www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XVI, Nomor 1 ; 13 - 22
ISSN 0216-1877
BEBERAPA CATATAN TENTANG BINTANG MENGULAR (OPHIUROIDEA) SEBAGAI BIOTA BENTIK oleh AZNAM AZIZ *) ABSTRACT SOME NOTES ON OPHIURIDS AS BENTHIC FAUNA. Ophiurids or brittle stars are also called serpent stars because of their long slender arms with snake-like movements, and the fact that the arms break very easily if the animals are handled or disturbed. The majority of species have five arms, but a small species of family Ophiactidae, has six or seven arms. Many ophiurids live in tremendous numbers on the open sea floor at considerable depths, but others can be found in low-level tide pools, under boulders, and particularly among the holdfasts of kelp at low tide. They hunt for food for the most part at night, and feed mainly on organic debris or on small dead animals or frafments of larger ones. Systematic, habitat, distribution, reproduction, and some effects of water temperature and salinity is discussed in this article. PENDAHULUAN
kram ini secara radial tumbuh 5 atau lebih tangan-tangan yang memanjang berbentuk silindris dan sangat fleksibel. Gerakan tangantangan ini kadang-kadang mirip gerakan ular, oleh sebab itu biota ini dikenal dengan nama umum bintang mengular (brittle star) (Gambar 1). Biota ini tidak mempunyai nilai ekonomi, tetapi kehadirannya pada suatu perairan mempunyai peranan yang cukup penting sebagai salah satu anggota biota bentik. Pada perairan ugahari bintang mengular ini merupakan makanan ikan demersal yang cukup penting. Dalam tulisan kali ini akan diuraikan berbagai aspek biologi dan ekologi dari bintang mengular ini.
Bintang mengular atau Ophiuroidea merupakan kelompok biota laut yang termasuk kedalam filum ekhinodermata. Hewan ini merupakan salah satu biota bentik (hidup di dasar) dan mempunyai kebiasaan bersembunyi (dwelling habit). Bintang mengular mempunyai kemiripan dengan bintang laut, karena mempunyai bentuk tubuh yang bersimetri pentaradial. Tubuh berbentuk cakram, yang dilindungi oleh cangkang kapur berbentuk keping (ossicle) dan dilapisi dengan granula dan duri-duri. Di dalam tubuh (disk) terdapat berbagai organ seperti gonad, saluran pencernaan dan sistem pembuluh air. Dari tubuh yang berbentuk ca-
1) Balai Penelitian dan Pengembangan Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi - LIPI, Jakarta.
13
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 1. Salah satu jenis bintang mengular Ophiopinna elegans (HELLER), FELL (1966).
(species) bintang mengular. Bintang mengular ini ditemui pada semua laut dan lautan dengan batas kedalaman antara 0 meter sampai 6720 meter (MARSHALL 1979) Pada umumnya biota ini hidup mengelompok (agregasi) pada dasar laut, terutama pada dasar perairan yang terdiri dari lumpur atau campuran lumpur dan pasir.
SISTEMATIKA
Kelompok bintang mengular termasuk kedalam filum ekhinodermata, kelas Stelleroidea, anak kelas Ophiuroidea. Ophiuroidea, terdiri atas 3 bangsa (ordo), 16 suku (family), dan 276 marga (genus). Pada saat ini diperkirakan terdapat sekitar 1600 jenis
14
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
yalidae. Menurut WILSON et al. (1977), ada kecenderungan suku tertentu berdominasi pada macam dasar tertentu, seperti suku Ophiothricidae menyukai dasar keras dengan campuran pasir dan gravel, suku Amphiuridae, Ophiuridae dan Ophiocomidae lebih menyukai dasar lunak yang berupa campuran lumpur dan pasir halus. MARTIN (1968), melaporkan bahwa bintang mengular jenis Axiognathus squamata merupakan jenis yang sebarannya sangat luas (kosmopolitan) dan hidup pada berbagai macam substrat.
Untuk perairan Indonesia dan Filipina biota ini diwakili oleh 451 jenis yang termasuk kedalam 135 marga, dengan batasan batimetrik antara 0 meter sampai dengan 4000 meter (GUILLE 1979).
