Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Sang Hyang Seri (Persero)
Oleh: Tim Analisa BPK – Biro Analisa APBN & Iman Sugema
Pendahuluan Laju pertumbuhan produksi pangan pada dasarnya merupakan fenomena jangka panjang yang melibatkan dinamika berbagai faktor ekonomi, teknis dan lingkungan. Faktor ekonomi misalnya dapat berupa dinamika harga-harga yang mempengaruhi penggunaan input usahatani dan rangsangan atau insentif ekonomi bagi petani untuk memproduksi komoditas pangan. Faktor teknis dapat berupa introduksi varitas unggul dan paket teknologi budidaya tanaman yang mampu meningkatkan produktivitas usahatani. Sedangkan faktor lingkungan dapat berupa anomali iklim yang berdampak pada hilangnya sebagian produksi pangan akibat terjadinya peningkatan intensitas kekeringan, tanah longsor, banjir dan serangan hama atau penyakit. Pengalaman di Indonesia menunjukkan bahwa pembangunan pertanian khususnya sektor tanaman pangan banyak melibatkan campur tangan pemerintah secara langsung maupun tak langsung. Keterlibatan pemerintah secara langsung misalnya dalam pembangunan lahan sawah, pembangunan jaringan irigasi, dan pelaksanaan berbagai program intensifikasi tanaman pangan. Sedangkan keterlibatan pemerintah secara tak langsung dapat berupa kebijakan pengendalian harga pangan dan harga sarana produksi pertanian. Seluruh keterlibatan pemerintah tersebut bersifat dinamis dalam jangka panjang dan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan produksi secara nasional dan regional. Pupuk dan benih unggul merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam rangka meningkatkan produktivitas dan produksi pangan nasional. Dalam mendorong penggunaan pupuk oleh petani pemberian subsidi dan pengendalian harga pupuk dan benih merupakan kebijakan utama yang dilakukan pemerintah. Kebijakan subsidi diberikan kepada : (1) produsen pupuk untuk merangsang peningkatan produksi pupuk, (2) distributor pupuk dan benih untuk memperlancar kegiatan peyaluran pupuk, dan (3) para petani agar mampu meningkatkan penggunaan pupuk dan benih seperti yang dianjurkan dalam paket teknologi yang diperkenalkan melalui berbagai program intensifikasi. Dalam pelaksanaannya pemberian 1
subsidi dan bantuan langsung kepada petani dilakukan melalui PT Sang Hyang Seri (Persero) atau PT SHS dan PT Pertani (Persero). Atas bantuan kepada kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertanian tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan sesuai tugas pokok dan fungsi yang diemban. Pada Semester II Tahun 2009, BPK telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan subsidi Cadangan Benih Nasional (CBN) pada PT SHS untuk pemeriksaan tahun 2007 dan 2008, Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) pada PT SHS dan Bantuan Langsung Pupuk (BLP) pada PT SHS pada Tahun Anggaran 2008. Pemeriksaan pada PT SHS (Persero) merupakan pemeriksaan atas cadangan benih nasional (CBN), bantuan langsung benih unggul (BLBU), bantuan langsung pupuk (BLP) dan subsidi benih. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan CBN, BLBU dan BLP telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku; menilai kewajaran subsidi benih yang layak diterima oleh PT SHS (Persero).
Hasil-Hasil Pemeriksaan Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan pada Semester II Tahun 2009 oleh BPK terhadap subsidi Cadangan Benih Nasional (CBN), Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dan Bantuan Langsung Pupuk (BLP) pada PT SHS untuk pemeriksaan tahun 2007 dan 2008 diperoleh hasil-hasil diantaranya sebagai berikut. Pertama berdasarkan hasil pemeriksaan atas CBN pada PT SHS (Persero) oleh BPK diketahui bahwa anggaran biaya program CBN Tahun 2007 senilai Rp86,09 miliar telah dicairkan seluruhnya tanggal 18 Desember 2007 sedangkan anggaran biaya program CBN tahun 2008 adalah senilai Rp190,53 miliar, pencairan anggaran tersebut dilakukan pada tanggal 8 Juli 2008 senilai Rp177,02 miliar dan tanggal 3 Maret 2009 senilai Rp13,51 miliar. Kedua, berdasarkan hasil pemeriksaan atas BLBU pada PT SHS (Persero) diketahui bahwa menurut Laporan Pelaksanaan BLBU PT SHS Tahun 2007, anggaran untuk penyaluran benih senilai Rp197,21 miliar dan direalisasikan senilai Rp184,17 miliar sehingga pembayaran BLBU kurang diterima PT SHS (Persero) senilai Rp13,04 miliar. Sedangkan untuk Tahun 2008, anggaran yang tersedia senilai Rp389,12 miliar dan direalisasikan senilai Rp355,58 miliar sehingga pembayaran BLBU kurang diterima PT SHS (Persero) senilai Rp33,54 miliar. Pada PT Pertani (Persero) diketahui anggaran yang telah direalisasikan dan dibayarkan Pemerintah senilai Rp265,00 miliar. 2
