KAJIAN PERANAN LINGKUNGAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) PENYAKIT FLU BURUNG PADA MANUSIA¹ (Studi Kasus Kontrol di Wilayah Propinsi Jawa Barat) Budiman², Bibiana W. Lay³, Khairil A. Notodiputro³, Tri Budhi Soesilo³, I. Wayan T. Wibawan³ ABSTRAK Penyakit flu burung telah menjadi isu global sehingga penanganan yang serius perlu segera diambil, agar KLB flu burung tidak bermutasi menjadi flu yang menular dari manusia ke manusia. Angka kejadian di Indonesia sampai bulan Febuari tahun 2008 mencapai 126 kasus positif flu burung dengan angka kematian 103 kasus (81,7%). Insidensi tertinggi adalah di Propinsi Jawa Barat dengan jumlah kasus positif flu burung mencapai 31 orang disertai angka kematian 26 kasus (83,8%). Timbulnya penyakit flu burung erat kaitannya dengan komponen lingkungan (lingkungan sosial ekonomi, fisik, dan biologi-kimia) sebagai faktor risiko . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji komponen lingkungan sebagai faktor risiko KLB penyakit flu burung pada manusia. Metode penelitian yang digunakan melalui penelitian kasus kontrol dengan pendekatan analisis odds ratio dan model statistik uji diskriminan dua kategori. Hasil penelitian diperoleh bahwa besar risiko paling tinggi terkena infeksi penyakit flu burung adalah aktivitas kontak (OR=60,420), komponen lingkungan yang paling membedakan antara grup kasus dan grup kontrol adalah kebersihan kandang ternak (nilai besar koefisien 0,823) dan kebersihan rumah (nilai besar koefien 0,705). Simpulannya komponen lingkungan mempunyai peran sebagai faktor risiko KLB penyakit flu burung. Rekomendasi kebijakan penanggulangan lebih di fokuskan kepada komponen lingkungan terutama lingkungan di sekitar rumah dan kandang ternak pemukiman bukan di komunitas peternakan dengan melakukan kegiatan membersihkan rumah minimal 4 kali dalam sehari dan membersihkan kandang ternak unggas minimal 4 kali dalam seminggu. Kata Kunci: Komponen Lingkungan, Penyakit Flu Burung, Kasus dan Kontrol
A. PENDAHULUAN Flu burung pertama kali menyerang manusia dilaporkan di Hongkong pada tahun 1997. Selama Kejadian Luar Biasa (KLB) dilaporkan 18 orang dirawat di rumah sakit dan enam orang meninggal dunia (Yuen, Chan, Peiris, et. al, 1998). Pada tahun 2008 total kasus flu burung terbanyak di dunia adalah Indonesia bukan lagi Vietnam dengan jumlah kasus 126 orang dan meninggal 103 orang (81,7%). Propinsi Jawa Barat merupakan kasus tertinggi dengan jumlah 31 orang dan meninggal 26 orang (83,8%). Peningkatan insidensi penyakit flu burung setiap waktu pada manusia terus bertambah yang disertai dengan tingginya angka kematian. Fenomena ini menunjukan bahwa flu burung menjadi perhatian yang menakutkan bagi manusia. Penyakit flu burung pada manusia mempunyai tingkat keganasan (virulensi) yang paling membahayakan di antara penyakit infeksi menular lainnya (HIV/AIDS, Malaria, dan lain-lain). Tingkat kematian akibat penyakit flu burung angka kejadiannya sangat tinggi dibandingkan dengan penyakit menular lainnya mencapai 81,7% di Indonesia. Masa inkubasi penyakit flu
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
