sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana. Volume XXl, Nomor 1, 1996 : 25 - 33
ISSN 0216-1877
BEBERAPA CATATAN TENTANG JELATANG LAUT KELOMPOK LEPTOMEDUSAE oleh Nurachmad Hadi *) ABSTRACT SOME NOTES ON LEPTOMEDUSAE HYDROIDS. The Leptomedusae, such as Limnomedusae and Anthomedusae belonging to the Hydrozoa group. Leptomedusae is relative poorly known group and mostly living in the sea. This group has a high species diversity and it is widely distributed both geographically and bathimetrically. Some biological aspects, such as, systematic, morphology, distribution, habitat and life cycle are discussed. laut dalam (Osean basins). Dengan makin banyaknya data yang sudah terungkap. maka makin banyak pula pengetahuan kita tentang isi laut. Untuk peningkatan lebih banyak perlu pembinaan sumber daya manusia yang akan berkecimpung di bidang kelautan. Hal ini akan membantu pemerintah untuk pengadaan bidang atau lapangan kerja baru. yaitu bidang kelautan. Terumbu karang adalah merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai produktivitas hayati tinggi, yang memiliki keanekaragaman jenis biota laut yang besar dan jika dilihat dan sudut estetika sangat indah sekali (JOHANES dalam SUKARNO et.al 1981). Berbagai jenis karang batu yang beraneka ragam bentuk dan ukurannya dengan warna yang memikat tumbuh di s i t u Kemudian karang batu ini. baik yang masih hidup maupun yang sudah mati digunakan oleh biota laut lainnya sebagai tempat
PENDAHULUAN Jelatang laut kelompok Leptomedusae adalah hewan laut berbentuk tumbuhan dengan bentuk koloninya menyerupai tanaman pakis yang beraneka ragam warnanya. Hewan ini termasuk salah satu dan 3.700 jenis Coelenterata yang ada di dunia. Hidupnya di dasar laut dan menempel pada karang mati atau pecahan kerang dan dapat pula menempel pada tonggak bambu atau beton yang ada di situ. Aziz (1979) pernah menyinggung tentang Jelatang laut dalam tulisan yang berjudul "Mengenal bahaya menyelam di daerah terumbu karang". Berbicara tentang biota penghuni lautan sampai kapanpun orang tidak akan dapat mengungkapkannya secara tuntas. Penelitian tentang kehadiran biota laut sampai sekarang masih tetap menjadi tantangan bagi para pakar kelautan. Banyak hal yang belum terungkapkan dan laut dangkal maupun dan
*) Balai Penelitian dan Pengembangan Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi - LIPI, Jakarta
25
Oseana, Volume XXI No. 1, 1996
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
berlindung, mencari makan ataupun tempat berbiak. Diantara biota laut itu terdapat pula jenisjenis yang dapat mendatangkan bahaya bagi manusia. Biota laut yang berbahaya itu dapat dibedakan dari biota yang dapat bergerak aktif dan biota laut yang pergerakannya sangat tergantung pada arus dan ombak. Kelompok biota laut yang dapat bergerak aktif adalah ular. ikan-ikan berbisa, sedangkan biota laut yang pergerakannya tergantung oleh arus dan ombak yaitu kelompok "makroplankton". Dalam tulisan ini hanya akan membicarakan biota laut yang tertambat secara permanen pada substrat keras, yaitu kelompok "sessile benthos", khususnya dari anak bangsa Leptomedusae atau lebih populer di kalangan para nelayan dengan sebutan jelatang laut, terutama tentang Klasifikasi dan Morfologi, tempat hidup, organ penyengat, dan beberapa aspek biologi lainnya.
Suku : Haleciidae Halecium conicum H. lacesteri H. mediterraneum H. nanum H. pussilum Suku : Campanulariidae Campanularia alta C. viridis C. volubilis Orthophyxis compressa Thaumanthias roridentala Clytia paulensis Obelia bicuspidata O. dichotoma O. geniculata O. graviera Gonothyraea gracilis Laomedia flexuasa Suku : Campanulinidae Cuspidella costata C. humilis Lafoeina vilae-vilebiti Calycella fastigiata
KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI Menurut HICKMAN (1967); Mc CONNAUGHEY (1974) hewan ini termasuk dalam Filum Coelenterata. Filum Coelenterata ini mempunyai 3 kelas yaitu kelas Hydrozoa, kelas Scyphozoa dan kelas Anthozoa. Kelompok Jelatang laut termasuk kedalam kelas Hydrozoa yang mempunyai 5 bangsa (ordo) yaitu : bangsa Hydroida, bangsa Milleporina, bangsa Stylasterina, bangsa Trachylina dan bangsa Siphonophora. Dari ke 5 bangsa itu yang masuk dalam pembicaraan kita adalah bangsa Hydroida. Bangsa Hydroida ini masih mempunyai 3 anak bangsa yaitu anak bangsa Leptomedusae, anak bangsa Limnomedusae dan anak bangsa Anthomedusae. Jelatang laut termasuk dalam anak bangsa Leptomedusae dengan susunan sebagai berikut, (RIEDL 1966).