HABITAT DAN SEBARAN
Bintang mengular dapat menempati ekosistem terumbu karang, atau hidup bebas di dasar perairan lepas pantai. Di daerah ekosistem terumbu karang biota ini menempati berbagai habitat seperti karang hidup, karang mati, pecahan karang, dan daerah lamun. Biota ini mempunyai sifat fototaksis negatif dan cenderung hidup bersembunyi di daerah penyebarannya. Suku yang dominan di daerah terumbu karang adalah Ophiocomidae, Ophiothricidae, Ophiolepididae, Ophiodermatidae, Ophionereidae, Ophiomyxidae. Sedangkan di daerah lereng terumbu bagian luar (outer reef slope), ditempati oleh suku Gorgonocephalidae dan Euryalidae. Berbagai aspek penelitian yang berkaitan dengan sebaran lokal biota ini di daerah terumbu karang telah banyak dilakukan oleh para pakar seperti MAGNUS (1967), KISSLING & TAYLOR (1977), SLOAN (1979, 1982), BRAY (1981), GUILLE & RIBES (1981), CHARTOCK (1983), LEWIS & BRAY (1983), SHIDES & WOODLEY (1985), dan ARONSON (1988). Pada perairan lepas pantai kelompok bintang mengular hidup mengelompok pada dasar perairan, biota ini dapat menempati dasar berlumpur, berpasir, atau campuran lumpur dan pasir. Suku yang menonjol pada perairan lepas pantai ini adalah Amphiuridae, Ophiuridae, Ophiochitonidae, Op hiothricidae, Gorgonocephalidae, dan Eur-
Keberadaan bintang mengular ini di daerah sebarannya dapat mencapai tingkat kepadatan yang cukup tinggi. Jenis Ophiothrix fragilis yang hidup di perairan lepas pantai Inggris dapat mencapai kepadatan sekitar 1330 individu per meter persegi. Selanjutnya laporan mengenai kepadatan bintang mengular di berbagai tempat dapat dilihat pada Tabel 1. Jenis lain seperti Asteronyx loveni adalah penghuni laut dalam yang sangat menarik. Biota ini hidup pada kedalaman antara 100 meter sampai 1800 meter di perairan Jepang Utara, dan merupakan jenis pemakan plankton dan partikel melayang (seston). Menurut penelitian FUJITA & OHTA (1988), kehadiran biota ini secara tidak langsung dapat menunjukkan tempat yang berarus kuat. Jadi kehadirannya dapat dipakai sebagai indikator arus, untuk daerah Sauriku Jepang, identik dengan kecepatan arus 20 cm sampai 35 cm per detik. Penelitian mengenai kehidupan bintang mengular di daerah lepas pantai juga telah banyak dilaporkan antara lain oleh MASSE (1963), ROBERT (1975), SINGLETARY & MOORE (1974), GUILLE (1979), WARNER (1971), dan MARTIN (1968).
15
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 1. Kepadatan relatif bintang mengular di berbagai tempat.
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
SINGLETARY & MOORE 1974 HENDLER & MEYER 1982 CHARTOCK1982 BRAY 1981 MAGNUS 1967 WARNER 1971
Ophiuridae. Kelompok kedua (mikrofagus) merupakan kelompok yang paling umum. Cara pengambilan makanannya bisa dengan mengambil langsung partikel-partikel kecil dari substrat (surface deposit feeder), atau mengambil partikel-partikel dari massa air disekitarnya (filter feeder). Pada kelompok kedua ini tangan-tangan relatif lebih panjang dan dilengkapi pula dengan duri-duri yang lebih panjang. Untuk menangkap partikelpartikel kecil selain kaki tabung, juga dibantu oleh mukus yang terdapat di sepanjang alur makanan di sisi ventral dari tangan-
CARA MAKAN DAN MACAM MAKANAN
Menurut WARNER (1982), pada dasarnya bintang mengular dikelompokkan kepada pemakan biota lainnya (karnivora) dan pemakan partikel-partikel kecil (mikrofagus). Kelompok pertama (karnivora), biasanya mempunyai tangan4angan berduri pendek, kaki tabung yang bertugas memindahkan mangsa yang tertangkap ke arah mulut. Contoh kelompok pertama ini adalah suku Ophiomyxidae, Ophiodermatidae, dan
16
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
tangannya. Contoh bintang mengular dari kelompok mikrofagus ini adalah suku Ophiocomidae, Ophiactidae, Amphiuridae, dan Ophiothricidae. Tetapi pada kenyataannya tidaklah terlihat batasan yang tajam untuk kedua kelompok ini. Di alam seringkali ditemukan kelompok yang merupakan kombinasi dari kedua cara makan tersebut.
