R
I
Catatan Terhadap Pendapat BPK atas Permasalahan Keterlambatan Penyerapan Anggaran dan Penumpukan Belanja di Akhir Tahun
D
PR
I. Pendapat BPK
TJ
BPK memahami kemampuan perintah Indonesia untuk mengintrodusir stimulus
SE
A.1.
EN
A. Stimulus Fiskal
–
fiskal untuk menggerakkan kembali pertumbuhan ekonominya sangatlah rendah.
AP
BN
Hal ini disebabkan antara lain karena neraca berjalan pada neraca pembayaran
KS AN AA N
Indonesia lebih sering defisitnya sehingga cadangan luar negeri juga sangat terbatas. Sementara itu, anggaran negaranya terus menerus mengalami defisit. A.2.
Upaya memaksimalkan stimulus fiskal dengan melakukan penajaman waktu
LA
pencairan anggaran untuk membelanjai kegiatannya serta melakukan penjaman
PE
struktur dan arah sasaran pengeluaran negara. Hal ini tercermin dari struktur
D
AN
pengeluaran ataupun struktur pemotongan pajak misalnya : pembangunan
AN
infrastruktur ekonomi dapat meningkatkan pembangunan ekonomi dalam
AR
jangka pendek, Sedangkan peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan
AN
G
G
masyarakat adalah peningkatan dalam jangka panjang.
Hasil pemeriksaan BPK menggambarkan bahwa efektifitas, efisiensi dan
AL
B.1.
IS A
B. Pengeluaran Pemerintah Pusat dan Daerah.
BI R
O
AN
kehematan ekonomi pengeluaran Pemerintah Pusat dan Daerah masih rendah. Terdapat sembilan faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain : 1.
Pemerintah sangat lambat melakukan implementasi paket Tiga UU Keuangan Negara tahun 2003-2004 dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
1
2.
Masih adanya anggaran non bujeter dan penerimaan negara yang tidak dilaporkan kepada Departemen Keuangan dan DPR serta tidak dimuat dalam APBN. Contoh, pengeluaran Mahkamah Agung yang dibelanjai oleh pungutannya berupa biaya perkara.
R
I
Belum adanya perbaikan sistem pembukuan keuangan negara yang sesuai
PR
3.
D
dengan paket Tiga UU Keuangan Negara Tahun 2003 – 2004 , maupun
EN
dengan PP tentang standar akuntansi pemerintah. Penerapan sistem
SE
TJ
pembukuan akrual ternyata tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah
–
sesuai dengan jadwal waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang.
BN
Belum adanya kemajuan yang berarti dalam pembangunan sistem
5.
KS AN AA N
teknologi komputer yang teritegrasi.
Belum adanya kemajuan yang berarti dalam inventarisasi aset dan hutang negara.
LA
Belum adanya kemajuan yang berarti dalam perbaikan sumber daya
PE
6.
AP
4.
Masih banyak instansi pemerintah yang tidak dapat memenuhi jadwal
AR
7.
AN
D
keuangan negara.
AN
manusia pemerintah terutama dalam bidang akuntansi dan pengelolaan
Belum berfungsinya pengawasan internal pemerintah untuk membangun
AN
8.
G
G
waktu penyusunan laporan keuangan.
AN
AL
IS A
dan
BI R
O
9.
B.2.
menata
sistem
pengelolaan
keuangan
negara
dan
pertanggungjawabannya. Belum adanya kemajuan korporatisasi BUMN dan BUMD sehingga tetap merupakan perpanjangan tangan birokrasi pemerintah yang tengah berkuasa.
Keterlambatan perencanaan dan penggunaan anggaran negara mengganggu efektifitas, efisiensi dan kehematan ekonomi pengeluaran negara, baik ditingkat 2
Pusat maupun Daerah. Negara yang perekonomiannya tergantung kepada pertanian, pertambangan dan pengelolaan sumber daya alam, sulit melakukan prediksi penerimaan pajak dan devisa karena produksinya tergantung pada kondisi alam sedangkan tingkat harganya tergantung pada gejolak pasar dunia
Dilain pihak, berbagai faktor penyebab keterlambatan tersebut adalah karena
D
B.4.