burung pada manusia sangat cepat yaitu 1-10 hari. Identifikasi tanda dan gejala klinik penyakit flu burung di awali dengan ISPA dengan keluhan demam (temperatur ≥ 38ºC), batuk, sakit tenggorokan, atau beringus (Depkes, 2004). Kadang kala sebagian besar kelompok masyarakat menganggap biasa-biasa saja. Implikasinya dengan waktu yang sangat cepat penyakit flu burung menyebar ke berbagai wilayah melintasi negara. Penyakit flu burung saat ini telah menjadi isu global sehingga penanganan yang serius perlu segera diambil agar KLB flu burung tidak bermutasi menjadi flu yang menular dari manusia ke manusia dan menjadi wabah pandemi influenza. Menurut WHO, terdapat enam fase global pandemi influenza berdasarkan faktor epidemiologi pada manusia sebelum suatu pandemi ditetapkan. Flu burung berdasarkan data yang diperoleh dari WHO masuk pada fase ke-3 yaitu periode kewaspadaan terhadap pandemi (Bapenas, 2005). Perubahan pada lingkungan itu pada gilirannya akan mempengaruhi kehidupan manusia termasuk masalah kesehatan manusia. Teori Gordon, dalam Anies (2006) menyatakan ketidakseimbangan terjadi akibat pergeseran faktor lingkungan akan mempengaruhi bibit penyakit (agent) menjadikannya lebih ganas atau lebih mudah masuk ke dalam tubuh manusia. Peranan faktor lingkungan baik lingkungan fisik, biologi, sosial, dan ekonomi telah menjadi media dominan penyebaran penyakit flu burung yang semakin luas. Lingkungan fisik menjadi pemicu dalam mentransmisikan virus H5N1 melalui udara akibat konsentrasi virus yang tinggi dalam saluran pernafasan (Capua & Mutinelli, 2001). Di lingkungan air virus H5N1 dapat hidup dengan kondisi tertentu (Siegel, 2006). Bahkan penyebaran virus diduga berasal dari migrasi burung dan transfortasi unggas yang terinfeksi (Depkes RI, 2004). Lingkungan sosial ekonomi yang berhubungan dengan jenis pekerjaan, tempat pekerjaan dan lainnya merupakan faktor lingkungan yang mempermudah terjadinya penyakit flu burung. Tujuan penelitian pada bagian ini adalah menemukenali faktor risiko lingkungan dan membuat model probabilitas lingkungan sebagai faktor risiko dominan kejadian luar biasa penyakit flu burung pada manusia. B. METODE PENELITIAN Disain penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus kontrol. Sumber data mencakup data sekunder kasus flu burung di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2005-2007 dan sumber data primer dimana peneliti memperoleh informasi langsung dari pasien flu burung yang dinyatakan sembuh dan sumber dari keluarga pasien yang meninggal. Analisis data yang digunakan melalui perhitungan besar risiko menggunakan Odds Ratio (OR) dan analisis model statistik yang digunakan adalah uji diskriminan dua kategori.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Identfikasi Faktor Risiko Lingkungan Melalui Analisis Odds Ratio (OR) Dalam penelitian ini, komponen lingkungan yang diidentifikasi faktor risiko mencakup lingkungan sosial-ekonomi, fisik, biologi-kimia hasil studi tertera pada Gambar 1.1, 1.2, dan Gambar 1.3. berikut ini:
Gambar 1.1. Nilai OR pada Lingungan Sosial-Ekonomi 70.000 60.000
60.420
50.000 40.000 OR
30.000 20.000 10.000 0.000
2.107 6.597 1.581 1 2
4.552
2.107 3
4
5
6
4.282 7
1.295 8
9
0.000 2.069 10
Lingkungan Sosial-Ekonomi
Keterangan: 1. Status Pekerjaan, 2.Jenis Pekerjaan, 3. Pekerjaan Anggota Keluarga Serumah, 4. Aktivitas Kontak Tinggi, 5. Jenis Kontak, 6. Jumlah Kontak, 7. Kontak Erat, 8. Tempat Kontak Erat, 9. Kontak Erat Ayam Aduan, 10. Aktivitas ke Pantai Diantara 10 komponen lingkungan sosial-ekonomi pada Gambar 1.1 yang termasuk faktor risiko Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit flu burung ternyata hanya 7 subkomponen lingkungan meliputi:jenis pekerjaan, pekerjaan anggota keluarga, aktivitas kontak tinggi, jenis kontak, jumlah kontak, kontak erat, dan akitivitas ke pantai. Studi penelitian menemukan bahwa seseorang yang melakukan aktivitas tinggi dengan sumber penularan mempunyai besar risiko paling tinggi dengan faktor lingkungan lainnya. WHO (2005) menyatakan risiko penularan langsung dari unggas ke manusia terutama terjadi pada mereka yang telah bersentuhan dengan unggas tenak yang sudah terinfeksi, atau dengan permukaan benda-benda yang banyak tercemari kotoran unggas.