MAGNUS (1967), telah melaporkan secara rinci mengenai cara makan dan macam makanan dari bintang mengular jenis Ophiocoma scolopendrina. Biota ini memakan detritus yang diperoleh dari massa air disekitarnya. Selanjutnya cara makan dan macam makanan dari berbagai jenis bintang mengular dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Cara makan dan macam makanan berbagai jenis bintang mengular.
Keterangan : Macam makanan kelompok karnifora, antara lain foraminifera, polikhet, dan krustasea kecil. Macam makanan kelompok mikrofagus, antara lain plankton dan partikel detritus. 1. SINGLETARY1980 2. MARTIN 1968 3. WARNER 1982
4. CHARTOCK1983 5. WARNER&WOODLY 1975 6. MASSE 1963 17
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
DAUR HIDUP
briyonik di mana fase larva yang hidup bebas absen. Dalam hal ini semua fase yang dilewati berlangsung di dalam dinding telur dan memakan waktu cukup lama (sampai berbulan-bulan). Fase metamorfose juga terjadi di dalam telur tersebut, sehingga sewaktu menetas telah terwujud individu dewasa (juvenile). Menurut HENDLER (1977), tipe ini diduga sebagai salah satu adaptasi untuk menghindari kondisi lingkungan yang buruk. Sedangkan tipe ketiga yang disebut "abbreviated development", mirip dengan tipe lecithotroflk tetapi fase embryonik dalam telur berlangsung relatif sangat cepat. Tipe ketiga ini diduga kebanyakkan dimiliki oleh bintang mengular yang hidup di tempat dalam dan hidup pada perairan dingin (dekat kutub). Sebagai contohnya bintang mengular jenis Amphioplus abditus hanya melalui fase embryonik dalam telur selama 4 hari, segera setelah menetas berwujud biota dewasa yang mampu mencari makan dan menyelusup ke dalam lumpur (HENDLER 1977). Lebih lanjut HENDLER (1975, 1977, dan 1979), melaporkan bahwa bintang mengular dengan tipe pertumbuhan embryonik planktotroflk mempunyai telur berukuran kecil (kurang dari 0,1 mm), sedangkan bintang mengular dari tipe lecithotroflk mempunyai telur berukuran relatif lebih besar, yaitu antara 0,2 mm sampai 0,35 mm. Pada umumnya bintang mengular memijah pada musim panas di daerah ugahari dan sepanjang tahun untuk daerah tropis, tetapi beberapa pengamatan di daerah Panama menunjukkan bahwa pengaruh musim ini tidak begitu jelas (HENDLER 1979). SINGLETARY (1980), yang meneUti berbagai jenis bintang mengular yang hidup di Florida juga mendapatkan bahwa musim memijah tidak menunjukkan hubungan yang jelas dengan musim. Selanjutnya HENDLER
Bintang mengular mempunyai kelamin terpisah. Hewan jantan dan hewan betina masing-masing melepaskan telur dan sperma ke massa air di sekitarnya pada musim memijah. Fertilisasi terjadi di air laut. Telur yang telah dibUahi akan tumbuh jadi zygote, kemudian tumbuh menjadi larva yang disebut ophiopluteus. Larva ophiopluteus ini hidup bebas sebagai plankton, dan kelak akan mengalami metamorfose dan akan menjelma menjadi "juvenile" (biota muda) yang bersifat bentonik. Lamanya masa larva, tergantung kepada jenis. letak geografis, dan kondisi lingkungan. HENDLER (1975, 1977), melaporkan bahwa dua faktor abiotik seperti salinitas dan suhu mempunyai pengaruh langsung terhadap lamanya masa larva dan fase embryonik. Secara umum kondisi di bawah atau di atas persyaratan optimal dari salinitas dan suhu dapat menghambat atau memperpanjang fase embryonik dan masa larva. Selanjutnya HENDLER (1975), telah mengikhtisarkan berbagai hasil penelitian pakar Ophiuroidea yaitu fase blastula untuk berbagai jenis bintang mengular, berkisar antara 6 jam sampai 36 jam, fase gastrula berkisar antara 1 hari sampai 2 hari, fase larva berkisar antara 5 hari sampai 42 hari, dan fase metamorfose berkisar antara 8 hari sampai 40 hari. Secara umum pola perkembangan biakkan seksual dari bintang mengular dapat dibedakan atas 3 tipe, yaitu planktotroflk, lecithotroflk, dan "abbreviated development" (HENDLER 1975). Planktotroflk adalah tipe yang dikenal paling umum, ditandai oleh adanya fase larva yang hidup aktif sebagai plankton (ophiopluteus larva). Lecithotroflk adalah tipe pertumbuhan env
18
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
