i
BIOAVAILABILITAS KALSIUM DAN ZAT BESI IN VITRO COOKIES PATI GARUT (Maranta arundinaceae L) DENGAN PENAMBAHAN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA BERBAGAI MINUMAN
ASIA MUFLIHAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ii
ABSTRACT ASIA MUFLIHAH. Calcium and Iron In Vitro Bioavailability of Arrowroot Starch Cookies (Maranta arundinaceae L) by Adding Torbangun (Coleus amboinicus Lour) in Variety of Baverage. Under Direction of RIZAL DAMANIK. Mineral deficiencies, such as calcium and iron, remain a major problem in many developing countries including Indonesia. Arrowroot starch cookies with torbangun flour addition (namely PGT cookies) is one of innovative product which is developed as one of micronutrient source. PGT cookies contain 527 Cal, calcium 405.18 mg/100g and iron 3.76 mg/100 g. PGT Cookies as snack are commonly consumed with drinks, such as tea, portable water, coffee and milk. Nutrient and non-nutrient contain of food which is consumed together can interact one another and possibely influence nutrient bioavailability. This research aimed to indetify calcium and iron in vitro bioavailability of PGT cookies and baverage mixture. Calcium bioavailability lies between 0.76 – 11.46%. Iron bioavailability lies between 0.92 – 5.95%. One way ANOVA test shown that types of mixture significantly affect the calcium and iron bioavailability (p<0.05). Based on Pearson correlation test result, protein have positive (+0.644) and significant (p<0.01) affection to calcium bioavailability. Furthermore, total iron have negative (-0.743) and significant (p<0.01) affection to iron bioavalability. Mixture of PGT cookies and milk have highest calcium (41,77 mg/100g) and iron (0,153 mg/100g) available. In conclusion, torbangun adding in cookies and consumption together with milk increase calcium and iron available . Keyword : bioavailability, calcium, iron, cookies, arrowroot, starch, torbangun, potable water, milk, tea, coffee
iii
RINGKASAN ASIA MUFLIHAH. Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi In Vitro Cookies Pati Garut (Maranta arundinaceae L) dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) pada Berbagai Minuman. Pembimbing RIZAL DAMANIK. Hingga kini kekurangan mineral sepeti kalsium dan zat besi masih merupakan masalah gizi di Indonesia. Penyebab utama kekurangan kalsium dan zat besi adalah ketidakcukupan asupan mineral dari makanan serta ketersediaan biologis (bioavailabilitas) mineral yang rendah dalam makanan (Rolfes & Whitney 2008). Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan produk pangan inovatif yang dapat menjadi sumber zat gizi mikro. Salah satunya berupa cookies pati garut dengan penambahan torbangun (selanjutnya disebut cookies PGT). Garut (Maranta arundinaceae L), tanaman umbi-umbian yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, memiliki potensi yang cukup baik sebagai sumber energi namun rendah kandungan zat gizi mikro dan pemanfaatannya masih sedikit.. Sebaliknya, daun torbangun (Coleus amboinicus Lour), tanaman yang tumbuh liar dan tersebar luas di berbagai negara dengan komponen zat gizi mikro yang menonjol (NHEI 2005). Setiap 100 gram tanaman torbangun mengandung 279 mg kalsium, 13,6 mg zat besi dan 62,5 mg magnesium (Mahmud et al. 2009). Pemanfaatan daun torbangun sebagai makanan masih terbatas karena rasanya yang pahit dan langu. Penambahan tepung torbangun sebagai sumber kalsium dan zat besi dalam cookies merupakan inovasi, meskipun demikian perlu disertai dengan pengetahuan tentang bioavailabilitasnya karena total kalsium dan zat besi yang tinggi dalam suatu produk belum menjamin jumlah kalsium dan zat besi yang dapat diserap oleh tubuh akan tinggi juga. Selain itu, pada kehidupan sehari-hari hampir tidak ada makanan yang dikonsumsi secara tunggal, melainkan bersama dengan jenis makanan atau minuman lain. Cookies sebagai makanan kudapan umumnya dikonsumsi bersama minuman. Jenis minuman yang umum dikonsumsi antara lain adalah teh, air minum dalam kemasan, kopi, dan susu (Popkin et al. 2006). Zat gizi ataupun non-gizi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi (disajikan) bersamaan dapat saling berinterkasi secara positif maupun negatif dalam saluran pencernaan (Poerwadi 2011). Interaksi tersebut dapat mempengaruhi ketersediaan biologis (bioavailabilitas) zat-zat gizi (Heaney 2001). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 hingga bulan Juli 2011. Pada penelitian ini terdapat 8 jenis kombinasi dari 2 jenis cookies yang diujikan (cookies kontrol dan cookies torbangun) dengan 4 jenis minuman pencampur (AMDK, susu, air teh, dan air kopi). Adapun 2 kombinasi lain dianggap sebagai kontrol masing-masing jenis cookies sehingga tidak
iv
dicampurkan dengan minuman jenis apapun. Proporsi antara cookies dan minuman pencampur adalah 1 : 1 berdasarkan takaran saji masing-masing. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kandungan gizi cookies PGT dan minuman pencampur (AMDK, susu, air teh, dan air kopi). Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui total kalsium dan zat besi, bioavailabilitas kalsium dan zat besi serta total kalsium dan zat besi tersedia pada campuran hasil kombinasi cookies dan minuman. Pengaruh kadar protein, total serat pangan, kalsium, zat besi, zinc, fosfor, dan vitamin C campuran terhadap bioavailabilitas kalsium dan zat besi juga dianalisis pada penelitian ini. Cookies PGT mengandung energi 527 Kal dengan kadar air 3,70% bb, kadar abu 1,84% bk, kadar protein 10,52% bk, kadar lemak 23,64% bk, kadar karbohidrat 64,14% bk, serat pangan 5,19% bk, kadar kalsium 405,18 mg/100g, kadar besi 3,76 mg/100g, kadar fosfor 30,08 mg/100g, kadar zinc 0,81 mg/100g dan kadar vitamin C 1,04 mg/100g. Minuman dengan kadar air tertinggi adalah AMDK (99,35% bb). Adapun kadar kadar abu, protein, lemak, dan serat pangan tertinggi terdapat pada susu dengan kadar berturut-turut 2,80% bk, 5,78% bk, 1,63% bk dan 3,44% bk. Kadar kalsium (61,93 mg/100g), zat besi (3,70 mg/100g), zinc (1,46 mg/100g), dan fosfor (21,56 mg/100g) tertinggi juga terdapat pada susu. Vitamin C tertinggi terdapat pada air kopi dengan kadar 7,92 mg/100g. Rata-rata bioavailabilitas kalsium campuran berada dalam rentang 0,76% (campuran cookies PGT + teh) - 11,46% (campuran cookies kontrol + susu). Sementara itu, rata-rata bioavailabilitas zat besi berkisar antara 0,92% (campuran cookies PGT + teh) - 5,95% (campuran cookies kontrol). Analisis sidik ragam menunjukkan jenis campuran berkorelasi signifikan (p<0.05) terhadap bioavailabilitas kalsium maupun zat besi. Total kalsium dan zat besi tersedia menunjukkan jumlah zat besi yang dapat diserap oleh tubuh dan dipengaruhi oleh total zat besi serta bioavailabilitasnya. Total kalsium yang tersedia pada campuran berkisar antara 3,19 mg/100g (campuran cookies PGT + teh) - 41,77 mg/100g (campuran cookies PGT + susu). Total zat besi tersedia campuran berkisar antara 0,056 mg/100 g (campuran cookies kontrol + teh) - 0,153 mg/100 g (campuran cookies PGT + susu). Yeung & Laquarta (2003) menyebutkan total kalsium dan zat besi tersedia akan tetap tinggi seiring dengan peningkatan total kalsium dan zat besi. Penambahan tepung torbangun dapat dikatakan bermanfaat dalam meningkatkan total kalsium maupun zat besi cookies PGT. Begitupun dengan penambahan susu pada campuran. Berdasarkan uji korelasi Pearson diketahui kadar protein berkorelasi positif/sinergis (+0,644) secara signifikan (p<0,01) terhadap bioavailabilitas kalsium. Sementara bioavailabilitas zat besi berkorelasi negatif/antagonis (-0,743) secara signifikan (p<0,01) dengan total zat besi.
v
BIOAVAILABILITAS KALSIUM DAN ZAT BESI IN VITRO COOKIES PATI GARUT (Maranta arundinaceae L) DENGAN PENAMBAHAN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA BERBAGAI MINUMAN
ASIA MUFLIHAH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
vi
Judul Skripsi : Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi In Vitro Cookies Pati Garut (Maranta arundinaceae L) dengan Penambahan Torbangun (Coleus amboinicus Lour) pada Berbagai Minuman Nama
: Asia Muflihah
NIM
: I14070126
Disetujui : Dosen Pembimbing
drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD NIP. 19640731 199003 1 001
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
vii
PRAKATA Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ―Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi In Vitro Cookies Pati Garut (Maranta
Arundinaceae L) dengan Penambahan Torbangun (Coleus Amboinicus Lour) pada Berbagai Minuman ‖ ini. Sholawat dan salam Penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menginspirasi hati dan pikiran penulis. Banyak pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan ini, karena itu pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD. selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis. 2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati MSi. selaku dosen penguji utama sekaligus dosen pemandu seminar atas masukan dan sarannya demi kesempurnaan skripsi. 3. Kedua orangtua di rumah, Abi H. Achmad Rofi‘i, LC MM.Pd dan Ummi Eva Sanusi yang selalu memberikan dukungan baik mental maupun material serta adik-adik tercinta Ananda Muadz, Mush‘ab, Abdurrahman, Fathimah, dan Ibrahim atas doa dan semangatnya. 4. Bapak Mashudi, selaku teknisi dan pembimbing laboratorium atas masukan dan bimbingannya yang sangat berharga. 5. Ibu Titi Riani M.Biomed, Ibu Nina, dan Bapak Bashri selaku laboran atas bantuan dan masukannya yang sangat berharga. 6. Abang Hans B. Findranov tercinta serta sahabat terbaik Tifanny Sukmawati dan Adiarti Nursasanti atas semua bantuan, motivasi, kritik, dan saran yang sangat berarti untuk penulis. 7. Teman-teman Koplag Jilid 2 (Anita, Panji, Kak Umi, Rahmi, Tien, Mahmud, Lina, Fitri, Anti, Priskila, dll), teman-teman GM 44, kakak kelas GM 43 (Kak Guntari, Kak Eva dan Kak Aim), adik - adik kelas GM 45 dan 46 yang telah memberi bantuan, motivasi, dan saran yang sangat berarti untuk penulis. Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.
Bogor, Agustus 2011 Penulis
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 November 1990 dari pasangan Bapak H. Achmad Rofi‘i, LC MM.Pd dan Ibu Eva Sanusi. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan formal di SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Al-Khairat, Jakarta pada 1995 hingga tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SLTP IT Tashfia Boarding School di Bekasi pada tahun 2001 sampai 2004. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Labschool Rawamangun, Jakarta. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Labschool Rawamangun dan diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama penulis mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di Majalah Pangan dan Gizi ―Emulsi‖ sebagai Sekretaris Umum pada periode kepengurusan 2007/2008 dan 2008/2009. Penulis juga bergabung dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) sebagai staff Divisi Informasi dan Komunikasi pada periode kepengurusan 2008/2009. Pada periode kepengurusan 2009/2010 penulis menjadi Sekretaris Umum dari Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (BP HIMAGIZI). Selain berorganisasi penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti kegiatan IPB Share, COHESI (Conference of Human Ecology Student of Indonesia), Nutrition Fair, Senzasional 2010, dll. Tahun 2010 penulis menerima hibah Program Wirausaha Mandiri (PMW) dengan usaha ―Rainbow Petshop Berbasis Retail dan Online‖. Pada tahun yang sama penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kelurahan Kerinci Barat, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Pada tahun 2011, penulis melaksanakan Internship Dietetik di RSUD Ciawi, Bogor. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Biokimia Gizi Dasar (2009), Biologi Dasar (2009 dan 2010), Metabolisme Zat Gizi (2010 dan 2011), Analisis Zat Gizi Mikro (2010), dan Evaluasi Nilai Gizi (2011). Selama penulis mengikuti
pendidikan
di
IPB,
penulis
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).