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
Gambar 1.2 Nilai OR pada Lingkungan Fisik 30.000 27.040 25.000 20.000 OR 15.000 10.000 5.000
9.346 3.870 1.000 1.000
0.000
1.000 2 3
1
3.818 1.000
4
5
6
3.870 1.000 7
2.292
8
9
10
11
Lingk ungan Fisik
Keterangan: 1. Tempat, 2. Musim, 3. Jarak Rumah ke Pasar Unggas, 4. Jarak Rumah ke Kandang Ternak, 5. Saluran Air Limbah Rumah Tangga, 6. Jarak Rumah ke Peternakan, 7. Posisi Tempat Tinggal, 8. Kedalaman Sumber Air Rumah Tangga, 9. Saluran Air Limbah Kotoran Unggas, 10. Kebersihan Kandang Ternak, 11. Kebersihan rumah. Pada komponen lingkungan fisik, seperti tertera pada Gambar 2.1 yang termasuk faktor risiko hanya 6 variabel lingkungan dari 11 subkomponen lingkungan diantaranya: jarak rumah ke kandang ternak, saluran air limbah rumah tangga, kedalaman sumber air rumah tangga, saluran air limbah kotoran unggas, kebersihan kandang ternak, dan kebersihan rumah. Studi penelitian menemukan bahwa kebersihan kandang ternak mempunyai besar risiko paling tinggi dibandingkan faktor risiko lingkungan lainnya, Menurut Depkes RI (2006) seharusnya menjaga kebersihan lingkungan terutama kebersihan kandang ternak dan harus dibersihkan setiap hari. Bahkan WHO (2006) secara tegas menyatakan bahwa jangan hidup bersama ayam/unggas lainnya, atau kandangkan ayam/unggas sebagaimana mestinya.
Gambar 1.3. Nilai OR pada Lingkungan Biologi-Kimia 7.000 6.147
6.000 5.000 4.000 OR
3.000 2.000
2.148
1.705
1.000
1.000
0.000 1
2
3
4
Lingkungan Biologi-Kimia
Keterangan: 1. Adanya Unggas Domestik, 2. Adanya Burung Peliharaan, 3. Adanya Memelihara Kucing, 4. Jenis Pupuk Kotoran Unggas. Merujuk Gambar 1.3, unggas domestik menunjukan angka besar risiko yang paling tinggi dibandingkan dengan komponen biologi-kimia lainnya. Adanya unggas domestik
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
menjadi sumber utama penularan penyakit flu burung pada manusia. Risiko seseorang disekitar banyak unggas domestik lebih tinggi 6 kali terinfeksi penyakit flu burung dibandingkan dengan lingkungan sekitar yang tidak ada unggas domestik. Fenotif virus influenza unggas yang sangat patogen tumbuh dalam unggas domestik, mereka akan dapat ditularkan secara horisontal dari unggas ternak kembali keburung liar (Harder dan Warner, dalam Mohamad, 2006). Bahkan dapat terjadi penularan lintas golongan seperti terjadinya infeksi virus H5N1 pada manusia(Harder dan Warner, dalam Mohamad, 2006). 2. Model Probabilitas Faktor Risiko Lingkungan Melalui Analisis Uji Diskriminan Dua Kategori Tahapan awal dalam model probabilitas uji diskriminan dua kategori ini melakukan seleksi pada 24 variabel subkomponen lingkungan yang nilai OR > 2. Maka diperoleh 15 variabel komponen lingkungan. Peneliti mengeluarkan variabel aktivitas kontak dalam uji diskriminan dengan pertimbangan sudah adanya teori yang menyatakan bahwa seseorang penyakit flu burung karena terinfeksi H5NI bermutasi di unggas. Selain itu aktivitas ke pantai karena