sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
ISSN 0216-1877
Oseana, Volume XXIX, Nomor 2, Tahun 2004 : 1 - 7
BEBERAPA CATATAN TENTANG AGAR Oleh Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT SOME NOTES ON AGAR. Agar is a polysaccharide that made up units of D-galactose and 3,6-anhydro-L-galactose. Agar is obtained from extraction of several species of red algae, such as Gracilaria and Gelidium. This paper will describe some notes on agar that consist of raw material, extraction process, stucture, properties, and uses of agar. PENDAHULUAN
Agar atau sering juga disebut "agaragar" merupakan salah satu produk makroalgae yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Agar tersebut banyak digunakan sebagai bahan makanan yang dapat kita jumpai di tokotoko dan supermarket dengan berbagai merek, misalnya Swallow Globe, Bintang Walet, Bola Dunia, dan Double Swallow Sun. Agar dapat diekstraksi dari beberapa jenis algae merah, misalnya Gracilaria dan Gelidium. Istilah agar atau sering juga disebut sebagai "agar-agar" adalah berasal dari bahasa Melayu yang pada awalnya digunakan untuk ekstrak kering maupun untuk makroalgae penghasil agar. Kemudian dalam perkembangannya, istilah yang digunakan untuk makroalgae penghasil agar adalah agarofit (agarophyte). Agar telah digunakan oleh beberapa negara di Asia Timur selama berabad-abad, yakni antara lain sebagai bahan pembuatan kue (puding) dan berbagai produk makanan lainnya. Agar juga merupakan produk
Oseana, Volume XXIX no. 2, 2004
makroalgae pertama yang berhasil diekstraksi, dimurnikan dan dikeringkan. Agar diperkenalkan ke Eropa dan Amerika Serikat oleh orangCina pada abad 19(FURIA, 1972). Tulisan ini akan menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan agar, yaitu: makroalgae penghasil agar, proses pengolahan agar, struktur agar, sifat-sifat agar, dan penggunaan agar.
MAKROALGAE PENGHASIL AGAR
Gracilaria confervoides, Gelidium amanzii dan Gelidium cartilagineum merupakan jenis makroalgae yang digunakan sebagai sumber utama pengolahan agar, di samping beberapa jenis algae merah lainnya. Jepang merupakan produsen agar terbesar di dunia dan bahkan telah memiliki hak monopoli dalam memproduksi agar sampai dengan Perang Dunia II. Setelah perang berakhir, beberapa negara lainnya mulai memproduksi agar, misalnya Meksiko, Australia, Selandia
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Baru, Perancis, Spanyol, Amerika Serikat, Rusia, Afrika Selatan dan negara-negara Amerika Selatan. Pada umumnya negaranegara tersebut memproduksi agar terutama untukmemenuhi kebutuhan dalam negerinya masing-masing (FURIA,1972; KIRK & OTHMER 1994). Sumber bahan baku pengolahan agar (agarofit) di negara-negara yang memproduksi agar seperti terlihat pada Tabel 1 (CHAPMAN CHAPMAN, 1980). Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa Gracilaria dan Gelidium
Oseana, Volume XXIX no. 2, 2004
merupakan jenis agarofit yang menjadi bahan baku utama dalam pengolahan agar. Apalagi saat ini Gracilaria telah dapat dibudidayakan, sehingga ketersediaan bahan baku pengolahan agar tidak selamanya bergantung pada sediaan bahan baku alami. Menurut TRONO et al (1988), Gelidium dan Gelidiella adalah termasuk jenis makroalgae yang sulit diandalkan untuk dibudidayakan, karena jenis tersebut ukurannya kecil dan pertumbuhannya yang relatif lambat, sehingga sampai saat ini kedua jenis agarofit tersebut masih dipanen dan sediaan alami.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