PR
R
I
yang berada diluar kendalai pemerintah.
EN
proses politik yang terlalu panjang dalam pengesahan APBN serta APBD maupun
SE
TJ
karena birokrasi pemerintahan itu sendiri. Selain menimbulkan keterlambatan
–
waktu, kewenangan lembaga legislatif yang terlalu rinci dan ikut menetapka
BN
satuan tiga sekaligus menimbulkan kerawanan dalam hal penggunaannya dalam
KS AN AA N
B.5.
AP
pengadaan barang dan jasa.
Proses tender dalam sistem pengadaan barang dan jasa di Indonesia juga dianggap terlalu rumit dan memerlukan jangka waktu yang cukup panjang. Pada
LA
gilirannya, keterlambatan pengesahan anggaran negara oleh badan-badan
PE
legislatif dan berbagai penyimpangan pelaksanaannya sekaligus mencerminkan
AN
belum matangnya institusi politik kita, termasuk partai-partai politik maupun
AN
D
lembaga swadaya masyarakat yang tumbuh bagai jamur di musim hujan dalam
G
Sementara itu daerah belum mempunyai institusi yang handal untuk
G
B.6.
AR
era reformasi dewasa ini.
AN
merencanakan dan melaksanakan otonomi bagi peningkatan kemakmuran dan
IS A
kesejahteraan rakyat di daerahnya seiring dengan besarnya dana dan kekuasaan
AN
AL
Pemda Kabupaten/Kota. Kasus korupsi pengadaan alat-alat pemadaman
BI R
O
kebakaran oleh Pemda mencerminkan masih besarnya campur tangan oknum-
B.7.
oknum pejabat pusat dalam pengadaan barang dan jasa di daerah. Hambatan realisasi pengeluaran anggaran negara dan daerah juga terjadi karena kurang baiknya koordinasi dan konsistensi anatar Departemen/instansi baik ditingkat pusat maupun maupun antara pemerintah Pusat dengan Daerah
3
ataupun antar daerah itu sendiri, hal ini mencerminkan kurangnya koordinasi implementasi rencana pembangunan nasional. B.8.
Keterlambatan realisasi anggaran negara di Indonesia terutama tercermin pada realisasi pengeluaran Pemda. Sebagaimana diketahui, Pemerintah pusat tetap
PR
R
I
memungut jenis pajak terpenting dalam era otonomi daerah dewasa ini, mulai
D
dari PBB, PPn, Pajak pendapatan atas eksploitasi sumber daya alam seperti
EN
kehutanan, pertambangan dan perikanan. Objek PAD (Pendapatan Asli Daearah)
SE
TJ
sangat terbatas pada pajak kendaraan bermotor dan bea balik namanya, pajak
–
bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air,
BN
galian C, pajak hotel dan restoran, hiburan, reklame serta parkir. Sebagian pajak
AP
yang dipungut oleh pemerintah pusat dikembalikan kepada Pemda, antara lain,
KS AN AA N
dalam bentuk dana bagi hasil (DBH). Dewasa ini, PAD hanya menyumbang sekitra 15 persen dari pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia
Transfer DBH dari Departemen keuangan memerlukan tenggang waktu verifikasi
AN
B.9.
PE
transfer dari Pemerintah Pusat.
LA
dan sekitar85 persen dari pendapatan Pemda bersumber dari berbagai jenis
AN
D
yang cukup lama mulai dari Departemen teknis seperti ESDM, kelautan dan
G G
didaerah.
