Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013
Boks 3 ANALISIS SURPLUS DEFISIT BAWANG MERAH DI MALUKU Masih berhubungan dengan boks 1 “Komoditas Penyumbang Inflasi Ambon Triwulan I2013” dan boks 2 “Mangente Pola Perdagangan Bawang Merah di Maluku” serta terkait dengan penelitian berjudul “Kajian Pangan di Maluku : Analisis Ketahanan, Perdagangan Antar Daerah, Disparitas Harga, dan Implikasi Kebijakan” maka boks 3 akan membahas mengenai “Analisis Surplus Defisit Bawang Merah di Maluku”. Produksi Bawang Merah di Maluku Bawang merah juga merupakan bumbu yang sering digunakan dalam masakan Maluku. Biasanya bawang merah merupakan campuran sambal/saus ikan bakar yang terkenal dengan sebutan colo-colo. Produksi Bawang Merah (ton) Maluku 2002-2010 No
Kabupaten /Kota
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Pangsa Rata-rata
2010
Status
1 Ambon
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,0% Non sentra
2 Tual
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0,0% Non sentra
3 Buru
144
148
162
160
181
85
131
17
0
4 Bursel 5 Malteng 6 SBB 7 SBT
0
0
0
0
0
0
0
5
0
226
233
253
116
136
117
86
30
2
0
0
0
0
0
0
0
18
5
0
0
0
0
0
0
0
6
0
209
216
240
49
49
32
68
10
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10 MTB
413
426
442
1.773
1.358
330
280
91
384
11 MBD
0
0
0
0
0
0
0
7
0
992
1.023
1.097
2.098
1.724
564
565
188
398
8 Malra 9 Aru
11,9%
Sentra
0,1% Non sentra 13,9%
Sentra
0,3% Non sentra 0,1% Non sentra 10,2%
Sentra
0,0% Non sentra 63,6%
Sentra
0,1% Non sentra 100,0%
Sumber : Dinas Pertanian Maluku (diolah)
Sebagai gambaran bahwa sentra-sentra bawang merah di Maluku berada di kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku Tengah, Buru, dan Maluku Tenggara dengan melihat bahwa pangsa produksi rata-rata selama periode pengamatan lebih dari 10%. Selama periode 2002-2010 pangsa produksi rata-rata keempat kabupaten itu sekitar 99,5% dengan rincian MTB 63,6%, Maluku Tengah 13,9%, Buru 11,9%, dan Malra 10,2%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013 Model Surplus Defisit Bawang Merah Pemilihan Model Penentuan model SAR atau SEM dilakukan dengan melihat hasil Lagrange Multplier (LM) Test. Hasil LM Test menunjukkan bahwa model SAR relatif lebih dapat mengakomodasi komoditas bawang merah dibandingkan dengan model SEM. LM test no spatial lag, robust LM test no spatial lag, dan robust LM test no spatial error menunjukkan hasil SAR. Lagrange Multiplier Test Bawang Merah Lagrange Multiplier Test
Value 34.1798 13.4478 23.1505 2.4185
LM test no spatial lag, probability robust LM test no spatial lag, probability LM test no spatial error, probability robust LM test no spatial error, probability
Prob
Model
0.0000 0.0000 0.0000 0.1200
SAR SAR SEM
SAR
Selanjutnya dilakukan Hausman test untuk menentukan model RE atau FE. Hasil Hausman Test memperlihatkan angka probabilitas sebesar 0,9993 sehingga model Random Effect (RE) cocok untuk model bawang merah. Hausman Test Bawang Merah Hausman test1.6947
degrees of freedom 11
probability 0.9993
Model RE
Setelah dilakukan LM Test dan Hausman Test maka model yang dapat mengakomodasi komoditas bawang merah adalah SAR RE. Output Model Surplus Defisit Bawang Merah Model R-squared corr-squared sigma^2 Nobs,Nvar log-likelihood Variable constant PVR RIC INFR ICOS LnPIntl W*dep.var. teta
Note
SAR
RE 0.6639 0.5154 0.0421 135 ; 7 -476166.04
3.5570 -0.0010 -0.0126 -0.0111 0.4817 -0.0206 0.5650 0.6583
*** * *** *** ***
Pooled model with spatially lagged dependent variable and spatial random effects
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013 Analisis Model Model SAR menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan harga antar kabupaten/kota. Keterkaitan harga ini diduga karena adanya hubungan dagang bawang merah. Sedangkan RE mengindikasikan bahwa efek spesifik suatu kabupaten/kota tidak berhubungan dengan RIC (pendapatan riil per kapita) dan ICOS (biaya input). Efek spesifik tersebut dapat muncul dalam bentuk pola konsumsi bawang merah. Sementara itu variabel-variabel dalam model menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
R-squared bernilai 0,6639 yang berarti variabel independen dalam model dapat menjelaskan LnP (harga) sebesar 66,39%
Variabel PVR (produktivitas lahan) kabupaten/kota tidak berpengaruh signifikan terhadap LnP (harga bawang merah) di daerah tersebut. Hal ini disebabkan produksi bawang merah belum mampu memenuhi kebutuhan Maluku atau dapat dikatakan sebagian besar pasokan bawang merah untuk kabupaten/kota didatangkan dari luar provinsi.
Variabel RIC (pendapatan riil per kapita) kabupaten/kota berpengaruh cukup signifikan dan berlawanan arah terhadap LnP (harga bawang merah). Hal ini diintrepetasikan bahwa makin besar pendapatan riil per kapita suatu kabupaten/kota maka penduduk di sana akan melakukan perubahan pola konsumsi dengan mengurangi konsumsi bawang merah sehingga permintaan bawang merah turun dan akhirnya harga turun. Hal memiliki pengaruh berantai terhadap kabupaten/kota lainnya di Maluku.