PROSES PENGOLAHAN AGAR Panen atau pengumpulan agarofit yang tumbuh pada suatu perairan pada umumnya dilakukan secara manual. Sedangkan di beberapa negara, pengumpulan agarofit tersebut dilakukan dengan cara penyelaman atau dengan menggunakan perahu kecil pada saat kondisi laut surut terendah. Agarofit dari hasil budidaya, pada umumnya diparien secara manual yakni dikumpulkan, lalu dikeringkan dan selanjutnya dipucatkan dengan cara menjemur langsung di bawah sinar matahari. Proses pengolahan agar secara komersial secara terperinci sampai saat ini merupakan rahasia dagang. Menurut KIRK & OTHMER (1994), prosedur ekstraksi agar secara komersial berturut-turut adalah sebagai berikut : pencucian, ekstraksi kimia, pengeringan, pembentukan gel, pembekuan, pemucatan, pencucian, pengeringan dan penepungan. Berikut ini secara terperinci akan diuraikan 3 macam proses pengolahan agar yang biasa digunakan, antara lain adalah menurut AN ULLMAN'S (1998), Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4497-1998) dan tradisional Jepang (NAYLOR 1976). 1. Proses pengolahan agar menurut AN ULLMAN'S(1998) Menurut AN ULLMAN'S (1998), tahapan proses pengolahan agar adalah sebagai berikut: a. Agarofit yang telah dipanen dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan (dikeringanginkan). Agarofit kering yang telah dibersihkan mengandung lebih dari 30% agar. b. Agarofit yang telah bersih dididihkan dalam air berlebih dengan penetralan secara hatihati dengan menggunakan asam sulfat 0,01 -0,02% atau asam asetat 0,05%.
Oseana, Volume XXIX no. 2, 2004
c. Untuk mempercepat proses pemisahan dan meningkatkan hasil, maka setelah penambahan larutan asam dilanjutkan penyaringan dengan tekanan. Dalam proses ini akan timbul bagian yang menyerupai agar (berupa getah), tetapi tidak memiliki kemampuan nntuk membentuk gel. Bagian ini dapat dikonversi menjadi agar melalui penambahan natrium hidroksida encer yang mengandung sejumlah kecil ion Ca+2. Dalam proses ini tampaknya L-galaktose-6-sulfat dikonversi menjadi 3,6-anhidrogalaktose. seperti yang terjadi pada karagenan. Peningkatan kemampuan ekstrak agar dilakukan dengan menambahkan polifosfat atau perlakuan awal dengan asam (pH 1,< 15°C) untuk melepaskan komponen agar dari komponen-komponen yang bukan agar. d. Larutan ekstrak panas selanjutnya disaring dengan menggunakan "filter aid". Pada saat didinginkan akan terbentuk gel kemudian gel dibekukan dan dikeringkan. Pembekuan secara alami dikombinasikan dengan pengeringan di bawah sinar matahari. e. Kandungan air dihilangkan dengan cara sublimasi (perubahan langsung bentuk padat suatu zat menjadi uap tanpa melalui bentuk cair), penguapan dan pengepresan. Kandungan air dihilangkan pada setiap tahapan tersebut. Kebanyakan industri pengolahan agar mempunyai sistem pembekuan mekanik atau penghilangan kandungan air dengan cara penguapan vakum. Air yang terbentuk selama proses pencairan dihilangkan menggunakan penyaring tekan atau pengering berputar. Dengan cara tersebut bagian atas atau permukaan gel yang terbentuk dikeringkan sampai mencapai kadar air sebesar 20% menggunakan drum pengering atau dengan cara dikering-anginkan.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
