Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Pertani (Persero) Oleh: Tim Analisa BPK – Biro Analisa APBN & Iman Sugema Pendahuluan Peningkatan produksi pangan dalam rangka meningkatkan
ketahanan
pangan merupakan
nasional adalah salah satu program nasional yang tidak dapat ditawar lagi. Namun demikian, Program Pemerintah untuk meningkatkan produksi tanaman pangan menghadapi kendala rendahnya produktivitas. Hal ini diantaranya disebabkan penggunaan benih varietas unggul masih rendah dan belum merata. Rendahnya penggunaan benih varietas unggul bermutu antara lain disebabkan oleh daya beli dan tingkat kesadaran serta keyakinan petani terhadap manfaat penggunaan benih pada varietas tertentu masih rendah. Di samping itu, penggunaan pupuk kimia tunggal atau anorganik yang sangat intensif pada tingkat yang mengkhawatirkan. Penggunaan pupuk anorganik yang telah berlangsung lebih dari 30 tahun secara intensif mengakibatkan kerusakan struktur tanah dan inefisiensi penggunaan pupuk anorganik. Dalam rangka meningkatkan perbaikan struktur tanah maka aplikasi pupuk organik perlu ditingkatkan. Sementara itu, dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik, maka aplikasi pupuk majemuk yang mengandung unsur NPK perlu ditingkatkan. Sama halnya dengan penggunaan varietas unggul, applikasi NPK dan pupuk organik menghadapi kendala rendahnya daya beli dan juga rendahnya keyakinan petani dalam penggunaan kedua jenis pupuk tersebut. Ketersediaan hingga lokasi terdekat usahatani sehingga mudah diperoleh dengan harga terjangkau, penggunaan benih varietas unggul bermutu, dan penggunaan pupuk NPK dan pupuk organik disamping penyediaan sarana produksi lainnya merupakan prasyarat untuk meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman pangan dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas/produksi padi, jagung dan kedelai pada musim tanam (MT) 2007/2008 dan MT 2008/2009 serta meringankan beban petani dalam rangka peningkatan penggunaan benih varietas unggul bermutu, pemerintah menugaskan PT Pertani 1
(Persero) untuk menyediakan dan menyalurkan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dan Bantuan Langsung Pupuk (BLP) kepada kelompok tani dalam bentuk Public Service Obligation (PSO). Penyediaan bantuan, penggunaan benih unggul, pupuk NPK dan pupuk organik, diutamakan pada daerah-daerah yang selama ini belum menggunakannya, pada TA 2008. Selain menyediakan dan menyalurkan BLBU dan BLP, PT Pertani, juga bertugas untuk melaksanakan kegiatan pembinaan dan pendampingan, meliputi kegiatan sosialisasi BLBU dan BLP kepada kelompok tani penerima bantuan, pengumpulan Calon Petani dan Calon Lahan (CPCL), monitoring dan pembinaan selama masa penanaman serta pelaporan dan evaluasi. Pembinaan, pendampingan, monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang dari tingkatan desa, kecamatan, kabupaten/ kota dan provinsi yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Provinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota bersama PT Pertani (Persero). Atas bantuan kepada PT Pertani tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan sesuai tugas pokok dan fungsi yang diemban. Pada Semester II Tahun 2009, BPK telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan subsidi BLBU dan BLP pada PT Pertani pada Tahun Anggaran 2008.
Hasil-hasil Pemeriksaan Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK pada semester II tahun 2009 atas pelaksanaan BLBU oleh PT Pertani (Persero) adalah sebagai berikut. Pertama, Pelaksanaan BLBU TA 2008 senilai Rp345.33 juta tidak sepenuhnya sesuai ketentuan dan harga kontrak BLBU lebih tinggi sebesar Rp742.15 juta sehingga PT Pertani (Persero) kelebihan menerima pencairan dana BLBU sebesar Rp1.09 miliar. Hasil uji petik atas bukti-bukti pencairan dana BLBU dan perhitungan biaya oleh BPK RI,
ditemukan hal-hal berikut: (1). Penyaluran BLBU TA 2008 kepada kelompok tani sebesar Rp219.01 juta tidak didukung dengan bukti yang memadai; (2). Pengeluaran biaya pembinaan dan pendampingan kegiatan BLBU sebesar Rp126.31 juta tidak didukung bukti dan PT Pertani (Persero) belum menyetorkan PPh 21 atas honorarium tim sebesar Rp54.82 juta ke Kas Negara; (3). Harga Kontrak BLBU) Antara PT Pertani (Persero) dengan Dirjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian Lebih Tinggi sebesar Rp742.15 juta Dibandingkan dengan Perhitungan Harga Benih.