AR
Perikanan dan Kehutanan hingga kantor perwakilandan Dinasnya yang ada
AN
B.10. Rata-rata penyerapan anggaran pemerintah propinsi di Seluruh Indonesia pada
IS A
Tahun 2008 hany berkisar antara 60 persen sampai 70 persen dan hanya empat
AN
AL
provinsi yang dapat menyerap 80 persen anggaran untuk keperluan
BI R
O
pembangunan daerahnya.
B.11. Dana Pemerintah daerah yang tidak terserap disimpan pada industri perbankan, utamanya di BPD dan bank-bank negara. Pada gilirannya, bank-bank tersebut mendaur ulangkan kembali danda daerah itu unutk membeli SBI (Sertifikat Bank Indonesia) yang dikeluarkan oleh BI ataupun membeli SUN (Surat Utang Negara) yang dikeluarkan Pemerintah guna menutup defisit APBN. 4
B.12. Realisasi pengeluaran anggaran yang terkonsentrasi pada kuartal keempat tahun anggaran seperti ini tidak banyak dampaknya bagi pemulihan kegiatan ekonomi maupun bagi pembangunan nasional. Efektifitas, efisiensi dan kehematan pengadaan barang dan jasa, belanja modal dan belanja sosial oleh pemerintah
R
I
akan sangat terganggu jika dilakukan dalam jangka waktu yang singkat,
D
PR
menumpuk pada akhir tahun.
EN
B.13. Pola jadwal waktu pengeluaran APBN dan APBD seperti ini mengurangi
SE
TJ
efektifitas stimulus fiskal pemerintah. Dalam hal ini muncullah kemungkinan
–
rekayasa dalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintah, pembukaan
BN
rekening anatara (escrow account) dan rekening liar untuk menyimpan anggaran
AP
yang belum digunakan serta kemungkinan pembuatan pertanggungjawaban
KS AN AA N
fiktif.
PE
LA
II. Catatan mengenai Pendapatan BPK atas Permasalahan Keterlambatan Penyerapan Anggaran dan Penumpukan Belanja di Akhir Tahun. Mencermati pendapat BPK mengenai keterlambatan perencanaan dalam
D
AN
C.1.
Pusat maupun Daerah, Pemerintah
AN
penggunaan anggaran negara ditingkat
AR
maupun Legislatif baik Pusat dan Daerah telah melakukan proses dan siklus
G
G
perencanaan yang diamanatkan dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
AN
Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam proses perencanaan seluruh stake
IS A
holder dari pusat sampai di tingkat grassroot yaitu desa telah dilibatkan. Melalui
AN
AL
mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) seluruh
BI R
O
perencanaan akan dikompilasi menjadi dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan periode 1 tahun. RKP inilah
C.2.
Siklus membahasan APBN antara Pemerintah Pusat dan DPR juga telah
yang menjadi dasar penyusunan APBN.
dilaksanakan sebagai mana mestinya sesuai amanat UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Siklus pengajuan, pembahasan dan penetapan APBN 5
dilaksanakan oleh DPR sesuai Tata Tertib DPR RI pasal 146 – 150 meliputi keterlibatan Pemerintah, Bank Indonesia dan DPR dalam hal ini Panitia Anggaran dan Komisi-komisi. Sesuai amanat UU, hasil pembahasan APBN telah juga diselesaikan selambat-lambatnya 2 bulan (akhir oktober) sebelum tahun anggaran
PR
R
I
dimulai (januari). Apabila dilakukan telaah lebih mendalam sebab keterlambatan keputusan
D
C.3.
EN
mengenai rincian APBN yang diterima oleh Kementerian/Lembaga ataupun
SE
TJ
Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dimungkinkan karena terjadinya
–
perubahan/penyesuaian anggaran yang disesuaikan perkembangan. Dalam
BN
pelaksanaan anggaran, perubahan anggaran yang selama ini seringkali terjadi
Pergeseran anggaran
2.
Penggunaan anggaran 69
3.
Pencairan PHLN
PE
LA
1.