secara empirik masih taraf asumsi dan hasil uji statistik kai kuadrat pada alfa 5% tidak menunjukan adanya hubungan signifikan diantara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Model diskriminan ini ingin membedakan kelompok kasus dan kontrol memang benarbenar berbeda. Pada saat berbeda komponen lingkungan mana saja yang dapat membedakan kelompok kasus dan kontrol, apakah semua variabel bebas atau sebagian. Apabila ada komponen lingkungan yang membedakan kelompok kasus, komponen lingkungan mana yang paling penting. Model diskriminan diakhir akan dilakukan klasifikasi, secara jelas berikut ini: Tabel 1. Tabel Grup Statistik Komponen Lingkungan Antargrup Kasus dan Kontrol Grup Kasus
Komponen Lingkungan
Mean
Income Jenis Pekerjaan Jenis Kontak Jumlah Kontak Kontak Erat Jarak Kandang Saluran Air Limbah Rumah Tangga Kedalaman Air Rumah Tangga Jarak Saluran Air Kotoran Unggas Kebersihan Kandang Ternak Kebersihan Rumah Kucing Peliharaan Unggas Liar
1.040.323 4,32 2,45 2,90 1,94 1,95 2,29 15,45 1,73 1,52 2,23 0,13 6,42
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
Standar Deviasi 570841 0.599 1.121 1.921 0.964 1.538 1.901 16.095 0.693 0.996 1.175 0.341 6.766
Valid N (listwise) Unweighted Weighted 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000
Grup Kontrol
Total
Komponen Lingkungan
Mean
Income Jenis Pekerjaan Jenis Kontak Jumlah Kontak Kontak Erat Jarak Kandang Saluran Air Limbah Rumah Tangga Kedalaman Air Rumah Tangga Jarak Saluran Air Kotoran Unggas Kebersihan Kandang Ternak Kebersihan Rumah Kucing Peliharaan Unggas Liar Income Jenis Pekerjaan Jenis Kontak Jumlah Kontak Kontak Erat Jarak Kandang Saluran Air Limbah Rumah Tangga Kedalaman Air Rumah Tangga Jarak Saluran Air Kotoran Unggas Kebersihan Kandang Ternak Kebersihan Rumah Kucing Peliharaan Unggas Liar
1.098.387 4,42 2,10 2,29 1,61 3,06 3,58 14,97 2,32 3,55 3,71 0,06 11,65 1.069.355 4,37 2,27 2,60 1,77 2,50 2,94 15,21 2,02 2,53 2,97 0,10 9,03
Standar Deviasi 477.577 1,025 1,076 2,116 0.955 3,429 1,945 4,095 0,690 1,546 1,039 0,250 25,390 522.579 0,834 1,104 2,028 0,965 2,694 2,015 11,649 0,749 1,647 1,330 0,298 18,614
Valid N (listwise) Unweighted Weighted 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31 31,000 31,000 31 31 31,000 31 31,000 31 31,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000 62 62,000
Pada Tabel 1. terlihat ada 31 orang dengan positif Flu burung dan 31 orang tidak terinfeksi penyakit Flu burung sehingga total responden keseluruhan adalah 62 orang. Merujuk Tabel 1. dapat membandingkan mean (rata-rata) tiap komponen lingkungan untuk grup kasus dan grup kontrol. Misalnya jenis pekerjaan nilai rata-rata skore adalah 4,32 artinya bahwa kelompok kasus sebenarnya bekerja ditempat yang kurang berrisiko terkena virus flu burung. Data ini sesuai dengan hasil riset sebelumnya yang menemukan bahwa kelompok kasus flu burung sebagian terjadi disekitar rumah. Nilai rata-rata skor variabel jenis kontak adalah 2,45 artinya kelompok kasus sebagian besar berinteraksi dan kontak dengan unggas sakit. Frekuensi kontak yang pada akhirnya seseorang terinfeksi flu burung nilai rata-rata adalah 2,9 kali. Angka ini menunjukan nilai standar seseorang dalam melakukan kontak dengan sumber penularan. Apalagi jika melakukan aktivitas kontak erat dalam bentuk membunuh/memotong, membakar, dan mengubur unggas sakit terkena virus H5N1 akan terinfeksi flu burung (rata-rata skor kontak erat=1,94).
