden (1,8 persen) tidak menjawab, dan tidak ada responden yang menjawab tidak ada himbauan dari pemimpin agama. Dengan demikian, setelah melihat distribusi jawaban responden tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa menurut para responden, pemimpin agama merupakan orang yang sering menghimbau umat termasuk organisasi kepemudaan keagamaan pada masing-masing obyek penelitian ini untuk turut terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib. Penjelasan grafis dalam bentuk diagram atas distribusi jawaban responden penelitian ini, dijelaskan pada diagram 13 sebagai berikut : Diagram 13 Apakah pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
98
Sebagai pembanding jawaban responden, hasil wawancara dengan keempat nara sumber pada tanggal
12 Juni 2015, dijelaskan sebagai
berikut : Tabel 23 Rekapitulasi Jawaban Nara Sumber Terhadap Pertanyaan Apakah pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? Pemimpin Agama Katolik MUI Borong GMIT Ebenhaezer (Rm Yohanes Mastaram, PR (Ustad Muhammad Ali) Borong dan Rm. Simon Nama, PR) (Pendeta Melkisedek Smith) Rm. Yohanes Mastaram, iya sering menghimbau dan Gereja Protestan dalam PR : iya selalu kita lakukan mengajak umat untuk turut ibadah selalu menghimbau itu, dalam kegiatan serta terlibat dalam dan mengajak jemaat, katekese KBG, mimbar mewujudkan pemilu yang untuk memilih dengan sabda pada pengumuman aman dan tertib, melalui melihat visi misi calon akhir perayaan ekaristi kotbah-kotbah jumaat, setiap selesai kurban misa. ceramah-ceramah, terawih dan kegiatan lainnya pada bulan ramadhan, dan bersama umat dan para pengajian pada majelis tokoh umat. Hal ini bentuk tas’lim kepedulian kita sebagai pemimpin umat pada pemilu, dalam semangat kebhinekaan suku-suku dan agama, sesuai kebhinekaan kita sesama anak bangsa. Rm. simon nama, PR : iya selalu kita lakukan itu, dalam kegiatan katekese para pastor paroki dan dalam sidang kevikepan setiap bulan. sehingga di tingkat paroki ada kegiatan di kelompok-kelompok basis. hal ini bentuk kepedulian kita sebagai pemimpin umat pada pemilu, negara, sesuai kebhinekaan kita, juga kita dituntun oleh iman kristiani “jadilah saksi99
saksi Kristus dan mewartakan keselamatan allah kepada manusia”. kita juga diinspirasi oleh surat gembala dan tematema katekese umat.
Hasil wawancara terhadap keempat tokoh pada ketiga kelompok agama sesuai rekapitulasi pada Tabel 23 tersebut di atas menunjukkan bahwa masing-masing pemimpin agama dengan cara agamanya masingmasing selalu menghimbau umatnya masing-masing demi terlaksananya pemilu yang aman dan tertib. Sehingga dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa terdapat kesesuaian jawaban antara jawaban responden dengan jawaban nara sumber, artinya bahwa pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak umatnya untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib. 4.1.3.3. Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? Tabel 24 berikut menggambarkan total rekapitulasi jawaban dari seluruh responden yang berjumlah 165 resonden penelitian dan yang diuraikan sebagai berikut :
100
Tabel 24 Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
154
93,3
2
Tidak
8
4,8
3
Tidak Menjawab
3
1,8
165
100
Jumlah
Terkait pertanyaan apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, sebagian besar responden (93,3 persen) atau sekitar 154 responden memberikan jawaban bahwa untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, pemimpin agama membentuk kegiatan-kegiatan khusus. Selanjutnya, 8 responden (3,8 persen) menjawab pemimpin agama tidak membuat kegiatan-kegiatan khusus guna terwujudnya pemilu yang aman dan tertib, serta 3 responden (1,8 persen) yang tidak menjawab. Secara grafis, distribusi jawaban responden tersebut dijelaskan pada diagram 14 sebagai berikut :
101
Diagram 14 Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Sebagai pembanding jawaban responden, hasil wawancara dengan keempat nara sumber pada tanggal
12 Juni 2015, dijelaskan sebagai
berikut : Tabel 25 Rekapitulasi Jawaban Nara Sumber Terhadap Pertanyaan Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib? Pemimpin Agama Katolik MUI Borong GMIT Ebenhaezer (Rm Yohanes Mastaram, PR (Ustad Muhammad Ali) Borong dan Rm. Simon Nama, PR) (Pendeta Melkisedek Smith) Iya ada. Tema – tema Iya ada, melalui kegiatan Ada, melalui perkumpulan pemilu selalu kita bawakan lomba-lomba dilingkungan remaja saat kegiatan dalam katekese umat, yang masing-masing mesjid dalam ibadah untuk memilih khusus untuk mendalami rangka terciptanyan dengan bijak, dan turut pemilu, kelompok keamanan dan persaudaraan menjaga ketertiban saat kategorial, dan diperkuat di pemilu mimbar-mimbar ibadah, (untuk kita ada buku pegangannya) juga ada umat kita yang kita dorong menjadi penyelenggara tingkat desa dan kecamatan. 102