Berdasarkan hal ini, Direksi PT Pertani (Persero) tidak teliti dan kurang
memperhatikan: (1) Lampiran Peraturan Menteri Pertanian No. 17/Permentan/OT.140/2/2008 tanggal 26 Pebruari 2008, tentang Pedoman Umum BLBU TA 2008 Bab III B point 3 dan setiap 2
pertanggungjawaban pelaksanaan BLBU agar didukung dengan dokumen/bukti yang lengkap dan valid; (2) Keputusan Dirjen Pajak No KEP-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi; (3). Dalam menetapkan harga benih, Direksi PT Pertani (Persero) dan Tim Penilai harga agar memperhatikan Risalah Rapat Pembahasan tanggal 13 Mei 2008, yang antara lain menyatakan apabila dikemudian hari terjadi perubahan pada faktor-faktor penyusun harga benih sesuai dengan Kebijakan Pemerintah, maka penetapan harga referensi benih PSO kegiatan BLBU Tahun Anggaran 2008 ini akan dilakukan peninjauan kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kedua, Pemberian BLBU Kepada Kelompok Tani Tumpang Tindih dengan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu – (SL-PTT) senilai Rp5.23 miliar lebih. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen penyaluran BLBU TA 2008 dan hasil konfirmasi kepada Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan beberapa Kepala Cabang Dinas, dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut: (1) Selain memberikan BLBU kepada petani, pemerintah juga menyediakan bantuan lain berupa bantuan operasional peningkatan produksi dan produktivitas melalui program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SL-PTT). Anggarannya dibebankan pada APBN-Dana Tugas Perbantuan Tanaman Pangan Satuan Kerja Dinas Pertanian Tingkat II. Penyaluran benih kepada kelompok tani pada kedua program tersebut, dilakukan berdasarkan rencana penyaluran dalam dokumen Calon Petani dan Calon Lapangan (CPCL) yang disusun dan disahkan oleh Dirjen Tanaman Pangan. Program BLBU mempunyai CPCL terpisah dengan CPCL program SL-PTT, yang disusun dan disyahkan secara terpisah. CPCL tersebut sebagai dasar penerbitan surat tugas penyaluran benih (BLBU) yang secara langsung dilaksanakan oleh PT Pertani (Persero) sebagai pelaksana tugas BLBU. SL-PTT merupakan program peningkatan produksi dan produktivitas di lapangan dengan sasaran produksi padi 5%, jagung 20% dan kedelai 10.5% yang difokuskan pada areal/daerah yang produktivitasnya masih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas nasional; dan (2). Berdasarkan dokumen BLBU dan SL-PTT untuk penyaluran benih di Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara dan Jawa Tengah terdapat satu kelompok tani yang mendapat bantuan benih baik dari program BLBU maupun SL-PTT. Benih yang disalurkan berupa padi hibrida, padi non hibrida, jagung hibrida dan kedelai. Dari hasil konfirmasi kepada Kepala Dinas Pertanian 3