KS AN AA N
AP
meliputi :
AN
Terdapat beberapa aturan pelaksanaan dalam pergeseran/perubahan anggaran ini,
AR
AN
D
antara lain :
G
AD.1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.02/2008 tentang Tata Cara
AN
G
Perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Perubahan
IS A
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2008, disebutkan Revisi Rincian
Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) . Perubahan SAPSK akan menjadi dasar dalam pengesahan Revisi DIPA.
BI R
O
AN
AL
ABPP adalah perubahan/pergeseran rincian anggaran menurut alokasi
Sebagai contoh dalam pelaksanaan perubahan anggaran belanja adalah melalui Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor : SE-375/MK.02/2008 tentang Perubahan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 6
Tahun 2008 yang mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.02/2008, bahwa perubahan anggaran tersebut telah disepakati bersama dengan Komisi DPR RI mitra kerja terkait, selanjutnya kementerian negara/lembaga menyampaikan perubahan anggaran yang
R
I
telah disepakati dengan komisi DPR RI terkait kepada Menteri Keuangan.
PR
AD.2. Anggaran 69 (Belanja Lain-Lain) merupakan salah satu Bagian Anggaran
EN
D
Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP) yang dilaksanakan oleh Menteri Untuk penggunaan
TJ
Keuangan sebagai Pengguna Anggaran/Barang.
SE
anggaran ini, Kementerian/lembaga menyampaikan usulan untuk
BN
–
penggunaan anggaran 69 yang belum teralokasi anggarannya kepada
AP
Menteri Keuangan. Kemudian Menteri Keuangan mengirim surat kepada
KS AN AA N
pimpinan DPR . Selanjutnya pimpinan DPR mengirim disposisi kepada Panitia Anggaran dan komisi terkait untuk persetujuan atas usulan penggunaan anggaran 69 tersebut. Kemudian Panitia Anggaran dan
PE
LA
Komisi terkait menyampaikan hasil pembahasan usulan tersebut kepada
AN
Pimpinan DPR untuk diteruskan kepada Menteri Keuangan.
D
AD.3. Sedangkan proses pencairan PHLN yang sudah dialokasikan anggarannya
AN
dalam DIPA Kementerian/lembaga pada prinsipnya tidak memerlukan
AR
persetujuan DPR. Namun beberapa
PHLN memerlukan memerlukan
Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan percepatan penarikan PHLN (Pasal 2 angka
BI R
O
AN
AL
a)
IS A
AN
G
G
persetujuan DPR. PHLN yang dimaksud adalah :
3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.02/2008). b)
Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat perubahan kurs sepanjang perubahan tersebut terjadi setelah kontrak ditandatangani (Pasal 2 angka 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.02/2008).
7
C.4.
Mengenai masih adanya anggaran non bujeter dan penerimaan negara yang tidak dilaporkan kepada Departemen Keuangan dan DPR serta tidak dimuat dalam APBN. Masalah tersebut adalah masalah akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang perlu mendapat perhatian serius, namun tidak memiliki relevansi spesifik atau
PR
R
I
tidak terkait pada terjadinya keterlambatan penyerapan. Mengenai adanya dana Pemerintah daerah yang tidak terserap disimpan pada
D
C.5.
EN
industri perbankan, utamanya di BPD dan bank-bank negara, dimana kemudian
SE
TJ
bank-bank tersebut mendaur ulangkan kembali danda daerah itu untuk membeli
–
SBI (Sertifikat Bank Indonesia) yang dikeluarkan oleh BI ataupun membeli SUN
KS AN AA N
AP
BN
(Surat Utang Negara). Sesuai Grafik berikut :
Dana Pemda Pada Sektor Perbankan, 2003-2008
LA
120
PE
100
68,9
94,4
75,6 68,3
D
60
41,9
AN
(Trilyun Rp)
86
91,4
AN
80
100,6 93,4
40
24,6
AR
21,5
G
G
20
AN
0
2003
2004
2005
2006
2007
2008Jan
Feb
Mar
Apr
may
Jun
IS A
Tahun
BI R
O
AN
AL
Sumber : BPK, 2009.