Terdapat berbagai kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib dan disesuaikan dengan metode dan cara dari masing-masing agama. Misalnya melalui kegiatan mimbar ibadah untuk agama Katolik, lomba dilingkungan masjid untuk agama Islam, serta kegiatan ibadah untuk agama Protestan. Inti dari berbagai jenis kegiatan-kegiatan tersebut adalah guna terwujudnya pemilu yang aman dan tertib. Dan berdasarkan rekapitulasi seluruh nara sumber penelitian ini seperti yang tersaji pada tabel 25 tersebut di atas, diketahui bahwa jawaban atas pertanyaan apakah ada kegiatankegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, secara gamblang masingmasing pemimpin agama mengatakan ada. Sehingga dengan demikian, maka diketahui bahwa seluruh jawaban nara sumber tersebut mampu menjelaskan dan menguatkan jawaban responden penelitian ini. 4.1.3.4. Pemilu 2014 telah selesai dilaksanakan dengan aman dan tertib. Salah satu faktor kuncinya adalah karena kaum muda tidak terprovokasi untuk melakukan kekerasan. Apakah sikap menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan pemimpin agama masing-masing? Jawaban responden terhadap pertanyaan ini bervariasi, dan pada tabel 26 berikut dijelaskan mengenai distribusi jawaban responden tersebut :
103
Tabel 26 Pemilu 2014 telah selesai dilaksanakan dengan aman dan tertib. Salah satu faktor kuncinya adalah karena kaum muda tidak terprovokasi untuk melakukan kekerasan. Apakah sikap menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan pemimpin agama masing-masing? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
161
97,6
2
Tidak
1
0,6
3
Tidak Menjawab
3
1,8
165
100
Jumlah
Frekuensi jawaban responden dengan persentase di atas 95 persen (tepatnya 97,6 persen) yang dijawab oleh responden, termasuk kedalam kategori tinggi. Artinya bahwa, sikap menolak kekerasan dalam pemilu merupakan pengaruh dari himbauan masing-masing pemimpin agama kepada umat atau organisasi kepemudaan bidang keagamaan masing-masing. Hal ini cukup dimaklumi mengingat peran para pemimpin agama, cukup vital dalam kehidupan beragama masing-masing agama. Selanjutnya, 3 responden (1,8 persen) tidak menjawab, dan sisanya sebanyak 1 responden (0,6 persen) dari total rekapitulasi jawaban responden menjawab himbauan pemimpin agama tidak berpengaruh terhadap sikap menolak kekerasan dalam pemilu. Dengan demikian, penjelasan grafis dalam bentuk diagram atas jawaban-jawaban responden tersebut dijelaskan pada diagram 15 sebagai berikut : 104
Diagram 15 Pemilu 2014 telah selesai dilaksanakan dengan aman dan tertib. Salah satu faktor kuncinya adalah karena kaum muda tidak terprovokasi untuk melakukan kekerasan. Apakah sikap menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan pemimpin agama masing-masing
Sebagai pembanding jawaban responden, hasil wawancara dengan keempat nara sumber pada tanggal 12 Juni 2015, dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 27 Rekapitulasi Jawaban Nara Sumber Terhadap Pertanyaan Pemilu 2014 telah selesai dilaksanakan dengan aman dan tertib. Salah satu faktor kuncinya adalah karena kaum muda tidak terprovokasi untuk melakukan kekerasan. Apakah sikap menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan pemimpin agama masing-masing? Pemimpin Agama Katolik MUI Borong GMIT Ebenhaezer (Rm Yohanes Mastaram, PR (Ustad Muhammad Ali) Borong dan Rm. Simon Nama, PR) (Pendeta Melkisedek Smith) Rm. Yohanes Mastaram, Iya; tokoh agama senantiasa Iya; sebagai pendeta kami PR : iya ada tema – tema dekat dan turut serta dalam selalu memberi informasi pemilu selalu kita bawakan segala kegiatan yang kepemiluan dan hasilnya. dalam katekese umat, dilakukan oleh kaum muda kelompok remaja kami kelompok kategorial, dan sebagai tindakan prefentif. tidak mudah terprovokasi diperkuat di mimbaroleh isu-isu dalam saat mimbar ibadah. pemilu. Hal yang paling Rm. Simon Nama, PR : iya pokok dalam pemilu dari ada. Himbauan berupa kacamata tokoh agama melarang kampanye hitam adalah pendewasaan pribadi 105
dan melarang menghasut sesama pasangan calon dan caleg. Kita perdalam pemahaman pemilu bersama komisi Kerasulan Awam dan komisi kepemudaan. di paroki-paroki kita sudah ada itu.