Suku : Lafoeidae Hebella parasitica Croatella gigas Lafoea tenella Suku : Sertulariidae Dynamena cavolinii Sertularella ellisi f. spelea S. fusiformis S. mediterranea S. polyzonias Suku : Plumulariidae Kirchenpaueria pinnata Ventromma halecioides
26
Oseana, Volume XXI No. 1, 1996
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Antenella secundaria A. siliquosa Thecocaulus diaphanus Monotheca obliqua Plamularia halecioides P. setacea Nemertesia tetrasticha Aglaophenia pluma f. typica A. pluma f. octodonta A. sept if era A. tubulifera A. elongata A. dichotoma Jelatang laut secara umum mempunyai bentuk seperti macroalgae (Gambar 1). Sehingga membingungkan bagi orang yang belum pernah melihatnya dan karenanya banyak orang yang memegangnya. Dengan memegang itu orang tahu bahwa fauna tersebut bukan macroalgae karena dengan memegang itu orang akan merasakan sengatannya. Warnanya kuning emas dengan tubuh yang dapat meliuk-liuk dengan lemah gemulai apabila diterpa arus dan ombak. Sungguhsungguh merupakan pemandangan yang sangat mengasyikkan dan menarik jika dipandang. TEMPAT HIDUP Bangsa Hydroida hidup di dasar laut sebagian menempel pada substrat keras seperti karang mati. pecahan kerang bahkan dapat pula menempel pada tonggak bambu yang ditempeli teritip Balanus perforatus (Gambar 2). Tempat hidupnya dimulai dari perairan pantai yang jernih sampai pada kedalaman 1000 meter (550 fathoms). Sebagian lagi ada yang hidup menempel pada substrat lunak seperti spons dan Iain-lain, dan banyak diantaranya hidup pada kedalaman 5000 meter (2.750 fathoms) atau lebih dalam.
27
Oseana, Volume XXI No. 1, 1996
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 2. Koloni Aglaophenia pluma forma octodanta tumbuh di atas teritip (Balanus perforates). (DOHRAN 1881; MAYER 1882 daiam RIEDL 1966)
DAUR HIDUP
Di Pantai barat Pulau Tundonia (P. Tiga, Sulawesi Utara) Jelatang laut (hydroid) banyak dijumpai dan cukup dominan sehingga perlu diwaspadai (SUHARSONO et al. 1994). Sedangkan di Kepulauan Seribu meskipun ada tetapi tidak menunjukkan kelimpahan yang cukup berarti sehingga tidak perlu dikhawatirkan, umumnya mereka hidup pada kedalaman antara 1 sampai dengan 5 meter.
Seperti halnya mahluk hidup yang lain Jelatang laut kelompok Leptomedusae tidak ketinggalan untuk mengembang biakkan keturunannya. Pada kelompok Leptomedusae sebagai kelompok Hydroid lainnya, dikenal dua fase perkembang biakan. Pertama perkembang biakan seksual pada fase medusa dan perkembang biakan aseksual pada fase hidroid (Gambar 4).
28
Oseana, Volume XXI No. 1, 1996
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
F
G
Gambar 3. Beberapa bentuk Nematokis dan Spirokis (HYMAN dalam HICKMAN 1967). A. Chidoblast dengan nematokis dan jarum penusuk (penetrant) B. Stenotele, C. Atrichous isorhiza, D. Holotrichous isorhiza, E. Microbasic amastigophore dari anemon Sagartia, F . dan G spriokis dari anemon.