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa kelompok kasus terkena flu burung ternyata melakukan kontak dengan unggas sakit atau mati yang disebabkan oleh virus H5N1. Virus ditularkan melalui saliva (cairan lendir) atau tinja unggas akan menempel pada tangan manusia. Selanjutnya tangan yang sudah tercemar virus H5N1 secara tidak sengaja akan menyentuh hidung atau mata dirinya sendiri, maka selaput lendir hidung atau mata inilah virus H5N1 masuk kedalam tubuh manusia kelompok kasus. Tahapan selanjutnya menguji apakah ada perbedaan yang signifkan antargrup untuk setiap variabel bebas yang ada. Secara jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Hasil Uji Statistik Antargrup Setiap Variabel Komponen Lingkungan Komponen Lingkungan Income Jenis Pekerjaan Jenis Kontak Jumlah Kontak Kontak Erat Jarak Kandang Saluran Air Limbah Rumah Tangga Kedalaman Air Rumah Tangga Jarak Saluran Air Kotoran Unggas Kebersihan Kandang Ternak Kebersihan Rumah Kucing Peliharaan Unggas Liar
Wilks’ F Lambda 0,997 0,189 0,997 0,206 0,974 1,618 0,977 1,425 0,972 1,752 0,957 2,680 0,896 6,977 1,000 0,026 0,839 11,543 0,613 37,872 0,684 27,745 0,988 0,723 0,980 1,226
df1
df2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60
p-Value 0,666 0,652 0,208 0,237 0,191 0,107 0,011 0,872 0,001 0,000 0,000 0,399 0,273
Analisis uji beda menggunakan pedoman angka Wilk’s Lambda yang berkisar 0 sampai 1, dengan semakin mendekati 0 maka data tiap grup semakin berbeda, sedang semakin mendekati 1, data tiap grup cendrung sama. Studi penelitian ini, juga menggunakan analisis uji F, di mana jika nilai probabilitas > 0,05 berarti tidak ada perbedaan antargrup (kasus dan kontrol) sebaliknya jika nilai probabilitas ≤ 0,05 berarti ada perbedaan antargrup (kasus dan kontrol). Hasil penelitian diperoleh komponen lingkungan yang menunjukan adanya perbedaan antar grup kasus dan kontrol adalah saluran air limbah rumah tangga, jarak saluran air kotoran unggas, kebersihan kandang ternak, dan kebersihan rumah (angka Wilk’s Lambda <0,922 & p-value ≤0,05). Timbulnya penyakit flu burung tidak terlepas dari peranan lingkungan sebagai media virus H5N1. Karakteristik lingkungan antargrup kasus dan kontrol adalah berbeda. Seperti contoh adalah saluran air merupakan media tempat hidup virus H5N1 bahkan lamanya bisa mencapai 4 hari jika air suhu 22ºC. Mayoritas air limbah rumah tangga bentuknya terbuka sehingga air yang tidak dipakai mengalir begitu saja. Keadaan ini
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
akan lebih parah, dimana saluran air kotoran unggas (ayam) menyatu dengan air limbah rumah tangga ditambah masuk pada musim hujan. Komponen lingkungan lainnya adalah kebersihan kandang ternak (ayam) yang dimiliki oleh kelompok kasus dilakukan nilai rata-rata skor adalah 1,9 kali setiap minggu sedangkan kelompok kontrol adalah 3,5 kali setiap minggu. Ini berarti bahwa pemeliharaan kandang ternak sangat rendah. Wajar saja ada beberapa kandang ternak yang dimiliki oleh kelompok kasus cendrung kotor, tidak higienis, dan sumber penularan penyakit termasuk virus H5N! yang mempunyai karakter akan hidup lebih lama di bahan organik termasuk di tinja unggas. Tahapan lanjutan uji diskriminan adalah berikut ini: Tabel 3. Variabel Entered/Removed Step Entered Statistic 1
Kebersihan kandang ternak Kebersihan rumah
2
Min. D Squared Between Groups Kasus dan Kontrol Kasus dan Kontrol
2.443 3.606
Statistic 37.872
df1 1
27.478
2
Exact F df2 60,000
6.78E-008
60,000
3.68E-009
Sig.