Tingkat II dan beberapa Kepala Cabang Dinas, diketahui ada beberapa kelompok tani selain memperoleh BLBU juga memperoleh Bantuan SL-PTT. Sehingga penyediaan dan penggunaan benih unggul hanya terkonsentrasi pada wilayah dan kelompok tani tertentu. Volume penyaluran benih yang tumpah tindih antara program BLBU dan SL-PTT sebanyak 215,306 kg terdiri dari penyaluran benih padi non hibrida sebanyak 110,175 kg, padi hibrida 65,031 kg, benih jagung hibrida sebanyak 33,040 kg dan benih kedelai sebanyak 7,060 kg atau senilai Rp5.23 miliar lebih. Direksi Direksi PT Pertani (Persero) tidak teliti dan kurang memperhatikan : (1) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 17/Permentan/OT.140/2/2008 tanggal 26 Februari 2008 tentang Pedoman Umum BLBU yang menyebutkan bahwa kelompok tani penerima bantuan benih diutamakan para kelompok tani yang belum pernah menerima bantuan padi non hibrida, padi hibrida, jagung hibrida, dan kedelai pada tahun 2008 yang bersumber dari APBN atau sumber dana lainnya; (2). Petunjuk Pelaksanaan Proyek Bantuan Benih oleh Direksi PT Pertani (Persero) Nomor 1010/SAP/02 tanggal 22 Agustus 2008 point II.B menyebutkan bahwa Kelompok tani penerima bantuan benih diutamakan para kelompok tani yang belum pernah menerima bantuan benih padi non hibrida,padi hibrida,jagung hibrida dan kedelai pada tahun 2008 yang bersumber dari APBN atau sumber dana lainnya. Ketiga, Pelaksanaan BLP oleh PT Pertani (Persero) senilai Rp752.86 juta tidak sepenuhnya sesuai ketentuan. Berdasarkan pemeriksaan secara uji petik atas bukti-bukti pertanggungjawaban pelaksanaan BLP, ditemukan hal-hal sebagai berikut: (1). Penyaluran BLP TA 2008 kepada kelompok tani sebesar Rp337.50 juta tidak didukung dengan bukti yang memadai dan terdapat kelompok tani menerima dua kali penyaluran BLP; (2). Pengeluaran biaya pembinaan dan pendampingan BLP sebesar Rp415.36 juta tidak sepenuhnya sesuai ketentuan dan PT Pertani (Persero) belum menyetorkan PPh pasal 21 atas honorarium tim sebesar Rp81.15 juta ke Kas Negara. Berdasarkan hal ini, Direksi PT Pertani (Persero) dan tim verifikasi tidak teliti dan kurang memperhatikan ketentuan sebagai berikut: (1). Lampiran Peraturan Menteri Pertanian No. 30/Permentan/OT.140/6/2008 tanggal 18 Juni 2008 tentang pedoman Umum Bantuan Langsung Pupuk TA 2008; (2) Perjanjian Pelaksanaan Bantuan Langsung Pupuk (BLP) Tahun 2008 tanggal 21 Oktober 2008, Pasal 6 ayat (2.d.) bahwa PT Pertani (Persero) wajib menyalurkan BLP sampai ke titik bagi kelompok tani yang telah ditetapkan dan dibuktikan dengan berita acara serah terima sesuai formulir yang telah ditentukan; (3). Rencana Anggaran 4
Biaya Pembinaan dan Pendampingan (RAB) Bantuan Langsung Pupuk (BLP) PT Pertani (Persero) tahun 2008 yang ditandatangani Direktur Utama PT Pertani; dan (4) Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi. Keempat, Realisasi Penyaluran Pupuk NPK, Pupuk Organik Granul (POG), dan Pupuk Organik Cair
(POC)
Tidak
Mencapai
Target.
