1197: Fera Ibrahim dkk.
KO-111
PENGEMBANGAN VAKSIN INFLUENZA PANDEMIK BERBASIS REKAYASA GENETIKA: Ekspresi protein Hemaglutinin virus Influenza A H5N1 dalam sistim ekspresi prokariota Fera Ibrahim∗ , Budiman Bela, Silvi Tri Widyaningtias, dan Lydia Mursida Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jl.Salemba 4 Jakarta Pusat Telepon : (021) 3911942 ∗
e-Mail:
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Ancaman pandemi flu burung telah mendorong pengembangan beberapa jenis preparat vaksin. Salah satu diantaranya adalah vaksin berbasis protein sub unit yang disintesis dalam sistim prokariota. Sistim ekspresi prokariota dipilih sebagai salah satu cara produksi vaksin pada keadaan pandemi. Sistem ekspresi ini dapat digunakan untuk ekspresi protein dalam jumlah besar dan waktu singkat. Protein hemagluitinin virus H5N1 telah berhasil diekspresikan dalam bentuk HA utuh dan subunit HA1. Hasil ekspresi menunjukkan adanya bias kodon antara virus dengan prokariota yang perlu diatasi. Ekspresi protein dapat dilakukan pada Escherichia coli BL21 codon plus RILP yang mengandung 5 macam tRNA teroptimasi. Analisis dengan pewarnaan biru komasi dan western blot menunjukkan ekspresi protein rekombinan hemagluitin HA utuh dan sub unit HA1 dengan ukuran berturut-turut 58 dan 38 kDa telah berhasil dilakukan. Kata Kunci: HA, H5N1, bias kodon, prokariota
I.
PENDAHULUAN
Virus Influenza A H5N1 merupakan anggota famili Orthomyxoviridae yang berasal dari kata orthos (Yunani) berarti lurus dan myxa (Yunani) berarti lendir.[1] Berdasarkan inang yang diserang virus influenza dibagi menjadi 3 macam tipe, A, B dan C. Tipe yang sering menjadi penyebab epidemic pada manusia adalah tipe A dan B. Berdasarkan antigenitas protein permukaan virus, Hemaglutinin dan Neuraminidase, Influenza A dibagi menjadi berbagai subtipe. Berdasarkan antigenitas hemaglutinin influenza dibagi menjadi 16 subtipe, sedangkan berdasarkan antigenitas Neuramianidase influenza dibagi menjadi 9 subtipe. Selama abad 20 dan 21 ini, virus Influenza A menyebabkan beberapa pandemi, sebagai contoh pada tahun 1947, 1977 dan 2009 virus H1N1 menyebabkan pandemi, pada tahun 1957 H2N2 menyebabkan pandemi yang dikenal dengan nama Flu Asia, pada thun 1968 H3N2 menyebabkan flu Hongkong, virus H3N2 juga menyebabkan pandemi pada tahun 1987.[2] Kasus infeksi H5N1 atau flu burung pada manusia walaupun masih dalam jumlah terbatas sehingga belum disebut sebagai pandemi namun karena angka mortalitas tinggi perlu diwaspadai oleh
semua elemen masyarakat. Virus Influenza H5N1 berdasarkan patogenitasnya terbagi menjadi highly pathogenic Avian influenza (HPAI) dan Low pathogenic avian influenza (LPAI). HPAI, virus Inlfuenza A H5N1 di Indonesia pertama kali ditemukan pada peternakan ayam pada tahun 2003. Kasus infeksi virus influenza A H5N1 pada manusia, pertama kali ditemukan pada tahun 2005, merupakan kasus family cluster pertama.[3] Pada kasus tersebut 3 anggota keluarga yang terinfeksi meninggal dunia. Sejak tahun 2005 sampai tahun 2012 total kasus flu burung adalah 191 kasus, 159 pasien terinfeksi di antaranya meninggal dunia. Kasus infeksi flu burung mencapai puncak pada tahun 2006 dan cenderung menurun pada tahun-tahun berikutnya. Kasus yang terjadi selama tahun 2012 periode Januari sampai Agustus, telah diidentifikasi sebanyak 8 kasus dan semua penderita meninggal dunia.[4] Jumlah kasus pada manusia yang terbatas kemungkinan dipengaruhi oleh sifat virus yang belum mampu menular antar manusia secara efisien, walaupun begitu dikarenakan kemampuan virus untuk melakukan antigenic shift dan antigenic drift ada kemungkinan virus H5N1
Prosiding InSINas 2012
1197: Fera Ibrahim dkk.