2. Proses pengolahan agar menurut Standar Nasional Indonesia (SNI01-4497-1998) Tahapan proses pengolahan agar menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 014497-1998) adalah sebagai berikut: a. 10 gram contoh potongan tallus dari makroalgae kering jenis Gracilaria, kemudian dicuci dengan aquades lalu ditiriskan. b. Contoh selanjutnya dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 100 ml larutan NaOH (2 - 6 %). Labu alas bulat dilengkapi dengan pendingin untuk melakukan refluks di atas pemanas listrik pada suhu 90°C selama 1 - 2 jam. c. Contoh disaring dan dicuci kembali dengan aquades laluditambahkan beberapa tetes HC1 0,1 M untuk menetralkan kelebihan basa (sampai pH = 7). d. Contoh dipindahkan ke dalam "pressure cooker" (tekanan 1 kg/cm2) berisi 500 ml H,O dan diekstrak selama 2 jam pada suhu l6o°C. Bila "pressure cooker" tidak ada, ekstraksi dapat dilakukan dengan labu alas bulat volume 1 liter, dilengkapi dengan pendingin dan pemanas listrik. e. Selesai ekstraksi, segera dilakukan penyaringan dalam keadaan panas dan filtrat ditampung dalam wadah tahan karat dan segera dibekukan dalam lemari pendingin.. 3. Proses pengolahan agar tradisional Jepang(NAYLOR1976) Menurut NAYLOR (1976), tahapan proses pengolahan agar tradisional Jepang adalah sebagai berikut: a. Seleksi bahan baku : Beberapa jenis bahan baku diseleksi berdasarkan fleksibilitas, densitas, kelembutan, solidkas, dan elastisitas.
Oseana, Volume XXIX no. 2, 2004
b. Ekstraksi: Ekstraksi dilakukan menggunakan air mendidih, diawali dengan bahan baku yang bersifat alot (Gelidum), dan diakhiri dengan bahan baku yang pa ling lembut (Gracilaria). c. Pengaturan pH : Pengaturan pH 5 - 6 menggunakan larutan asam sulfat. d. Pemanasan : Campuran dipanaskan antara 4 - 1 0 jam. Setelah campuran berubah menjadi larutan yang encer, pemanasan dilanjutkan sampai total waktu pemanasan 12atau 15 jam. e. Pemucatan : Pada tahapan ini dapat menggunakan bahan pemucat, seperti hipoklorit atau hidrosulfit. f. Penyaringan tahap pertama : Proses penyaringan menggunakan kain kasa atau dari bahan kawat. Untuk mempercepat proses penyaringan biasanya dilakukan dengan sistem saring tekan. g. Pemanasan tahap kedua : Filtrat yang diperoleh selanjutnya dipanaskan selama 10 jam. h. Penyaringan tahap kedua : Setelah dipanaskan selama 10 jam, dilanjutkan dengan penyaringan. Filtrat yang diperoleh dituang ke dalam wadah yang bersih iintuk didinginkan sampai terbentuk gel. i. Pemotongan gel : Gel tersebut di atas dipotong-potong sesuai ukuran yang diinginkan, kemudian dijemur di tempat terbuka. j. Pembekuan dan pencairan: Pembekuan dan pencairan dilakukan secara bergantian selama 3 - 6 hari. Setiap hari akan terbentuk lapisan es. Dengan cara enap-tuang akan menghilangkan garam yang masih tersisa dan pengotor lainnya. k. Pengeringan : Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari langsung selama 15 30 hari. l. Pengepakan : Pengepakan dilakukan berdasarkan bentuk yang diinginkan, misalnya agar batangan, lembaran, atau serbuk.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
m. Pengujian mutu : Tahap akhir dari proses pengolahan agar adalah pengujian mutu. Jenis pengujian mutu meliputi warna, kadar air, dan kekuatan gel. Pada dasarnya agar yang sering kita temukan di toko-toko dan supermarket berwarna putih, berkilap, semi transparan, dan hambar. Namun demikian, untuk menarik minat konsumen maka diberikan bahan pewarna yang dizinkan dan vanili.