Jenis Amphioplus abditus mempunyai daya toleransi terhadap salinitas antara 20°/oo. sampai 40°/oo., diperkirakan salinitas optimal selama fase embryonik berkisar antara 25°/oo. sampai 30°/oo., pada salinitas 25°/oo. sampai 40°/oo. pertumbuhan tidak terganggu, tapi pada penurunan salinitas sampai dengan 20°/oo. embriyo tersebut membengkak dan pada penurunan dibawah 15°/oo. akan menyebabkan kematian. Sedangkan untuk hewan dewasa penurunan salinitas dibawah 5°/oo. atau penaikan salinitas diatas 50°/oo. akan menyebabkan kematian kurang dari 36 jam. Pada umumnya bintang mengular mempunyai batasan toleransi terhadap salinitas pada air laut normal (FELL 1966). Namun terdapat jenis-jenis tertentu dengan batas toleransi relatif rendah, seperti jenis Ophiophragmus filograneus yang hidup di perairan sekitar Florida dapat bertahan pada salinitas sekitar 7,7°/oo. dan bintang mengular jenis Ophiura albida yang hidup di laut Baltik dapat hidup pada salinitas sekitar 10°/oo.
& MEYER (1982), melaporkan bahwa bintang mengular jenis Ophiarthrum pictum yang hidup di perairan Palau memijah di malamhari. Selain reproduksi seksual, bintang mengular juga mengenal reproduksi aseksual, yaitu individu yang terpotong dua pada bagian cakramnya akan tumbuh menjadi 2 individu baru. Selanjutnya juga dilaporkan bahwa perkembangbiakkan aseksual ini sering terjadi pada perairan yang persediaan makanannya sangat kurang (EM SON & WILKIE 1984).
TOLERANSI TERHADAP SUHU DAN SALINITAS
Bintang mengular yang hidup di daerah tropis pada umumnya hidup pada perairan dengan suhu yang berkisar antara 27°C sampai 30°, namun daya tahan terhadap suhu ini bergantung kepada kedudukan geografis dan faktor kedalaman. Misalnya jenis Ophiacantha vivipara yang hidup di daerah Antartik mempunyai batasan toleransi .antara -2°C sampai 8°C (FELL 1966). Selanjutnya SINGLETARY (1975), melaporkan bahwa berbagai jenis bintang mengular dari suku Amphiuridae, Ophiothricidae, Ophicomidae dan Ophinereidae mempunyai ambang batas suhu maksimal yang mematikan (lethal temperature) antara 37,5°C sampai 4O,5°C. Sedangkan ambang batas minimal berada sekitar 10°C. Penurunan suhu di bawah 10°C menyebabkan biota tersebut akan mengalami kematian dalam waktu 7 jam sampai 16 jam. HENDLER (1977), melaporkan bahwa bintang mengular jenis Amphioplus abditus akan mengalami perlambatan pertumbuhan fase ernbriyo-nik selama 72 jam apabila suhu diturunkan dari 21°C sampai dengan 16°C.
PERANAN DI LINGKUNGAN BENTIK
Seperti telah disinggung pada pembicaraan terdahulu salah satu anggota bintang mengular ini, yaitu jenis Asteronyx loveni bisa dipakai sebagai indikator arus (FUJITA & OHTA 1988). Peranan lain dari biota ini adalah merupakan sumber makanan bagi biota lainnya, seperti ikan demersal, kepiting dan bintang laut. Berbagai jenis kepiting yang hidup di daerah lepas pantai ataupun di terumbu karang menjadikan hewan ini sebagai mangsanya (VASSEROT 1965 ;FELL 1966; WARNER 1971). Hewan pemangsa yang paling penting untuk kelompok bintang mengular ini adalah kelompok ikan demersal, seperti ikaxx "haddock" marga Gadus,
19
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
ikan sebelah, dan banyak ikan lainnya (FELL 1966; WARNER 1971; ARONSON 1988; JONES 1974). Lebih lanjut JONES (1974), melaporkan bahwa dari penelitian ikan suku Gadidae dengan ukuran panjang TL 55 cm sampai 60 cm yang tertangkap disekitar Dimon Island, Atlantik, ternyata bintang mengular jenis Ophiopholis spp. merupakan 95% isi lambungnya. Sedangkan dari hasil analisis isi lambung ikan sebelah marga Hippoglosus yang hidup di perairan Norwegia, menunjukkan bahwa 50% dari isi lambung ikan tersebut terdiri dari bintang mengular jenis Ophiura albida (LANDEL 1976). Menurut WARNER (1971), dari analisis isi lambung ikan sebelah dari perairan Inggris ternyata bintang mengular marga Ophiotrix fragilis merupakan 39% dari isi lambungnya. ARONSON (1988), yang meneliti macam makanan ikan jenis Halichoeres bivittatus (Labridae) dan ikan Sparisoma spp. (Scaridae). Ikan-ikan ini diuji kesukaannya dengan berbagai jenis bintang mengular. Penelitian ini dilakukan di perairan Rod Bay, Karibia, ternyata bahwa jenis bintang mengular yang paling disukai adalah Ophiocoma pumilla, kemudian berturut-turut pilihan jatuh kepada jenis Ophiocoma echinata, Ophiolepis impressa, Ophioderma appressum dan Ophiotrix oerstedi. Kedua jenis bintang mengular yang disebut paling belakangan tidak atau kurang disukai oleh ikan, karena mempunyai tekstur kapur yang lebih kompak dan mempunyai duri-duri yang lebih panjang.