PT
Pertani
(Persero)
telah
merealisasikan
penyaluran/pendistribusian pupuk kepada kelompok tani yang berhak, namun realisasinya tidak atau belum optimal senilai Rp37.83 miliar lebih. Realisasi penyaluran/pendistribusian pupuk kepada kelompok tani oleh PT Pertani (Persero) pada pupuk NPK sebanyak 28,166,030 kg atau 92.15% dari targetnya sebesar 30.564.826 kg, penyaluran POG sebanyak 84,498,090 kg atau 92.15% dari targetnya sebesar 91,694,479 kg dan penyaluran POC sebanyak 563,268 liter atau 92.15% dari target sebesar 611,297 liter. Sisa target yang tidak tercapai tersebut setara dengan pupuk NPK sebanyak 2,398,796 kg, POG sebanyak 7,196,389 kg dan POC sebanyak 48,029 liter. Sedangkan kebutuhan pupuk secara berimbang untuk 1 Ha membutuhkan 100 kg NPK, 300 kg POG dan 2 liter POC, sehingga setara dengan lahan petani seluas 23,987.96 Ha. Direksi PT Pertani (Persero) tidak teliti atau kurang memperhatikan: (1). Surat Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Nomor. 383.PL.400.C2.10.08 tanggal 21 Oktober 2008, menyebutkan bahwa BLP agar didistribusikan sesuai lokasi dan jadwal tanam di masing-masing wilayah berdasarkan Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL); (2) Peraturan Menteri Pertanian Nomor.30/Permentan/OT.140/6/2008 tanggal 18 Juni 2008 tentang Pedoman Umum BLP Tahun 2008 yang menyatakan bahwa Jadwal penyaluran BLP harus disesuaikan dengan jadwal penyaluran BLBU yang ditetapkan untuk masing-masing lokasi. Hal tersebut mengakibatkan lahan petani seluas 23.987,96 Ha tidak mendapat bagian distribusi pupuk BLP sehingga berpotensi tidak meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman pangan dan terjadi karena PT Pertani (Persero) tidak dapat menyediakan persediaan pupuk untuk program BLP tahun 2008 secara tepat waktu sesuai kebutuhan jadwal penyaluran bantuan pupuk kepada kelompok tani.
5
Catatan Kritis Hasil pemeriksaan mengungkapkan adanya banyak kasus kelemahan sistem pengendalian intern. Permasalahan kelemahan SPI tersebut secara umum disebabkan antara lain adanya pengawasan yang tidak maksimal terhadap pelaksanaan kegiatan penyediaan dan pendistribusian subsidi; belum adanya ketentuan/peraturan yang secara tegas menentukan jenis konsumen serta sektor usaha yang berhak mendapatkan subsidi; kurang cermat dalam hal perhitungan pendapatan, pembebanan dan perhitungan biaya. Hasil pemeriksaan juga mengungkapkan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan dan ketidakefektifan. Rincian hasil pemeriksaan berdasar kelompok temuan menurut entitas dan jenis subsidi atau pelayanan umum yang menimbulkan kerugian disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Kelompok Temuan Menurut Entitas atas Pelaksanaan Subsidi/Kewajiban Pelayanan Umum PT Pertani (Persero) Keterangan Jml Kasus BLBU
Total Nilai (Juta Rp)
Kekurangan Penerimaan Nilai (Juta Jml Kasus Rp)
Administrasi Nilai (Juta Jml Kasus Rp)
Ketidakefektifan Jml Kasus Nilai (Juta Rp)
3
6 376.86
2
1 142.29
-
-
1
5 233.37
3
38 669.74
2
834.01
-
-
1
37 834.73
6
45 046.60
4
1 976.30
-
-
2
43 068.10
BLP Jumlah Sumber : BPK (2010)
Berdasarkan Tabel 1, hasil pemeriksaan mengungkapkan terdapat 6 kasus senilai Rp 45.05 miliar terdiri dari 4 kasus kekurangan penerimaan senilai Rp 1.98 miliar, dan dua kasus ketidakefektifan senilai Rp 43.06 miliar. Kasus tersebut dapat dijelaskan dalam uraian berikut. Pertama adanya kekurangan penerimaan. Kekurangan penerimaan negara/perusahaan milik negara adalah adanya penerimaan yang sudah menjadi hak negara/perusahaan milik negara tetapi tidak atau belum masuk ke kas negara/perusahaan milik negara karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Kelompok temuan kekurangan
penerimaan meliputi permasalahan penerimaan negara/perusahaan atau denda keterlambatan pekerjaan belum/tidak ditetapkan/dipungut/diterima/disetor ke kas negara/perusahaan dan adanya kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah. Berdasarkan hasil pemeriksaan kekurangan penerimaan negara/perusahaan senilai Rp 1.98 miliar tersebut diantaranya adalah: 6
(1) Pelaksanaan BLBU TA 2008 senilai Rp345,32 juta tidak didukung bukti yang memadai dan harga kontrak BLBU lebih tinggi senilai Rp742,15 juta sehingga PT Pertani (Persero) lebih menerima pencairan dana BLBU senilai Rp1,08 miliar; dan (2) Penyaluran BLP dan biaya pembinaan dan pendampingan kegiatan BLP TA 2008 kepada kelompok tani senilai Rp337,49 juta tidak didukung dengan bukti yang memadai, dan terdapat pengeluaran biaya untuk kegiatan pembinaan dan pendampingan senilai Rp415,36 juta yang perhitungan volume dan satuannya tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sehingga PT Pertani (Persero) lebih menerima senilai Rp752,86 juta. Permasalahan kekurangan penerimaan tersebut secara umum disebabkan PT Pertani (Persero) belum sepenuhnya memahami peraturan yang ada dan tim verifikasi tidak teliti dalam memverifikasi seluruh dokumen tagihan BLP maupun BLBU kepada pemerintah. Kedua adalah terjadinya ketidakefektifan dalam pelaksanaan.