manusia, beriman, memberikan kesaksian, merubah, dunia menurut tata nilai yang luhur. kita semua terutama kpu kabupaten, propinsi dan pusat memberikan kita semua harapan; diakui juga masih cukup banyak orang/kelompok yang belum memahami pemilu, hal ini menjadi agenda kita semua diwaktu yang akan datang. hal ini kalau dalam gereja katolik kita di inspirasi dengan adanya surat gembala, kotbah tematis ttg pemilu yang tetap mendorong independensi dan kemerdekaan kita dalam memilih.
Hasil rekapitulasi jawaban nara sumber tersebut di atas seperti yang tersaji pada tabel 27, diketahui bahwa seluruh nara sumber menjawab bahwa sikap menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan pemimpin agama masing-masing. Dan berdasarkan jawaban tersebut, maka diketahui bahwa terdapat kesesuaian antara jawaban responden dengan hasil wawancara kepada para nara sumber sehingga terhadap pertanyaan apakah sikap menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan pemimpin agama masing-masing, dapat dibuktikan.
106
4.1.3.4. Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan? Jawaban responden terhadap pertanyaan ini distribusikan pada tabel 28 sebagai berikut : Tabel 28 . Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan? No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) 1
Ya
111
67,3
2
Tidak
26
15,8
3
Tidak Menjawab
28
17
165
100
Jumlah
Penjelasan tabel 24 tersebut di atas, 111 responden atau sekitar 67,3 persen dari seluruh total responden penelitian ini menjawab perlu untuk membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan di masa yang akan datang, 28 responden atau sekitar 17 persen responden tidak menjawab, serta 26 responden atau sekitar 15,8 persen yang menjawab tidak perlu membentuk organisasi kepemudaan khusus pemilu. Secara grafis, distribusi jawaban responden tersebut dijelaskan pada diagram 16 berikut :
107
Diagram 16 Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan?
Sebagai pembanding jawaban responden, hasil wawancara dengan keempat nara sumber pada tanggal 12 Juni 2015, dijelaskan sebagai berikut : Tabel 29 Rekapitulasi Jawaban Nara Sumber Terhadap Pertanyaan . Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan? Pemimpin Agama Katolik MUI Borong GMIT Ebenhaezer (Rm Yohanes Mastaram, PR (Ustad Muhammad Ali) Borong dan Rm. Simon Nama, PR) (Pendeta Melkisedek Smith) Rm. Yohanes Mastaram, Tidak perlu, bagaimana Iya bisa diinisiatifkan, PR : Iya ada, kita fokus memanfaatkan lembaga untuk membangun dialog pada ajakan hindari kepemudaan yang ada untuk antar pemuda, antar agama, kampanye hitam, ditingkatkan perannya? tetapi sekarang sesuaikan kampanye menghasut, dengan kebutuhan kita, itu kampanye mengadudoma. kita sangan mendukung karena kita melihat itu keputusan lembaga yang tidak menguntungkan terkait siapa-siapa karena ada kelompok yang terluka, secara manusia itu pasti menimbulkan rasa dendam, oleh semua orang,: orang tua, masyarakat, guru, lsm, 108
komite dan pemerintah, semua komponen masyarakat harus mendukungnya; tanpa membeda-bedakan sara dan pilihan. Rm. Simon Nama, PR : tergantung, tidak bisa dikatakan apakah perlu atau tidak. untuk sekerang bagaimana kalau tingkatkan peran kelompok dialog antara umat beragama yang sudah ada dan selama ini melakukan kegiatan bersama KESBANGPOLINMAS Kabupaten Manggarai Timur .