ga Ophiactis dan Ophiotrix) sebagai makanannya (merupakan 9% sampai 33% isi lambung). Amphiura filiformis merupakan makanan utama dari ikan sebelah jenis Limanda limanda yang hidup di Laut Utara (DUINEVELD & NOORT 1986). Semoga tulisan yang ringkas ini bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan kita mengenai kelompok bintang mengular ini.
DAFTAR PUSTAKA
ARONSON, R.B. 1988. Payability of five Caribbean Ophiuroids. Bull. mar. Sci. 43(1): 93-97. BRAY, R.D. 1981. Size variation of the ruble-dwelling Ophiuroid Ophicoma echinata of Barbados, West India. Proc. Fourth. Int. Coral Reef Symp., Manila, 2 : 619-621. CHARTOCK, M.A. 1983. Habitat and feeding observations on species of Ophiocoma (Ophiocomidae) at Eniwetak. Micronesica 19 (1 - 2): 131 - 149. CLARK, A.M. 1976. Tropical epizoic echinoderms and their distribution. Micronesica, 12(1): 111 -117. DUINEVELD, G.C.A. and GJ. NOORT 1986. Observations of the population dynamics of Amphiura filiformis in the Southern North Sea and its exploitation by the dab, Limanda4imanda. Neth. J. Sea. Res., 20(1): 85-94. EMSON, R.H. and I.C. WILKIE 1984. An apparent instance of recruitment following sexual reproduction in the flssiparous brittlestar Ophiactis savignyi Muller & Troschel. /. Exp. Mar. Biol. Ecol. 11 : 23 - 28. FELL, H.B. 1966. The ecology of ophiuroids. In : Treatise on Invertebrate Pa-
SHIRLEY (1982), dalam menganalisa isi lambung ikan-ikan karang di Pulaupulau Padre, Amerika mendapatkan sekitar 8 jenis ikan karang dari toal 31 jenis ikan yang ada memperlihatkan ekhinodermata (terutama kelompok bintang mengular mar-
20
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
leontology (MOORE R.C. ed.) Part U, Echinodermata 3(1). Univ. Kansas Press, Kansas: U214 - U220. FUJITA, T. and S. OHTA 1988. Photographic observations of the life style of a deep— sea ophiuroid Astronyx loveni (Echinodermata). Deep-Sea Res. 35 (12): 2029-2043. GUILLE, A. 1979. Les Ophiurides des marges continentales de la region Philippines — Indonesie distribution bathymetrique et etagement. Coll. Europ. Echino., Brussels: 97 - 105. GUILLE, A. et S. RIBES 1981. Echinodermes associes aux Scleroctinaires d'un recif frangeant de Pile de la Reunion (Ocean Indien). Bull. Mar. natn. Hist. Nat., 4 (3) A ( 1 ) : 73-92. HENDLER, G. 1975. Adaptational significance of the patterns of Ophiuroid development. Amer. Zool., 15 : 691 — 718. HENDLER, G. 1977. Development of Amphioplus abditus (VERRILL) (Echinodermata : Ophiuroidea) : 1. Larval biology. Biol. Bull., 152 : 51 - 63. HENDLER, G. 1979. Reproductive periodicity of Ophiuroids (Echinodermata : Ophiuroidea) on the Atlantic and Pacific coast of Panama. In : STANCYK, S.E. (ed.) Reproductive Ecology of marine invertebrates. South California Press: 145156. HENDLER, G. and D.L. MEYER 1982. Ophiuroids FLAGRANTE DELICTO and notes on the spawning of other echinoderms in their natural habitat. Bull. Mar. Sci., 32(2): 600-607. JONES, R. 1974. The rate of elimination of food from the stomach of haddock Melanogrammus aeglefinus, cod, Gadus morhua and whiting Merlangius merlangus. J. Cons. Int. Explor. Mer.t 35 (3) : 225 - 243.
