BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a.
bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah, penanaman modal merupakan salah satu faktor yang penting dan strategis, sehingga perlu diciptakan suasana kondusif, menarik dan dapat menjamin kelangsungan kegiatan usaha, dengan meningkatkan dan menetapkan kemudahan pelayanan penanaman modal;
b.
bahwa penanaman modal merupakan salah satu urusan yang menjadi kewenangan daerah, maka berdasarkan Ketentuan Pasal 30 ayat (6) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah
Daerah
Provinsi
Antara dan
Pemerintah,
Pemerintahan
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota, perlu mengaturnya dengan Peraturan Daerah; c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penanaman Modal;
Mengingat : 1.
Undang-Undang
Nomor
69
Tahun
1958
tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara
Timur 1
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655); 2.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 014, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3.
Undang-Undang
Nomor
28
Tahun
1999
tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
dan
Nepotisme
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 4.
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 5.
Undang-Undang Pemerintahan
Nomor Daerah
32
Tahun
(Lembaran
2004
Negara
tentang Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Pemerintahan
Nomor Daerah
32
Tahun
(Lembaran
2004
Negara
tentang Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6.
Undang-Undang
Nomor
33
Tahun
2004
tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7.
Undang-Undang
Nomor
25
Tahun
2007
tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4734); 2
8.
Undang-Undang Perlindungan
Nomor dan
32
Tahun
Pengelolaan
2009
Lingkungan
tentang Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 9.
Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan Peraturan perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2011
Nomor
82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1999
Nomor
59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4597); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan
Pemerintahan
Antara
Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Lembaran Negara Republik
3
Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4861); 15. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 16. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal; 17. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 18. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 4 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten
Kabupaten
Alor
Tahun
Alor 2007
(Lembaran Nomor
4,
Daerah
Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 436); 19. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Alor Tahun 2005 - 2025 (Lembaran Daerah Kabupaten
Alor
Tahun
2009
Nomor
35,
Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 468); 20. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Alor Tahun 2010 – 2014 (Lembaran Daerah Kabupaten
Alor
Tahun
2010
Nomor
37,
Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 437); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN ALOR dan BUPATI ALOR MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG PENANAMAN MODAL. 4
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Alor. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Alor. 3. Bupati adalah Bupati Alor. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Alor. 5. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. 6. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. 7. Penanaman
modal
asing
adalah
kegiatan
menanam
modal
untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. 8. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. 9. Penanam
modal
dalam
negeri
adalah
perseorangan
Warga
Negara
Indonesia, Badan Usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. 10. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. 11. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. 12. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau 5
badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. 13. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, perseorangan warga Negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. 14. Bidang
usaha
terbuka
adalah
bidang
usaha
tertentu
yang
dapat
diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. 15. Bidang usaha tertutup adalah bidang usaha yang tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal. 16. Angka Pengenal Import Terbatas yang selanjutnya disingkat APIT adalah angka pengenal yang dipergunakan sebagai izin memasukan barang modal dan bahan baku dan/atau penolong untuk dipakai sendiri dalam proses produksi proyek penanaman modal yang telah dietujui. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penanaman Modal diselenggarakan atas berdasarkan : a. kepastian hukum; b. keterbukaan; c. akuntabilitasi; d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal Negara; e. kebersamaan; f.
efisiensi berkeadilan;
g. berkelanjutan; h. berwawasan lingkungan; i.
kemandirian; dan
j.