Merujuk pada Tabel 3. Tiga Belas komponen lingkungan yang dianalisis, terdapat dua variabel yaitu kebersihan kandang ternak dan kebersihan rumah. Ini berarti terjadinya penyakit Flu burung dipengaruhi oleh dua variabel tersebut. Tabel 4. Tabel Eigenvalues Model Diskriminan Komponen Lingkungan Function
Eigenvalue
%of Variance
Cumulatif (%)
1
0,931а
100,0
100,0
Canonical Correlation 0,694
Pada tabel eigenvalues, terlihat angka canonical correlation adalah 0,694 yang jika dikuadratkan akan menjadi (0,694x0,694) = 0,482. Hal ini berarti 48,2% varians dari kasus dan kontrol dapat dijelaskan oleh model diskriminan yang terbentuk hanya oleh 2 variabel bebas (kebersihan kandang ternak dan kebersihan rumah). Untuk mengetahui indikasi perbedaan yang signifikan (nyata) antara kedua grup (kasus dan kontrol) pada model diskriminan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5. Tabel Wilk’s Lambda Model Diskriminan Komponen Lingkungan Test of Function 1
Wilk’s Lambda 0,518
Chi-Square 38,839
df 2
p-Value 0,000
Pada Tabel 5. melalui uji Chi Square diperoleh hasil 38,839 dengan p-value adalah 0,000. Ini berarti mengindikasikan ada perbedaan signifikan (nyata) antara kedua grup (kasus Flu burung dan Kontrol tidak Flu burung). Jadi komponen lingkungan sekitar
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
responden antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol memang berbeda secara nyata. Tabel 6. Besar Koefisien Variabel Terpilih pada Model Diskriminan Variabel Komponen Lingkungan Kebersihan kandang ternak Kebersihan rumah
Besar Koefisien 0,823 0,705
Tabel 6. memperlihatkan bahwa variabel kebersihan kandang ternak yang paling membedakan dengan nilai besaran koefisien paling tinggi yaitu 0,823. Ini berarti komponen lingkungan kebersihan kandang ternak adalah faktor yang paling membedakan kelompok kasus flu burung dengan kelompok kontrol. Maka seterusnya dapat diperoleh interpretasi model diskriminan yaitu responden yang terinfeksi penyakit Flu burung, frekuensi membersihkan kandang ternak dan rumah lebih rendah dibandingkan frekuensi responden membersihkan kandang ternak dan rumah pada kelompok kontrol. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 7. berikut ini: Tabel 7. Interpretasi Model Diskriminan Komponen Lingkungan Kebersihan kandang ternak Kebersihan rumah
Kasus (rata-rata skor) 1,52 2,23
Kontrol (rata-rata skor) 3,55 3,71
Angka di Structure Matrix 0,823 0,705
Perhitungan Discriminan Z score, di model diskriminan merujuk pada tabel Group Centroid . Di dapat bahwa jumlah responden “kasus” adalah 31 orang, sedangkan responden “kontrol” adalah 31 orang. Dengan demikian, dikaitkan dengan angka grup centroid adalah: (31 x -0,949) + (31 x 0,949) = -29,419 + 29,419 atau praktis sama dengan 0. Perhitungan Discriminan Z score (angka kritis): (31 x -0,949) + (31 x 0,949) Zscore = -------------------------------------------------- = + 0,09 31 + 31 Penggunaan angka diskriminan Z score menggunakan parameter: (a) angka score kasus di bawah Z score masuk ke grup KASUS (kode 1) (b) angka score kasus di atas Z score masuk kr grup KONTROL (kode 2) Dari hasil tersebut di atas, perlu diketahui berapa besar ketepatan model diskriminan dalam mengelompokan kasus pada hasil klasifikasi berikut ini:
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
Tabel 8. Hasil Klasifikasi Model Diskriminan Komponen Lingkungan Terhadap Penyakit Flu Burung
Originil
FLU BURUNG Kasus Kontrol % Kasus Kontrol Count Kasus Kontrol % Kasus Kontrol Count
Cross-validated
Predicted Group Membership Kasus Kontrol 28 3 5 26 90,3 9,7 16,1 83,9 28 3 5 26 90,3 9,7 16,1 83,9
Total
31 31 100 100 31 31 100 100