Membandingkan hasil jawaban responden terhadap kuesioner yang telah dibagikan dengan hasil wawancara kepada para nara sumber, diketahui bahwa terdapat beberapa ketidak cocokan jawaban. Pada tabulasi jawaban responden, terkait pertanyaan untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan, persentase jawaban responden hanya sebesar 67,3 persen (kurang dari 75 persen). Hal ini jika dikaitkan dengan jawaban para nara sumber, pun memberikan gambaran yang sama. Sebagai contoh, jawaban Ketua MUI Borong dengan tegas menjawab bahwa tidak perlu membentuk organisasi kepemudaan yang baru khususnya bidang kepemiluan karena tinggal memaksimalkan peran organisasi kepemudaan yang sudah ada. Sementara tokoh Agama Katolik Rm. Simon Nama, PR, 109
pun memberikan jawaban yang tidak pasti apakah perlu atau tidak membentuk organisasi khusus kepemiluan, tetapi lebih khusus menekankan pada peningkatan pola kerjasama yang sudah ada baik dengan organisasi pemerintah maupun dengan dialog lintas agama. Namun, perlu digarisbawahi, jawaban dari keempat nara sumber dari tiga kelompok agama di atas, semuanya menekankan pada pentingnya dialog lintas agama demi mewujudkan pemilu yang aman dan tertib. Pernyataan tersebut dapat diterjemahkan sebagai peningkatan peran dari oragnisasi keagamaan yang sudah ada saat ini melalui kerjasama dan dialog yang berkelanjutan munuju terlaksananya pemilihan umum yang lebih baik di masa datang. 4.2. Pembahasan 4.2.1. Sejauh manakah Pemimpin agama, guru dan pemimpin adat mengambil peran sentral dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014 Dari data yang diperoleh, secara umum terlihat bahwa kesukarelaan politik masyarakat (political voluntarism) berdasar pada ketertarikan personalnya terhadap pelaksanaan pemilihan umum. Kelompok masyarakat desa umumnya sangat tertarik dan mengikuti setiap perkembangan politik walaupun memiliki akses informasi yang terbatas. Di Kabupaten Manggarai Timur, peran pranata adat masih sedemikian dominan sehingga pola laku dan cara pandang masyarakat terhadap suatu isu sangat ditentukan oleh pandangan tradisional yang dilegitimasi oleh para pemuka adat. Masyarakat pedesaan yang dalam konsepsi sosiologis berciri 110
solidaritas mekanik kemungkinan besar akan sangat terdorong menentukan pandangan politiknya berdasarkan kebutuhan komunal dan tradisional. Segala aktualitas politik masyarakat desa digerakkan oleh suatu arahan yang bersifat sosial. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis jawaban responden dan wawancara terhadap para nara sumber, maka dapat dikatakan bahwa pemimpin adat mengambil peran sentral dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014. Sementara itu di komunitas pendidikan yang secara formal menjadi tempat penanaman dan implementasi nilai-nilai sosial secara sadar dan terencana melakukan upaya-upaya untuk menjaring keterlibatan peserta didiknya. Pendidikan menempatkan dirinya dalam sebuah dimensi keilmuan yang benar-benar baku, artinya pendidikan menjadi agen yang secara etis baik bagi tempat bersemainya nilai-nilai demokrasi serta isu yang berkembang terkait nilai-nilai kepemiluan. Selain itu. kelompok pendidikan menjadi tumpuan bagi pemerintah untu menyosialisasikan pemilihan umum dan tahapan-tahapannya Terdapat berbagai macam saluran yang dapat digunakan untuk menginisiasi nilai-nilai yang bermuara pada lahirnya kesukarelaan politik para peserta didik seperti dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dan dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler termasuk Gerakan Sejuta Relawan Pemilu yang pernah dilaksanakan oleh Panwas Kabupaten Manggarai Timur. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis jawaban responden dan wawancara terhadap para nara sumber, maka dapat dikatakan bahwa guru mengambil peran sentral dalam menggerakkan kesukarelaan politik
111
masyarakat Manggarai Timur khususnya siswa dan siswi pemilih pemula dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014 Lembaga keagamaan juga merupakan salah satu agen sosialisasi yang efektif untuk menginjeksi nilai-nilai baru terkait pemilu. Masyarakat di Kabupaten Manggarai Timur sebagian besar tinggal di pedesaan serta sangat patuh pada nilainilai keagamaan yang dianutnya. Para pemuka agama (pastor, pendeta, dan ustad) pun menjadi salah satu referensi dalam setiap keputusan yang akan diambil oleh individu-individu dalam pemilu. Komunalisme sebagai karakteristik dasar masyarakat Manggarai Timur sangat jelas terlihat dalam pola pergaulan kelompok atau komunitas antar agama. Konsensus yang dibangun ini tidak terlepas dari peran para pemuka agama yang berupaya sekuat tenaga menjalin kerukunan yang berbasiskan komunalisme termasuk dalam pemilu, sehingga masyarakat akan sangat menaruh kepercayaan kepada mereka sebagai penentu pelaksanaan pemilu yang aman dan damai. Untuk itu, segenap penyelenggara pemilihan umum (KPU) sudah seharusnya melihat kelompok agama sebagai saluran yang tepat bagi penanaman kesadaran akan demokrasi yang mengilhami terciptanya kesadaran akan pentingnya pemilu bagi kesejahteraannya sehingga menggiring terciptanya kesukarelaan politik yang masif. Peran lembaga keagamaan sebagai kultural sangat terlihat dalam fungsinya sebagai penentu kecenderungan politik yang berbasiskan pandangan religius. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis jawaban responden dan wawancara terhadap para nara sumber, maka dapat dikatakan bahwa pemimpin agama (pastor, pendeta, dan ustad) telah turut mengambil peran sentral
112
dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014.