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
6
Pasal 3 Penanaman modal diselenggarakan dengan tujuan : a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah; b. menciptakan lapangan kerja; c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; d. mendorong percepatan pelayanan publik; dan e. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
BAB III PERENCANAAN PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu Target Penanaman Modal Pasal 4 (1) Pemerintah
Daerah
menetapkan
target
penanaman
modal
untuk
penyelenggaraan penanaman modal. (2) Target penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua Bidang Usaha Pasal 5 Pemerintah Daerah merencanakan, merumuskan dan menyusun kebutuhan bidang usaha dari sektor-sektor usaha penanaman modal. Pasal 6 (1) Bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, sebagai bidang usaha yang terbuka dan tertutup untuk penanaman modal di daerah. (2) Bidang usaha yang terbuka dan tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
7
Bagian Ketiga Lokasi Usaha Pasal 7 (1) Pemerintah Daerah menetapkan lokasi untuk memenuhi kebutuhan penanaman
modal
dengan
memperhatikan
ketentuan
Perundang-
undangan tentang penataan ruang. (2) Dalam hal penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terletak di atas tanah persekutuan masyarakat hukum adat harus dilakukan dengan cara musyawarah mufakat. (3) Musyarawah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menyangkut kesedian masyarakat, bentuk dan besarnya ganti kerugian atas tanah dan benda-benda yang berada di atasnya. (4) Penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilaksanakan secara langsung oleh penanam modal dengan masyarakat hukum adat dan/atau dapat difasilitasi Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keempat Sistem Informasi Pasal 8 (1) Pemerintah
Daerah
membangun,
memelihara,
mengembangkan
dan
mengoperasikan sistem informasi penanaman modal. (2) Sistem informasi penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai sarana promosi untuk penanaman modal di dalam dan di luar daerah. (3) Untuk memenuhi kebutuhan informasi penanaman modal, dilakukan evaluasi sistem informasi. (4) Ketentuan pelaksanaan Sistim Informasi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
8
BAB IV PROMOSI PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu Promosi Dalam Negeri Pasal 9 Pemerintah Daerah melaksanakan promosi mengenai potensi daerah dan peluang-peluang penanaman modal, publikasi serta komunikasi aktif bagi dunia usaha di dalam negeri. Bagian Kedua Promosi Luar Negeri Pasal 10 Pemerintah Daerah melaksanakan promosi mengenai potensi daerah dan peluang-peluang penanaman modal, publikasi serta komunikasi aktif bagi dunia usaha di luar negeri melalui koordinasi dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi. BAB V PELAYANAN PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu Pendaftaran Pasal 11 (1) Penanam modal wajib mengajukan permohonan pendaftaran usaha dan/atau kegiatan pada Pemerintah Daerah untuk mendapatkan izin. (2) Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memperoleh tanda daftar penanaman modal. Pasal 12 (1) Pemerintah
Daerah
mendaftar
penanam
modal
yang
mengajukan
permohonan pendaftaran usaha dan/atau kegiatan dan diberi tanda daftar penanaman modal.
9
(2) Tanda daftar penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh penanam modal digunakan untuk membuat akta pendirian perusahaan bagi yang belum memiliki. (3) Tata cara pendaftaran dan pemberian tanda daftar penanam modal diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Persetujuan Pasal 13 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan persetujuan penanaman modal. (2) Persetujuan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan untuk : a. penanam modal baru; b. penanam modal yang membutuhkan fasilitas fiskal; c. penanam modal yang melakukan perluasan; d. penanam modal yang melakukan perubahan kepemilikan saham; e. penanam modal yang melakukan perpanjangan masa penanaman modal; f. penanam modal yang melakukan status tanah; g. penanam modal yang melakukan perubahan di bidang usaha; h. penanam
modal
yang
melakukan
perpanjangan
jangka
waktu
penyelesaian proyek; dan i. penanam modal yang melakukan penggabungan perusahaan atau merger. (3) Persyaratan
dan
tata
cara
mendapatkan
persetujuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Ketiga Perizinan Pasal 14 (1) Penanam modal yang telah mendapatkan tanda daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 wajib melengkapi izin pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan bidang usahanya antara lain : a. perizinan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup; 10
b. perizinan yang berkaitan dengan penggunaan lokasi dan/atau lahan; c. usaha kegiatan membangun dan pencegahan gangguan; d. izin gangguan; dan e. izin usaha tetap. (2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penanam modal harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati. (3) Persyaratan dan tata cara mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat Angka Pengenal Import Terbatas Pasal 15 (1) Penanam modal yang mengimpor barang modal dan bahan baku penolong wajib mendapatkan APIT. (2) Persyaratan dan tata cara mendapatkan APIT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB VI FASILITAS PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu Penyediaan Fasilitas Pasal 16 (1) Pemerintah Daerah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal. (2) Fasilitas penanam modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan kepada penanam modal yang : a. melakukan perluasan usaha; dan b. melakukan penanaman modal baru. (3) Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanam modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa : a. pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak daerah; dan b. pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi daerah.