merupakan
penerima
beasiswa
ix
DAFTAR ISI
Hlm KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................................. v DAFTAR TABEL ............................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. vi PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1 Tujuan........................................................................................................................ 3 A. Tujuan Umum ................................................................................................ 3 B. Tujuan Khusus ............................................................................................... 3 Kegunaan Penelitian ................................................................................................ 3 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 4 Kalsium...................................................................................................................... 4 A. Fungsi Kalsium .............................................................................................. 4 B. Metabolisme kalsium..................................................................................... 5 C. Kebutuhan kalsium ........................................................................................ 6 D. Kekurangan dan Kelebihan kalsium ............................................................ 7 Bioavailabilitas Kalsium ........................................................................................... 7 Zat Besi ................................................................................................................... 11 A. Metabolisme Zat Besi.................................................................................. 12 B. Fungsi Zat Besi dalam Tubuh .................................................................... 13 C. Kekurangan dan Kelebihan Zat Besi ......................................................... 13 Bioavailabilitas Zat Besi ......................................................................................... 14 Cookies PGT (Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun)............... 16 A. Cookies ........................................................................................................ 16 B. Umbi Garut (Maranta arundinaceae L) ...................................................... 17 C. Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour) ...................................... 19 Minuman.................................................................................................................. 21 A. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ......................................................... 21 B. Susu Segar dalam Kemasan (Susu UHT) ................................................ 22
x
C. Teh Hitam Celup.......................................................................................... 23 D. Kopi Mix........................................................................................................ 25 METODOLOGI ........................................................................................................... 28 Waktu dan Tempat ................................................................................................. 28 Bahan dan Alat ....................................................................................................... 28 Metode Penelitian................................................................................................... 29 A. Penelitian Pendahuluan .............................................................................. 30 B. Penelitian Lanjutan ...................................................................................... 38 Rancangan Percobaan .......................................................................................... 40 Pengolahan dan Analisis Data .............................................................................. 40 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................... 41 Analisis Kandungan Gizi Cookies PGT ................................................................ 41 Analisis Kandungan Gizi Minuman ....................................................................... 46 Total Kalsium Campuran ....................................................................................... 52 Bioavailabilitas Kalsium Campuran ...................................................................... 54 Total Kalsium Tersedia Campuran ....................................................................... 59 Total Zat Besi Campuran ....................................................................................... 61 Bioavailabilitas Zat Besi Campuran ...................................................................... 62 Total Zat Besi Tersedia Campuran ....................................................................... 68 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 71 Kesimpulan ............................................................................................................. 71 Saran ....................................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 73 LAMPIRAN.................................................................................................................. 80
xi
DAFTAR TABEL Tabel 1 Syarat mutu cookies berdasarkan SNI 01-2973-1992 .............................. 16 Tabel 2 Komposisi kimia umbi garut per 100 gram ................................................. 18 Tabel 3 Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram ......................................... 20 Tabel 4 Syarat mutu AMDK berdasarkan SNI 01-3553-2006 ................................ 21 Tabel 5 Komposisi susu segar (per 100 mL) ........................................................... 22 Tabel 6 Syarat mutu susu UHT berdasarkan SNI 01-3950-1998 .......................... 23 Tabel 7 Syarat mutu teh celup hitam berdasarkan SNI 01-3753-1995 ................. 24 Tabel 8 Komposisi komponen kimia daun teh segar dan daun teh hitam ............ 24 Tabel 9 Syarat mutu kopi mix berdasarka SNI 01-4446-1998 ............................... 25 Tabel 10 Kandungan gizi cookies kontrol dan cookies PGT .................................. 41 Tabel 11 Kandungan gizi minuman .......................................................................... 47 Tabel 12 Rata-rata total kalsium campuran ............................................................. 52 Tabel 13 Rata-rata total kalsium tersedia campuran .............................................. 60 Tabel 14 Rata-rata total zat besi campuran............................................................. 61 Tabel 15 Rata-rata total zat besi tersedia campuran .............................................. 69 Tabel 16 Kandungan gross energy cookies kontrol dan cookies PGT.................. 80 Tabel 17 Kandungan air cookies kontrol dan cookies PGT ................................... 80 Tabel 18 Kandungan abu cookies kontrol dan cookies PGT ................................. 80 Tabel 19 Kandungan protein cookies kontrol dan cookies PGT ............................ 80 Tabel 20 Kandungan lemak cookies kontrol dan cookies PGT ............................. 81 Tabel 21 Kandungan karbohidrat cookies kontrol dan cookies PGT .................... 81 Tabel 22 Kandungan serat pangan cookies kontrol dan cookies PGT ................. 81 Tabel 23 Kandungan kalsium cookies kontrol dan cookies PGT ........................... 81 Tabel 24 Kandungan zat besi cookies kontrol dan cookies PGT........................... 82 Tabel 25 Kandungan zinc cookies kontrol dan cookies PGT ................................. 82 Tabel 26 Kandungan fosfor cookies kontrol dan cookies PGT .............................. 82 Tabel 27 Kandungan vitamin C cookies kontrol dan cookies PGT ........................ 82 Tabel 28 One-Sampel Statististic T-Test kandungan gizi cookies kontrol dan cookies PGT ............................................................................................................... 83 Tabel 29 One-Sampel T-Test kandungan gizi cookies kontrol dan cookies PGT 83 Tabel 30 Kandungan air minuman............................................................................ 84 Tabel 31 Kandungan abu minuman ......................................................................... 84
xii
Tabel 32 Kandungan protein minuman .................................................................... 84 Tabel 33 Kandungan lemak minuman...................................................................... 85 Tabel 34 Kandungan karbohidrat minuman ............................................................. 85 Tabel 35 Kandungan serat pangan minuman ......................................................... 85 Tabel 36 Kandungan kalsium minuman ................................................................... 86 Tabel 37 Kandungan zat besi minuman................................................................... 86 Tabel 38 Kandungan zinc minuman ......................................................................... 87 Tabel 39 Kandungan fosfor minuman ...................................................................... 87 Tabel 40 Kandungan vitamin C minuman pencampur........................................... 87 Tabel 41 One way ANOVA kandungan gizi minuman pencampur ........................ 88 Tabel 42 Uji lanjut Duncan kandungan air minuman .............................................. 89 Tabel 43 Uji lanjut Duncan kandungan abu minuman ............................................ 89 Tabel 44 Uji lanjut Duncan kandungan protein minuman ....................................... 89 Tabel 45 Uji lanjut Duncan kandungan lemak minuman ........................................ 89 Tabel 46 Uji lanjut Duncan kandungan karbohidrat minuman ............................... 90 Tabel 47 Uji lanjut Duncan kandungan serat pangan minuman ............................ 90 Tabel 48 Uji lanjut Duncan kandungan kalsium minuman...................................... 90 Tabel 49 Uji lanjut Duncan kandungan zat besi minuman ..................................... 90 Tabel 50 Uji lanjut Duncan kandungan zink minuman ............................................ 91 Tabel 51 Uji lanjut Duncan kandungan fosfor minuman ......................................... 91 Tabel 52 Uji lanjut Duncan kandungan vitamin C minuman ................................... 91 Tabel 53 Bioavailabilitas kalsium campuran ............................................................ 92 Tabel 54 Bioavailabilitas zat besi campuran ............................................................ 93 Tabel 55 One way ANOVA total Fe, bio Fe, Fe100g, total Ca, bio Ca, dan Ca100g........................................................................................................................ 99 Tabel 56 Uji lanjut Duncan total Ca .......................................................................... 99 Tabel 57 Uji lanjut Duncan bio Ca .......................................................................... 100 Tabel 58 Uji lanjut Duncan Ca100g ........................................................................ 100 Tabel 59 Uji lanjut Duncan total Fe ........................................................................ 101 Tabel 60 Uji lanjut Duncan bio Fe........................................................................... 101 Tabel 61 Uji lanjut Duncan Fe100g ........................................................................ 101 Tabel 62 Hasil uji korelasi Pearson bio ca & bio fe terhadap kand. gizi campuran ................................................................................................................................... 103
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Umbi garut ................................................................................................ 18 Gambar 2 Daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) ........................................... 20 Gambar 3 Produk cookies yang diteliti ..................................................................... 28 Gambar 4 Kemasan minuman yang diteliti .............................................................. 29 Gambar 5 Proses pembuatan cookies (Faridah 2008 – modiikasi)....................... 30 Gambar 6 Standar cara pembuatan air teh (Winarno 1995 – modiikasi) .............. 31 Gambar 7 Standar cara pembuatan air kopi (Petunjuk penyajian pada kemasan Indocafe coffe mix) ..................................................................................................... 31 Gambar 8 Inkubasi sampel bioavailabilitas kalsium in vitro dalam penangas air bergoyang (shaker water bath). ................................................................................ 55 Gambar 9 Diagram batang rata-rata bioavailabilitas kalsium campuran .............. 55 Gambar 10 Diagram batang rata-rata Bioavailabilitas zat besi campuran ............ 63
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Analisis Kandungan Gizi Cookies ............................................... 80 Lampiran 2 Uji Statististic One-Sampel T-Test Analisis Kandungan Gizi Cookies ..................................................................................................................................... 83 Lampiran 3 Hasil Analisis Kandungan Gizi Minuman ............................................. 84 Lampiran 4 Hasil Sidik Ragam (One Way ANOVA) Kandungan Gizi Minuman ... 88 Lampiran 5 Hasil Uji Lanjut Duncan Kandungan Gizi Minuman ............................ 89 Lampiran 6 Bioavailabilitas Kalsium Campuran ...................................................... 92 Lampiran 7 Bioavailabilitas Zat Besi Campuran ...................................................... 93 Lampiran 8 Hasil Sidik Ragam (One Way ANOVA) Total Fe, Bio Fe, Fe100g, Total Ca, Bio Ca, dan Ca100g .................................................................................. 99 Lampiran 9 Hasil Uji Lanjut Duncan Total Fe, Bio Fe, Fe100g, Total Ca, Bio Ca, dan Ca100g ................................................................................................................ 99 Lampiran 10 Hasil Uji Korelasi Pearson Bio Ca dan Bio Fe Terhadap Kandungan Gizi Campuran.......................................................................................................... 103
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Vitamin dan mineral adalah zat gizi mikro yang berperan penting dalam berbagai tahapan metabolisme serta pemeliharaan fungsi tubuh. Hingga kini masalah kekurangan vitamin dan mineral merupakan masalah utama yang banyak dialami negara berkembang, termasuk Indonesia. Kurniasih et al. (2010) menyebutkan, jenis mineral yang menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah yodium, zat besi, dan seng (zinc). Jenis mineral lain seperti kalsium hanya dianggap sebagai masalah bagi kelompok tertentu, misalnya orang yang secara klinis terkait dengan resiko penyakit. Kalsium berperan penting dalam proses pembentukan tulang dan gigi yang normal. Kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah, kontraksi otot, metabolisme sel, serta pengiriman isyarat dari saraf ke sel (Bredbenner et al.
2007).
Kekurangan
kalsium
pada
masa
pertumbuhan
juga
dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh atau pada orang dewasa biasa disebut osteoporosis (Almatsier 2006). Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh dan berfungsi penting sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, alat angkut elektron di dalam sel serta komponen dari berbagai enzim. Kekurangan zat besi juga berkaitan erat dengan anemia gizi besi yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dengan jumlah penderita mencapai 1,2 milyar orang di seluruh dunia (Rolfes & Whitney 2008). Depkes (2008) menyebutkan dalam Riskesdas 2007, hingga tahun tersebut prevalensi anemia nasional masih 11,9%.
Penyebab
utama
kekurangan
kalsium
dan
zat
besi
adalah
ketidakcukupan jumlah kalsium dan zat besi dalam diet serta ketersediaan biologis (bioavailabilitas) kalsium dan zat besi yang rendah dalam makanan (Rolfes & Whitney 2008). Oleh karena itu, diperlukan pemecahan masalah gizi berbasis makanan (food base approach). Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan produk pangan inovatif yang dapat menjadi sumber zat gizi mikro. Salah satunya berupa cookies berbasis umbi pati garut dan daun torbangun (selanjutnya disebut cookies PGT) yang diharapkan tidak hanya dapat membantu memenuhi kebutuhan energi saja, tapi juga dapat menjadi pangan sumber kalsium dan zat besi. BSN (Badan Standarisasi
2
Nasional) pada tahun 1992 menjelaskan, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Garut (Maranta arundinaceae L) tergolong tanaman umbi-umbian yang tersebar hampir di seluruh Indonesia namun pemanfaatannya sebagai bahan baku maupun produk olahan masih sangat sedikit. Umbi garut memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai sumber energi karena setiap 100 gram tepung umbi garut diketahui mengandung kalori (355,00 kal), karbohidrat (85,20 g), protein (0,70 g) dan lemak (0,20 g) (DKBM 2007). Meskipun demikian sebagaimana jenis umbi-umbian lainnya, umbi garut cenderung rendah kandungan zat gizi mikronya. Sebaliknya, daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) adalah tanaman yang tumbuh liar dan tersebar luas di berbagai negara dengan komponen zat gizi mikro yang menonjol (NHEI 2005). Setiap 100 gram tanaman torbangun mengandung 279 mg kalsium, 13,6 mg zat besi dan 62,5 mg magnesium (Mahmud et al. 2009). Lebih lanjut Rumetor (2008) menyebutkan, selain komponen gizi dalam tanaman torbangun ditemukan juga komponen yang berkhasiat, yaitu senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue (komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi) dan komponen farmaseutika (senyawa yang bersifat antibakterial, antioksidan dan penstabil). Daun torbangun meskipun memiliki kandungan zat gizi mikro yang tinggi, berkhasiat, tersedia dalam jumlah melimpah serta mudah didapat, namun pemanfaatannya sebagai makanan masih terbatas yakni hanya dimasak seperti sayur-sayur lainnya karena rasanya yang pahit dan langu. Penambahan tepung daun torbangun dalam produk cookies yang tergolong sebagai makanan kudapan (snack) merupakan suatu inovasi. Meskipun demikian penambahan tepung daun torbangun sebagai sumber kalsium dan zat besi dalam cookies PGT harus disertai dengan pengetahuan akan ketersediaan biologisnya (bioavailabilitas) karena total kalsium dan zat besi yang tinggi dalam suatu produk belum menjamin jumlah kalsium dan zat besi yang dapat diserap oleh tubuh akan tinggi juga. Selain itu, pada kehidupan sehari-hari hampir tidak ada makanan yang dikonsumsi secara tunggal, melainkan dikonsumsi bersama dengan jenis makanan atau minuman yang lain. Konsumsi cookies sebagai salah satu jenis makanan kudapan umumnya diiringi dengan konsumsi minuman. Jenis minuman
3
yang umum dikonsumsi antara lain adalah teh, air putih (potable water), kopi, susu, dan jus jeruk (Popkin et al. 2006). Zat gizi ataupun non-gizi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi (disajikan) bersamaan dapat saling berinteraksi secara positif maupun negatif dalam saluran pencernaan (Poerwadi 2011). Interaksi tersebut dapat mempengaruhi ketersediaan biologis (bioavailabilitas) zat-zat gizi (Heaney 2001). Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai bioavailabilitas kalsium dan zat besi pada cookies PGT berdasarkan pendekatan pola konsumsi yang umum di masyarakat dengan cara mengkombinasikan cookies PGT dengan berbagai jenis minuman yang umum dikonsumsi. Tujuan A. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioavailabilitas kalsium dan zat besi secara in vitro cookies PGT pada berbagai minuman. B. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui kandungan energi, kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, total serat makanan, kalsium, zat besi, zink, fosfor, dan vitamin C cookies PGT.
2.
Mengetahui kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, total serat makanan, kalsium, zat besi, zink, fosfor, dan vitamin C minuman (Air minum dalam kemasan / AMDK, susu, air teh, dan air kopi).
3.
Mengetahui total kalsium dan zat besi, bioavailabilitas kalsium dan zat besi serta total kalsium dan zat besi tersedia pada campuran hasil kombinasi cookies dan minuman.
4.
Menganalisis pengaruh kadar abu, protein, total serat makanan, kalsium, zat besi, zink, fosfor, dan vitamin C minuman terhadap bioavailabilitas kalsium dan zat besi campuran. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada konsumen
mengenai bioavailabilitas kalsium dan zat besi produk cookies PGT serta kombinasinya dengan minuman sehingga dapat mengoptimalisasikan konsumsi pangan sumber kalsium dan zat besi. Penggunaan tepung umbi garut dan daun torbangun pada produk cookies juga mendukung program diversivikasi produk pangan berbasis pangan lokal yang sedang diusung oleh pemerintah.
4
TINJAUAN PUSTAKA Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling melimpah dalam tubuh. Diperkirakan 1,5 - 2% berat badan orang dewasa atau setara dengan 1,0 -1,4 Kg terdiri dari kalsium (Winarno 2008). Menurut Almatsier (2006) 99% kalsium berada dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi dalam bentuk hidroksiapatit (3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2). Selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh, baik dalam cairan ekstraseluler maupun cairan intraseluler. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma (darah) pada konsentrasi kurang lebih 2,25 – 2,60 mmol/l atau 9 - 10,4 mg/100 ml. Kadar kalsium dalam sirkulasi darah cenderung konstan dan jika bervariasi tidak sampai 10% (Almatsier 2006). Kalsium plasma berada dalam 3 bentuk yaitu ion bebas (47%), bentuk kompleks yang ikatannya lemah dengan fosfat, sitrat, dan sulfat (13%), serta bentuk terikat dengan protein terutama dengan albumin (40%). Konsentrasi kalsium dalam cairan tubuh ini diatur oleh hormon-hormon paratiroid (PTH) dan vitamin D (1,25-(OH)2D3) (Brody 1999). A. Fungsi Kalsium Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh. Rolfes & Whitney (2008) menyebutkan, kalsium tulang memiliki dua peranan utama dalam tubuh yaitu (1) sebagai bagian integral dalam strujtur tulang, memberi bentuk dan kekuatan pada tulang dan gigi sehingga dapat bergerak; (2) sebagai tempat penyimpanan kalsium, sehingga dapat membantu mengatur keseimbangan kalsium plasma. Menurut Anwar & Khomsan (2009), kurang lebih 5% dari total kalsium tulang siap untuk dipertukarkan setiap harinya Kalsium plasma yang tersebar dalam cairan ekstraseluler maupun intraseluler, meskipun jumlahnya hanya 1% dari total kalsium tubuh namun memiliki peranan yang sangat vital. Winarno (2008) menyebutkan, kalsium plasma berperan dalam kontraksi otot, transmisi syaraf, penggumpalan darah, mengatur permeabilitas membran sel serta aktivasi enzim. Pada waktu otot berkontraksi kalsium berperan dalam interaksi protein di dalam otot, yaitu aktin dan miosin. Bila kalsium darah kurang dari normal otot akan kejang karena kepekaan serabut syaraf dan pusat syaraf terhadap rangsangan meningkat (Almatsier 2006).
5
Kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah. Protrombin mula-mula harus berikatan dengan kalsium sebelum diaktifkan menjadi trombin. Trombin kemudian membantu perubahan fibrinogen menjadi fibrin yang merupakan gumpalan darah. Kalsium juga merupakan bagian dari enzim yaitu lipase, suksinat dehidrogenase, dan beberapa enzim proteilitik tertentu. Selain itu, kalsium juga berperan dalam pengiriman impuls syaraf ke jaringan-jaringan tubuh,
penyimpanan dan
pelepasan neurotransmiter,
penyimpanan dan
pelepasan hormon, penyerapan dan pengikatan asam amino, pengaturan sekresi gastrin serta menjaga keseimbangan osmotik (Muchtadi, Palupi, & Astawan 1993). B. Metabolisme kalsium Pengaturan keseimbangan kalsium melibatkan sistem hormon dan vitamin D. Menurut Brody (1999), kalsium diabsorbsi melalui duodenum dan jejenum proksimal oleh protein pengikat kalsium yang disintesis sebagai respon terhadap kerja 1,25-dihidroksikolekalsiferol (1,25-dihidroksivitamin D3). Kalsium membutuhkan pH 6 agar dapat berada pada keadaan terlarut. Absorbsi umumnya dilakukan secara aktif menggunakan calsium-binding-protein, adapun absorbsi pasif hanya terjadi pada permukaan saluran cerna (Almatsier 2006). Rolfes & Whitney (2008) menyebutkan, rata-rata orang dewasa menyerap 25% kalsium yang dicerna. Persentase ini dapat meningkat jika kebutuhan kalsium tubuh tinggi. Wanita hamil mampu menyerap 50%, sementara anak dan remaja yang berada pada masa pertumbuhan dapat menyerap hingga 60% kalsium yang dicerna. Lebih lanjut menurut Almatsier (2006), kemampuan absorbsi kalsium memang lebih tinggi pada masa pertubuhan dan menurun pada proses menua. Kemampuan absorbsi kalsium laki-laki juga lebih tinggi daripada perempuan pada semua kelompok usia. Manusia mempunyai kemampuan adaptasi terhadap konsumsi kalsium yang rendah sehingga dapat memelihara kalsium plasma pada batas normal. Keseimbangan konsentrasi kalsium plasma dikontrol oleh kombinasi daya kerja dari hormon paratiroid (PTH), kalsitosin, dan metabolit-metabolit aktif vitamin D. Penurunan
kadar kalsium plasma
sekalipun dalam jumlah
kecil akan
menstimulasi kelenjar paratiroid untuk mensekresi hormon paratiroid (PTH). Hormon paratiroid akan merangsang perubahan vitamin D menjadi metabolit yang paling aktif yaitu 1,25- dihidroksivitamin D3. Vitamin D bersama PTH bekerja secara sinergis menstimulasi ginjal untuk meningkatkan resorpsi kalsium serta
6
menstimulasi osteoclast untuk melepaskan kalsium tulang ke dalam plasma. Sebaliknya, jika kadar kalsium dalam darah meningkat kelenjar tiroid akan terstimulasi untuk mengeluarkan hormon kalsitosin. Hormon kalsitosin akan menghambat aktivasi vitamin D, mencegah reabsorpsi kalsium pada ginjal, membatasi absorpsi kalsium pada saluran cerna, serta menghambat pelepasan kalsium tulang oleh osteoclast (Rolfes & Whitney 2008). Almatsier (2006) menambahkan, kalsium tulang tersebar di pool (cadangan) yang relatif tidak berubah/stabil dan pool yang cepat dapat berubah. Pool kalsium yang dapat cepat berubahlah terlibat dalam mekanisme homeostatis kalsium plasma. Cadangan kalsium tulang terutama disimpan pada bagian ujung tulang panjang dalam bentuk kristal yang dinamakan trabekula dan dapat dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Menurut Martin et al. (1987), kalsium yang diabsorpsi akan diekskresikan melalui beberapa jalan. Sebagian besar kalsium disekresikan ke dalam lumen usus dan hampir semuanya hilang dalam feses. Ginjal mengekskresikan kalsium bila kadar kalsium plasma di atas 7 mg/100mL dan hanya sejumlah kecil kalsium diekskresikan melalui keringat. Weavey & Heaney (2008) menambahkan, jumlah kalsium yang diekskresikan melaui urin setiap hari berkisar antara 100-200 mg, adapun melalui feses 100-120 mg dan 16-24 mg melalui keringat. C. Kebutuhan kalsium Menurut Winarno (2008), keperluan kalsium dalam tubuh biasanya dihitung berdasarkan keseimbangan kalsium dimana cara perhitungannya hampir sama dengan cara menghitung keseimbangan nitrogen. Meskipun demikian menurut Muhilal, Jalal & Hardinsyah (1998), kecukupan kalsium untuk Indonesia lebih rendah daripada yang dianjurkan di berbagai negara industri, dengan pertimbangan bahwa perbandingan Ca dan P hidangan serta konsumsi protein umumnya rendah. Berdasarkan WKNPG (2004), ditetapkan angka kecukupan kalsium remaja (10 - 18 tahun) dan dewasa (19 – 65+ tahun), baik pria maupun wanita, berturut-turut adalah 1000 mg/hari dan 800 mg/hari. Ibu hamil maupun menyusui membutuhan tambahan asupan kalsium sebanyak 150 mg/hari. Konsumsi kalsium sebesar 200-400 mg/hari menyebabkan keseimbangan kalsium tubuh menjadi negatif, sedangkan konsumsi 500-800 mg/hari dapat menyebakan keseimbangan normal dan cenderung positif.
