1
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG,
Menimbang :
Mengingat
:
a.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan petunjuk pelaksanaannya, Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melakukan pengaturan bidang Pertambangan mineral bukan logam dan batuan ;
b.
bahwa dalam rangka melaksanakan proses pelayanan perizinan Pertambangan mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Badung, perlu adanya suatu pedoman pelaksanaan pemberian Izin Usaha Pertambangan;
c.
bahwa Keputusan Bupati Badung Nomor 686 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pengusahaan Bahan Galian Golongan C, dipandang sudah tidak sesuai dengan perkembangan, sehingga perlu ditinjau kembali;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hurub b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perizinan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan;
1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285); 13. Peraturan Menteri dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara; 14. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan dan SIG Wilayah Pertambangan Minerba; 15. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi dan Kabupaten; 16. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pemberian Izin Khusus di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara;
3
17. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37 Tahun 2013 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertambangan; 18. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum; 19. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 453.K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum; 20. Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1204.K/30/MEM/2014 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali; 21. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PERIZINAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN.
PERTAMBANGAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Badung. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati serta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Dinas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pelaksana otonomi Daerah di bidang pertambangan dan energi. 4. Kepala Dinas adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pelaksana otonomi Daerah di bidang pertambangan dan energi. 5. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. 6. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. 7. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. 8. Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat IUP, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan. 9. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan.
4
10. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi. 11. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi. 12. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. 13. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang. 14. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. 15. Konstruksi adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan. 16. Penambangan adalah bagian kegiatan Usaha Pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya. 17. Pengangkutan adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/ atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan. 18. Penjualan adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk menjual hasil pertambangan batuan mineral atau batubara 19. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 20. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. 21. Masyarakat adalah masyarakat yang berdomisili disekitar lokasi operasi pertambangan. 22. Perseorangan adalah Warga Negara Indonesia. 23. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha Pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. 24. Jaminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh perusahaan sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi 25. Penataan Lahan adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk mengubah lahan dari bentuk semula menjadi bentuk yang diinginkan sehingga kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi serta dimanfaatkan sesuai peruntukannya. 26. Pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan Usaha Pertambangan adalah upaya yang dilakukan oleh Bupati untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan kegiatan Usaha Pertambangan.
5
27. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan Usaha Pertambangan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pengelolaan Usaha Pertambangan berjalan secara efesien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangundangan. 28. Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat WIUP adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP. 29. Inspektur Tambang adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan SKPD yang diberikan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan inspeksi, investigasi dan pengujian tambang. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Ruang lingkup pengaturan perizinan dalam Peraturan Bupati ini meliputi : a. pertambangan mineral bukan logam; dan b. pertambangan batuan. (2) Pengusahaan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai pengelompokan komoditas tambang sebagai berikut : a. mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluoorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, okerm fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen ; b. batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. BAB III MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 3 Pengaturan pelaksanaan perizinan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan dimaksudkan sebagai upaya pengendalian pelaksanaan usaha penambangan mineral bukan logam dan batuan dalam rangka pengamanan, pelestarian dan perlindungan lingkungan sehingga fungsi lingkungan dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat.
6
Pasal 4 Pengaturan pelaksanaan perizinan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan, bertujuan untuk : a.
menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan Usaha Pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
b. menjamin manfaat Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup; c. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan d. memberikan pedoman tata cara dan mekanisme pemberian IUP mineral bukan logam dan batuan. BAB IV PERIZINAN Bagian Kesatu Kewenangan Pasal 5 (1)
Pemerintah Daerah berwenang dalam pelaksanaan perizinan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Daerah, meliputi : a. IUP; b. IUP Operasi Produksi untuk Penjualan; dan c. Izin Penataan Lahan
(2)
Berdasarkan kewenangan sebagimana dimaksud pada ayat (1) Bupati melalui BPPT dapat menerbitkan IUP, IUP Operasi Produksi untuk Penjualan dan Izin Penataan Lahan sesuai permohonan yang diajukan oleh badan usaha dan perorangan.
(3)
IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan setelah mendapatkan WIUP. Bagian Kedua Izin Usaha Pertambangan Paragraf 1 Umum Pasal 6
(1)
Setiap Usaha Pertambangan di Daerah wajib memiliki IUP dari Bupati melalui BPPT.