11
(4) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan/atau pembebasan pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Kemudahan Pasal 17 (1) Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Pemerintah Daerah dapat
memberikan
kemudahan
pelayanan
dalam
perizinan
kepada
penanam modal berupa : a. penyediaan data dan informasi pleuang penanaman modal; b. penyediaan sarana dan prasarana; c. pemberian bantuan teknis; dan d. percepatan pemberian perizinan. (2) Dalam hal penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah milik Pemerintah Daerah, dengan berpedoman pada ketentuan Peraturan perundang-undangan. Pasal 18 Pemberian
kemudahan
penanaman
modal
dalam
bentuk
percepatan
pemberian perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d, diselenggarakan dalam pelayanan terpadu satu pintu sesuai ketentuan Peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Kriteria Pemberian Fasilitas dan Kemudahan Pasal 19 Pemberian fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 diberikan kepada penanam modal yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut : a. memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat; b. menyerap banyak tenaga kerja lokal; c. menggunakan sebagian besar sumber daya lokal; d. memberikan kontribusi dalam peningkatan pelayanan publik; 12
e. memberikan kontribusi dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto; f.
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
g. termaksud skala prioritas tinggi; h. termaksud pembangunan infra struktur; i.
melakukan ahli teknologi;
j.
melakukan indutri pionir;
k. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal atau daerah perbatasan; l.
melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi;
m. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; dan n. industri yang menggunakan barang modal, mesin atau peralatan yang diproduksi dalam negeri. BAB VII HAK, KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB PENANAM MODAL Pasal 20 Setiap penanam modal berhak mendapat : a. kepastian hak, hukum dan perlindungan; b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. hak pelayanan; dan d. berbagai bentuk fasilitas, kemudahan sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan. Pasal 21 Setiap penanam modal berkewajiban : a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan; c. membuat
laporan
tentang
kegiatan
penanaman
modal
dan
menyampaikannya kepada Pemerintah Daerah secara periodik; d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan e. memenuhi semua kebutuhan Peraturan perundang-undangan.
13
Pasal 22 Setiap penanam modal bertanggungjawab : a. menjamin tersedianya modal berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan; b. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau melantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan; c. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktek monopoli, dan hal lain yang merugikan daerah; d. menjaga kelestarian lingkungan hidup; e. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan pekerja; dan f.
mematuhi semua ketentuan Peraturan perundang-undangan. Pasal 23
Penanaman modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi
yang
memenuhi
standar
kelayakan
lingkungan
hidup,
yang
pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan Peraturan perundangundangan.
BAB VIII PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL Pasal 24 (1) Pemerintah Daerah memacu pengembangan penanaman modal untuk meningkatkan pelayanan kepada penanam modal. (2) Pengembangan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui upaya-upaya : a. membuka peluang kepada penanam modal yang telah memperoleh badan hukum Indonesia untuk melakukan usaha dan perluasan usaha; b. pelayanan pemberian tanda daftar penanaman modal, persetujuan dan/atau izin secara cepat, mudah dan akurat; c. memfasilitasi permasalahan penyelesaian atau hambatan penanaman modal; 14
d. memfasilitasi keterbukaan data penanaman modal; dan e. sosialisasi peraturan perundang-undangan penanaman modal. (3) Upaya-upaya pengembangan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan pada program penanaman modal. BAB IX KEPASTIAN USAHA Pasal 25 (1) Pemerintah Daerah menjamin adanya kepastian usaha penanaman modal. (2) Jaminan kepastian usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Kepastian status tanah yang dijadikan lokasi usaha penanaman modal; dan b. kepastian status tanah bebas dari sengketa atau keberatan dari pihak lain tentang lokasi usaha. Pasal 26 (1) Penanam modal wajib menjamin kepastian pelaksanaan penanaman modal. (2) Jaminan kepastian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. batas waktu mulai pelaksanaan penanaman modal paling lama 3 (tiga) tahun sejak persetujuan ditetapkan; dan b. keberlangsungan pelaksanaan penanaman modal secara terus menerus. (3) Bupati berhak mencabut surat persetujuan penanaman modal, apabila setelah 3 (tiga) tahun terbitnya surat persetujuan penanaman modal tidak melaksanakan penanaman modal atau selama 3 (tiga) tahun berturutturut tidak melanjutkan pelaksanaan penanaman modal. BAB X LAPORAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL Pasal 27 (1) Penanam modal dalam melaksanakan kegiatan penanaman modal wajib membuat laporan kegiatan penanaman modal (LKPM) secara periodik kepada Bupati.