Tampaknya istilah agarose dan agaropektin telah digunakan untuk menjelaskan fraksi-fraksi agar, baik yang kurang ionik maupun yang lebih ionik. Namun demikian, penelitian terakhir menyebutkan bahwa agar mengandung suatu spektrum molekul yang memiliki kesamaan, tetapi dengan struktur kimia yang berbeda-beda. Salah satu contoh struktur agarose seperti yang dijelaskan di atas dan tampaknya istilah agarose dan agaropektin merupakan penyederhanaan dari struktur agar (KIRK & OTHMER, 1994).
STRUKTUR AGAR SIFAT-SIFAT AGAR
Stmktur agar adalah ditentukan oleh fraksi yang memiliki kemampuan membentuk gel terbesar yaitu agarose. Fraksi lainnya yang juga merupakan penyusuan struktur agar adalah agaropektin. Menurut AN ULLMAN'S ( 1 9 9 8 ) , perbandingan kedua komponen tersebut adalah tergantung pada jenis makroalgae penghasil agar (umumnya kandungan agarose sekitar 55 - 66%). Agarose merupakan polisakarida linear yang netral tanpa percabangan dan terdiri dari ikatan 1,3 b-D-galaktose-( 1,4)-a-L-3,6 anhirogalaktose (Gambar 1). Unit dimerik yang berulang-ulang tersebut disebut "agarobiose". Unit dimerik ini berbeda dengan "carrabiose" yang terdiri dari 3,6-anhidrogalaktose dan tidak mengandung gugus sulfat.
Oseana, Volume XXIX no. 2, 2004
Agar memiliki sifat tidak larut dalam air dingin, tetapi terlarut dalam air mendidih. Suhu pembekuan agar adalah antara 35 - 39 °C dan titik leburnya adalah antara 85 - 95 °C. Salah satu sifat agar yang sangat unik adalah kemampuannya dapat membentuk gel, meskipun dalam konsentrasi larutan yang sangat encer, misalnya 0,04%. Namun apabila agar dengan konsentrasi yang lebih besar dari 0,5%, maka akan membentuk gel yang kaku dan terbebas dari keberadaan garam. Gel tersebut tidak meleleh atau mencair di bawah suhu 85 °C (KIRK & OTHMER, 1994). Menurut AN ULLMAN'S (1998), pembentukan gel ini terjadi adalah sebagai akibat penggabungan molekulmolekul agarose yang berupa gulungangulungan yang acak menjadi heliks ganda dan secara bersama-sama membentuk bagian-bagian yang terdiri dari beberapa rantai. Gel ini lebih kuat bila dibandingkan dengan gel karagenan. Kelarutan gel agar akan meningkat seiring dengan bertambahnya kadar agarose. Kadar agarose < 10% menyebabkan gel tidak terbentuk. Sifat lain dari agar adalah stabilitas panas yang luar biasa pada pH > 5. Larutan agar mempunyai nilai viskositas antara 2 - 1 0 mPa.s apabila pada suhu 45 °C, dengan konsentrasi larutan 1%. Sedangkan bobot molekul agar adalah berkisar antara 5.000 150.000 (ANULLMAN'S, 1998).