(2)
IUP sebagimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. IUP Eksplorasi; dan b. IUP Operasi Produksi.
(3)
IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan melalui tahap : a. pemberian WIUP; dan b. pemberian IUP.
7
Paragraf 2 WIUP Pasal 7 Pemberian WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a terdiri atas : a. WIUP mineral bukan logam; dan/atau b. WIUP batuan. Pasal 8 (1)
Untuk mendapatkan WIUP meneral bukan logam dan/atau batuan, Badan Usaha, perusahaan firma, perusahaan komanditer, koperasi atau perseorangan mengajukan permohonan kepada Bupati melalui BPPT.
(2)
Persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. foto copy KTP; b. akte perusahaan bagi yang berbadan usaha c. bukti kepemilikan tanah lengkap dengan peta dan koordinat Rencana WIUP;
(3)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional.
(4)
Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan lengkap dan benar, Bupati melalui BPPT harus memberikan keputusan menerima atau menolak.
(5)
Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan secara tertulis oleh Bupati melalui BPPT kepada Pemohon disertai dengan alasan penolakan.
(6)
BPPT atas nama Bupati menerbitkan WIUP setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Paragraf 3 IUP Eksplorasi Pasal 9
(1)
IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dapat diberikan kepada Badan Usaha, perusahaan firma, perusahaan komanditer, koperasi atau perseorangan untuk melakukan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan.
(2)
IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh BPPT atas nama Bupati berdasarkan permohonan yang telah memperoleh WIUP dan memenuhi persyaratan.
(3)
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi : a. Persyaratan administrasi : Untuk Badan Usaha, perusahaan firma dan komanditer : 1.
surat permohonan;
2.
profil badan usaha;
3.
foto copy kartu tanda penduduk;
8
4.
akte pendirian perusahaan yang sah.
5.
nomor pokok wajib pajak;dan
6.
susunan direksi/ pengurus dan daftar pemegang saham.
Untuk Koperasi : 1.
surat permohonan;
2.
foto copy kartu tanda penduduk;
3.
profil koperasi;
4.
akte pendirian koperasi yang sah;
5.
nomor pokok wajib pajak;dan
6.
susunan pengurus.
Untuk orang Perseorangan : 1.
surat permohonan;
2.
foto copy kartu tanda penduduk;dan
3.
nomor pokok wajib pajak.
b. Persyaratan teknis : a.
daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi;dan
b.
peta WIUP yang dilengkapi dengan koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional.
c. Persyaratan lingkungan : Surat Pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. d. Persyaratan finansial : Bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi. (4)
Pemegang IUP Eksplorasi pertambangan batuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5 (lima) hektar dan/ atau sesuai dengan kondisi dan potensi pertambangan batuan dapat dilakukan penyesuaian batasan luas WIUP kepada pemegang IUP eksplorasi.
(5) Dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), WIUP kurang dari 5 (lima) hektar harus mempertimbangkan dan memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. mendapatkan pertimbangan khusus atas tanggung jawab berupa pernyataan pakta integritas yang merupakan pernyataan pertanggungjawaban dari instansi pemproses dengan pertimbangan optimal sumber daya mineral di daerah, pertimbangan keseluruhan luasan area tambang kurang dari yang ditentukan pada peraturan pertambangan yang berlaku, dan pertimbangan untuk kelangsungan industri eksisting yang membutuhkan area tambang;dan
9
b. pertimbangan teknis dari instansi terkait sesuai dengan peraturan perundangan. (6)
Jangka waktu IUP Eksplorasi pertambangan mineral bukan logam dan batuan paling lama 2 (dua) tahun. Paragraf 4 IUP Operasi Produksi Pasal 10
(1)
IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b dapat diberikan kepada Badan Usaha, perusahaan firma, perusahaan komanditer, koperasi atau perseorangan untuk melakukan kegiatan kontruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan.
(2)
IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh BPPT atas nama Bupati berdasarkan permohonan badan usaha, perusahaan firma, perusahaan komanditer, koperasi atau perorangan yang telah memperoleh WIUP dan memenuhi persyaratan.