113
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. KESIMPULAN Dari telaah lapangan yang dilakukan serta hasil analisa jawaban responden dan wawancara kepada nara sumber penelitian, terdapat sejumlah temuan baru yang mengkonfirmasi peran para tokoh agama, pemuka adat dan aktor pendidikan. Komunitas, agama, pendidikan dan adat adalah kelompok-kelompok yang secara kreatif merumuskan langkah-langkah spontan untuk mengartikulasi partisipasi dalam menciptakan kondisi amandamai dalam pemilu di Kabupaten Manggarai Timur. Lembaga agama sebagai salah satu pilar kehidupan masyarakat Manggarai Timur telah sangat kuat mempengaruhi cara pandang, pola sikap–tingkah laku penganutnya. Agama bukan hanya mengajar dan menuntun bagaimana berelasi dengan Tuhan, tetapi juga bagaimana berelasi dengan sesama dan mengambil peran yang tepat (sesuai ajaran agamanya) dalam berbagai segi kehidupan salah satunya hajatan pesta demokrasi yakni pemilu. Salah satu yang pasti dari setiap agama adalah bahwa agama selalu berpihak pada kebenaran, keadilan dan perdamaian di dunia. Untuk dapat mewujudkan misi keberpihakan kepada kebenaran, menegakan keadilan dan menciptakan perdamain, para pemimpin agama mengambil peran yang sangat sentral. Para pemimpin agama ( Pastor, Pendeta dan Imam Mesjid) dipercaya sebagai utusan Tuhan untuk menuntun umat dalam mempejuangkan kebenaran, menegakan keadilan dan menabur kedamaian di bumi. Pemimpin agama memiliki kuasa, kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi umat. Kekuatan mempengaruhi, menggerakan, menuntun dari pemimpin agama sangat dirasakan oleh 114
masyarakat Manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan Pilpres 2014. Lewat ajarannya, seruan-seruan moral dan khotbah-khotbah di tempat ibadat, pemimpin agama telah sanggup menahkodai gerakan kesukarealaan politik masyarakat pada pemilu 2014. Gerakan kesukarelaan politik yang dimotori oleh para pemimpin agama telah menuntun umat beragama untuk berpihak kepada kebenaran, menolak kekerasan dalam pemilu, dan merajut harmoni damai dalam pemilu di Manggarai Timur. Selain lembaga agama yang telah dijelaskan di atas, lembaga pendidikan adalah juga merupakan sebuah komunitas kritis yang lahir dan tumbuh di dalam hiruk pikuk aktivitas masyarakat. Guru sebagai elemen penting dalam pendidikan diharapakan mampu membentuk dan mengembangkan kepribadian individu peserta didik. Apabila pendidikan ditelaah dalam konteks politik terutama pemilu , maka peran guru adalah membentuk generasi kritis dan sadar politik. Generasi yang sadar poiltik dan kritis akan sanggup mengambil peran yang benar dalam hajatan pemilu, tidak mudah terprovokasi dan menolak segala bentuk kekerasan dalam pemilu. Pada pemilu 2014 di Manggarai Timur, para murid pemilih pemula dan pemilih potensial di Sekolah Menengah Atas menyadari peran sentral guru sebagai agen penggerak kesukarelaan politik di lembaga pendidikan. Lewat pengajaran di sekolah terutama dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan guru telah sanggup menanamkan kesadaran politik dan berdemokrasi peserta didik. Bahkan pada pemilu 2014 para sisiwa bersama guru tampil sebagai relawan demokrasi yang mengawal seluruh tahapan pemilu di Manggarai Timur. Dengan berperan sebagai pengawal demokrasi, guru dan siswa telah terlibat aktif mewujudkan pemilu yang aman dan damai di bumi Manggarai Timur.