KO-112 dapat berubah sifat.[5] Salah satu upaya untuk menghadapi kemungkinan pandemic H5N1 adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi ditujukan untuk mempersiapkan respon kekebalan tubuh suatu individu terhadap infeksi. Pada infeksi Infuenza sistem kekebalan humoral yang berperan dalam pelindungan terhadap infeksi adalah IgG dan IgA.[6] Antibodi terhadap terhadap Hemaglutinin merupakan antibody paling penting yang dapat menetralisasi virus dan mencegah proses infeksi.[7] Antibodi netralisasi akan mencegah penempelan virus pada sel hospes, mencegah masuknya virus ke dalam sel dan mencegah proses pelepasan selubung virus (uncoating) akan mengikat virus sehingga virus tidak dapat menginfeksi sel target, Salah satu preparat vaksin influenza yang dikembangkan oleh beberapa peneliti adalah vaksin protein subunit Hemaglutinin yang diproduksi di dalam sistem prokariota. Penggunaan sistem prokariota selain mudah, juga efisien, memungkinkan produksi vaksin skala besar dalam jangka waktu pendek.[8] Vaksin subunit hemaglutinin telah dibuktikan oleh beberapa peneliti dapat menginduksi kekebalan tubuh yang dapat melindungi hewan coba dari infeksi virus.[8–10] Beberapa peneliti melakukan beberapa strategi untuk meningkatkan efisiensi produksi protein rekombinan dalam sistem prokariota, antara lain dengan melakukan optimasi kodon. Optimasi kodon ini dilakukan untuk menghilangkan bias kodon yang dapat menghambat produksi protein rekombinan pada sistim prokariota. Selain itu bias kodon juga dapat diatasi dengan menggunakan bakteri dengan tRNA mengandung antikodon yang telah dioptimasi.[9] Konstruksi plasmid rekombinan pengekspresi protein hemaglutinin utuh dan subunit HA1 dalam sistem prokariota telah berhasil diperoleh. Penelitian ini ditujukan untuk mengekspreskan protein hemaglutinin dalam sistem prokariota yang akan dikembangkan menjadi vaksin protein subunit.
II.
METODOLOGI
Plasmid pengekspresi HA utuh dan subunit HA1 Konstruksi plasmid rekombinan telah dilakukan dan diperoleh menggunakan pQE80L dengan sisipan gen hemaglutinin. Plasmid pengekspresi HA utuh merupakan plasmid pQE80L mengandung sisipan gen hemaglutinin virus H5N1 isolat asal ayam tahun 2007. Plasmid pengekspresi sub unit HA1 mengandung sisipan HA1 virus H5N1 isolat asal ayam tahun 2007. Ekspresi Protein Bakteri Escherichia coli BL21 plys dan E.coli BL21 codon plus (Novagen) digunakan untuk mengekspresikan protein HA utuh dan sub unit HA1. Transformasi dilakukan pada BL21 pLys dan BL21 codon Plus, kemudian koloni ditanam pada media LB mengandung 100 µg/ml ampisilin dan 50 µg/ml Kloramfenikol. Kultur semalam selanjutnya ditanam pada media cair Terific
mengandung 0.17 M KH2 PO4 dengan perbandingan bakteri dan media 1:10. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi suhu inkubasi bakteri dan lama inkubasi kultur bakteri sebelum diinduksi, serta lama induksi. Konsentrasi IPTG yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1mM. Analisis protein rekombinan dilakukan dengan pewarnaan biru komasi Purifikasi Protein Purifikasi protein rekombinan dilakukan dengan menggunakan NiNTA. Bakteri mengandung protein rekombinan dilarutkan dalam buffer lisis dan disonikasi dengan siklus 6×20 detik dengan tenggang waktu antar burst 10 detik. Setelah disonikasi bakteri disentrifugasi 8000 rpm selama 30 menit pada suhu 4 ◦ C. Prosedur purifikasi protein selanjutnya dilakukan sesuai prosedur yang dijelaskan oleh Qiagen. Uji Western blot Verifikasi protein dilakukan dengan uji western blot. Transfer protein rekombinan dari SDS page ke membrane nitroselulose dilakukan dengan metode semidry (BioRad). Blocking dilakukan menggunakan BSA 1%. Antibody poliklonal mencit terhadap protein Hemaglutinin dan terhadap sub unit HA1 digunakan sebagai antibody pertama dan diinkubasikan semalaman pada suhu 4 ◦ C. Antibodi kedua berupa anti terhadap antibody mencit berlabel biotin ditambahkan dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 1 jam. Setelelah penambahan streptavidin-HRP, pita protein rekombinan divisualisasi dengan menambahkan substrat kromogenik Novek (Sigma).