Variabel INFR tidak berpengaruh signifikan terhadap LnP.
Variabel ICOS berpengaruh sangat signifikan dan searah terhadap LnP. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi harga barang input di kabupaten/kota yang tercermin dari PDRB deflator kabupaten/kota maka makin mahal harga bawang merah. Mengingat kabupaten/kota satu terhubung dengan kabupaten/kota lain terutama dalam hal biaya transport dan upah maka terjadi efek berantai antar kabupaten/kota.
Pemetaan Surplus Defisit Bawang Merah di Maluku Tendensi Surplus Defisit Plot LnP_gap model digunakan untuk menarik kesimpulan mengenai tendensi surplus defisit kabupaten/kota di Maluku selama periode 2002-2010. Sesungguhnya selama periode 2002-2010, status surplus defisit kabupaten/kota berfluktuasi terlihat dari plot LnP_gap bawang merah kabupaten/kota. Tidak ada kabupaten/kota yang selalu surplus ataupun defisit. Namun perlu ditentukan tendensi umum surplus defisit suatu kabupaten/kota selama periode 2002-
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013 2010. Oleh sebab itu, untuk menarik tendensi umum dari status surplus defisit bawang merah akan dilihat melalui slope trendline LnP_gap bawang kabupaten/kota selama periode 20022010. Bila slope trendline bernilai positif maka kabupaten/kota tersebut bertendensi defisit selama periode 2002-2010. Dan sebaliknya bila slope trendline bernilai negatif maka kabupaten/kota tersebut bertendensi surplus selama periode 2002-2010 (grafik plot Ln_Pgap dapat dilihat pada lampiran). Plot Ln_Pgap Bawang Merah Kabupaten/Kota 2002-2010
Plot Ln_Pgap Bawang Merah di Ambon 2002-2010
0,2500
Plot LnP_gap Bawang Merah di Ambon 2002-2010
0,2000 0,1500
0,20
0,1000 0,15
0,0500
y = 0,011x - 0,035
0,0000 ‐0,0500
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
0,10
2010
‐0,1000
0,05
‐0,1500 0,00
‐0,2000
2002
‐0,2500 ‐0,3000 Ambon
Buru
Malteng
SBB
SBT
Malra
Aru
MTB
0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
y = -0,002x + 0,037
-0,15 -0,20 -0,25
2005
2006
2007
2008
2009
2010
negatif = surplus positif = defisit
Plot LnP_gap Bawang Merah di Buru 2002-2010
-0,10
2004
-0,10
Plot Ln_Pgap Bawang Merah di Buru 20022010
-0,05
2003
-0,05
negatif = surplus positif = defisit
Tendensi Umum Surplus Defisit Bawang Merah Kabupaten/Kota 2002-2010 Kab/kot Ambon Tual Buru Bursel Malteng SBB SBT Malra Aru MTB MBD
Slope Positif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif
Tendensi umum Defisit Defisit Surplus Defisit Surplus Surplus Defisit Surplus Defisit Surplus Defisit
Tabel Tendensi Umum Surplus Defisit Bawang Merah Kabupaten/Kota 2002-2010 memperlihatkan bahwa Buru, Malteng, SBB, Malra, dan MTB masuk kategori surplus. Sedangkan Ambon, Tual, Bursel, SBT, Aru, dan MBS masuk dalam kategori defisit. Komparasi dengan Status Produksi Setelah ditentukan tendensi umum surplus defisit bawang merah untuk tiap-tiap kabupaten/kota maka tendensi ini perlu dilihat komparasi dengan data produksi. Komparasi ini
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013 bertujuan melihat kondisi sesungguhnya dan juga sebaga pedoman untuk merumuskan implikasi kebijakan yang tepat. Peta Status Produksi Bawang Merah di Maluku 2002-2010
Peta Tendensi Surplus Defisit Bawang Merah di Maluku 2002-2010
Komparasi tendensi umum surplus defisit bawang merah dengan status produksi menunjukkan bahwa kabupaten/kota dapat dimasukkan ke dalam empat kelompok yaitu surplus-non sentra, surplus-sentra, defisit-non sentra, dan defisit sentra. Matriks Komparasi Tendensi Umum dan Status Produksi Bawang Merah di Maluku
Non sentra
Sentra
Surplus
SBB
Buru Malteng Malra MTB
Defisit
Ambon Tual Bursel SBT Aru MBD
Kabupaten/kota yang masuk kelompok surplus-sentra seperti Buru, Malteng, Malra, dan MTB ditengarai memiliki pasokan bawang merah yang mencukupi dari produksi setempat maupun dari perdagangan daerah. Kabupaten/kota yang masuk kelompok surplus-non sentra seperti SBB ditengarai memiliki pasokan bawang merah yang cukup melalui perdagangan daerah. Kabupaten/kota yang masuk kelompok defisit-non sentra seperti Ambon dan Bursel diduga memiliki permintaan yang besar terhadap bawang merah sehingga meskipun pasokan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013 dari perdagangan antar daerah lancar namun secara umum belum mampu memenuhi kebutuhan bawang merah. Sedangkan untuk Tual, SBT, Aru, dan MBD yang juga masuk dalam kelompok defisit-non sentra disebabkan letak daerah yang sulit dijangkau sehingga biaya transportasi sangat tinggi yang berimbas pada mahalnya harga bawang merah.