15
(2) Tata cara dan bentuk laporan kegiatan penanaman modal (LKPM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XI KERJASAMA PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu Kerjasama Antar Daerah Pasal 28 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama penanaman modal dengan Pemerintah Provinsi lainnya dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam dan di luar Indonesia. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. perencanaan penanaman modal; b. promosi penanaman modal; c. pelayanan penanaman modal; d. pengembangan penanaman modal; e. monitoring dan evaluasi; dan f. kegiatan
penanaman
modal
lainnya
serta
pengakuan
terhadap
persetujuan dan perijinan yang diterbitkan masing-masing Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Bagian Kedua Kerjasama Internasional Pasal 29 Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama penanaman modal dengan Pemerintah Negara lain dan/atau badan hukum asing melalui koordinasi dengan Pemerintah.
16
BAB XII KETENAGAKERJAAN Pasal 30 (1) Penanam
modal
dalam
memenuhi
kebutuhan
tenaga
kerja
wajib
mengutamakan tenaga kerja lokal kecuali untuk jabatan dan keahlian tertentu. (2) Dalam rangka alih tekhnologi, penanam modal wajib membina atau mendidik tenaga kerja lokal. BAB XIII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 31 (1) Masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan penanaman modal. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa : a. penyampaian saran; b. penyampaian informasi potensi daerah; c. penyertaan modal dalam usaha penanaman modal; dan d. melakukan pengawasan. (3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk : a. mewujudkan keberlanjutan penanaman modal; b. ikut
serta
melakukan
pencegahan
pelanggaran
atas
Peraturan
perundang-undangan; c. ikut serta melakukan pencegahan dampak negatif sebagai akibat penanaman modal; dan d. menumbuhkan kebersamaan antara masyarakat dengan penanam modal. Pasal 32 (1) Masyarakat berperan serta mendukung keberadaan dan pelaksanaan kegiatan penanaman modal yang akan dan/atau sedang melakukan usaha penanaman modal. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam bentuk : 17
a. memberi kesempatan seluas-luasnya kepada perusahaan penanaman modal yang akan melakukan penanaman modal; dan b. memberi kenyamanan keberadaan perusahaan penanaman modal yang sementara melakukan kegiatan penanaman modal. BAB XIV PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 33 (1) Pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penanaman modal dilakukan oleh Bupati. (2) Tata cara pengawasan dan pegendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 34 (1) Penanam modal yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 14, Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 dan Pasal 30 dikenakan sanksi administrasi. (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa : a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; dan c. pembekuan dan/atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 Seluruh persetujuan atau izin penanaman modal yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlakunya.
18
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini, ditetapkan selambatlambatnya 1 (satu) Tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 37 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Alor.
Ditetapkan di Kalabahi pada tanggal 24 Desember 2011
Diundangkan di Kalabahi pada tanggal 24 Desember 2011
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TAHUN 2011 NOMOR 56
19
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL I.