115
Peran pemimpin agama dan guru seperti yang dijelaskan di atas pasti juga dirasakan oleh masyarakat di luar Kabupaten Manggarai Timur. Ada yang unik khas Manggarai Timur yang kami temukan dalam pergumulan riset ini yakni dalam dinamika kehidupan masyarakat adat. Kekuatan sosio-politik di Kabupaten Manggarai Timur tidak terletak di Kota Borong sebagai ibu kota. Masyarakat yang hidup di kota Borong adalah masyarakat multi kultural. Masyarakat multikultural seperti di kota Borong tidak memiliki ikatan pemersatu yang kuat seperti ikatan emosional kekerabatan atau ikatan kesukuan. Lemahnya ikatan pemersatu ini juga menyebabkan rendahnya rasa solidaritas sebagai satu rumpun keluarga dalam satu kampung. Sebagai contoh bila seorang dari Golo Karot (salah satu nama tempat di Borong) dipukul oleh orang dari kampung bugis, ini tidak menyulut rasa solidaritas dari masyarakat Golo Karot untuk mengintimidasi masyarakat kampung Bugis. Dalam konteks pemilu keadaan masyarakat kota Borong ini justru sangat membantu mencipatakan suasana aman-damai dalam pemilu. Hal ini disebabkan masyakat tidak mudah terprovokasi untuk menciptakan kekacauan dalam pemilu. Kekuatan sosio-politik justru ada disetiap desa yang dibangun oleh ikatan emisonal kekerabatan, dalam satu suku dan adat atau dalam istilah Manggarai Gendang One Lingko Peang. Konsep Gendang One Lingko Peang menggambarkan bahwa setiap masyarakat pedesaan di Manggarai Timur berasal dari rumah Gendang yang sama (ikatan emosional kekerabatan) dan bermata pencaharian di ladang yang sama. Dalam rumah Gendang terjadi relasi tunduk-taat antara tua adat sebagai pemimpin dan masyarakat adat. Tua adat merupakan posisi terhormat yang memiliki kekuatan sakral-magis. Kekuatan sakral-magis yang dimiliki oleh pemimpin adat memampukan dia untuk memimpin, menuntun, dan menggerakan para masyarakat adat untuk tunduk-taat kepadanya. Jadi Kekuatan sosio-politik masyarakat desa di Manggarai 116
Timur terdapat pada dua hal penting yakni ikatan emosional yang kuat dalam satu gendang dan pemimpin kharismatik pada diri tua adat. Sangatlah membanggakan bahwa dalam konteks pemilu 2014 kekuatan sosio-politik tersebut tidak diarahkan kepada kegiatankegiatan yang mengacaukan proses pemilu. Tetapi sebaliknya masyarakat adat yang dimotori oleh pemimpin adat bersama-sama terlibat dalam gerakan kesukarelaan politik. Aksi kesukarelaan politik ini dapat dilihat dari seruan dan ajakan tua adat kepada masyarakat adat untuk menolak kekerasan dalam pemilu, tidak mudah terprovokasi dan bersama-sama penyelenggara dan pemerintah mengawal proses pemilu sehingga berjalan aman dan damai.Tua adat bukanlah orang terdepan yang memprovokasi masyarakat untuk menciptakan kekacauan dalam pemilu. Tetapi sebaliknya, tua adat adalah orang terdepan yang menggerakan masyarakat untuk turut merajut simpul-simpul perdamaian dalam pemilu. Selain itu tua adat juga tidak terjebak pada kepentingan politik yang sempit seperti memaksa masyarakat adat untuk memilih kandidat yang telah memberi uang atau memiliki kedekatan personal kepadanya. Justru sebaliknya, tua adat memberi kebebasan kepada masyarakatnya untuk memilih calon sesuai kehendak hati nuraninya. Sikap netralitas yang ditunjukan oleh tua-tua adat sangat membantu mematikan benih-benih kekacauan dalam pemilu. Oleh karena itu, berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diketahui bahwa pemimpin agama, guru dan tokoh adat mengambil peran sentral dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014.