KISSLING, D.L. and G.T. TAYLOR 1977. Habitat factors for reefdwelling ophiuroids in the Florida Keys. Proc. Third Int. Coral Reff Symp.t Miami : 225 -231. LEWIS, J.B. and R.B. BRAY 1983. Community structure of Ophiurids (Echinodermata) from three different habitats on a Coral Reef in Barbados, West Indies. Mar. Biol. 73 : 171 - 176. MAGNUS, D.B.E. 1967. Ecological and Ethological studies and experiments on the Echinoderms of the Red Sea. Stud. Trop. Oceanogr. Miami 5 : 635 - 664. MARSHALL, N.B. 1979. Developments in Deep-Sea Biology. Blanford Press, London : 566 pp. MARTIN, R.B. 1968. Aspects of the Ecology and behaviour of Axignathus squa-mata (Echinodermata : Ophiuroidea). Tane, 14:65-81. MASSE, H. 1963. Etude ecologique et ethologique du genre Ophiopsila. Rec. Tray. St. Mar. End. Bull. 28 (43) : 49 - 54. ROBERT, D.C. 1975. Investigations into a Modiolus modiolus (1.), (Mollusca : Bivalvia) community in Strangford Lough, N. Ireland. Rep. Underwater Ass., 1 (N.S.) : 27 - 49. SIDES, E.M. and J.D. WOODLEY 1985. Niche separation in three species of Ophiocoma (Echinodermata : Ophiuroidea) in Jamaica, West Indies. Bull, mar. Sci. 36 (3): 701 -715. SHIRLEY, T.C. 1982. The importance of echinoderms in the diet of fishes of a sublittoral rock reef. In : CHAPMAN and J.W. TUNEL (eds.) South Texas Fauna. Caesar Kleberg Wild life Researches Institute : 49 — 55. SINGLETARY, R.L. 1971. Thermal tolerance of ten shallow-water Ophiurids in Biscayne Bay, Florida. Bull. Mar. Sci. 21 (4) : 938-943.
21
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
SINGLETARY, R.L. 1980. The Biology and Ecology of Amphioplus cornioto-des, Ophionepthys limicola, and Micro-pholis gracillima (Ophiuroidea : Amphiu-ridea). Carib. J. Set 16 (1 - 4) : 39 - 55. SINGLETARY, R.L. and H.B. MOORE 1974. A redescription of the Amphioplus, corniotodes - Ophionepthys limicola community of Biscayne Bay, Florida. Bull Mar. Sci. 24 (3) : 690 - 699. SLOAN, N.A. 1979. Microhabitat and resource utilization in cryptic rocky intertidal echinoderms at Aldabra Atoll, Seychelles. Mar. Biol t 54 : 269 - 279. SLOAN, N.A. 1982. Size and structure of echinoderm populations associated with different coexisting coral species at Aldabra atoll, Seychelles. Mar. Biol. 66:67-75.
VASSEROT, J. 1965. Un predateur d'echinodermes s'attaquant particullierement aux Ophiures : la lagouste Panutirus vulgaris. Bull. Soc. Zool. France XC (2 - 3) : 365 384. WARNER, G.F. 1971. On the Ecology of a dense bed of the brittlestar Ophio-thrix fragilis. J. Mar. Biol. Ass. UK. 51 : 267 282. WARNER, G.F. 1982. Food and feeding mechanisms : Ophiuroidea. In : JANG-OUX, M. and J.M. LAWRENCE (Eds.) Echinoderm Nutrition. A.A. BALKEMA Pulb., ROTTERDAM : 161 - 181. WARNER, G.F. and J.D. WOODLEY 1975. Suspension feeding in the brittlestar Ophiothrix fragilis. J. Mar. Biol. Ass. UK. 5 5 : 199-210.
22
Oseana, Volume XVI No. 1, 1991