Ketiga, berdasarkan hasil pemeriksaan atas BLP pada PT SHS (Persero) diketahui bahwa anggaran kegiatan BLP berasal dari APBN/APBN-P Tahun 2008 senilai Rp332,21 miliar dan direalisasikan senilai Rp319,65 miliar, sehingga pembayaran BLP kurang diterima PT SHS (Persero) senilai Rp12,56 miliar. Sedangkan hasil pemeriksaan pada PT Pertani (Persero) diketahui bahwa pelaksanaan BLP Tahun 2008 telah direalisasikan dan dibayar Pemerintah senilai Rp450,01 miliar. Keempat, berdasarkan hasil pemeriksaan atas perhitungan subsidi benih pada PT SHS (Persero) Tahun 2007 diketahui bahwa jumlah anggaran subsidi benih untuk PT SHS (Persero) sesuai APBN senilai Rp92,29 miliar. Jumlah subsidi benih, profit margin dan penambahan atau pengurangan profit margin atas penjualan benih Tahun 2007 menurut perhitungan PT SHS (Persero) senilai Rp78,14 miliar. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa jumlah subsidi benih, profit margin dan penambahan atau pengurangan profit margin yang layak diterima PT SHS (Persero) adalah senilai Rp78,51 miliar sehingga terdapat koreksi tambah/positif senilai Rp368,87 juta. Jumlah subsidi benih dan profit margin yang sudah ditagihkan dan diterima PT SHS (Persero) pada Tahun 2007 adalah senilai Rp57,83 miliar sedangkan sisanya senilai Rp20,67 miliar belum ditagihkan oleh PT SHS (Persero).
Catatan Kritis Berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan tersebut diatas, dicatat hal-hal pokok sebagai catatan kritis seperti berikut ini. Pertama, senantiasa ditemukan adanya banyak kasus yang berasal dari kelemahan sistem pengendalian intern.
Kasus-kasus tersebut diantaranya
PT SHS (Persero) belum
memenuhi kontrak pengadaan benih CBN V senilai Rp15,23 miliar mengakibatkan persediaan CBN milik Pemerintah per 31 Desember 2008 terlalu tinggi (overstate). Permasalahan kelemahan SPI tersebut secara umum disebabkan antara lain adanya pengawasan yang tidak maksimal terhadap pelaksanaan kegiatan penyediaan dan pendistribusian subsidi; belum adanya ketentuan/peraturan yang secara tegas menentukan jenis konsumen serta sektor usaha yang berhak mendapatkan subsidi; kurang cermat dalam hal perhitungan pendapatan, pembebanan dan perhitungan biaya. Kedua, senantiasa ditemukan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangundangan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan dan permasalahan administrasi. 3
Adapun rincian hasil pemeriksaan berdasar kelompok temuan menurut entitas dan jenis subsidi atau pelayanan umum yang menimbulkan kerugian disajikan dalam Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa hasil pemeriksaan mengungkapkan terdapat 10 kasus senilai Rp 6,52 miliar, yang diantaranya disebabkan oleh : (1) Terdapat dana yang masih harus disetor PT SHS (Persero) ke Kas Negara senilai Rp1,28 miliar yang berasal dari sisa anggaran lebih senilai Rp451,08 juta, pendapatan jasa giro bersih dari hasil pengelolaan dana CBN senilai Rp557,63 juta dan pungutan PPh Pasal 21 minimal senilai Rp280,96 juta; (2) PT SHS (Persero) lebih menerima penggantian dana untuk kegiatan pembinaan dan pendampingan BLBU senilai Rp809,73 juta; dan (3) PT SHS (Persero) lebih menerima penggantian dana untuk kegiatan pembinaan dan pendampingan BLP senilai Rp581,63 juta dan pungutan PPh Pasal 21 atas honor tim senilai Rp174,66 juta belum disetor ke Kas Negara. Tabel 1. Kelompok Temuan Menurut Entitas atas Pelaksanaan Subsidi/Kewajiban Pelayanan Umum PT Entitas
Total
Kekurangan Penerimaan
Jml
Jml
Kasus
Nilai (Juta Rp)
Kasus
Nilai (Juta Rp)
Administrasi
Ketidakefektifan
Jml
Nilai (Juta
Jml
Nilai (Juta
Kasus
Rp)
Kasus
Rp)
PT SHS 2007 CBN
4
1 011.63
4
1 011.63
2
-
-
-
BLBU
1
2 652.84
1