117
5.2. Rekomendasi Dan Saran Dalam menimbang pemilu sebagai wacana bersama, masyarakat sebagai warga negara haruslah tampil dalam wajah yang partisipatif, artinya pemilu bukanlah monopoli segelintir orang, ia hadir dalam dimensi sosial kultural yang tak terlepas dari massa. Untuk itu, pemerintah sebagai eksponen negara harus hadir dalam aktivitas masyarakat. Untuk mewujudkan pemilu yang baik, partisipasi masyarakat mutlak dibutuhkan guna menunjang iklim demokrasi yang baik. Pemilu sebagai program kolektif dan terencana mesti dimaksimalkan oleh pemerintah dan penyelenggara (baca: KPUKabupatenManggarai Timur) guna menjaring pertisipasi masyarakat secara masif. Sosialisasi oleh pihak penyelenggara perlu digalakkan dan harus seintensif mungkin. Dalam kaitannya dengan pranata-pranata sosial (adat, keagamaan dan pendidikan), perannya sebagai agen kreatif harus digunakan sebaik mungkin sehingga pembiayaan dari pemerintah terhadap kegiatan-kegiatannya mutlak diperlukan. Kelompok kreatif yang tercermin dalam pranata keagamaan, adat dan pendidikan sejatinya lahir dalam situasi masyarakat yang heterogen dan demokratis. Apabila daya kreatifnya diaktualisasikan, tujuannya hanya berupa ketertarikan personal terhadap isu yang sedang berkembang tanpa adanya ekspektasi finansial. Demokrasi lahir dalam tatanan dunia yang semakin global dan kapitalistik sehingga kebutuhan akan uang menjadi sebuah kemutlakan dalam demokrasi politis. (Sheldon, Arthur. 1998 :21) Pandangan Sheldon lahir dari kekhawatiran terhadap
perluasan kekuasaan
pemerintah yang cenderung memanfaatkan kekuasaan untuk memperoleh keuntungan finansial. Dalam kaitannya dengan pendanaan kelompok kreatif, pemerintah perlu menghindari asumsi masyarakat yang berlebihan terhadap kekuasaan dan politik, sehingga 118
setiap upaya kreatif masyarakat perlu didanai oleh pemerintah untuk menghilangkan kecurigaan publik. Umumnya, masyarakat Manggarai Timur adalah masyarakat yang religius, berpendidikan dan berbudaya. Penghayatan nilai-nilai adat yang tinggi dipadukan dengan pengalaman intelektualnya menjadikan masyarakat paham dan sadar akan tugasnya. Dalam konteks sosiologis, peran lembaga kemasyarakatan sangat penting dalam penentuan pilihan politik serta partisipasinya. Ketika peran lembaga-lembaga ini tereksploitasi dengan baik, pemerintah dan KPU hanya perlu mengeluarkan sedikit tenaga dan anggaran guna mensosialisasikan pemilu. Untuk itu, kesadaran sebagai modal utama berdemokrasi perlu ditumbuhkembangkan melalui mekanisme yang relevan dengan status sosial masyarakat. Situasi sosial pun memungkinkan lahirnya kekerasan yang diperparah oleh adanya tekanan dan intimidasi oleh pihak-pihak tertentu. Untuk itu, perlu ada penyelarasan fungsi kelembagaan sehingga tidak ada tumpang tindih peran yang berujung pertikaian. Untuk itu, dalam menjalankan perannya sebagai agen sosialisasi, pranata adat, agama dan pendidikan , maka saran penelitian ini adalah : 1. Perlunya perubahan pola prioritas intervensi baik dana, informasi, sistim kerja, prosedur, serta segala hal terkait kepemiluan dari yang semula hanya terkonsentrasi pada sektor pendidikan dan bidang keagaman ke kelompok adat; 2. Perubahan pola dan prioritas intervensi kepada kelompok adat ini disebabkan oleh hasil penelitian ini yang menunjukkan tingginya peran tokoh adat dalam menciptakan penyelenggaraan pemilu yang damai di Kabupaten Mangarai Timur;
119
3. Perlu dilakukanya penelitian lanjutan yang lebih komprehensif dan menggunakan analisis statistik kuantitatif terhadap ketiga kelompok penelitian ini sehingga hasil pengukurannya dapat menghasilkan data yang lebih reliabel. 4. Pengetahuan yang cukup bagi tiga kelompok penelitian ini yaitu kelompok adat, agama, dan pendidikan terkait pemilu dan seluk beluknya, hal ini dibutuhkan guna menjaring keterlibatan publik dalam skala besar. 5. Pihak penyelenggara pemilu (KPU) yang menjadi sumber pengetahuan tersebut harus bersinergi dengan para petinggi setiap kelompok penelitian ini (kelompok adat, agama, dan pendidikan) untuk benar-benar menaruh perhatian pada proses dan prosedur terkait kepemiluan. 6. Pemerintah perlu mendukung tambahan dana pendidikan pemilih dalam kegiatan sosialisasi tahapan pemilu, guna mendorong pemilu yang berintegritas. 7. Pengadaan Modul pendidikan pemilih serta agenda kerja relawan demokrasi yang berbasiskan masyarakat adat, tokoh pendidikan dan pemimpin agama perlu dilakukan secara intensif.