(3)
Persayaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi : a. Persyaratan administrasi : Untuk badan usaha, perusahaan firma dan komanditer : 1. surat permohonan; 2. profil badan usaha; 3. foto copy kartu tanda penduduk; 4. akte pendirian perusahaan yang sah;dan 5. nomor pokok wajib pajak; 6. susunan direksi/ pengurus dan daftar pemegang saham. Untuk koperasi : 1. surat permohonan; 2. foto copy kartu tanda penduduk; 3. profil koperasi; 4. akte pendirian koperasi yang sah; 5. nomor pokok wajib pajak;dan 6. susunan pengurus. Untuk orang perseorangan : 1. surat permohonan; 2. foto copy kartu tanda penduduk;dan 3. nomor pokok wajib pajak.
10
b. Persyaratan teknis : . 1. peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional; 2. laporan lengkap eksplorasi dan studi kelayakan; 3. rencana reklamasi ; 4. rencana kerja dan anggaran biaya; 5. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi; dan 6. tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman. c. Persyaratan lingkungan : 1. pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan dibidang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup; 2. dokumen lingkungan hidup perundang- undangan;dan
sesuai
dengan
peraturan
3. izin lingkungan. d. Persyaratan finansial : Laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. (4)
Jangka waktu IUP Operasi Produksi pertambangan batuan paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masingmasing 2 (dua) tahun. Paragraf 5 Hak dan Kewajiban Pasal 11
(1) Pemegang IUP berhak : a. pemegang IUP dapat melakukan sebagian atau seluruh tahapan Usaha Pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi; b. pemegang IUP dapat memanfaatkan prasana dan sarana umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan perundang-undangan; c. pemegang IUP dijamin haknya untuk melakukan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2)
Pemegang IUP wajib : a. menerapkan kaidah teknik Pertambangan yang baik; b. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; c. mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan;
11
d. melaksanakan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertarnbangan; e. melaksanakan keselamatan operasi pertambangan; f. melaksanakan pengelolaan dan pemantauan Pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi;
lingkungan
g. menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu Daerah; h. menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; i.
menyerahkan rencana reklamasi permohonan IUP Operasi Produksi;
pada
saat
mengajukan
j.
melaksanaan reklamasi sesuai dengan peruntukan lahannya;
k. menutup terpal kendaraan pengangkut materal mineral batuan serta memperhatikan keselamatan pengendara disekitarnya; l.
menyediakan dana jaminan reklamasi
(3)
Badan Usaha yang tidak bergerak pada Usaha Pertambangan yang bermaksud menjual mineral batuan yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjualan.
(4)
Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyampaikan laporan hasil penjualan mineral batuan yang tergali kepada bupati sesuai dengan kewenangannya. Paragraf 6 Perpanjangan IUP Operasi Produksi Pasal 12
(1)
Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukan kepada Bupati melalui BPPT paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUP dengan dilengkapi persyaratan perpanjangan IUP Operasi Produksi.
(2) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. peta dan batas koordinat wilayah; b. bukti pelunasan pajak mineral bukan logam dan batuan 3 (tiga) bulan terakhir; c. laporan akhir kegiatan operasi produksi; d. rencana kerja dan anggaran biaya; dan e. neraca sumber daya dan cadangan. (3) Bupati dapat menolak permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi apabila pemegang IUP Operasi Produksi apabila berdasarkan hasil evaluasi, tidak menunjukkan kinerja operasi produksi yang baik. (4) Pemegang IUP Operasi Produksi hanya dapat diberikan perpanjangan sebanyak 2 (dua) kali.
12
Bagian Ketiga IUP Operasi Produksi untuk Penjualan Pasal 13 (1) IUP Operasi Produksi untuk penjualan diberikan kepada perusahaan yang berbentuk Badan Usaha yang tidak bergerak pada Usaha Pertambangan. (2) Setiap perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan satu jenis izin khusus di bidang Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan. (3) Badan Usaha yang tidak bergerak pada Usaha Pertambangan merupakan Badan Usaha yang antara lain melaksanakan kegiatan : a. pembangunan kontruksi sarana dan prasarana lalu lintas jalan; b. pembangunan kontruksi pelabuhan;dan c. pembangunan kontruksi bangunan sipil; dan /atau pariwisata. (4) Dalam hal bidang usaha yang tidak bergerak pada Usaha Pertambangan sebagaimana pada ayat (3) tidak bermaksud menjual mineral bukan logam dan/atau batuan yang tergali dan akan memanfaatkan untuk kepentingan kegiatan tersebut tetap wajib memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjual (5) IUP Operasi Produksi untuk Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh BPPT atas nama Bupati berdasarkan permohonan dari Badan Usaha yang memenuhi persyaratan. (6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilampiri dengan : a. akte Pendirian Badan Usaha yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; b. fotocopy KTP Pemohon; c. profil badan usaha; d. nomor pokok wajib pajak; e. surat persetujuan penyanding; f. foto copy bukti kepemilikan lahan; g. foto copy SIUP; h. peta situasi lokasi kegiatan; i. peta/ Gambar Master Plan Kegiatan yang dikerjakan;dan j. jumlah tonnase mineral bukan logam dan/atau batuan yang tergali akibat kegiatan yang dilakukan. (7) Bupati menugaskan Dinas teknis yang membidangi mineral bukan logam dan/atau batuan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi atas mineral bukan logam dan/atau batuan. (8) Berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi Bupati melalui BPPT memberikan keputusan pemberian atau penolakan permohonan IUP Operasi Produksi untuk penjualan.