Ketidakefektifan berorientasi
pada pencapaian hasil (outcome) yaitu temuan yang mengungkapkan adanya kegiatan yang tidak memberikan manfaat atau hasil pengadaan barang/jasa tidak memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan tidak tercapai, serta fungsi instansi tidak optimal sehingga tujuan organisasi terhambat. Kelompok temuan ketidakefektifan meliputi permasalahan adanya penggunaan anggaran
tidak
tepat
sasaran/tidak
sesuai
peruntukan
dan
pelaksanaan
kegiatan
terlambat/terhambat sehingga mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dua kasus ketidakefektifan yang terjadi senilai Rp43,06 miliar. Kasuskasus tersebut terdapat pada PT Pertani (Persero) yaitu: (1). Pemberian BLBU kepada kelompok tani tumpang tindih dengan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SL-PTT) senilai Rp5,23 miliar; dan (2).
Penyaluran BLP tidak sesuai dengan jadwal tanam
sehingga realisasi penyaluran pupuk NPK, pupuk organik granul, dan pupuk organik cair tidak mencapai target sebesar 28.166.030 kg setara dengan Rp37,83 miliar. Permasalahan ketidakefektifan disebabkan Direksi PT Pertani (Persero) tidak mengusulkan kepada Departemen Pertanian untuk menetapkan calon petani dan calon lokasi (CPCL) secara terpadu antara program bantuan BLBU dengan bantuan benih program SL-PTT serta PT Pertani (Persero) tidak dapat menyediakan persediaan pupuk untuk program BLP Tahun 2008 secara tepat waktu sesuai kebutuhan petani (sesuai jadwal tanam).
7
Kesimpulan Pertama, atas permasalahan kelemahan SPI tersebut maka pimpinan PT Pertani (Persero) membuat atau memperbaiki kebijakan/aturan/pedoman yang ada sehingga lebih memadai, lebih meningkatkan koordinasi antar instansi terkait, memberikan sanksi yang tegas kepada pihak yang menyalahi ketentuan sesuai peraturan yang berlaku, serta meningkatkan pengawasan dan pengendalian. Kedua, atas permasalahan kekurangan penerimaan negara Direksi PT Pertani (Persero) segera menyetorkan dana ke Kas Negara masing-masing senilai Rp. 1.98 miliar. Ketiga, dengan adanya ketidak efektifitan maka Direksi PT Pertani (Persero) lebih aktif berkoordinasi dengan Dinas Pertanian di daerah dalam penetapan sasaran penerima bantuan dalam CPCL secara terpadu untuk program BLBU maupun SL-PTT dan memberi instruksi kepada unit kerja terkait agar lebih meningkatkan kinerja dan menyiapkan kebutuhan pupuk secara baik sesuai target. Keempat, mengingat kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara dan permasalahan administrasi menjadi femomena permasalahan yang senantiasa terjadi setiap tahun, maka seharusnya PT Pertani (Persero) beserta instansi terkait beserta stakeholder lainnya memperhatikan secara serius hal ini dan memiliki niatan baik (political will) untuk segera keluar dari permasalahan itu. Terlebih lagi pemberian bantuan dan subsidi ditujukan untuk peningkatan produksi pangan, ketahanan pangan, peningkatan pendapatan petani dan pengentasan kemiskinan yang merupakan permasalahan serius dan memiliki nilai strategis bagi Indonesia.
8