120
DAFTAR RUJUKAN
1.
BUKU-BUKU A. Mangunhardjana. 1997. Isme-Isme dalam Etika dari A sampai Z. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Albert E. Avey. 1954. Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble. Arthur Sheldon. 1998. The Dilemma of Democracy. The Institute of Economic Affairs. London England. Hemo, Doroteus. 1988. Sejarah Daerah Manggarai Propinsi NTT. Percetakan Sendiri. Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT Jilis A.J. Verheijen. 1991. Manggarai dan Wujud Tertinggi. LIPI-RUL. Jakarta; Kanis Lina Bana (Ed). Makna Bertapak (Jejak Langkah Membangun Manggarai). (Yogyakarta: Penerbit Lamalera,2009) Hlm. 68. Kanisius Teobaldus Deki. 2011. Tradisi Lisan Orang Manggarai. Parrhesia Institute Jakarta. Jakarta. Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta; Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk Kelas XI Semester I dalam Kurikulum 2013. 2013.
Membahas materi Pemilu dalam Bab
Menelusuri Dinamika Demokrasi dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara; Richard Foley.1995. 'Voluntarism'. Robert Audi,ed. In The Cambridge Dictionary of Philosophy. Cambridge:Cambridge University Press. 844-855. Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Kanisius. Yogyakarta; 121
Sugiyono.1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta
Suharsimi, Arikunto, 1993. Prosedur Penelitian. Tanpa penerbit 2.
INTERNET
kpu.go.id, Diakses pada tanggal 18 Juli 2015; Wikipedia.org. Diakses pada hari Selasa, tanggal 21 Juli 2015; 3.
INFORMAN Charles L. S.Fil. Guru PPKn SMUN 4 Borong. Kabupaten Manggarai Timur; Drs. Simon Sabu. Kepala Sekolah SMUK Pancasila Borong. Kabupaten Manggarai Timur; Edith Saka, S.Pd. Kepala Sekolah SMUN 4 Borong. Kabupaten Manggarai Timur; Felianus Juman, S.Pd, Wakil Kepala Sekolah SMUN 1 Sita, Kaca, Kabupaten Manggarai Timur; Hironimus Pengko (Tua Teno/Kepdes Bangka Pau sekarang) Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur; Nikolaus Anggal. Tokoh Adat Gendang Kobok Rongga Koe. Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur; Pendeta Melkisedek Smith. Ketua GMIT Ebenhaezer Borong. Kabupaten Manggarai Timur; Rm. Simon Nama, PR. Pastor Vikep Borong, Kabupaten Manggarai Timur; Rm. Yohanes Mastaram, PR. Pastor Paroki Borong. Kabupaten Manggarai Timur; Ustad Syafrudin Ali. Sekretaris MUI Borong. Kabupaten Manggarai Timur; Rosana Dalima, S.Pd. Guru PPKn Sekolah SMUN 1 Sita, Kaca, Kabupaten Manggarai Timur;
122
Wensislaus Burhanu (Tomas/Mantan BPD Desa Bangka Pau) Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur; Yohanes Djeharum (Mantan Tua Golo/Mantan Kepdes Bangka Pau), Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur; Yohanes Ngalas. Tokoh Adat Gendang Agos Kipo. Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur; 4.
DOKUMEN-DOKUMEN KPU. Modul Pendidikan Pemilih KPU RI. Buku 1. Jakarta. 2010 Laporan Tahunan GMIT Ebenhaezer Borong. Tahun 2014. Pedoman Riset KPU tentang political vluntarism kesukarelaan berpolitik. 2015 Undang–Undang No 32 Tahun 2004, daerah otonom. 2004 Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan kabupaten Manggarai Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 102, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725)
123