13
Bagian Keempat Penataan Lahan Pasal 14 (1) Kegiatan yang bertujuan untuk melakukan penataan lahan dengan luas area yang sangat kecil dan membutuhkan waktu pengerjaan yang singkat serta dengan peruntukan pasca penatan lahan yang jelas wajib memiliki izin Penataan Lahan. (2)
Kegiatan Penataan Lahan adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk mengubah lahan dari bentuk semula menjadi bentuk yang diinginkan sehingga kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi serta dimanfaatkan sesuai peruntukannya.
(3)
Luas lahan yang dapat dilakukan penataan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maksimal 5.000 (lima ribu) meter persegi dan atau dengan volume kegiatan maksimal 5.760 (lima ribu tujuh ratus enam puluh) meter kubik dengan masa pengerjaan 24 hari kerja dalam waktu pelaksanaan maksimal 1 (satu) bulan.
(4)
Izin Penataan Lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh BPPT atas nama Bupati berdasarkan permohonan yang memenuhi persyaratan.
(5)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilampiri dengan : a. b. c. d. e. f.
peta situasi lokasi penataan dengan skala ukuran proporsioanal; peta Rencana penataan lahan dengan skala proporsional; foto copy KTP pemohon; foto Copy Bukti Kepemilikan Lahan surat persetujuan penyanding atas kegiatan penataan;dan rekomendasi dari kepala Desa/ Lurah diketahui Camat setempat.
BAB V JAMINAN REKLAMASI Bagian Kesatu Umum Pasal 15 (1)
Pemengang IUP wajib menyediakan jaminan Reklamasi.
(2)
Jaminan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jaminan reklamasi tahap operasi produksi. Bagian Kedua Jaminan Reklamasi Pasal 16
(1)
Jaminan Reklamasi tahap operasi produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) ditetapkan sesuai dengan rencana Reklamasi.
(2)
Jaminan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa deposito berjangka pada bank pemerintah
14
(3)
Penempatan jaminan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkannya IUP Operasi Produksi. Pasal 17
Penempatan jaminan Reklamasi tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP untuk melaksanakan Reklamasi Pasal 18 Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi menunjukkan pelaksanaan Reklamasi tidak memenuhi kriteria keberhasilan, Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan reklamasi sebagian atau seluruhnya dengan menggunakan jaminan reklamasi Pasal 19 (1)
Dalam hal jaminan Reklamsi tidak menutupi untuk menyelesaikan reklamasi, kekurangan biaya untuk penyelesaian Reklamasi, menjadi tanggung jawab pemegang IUP.
(2)
Dalam hal terdapat kelebihan jaminan dari yang diperlukan untuk penyelesaian Reklamasi, kelebihan biaya dapat dicairkan oleh pemegang IUP setelah mendapat persetujuan dari Bupati sesuai dengan kewenangannya. Pasal 20
Pemegang IUP dapat mengajukan permohonan pencairan atau pelepasan jaminan reklamasi kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya berdasarkan tingkat keberhasilaan reklamasi. BAB VI PENGHENTIAN SEMENTARA DAN BERAKHIRNYA IZIN Bagian Kesatu Penghentian Sementara Pasal 21 (1) Penghentian sementara kegiatan Usaha Pertambangan diberikan kepada pemegang IUP apabila terjadi:
dapat
a. keadaan kahar; b. keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh kegiatan Usaha Pertambangan; c. apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral dan/atau batuan yang dilakukan di wilayahnya. (2) Penghentian sementara kegiatan Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi masa berlaku IUP.