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konstruksi pembuatan plasmid rekombinan pengekspresi protein hemaglutinin utuh dan HA 1 virus influenza A H5N1 telah berhasil dilakukan dan diverifikasi, merupakan sebagian produk yang diperoleh dalam penelitian pengembangan vaksin influenza berbasis rekayasa genetik. Plasmid rekombinan diperoleh menggunakan pQE80L dengan sisipan berupa gen HA dan HA1. Hasil verifikasi menggunakan analisis sekuensing memperlihatkan susunan sekuen sesuai dengan diharapkan. Ekspresi protein dilakukan pada bakteri BL21 pLys dan BL21 codon plus menggunakan 2 macam suhu berbeda, 37 ◦ C dan 27 ◦ C. Hasil menunjukkan bahwa protein rekombinan tidak dapat diekspresikan oleh BL21 pLys yang ditumbuhkan pada suhu 27 ◦ C dan 37 ◦ C (G AMBAR 1). Protein rekombinan dapat diekspresikan oleh BL21 codon plus (DE3)-RIPL pada suhu inkubasi 27 ◦ C dan 37 ◦ C, dengan ukuran HA utuh dan HA1 berturut-turut 58 dan 38 kDa (G AMBAR 2). Bakteri BL21 codon plus (DE3)-RIPL yang dipergunakan dalam penelitian ini mengandung tRNA yang dioptimasi untuk kodon mamalia, antara lain AGA, AGG, AUA, CCC
Prosiding InSINas 2012
1197: Fera Ibrahim dkk. dan CUA. Hasil menunjukkan bakteri yang mempunyai tRNA teroptimasi dapat mengekspresikan protein hemaglutinin yang berasal dari isolat ayam. Perbedaan kodon antara virus dan bakteri yang menyebabkan protein ini tidak dapat diekspresikan pada BL21 pLys. Seperti dijelaskan oleh Plotkin dan Kudla, perbedaan kodon mempengaruhi ekspresi gen yaitu dari tahap pemrosesan RNA sampai ke translasi protein. Optimasi kodon dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu optimasi kodon dilakukan pada DNA yang akan diekspresikan dan penggunaan bakteri mengandung tRNA penyandi rare codon seperti BL21 codon plus RILP. Optimasi kodon dengan cara pertama lebih akurat dibandingkan cara kedua karena kodon dapat disesuaikan dengan organisme yang akan digunakan untuk mengekspresikan. Optmasi cara ini memerlukan biaya lebih tinggi untuk sintesis gen dan memerlukan penggunaan piranti lunak untuk merubah kodon. Optimasi kodon dengan menggunakan bakteri yang mengandung tRNA teroptimasi kurang akurat dibandingkan cara pertama, namun lebih menguntungkan secara ekonomis.