Mengenai masalah dana Pemerintah daerah yang tidak terserap disimpan pada industri perbankan, perlu dilakukan pencermatan lebih lanjut mengenai spesifikasi dari dana-dana tersebut. Mengingat sumber dana dari pemerintah daerah yang derasal dari pemerintah pusat setidaknya berasal dari format
block transfer
berdasarkan formula dan ketentuan seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana 8
Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Jika yang tersimpan adalah dana dari Dana Dekonsentrasi, DAU atau DAK bisa jadi karena perencanaan daerah kurang optimal dalam memproyeksi kebutuhan anggarannya. Namun, akan sangat wajar jika kelebihan kas tersebut terjadi karena melimpahnya alokasi DBH dan Dana
R
I
Otonomi Khusus (Otsus), yand ditetapkan berdasarkan sharing formula, bukan
D
PR
berlandaskan kebutuhan fiskal.
Untuk melakukan analisa mengenai sebab terjadinya keterlambatan penyerapan
EN
C.6.
SE
TJ
anggaran oleh Kementerian/Lembaga dan Daerah, perlu juga ditinjau dari realisasi Perbandingan
–
penerimaan yang merupakan sumber dari belanja tersebut.
BN
sederhana mengenai pola realisasi penerimaan dan belanja negara (grafik
AP
terlampir) menunjukkan pola yang seragam (significant trend).
Dimana
KS AN AA N
kemungkinan terjadi penundaan/penyesuaian waktu pelaksanaan kegiatan yang diakibatkan penyesuaian dengan realisasi penerimaan negara atau penerimaan
LA
daerah yang seolah-olah mengambarkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan
PE
kegiatan (penyerapan anggaran). Data penerimaan negara periode 2001 – 2008
AN
menujukkan trend bahwa realisasi penerimaan biasa membengkak pada akhir
AR
anggaran belanja.
AN
D
tahun anggaran. Hal ini diikuti dengan pembengkakan di realisasi penyerapan
G
G
Menyikapi hal ini, beberapa hal yang sekiranya perlu dijadikan pemikiran bagi solusi
AN
kesinambungan pembangunan baik pusat maupun daerah, antara lain :
IS A
a) Untuk menjaga cash flow bagi kegiatan pembangunan (tidak hanya fokus
BI R
O
AN
AL
pada kegiatan rutin) pemerintah hendaknya menerbitkan
T-bills (surat
utang negara) yang berjangka waktu 1 hingga tiga bulan tujuannya agar pembiayaan proyek didaerah dapat didukung oleh penganggaran yang lancar.
b) Diperlukan juga reformasi cash flow management yang lebih baik untuk menata sistem keuangan pusat maupun daerah. C.7. Mencermati pola penyerapan anggaran yang cenderung berulang dalam 5 tahun terakhir, dimana penumpukan penyerapan anggaran selalu terjadi di akhir tahun 9
maka berbagai strategi pemberikan stimulus fiskal dapat diproyeksikan tidak akan efektif. Hal ini mengingat stimulus fiskal tidak didukung oleh pendanaan pembangunan yang lainnya karena pola penyerapan di akhir tahun masih akan terjadi lagi di tahun-tahun mendatang sebelum ada penataan realisasi penerimaan
R
I
negara yang mendukung pelaksanaan belanja serta perbaikan cash flow
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
management yang lebih baik.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
AP
Kode Analis : IQ, HN, SN (2009)
10
PR
R
I
Grafik :
D
Penerimaan Negara dan Belanja Negara Line
ID: Central Government Operation: Total Revenue
ID: Central Government Operation: Total Expenditures
BN
–
SE
TJ
EN
Line
BI R O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA K
SA N AA
N
AP
Period : Jan-2001: Oct-2008
Sumber : Bank Indonesia ( diolah ), 2009.