15
(3) Permohonan penghentian sementara kegiatan Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b disampaikan kepada Bupati. (4) Penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan oleh inspektur tambang atau dilakukan berdasarkan permohonan masyarakat kepada Bupati. (5) Bupati berkewajiban mengeluarkan keputusan tertulis diterima atau ditolak disertai alasannya atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan tersebut. (6) Jangka waktu penghentian sementara karena keadaan kahar dan/atau keadaan yang menghalangi sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 1 (satu) kali untuk 1 (satu) tahun. (7) Apabila dalam kurun waktu sebelum habis masa penghentian sementara berakhir pemegang IUP sudah siap melakukan kegiatan operasinya, kegiatan dimaksud wajib dilaporkan kepada Bupati. (8) Bupati mencabut keputusan pengherltian sementara setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7). (9) Apabila penghentian sementara kegiatan Usaha Pertambangan diberikan karena keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kewajiban pemegang IUP terhadap Pemerintah Daerah tidak berlaku. (10) Apabila penghentian sementara kegiatan Usaha Pertambangan diberikan karena keadaan yang menghalangi kegiatan Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, kewajiban pemegang IUP terhadap Pemerintah Daerah tetap berlaku. (11) Apabila penghentian sementara kegiatan Usaha Pertambangan diberikan karena kondisi daya dukung lingkungan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, kewajiban pemegang IUP terhadap Pemerintah Daerah tetap berlaku. Bagian Kedua Berakhirnya Izin Pasal 22 (1) IUP berakhir karena: a. dikembalikan; b. dicabut; atau c. habis masa berlakunya. (2) Pemegang IUP dapat nenyerahkan kembali IUP -nya dengan pernyataan tertulis kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya dan disertai dengan alasan yang jelas. (3) Pengembalian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah disetujui oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya dan setelah memenuhi kewajibannya.
16
(4) IUP dapat dicabut oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya apabila: a. pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP serta peraturan perundang- undangan; b. pemegang IUP melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan; atau c. pemegang IUP dinyatakan pailit. (5) Dalam hal jangka waktu yang ditentukan dalam IUP telah habis dan tidak diajukan permohonan perpanjangan tahap kegiatan atau pengajuan permohonan tetapi tidak memenuhi persyaratan, IUP tersebut berakhir. (6) Pemegang IUP yang IUP-nya berakhir karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan (5) wajib memenuhi dan menyelesaikan kewajiban sesual dengan ketentuan peraturan peruridang-undangan. (7) Kewajiban pemegang IUP sebagalmana dimaksud pada ayat (1) dianggap telah dipenuhi setelah mendapat persetujuan dari Bupati sesuai dengan kewenangannya. (8) IUP yang telah dikembalikan, dicabut, atau habis masa berlakunya dikembalikan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya. (9) Apabila IUP berakhir, pemegang IUP wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksi kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 23 (1)
Bupati sesuai dengan kewengannya melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP.
(2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan Usaha Pertambangan; b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi; c. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan Usaha Pertambangan di bidang mineral dan batuan. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 24
(1) Bupati sesuai dengan kewengannya melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP.
17
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. teknis pertarnbangan; b. pemasaran; c. keuangan; d. pengolahan data mineral bukan logam dan batuan e. konservasi sumber daya mineral bukan logam dan batuan; f.
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g. keselamatan operasi pertambangan; h. pengelolaan lingkungan hidup, reklarnasi, dan pascatambang; i.
pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
j . pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan; k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; l.
penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;
m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan Usaha Pertambangan yang menyangkut kepentingan umum;
n. pengelolaan IUP atau IUPK; dan o. jumlah, jenis, dan mutu hasil Usaha Pertambangan (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf l , dilakukan oleh Inspektur Tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) melalui :
dilakukan
a. evaluasi terhadap laporan rencana dan pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan dari pemegang IUP; dan/atau b. inspeksi ke lokasi IUP (5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
BAB VIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 25 (1)
Bupati berdasarkan kewenangannya berhak memberikan sanksi administrasi kepada pemegang IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi untuk penjualan dan Izin Penataan Lahan terhadap pelanggaran Ketentuan Pasal 6 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 13 ayat (4), Pasal 14 ayat (1), Pasal 15.
18