Pada bagian Originil, terlihat bahwa mereka yang pada data awal adalah tergolong Kasus (sejumlah) 31 orang dan dari model diskriminan tetap pada kelompok kasus yaitu 28 orang. Sedang dengan model diskriminan, mereka yang awalnya masuk grup Kasus, ternyata menjadi anggota grup Kontrol, adalah 3 orang. Demikian juga dengan grup Kontrol, yang tetap pada grup Kontrol sejumlah 26 orang dan yang “meleset”adalah 5 orang. Ketepatan prediksi dari model ini adalah: (28 + 26) / 62 = 0,871 atau 87,1 %. Perhitungan ketepatan prediksi dengan angka 87,1% dapat digunakan untuk analisis diskriminan. Ini berarti berbagai hasil penelitian dari tabel yang disajikan valid untuk digunakan. Pendapat lain mengatakan bahwa klasifikasi di atas terlalu optimis dan tidak memperhitungkan berbagai bias yang mungkin terjadi. Untuk itu, peneliti juga menggunakan metode Leave-one-out cross validation, untuk mengurangi bias yang mungkin terjadi pada proses klasifikasi di atas. Angka ketepatan klasifikasi data ke grup dengan metode Leaveone-out cross validation, yaitu 87,1%. Ini berarti dapat dikategorikan ketepatan klasifikasi tetap tinggi. Berdasarkan analisis statistik kebersihan kandang ternak tentunya mempunyai andil besar dalam membunuh virus H5N1, dimana sebenarnya virus tersebut akan mati dengan deterjen. Ini menunjukan bahwa virus H5N1 yang ada di kandang jangan dibiarkan untuk hidup. Orientasi kandang ternak ayam/unggas merupakan perspektif sumber penularan H5NI karena tempat hidup virus tersebut dalam kotoran unggas. Maka higiene dan sanitasi lingkungan sekitar rumah termasuk kandang ternak harus tetap dipelihara secara rutin dan benar sebagai bentuk upaya pencegahan.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
D. KESIMPULAN dan SARAN 1. Kesimpulan a. Komponen lingkungan sebagai faktor risiko kejadian luar biasa penyakit flu burung pada manusia adalah jenis pekerjaan, pekerjaan anggota keluarga serumah, aktivitas kontak tinggi, jenis kontak, jumlah kontak, kontak erat, aktivitas kepantai, jarak rumah ke kandang ternak, saluran air limbah rumah tangga, kedalaman sumber air rumah tangga, saluran air limbah kotoran unggas, kebersihan kandang ternak, dan kebersihan rumah (nilai ods ratio > 2). b. Ada perbedaan komponen lingkungan yang nyata antara grup yang penyakit flu burung (kasus) dengan grup yang tidak penyakit flu burung (kontrol) c. Komponen lingkungan yang paling membedakan kedua grup tersebut adalah kebersihan kandang ternak dan kebersihan rumah d. Sehubungan dengan simpulan c. dari tiga belas komponen lingkungan, sembilan komponen lingkungan lainnya (income, jenis pekerjaan, jenis kontak, jumlah kontak, kontak erat, jarak kandang, saluran air limbah rumah tangga, kedalaman air rumah tangga, jarak saluran air kotoran unggas, kucing peliharaan, dan unggas liar) bukan variabel yang membedakan dua grup (kasus dan kontrol). Atau dapat dikatakan komponen lingkungan tersebut relatif sama diantara dua grup (kasus dan kontrol) e. Model diskriminan yang ada (simpulan b., c., dan d) ternyata valid dan dapat digunakan, karena tingkat ketepatannya cukup tinggi (87,1%) dan mempunyai cross validation yang tinggi pula (87,1%). 2. Saran a. Orientasi program penanggulangan tidak lagi pada peternakan skala besar justru saat ini harus berorientasi pada individu, keluarga, dan masyarakat yang memiliki kandang ternak ayam di pemukiman penduduk b. Intervensi pencegahan lebih difokuskan kepada lingkungan mikro (tempat tinggal) di masyarakat dan tidak terkonsentrasi pada peternakan c. Titik sentral higiene perseorangan di keluarga dengan cara membudidayakan kebiasaan mencuci tangan yang dikaitkan melalui kultural dan budaya setempat. d. Kebersihan kandang ternak frekuensi setiap seminggu diharapkan bisa dilaksanakan lebih dari 4 kali dengan menggunakan deterjan dalam air karena virus AI akan mati dengan deterjen e. Kebersihan rumah diupayakan menyapu atau megepel 3 kali setiap hari agar keberihan lingkungan tempat melakukan aktivitas terhindar dari virus Avian influenza.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