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
PENGGUNAAN AGAR
Pada awalnya agar digunakan sebagai pengganti gelatin dalam pembuatan "dessert". Pemanfaatan agar didasarkan pada beberapa keunikan sifat-sifat agar, seperti pada pembentukan gel, temperatur peleburan dan ketahanan panas gel, serta dapat juga digunakan sebagai pengemulsi dan penstabil. Agar tidak dapat dicerna, tetapi menyebabkan pembentukan gel dan koloid (KIRK & OTHMER, 1994). Dalam kurun waktu yang relatif smgkat, agar telah digunakan secara luas sebagai medium padat kultur bakteri setelah digunakan oleh Robert Kock dalam percobaannya yang sangat terkenal terhadap bakteri tuberculose. Agar juga digunakan dalam bidang kedokteran gigi dan juga untuk tujuanpembuatan obat-obatan (FURIA, 1972). Bahkan saat ini agar telah digunakan dalam pengembangan bioteknologi (AN ULLMAN'S, 1998). Salah satu penggunaan agar yang cukup menarik adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan ikan yang telah dikalengkan pada saat diangkut. Jepang mulai menggunakan agar dalam pengalengan ikan tuna sejak tahun 1958. Dalam industri pembuatan surra, banyak menggunakan agar yang berkualitas tinggi, hal ini bertujuan untuk mempertahankan kemilau sutra agar tidak cepat pudar. Sedangkan agar berkualitas rendah digunakan dalam industri kertas (pembuatan kertas yang tahan air), sebagai lem, dan pembersih medium cair. Dalam pembuatan bola lampu listrik, agar berperan sebagai peredam terhadap panas yang ditimbulkan oleh kawat tungsten. Penggunaan agar dalam industri fotografi sangat dianjurkan terutama untuk pembuatan pelat dan film. Dalam indutri kulit, agar juga digunakan sebagai pengkilap dan memberikan kekakuan. Agar yang memiliki daya adesif yang tinggi digunakan dalam industri pembuatan kayu lapis. Di negara Eropa dan Amerika, agar digunakan sebagai bahan
Oseana, Volume XXIX no. 2, 2004
pengental dalam pembuatan es krim, "malted milk" (susu bubuk campur ragi), jeli, permen, dan kue-kue kering (CHAPMAN & CHAPMAN, 1980). Pada dasarnya bahan makanan terpenting yang terdapat dalam agar adalah karbohidrat atau galaktosa. Penggunaan agar dalam pembuatan serbat, es krim, dan keju adalah sebagai penstabil dan memberikan kelembutan, namun demikian saat ini fungsi tersebut lebih banyak digantikan oleh natrium alginat. Di negara-negara Barat, agar digunakan sebagai zat pembersih atau penjemih dalam pembuatan bir, anggur dan kopi. Penggunaan lainnya adalah untuk pembuatan pil dan suppositoria, sabun cukur, kosmetik, serta minuman coklat. Agar juga mempunyai peranan sangat penting pada saat terjadi perang, karena agar tersebut dapat digunakan sebagai pembalut luka sebab agar dapat mempercepat proses pembekuan darah. Penggunaan agar akan menyebabkan luka yang terjadi dapat dibersihkan secara sempurna (CHAPMAN & CHAPMAN, 1980). DAFTAR PUSTAKA
AN ULLMAN'S ENCYCLOPEDIA 1998. Industrial Organic Chemicals. Vol. 7. Wiley-VCH, New York : 4009-4012. CHAPMAN, V.J. and DJ. CHAPMAN 1980. Seaweed and Their Uses. Third edition. Chapman and Hall, New York: 148-193. BADAN STANDARDISASI NASIONAL 1998. Penetapan Kadar Agar Dan Rumput Laut (SNI 01-4497-1998), Jakarta: 1-3. DEPARTEMENKESEHATANREPUBLIK INDONESIA 1979. Kodeks Makanan Indonesia Tentang Bahan Tambahan Makanan, Jakarta : 3 - 4.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
FURIA, T.E. 1972. Handbook of Food Additives. Second edition. Published by CRC Press, Inc., USA : 303-305. KIRK and OTHMER 1994. Encyclopedia of .Chemical Technology. Fourth Edition. Volume 12. John Wiley & Sons, New York: 843 - 844.
Oseana, Volume XXIX no. 2, 2004
NAYLOR, J. 1976. Production, Trade, and Utilization of Seaweeds and Seaweed Products. Fisheries Technical Paper No. 159. Food and Agriculture of The United Nations. Rome : 13 -18. TRONO, G.C., Jr. and E.T.G. FORTES 1988. Philippine Seaweeds. National Book Store, Inc. Publishers, Metro Manila, Philippines. 199-200.