G AMBAR 1: Ekspresi protein HA utuh dan HA1 pada pada BL21pLys. Lajur 1 BL21plys, lajur 2 BL21pLys pengekspresi pQE80L W, lajur 3. BL21 pLys pengekspresi HA utuh dengan suhu inkubasi 27 ◦ C, lajur 4 BL21 plys pengekspresi HA utuh dengan suhu inkubasi 37 ◦ C. Lajur 5 BL21 pLys pengekspresi HA1 dengan suhu inkubasi 27 ◦ C, lajur 6 BL21 plys pengekspresi HA1 dengan suhu inkubasi 37 ◦ C
Purifikasi protein dilakukan dengan menggunakan pengikatan asam amin 6×His yang difusikan dengan protein rekombinan. Tahap awal purifkasi adalah mengeluarkan protein rekombinan dari dalam sel dengan cara sonikasi. Setelah dlakukan pemisahan dengan sentrifugasi menunjukkan protein rekombinan dapat ditemukan pada fraksi pelet dan supernatan (G AM BAR 3 dan G AMBAR 4 ). Keberadaan protein dalam pelet
KO-113
G AMBAR 2: Ekspresi protein HA utuh dan HA1 pada pada BL21 codon plus RILP. Lajur 1 BL21 codon plus RILP, pengekspresi HA1 dengan suhu inkubasi 27 ◦ C, lajur 2 BL21 codon plus RILP, pengekspresi HA1 dengan suhu inkubasi 37 ◦ C. Lajur 3 BL21 codon plus RILP, pengekspresi HA utuh dengan suhu inkubasi 27 ◦ C, lajur 4 BL21 codon plus RILP, pengekspresi HA utuh dengan suhu inkubasi 37 ◦ C, lajur 5 BL21 codon plus RILP, lajur 6 BL21 codon plus RILP. Pengekspresi pQE80L W, tanda kepala panah menunjukkan protein HA1, tanda panah menunjukkan protein HA utuh
mengindikasikan protein terdapat dalam badan inklusi. Hasil analisis pewarnaan komasi menunjukkan adanya protein rekombinan yang tidak terikat pada NiNTA, tampak pada line flow through. Berdasarkan analisis komasi juga masih ditemukan protein tidak spesifik pada elusi 1 dan 2 selain proten spesifik HA1 berukuran 38 kDa (G AMBAR 3 lajur 7 dan 8). Protein tidak spesifik juga ditemukan pada hasil elusi HA utuh (58 kDa) (G AMBAR 4 lajur 7 dan 8). Teknik Western blot menggunakan serum mencit yang divaksinasi dengan protein sub unit menunjukkan protein rekombinan dikenali oleh serum yang bersesuaian (G AMBAR 5). Protein yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan protein dalam keadaan native. Diharapkan protein tersebut mempunyai struktur menyerupai HA pada selubung virus dan masih mengandung epitop yang diperlukan untuk aktivasi sistim kekebalan tubuh. Hasil penelitian Khurana et al.dan Verma et al.menunjukkan protein HA1 dapat mengalami oligomerisasi saat diekspresikan dalam E.coli dalam makalah yang sama Kurana juga menyebutkan penentu struktur trimerik Hemaglutinin terletak pada asam amino pada bagian karboksil. Protein HA1 rekombinan telah terbukti selain dapat membentuk struktur oligomerik, juga dapat menimbulkan antibodi protective yang dapat melindungi hewan coba dari infeksi virus saat uji tantang.[9, 12] Ekspresi Hemaglutinin dalam bentuk utuh yang mengandung sub unit HA1 dan HA2 diharapkan dapat merangsang sistem kekebalan tubuh lebih baik dibanProsiding InSINas 2012
1197: Fera Ibrahim dkk.
KO-114
G AMBAR 3: Hasil purifikasi protein HA1. Lajur1 fraksi pelet, lajur 2 fraksi supernatant, lajur 3 flow through lajur 4. pencucian 1, lajur 5 pencucian 2, lajur 6 pencucian 3, lajur 7 elusi 1, lajur 8 elusi 2, lajur 9 elusi 3
G AMBAR 5: Hasil western blot. (A) Verifikasi protein rekombinan HA1 dengan serum mencit yang divaksinasi dengan antigen rekombinan, lajur 1 serum positif mencit nomor 1, lajur 2 serum positif mencit 2, lajur 3 serum mencit kontrol negatif. (B) Verifikasi protein rekombinan HA utuh denan serum mencit yang divaksinasi dengan antigen rekombinan, lajur 1 serum positif mencit nomor 1, lajur 2 serum mencit kontrol negatif. Lajur 3 serum positif mencit 2. reaksi western blot positif ditunjukkan dengan adanya pita (warna biru)
DAFTAR PUSTAKA
G AMBAR 4: Hasil purifikasi protein HA utuh. Lajur 1 fraksi pellet, lajur 2 fraksi supernatant, lajur 3 flow through lajur 4. pencucian 1, lajur 5 pencucian 2, lajur 6 pencucian 3, lajur 7 elusi 1, lajur 8 elusi 2, lajur 9 elusi 3
dingkan ekspresi protein dalam bentuk sub unit HA1 atau HA2. Pada saat protein rekombinan HA utuh masuk jalur endositosis sel penjamu, diharapkan cleavage site akan terpotong oleh protease sel dan mengakibatkan fusion peptide yang terdapat pada HA2 terpapar dan berfusi dengan membrane endosom yang mengakibatkan protein rekombinan akan dikeluakan ke sitoplasma. Proses pembukaan HA2 selain diharapkan dapat meningkatkan kuantitas epitope juga diharapkan dapat merangsang jalur sel sitotoksik melalui pengenalan protein rekombinan yang keluar dari retikulum endoplasmik oleh Major Histocompatibility complex (MHC) kelas I.