29
Oseana, Volume XXI No. 1, 1996
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 4 : Daur hidup Obelia (HICKMAN 1967)
30
Oseana, Volume XXI No. 1, 1996
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Meskipun ada beberapa perbedaan ataupun penyimpangan dalam tingkat pertumbuhan didalam daur hidup, menurut HICKMAN (1967) secara umum pola dasarnya dapat terlihat seperti dalam gambar 4
ada1ah adanya organ penyengat yang khusus atau kapsul yang dipergunakan untuk melindungi dirinya dari gangguan hewan lain maupun manusia. Organ ini dibagi menjadi dua bagian yaitu nematosis (nematocyst) yang mengandung bisa dan spirosis (spirocyst). Nematosis mempunyai banyak bentuk (Gambar 3 A-E) dan terdapat pada seluruh anggota filum coelenterata, sedangkan spirosis (Gambar 3 F-G) hanya terbatas pada anak kelas Zoantharia dan Anthozoa. Nematosis ini dihasilkan oleh sel khusus (special cell) yang biasa disebut cnidoblast. kadang-kadang nematosis juga bisa dihasilkan ditempat lain dimana di daerah itu diperlukan. Cnidoblast dapat berpindah dengan gerak gerik "ameboid" pada tempat tertentu. Pada kelas Hydrozoa nematosis adanya terbatas pada bagian luar dari epidermis sedang pada dua kelas yang lain terdapat pada lapisan epidermis dan endodermis. Nematosis terdapat baik pada fase hidroid ataupun pada fase medusa terutama dibagian tentakelnya. Macam dan bentuk nematosis dapat dibagi kedalam dua bagian utama. yaitu nematosis yang mempunyai benang dengan tutup akhir (astomocnidae) dan yang mempunyai benang tanpa penutup (stomocnidae). Astomocnidae dipergunakan sebagai alat penangkap atau lasso untuk menangkap makanan atau mangsanya sedang stomocnidae dipergunakan untuk penetrasi dan injeksi toksin ke dalam mangsa yang tertangkap. Apabila nematosis tadi dilepaskan ia tak dapat dipergunakan lagi. Beberapa nematosis panjangnya hanya beberapa mikron setelah penembakan, tetapi yang lain mungkin panjang jangkauannya lebih dari satu milimeter. Racun atau toksin yang dihasilkan nematosis merupakan suatu "kompleks protein ".
Reproduksi Seksual Medusa jantan dan medusa betina pada musim memijah masing-masing melepaskan sel telur dan sperma ke medium air laut disekitarnya. Pertemuan sel telur dan sperma akan menghasilkan zygote. Zygote kemudian akan diikuti oleh proses pembelahan sel (2 sel, 4 sel, 8 sel dst.), kemudian akan terbentuk stadium blastula. Pertumbuhan akan berlanjut sampai ke stadium gastrula yang bentuknya agak lonjong dan memanjang, biasanya disebut sebagai stadium stereo gastrula. Stereo gastrula akan tumbuh menjadi larva planula berbulu getar dan dapat berenang aktif. Setelah beberapa waktu larva planula akan menempel kesubstrat keras dan tumbuh menempel menjadi hidroid yang bersifat sessil bentos. Reproduksi aseksual Hidroid muda akan tumbuh membentuk koloni dengan cara bertunas. Dari koloni dikenal dua macam polip. yaitu polip yang berperan dalam menangkap makanan (Hydranth), dan polip yang berperan memproduksi medusa yang dapat hidup bebas dan berbiak secara seksual (Gambar 4). Tunas atau polip yang memproduksi medusa disebut Gonongium. ORGAN PENYENGAT Salah satu dari ciri-ciri yang memudahkan pengamatan kelompok Coelenterata
31
Oseana, Volume XXI No. 1, 1996
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
MAKANAN DAN CARA MAKAN
Usahakan bila terkena sentuhan atau gesekan dari jelatang laut tidak digaruk. melainkan digosok dengan alkohol 70% atau amoniak dan apabila tidak ada boleh juga pakai air seni. Luka akibat terkena sentuhan atau gesekan hewan ini dapat meninggalkan bekas putih pada kulit. Kesembuhan akibat luka ini tidak lama paling-paling hanya sekitar 3-7 hari. Cara yang paling baik untuk tidak terkena "sengatan" hewan ini adalah jangan dekat-dekat dengannya dan kalau terpaksa harus mendekat dengan catatan boleh dilihat dipegang jangan. De OREO'S (dalam MINTON 1974) melaporkan bahwa beberapa pasien yang telah tersengat oleh kelompok Leptomedusae dari marga Halecium menderita kejang kemudian tubuhnya merasa kedinginan dan diteruskan dengan muntah berak. segera setelah terjadi infeksi pada kulitnya. Di Indonesia sendiri sampai sekarang belum ada catatan resmi akibat terkena sengatan hydroids.