2 652.84
-
-
-
-
5
3 664.47
5
3 664.47
2
-
-
-
CBN
2
1 289.68
2
1 289.68
1
-
-
-
BLBU
2
809.74
1
809.74
1
-
-
-
BLP
2
756.30
2
756.30
-
-
-
-
Jumlah
5
2 855.72
5
2 855.72
2
-
-
-
Jumlah
10
6 520.00
10
6 520.00
4
-
-
-
Sub Jumlah PT SHS 2008
Sub
Sumber : BPK (2010) 4
Kekurangan penerimaan negara/perusahaan milik negara adalah adanya penerimaan yang sudah menjadi hak negara/perusahaan milik negara tetapi tidak atau belum masuk ke kas negara/perusahaan milik negara karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Kelompok temuan kekurangan penerimaan meliputi permasalahan
penerimaan negara/perusahaan atau denda keterlambatan pekerjaan belum/tidak ditetapkan/ dipungut/diterima/disetor ke kas negara/perusahaan dan adanya kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah. Permasalahan kekurangan penerimaan tersebut secara umum disebabkan PT SHS (Persero) pada bagian divisi public service obligation (PSO) belum sepenuhnya memahami peraturan yang ada dan tim verifikasi tidak teliti dalam memverifikasi seluruh dokumen tagihan BLP maupun BLBU kepada pemerintah. Ketiga, senantiasa ditemukan permasalahan administrasi. Pada aspek ini terungkap suatu temuan yang terjadi karena adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan
anggaran/pengelolaan
aset,
tetapi
penyimpangan tersebut
tidak
mengakibatkan adanya suatu kerugian, tidak menghambat operasional/program entitas dan tidak berpengaruh terhadap keuangan negara/perusahaan milik negara. Kelompok temuan administrasi meliputi permasalahan adanya pertanggungjawaban tidak akuntabel (bukti tidak lengkap/tidak valid) dan koreksi perhitungan subsidi/kewajiban pelayanan umum. Temuan BPK pada kasus yang menyangkut administrasi diantaranya: (1).Terdapat pengelolaan CBN belum sepenuhnya sesuai ketentuan, yaitu jumlah persediaan fisik benih CBN yang tersedia di gudang Regional Manager PT SHS (Persero) per 31 Desember 2007 kurang dari jumlah persediaan/stock benih minimal sesuai persyaratan dalam Petunjuk Teknis Pengelolaan Benih CBN yang ditetapkan Dirjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian; dan (2).
Selain
itu
PT SHS (Persero) telah membebankan fee pengelolaan atas penyediaan/produksi benih CBN yang belum direalisasikan sehingga biaya/fee pengelolaan dalam Laporan Perhitungan CBN Tahun 2007 terlalu tinggi senilai Rp5,84 miliar. Permasalahan administrasi tersebut secara umum disebabkan PT SHS belum mempedomani Petunjuk Teknis Pengelolaan Benih CBN dan PT SHS belum cermat melakukan pembebanan biaya/fee pengelolaan.
Kesimpulan Berdasarkan atas temuan dan catatan kritis dapat maka hendaknya: Pertama pimpinan entitas yang diperiksa membuat atau memperbaiki kebijakan/aturan/ pedoman yang ada sehingga lebih memadai, lebih meningkatkan koordinasi antar instansi terkait, 5
memberikan sanksi yang tegas kepada pihak yang menyalahi ketentuan sesuai peraturan yang berlaku, serta meningkatkan pengawasan dan pengendalian. Kedua, agar Direksi PT SHS (Persero) segera menyetorkan dana ke Kas Negara senilai Rp2,83 miliar. Ketiga, agar PT SHS (Persero) segera memenuhi persediaan/stock minimum sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengelola persediaan sesuai batas minimum persediaan/stock sesuai ketentuan serta melakukan koreksi beban fee pengelolaan. Keempat, sekalipun menunjukkan kinerja yang meningkat dimana pada tahun 2007 nilai kekurangan penerimaan mencapai Rp. 3.66 miliar lebih dan menunrun menjadi sekitar Rp. 2.86 miliar pada tahun 2008, mengingat kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan
terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara dan permasalahan administrasi menjadi femomena permasalahan yang senantiasa terjadi setiap tahun, maka seharusnya PT SHS (Persero) beserta instansi terkait beserta stakeholder lainnya memperhatikan secara serius hal ini dan memiliki niatan baik (political will) untuk segera keluar dari permasalahan itu. Terlebih lagi pemberian bantuan dan subsidi ditujukan untuk peningkatan produksi pangan, ketahanan pangan, peningkatan pendapatan petani dan pengentasan kemiskinan yang merupakan permasalahan serius dan memiliki nilai strategis bagi Indonesia.
6