IV.
KESIMPULAN
Ekspresi protein rekombinan HA1 dan HA utuh telah berhasil dilakukan dan telah diverifikasi menggunakan uji western blot.
[1] International Committee on Taxonomy of Viruses Index of Viruses - Orthomyxoviridae (2006). In: ICTVdB - The Universal Virus Database, version 4. Buchen-Osmond, C (Ed), Columbia University, New York, USA. [2] Hunt M. VIROLOGY - CHAPTER THIRTEEN INFLUENZA VIRUS (ORTHOMYXOVIRUS) (http://pathmicro.med.sc.edu/mhunt/flu.htm) akses pada tanggal 29 Oktober 2012. [3] Endang R Sedyaningsih E.R., Isfandari S., Soendoro T., Supari S.F. 2008. Towards Mutual Trust, Transparency and Equity in Virus Sharing Mechanism: The Avian Influenza Case of Indonesia Annals Academy of Medicine Vol 37 no 6 pp 482-488 [4] http://www.who.int/influenza/human animal interface/EN GIP 20120502CumulativeNumber H5N1cases.pdf [5] Fidler D.P. 2004. Global Outbreak of Avian Influenza A (H5N1) and International Law http://www.asil.org/insigh125.cfm [6] Cox R.J., Brokstady K.A. dan Ograz P. 2004. Influenza Virus: Immunity and Vaccination Strategies. Comparison of the Immune Response to Inactivated and Live, Attenuated Influenza Vaccines. Scandinavian Journal of Immunology Vol 59 pp 115 [7] Aguilar-Yanez M., Portillo-Lara R., MendozaOchoa G.I., Garcia-Echauri S.A., Lopez-Pacheco F., Bulnes-Abundis D., Salgado-Gallegos J., LaraMayorga I.M., Webb-Vargas Y., Leon-Angel F.O., Rivero-Aranda R.E., Oropeza-Almazan Y., RuizProsiding InSINas 2012
1197: Fera Ibrahim dkk.
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
KO-115
Palacios G.M, Zertuche-Guerra M.I., DuBois R.M., White S.W., Schultz-Cherry S., Russell C.J. dan Alvarez M.M. (2010). An Influenza A/H1N1/2009 Hemagglutinin Vaccine Produced in Escherichia coli Jose. PLoS ONE. www.plosone.org. Vol: 5, Issue: 7 e11694 Khurana S., Verma S., Verma N., Crevar C.J., Carter D.M., Monischewitz J., King L.R., Ross T.M., Golding H. (2011) Bacterial HA1 Vaccine against Pandemic H5N1 Influenza Virus: Evidence of Oligomerization, Hemagglutination, and Cross Protective Immunity in Ferrets. JVI vol 85 no.3 pp 1246-1256 Clements M.L., Betts R.F., Tierney E.L., Murphy B.R. (1986): Serum and nasal wash antibodies associated with resistance to experimental challenge with influenza A wild-type virus. Journal of clinical microbiology, Vol 24 No1 pp 157-160 Song L., Nakaar V., Kavita U., Price A., Huleatt J., Tang J., Jacobs A., Liu G., Huang Y., Desai P., Maksymiuk G., Takahashi V., Umlauf S., Reiserova L., Bell R., Li H., Zhang Y., McDonald W.F., Powell T.J., dan Tussey L. (2008) Efficacious Recombinant Influenza Vaccines Produced by High Yield Bacterial Expression: A Solution to Global Pandemic and Seasonal Needs. PLoS ONE Vol 3 issue 5 e2257. Plotkin J.B. dan Kudla G. (2011) Synonymous but not the same: the causes and consequences of codon bias Nat Rev Genet. Vol 12 no 1 pp 32-42. Verma S., Dimtrova M., Munjal A., Fontana J., Crevar C.J., Carter D.M., Ross T.M., Khurana S., Golding H. (2012) Oligomeric recombinant H5 HA1 vaccine produced in bacteria protects ferrets from homologous and heterologous wild type H5N1 influenza challenge and control viral loads better than subunit H5N1 vaccine by eliciting high affinity antibodies. JVirol doi:10.1128/JVI.01596-12
Prosiding InSINas 2012