Hewan ini bersifat karnivora. makanan utamanya adalah krustasea kecil-kecil, larva ikan dan binatang kecil-kecil lainnya yang dapat ditangkap. Apabila mangsa menyentuh tentakelnya maka tentakel itu mengeluarkan nematosis. Nematosis dan sel perekat menjerat mangsanya, bersamaan dengan itu sungutnya/ jarum menembus korban. Dengan tusukan itu dia memasukkan toksin yang dikenal dengan sebutan hypnotoxin yaitu zat yang dapat melemahkan korbannya. Selanjutnya korban yang telah tidak berdaya ditelan oleh “hydranth" yang mempunyai tugas untuk memakannya. BISA DAN AKIBATNYA Meskipun hewan ini mempunyai bentuk seperti tumbuhan sehingga tidak dapat berpindah tempat, tetapi sebagai pengaman diri dia mempunyai alat pelindung berupa sengat yang mengandung bisa (nematosis) untuk melindungi diri dari gangguan hewan lain maupun gangguan manusia. yang mungkin akan mengakibatkan rusaknya koloni biota tersebut. Bisa tersebut akan terasa panas dan gatal apabila tersentuh oleh kulit manusia dan bahkan menjadi racun bagi hewan kecil-kecil yang mengganggunya. Kulit yang terkena sentuhan hewan ini akan terasa panas dan gatal kemudian akan menjadi bengkak sebatas daerah yang terkena. Bukan hanya bengkak tapi bisa juga sampai keluar nanah namun segera akan sembuh dengan perlahan-lahan. Pada umumnya keadaan semacam ini tidak membahayakan. Pada orang-orang tertentu sentuhan itu tidak membawa akibat apa-apa. sebaliknya bagi orang yang tidak tahan akan menjadi semacam luka "bakar" yang tidak mengenakkan.
PENUTUP Tulisan ini disajikan terutama untuk para penyelam atau para wisatawan yang mencari kesenangan dibawah laut agar mereka berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Namun demikian tidak menutup kemungkinan untuk diketahui oleh para pengusaha perairan agar berhati-hati dan dapatnya membersihkan daerah wisata yang dikelolanya dari gangguan yang ditimbulkan oleh kehadiran hewan tersebut. Hal ini mungkin dapat mengakibatkan kurangnya pengunjung ke daerah itu sehingga akan sedikit mengurangi pemasukan keuntungan yang akan diperolehnya. Sebab bagaimanapun para wisata membutuhkan tempat yang nyaman tanpa gangguan apapun selama
32
Oseana, Volume XXI No. 1, 1996
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
mereka menikmati keindahan pemandangan bawah air. Bahkan bukan tidak mungkin daerah yang tadinya ramai pengunjung menjadi sepi karena kehadiran hewan itu.
SUHARSONO, A.BUDIYANTO, N. HADI dan GIYANTO. 1994. Kondisi Terumbu Karang di Pulau Tiga, Sulawesi Utara. WISATA BAHARI PULAU-PULAU TIGA (Tundonia, Tenga, Paniki) Sulawesi Utara. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indones i a Pusat P e n e l i t ia n dan Pengembangan Oseanologi, Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Jakarta. : 1 3 - 2 7 .
DAFTAR PUSTAKA AZIZ, A. 1979. Mengenal bahaya menyelam di daerah terumbu karang. Pewarta Oseanan V(4): 10 - 15. HICKMAN, C.P. 1967. Biology of the Invertebratas. C.V. Mosby Company : 105 - 132.
SUKARNO, M. HUTOMO, M.K. MOOSA. P. DARSONO. 1981. Terumbu karang di Indonesia, Sumber daya, permasalahan dan pengelolaannya. Proyek Penelitian Potensi Sumber Daya Alam Indonesia. Lembaga Oseanologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. : 112 pp.
McCoNNAUGHEY, B.H. 1974. Introduction to Marine Biology. The C.V. Mosby Company, Saint Louis : 248 - 250. MINTON, S.A. 1974. Venom diseases. Charles Thomas Publ. Illinois U.S.A. : 3 - 16. RIEDL, R. 1966. Biologie Der Meereshohlen. Verlag Paul Parey, Humberg und Berlin : 636 pp.
33
Oseana, Volume XXI No. 1, 1996