UMUM Kebijakan
desentralisasi pemerintahan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah membawa berbagai konsekwensi bagi penyelenggaraan pemerintahan, diantaranya adalah Pemerintah Daerah dituntut untuk mengembangkan dan mengelolah potensi daerah guna memperlancar pelayanan terhadap masyarakat di daerah. Salah satu peluang untuk mengembangkan dan mengelolah potensi daerah adalah dengan mendorong penanaman modal di daerah, sehingga dapat meningkatkan dan memberi nilai tambah terhadap potensi daerah yang tersedia dan meningkatkan perekonomian daerah. Pentingnya
penanaman
modal
di
daerah
dalam
penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dan pembangunan ekonomi adalah
untuk
mengembangkan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang tersedia sehingga agar dapat mendongkrak pendapatan asli daerah. Dalam proses penanaman modal dimaksud, pemerintah daerah akan diperhadapkan dengan berbagai masalah antara lain sistem perizinan dengan penampilan karakteristik sosial, budaya, ekonomi, geopolitik dan pertahanan keamanan serta munculnya berbagai masalah sosial yang dapat mengakibatkan
rendahnya penanaman modal di daerah yaitu
berbagai potensi di daerah hanya akan dimanfaatkan secara terbatas untuk kepentingan komsumtif. Hal ini kemudian akan berakibat berkembangnya peluang dan
tidak
kesempatan kerja, sehingga semakin
banyak tenaga kerja tidak tertampung yang berakibat terhambatnya perkembangan ekonomi masyarakat/daerah dan mencuatnya masalah sosial yang jika dibiarkan terus berlanjut akan muncul ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Daerah dan dapat tercipta disintegrasi bangsa. 20
Jika penanaman modal di daerah tidak dikembangkan, kontribusi sektor swasta terhadap APBD juga tidak bertambah dan berakibat pada ketergantungan pembiayaan daerah terhadap Pemerintah Pusat tetap tinggi bahkan semakin meningkat. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena sampai tahun 2009 tingkat ketergantungan terhadap anggaran pusat (perbandingan antara kontribusi PAD terhadap APBD dengan kontibusi dana Dekonsentrasi terhadap APBD) masih sangat tinggi. Kontribusi Dekonsentrasi adalah 71,2% dari total pendapatan daerah dibandingkan dengan penerimaan daerah dari PAD hanya sebesar 22,8%. Kepincangan pembiyaan daerah tersebut bila tidak dikendalikan antara lain dengan pengembangan penanaman modal di daerah, maka akan berakibat pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan desentralisasi pemerintahan tidak tercapai. Peraturan
Daerah
ini
mengatur
dan
memberi
jaminan
bagi
penyelenggaraan Penanaman Modal di Daerah sebagai salah satu perangkat
pelaksanaan
otonomi
daerah
dalam
pelayanan
dan
peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan Peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal. Huruf b Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.
21
Huruf c Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan
penanaman
dan hasil akhir dari modal
harus
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan. Huruf d Yang dimaksud dengan asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah asas perlakuan pelayanan non diskriminasi
berdasarkan
undangan, baik antara
ketentuan
Peraturan
perundang-
penanaman modal dalam negeri dan
penanam modal asing maupun antara penanaman modal dari satu negara asing dan penanaman modal dari negara asing lainnya. Huruf e Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Huruf f Yang dimaksud dengan asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang
mendasari
mengedepankan
pelaksanaan efisiensi
penanaman
berkeadilan
modal
dalam
dengan
usaha
untuk
mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya saing. Huruf g Yang
dimaksud
dengan
asas
berkelanjutan
adalah
asas
perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan Peraturan perundang-undangan, baik antara penanaman modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanaman modal dari satu negara asing dan penanaman modal dari negara asing lainnya. Huruf h Yang dimaksud dengan asas berwawasan lingkungan adalah asas
penanaman
modal
22
yang
dilakukan
dengan
tetap
memperhatikan
dan
mengutamakan
perlindungan
dan
pemeliharaan lingkungan hidup. Huruf i Yang
dimaksud
dengan
asas
kemandirian
adalah
asas
penanaman modal yang dilakukan dengan potensi daerah, bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujutnya pertumbuhan ekonomi. Huruf j Yang dimaksud dengan asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dan daerah dalam kesatuan ekonomi nasional. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan tanah persekutuan masyarakat hukum adat adalah tanah suku, tanah ulayat atau sejenisnya. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. 23
Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. 24
Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Yang dimaksud dengan jabatan dan keahlian tertentu adalah jenis atau keahlian kerja yakni yang membutuhkan ketrampilan khusus dan/atau bidang keahlian dengan spesifikasi langka. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 489
25