DAFTAR PUSTAKA Achmadi,U.F. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. PT. Buku Kompas, Jakarta Aminosin, A. Payungporn, S. 2005. Theamboonlers, et al. Genetic characterization of H5N1 influenza A viruses isolated from zoo tigers in Thailand. Virology 26:9. http://amedeo.com.lit.php?id=16194557. Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Menular. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Arah Kebijakan Pemerintah Pusat dalam Program Penanggulangan Wabah AI di Indonesia. Jakarta Bridges, C.B., Lim,W., Hu-Primmer, J., et al. 2002. Risk of influenza A (H5N1) infection among poultry workers, Hongkong, 1997-1998. Journal Infect. Dis.185:100510.http://www.journals.uchicago.edu/JID/journal/issues/vi85n8/011256/0112 56.html. Brown,I.H., Hill, M.L., Harris, P.A., McCauley J.W., Alexander D.J. Multiple genetic reassortment of avian virus of vovel genotype. 1998. Journal Gen. Virol. 79: 2947-2955. http://amedeo.com.lit.php?id=9880008 Butt KM, Smith GJ, Chen H, Zhang LJ, Leung YH, Xu KM, Lim W, Webster RG, Yuen KY, Peiris JS, Guan Y. Human infection with an avian H9N2 influenza A virus in Hongkong in http://amedeo.com.lit.php?id=16272514 Capua I, Mutinelli F. 2001. Low pathogenic (HPAI) avian influenza in turkey and chicken. In: Capua I, Mutinelli F. (eds), A. Colour Atlas and Text on Avian Inflenza, Papi Editore, Bologna. Depkes, RI. 2004. Kajian Masalah Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Endarti, A.T., Djuwita, R. 2006. Epidemiologi Deskriftif Penyakit Avian Influenza di Lima Propinsi di Indonesia, 2005-2006. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. FKM UI, Depok. Heinen, P. 2002. Swine influenza: a zoonis. Vet.Sci. Tommorow, September 2003. http://.vietscite.org/publish/articies/000041/print.html Ito T, Kawaoka Y, Nomura A, Otsuki K. 1999. Receptor specificity of influenza A viruses from sea mammals correlates with lung sialyloligosaaccharides in these animals. Journal Vet Med Sci. 61 : 955-8. http://amedeo.com.lit.php?id=10487239 Mohamad, K. 2006. Flu Burung, Adapted from. www.influenzareport.com by Bernd Sebastian Kamps, Christian Hoffmann and Wolfgang Preiser Muhammadi, Aminullah, Soesilo, B. 2001. Analisis Sistem Dinamis, UMJ Press, Jakarta Rohm C, Horimotto T, Kawaoka Y, Suss J, Webster RG. 1995. Do hemaglutinin genes pg highly pathogenic avian influenza viruses constitue unique phylogenitic lineages. Journal Virology. 209:664-70. http://amedeo.com.lit.php?id=7778300
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
Sutjahjo, S.H., Herison S. 2006. Panduan Penulisan Karya Ilmiah (Draft). Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan, IPB, Bogor. Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. PT. Rineka Cipta Jakarta. Siegel, M. 2006. Flu Burung, Serangan wabah ganas dan perlindungan terhadapnya. Kaifa, Bandung WHO.
2005. Geographical spread of H5N1 avian 28.http/www.who.int/csr/don/2005_08_18/en/index.html
WHO.
2005. Avian Influenza:Assesing the http://www.who.int/csr/disease/influenza/H5N1-9redult.pdf
influenza
in
bird-updaete
pandemic
threat.
WHO. 2005. Prevention and Control of Influenza due to Avian Influenza Virus A (H5N1) Yuen KY, Chan PK, Peiris M, et al. 1998. Clinical features and rapid viral diagnosis of human disease associated with avian influenza A H5N1 virus. Lancet 351 :467-71
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani