sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXVI, Nomor 3, 2001 : 17-23
ISSN 0216- 1877
CATATAN TENTANG CARA HIDUP KERANG TELINA DARI SUKU TELLINIDAE (MOLLUSCA: PELECYPODA) Oleh Mudjiono1
ABSTRACT NOTES ON THE MODE OF LIFE OF THE TELLINE CLAM, FAMILY TELLINIDAE (MOLLUSCA; PELECYPODA). Many species of tellinacean bivalves are mainly deposit-feeder, but they are also known having various feeding behaviors, especially in response to predation. All species of the superfamily Tellinacea have separate inhalant and exhalant siphons. In some species, particularly those of the genera Macoma, Scrobicularia and Tellina, the inhalant siphons tip lack tentacles. Those species are mainly deposit feeders. Other genera such as Donax has inhalant siphons with tentacles at the inhalant opening and those are probably suspension feeders. In general the members o fTellinidae occupy a vertical position when buried, but some opinions said that the position may be different while low and high tides.
PENDAHULUAN
dijumpai di berbagai habitat seperti seagrass, rataan terumbu karang, dan perairan estuary yang berdasar lumpur / pasir. Kebiasaan hidup membenamkan diri di dasar perairan merupakan salah satu cara untuk menghindarkan diri dari pemangsa. Dengan bantuan organ penghisap, (inhalant siphon) dan organ penyembur (exhalant siphon) yang panjang mereka dapat mengambil makanan dari permukaan dasar sambil membenamkan tubuhnya dengan aman. Perilaku kerang telina yang pasif ini menyebabkan kerang ini sangat rentan terhadap perubahan lingkungan karena limbah yang masuk ke perairan tersebut. Kerang telina yang hidup di muara sungai atau estuary sering
Kerang telina atau kerang pipih merupakan kelompok kerang-kerangan dari suku Tellinidae (Mollusca: Pelecypoda). Kelompok kerang ini relatif cukup besar dan mempunyai kurang lebih 200 jenis. Kerang telina, hidup tersebar di perairan laut dangkal hampir di seluruh dunia (kosmopolitan). Mereka hidup membenamkan diri di habitat yang bersubstrat lumpur, pasir atau bahkan pecahan karang mati (gravel). Kerang ini umumnya pemakan detritus (deposit feeder) dengan beragam cara makan dan sedikit melakukan gerakan atau hidup menetap di suatu substrat (immobile species). Mereka
17
Oseana, Volume XXVI no. 3, 2001
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
mengalami tekanan berupa kontaminasi limbah dari daratan sehingga keberadaan kerang ini sering dijadikan salah satu indikasi teradinya perubahan ekologis yang disebabkan oleh zat pencemar / limbah. Keberadaan populasi kerang telina umumnya tidak tinggi, karena kerang ini merupakan makanan (prey) dari berbagai hewan lain termasuk jenis-jenis keong (klas Gastropoda) seperti suku Nassariidae, Conidae dan Muricidae (JANSEN, 2000). Penulisan tentang cara hidup kerang telina pertama dimaksudkan untuk memberi gambaran keanekaragaman cara hidup hewan perairan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kedua kerang telina merupakan rantai makanan yang berperan sebagai daya dukung suatu lingkungan, karena kerang telina merupakan sumber makanan / energi ikan demersal. Ketiga mempelajari cara hidup kerang telina diharapkan dapat berguna terhadap kerang-kerangan lain dalam kelas Pelecypoda. Dengan mengenal sisi kehidupan lain ini mengingatkan kepada kita betapa Maha Besar Sang Pencipta, (Allah), sehingga, mahluk hidup yang tak terhitung jumlahnya dan saling tindas menindas, bunuh membunuh, mangsa memangsa dapat hidup secara alami dan berkesinambungan
Jenis
STRUKTUR CANGKANG DAN BAGIAN TUBUH YANG LUNAK Kerang dari suku Tellinidae mempunyai ukuran cangkang dari hanya beberapa mili meter (mm) sampai beberapa senti meter (cm). Cangkang kerang telina terdiri dari dua lempeng yang mana cangkang kanan dan kiri umumnya berbeda (inequivalve). Bentuk cangkang kerang telina umumnya bulat sampai lonjong (oval), pipih dan pada bagian ujung posterior terdapat lekukan / lipatan yang merupakan salah satu ciri dari kelompok kerang ini. Pada bagian engsel terdapat tonjolan yang disebut ligamen, dimana sebagian kelompok kerang ini ligamen ada di luar namun untuk marga Macoma ligamen umumnya di dalam. Bentuk cangkang kerang telina ini sangat bervariasi sehingga agak sulit untuk mengidentifikasi sampai tingkat jenis. Morfologi kerang dari kelompok Tellinidae dapat dilihat pada, Gambar 1 A. Kerang telina hidup membenamkan diri di dasar perairan sehingga kerang ini mempunyai organ "kaki" yang sangat kuat yang berfungsi untuk mengebor ke dasar. Kerang ini juga mempunyai organ penghisap (inhalant siphon) dan penyembur (exhalant siphon) yang relatif panjang, sehingga dengan bantuan organ-organ tersebut kerang telina dapat hidup aman dan berkesinambungan. Bagian tubuh yang lunak dari kerang telina dapat dilihat pada Gambar 1B.
KLASIFIKASI / SISTEMATIK Kerang telina. termasuk dalam suku (family) Tellinidae, induk suku (super family) Tellinacea, dan termasuk dalam kelompok atau kelas Pelecypoda atau beberapa buku menyebut kelas Bivalvia / Lamellibranchia. (HOLME, 1961). Klasifikasi atau sistematik kerang telina diurutkan sebagai berikut (ABBOTT & DANCE, 1982) Filum : Mollusca Class : Pelecypoda Induk suku : Tellinacea. Suku : Tellinidae Marga : Tellina, Macoma
VARIASI CARA MAKAN DAN MAKANAN Banyak jenis biota laut mempunyai variasi yang beragam dalam tingkah laku cara makan dan ini barangkali yang paling menarik untuk diketahui dan dikaji. Di Indonesia masih
18
Oseana, Volume XXVI no. 3, 2001
: Tellina cumingii Hartley, 1844 Macoma balthica (L., 1758)
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
sedikit peneliti yang berminat untuk mengamati tingkah laku cara makan hewan laut, khususnya moluska. Pemakan detritus merupakan organisme hidup yang memanfaatkan endapan zat organik sebagai makanan utama. Salah satu organisme yang digolongkan sebagai pemakan detritus adalah kerang telina, yaitu sejenis kerang dari suku Tellinidae, (Mollusca: Pelecypoda). YONGE (1949) menerangkan bahwa kerang telina merupakan kerang pemakan detritus yang mempunyai kebiasaan cara makan yang beranekaragam, baik antar jenis (species) ataupun antar individu dalam
satu jenis. Kerang telina mempunyai sepasang alat / organ yang disebut "siphon". Organ penghisap yang disebut "inhalant siphon" merupakan alat untuk memasukkan makanan dari luar tubuh berupa plankton dan bakteri, sedangkan organ penyembur disebut "exhalant siphon" berfungsi sebagai alat pembuangan (excresi). Pemakan detritus dan pemakan plankton (suspension feeder) secara umum sulit dibedakan, namun secara struktur organ dapat dibedakan. Pemakan detritus pada ujung organ penghisap umumnya tidak didapatkan atau sedikit sekali tentakel, sedangkan pemakan
19
Oseana, Volume XXVI no. 3, 2001
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
plankton pada bagian ujung penghisap dikelilingi oleh tentakel. Tentakel-tentakel tersebut berfungsi sebagai alat penghalau makanan berupa material yang ukurannya relatif besar (POHLO, 1967). HUGBES (1969) menerangkan bahwa material yang lolos dari organ penghisap sebelum dicerna masih harus mengalami hadangan lain, yaitu sekat / katup (pulp) dan insang. HYLLEBERG & GALLUCCI (1975) juga menerangkan hasil penelitiannya jenis Macoma masuta (Tellinidae) bahwa insang dan katup penyekat merupakan alat seleksi akhir makanan berupa partikel yang tidak tertelan oleh mulut atau material yang tidak cukup mengandung zat organik / bakteri yang dibutuhkan oleh kerang (Gambar 1). Makanan kerang telina, diketahui terdiri dari plankton dan mikro organisme/bakteri yang melekat pada partikel sedimen atau lumpur di permukaan dasar (sediment-water interface). Makanan tersebut diambil dengan menggunakan organ penghisap yang bisa dijulurkan hingga beberapa sentimeter dari lubang siphon. TREVALLION (1971) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa kerang telina merupakan hewan yang tidak selektif dalam mendapatkan makanannya. Disebutkan juga bahwa makanan yang dimakan sangat tergantung pada lingkungan, seperti kondisi pasang surut dan variasi musim.
telina bukan merupakan gerakan hewan- hewan merayap atau melata, melainkan gerakan untuk membenamkan diri di dasar. Gerakan yang dilakukan kerang telina ditunjang oleh gerakan otot kaki dan faktor eksternal merupakan gerakan hidrodinamika seperti arus, ombak dan pasang surut. HOLME (1961) menerangkan bahwa gerakan meliang kerang dari suku Tellinidae dalam keadaan air kering (surut rendah) sangat berbeda pola dan kecepatannya dibandingkan dengan gerakan pada saat air tinggi (pasang). Posisi awal kerang telina diketahui tergeletak dengan salah satu cangkang (cangkang kiri) di bawah, dengan menjulurkan kaki menggapai dasar maka posisi kerang telina menjadi miring (Gambar 2B). Dengan gerakan yang semakin dalam, posisi kerang menjadi semakin tegak dan kerang mulai masuk perlahan-lahan ke dasar seperti terlihat pada Gambar 2B (1 - 6). Akhirnya dengan gerakan otot kaki dan dibantu oleh gerakan hidrodinamika maka kerang telina dapat membenamkan seluruh tubuhnya dengan sempurna. Dalam posisi terbenam dengan aman maka kerang telina akan melakukan kegiatan rutin, yaitu mencari makanan untuk melangsungkan kehidupannya (Gambar 2A). Secara umum aktivitas meliang merupakan gerakan bertahap dan terpadu serta melibatkan hampir semua system organ tubuh, seperti kaki, cangkang dan otot pembuka dan penutup cangkang yang disebut otot aduktor. Aktivitas gerakan meliang ini dilakukan berulang kali dimana satu putaran yang disebut "digging cycle" memerlukan waktu kurang lebih 3 detik (ANSELL & TRUEMAN, 1967) dan aktivitas gerakan meliang ini biasanya dilakukan kerang sampai kedalaman tertentu atau pada kedalaman di mana kerang cukup nyaman (stable position). Pada prinsipnya gerakan meliang jenis kerang-kerangan umumnya dikendalikan oleh fungsi tiga system organ, yaitu otot kaki, otot pembuka dan penutup cangkang (aduktor/ retraktor) dan bentuk cangkang atau shell.
POLA GERAKAN KERANG TELINA Kerang telina, mempunyai kebiasaan hidup membenamkan diri di dasar, seperti lumpur, pasir atau tumpukan pecahan karang mati (gravel). Cara kerang telina meliang atau membenamkan diri di dasar sangat menarik dan mendapatkan perhatian dari beberapa peneliti seperti HOLME (1961), YONGE (1949) dan TREVALLION (1971). Pola gerakan kerang
20
Oseana, Volume XXVI no. 3, 2001
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 2. Posisi dan mekanisme cara kerang telina meliang 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Posisi awal Kaki mulai menjulur keluar Posisi cangkang mulai miring Posisi mulai tegak dan cangkang mulai masuk ke dasar Sebagian cangkang sudah terbenam Cangkang terbenam sempurna (Gambar 2A)
21
Oseana, Volume XXVI no. 3, 2001
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 3. Ilustrasi pola dan arah gerakan meliang beberapa jenis kerang-kerangan . A : Mercenaria mercenaria (Veneridae) B : Donax vitttus (Donacidae) C : Ensis arcuatus (Solenidae) DAFTAR PUSTAKA Namun pola gerakan dan kecepatannya sangat ABBOTT, R.T and S.R DANCE 1982. Combervariasi dan tergantung dari jenis, ukuran pendium of seashells. A full color guide individu dan faktor-faktor eksternal seperti to more than 4,200 of the world marine dasar lumpur, pasir atau kombinasi dari kedua shells. E.R Dutton, Inc. New York : 411. dasar tersebut. Sebagai pembanding dapat dilihat ilustrasi pola dan arah gerakan cara ANSELL, A.D. and E.R. TRUEMAN 1967. meliang beberapa kerang-kerangan dari jenis Burrowing in Mercenaria mercenaria, A: Mercenaria mercenaria (Veneridae) B: (L) (Bivalvia, Veneridae). J Exp. Biol. Donax vittatus (Donacidae) C: Ensis arcuatus (46): 105- 115 (Solenidae) (Gambar 3)
22
Oseana, Volume XXVI no. 3, 2001
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
HOLME, N. A. 1961. Notes on the mode of life of the Tellinidae (Lamellibranchia). J mar. Biol. Ass. U.K. (41): 699-703.
POHLO, R.H. 1967. Aspects of the biology of Donax gouldii and a note on evolution in Tellinacea (Bivalvia). Veliger 9 : 330-337.
HYLLEBERG, J. & GALLUCCI, V.F. 1975. Selectivity in feeding by the deposit feeding bivalve, Macoma naswa. Mar. Biol. 32 : 167-178.
TREVALLION, A. 1971. Studies on Tellina tenuis Da Costa. Aspects of general biology and energy flow. J exp. Mar. Biol. Ecol, (7): 95-122.
JANSEN, P. 2000. Seashells of South-East Australia. Capricornica, Publications, Lindfield NSW, Australia: 118 pp.
YONGE, CM. 1949. On the structure and adaptations of the Tellinacea, deposit feeding Eulamellibranchia. Phil. Trans. B 234 : 29-76.
23
Oseana, Volume XXVI no. 3, 2001