7
Sumber kalsium dalam pangan yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi adalah susu dan hasil olahannya seperti keju dan yoghurt. Pangan sumber kalsium lain adalah sayuran berdaun hijau seperti kangkung, bayam, dan daun lobak cina, brokoli, kubis, bunga kol, kecambah, dan makanan yang difortifikasi kalsium seperti sereal dan jus buah (Bredbenner et al. 2007). D. Kekurangan dan Kelebihan kalsium Ketidakcukupan asupan kalsium, rendahnya absorpsi kalsium dan atau kehilangan kalsium yang berlebihan berkontribusi terhadap defisiensi kalsium. Defisiensi kalsium akan menyebabkan ketidaknormalan pada tulang seperti riketsia dan osteoporosis. Selain itu, defisiensi kalsium juga berasosiasi dengan kejadian kejang (tetani), hipertensi, kanker kolon, dan obesitas atau berat badan berlebih (Gropper et al. 2005). Osteoporosis terjadi akibat aktifitas osteoklas yang berlanjut dan tidak diimbangi dengan aktifitas osteoblast sehingga resorpsi kalsium tulang lebih besar daripada formasi kalsium tulang. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria karena wanita mengalami penurunan estrogen yang membantu penyerapan kalsium pada plasma darah khususnya pada masa manopause. Selain itu orang kulit putih (kaukasia dan asia) lebih beresiko mengalami osteoporosis daripada orang kulit berwarna (Afrika) karena massa tulangnya lebih kecil. Osteoporosis juga lebih banyak terjadi pada perokok dan peminum alkohol (Almatsier 2006; Brody 1999). Kondisi di mana kadar kalsium plasma berada di bawah kisaran normal (9-10 mg/100 mL) disebut hypokalsemia. Hypokalsemia dapat menyebabkan tetani atau kejang karena kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan meningkat. Sebaliknya, konsumsi kalsium lebih dari 2500 mg sehari berpotensi menyebabkan hyperkalsemia yang selanjutnya dapat menyebabkan hyperkalsuria (kondisi dimana kadar kalsium dalam urin melebihi 300 mg/hari). Hyperkalsuria dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Disamping itu dapat juga menyebabkan konstipasi (kesulitan buang air besar). Kelebihan kalsium jarang terjadi akibat konsumsi makanan alami, umumnya terjadi karena mengkansumsi suplemen kalsium secara terus menerus (Almatsier 2006; Brody 1999). Bioavailabilitas Kalsium Tidak semua kalsium dalam bahan pangan dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini bergantung pada ketersediaan biologisnya (bioavailabilitas).
8
Bioavailabilitas kalsium menunjukkan proporsi kalsium yang tersedia untuk digunakan dalam proses metabolis terhadap kalsium yang dikonsumsi (Miller 1996). Terdapat beberapa cara untuk mengukur bioavailabilitas dari kalsium, yakni secara in vitro ataupun in vivo. Metode in vivo mengukur mengukur absorpsi zat gizi pada manusia atau hewan. Adapun metode in vitro merupakan simulasi proses pencernaan makanan pada saluran gastrointestinal dalam kondisi tetap (Roig et al. 1998). Prinsip pengukuran bioavailabilitas metode in vitro adalah teknis dialisis menggunakan kantung dialisis. Dialisis digunakan untuk
memisahkan
molekul-molekul
besar
dan
molekul-molekul
kecil
berdasarkan sifat membran semi permeabel yang meloloskan molekul kecil namun menahan molekul besar (Nur et al. 1989). Molekul kecil berpindah secara difusi, dimana terdapat suatu bagian larutan yang memiiki konsentrasi lebih tinggi sehingga terjadi perpindahan molekul kecil dari daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah (Gaman & Sherrington 1992). Metode in vitro dapat digunakan untuk mendeteksi faktor yang mempengaruhi penyerapan kalsium dalam usus, namun tidak dapat mengukur bioavailabilitas secara tepat dibandingkan metode in vivo (Gueguen & Pointillart 2000). Hal ini dikarenakan pada metode in vitro enzim yang digunakan hanya dua jenis, yakni pepsin dan pankreatin bile yang berfungsi untuk memecah protein sehingga kalsium yang terikat akan lepas dan dapat berdifusi ke dalam kantung dialisis. Pada pencernaan manusia sebenarnya tidak hanya terdapat dua enzim dimana aktivitas enzim yang berbeda akan menghasilkan tingkat bioavailabilitas yang berbeda pula. Adanya interaksi yang kompleks antar mineral-mineral, serat pangan, dan komponen lain dalam makanan juga menyebabkan keseimbangan mineral pada manusia sulit dipelajari secara
in
vitro (Wilson et al. 1979). Meskipun demikian metode ini dinilai lebih menguntungkan karena dapat dilakukan dengan cepat, praktis, dan lebih murah (Damayanthi & Rimbawan 2008). Metode in vitro juga memungkinkan pengontroloan kondisi secara tepat selama pengujian dan mengurangi keragaman yang terjadi dalam penentuan secara in vivo (Sudharma 1995). Secara umum bioavailabilitas kalsium dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor interinsik dan eksterinsik. Faktor interinsik berkaitan dengan keadaan fisiologis individu seperti umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, genetik, status gizi, efisiensi absorbansi dan interaksi zat gizi dalam tubuh. Adapun faktor
9
eksterinsik berkaitan dengan keadaan makanan seperti perlakuan pengolahan dan pemasakan, daya cerna makanan, keanekaragaman pangan, kelarutan zat gizi, interaksi sinergisme dan antagonisme dengan zat gizi lain dalam makanan yang berpengaruh pada penyerapan (O‘dell 1997; Potter & Hotckiss 1995; WHO 1996 dalam Rajagukguk 2004). Allen (1982) menyebutkan, komponen makanan yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium meliputi fosfor, protein, komponen tumbuhan (serat, fitat, dan oksalat), laktosa, dan lemak. Lebih lanjut Gropper et al. (2005) menambahkan, keberadaan kation divalen (bervalensi dua)
juga dapat
mengurangi absorpsi kalsium. Berikut adalah penjelasan masing-masing komponen makanan yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium. A. Fosfor Kalsium dan fosfor saling memiliki hubungan yang erat dalam proses absorpsi kalsium. Secara teoritis, pengaruh fosfor terhadap absorpsi kalsium terjadi melalui dua jalan yaitu 1). secara langsung, mempengaruhi ketersediaan kalsium melalui interaksinya dalam diet dan 2). secara tidak langsung, dimediasi oleh respon hormonal tubuh terhadap kekurangan atau kelebihan fosfor (Allen 1982). Linder (2006) menyebutkan, konsumsi kalsium hendaknya dalam kisaran yang sama dengan konsumsi fosfor walaupun rasio kalsium dengan fosfor 1:1,5 mungkin dapat diterima. Tetapi rasio yang lebih dari 1:2, terutama jika konsumsi kalsium rendah, akan menyebabkan pengaruh negatif seperti demineralisasi tulang. B. Protein Protein harian juga berkaitan erat dengan absorpsi kalsium. Hasil penelitian Heaney (2002) menjelaskan bahwa peningkatan asupan protein akan meningkatkan ekskresi kalsium di urin dan menyebabkan keseimbangan kalsium negatif. Menurut Broody (1999) efek ini disebut calciuric effect of protein. Heaney (2002) menjelaskan bahwa hal ini disebabkan karena asupan protein yang tinggi akan menigkatkan laju filtrasi glomerolus sehingga resorpsi kalsium di dalam tubulus ginjal akan berkurang, dengan demikian kalsium lebih banyak dibuang ke urin. Menurut Hugges dan Harris (2002), pada asupan kalsium harian yang rendah (<800 mg/hr), asupan protein 20% lebih tinggi berasosiasi dengan penurunan jumlah kalsium yang diabsorpsi sebanyak 23%. Heaney (2002) menyimpulkan bahwa protein dan kalsium bersifat sinergis terhadap tulang jika
10
keduanya tersedia dalam jumlah yang cukup dalam diet, dan bersifat antagonis jika asupan kalsium rendah. C. Komponen tumbuhan Beberapa penelitian secara in vitro menjelaskan bahwa serat makanan mengikat beberapa mineral sehingga menurunkan tingkat kelarutan dan bioavailabilitasnya (Ink 1988). Komponen utama serat makanan diklasifikasikan sebagai materi penyusun dinding sel tumbuhan (selulosa, polisakarida nonselulosa, dan lignin) atau polisakarida nonstruktural seperti pektin, gum, musilage,
dan
beberapa
hemiselulosa
(Allen
1982).
Selulosa
dapat
meningkatkan massa feses dalam usus dan mengurangi transit time sehingga mengurangi waktu yang tersedia untuk absorpsi kalsium. hemiselulosa menstimulasi proliferasi oleh mikroba, yang pada akhirnya akan mengikat kalsium sehingga kalsium tidak dapat diabsorpsi (Gropper et al. 2005) Adanya asam fitat akan membentuk kalsium fosfat yang tidak dapat larut sehingga tidak dapat diabsorpsi (Almatsier 2006). Fitat atau juga sering disebut asam fitat atau mioinositol heksafosfat ditemukan pada beberapa pangan yang berasal dari tumbuhan seperti kacang-kacangan, biji-bijian dan sereal. Fitat mengikat kalsium dan menurunkan ketersediaannya khususnya jika rasio fitat : kalsium lebih dari 0.2 (Gropper et al 2005). Oksalat terdapat dalam jumlah yang besar pada sayuran daun berwarna hijau seperti bayam. Rasio kalsium dengan oksalat biasanya kurang dari 0,5, yang mengindikasikan bahwa semua kalsium yang terkandung dalam sayuran daun hijau seluruhnya berada dalam bentuk terikat dengan oksalat (Allen 1982). Absorpsi kalsium di usus dihambat oleh oksalat dengan mengkelat kalsium dan meningkatkan ekskresinya lewat feses (Gropper et al 2005). Absorpsi kalsium dalam bentuk kalsium oksalat hanya sekitar 10%. Kalsium yang berasal dari bayam hanya diabsorpsi sekitar 5% (Broody 1999). Sama halnya dengan oksalat dan fitat, keberadaan tanin dalam teh juga akan menghambat penyerapan kalsium (Bredbenner et al. 2007). D. Laktosa Laktosa juga akan meningkatkan absorpsi bila tersedia cukup enzim laktase. Laktosa meningkatkan transpor kalsium melalui difusi di ileum dibandingkan dengan transpor aktif (Allen 1982). Reiser (1988) menjelaskan bahwa laktosa diduga dapat meningkatkan potensial transmembran mukosa dan
11
mendorong influks kalsium lewat brush border dan dengan demikian akan meningkatkan absorpsi kalsium. Interaksi laktosa dengan kalsium membentuk kompleks kalsium laktat yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi. Fermentasi laktosa oleh mikroba usus akan menghasilkan asam yang dapat menurunkan pH sehingga absorpsi lebih optimal. Penelitian yang dilakukan oleh Kabayashi et al. tahun 1975 memperlihatkan bahwa hidrolisis laktosa oleh enzim laktase menjadi galaktosa dan glukosa lebih efektif dalam meningkatkan absorpsi kalsium (Allen 1982). E. Lemak Asam lemak makanan yang tidak terabsorpsi memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya steatorea yang dapat menurunkan absorpsi kalsium melalui pembentukan kompleks asam lemak dan kalsium (insoluble calcium shoaps) dalam lumen di usus halus yang tidak dapat diabsorpsi dan akan diekskresikan lewat feses (Gropper et al. 2005). Pembentukan kompleks asam lemak dan kalsium akan meningkatkan panjang rantai asam lemak dan menurunkan tingkat ketidakjenuhannya (Allen 1982). F.
Kation divalen Gropper et al. (2005) menjelaskan bahwa keberadaan kation divalen
(bervalensi 2) seperti magnesium dan seng dapat mengurangi absorpsi kalsium ketika magnesium atau seng berada dalam keadaan berlebih dalam saluran pencernaan karena kedua mineral tersebut akan saling berkompetisi dalam hal penyerapannya di usus. Pengaruh kation divalen dalam bioavailabilitas kalsium dapat dikurangi jika konsumsinya tidak bersamaan sehingga keberadaannya dalam usus lebih rendah dari kalsium. Zat Besi Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Tubuh manusia mengandung 2-4 gram besi atau setara dengan 38 mg/kg berat badan wanita atau 50 mg/kg berat badan pria. Lebih dari 65% zat besi dlm tubuh ditemukan dlm hemoglobin, lbh dr 10% dlm bentuk myglobin, dan 1-5% sbg bagian enzim. Sisanya beredar dlm darah atau disimpan. Makanan yang dikonsumsi manusia normal umunya mengandung kira-kira 20-25 gram besi/hari (Winarno 2008). Menurut Muchtadi (1989), dalam tubuh zat besi dapat ditemukan dalam hemoglobin atau pigmen respirasi (60-70% total besi), mioglobin atau protein otot
12
bergaris yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen, enzim-enzim heme intraseluler(katalase dan sitokrom oksidase), metaloprotein (aktinoksidase, suksinodehidrogenase, DPNH sitoreduktase), kromatin, ferritin atau bentuk cadangan zat besi dalam jaringan retikuloendotelial
(15% total besi), dan
transferin atau bentuk transpor besi yang terikat pada beta-globulin (0,1% total besi). Besi dalam badan sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Dalam sebuah molekul hemoglobin terdapat empat heme. Sel darah merah merah memiliki masa hidup 120 hari. Dalam tubuh terdapat 20.000 milyar sel darah merah. Setiap menit diproduksi dan didaur ulang 115 juta sel darah merah. Daur ulang sel darah melah terjadi di limpa dan besi yang terlepas digunakan kembali dalam metabolisme. Selain itu besi juga terdapat di sel-sel otot, khususnya miglobin. Berbeda dengan hemoglobin, mioglobin terdiri dari satu pigmen heme untuk setiap protein (Winarno 2008). A. Metabolisme Zat Besi Zat besi yang ada dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari daur ulang sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan zat besi yang diserap dari saluran pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut besi hasil hemolisis merupakan sumber utama. Pada manusia normal kira-kira 20-25 mg besi per hari berasal dari hemolisis, adapun yang berasal dari makanan hanya berkisar 1 mg. Dalam keadaan normal diperkirakan orang dewasa menyerap dan mengeluarkan zat besi sekitar 0,5 – 2,0 mg per hari (Winarno 2008). Metabolisme zat besi terbagi menjadi lima bagian utama, yakni penyerapan, transportasi, pemanfaatan, penyimpanan, dan pembuangan. Besi dalam bahan makanan umumnya terdapat dalam bentuk heme (organik) dan nonheme (anorganik). Besi heme diabsorbsi di sel mukosa sebagai kompleks poriferin utuh. Selanjutnya besi yang ada dalam protein heme harus dibebaskan dahulu melalui pencernaan protein sehingga gugus hemenya terlepas. Proses pemecahan ikatan protein dengan gugus besi heme terjadi di lumen duodenum. Selanjutnya gugus besi heme yang telah dibebaskan dari protoforforin dengan bantun enzim hemooksigenase yang memecah cincin porfirin akan menghasilkan ion ferri (Fe3+), biliverdin, dan gas CO2 (Fairbank 1999).
13
Adapun besi non heme agar dapat diserap dalam tubuh melalui usus halus harus berada dalam bentuk terlarut (Fe2+). Oleh karena otu besi non heme akan diionisasi lebih dahulu oleh asam lambung, direduksi dalam bentuk ferro dan selanjutnya dilarutkan dalam cairan pelarut seperti asam askorbat, gula, dan asam amino yang mengandung sulfur (Fairbanks 1999). Besi heme dan non heme akan melawati jalur yang sama setelah meninggalkan sel mukosa usus dalam bentuk yang sama dengan alat angkut yang sama. Absorbsi fe terutama terjadi di bagian atas usus halus (duodenum) dengan bantuan alat angkut protein khusus, yaitu transferin dan ferritin. Transferin terdapat dalam dua bentuk, transferin mukosa yang mengangkut besi dari saluran cerna ke dalam sel mukosa serta transferin reseptor yang ada di dalam sel mukosa dan mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh. Transferin dapat mengikat dua ion ferri sekaligus dalam sekali waktu (Almatsier 2006). Taraf absorbsi oleh sel mukosa ditentukan oleh kebutuhan tubuh. B. Fungsi Zat Besi dalam Tubuh Zat besi terdapat dalam semua sel tubuh dan memegang peranan penting dalam beragam reaksi biokimia. Besi yang terdapat dalam enzim-enzim bertanggung jawab mengangkut elektron dari sitokrom, mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase) serta mengangkut oksgen melaui ikatan hemoglobin dan mioglobin (Hallberg 1988). Dalam setiap sel besi bekerjasama dengan beberapa protein rantai transpor elektron dalam melaksanakan tahapan akhir jalur metabolik yang menghasilkan energi. Proten memindahkan hidrogen dan elektron dari zat-zat gizi penghasil energi kepada oksigen, membentuk air, dan berperan dalam proses pembentukan ATP yang akan digunakan oleh sel (Rolfes & Whitney 2008). Zat besi juga mempengaruhi kemampuan belajar, sistem kekebalan tubuh. C. Kekurangan dan Kelebihan Zat Besi Jika tubuh mengalami kekurangan zat besi maka akan timbul anemia yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin. Selain itu secara fisik tubuh penderita akan pucat, lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran dan kekebalan tubuh, menurunnya kemampuan kerja dan konsentrasi belajar, gangguan penyembuhan luka serta apatis dan mudah tersinggung pada anak-anak (Almatsier 2006). Kelebihan zat besi terjadi bila kadar besi dalam tubuh mencapai 200 – 1500 mg baik dalam bentuk simpanan protein ferritin ataupun homosiderin dalam
14
hati (30%), sum-sum tulang belakang (30%), dan dalam limpa dan otot. Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg dimobilisasi setiap harinya untuk keperluan metabolisme tubuh (Almatsier 2006). Sebanyak 0,5 – 1 mg zat besi dikeluarkan setiap harinya melalui urine, keringat, dan feses. Besi dalam bentuk hemoglobin juga dapat keluar dri dalam tubuh jika terjadi pendarahan, menstruasi, kerusakan saluran urin (Suhardjo & Kusharo 1992). Bioavailabilitas Zat Besi Bioavailabilitas didefinisikan sebagai proporsi zat gizi yang digunakan oleh tubuh secara aktual dari pangan yang dikonsumsi (Hambracus 1999). Adapun bioavailabilitas zat besi didefinisikan sebagai jumlah zat besi dari bahan pangan yang ditransfer dari lumen usus ke dalam darah (Latunde-Dada, & Neale 1986). Bioavailabilitas zat besi sangat terkait dengan proses absorbsi zat besi dalam usus halus (duodenum) sehingga istilah bioavailabilitas zat besi dapat disamakan dengan absorbsinya dalam usus. Secara umum faktor yang mempengaruhii bioavailabilitas zat besi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor endogen (kondisi tubuh) dan faktor eksogen (zat makanan). Faktor eksogen yang mempengaruhi bioavailabilitas zat besi meliputi berbagai komponen bahan pangan yang berinteraksi dalam pelepasan zat besi, yaitu kandungan zat besi dalam bahan pangan, bentuk zat besi dalam bahan pangan, faktor pendorong dan penghambat absorbsi zat besi yang berasal dari makanan. A. Kandungan zat besi. Hallberg (1988) mengemukakan bahwa kandungan zat besi dalam bahan pangan khususnya zat besi nonheme menentukan jumlah zat besi yang diabsorbsi. Weaver & Heaney (2008) juga menyatakan bahwa fraksi zat besi yang diserap umumnya bervariasi dan rata-rata akan berkebalikan dengan asupannya. Efisiensi absorbsi zat besi memang berbanding terbalik dengan total zat besi dalam makanan. Semakin besar total zat besi makanan, maka persentase zat besi yang diabsorbsi akan semakin rendah (Yeung & Laquarta 2003) B. Bentuk zat besi. Bentuk zat besi yang terkandung dalam makanan juga menentukan ketersediaannya untuk diserap karena kelarutan besi dalam medium intralumenal saluran pencernaan merupakan prasyarat bagi absorbsi. Garam ferro sederhana
15
lebih mudah diserap daripada garam kompleks dan garam ferri. Besi ferro memiliki ketersediaan yang lebih tinggi karena memiliki kelarutan lebih besar pada pH saluran cerna usus yang basa. Sedangkan besi ferri akan mengendap sebagai ferri oksida pada pH di atas 3.5 sehingga berkurang kelarutannya dan lebih sulit untuk diserap oleh usus. Oleh karena itu besi ferro dapat diserap 3 kali lebih besar daripada besi ferri (Rolfes & Whitney 2008) Zat
besi
heme
dan
noheme
juga
memiliki
perbedaan
dalam
bioavailabilitasnya. Zat besi heme memiliki bioavailabilitas yang tinggi yaitu sekitar 15-30% karena diserap secara utuh dalam cincin porfirin dan tidak terekspos ligan –ligan penghambat (pengikat) yang ada dalam makanan. Zat besi nonheme dalam bahan pangan masuk ke dalam pool yang memudahkan dipertukarkan (exchangeable pool). Pool ini menyebabkan adanya efek dari ligan-ligan pendorong dan penghambat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu hanya 2-20% besi non-heme yang dapat diserap tergantung pada ligan dan status zat besi seseorang (Rolfes & Whitney 2008). Zat besi heme lebih banyak ditemukan pada pangan hewani dan proporsi zat besi nonheme dalam bahan pangan nabati lebih besar baik pada pangan hewani maupun pangan nabati. Oleh karena itu Muhilal et al. (1998) mengklasifikan makanan sehari-hari berdasarkan kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi zat besi dari makanan tersebut, yaitu absorbsi besi rendah atau sama dengan 5% , (2) absorbsi besi sedang atau sama dengan 10% dan (3) absorbsi besi tinggi atau sama dengan 15%. Sementara Whitney et al. (1998) mengkategorikan ketersediaan besi nonheme dalam makanan berdasarkan penyerapannya, yaitu (1) ketersediaan tinggi; jika besi nonheme diserap sebesar 8%, (2) ketersediaan sedang; jika besi nonheme diserap sebesar 5%, dan (3) ketersediaan rendah; jika besi nonheme hanya diserap sebesar 3%. kecukupan konsumsi zat besi Menurut Hallberg (1988) absorbsi besi nonheme jelas dipengaruhi oleh berbagai faktor makanan. Beberapa faktor dapat meningkatkan absorbsi yaitu daging, ikan, dan asam askorbat. Bahan pangan lain yang dapat menghambat adalah yang mengandung fitat dan tanin. Di sisi lain absorbsi besi heme dipercepat oleh daging tetapi tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorbsi besi nonheme Rolfes & Whitney (2008) menambahkan bahwa ketersediaan besi yang dapat diserap oleh sel-sel mukosa juga ditentukan oleh kekuatan ikatan besi-
16
kelat, kelarutan dari kompleks, faktor lingkungan seperti pH dan adanya competiting chelator lainnya. Selama pencernaan besi nonheme dapat berubah valensinya dan secara cepat membentuk kompleks besi-kelat dengan ligan-ligan seperti asam askorbat, fitat, tanin, dan oksalat. Kestabilan besi kelat meningkat seiring denan peningkatan konsentrasi ligan pengkelat. Adanya faktor pengendap dan pengkilasi (pengkelat) dalam bahan makanan tidak hanya mempengaruhi daya guna besi heme dalam bahan makanan tetpi juga daya guna besi nonheme dalam bahan makanan lain yang berada pada diet yang sama. Jadi ketersediaan total besi dalam diet ditentukan oleh campuran beberapa faktor yang berkompetisi dalam mengikat besi (Linder 2006). Cookies PGT (Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun) A. Cookies BSN (1992) dalam SNI 01-2973-1992 mendefinisikan cookies sebagai salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Berikut adalah syarat mutu produk cookies yang berlaku secara umum di Indonesia. Tabel 1 Syarat mutu cookies berdasarkan SNI 01-2973-1992 Kriteria Uji Klasifikasi Kalori (Kalori/100 gram) Minimum 400 Air (%) Maksimum 5 Protein (%) Minimum 9 Lemak (%) Minimum 9.5 Karbohidrat (%) Minimum 70 Abu (%) Maksimum 1.5 Serat kasar (%) Maksimum 0.5 Logam berbahaya Negatif Bau dan rasa Normal dan tidak tengik Warna Normal Sumber : BSN (1992)
Cookies terbuat dari adonan solid dan liquid (cair) dan mempunyai sifat yang tahan lama. Bahan solid pada adonan cookies dapat berupa tepung, gula dan susu, sementara bahan liquidnya berupa lemak dan telur. a. Lemak. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada variasi pembagian tipe cookies. Lemak di dalam adonan berfungsi sebagai shortening sehingga tekstur cookies lebih lembut. Lemak juga memberi flavor. Lemak yang umunya digunakan pada pembuatan cookies adalah mentega (butter) dan margarin. Lemak yang digunakan 65 – 75 % dari jumlah tepung. Agar rasa dan aroma cookies optimal,
17
mentega dan margarin dapat dicampur dengan proporsi berturut-turut 80% dan 20%. Penggunaan lemak berlebihan akan mengakibatkan kue melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret dimulut (Faridah 2008). b. Gula. Jumlah gula yang ditambahkan berpengaruh terhadap tesktur dan penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur dan memberi warna pada permukaan cookies. Peningkatan kadar gula dalam adonan mengakibatkan cookies semakin keras. Waktu pembakaran juga harus sesingkat mungkin agar cookies tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna. Jenis gula yang umum digunakan yaitu gula bubuk (icing sugar) untuk adonan lunak dan gula kastor (gula pasir yang halus butirannya) (Faridah 2008). c. Telur. Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur merupakan pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna serta membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama pengocokan. Penggunaan kuning telur memberikan tekstur cookies yang lembut karena kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Faridah 2008). d. Susu Skim. Susu skim berbentuk padatan (serbuk) yang memiliki aroma khas kuat dan sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian susu yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36.4%. Susu skim berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang (Faridah 2008). B. Umbi Garut (Maranta arundinaceae L) Tanaman garut (Maranta arundinaceae L) oleh masyarakat Jawa Barat (Sunda) dikenal dengan nama patat sagu, irut, arut, garut, jelarut. Di Amerika tanaman garut dikenal dengan nama arrow-root. Garut merupakan tanaman semak semusim yang memiliki tinggi 75-90 cm. Batangnya semu, bulat, membentuk rimpang berwarna hijau. Daunnya tunggal, bulat memanjang dengan ujung runcing berpelepah, berbulu dan berwarna hijau (Astuti 2008).
18
Gambar 1 Umbi garut Deptan (2007) menyebutkan, tanaman garut mempunyai 2 kultivar utama yaitu Creole dan Banana. Kedua kultivar tersebut sama-sama berwarna putih, berikut adalah ciri dan sifat yang membedakan masing-masing kultivar : a. Creole : Rhizomanya kurus panjang, menjalar luas dan menebus ke dalam tanah. Sering disebut akar cerutu atau cigar root. Setelah dipanen kultivar ini mempunyai daya tahan tujuh hari sebelum dilakukan pengolahan. Kultivar creole telah tersebar luas di areal petani. b. Banana, Rhizomanya lebih pendek dan gemuk, tumbuh dengan tandan terbuka pada permukaan tanah. Umbinya terdapat dekat dengan permukaan tanah sehingga lebih mudah dipanen. Memiliki akar cerutu sangat kecil sekali sehingga hasil panen lebih tinggi. Kandungan serat lebih sedikit sehingga lebih mudah diolah. Meskipun demikian, setelah pemanenan kualitas umbi menurun cepat sekali sehingga harus segera diolah (paling lama 48 jam setelah panen). Berikut adalah kandungan zat gizi masing-masing kultivar. Kandungan zat gizi dipengaruhi oleh umur tanam dan keadaan tempat tumbuhnya (Lingga et al. 1986). Tabel 2 Komposisi kimia umbi garut per 100 gram a,b Umbi Garut Kandungan Creole Banana Air (g) 69,1 72,0 Abu (g) 1,4 1,3 Lemak (g) 0,1 0,1 Protein (g) 0,3 2,2 Serat (g) 1,0 0,6 Pati (g) 21,7 19,4 Sumber : a. Lingga et al. 1986 b. Muchtadi 1989
Umbi garut sebagian besar diolah menjadi tepung. DKBM (2007) menyebutkan dalam 100 gram tepung umbi garut terkandung kalori (355,00 kal), protein (0,70 g), lemak (0,20 g), karbohidrat (85,20 g), kalsium (8,00 g), fosfor (22,00 g), zat besi (1,50 g), vitamin B1 (0,09 mg), air (13,60 g). Garut juga memiliki kandungan kimia saponin dan flavonoid. Selain diolah menjadi tepung,
19
pati umbi garut juga banyak digunakan oleh masyarakat. Pati adalah polisakarida yang dibentuk dari sejumlah molekul glukosa dengan ikatan -glikosidik (Anggraini 2007). Pati garut merupakan salah satu hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan tinggi. Kekentalan dipengaruhi oleh keasamaan air yang digunakan dalam proses pengolahanya (Kay 1973). Kandungan pati dalam umbi garut lebih dari 12% dan proteinnya 1-2% dari bobot kering (Rubatzky et al. 1995 dalam Herminiati 2005). Villamajor & Jurkema (1996) menyatakan bahwa pati garut mengandung mineral kalium dalam jumlah cukup besar. Menurut Kay (1973) pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: (1) mudah larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, (2) memiliki bentuk oval dengan panjang 15-17 mikron, (3) varietas banana memiliki granula lebih besar dibandingkan varietas creole, (4) suhu awal gelatinisasi adalah 70oC, (5) mudah mengembang jika kena panas dengan daya mengembang 54%, dan (6) ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial, yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18,5%, kandungan abu dan serat rendah, pH 4,5-7, kekentalan 512-640 satuan Brabender. Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makan sapihan. C. Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) biasa disebut ―Torbangun‖ oleh orang Simalungun atau daun bangun-bangun oleh orang Batak Toba dan Karo (Damanik et al. 2001). Dalam bahasa Simalungun, ―Torbangun‖ berasal dari kata ―bangun‖ yang berarti bangkit, dimana mereka percaya bahwa ibu yang baru melahirkan pasti lemah dan membutuhkan kekuatan untuk penyembuhan. Pemberian tanaman torbangun dapat mengembalikan ibu ke kondisi seimbang. Daun torbangun juga telah digunakan oleh masyarakat Batak Sumatera Utara
20
sebagai makanan yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang baru dilahirkan (Damanik 2005).
Gambar 2 Daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) Rumetor
(2008)
menyebutkan,
dalam
daun
tanaman
torbangun
ditemukan tiga komponen utama yang berkhasiat. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponen gizi adapun komponen ketiga adalah komponen farmaseutika (senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibakterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil). Hasil uji fitokimia menunjukkan dalam daun tanaman torbangun terkandung alkaloid, flavonoid, dan tanin. Kandungan kimiawi daun torbangun antara lain berupa kalium, minyak atsiri (2%), karvakrol, isoprofil-o-kresol, karvon, limonen, dihidrokarvon, dihidrokarveol, asetaldehida, furol, dan fenol (Adi 2006). Menurut Savithramma et al. (2007), salah satu efek farmakologis tanaman ini adalah dapat mengobati penyakit asma bila 15 mL jus daun torbangun
dicampur
dengan
madu
dan
diminum
dua
kali
per
hari.
menambahkan, campuran jus torbangun dengan madu juga sangat cocok untuk menambah tenaga, sebagai expectorant (melancarkan keluarnya lendir pada saluran pernafasan), mengobati asma, batuk kronis, bronkitis, sakit perut, perut kembung dan rematik. Selain mengandung zat aktif, daun torbangun juga kaya akan kandungan zat gizi. Berikut adalah kandungan gizi daun torbangun. Tabel 3 Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram Kandungan gizi Kadar Energi kalori (Kal) 27 Protein (g) 1.3 Lemak (g) 0.6 Karbohidrat (g) 4.0 Zat Besi (mg) 13.6 Magnesium (mg) 62.5 Kalsium(mg) 279 Potasium (mg) 52 Abu (g) 1.6 Serat (g) 1.0
21
Kandungan gizi Karoten total Vitamin B1 (μkg) Vitamin C (mg) Air (%) Berat dapat dimakan(%)
Kadar 13288 0.16 5.1 92.5 66
Sumber: Mahmud et al. (2009)
Minuman Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Menurut Winarno (2008), setiap hari manusia membutuhkan sekitar 2,5 L air, diperkirakan 1,5 L dipenuhi dari air minum dan 1 L sisanya berasal dari bahan makanan. Popkin et al. (2006) menyebutkan, pola konsumsi di Amerika menunjukkan 76% dari total kebutuhan air dipenuhi dari minuman selain air putih (baverage). Jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi berturut-turut adalah air teh (33%), Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) (25%), air kopi (21%), susu (15%) dan jus jeruk (6%). Jenis minuman yang dikombinasikan dengan cookies pada penelitian ini meliputi AMDK, susu cair siap minum (susu UHT), air teh (diseduh dari teh hitam celup), dan air kopi (diseduh dari kopi mix). A. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) BSN (2006) mendefinisi AMDK sebagai air baku yang telah diproses dengan perlakuan khusus, dikemas dalam botol atau kemasan lain serta memenuhi persyaratan sebagai air minum. AMDK terbagi atas dua jenis, air mineral dan air demineral. Air mineral adalah AMDK yang mengandung mineral dengan jumlah tertentu tanpa menambahkan mineral, sementara air demineral adalah AMDK yang diperoleh melalui proses destilasi, deionisasi, reverse osmosis, dan proses setara lainnya. Berikut adalah syarat mutu AMDK yang dituangkan dalam SNI 01-3553-2006. Tabel 4 Syarat mutu AMDK berdasarkan SNI 01-3553-2006 Kriteria Uji Air Mineral Air Demineral Ph 6,0 - 8,5 5,0 – 7,5 Kekeruhan Maks 1,5 NTU Maks 1,5 NTU Zat yang terlarut Maks. 500 mg/L Maks. 10 mg/L Zat organik Maks. 1,0 mg/L Total organik karbon Maks 0,5 mg/L Sumber : BSN (2006)
Secara fisik air mineral dan air demineral nampak sama sehingga keduanya sulit dibedakan, meskipun demikian pada kemasan air mineral akan tertulis jenis dan kadar mineral yang terkandung di dalamnya (Andarwulan 2010). AMDK mungkin mengandung kalsium dan magnesium dalam jumlah yang
22
berbeda-beda. AMDK juga mengandung flouride, namun kadarnya lebih sedikit dari air ledeng yang dimasak pada umumnya. Kalsium, magnesium, dan flouride AMDK dapat diserap dengan baik sehingga berkontribusi memenuhi kebutuhan mineral sehari-hari (Popkin et al. 2006). B. Susu Segar dalam Kemasan (Susu UHT) Susu didefinisikan sebagai produk kelenjar susu (mammary gland) atau sekresi dari kelenjar susu binatang menyusui (Marliyati, Sulaeman & Anwar 1992). Produk susu baik dalam bentuk segar maupun olahan sebagian besar berasal dari sapi. Oleh karena itu, istilah susu biasanya mempunyai pengertian sebagai susu sapi, kecuali bila dinyatakan jenis hewan lainnya di belakang kata susu (Rahman et al. 1992). Lebih lanjut Rahman et al. (1992) menjelaskan, secara kimia susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral, dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Komponen utama susu ialah air, lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu), dan abu. Dibandingkan dengan pangan lain, kalsium di dalam susu tersedia dalam jumlah lebih tinggi dan memiliki bioavailabilitas yang tinggi pula. Meskipun demikian kadarnya sangat bervariasi bergantung pada jenis ternak, umur ternak, waktu pemerahan, urutan pemerahan, musim, makanan ternak, dan penyakit. Secara umum komposisi zat gizi dalam susu dapat dilihat pada tabel 5.
Energi Karbohidrat Protein Lemak Kalsium Fosfor Magnesium Zat Besi Vitamin A Vitamin C Vitamin B1 Riboflavin Niasin Asam Folat Vitamin B12 Vitamin D Vitamin E
Tabel 5 Komposisi susu segar (per 100 mL) Zat Gizi Jumlah 122 Kal 8.6 g 6.6 g 7.0 g 286 mg 120 mg 26.9 mg 3.4 mg 90 RE 2 mg 0.06 mg 0.34 mg 0.16 mg 6 – 16 µg 1.0 µg 1.0 – 8.8 IU 0.16 mg
Sumber : Hardisyah & Briawan (1994) Buckle et al (1987)
Menurut Jonsson (2009), susu tersedia dalam bentuk segar maupun olahan. Produk olahan susu telah berkembang luas sejak lama, antara lain
23
berupa susu bubuk, susu kental manis, susu evaporasi, keju, yoghurt, kefir, dadih, dan sebagainya. Susu segar biasanya berbentuk cair dan tersedia dalam kemasan (ready to drink) ataupun tidak dalam kemasan (loose milk). Jenis susu segar dalam kemasan yang paling umum dikenal adalah susu UHT (Ultra High Temperature). Meningkatnya konsumsi susu cair ready to drink erat kaitannya dengan keamanan, kesehatan, dan kenyamanan. BSN (1998) mendefinisikan susu UHT sebagai produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu minimal pada suhu 135˚C selama 3 detik, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan atau bahan tambahan makanan yang diizinkan, serta dikemas secara aseptik. Berdasarkan rasanya, susu UHT diklasifikasikan menjadi susu UHT tawar dan berpenyedap citarasa. Komarudin (2000) menambahkan, rasa susu yang paling disukai adalah rasa coklat. Berikut adalah syarat mutu susu UHT yang ditetapkan BSN dalam SNI 01-3950-1998. Tabel 6 Syarat mutu susu UHT berdasarkan SNI 01-3950-1998 Kriteria Uji Protein Lemak Berat kering tanpa lemak Total padatan Seng (Zn)
Persyaratan Kadar Susu UHT tawar Susu UHT bercitarasa Min. 2,7 (%b/b) Min. 2,4 (%b/b) Min. 3,0 (%b/b) Min. 2,0 (%b/b) Min. 8,0 (%b/b) Min. 12 Maks. 40,0 mg/Kg Maks. 40,0 mg/Kg
Sumber : BSN (1998)
C. Teh Hitam Celup Teh merupakan jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi setelah air, kurang lebih 120 mL/hari/kapita (McKay & Blumberg 2002). Agustina (2010) menyebutkan, berdasarkan tingkat oksidasinya teh diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu teh putih (tidak mengalami proses oksidasi sama sekali), teh hijau (mengalami proses oksidasi minimal), teh oolong (mengalami proses oksidasi sebagian) dan teh hitam (teroksidasi sempurna). McKay & Blumberg (2002) menambahkan, diantara jenis teh tersebut, teh hitam merupakan jenis teh yang paling banyak dikonsumsi (76 – 78%), disusul teh hijau (20 - 22%), dan teh oolong (< 2 %). Berdasarkan jenis kemasannya, teh dapat dibedakan menjadi teh celup, teh seduh, teh pres, teh stik, dan teh instant. Teh celup adalah teh yang dikemas dalam kantong kecil dari kertas. Teh celup merupakan jenis teh kemasan yang populer dan paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena praktis (Agustina 2010). BSN (1995) dalam SNI 01-3753-1995 mendefinisikan teh hitam
24
celup sebagai teh kering hasil fermentasi pucuk dan daun muda termasuk tangkai tanaman teh (Theasinensis L sims) yang dikemas dalam kantong khusus untuk dicelup. Berikut adalah syarat mutu teh hitam celup yang ditetapkan BSN dalam SNI 01-3753-1995. Tabel 7 Syarat mutu teh celup hitam berdasarkan SNI 01-3753-1995 Kriteria Uji Persyaratan Kadar Ekstrak dalam air Min. 32 (%b/b) Air Maks. 10 (%b/b) Serat kasar Maks. 16,5 (%b/b) Abu 4 – 8 (%b/b) Abu larut dalam air Min. 45 (%b/b) Abu tidak larut dalam air Maks. 1,0 (%b/b) Sumber : BSN (1995)
Komponen kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari substansi fenol (flavonol yang terdiri dari katekin dan isomernya), substansi bukan fenol (karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, klorofil, dan mineral), substansi aromatis dan enzim. Komponen kimia tersebut bervariasi jumlahnya, bergantung pada jenis klon, variasi musim dan kondisi tanah, perlakuan kultur teknis, umur daun, dan banyaknya sinar matahari yang diterima. Komponen kimia daun teh segar akan sangat berpengaruh terhadap mutu teh (warna, flavor, dan rangsangan seduhan teh) meliputi yang dihasilkan (Nasution & Tjiptadi 1975). Berikut adalah komposisi komponen kimia daun teh segar dan daun teh hitam : Tabel 8 Komposisi komponen kimia daun teh segar dan daun teh hitam Komponen Daun Segar (%) Teh Hitam (%) Selulosa & serat kasar 34 34 Protein 17 16 Klorofil dan pigmen 1,5 1 Pati 8,5 0,25 Tanin 25 18 Tanin teroksidasi 0 4 Kafein 4 4 Asam amino 8 9 Mineral 4 4 Abu 5,5 5,5 Sumber : Nasution & Tjiptadi (1975)
Hasil penelitian Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, Jawa Barat menunjukkan bahwa kandungan polifenol pada teh Indonesia kurang lebih 1.34 kali lebih tinggi dibandingkan teh dari negara lain (PPTK 2008). Katekin merupakan senyawa polifenol utama pada teh, mencapai 90% dari total kandungan polifenol. Katekin menyusun 20-30 persen dari berat kering daun teh dan merupakan senyawa terpenting dalam menentukan perubahan rasa, warna, dan aroma teh. Katekin adalah tanin yang tidak mempunyai sifat menyamak atau
25
menggumpalkan protein, berbeda dengan tanin yang terdapat pada tumbuhantumbuhan lainnya (Kustamiyati 1987). Tanin sendiri merupakan salah satu komponen asam amino yang terdapat pada daun teh hijau. Tanin hanya terdapat dalam bentuk bebas (non protein) dan sekitar 50% dari total asam amino bebas dalam teh adalah tanin. Setiap 3 – 4 cangkir teh hijau mengandung 100 – 200 mg tanin. Tanin diketahui dapat mengurangi kecemasan terutama pada wanita muda, mengurangi tekanan darah tinggi dan meningkatkan konsentrasi dan belajar. Meskipun demikian, Williams (1995) menyatakan kandungan tanin yang tinggi dalam teh dapat menurunkan abosorbsi zat besi teh hingga 60%. D. Kopi Mix Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae, terdiri banyak jenis kopi namun yang paling umum dikenal adalah jenis Arabica, Robusta dan Liberica (Ridwansyah 2003). Industri pengolahan kopi pada umumnya menggunakan bahan baku biji kopi Arabika dan Robusta dengan komposisi perbandingan tertentu. Kopi Arabika digunakan sebagai sumber citra rasa, sedangkan kopi Robusta digunakan sebagai campuran untuk memperkuat body. Kopi Arabika memiliki citra rasa yang lebih baik, tetapi memiliki body yang lebih lemah dibandingkan kopi Robusta (Deperindag 2009). Deperindag (2009) menyebutkan, saat ini diversifikasi produk kopi olahan meliputi kopi bubuk, kopi instan, kopi biji matang (roasted coffee), kopi tiruan, kopi rendah kafein (decaffeinated coffee), kopi mix, kopi celup, ekstrak kopi, minuman kopi dalam botol dan produk turunan lainnya. BSN (1998) mendefinisikan kopi mix sebagai produk berbentuk serbuk, mudah larut dalam air, merupakan campuran kopi dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan. Berikut adalah syarat mutu teh hitam celup yang ditetapkan BSN (1998) dalam SNI 01-4446-1998. .
Air Abu Kafein Seng (Zn)
Tabel 9 Syarat mutu kopi mix berdasarka SNI 01-4446-1998 Kriteria Uji Persyaratan Kadar Maks. 7,0 (%b/b) Min. 3,0 (%b/b) Min. 0,1 (%b/b) Maks. 40 mg/Kg
Sumber : BSN (1998)
Kopi mix dikenal dengan berbagai istilah, misalnya kopi gula (duo), kopi gula susu (duo susu), dan kopi gula kreamer (tree in one). Jenis – jenis kopi di atas umumnya disajikan dalam kemasan, berupa produk berbentuk bubuk yang berisi campuran kopi murni/instant, gula/pemanis, susu/krim, dan devariasinya
26
dengan atau tanpa tambahan pangan lain yang diizinkan (Anwar & Khomsan 2009). Kandungan biji kopi yang terpenting adalah kafein yang berfungsi sebagai perangsang dan kafeol sebagai unsure flavor dan aroma. Kafein adalah kristal berwarna putih, mempunyai rasa pahit dan tergolong jenis alkaloid yang penting dalam bahan obat-obatan. Kadar kafein dalam kopi robusta jauh lebih besar daripada kopi arabika. Semakin kecil kadar kafein, rasa kopi akan semakin enak Clarke & Macrae (1987). Kafein yang terkandung pada teh sebenarnya lebih besar dibandingkan pada kopi, mencapai 2 – 4% sementara kopi hanya 1,1 – 2 % bobot kering. Meskipun demikian, karena jumlah kopi yang dibutuhkan untuk membuat secangkir minuman lebih banyak dibandikan jumlah teh pada takaran air yang sama, maka kadar kafein pada kopi seduhan lebih tinggi dibandingkan teh seduhan. Secangkir kopi instant (240 mL) mengandung kafein 62-75 mg/cangkir, lebih rendah dibandingkan kopi yang diseduh dengan sistem saring-tetes (filterdrip) mengandung kafein 85-140 mg/cangkir namun, akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan secangkir teh (240 mL) yang hanya mengandung kafein 970 mg/cangkir (Wijaya 2009). Kafein dalam kopi dapat memberi efek simultan psikoaktif atau memberi efek ―jaga‖ (alert), tidak mengantuk, dan diuretik (meningkatan kecepatan produksi urin) pada manusia maupun hewan. Oleh karena kafein juga merupakan simultan metabolik dan sistem syaraf pusat maka kafein dapat digunakan untuk pengobatan dengan tujuan mengurangi kelelahan dan mengembalikan keterjagaan mental (Muchtadi 2009). Meskipun demikian Anwar & Khomsan (2009) mengingatkan, kafein juga mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh dengan menstimulasi pernafasan dan jantung sehingga kelompok yang sensitif terhadap kopi akan merasa efek samping gelisah, tidak dapat tidur dan denyut jantung tidak teratur. Selain itu kopi juga merangsang pengeluaran asam lambung dan jika berlebihan dapat mengakibatkan luka lambung, atau penyakit lambung lainnya. Anwar & Khomsan (2009) menyebutkan konsumsi kafein sebanyak 150 250 mg/hari dapat mengurangi kelelahan, menstimulir pancaindra, dan meningkatkan aktivitas motorik tubuh. Meskipun demikian, jika kafein dikonsumsi 200 -500 mg/hari dapat menyebabkan sakit kepala tubuh gemetar, perasaan gelisah dan gugup. Konsumsi kafein mencapai 1000 mg/hari akan menimbulkan
27
kafeinisme (gejala keracunan kafein seperti insomnia, sakit kepala tubuh gemetar, perasaan gelisah dan gugup dan mudah tersinggung). Anwar & Khomsan (2009) menambahkan, kopi yang diminum sewaktu makan dapat meningkatkan pembuangan kalsium dari tubuh. Senada dengan pernyataan di atas, hasil penelitian Rapuri et al. (2001) menunjukkan bahwa konsumsi kafein >300 mg/hari dapat menyebabkan kehilangan mineral, khususnya kalsium, lebih banyak dari tulang (bone loss). Oleh karena itu Massey (2001) menyarankan, konsumsi kafein pada level sedang (< 300 mg/hari) atau setara dengan 475 mL kopi seduh, 946 mL teh seduh, dan 355 mL soft drink yang mengandung kafein.
28
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Pembuatan cookies dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan. Adapun analisis kandungan gizi serta bioavailabilitas kalsium dan zat besi cookies dilakukan di Laboratorium Analisis Zat Gizi Mikro dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Gizi II, Departeman Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor di Bogor. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua jenis cookies. Cookies pertama adalah cookies pati garut dengan penambahan daun torbangun (cookies PGT). Cookies kedua adalah cookies pati garut tanpa penambahan daun torbangun atau cookies kontrol (cookies PGK). Bahan yang diperlukan untuk membuat cookies terdiri dari margarin, mentega putih, gula halus, kuning telur, tepung susu skim, tepung pati garut, dan tepung daun torbangun. Tepung daun torbangun hanya ditambahkan pada cookies PGT dan berjumlah 10% dari tepung pati garut yang digunakan. Contoh cookies kontrol maupun PGT yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Produk cookies yang diteliti Bahan tambahan dalam penelitian ini berupa berbagai jenis minuman yang akan dikombinasikan dengan cookies. Jenis maupun merk minuman yang digunakan diasumsikan dapat merepresentasikan pola konsumsi masyarakat Indonesia sehingga dipilih berdasarkan Top Brand Award 2010 -penghargaan tahunan terhadap merek-merek yang tergolong sebagai merek yang top-. Jenis dan merk minuman yang digunakan pada penelitian ini adalah AMDK (Air Minum
29
Dalam Kemasan) merek ―Aqua‖, susu cair siap minum merek ―Ultra Milk‖, teh celup merek ―Sariwangi‖, dan kopi bubuk instant merek ―Indocafe‖. Minuman yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Kemasan minuman yang diteliti Adapun bahan kimia yang diperlukan untuk analisis bioavailabilitas kalsium dan zat besi adalah aquades, air bebas ion, asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3), asam klorida (HCL), natrium hidroksida (NaOH), natrium bikarbonat (NaHCO3), kalium hidroksida (KOH), pepsin dari porsin (Merck), pankreatin dari porsin (Merck), ekstrak bile dari porsin (Sigma B-8631), larutan standar kalsium dan zat besi. Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia dan bioavailabilitas adalah cawan porslen, gelas piala, labu erlenmeyer, labu takar, buret, pipet tetes, kertas saring whatman No. 42, pH meter, timbangan analitik, desikator, tanur, bomb calorimeter digital, shake water bath, kantung dialisis (Spectrapor I, 6000 – 8000 MWCO Fisher No. 08-670C, diameter 32.8 mm, flat width 50 mm, volume per length 8 mL/cm) dan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometri). Metode Penelitian Penelitian ini merupakan bagian kedua dari rangkaian penelitian terkait produk cookies PGT. Sebelumnya Anita Lusiya Dewi (2011) telah melakukan penelitian yang berjudul ―Formulasi cookies berbasis pati garut (Maranta arundinaceae L) dengan penambahan tepung torbangun (Coleus amboinicus Lour) sebagai sumber zat gizi mikro‖. Rangkaian penelitian ini diakhiri dengan penelitian yang berjudul ―Pengaruh penyimpanan terhadap mutu dan keamanan pangan cookies berbasis pati garut (Maranta arundinaceae L) dengan penambahan tepung torbangun (Coleus amboinicus Lour)‖ oleh Panji Azhari (2011). Secara umum penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Berikut adalah penjelasan rincinya :
30
A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mempersiapkan bahan utama (cookies) dan bahan tambahan (minuman) yang akan dikombinasikan dan dianalisis lebih lanjut pada penelitian ini. Penelitian pendahuluan meliputi empat tahapan yaitu pembuatan cookies, penetapan standar cara pembuatan dan penyajian minuman, analisis kimia cookies dan minuman, dan perhitungan perbandingan pada berbagai jenis kombinasi. a.
Pembuatan cookiesp Proses pembuatan cookies disajikan pada Gambar 5. Margarin, mentega putih, dan gula dicampur sampai terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer Ditambahkan telur dan dikocok dengan kecepatan rendah Ditambahkan pati garut, tepung daun torbangun, dan susu secara bertahap Diaduk sampai terbentuk adonan yang kalis dan mudah dibentuk Adonan cookies dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan Adonan cookies dioven pada suhu 160-200°C selama 10 -15 menit Gambar 5 Proses pembuatan cookies (Faridah 2008 – modiikasi)
b.
Penetapan standar cara pembuatan dan penyajian minuman 1)
AMDK Tersedia dalam kemasan siap saji (gelas) 240 mL. Kemasan
aseptik dibuka dengan menancapkan sedotan pada bagian atas gelas. 2)
Susu Tersedia dalam kemasan siap saji (tertra pack) 200 mL. Kemasan
aseptik dibuka dengan menancapkan sedotan pada tempat yang telah disediakan. 3)
Air teh Proses pembuatan cookies disajikan pada Gambar 6.
31
Diambil 1 tea bag dari kemasan kedap udara teh celup merk ―Sariwangi‖, dan dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL Ditambahkan 200 mL AMDK merk ―Aqua‖ yang telah dipanaskan hingga suhu 80°C tea bag digoyang-goyangkan selama 5 menit agar teh terekstaraksi Ditambahkan 2 sendok teh (10 gr) gula pasir curah Diaduk 5 putaran searah jarum jam dengan kecepatan rendah Didiamkan hingga suhu 70°C Gambar 6 Standar cara pembuatan air teh (Winarno 1995 – modiikasi) 4)
Air kopi Proses pembuatan air kopi disajikan pada Gambar 7. Dibuka kemasan kedap udara kopi bubuk instant merk ―Indocafe‖, ditimbang 9,7 g dan dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL Ditambahkan 200 mL AMDK merk ―Aqua‖ yang telah dipanaskan hingga 80°C Diaduk 5 putaran searah jarum jam dengan kecepatan rendah Diamkan hingga suhu 70°C
Gambar 7 Standar cara pembuatan air kopi (Petunjuk penyajian pada kemasan Indocafe coffe mix) c.
Analisis kimia cookies dan minuman Analisis kimia yang dilakukan meliputi kadar air (AOAC 1995), kadar abu
(AOAC 1995), kadar protein metode Kjehdahl (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), kadar karbohidrat (Winarno 1997), kadar serat kasar (SNI 012973-1992), kadar kalsium (AAS), kadar zat besi (AAS), kadar zink (AAS), kadar fosfor (metode spektrofotometer), kadar vitamin C (Sulaeman et al. 1995), dan kandungan gross energy (Almatsier 2006).
32
1)
Kadar air (AOAC 1995) Sampel sebanyak lima gram dikeringkan selama 15 jam dalam oven
1050C sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dengan rumus : Kadar Air (%) = A – B x 100% D Keterangan : A = Berat wadah dan sampel awal B = Berat dan sampel setelah dikeringkan D = Berat sampel 2)
Kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995) Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan
dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih 3 g dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama pada pada suhu sekitar 450 0C dan tahap kedua pada suhu 550 0C, pengabuan dilakukan sekitar 2-3 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan kemudian ditimbang. Persentase dari kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Abu (%) = Bobot abu (g) x 100% Bobot sampel (g) 3)
Kadar protein metode mikro kjeldahl (AOAC 1995) Kadar protein dalam sampel dianalisis dengan menggunakan
metode Kjeldahl yang merupakan analisis kadar total N. Sejumlah sampel 0,3 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan dengan katalis (selenium mix ± 0.5 g) secukupnya dan 25 ml H 2SO4 pekat. Didestruksi pada suhu tinggi hingga larutan berwarna jernih dan tidak berasap. Dinginkan dan masukkan ke labu kjedahl yang lebih besar, kemudian tambahkan 2 – 3 tetes indikator metil merah – metil biru. Tambahkan NaOH 30% sampai berwarna hijau, lalu destilasi dengan larutan penampung 20 ml H3BO3.Tambahkan 2 – 3 tetes indikator metil merah – metil biru. Diamkan hingga larutan penampung berubah warna hijau, setlah itu ujung alat destilasi dibilas. Titrasi dengan larutan HCl standar hingga berwarna keunguan.
33
%N
= mL contoh x N HCl x fp x 14 x 100% mg contoh
% Protein 4)
= % N x 6,25 (faktor koreksi)
Kadar lemak (AOAC 1995) Labu lemak terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 0
105 C, dan didinginkan dalam desikator serta dihitung beratnya. Contoh sebanyak 5 gram dalam bentuk kering dibunngkus dalam kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstrasi soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atas dan labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstrasi dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C untuk mengeluarkan sisa pelarut hingga mencapai berat yang konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu lemak kemudian ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Kadar lemak (% bb) = Berat lemak (gram) x 100% Berat contoh (gram) 5)
Kadar karbohidrat (Winarno 1997) Kadar karbohidrat ditentukan by difference yaitu hasil pengurangan
dari 100 % dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu, sehingga kadar karbohidrat tergantung karbohidrat sangat berpengaruh kepada faktor kandungan zat gizi lainnya. Penentuan dengan cara ini kurang akurat dan merupakan pertimbangan kasar sebab karbohidrat dihitung termasuk serat kasar yang tidak menghasilkan energi. Serat kasar adalah fraksi karbohidrat yang sukar dicerna. Karbohidrat (%) = 100% - % kadar (air + protein + lemak + abu) 6)
Kadar serat pangan metode enzimatis (AOAC 1995) Sampel diekstrak lemaknya dengan pelarut petroleum eter (hexane)
pada suhu kamar selama 15 menit kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Sejumlah 1 g sampel bebas lemak (w) dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer fosfat pH 6 dan dibuat suspensi. Lalu ditambahkan 0.1 ml termamyl, ditutup dengan alufo dan diinkubasi pada suhu 100 oC selama 15 menit, diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur
34
menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC dalam wadah bergoyang
selama
60
menit
(shaker
water
bath).
Kemudian
ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur menjadi 6.8, lalu ditambahkan 100 mg pankreatin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40oC selama 60 menit dalam wadah bergoyang (shaker water bath), dan terakhir pH diatur dengan HCl menjadi 4.5. Selanjutnya disaring dengan kertas saring Whatman No.40 yang sebelumnya telah diketahui bobot keringnya kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml aquades, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton, lalu dikeringkan pada suhu 105 oC sampai berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1/B1). Kemudian diabukan dalam tanur 500 oC selama minimal 5 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1/B2). Nilai blanko diperoleh dengan cara yang sama namun tanpa menggunakan sampel. Nilai TDF (% bb) = ([(D1 – B1) – (I1 – B2)]/w) x 100 % Keterangan : D1 = berat sampel setelah dioven I1 = berat sampel setelah ditanur B1 = berat blanko setelah dioven B2 = berat blanko setelah ditanur w = berat sampel *Kehilangan lemak dan komponen lain (air) selama ekstraksi lemak diperhitungkan secara matematis. 7)
Analisis
kadar
kalsium
metode
Atomic
Absorbsion
Spectrophotometry (AAS) (Apriyantono et al. 1989) Preparasi
sampel
untuk
kadar
kalsium
dilakukan
dengan
menggunakan pengabuan basah. Sampel yang mengandung 5-10 gram padatan ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjedhal. Lalu ditambahkan larutan 10 mL H2SO4, 10 ml HNO3 serta beberapa batu didih. Larutan kemudian dipanaskan sampai tidak berwarna gelap dan ditambahkan 10 ml aquades sampai larutan tidak berwarna atau berwarna kuning, lalu panaskan kembali sampai berasap. Larutan dibiarkan sampai dingin kembali dan tambahkan 5 ml aquades, didihkan
35
sampai berasap. Larutan disaring dengan kertas whatman 42 kemudian dibaca dengan menggunakan AAS. Kadar Ca = (a – b) x V 10 x W Keterangan: a = Konsentrasi Larutan Blanko (mg/ml) b = Konsentrasi Larutan Sampel (mg/ml) v = Volume Ekstrak w = Berat Sampel 8)
Analisis kadar besi (fe) dan seng (zn) metode Atomic Absorbsion Spectrophotometry (AAS) (Apriyantono et al. 1989) Preparasi sampel untuk penetapan kadar zat besi dilakukan dengan
pengabuan basah. Sampel ditambahkan sebanyak ± 0.2 g dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 10 ml H 2S04 dan 10 ml HNO3, dipanaskan perlahan-lahan sampai larutan tidak berwarna gelap lagi (semua zat organik telah teroksidasi) larutan ditambahkan aquades sehingga menjadi tidak berwarna atau menjadi kuning dan didihkan sampai berasap. Setelah itu didinginkan kemudian diencerkan dalam labu takar 100 ml sampai tanda tera, blanko dipersiapkan seperti proses di atas dan juga larutan standar besi. Sampel dan blanko diukur dan dibuat kurva. Zat Besi (ppm) = (abs sampel – abs blanko) x fp x 100% x 1000 ppm mg sampel 9)
Analisis kadar fosfor metode spectrophotometry
-
Persiapan pereaksi Vanadat-Molibdat : 20 gram ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 mL aquades
hangat kemudian didinginkan. Timbang 1 g vanadat dilarutkan ke dalam 30 mL akuades mendidih. Setelah dingin, tambahkan asam nitrat pekat sambil diaduk. Larutan molibdat dimasukkan ke dalam larutan vanadat, diaduk lalu diencerkan hingga volume 1 liter. -
Persiapan larutan fosfat standar : Sebanyak 3,834 g potassium dihidrogen fosfat kering dilarutkan ke
dalam akuades dan diencerkan hingga volume 1 liter. Sebanyak 25 mL larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL dan diencerkan sampai tanda tera (1 mL = 02 P2O5).
36
-
Pembuatan kurva standar : Larutan fosfat standar diambil sebanyak 0; 0,25; 5; 10; 20; 30; 40
dan 50 mL lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Masing-masing ditambahkan 25 mL pereaksi vanadat-molibdat kemudian ditera. Larutan didiamkan selama 10 menit, kemudian diukur absorbansinya dnegan spektrofotometer dengan panjang gelombang 400 nm. -
Penetapan sampel : Sampel yang telah dipreparasi dipipet 1 mL dan dimasukkan ke
dalam labu takar 100 mL. tambahkan 25 mL pereaksi vanadat-molibdat pada masing-masing labu takar dan diencerkan sampai tanda tera. Setelah didiamkan sampel diukur panjang absorbannya pada panjang gelombang 400 nm. Konsentrasi fosfor dapat diketahui melalui kurva standar berdasarkan absorbans yang terbaca. Perhitungan: %P2O5 = (100/1000 x fp x konsentrasi fosfor x 100) / mg sampel P (mg/100g) = P2O5 X
𝐵𝐴 𝑃 𝐵𝑀 P2O5
10) Analisis vitamin C (Sulaeman et al. 1995) -
Pembuatan larutan standar : Timbang 0.02 gram vitamin C murni, tambahkan 2 gram asam
oksalat Kristal. Kemudian masukkan ke dalam labu takar 100 mL dan encerkan dengan alat suling sampai tanda tera. Pipet 10 mL dan titrasi dengan larutan dye sampai berwarna merah jambu muda. Tunggu sampai warna tersebut tidak berubah selama 15 detik (jumlah mL larutan dye ini digunakan untuk menentukan ekivalen vitamin C). -
Pembuatan larutan contoh : Timbang kurang lebih 10 gram bahan dan setelah ditimbang digerus
bersama 10 gram asam oksalat Kristal di dalam mortar dengan menggunakan alat penggerus. Masukkan campuran bahan ke dalam labu ukur 250 mL. isi labu ukur dengan air suling dan kocok, kemudian tambahkan air suling hingga tanda tera. Saring dan tampung filtratnya daam Erlenmeyer bersih dan kering. Pipet 10 mL dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 50 mL, kemudian titrasi dengan larutan dye sampai berwarna merah jambu selama 15 detik (lakukan triplo).
37
Ekivalen vitamin C (E) = mg vitamin C murni mg dye standar Vitamin C/100 gram bahan = 100/A x fp x v E Keterangan : A
= berat bahan
fp
= faktor pengenceran
v
= ml larutan dye yang digunakan
E
= ekivalen vitamin C larutan dye A adalah titran.
11) Analisis kandungan gross energy (Almatsier 2006) Penentuan nilai energi makanan melalui perhitungan dapat dilakukan menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi makanan tersebut. Energi = (4 kkal/g x kadar karbohidrat) + (4 kkal/g x kadar protein) + (9 kkal/g x kadar lemak) d.
Perhitungan perbandingan cookies (g) dan minuman (mL) pada berbagai jenis kombinasi Sampel yang dianalisis pada penelitian ini berupa campuran yang
merupakan 20 kombinasi antara cookies dan minuman. Pencampuran ini didasarkan pada kondisi kehidupan sehari-hari dimana hampir tidak ada makanan yang dikonsumsi secara tunggal, melainkan bersama dengan jenis makanan atau minuman yang lain. Konsumsi cookies sebagai salah satu jenis makanan kudapan umumnya diiringi dengan konsumsi minuman seperti air putih (AMDK), susu, teh, dan kopi. Oleh karena itu, perlu dihitung perbandingan
gram
cookies
dan
mL
minuman
yang
dicampurkan
berdasarkan takaran saji masing-masing. Berikut adalah asumsi yang digunakan pada perhitungan perbandingan cookies (g) dan minuman (mL) berbagai jenis kombinasi :
Kebutuhan energi
rata-rata per hari adalah 2000 Kal, dimana 20%
kebutuhan energi (200 Kal) dapat dipenuhi dari 2 x konsumsi snack (cookies).
Kebutuhan air rata-rata per hari adalah 2000 mL, dimana kebutuhan air tersebut dapat dipenuhi dari berbagai jenis minuman.
Takaran saji atau URT (Ukuran Rumah Tangga) 1 gelas belimbing minuman adalah 200 mL.
38
Takaran saji cookies dihitung berdasarkan rumus : Takaran saji cookies (gr) =
20%
x
2000 Kal
x 100 g
Rata-rata kalori per 100 g cookies (Kal)
Perbandingan takaran saji pada campuran antara cookies dan minuman adalah 1 : 1
B. Penelitian Lanjutan a. Penetapan bioavailabilitas kalsium dan zat besi secara in vitro metode Dialisis (Roig et al. 1999) -
Prinsip analisis : Kalsium dan zat besi sampel dihirolisis dari ikatannya dengan protein
menggunakan enzim-enzim pencernaan yang terdapat di lambung dan usus halus. Kalsium bebas yang terdapat dalam larutan sampel akan berdifusi melalui membran semipermeabel ke dalam kantung dialisis yang berisi buffer NaHCO3. Kalsium dalam dialisat menunjukkan jumlah kalsium yang diserap tubuh. -
Preparasi sampel : Semua peralatan gelas dicuci dan direndam alam larutan HNO 3 10%
(v/v) selama 24 jam serta dibilas dengan air bebas ion sebelum digunakan. Selanjutnya sampel ditimbang setara dengan 2 g protein dan dicampur bersama 100 mL air bebas ion. Lau ditambahkan HCl 6M hingga sampel memiliki pH 2 (jumlah HCL yang ditambahkan harus dihitung). Sampel kemudian dibagi ke dalam tiga botol gelas berukuran 250 mL. Botol gelas pertama diisi dengan 40 g aliquot sampel untuk penentuan keasaman titrasi. Botol gelas kedua diisi dengan 40 g aliquot sampel untuk penentuan persen mineral besi. Botol gelas ketiga diisi dengan 10 g aliquot sampel untuk penentuan kadar mineral besi total dengan menggunakan AAS -
Penetapan sampel : Mula – mula ditambahkan 3 g larutan suspensi pepsin dan 20 mL air
bebas ion pada masing-masing botol gelas. Masing-masing botol gelas kemudian ditutup dengan plastik yang telah dilubangi untuk mengeluarkan gas lalu diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 37˚C dengan kecepatan 5 (120 stroke/menit) selama 2 jam.
39
Botol gelas pertama ditambahkan 5 g campuran pankreatin bile lalu dititrasi dengan KOH 0,4N sampai diperoleh pH 7.5. Jumlah KOH yang ditambahkan ekuivalen dengan jumlah NaHCO 3. Selanjutnya sejumlah NaHCO3 dengan konsentrasi yang diperoleh dari hasil titrasi sampel dengan KOH diencerkan dengan air bebas ion pada labu ukur 100 mL sampai tanda tera, lalu diambil 25 mL untuk dimasukkan ke dalam kantung dialisis Botol gelas kedua yang diisi dengan 40 g aliquot sampel untuk penentuan persen mineral disiapkan. Kantung dialisis dimasukkan ke dalam botol gelas kedua sedemikian rupa sehingga kantung dialisis terendam sempurna. Botol gelas kedua lalu ditutup dengan plastik dan diinkubasi selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan 5 g campuran pankreatin bile pada botol gelas kedua dan inkubasi dilanjutkan selama 2 jam. Setelah inkubasi cukup, kantung dialisis diangkat dan dibilas dengan dicelupkan ke dalam air bebabs ion. Salah satu ujung kantung dialisis dibuka dan isinya (dialisat) dituang ke dalam gelas ukur untuk dihitung volumenya. Kandungan (%) kalsium dan zat besi yang tersedia dapat diukur menggunakan AAS. Botol gelas ketiga yang diisi dengan 10 g aliquot sampel untuk penentuan kadar kalsium dan zat besi tersedia / total dengan menggunakan AAS ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan H2SO4 pekat dan dipanaskan hingga larutantiak berwarna gelap lagi. Lau ditambahkan 2-3 mL H2O2 30% sampai larutan tidak berwarna (jernih) dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL serta diencerkan hingga tanda tera. Larutan lalu disaring dengan kertas whatman No.42 dan kadar zat besi tersedia diukur dengan AAS pada ƛ = 213,9 nm. Perhitungan : 1) Berat sampel setara 2 g protein = (2/protein sampel) x 100 100
2) % 𝐾𝑎𝑙𝑠𝑖𝑢𝑚 = 1000
x fp x absorban sampel −absorban blanko mg sampel
3) 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑁𝑎𝐻𝐶𝑂3 (𝑔) = 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥
𝑁𝑎𝑂𝐻 (𝑚𝑙 ) 1000
x 100% 𝑥 40 𝑥
mg kalsium dialisat
4) 𝐵𝑖𝑜𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐾𝑎𝑙𝑠𝑖𝑢𝑚 % = mg kalsium
sampel yang dianalisis
100 20
𝑥
𝑇1 (𝑔) 𝑇2 (𝑔)
x 100%
5) Total Ca tersedia (mg/100g) = Ca sampel (mg/100 g) x (% Bioavailabilitas)
40
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Model yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + τI + εij Keterangan : Yij
= Nilai pengamatan respon karena pengaruh jenis kombinasi cookies + minuman ke-I pada ulangan ke-j terhadap total kalsium dan zat besi, bioavailabilitas kalsium dan zat besi serta total kalsium dan zat besi tersedia.
µ
= Nilai rata-rata pengamatan
τI
= Pengaruh jenis kombinasi cookies + minuman ke-I
εij
=
Kesalahan penelitian karena pengaruh jenis kombinasi cookies +
minuman ke-i pada ulangan ke-j (j = 1,2) Pengolahan dan Analisis Data Perhitungan zat gizi kombinasi cookies dan berbagai jenis minuman dilakukan secara manual. Analisis sidik ragam dan uji lanjut dilakukan pada data total kalsium dan zat besi, bioavailabilitas kalsium dan zat besi serta total kalsium dan zat besi tersedia pada berbagai jenis kombinasi cookies dan minuman. Analisis sidik ragam yang digunakan adalah one way ANOVA dengan uji lanjut Duncan. Selain kedua analisis tersebut, dilakukan juga uji korelasi antara jenis kombinasi, total kalsium dan zat besi, bioavailabilitas kalsium dan zat besi serta total kalsium dan zat besi tersedia menggunakan uji korelasi Pearson.
41
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Gizi Cookies PGT Analisis kandungan gizi cookies PGT meliputi kandungan gross energy, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat pangan, besi, kalsium, fosfor, zinc, dan vitamin C. Data kandungan gizi cookies kontrol maupun cookies PGT disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Kandungan gizi cookies kontrol dan cookies PGT Komposisi Cookies kontrol Cookies PGT Energi (kkal) Kadar air (%bb) Kadar abu (%bk) Kadar protein (%bk)
528 4,17 1,01 9,06
527 3,70 1,84 10,52
Kadar lemak (%bk) Kadar karbohidrat (%bk)
25,55 64,52
23,64 64,14
Kadar serat pangan (%bk) Kadar besi (mg) Kadar kalsium (mg) Kadar fosfor (mg) Kadar zinc (mg) Vitamin C (mg)
3,94 1,63 265,35 27,47 0,67 1,01
5,19 3,76 405,18 30,08 0,81 1,04
A. Kandungan Gross Energy Energi adalah kemampuan atau tenaga untuk melakukan kerja yang diperoleh dari zat-zat gizi penghasil energi (energy-producing nutrients), yaitu karbohidrat, lemak, dan protein (Dwiriani 2008). Pada penelitian ini energi diukur menggunakan bomb calorimeter digital. Energi yang diukur menggunakan alat ini adalah gross energy dari makanan yang menunjukkan total energi kimia dalam makanan. Meskipun demikian menurut Dwiriani (2008), tidak semua energi ini tersedia untuk dikonsumsi, tergantung pada penyerapan di saluran pencernaan dan komponen yang mengandung nitrogen (protein), karena nitrogen tidak teroksidasi sempurna dalam tubuh. Energi dinyatakan dalam satuan unit panas yaitu kilokalori (kkal / Kal). Setiap 100 gram cookies kontrol mengandung gross energy sebesar 528 kkal, sedangkan cookies PGT mengandung 527 kkal/100 gram. Berdasarkan uji onesample t-test (Lampiran 2) kandungan gross energy cookies PGT berbeda nyata (p<0.05) dengan cookies kontrol. Komponen zat gizi penyumbang energi terbesar pada cookies kontrol maupun PGT adalah lemak dan karbohidrat.
42
Merujuk pada SNI 01-2973-1992 tentang mutu dan cara uji biskuit, nilai energi untuk biskuit minimal sebesar 400 kkal/100 g. Kandungan energi cookies kontrol maupun cookies PGT berada di atas nilai energi yang dipersyaratkan sehingga dapat dinyatakan cookies kontrol dan cookies PGT yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi persyaratan mutu biskuit berdasarkan nilai energinya. Cookies biasa dikonsumsi sebagai kudapan atau snack. Kontribusi pemenuhan energi dari kudapan adalah 20% dari total kebutuhan energi sehari. Almatsier (2006) menyatakan, rata-rata kebutuhan energi masyarakat Indonesia adalah 2000 kkal/per hari, meskipun demikian kebutuhan energi dan zat-zat gizi tersebut dapat bervariasi tergantung pada pelbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan akttivitas fisik. Merujuk pada rata-rata kebutuhan energi masyarakat Indonesia, maka 20% dari total kebutuhan energi sehari setara dengan 400 kkal. Pada pelaksanaannya konsumsi kudapan umumnya dibagi menjadi dua kali waktu makan, yakni selingan pagi dan sore. Cookies yang dihasilkan rata-rata memiliki berat ± 8 gram, maka dalam 100 gram cookies akan terdapat ±12 keping cookies. Setiap keping cookies mengandung 42 kkal, sehingga untuk memenuhi kebutuhan energi 200 kkal jumlah cookies yang perlu dikonsumsi adalah 5 keping/saji. Kekurangan kalori dapat dipenuhi dari makanan atau minuman yang lain. B. Kadar Air Winarno (2008) menyebutkan air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa. Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa kandungan air cookies kontrol dan PGT berturut-turut adalah 4.17% (bb) dan 3.70% (bb). Uji one-sample t-test (Lampiran 2) menunjukkan kandungan air cookies kontrol dan cookies PGT berbeda nyata (p<0.05). Kandungan air cookies PGT yang lebih rendah diduga berhubungan dengan tekstur adonan semakin poros sehingga laju penguapan air pada cookies PGT lebih tinggi. BSN (1992) dalam SNI 01-2973-1992 menyebutkan kandungan air cookies maksimal 5%. Kandungan air cookies kontrol maupun PGT kurang dari 5% sehingga dapat dikatakan kandungan air cookies memenuhi standar SNI. Kandungan air cookies kontrol maupun PGT yang tergolong rendah dapat memperkecil risiko kerusakan. Menurut deMan (1997), penurunan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi dapat dipengaruhi oleh kandungan air.
43
Beberapa kerusakan seperti pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, dan hidrolisis lemak disebabkan oleh kandungan air yang tinggi. C. Kadar Abu Sudarmadji et al. (1996) menyatakan abu sebagai zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Kandungan abu cookies kontrol 0.77% (bk) sedangkan cookies PGT 1.77% (bk). Berdasarkan uji one-sample t-test (Lampiran 2) diketahui terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara kandungan abu cookies kontrol dan cookies PGT. Pada SNI 01-2973-1992 disebutkan, kandungan abu cookies maksimum 1.5% (bk). Cookies PGT menunjukkan kandungan abu lebih tinggi. Hal ini diduga karena kandungan mineral cookies yang tinggi. Menurut Soediaoetama (1996), bahwa kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak dapat menguap. D. Kadar Protein Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup. Protein adalah makromolekul yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam rantai peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hydrogen, oksigen, dan nitrogen. Unsur nitrogen merupakan unsur utama protein karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein (Almatsier 2006). Berdasarkan Tabel 10, diketahui kandungan protein cookies kontrol dan cookies PGT berturut-turut adalah 8.50% (bk) dan 9.94% (bk). Berdasarkan uji one-sample t-test (Lampiran 2), kandungan protein cookies kontrol dan cookies PGT berbeda nyata (p<0.05). Kandungan protein cookies PGT yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan SNI mutu cookies karena kandungan minimum protein cookies sebesar 9% (bb). Sementara cookies kontrol tidak dapat memenuhi persyaratan SNI 01-2973-1992. E. Kadar Lemak Lemak merupakan sumber energi yang penting karena 1 gram lemak dapat memberikan sumbangan energi sebesar 9 kkal, sementara karbohidrat dan protein hanya dapat memberikan sumbangan energi sebesar 4 kkal (Winarno 2008). Kandungan lemak cookies kontrol 24.60% (bk) sementara
44
cookies PGT 23.37% (bk). Berdasarkan uji one-sample t-test (Lampiran 2), kandungan lemak cookies control dan cookies PGT berbeda nyata (p<0.05). Kandungan lemak cookies kontrol dan cookies PGT yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan SNI mutu cookies karena kandungan minimum lemak cookies sebesar 9,5% (bb). Kandungan lemak cookies yang tinggi diduga berhubungan dengan jenis lemak yang digunakan pada pembuatan cookies. Lemak yang digunakan terdiri dari mentega putih dan margarin. Lemak di dalam adonan berfungsi sebagai shortening sehingga tekstur cookies lebih lembut serta memberi flavor (Faridah 2008). F.
Kadar Karbohidrat Menurut Winarno (2008), karbohidrat merupakan sumber kalori utama
termurah bagi penduduk dunia, khususnya negara berkembang. Karbohidrat yang banyak dikenal masyarakat umumnya berasal dari zat tepung/pati dan gula. Pati banyak terdapat pada serealian dan umbi-umbian (Almatsier 2006). Kandungan karbohidrat cookies kontrol 61.92% (bk), sedangkan cookies PGT 61.70% (bk). Hasil uji one-sample t-test (Lampiran 2) menunjukkan kandungan karbohidrat cookies kontrol dan cookies PGT berbeda nyata (p<0.05). Syarat mutu kandungan karbohidrat menurut SNI 01-2973-1992 adalah minimum 7.0% (bk) sehingga baik cookies kontrol maupun cookies PGT, keduanya telah memenuhi syarat mutu kandungan karbohidrat cookies menurut SNI. Pada penelitian ini kandungan karbohidrat ditentukan dengan metode by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kandungan air, abu, protein, dan lemak sehingga kandungan karbohidrat bergantung pada faktor pengurangannya. Kandungan karbohidrat cookies
yang cukup tinggi selain
berhubungan dengan proporsi kandungan gizi lain dalam cookies juga berhubungan dengan kandungan karbohidrat bahan baku cookies itu sendiri. Pati garut mengandung karbohidrat sebesar 85.20% (bk) sementara tepung torbangun mengandung karbohidrat sebesar 56.02% (bk). G. Kadar Serat Pangan Serat pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim lambung dan usus halus. Serat pangan umumnya merupakan karbohidrat polisakasida. Serat pangan banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan (Winarno 2008).
45
Kandungan serat pangan pada cookies kontrol adalah 3.94%, sedangkan pada cookies PGT 5.36%.
Uji one-sample t-test (Lampiran 2) menunjukkan
bahwa kadar serat pangan cookies kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan cookies PGT. Serat dibutuhkan dalam jumlah 20 – 30 g/hari untuk menghindari kelebihan lemak jenuh, kolesterol gula, natrium serta membantu mengontrol berat badan (Winarno 2008). Namun Tensiska (2008) menyebutkan, serat pangan memberikan pengaruh negatif yang cukup besar terhadap penyerapan mineral, khususnya kalsium, besi, seng, dan magnesium. H. Kadar Kalsium Kalsium merupakan makromineral yang paling banyak jumlahnya dalam tubuh. Kalsium berperan dalam pembentukan tulang dan gigi. Kandungan kalsium cookies kontrol adalah 271.44 mg/100 g, sedangkan cookies PGT 376.60 mg/100 g. Uji one-sample t-test
(Lampiran 2) menunjukkan, kadar
kalsium cookies kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan cookies PGT. WKNPG (2004) menetapkan AKG (Angka Kebutuhan Gizi) kalsium bagi pria maupun wanita dewasa adalah 800 mg/hari. Cookies kontrol berkontribusi mencukupi AKG sebesar 33.93%, sedangkan cookies PGT berkontribusi mencukupi AKG sebesar 47.07% kebutuhan. Berdasarkan ketentuan BPOM (2007), baik cookies kontrol
maupun cookies PGT dapat dikatakan sebagai
pangan tinggi kalsium, karena ketersediaan kalsiumnya lebih tinggi dari 30% AKG. I.
Kadar Zat Besi Besi merupakan salah mikromineral yang dibutuhkan kurang dari 0,01%
berat badan total. Meskipun demikian pemenuhan kebutuhan zat besi masih menjadi masalah di Indonesia (Kurniasih et al. 2010). Penambahan tepung torbangun pada cookies pati garut bertujuan meningkatkan zat gizi mikro cookies. Kandungan zat besi cookies kontrol adalah 2.00 mg/100 g, sedangkan cookies PGT sebesar 4.26 mg/100g. Berdasarkan uji one-sample t-test (Lampiran 2) diketahui, kadar besi cookies kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan cookies PGT. WKNPG (2004) menetapkan AKG (Angka Kecukupan Gizi) zat besi bagi wanita dewasa adalah 26 mg/hari. Cookies kontrol hanya mencukupi 7.70% AKG besi wanita dewasa, sedangkan cookies PGT dapat mencukupi 16.37% AKG. Berdasarkan ketentuan BPOM (2007), cookies PGT tergolong pangan sumber zat besi, sementara cookies kontrol tidak. Hal ini dikarenakan hanya cookies
46
PGT yang kandungan zat besinya lebih dari 15% AKG pada bahan pangan kering. J.
Kadar Zinc Sepertihalnya zat besi, zinc tergolong sebagai mikromineral. Zinc
meskipun dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit, namun merupakan komponen penting berbagai enzim. Kandungan zinc pada cookies kontrol sebesar 0.66 mg/100 g, sedangkan cookies PGT 1.48 mg/100 g. Berdasarkan uji one-sample t-test (Lampiran 2) diketahui, kadar zinc cookies kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan cookies PGT. Menurut Stipanuk (1995), keberadaan zinc pada suatu bahan pangan atau makanan bersamaan dengan besi akan berkorelasi negatif dalam hal penyerapannya. Hal ini dikarenakan muatan ion Zn yang sama dengan Fe pada saat penyerapan yaitu 2+, (Zn2+ dan Fe2+). K. Kadar Fosfor Kandungan fosfor di dalam suatu bahan pangan dapat meningkatkan ataupun menurunkan penyerapan kalsium. Perbandingan kalsium:fosfor yang dianjurkan adalah 1:1 atau maksimal 2:1 (Almatsier 2004). Kandungan fosfor cookies kontrol adalah 13.75 mg/100 g, sedangkan cookies PGT adalah 15.28 mg/100 g. Berdasarkan uji one-sample t-test (Lampiran 2), kadar fosfor cookies kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan cookies PGT. Perbandingan kandungan kalsium dan fosfor pada cookies kontrol adalah 16:1, sedangkan cookies PGT 27:1. Dengan proporsi kalsium:fosfor seperti diatas, diduga fosfor tidak membantu meningkatkan penyerapan kalsium pada cookies. L.
Kadar Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air. Kandungan vitamin C
pada cookies kontrol adalah 1.02 mg/100 g dan cookies PGT 1.04 mg/100 g. Hasil uji one-sample t-test (Lampiran 2) menunjukkan, kadar vitamin C cookies kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan cookies PGT. Menurut Almatsier (2006), vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi, meskipun demikian vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Analisis Kandungan Gizi Minuman Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Menurut Winarno (2008), setiap hari manusia membutuhkan sekitar 2,5 liter air, diperkirakan 1,5 liter dipenuhi dari air minum dan 1 liter sisanya berasal dari bahan makanan.
47
Popkin et al. (2006) menyebutkan, pola konsumsi di Amerika menunjukkan 76% dari total kebutuhan air dipenuhi dari minuman selain air putih (baverage). Jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi berturut-turut adalah air teh (33%), Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) (25%), air kopi (21%), susu (15%) dan jus jeruk (6%). Jenis minuman yang dikombinasikan dengan cookies dan dianalisis pada penelitian ini meliputi AMDK, susu cair siap minum (susu UHT), air teh (diseduh dari teh hitam celup), dan air kopi (diseduh dari kopi mix). A. Kadar Air Winarno (2008) menyebutkan kandungan air dalam makanan tidak dapat ditentukan dari keadaan fisik bahan tersebut, oleh karena itu diperlukan analisis kadar air. Pada Tabel 11 disajikan data kandungan air dan kandungan gizi minuman. Tabel 11 Kandungan gizi minuman AMDK Susu
Komposisi
d
Air Teh
83,38 2,80 c 5,78 b
97,25 0,99 a 0,40 a
87,38 b 2,13 b 0,92 a
Kadar lemak (%bk) Kadar karbohidrat (%bk)
0,00 a 0,00 a
1,63 b 6,42 c
0,00 a 1,56 b
1,25 b 8,31 d
Kadar serat pangan (%bk) Kadar kalsium (mg/100g) Kadar besi (mg/100g) Kadar zinc (mg/100g) Kadar fosfor (mg/100g) Vitamin C (mg/100g)
0,00 a 12,84 a a 2,75 0,56 a 6,95 a 0,00 a
3,44 d 61,93 b b 3,70 1,46 c 21,56 c 0,39 a
1,61 b 16,04 a a 2,59 0,56 a 13,82 a 1,17 a
2,39 c 18,50 a ab 3,31 0,91 b 9,72 b 7,92 b
Kandungan
air
setiap
minuman
c
Air Kopi
99,35 0,65 a 0,00 a
Kadar air (%bb) Kadar abu (%bk) Kadar protein (%bk)
a
berbeda-beda,
AMDK
memiliki
kandungan air paling tinggi (99,35%) adapun minuman dengan kandungan air terendah adalah susu (83,38%). Analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan jenis minuman berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kandungan air. Hal ini diduga berkaitan dengan proporsi kandungan zat gizi lain, teruma kadar protein, lemak, karbohidrat, dan abu. Minuman berkadar air tinggi cenderung memiliki kadar protein, lemak, karbohidrat, dan abu lebih rendah dibandingkan minuman lainnya. Kadar air juga berbanding terbalik dengan zat padat terlarut dalam minuman. Diduga minuman dengan kandungan air rendah cenderung memiliki zat padat terlarut lebih tinggi. BSN (1998) dalam SNI 01-3950-1998 mempersyaratkan zat padat terlarut susu UHT yang diberi zat penyedap citarasa
48
minimal 12 mg/L, tanpa ada nilai ambang maksimal. Sebaliknya, BSN (2006) dalam SNI 01-3553-2006 mempersyaratkan zat padat terlarut AMDK maksimal 500 mg/L. Kandungan air susu pada penelitian ini juga cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan air susu segar yang mencapai 88% (Winarno 2008). Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan jenis susu yang digunakan. Jenis susu yang digunakan pada penelitian ini adalah susu UHT yang diberi zat penyedap citarasa coklat. Diduga susu UHT tersebut telah mengalami penambahan bahan makanan atau bahan tambahan makanan lain yang diizinkan seperti gula dan coklat sehingga kadar airnya lebih rendah. Selain itu, metode pengukuran kadar air yang digunakan juga dapat mempengaruhi hasil. Pada penelitian ini pengukuran kandungan air minuman dilakukan secara langsung (direct heating) melalui pemanasan dalam oven hingga berat sampel stabil. Menurut Winarno (2008), penetapan kandungan air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti pada sayuran dan susu dapat menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu misalnya toluena, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah daripada air. B. Kadar Abu Astawan (1999) mendefinisikan abu sebagai residu yang tertinggal setelah bahan pangan dibakar hingga bebas karbon. Dapat dilihat pada Tabel 11, kandungan abu minuman berkisar antara 0,65% sampai 2,80% (bk). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan jenis minuman berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kandungan abu. Meskipun demikian, berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5B) diketahui kandungan abu AMDK dan teh tidak berbeda signifikan (p>0.05). Hal ini diduga berkaitan dengan kandungan mineral dalam AMDK dan teh. Menurut Sudarmadji et al. (1997), kandungan abu secara kasar menggambarkan kandungan mineral suatu bahan pangan yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Dengan kata lain semakin kecil kandungan abu bahan pangan, semakin kecil mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Nasution & Tjiptadi (1975) menyebutkan kandungan mineral dalam daun teh hitam 5,5% (bk). Komponen kimia teh memang bervariasi jumlahnya, bergantung pada jenis klon, variasi musim dan kondisi tanah, perlakuan kultur teknis, umur daun, dan banyaknya sinar matahari yang diterima.
49
C. Kadar Protein Protein dapat ditemukan di berbagai macam bahan pangan. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup. Kandungan protein minuman berkisar antara 0 - 5,78% (bk). Minuman yang mengandung protein tertinggi adalah susu (5,78% bk). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan jenis minuman berpengaruh
nyata
(p<0.05)
terhadap
kandungan
protein.
Lebih
lanjut
berdasarkan uji Duncan (Lampiran 5C) diketahui kandungan protein AMDK, air teh, dan air kopi tidak berbeda nyata (p>0.05), meskipun demikian kandungan protein susu berbeda nyata dengan ketiganya. Rahman et al. (1992) menyebutkan komponen utama susu terdiri dari air, lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu), dan abu. Meskipun demikian kandungannya sangat bervariasi bergantung pada jenis ternak, umur ternak, waktu pemerahan, urutan pemerahan, musim, makanan ternak, dan penyakit. Menurut Hardinsyah & Briawan (1994) kandungan protein susu mencapai 6,6 gram /100 mL susu segar. D. Kadar Lemak Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein, karena 1 gram lemak dapat menghasilkan 9 Kal sementara
karbohidrat
dan
protein
dalam
jumlah
yang
sama
hanya
menghasilkan 4 Kal (Almatsier 2006). Lemak terdapat pada hampir semua makanan dengan kadar yang berbeda-beda. Kadar lemak minuman yang dianalisis berkisar antara 0 - 1,63% (b/k). AMDK dan air teh kandungan lemaknya dianggap 0 % karena saat analisis tidak terdeteksi lemak pada sampel. Sebaliknya, pada susu dan air kopi terdapat sedikit lemak, meskipun demikian berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 5D) perbedaan kandungan lemak keduanya tidak signifikan (p>0.05). Menurut Hardinsyah & Briawan (1994) kandungan lemak susu mencapai 7,0 gram /100 mL susu segar. Kandungan lemak pada air kopi yang tinggi diduga disebabkan karena jenis kopi yang digunakan pada penelitian ini adalah coffe mix yang diduga telah mengalami penambahan susu, creamer, dan gula. E. Kadar Karbohidrat Kandungan karbohidrat dihitung secara tidak langsung by difference dimana kandungan karbohidrat adalah selisih dari penjumlahan kandungan zat gizi lainnya (kadar air, abu, protein, dan lemak). Kandungan karbohidrat keempat
50
jenis minuman berkisar antara 1 - 8,31% (bk). Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) jenis minuman berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kandungan karbohidrat. Hal ini diperkuat dengan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5E) menunjukkan kandungan karbohidrat keempat minuman berbeda nyata (p>0.05). Hal ini diduga berkaitan erat dengan proporsi kandungan zat lain pada minuman yang dianalisis. F.
Kadar Serat Pangan Serat pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan
terhadap proses hidrolisis oleh enzim lambung dan usus halus. Serat pangan umumnya merupakan karbohidrat polisakasida. Serat pangan banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan (Winarno 2008). Kandungan serat pangan keempat sampel yang dianalisis berkisar antara 0 – 3,44% (bk). Berdasarkan uji beda (Lampiran 4) jenis minuman berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kandungan serat pangan. Kandungan serat pangan yang lebih tinggi pada susu diduga disebabkan karena susu yang dianalisis telah mengalami penambahan bahan-bahan pengisi sehingga kandungan serat pangan yang teranalisis lebih tinggi. G. Kadar Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling melimpah dalam tubuh. Kandungan kalsium minuman berkisar antara 12,84 - 61,93 mg/100g. Kandungan kalsium dari terendah hingga tertinggi secara berturut-turut adalah AMDK, air teh, air kopi, dan susu. Susu memang merupakan pangan sumber kalsium. Menurut Hardinsyah & Briawan (1994) kandungan kalsium susu segar mencapai 286 mg/100 g. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) kandungan kalsium minuman berbeda nyata (p<0.05). Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 5G) kandungan kalsium susu berbeda nyata (p<0.05) dengan kandungan kalsium AMDK, air teh, dan air kopi, meskipun demikian ketiganya tidak berbeda nyata (p>0.05) satu sama lain. Sumber kalsium lain selain susu adalah sayuran berdaun hijau seperti kangkung, bayam, dan daun lobak cina, brokoli, kubis, bunga kol, kecambah, dan makanan yang difortifikasi kalsium seperti sereal dan jus buah (Bredbenner et al. 2007).
51
H. Kadar Zat Besi Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) kandungan zat besi minuman berbeda nyata (p<0.05). Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 5H) kandungan zat besi susu berbeda nyata (p<0.05) dengan kandungan zat besi AMDK dan air teh, meskipun demikian kandungan zat besi air teh dan kopi tidak berbeda nyata. Kandungan zat besi AMDK, air teh, air kopi, dan susu berturutturut 2,75 mg/100g, 2,59 mg/100g, 3,31 mg/100g dan 3,70 mg/100g. Menurut Hardinsyah & Briawan (1994) kandungan kalsium susu segar mencapai 3,4 mg/100 g. Kandungan zat besi pada penelitian ini lebih tinggi daripada literatur. I.
Kadar Zinc Sepertihalnya zat besi, zinc tergolong sebagai mikromineral. Zinc
meskipun dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit, namun merupakan komponen penting berbagai enzim. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) kandungan zinc minuman berbeda nyata (p<0.05), namun berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 5I) diketahui kandungan zinc AMDK, air teh, dan air kopi tidak berbeda nyata (p>0.05). Meskipun demikian kandungan zinc susu berbeda nyata (p<0.05) dengan ketiga minuman lainnya. Kandungan zinc AMDK, air teh, air kopi, dan susu berturut-turut adalah 0,56 mg/100g, 1,46 mg/100g, 0,56 mg/100g dan 0,91 mg/100g. BSN (1998) dalam SNI 01-3950-1998 tentang susu UHT dan SNI 01-4446-1998 tentang kopi mix menetapkan, kandungan zinc susu UHT bercitarasa dan kopi mix maksimum 40,0 mg/Kg. Berdasarkan penelitian ini, susu UHT dan kopi mix yang diteliti telah memenuhi ketentuan tersebut, Tidak ada ketentuan kandungan zinc pada AMDK dan teh celup hitam yang ditetapkan oleh BSN. J.
Kadar Fosfor Kandungan fosfor di dalam suatu bahan pangan dapat meningkatkan
ataupun menurunkan penyerapan kalsium. Bahan pangan yang tinggi kalsium umumnya tinggi fosfor juga (Winarno 1997). Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) kandungan fosfor minuman berbeda nyata (p<0.05). Namun berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 5J), kandungan fosfor AMDK, air teh, dan air kopi tidak berbeda nyata (p>0.05). Meskipun demikian kandungan zinc susu berbeda nyata (p>0.05) dengan ketiga minuman lainnya. Kandungan fosfor AMDK, air teh, air kopi, dan susu berturut-turut 6,95 mg/100g, 21,56 mg/100g, 13,82 mg/100g dan 9,72 mg/100g. Tidak ada ketentuan kandungan fosfor pada AMDK, susu UHT, teh celup hitam dan kopi
52
mix yang ditetapkan oleh BSN. Meskipun demikian menurut hardinsyah & Briawan (1994) kadar fosfor susu segar mencapai 120 mg/100 g. Kandungan zat fosfor susu pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan literatur. K. Kadar Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air yang dapat membantu penyerapan zat besi meskipun demikian vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak (Almatsier 2006). Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) kandungan vitamin C minuman berbeda nyata (p<0.05), namun berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 5K) kandungan vitamin C AMDK, air teh dan susu tidak berbeda nyata. Meskipun demikian ketiganya berbeda nyata (p<0.05)dengan air kopi. Kandungan vitamin C air kopi mencapai 7,92 mg/100g sementara susu hanya 1,17 mg/100g. Kandungan vitamin C air the dan air kopi yang relatif lebih tinggi dibandinding jenis minuman lainnya. Diduga berhubungan dengan tingginya kandungan senyawa polifenol dalam kopi. Senyawa polifenol memiliki sifat antioksidasi sehingga dapat mereduksi larutan Dye yang digunakan sebagai indikator pada penentuan kandungan vitamin C minuman. Polifenol pun teranalisis sebagai vitamin C sehingga meningkatkan kandungan vitamin C pada air kopi maupun air teh. Total Kalsium Campuran Total kalsium menunjukkan jumlah kalsium yang terkandung dalam campuran cookies + minuman. Total kalsium didapat dengan menambahkan total kalsium cookies dengan total kalsium minuman pencampur. Pada penelitian ini terdapat 8 jenis campuran dari 2 jenis cookies yang diujikan (cookies kontrol dan cookies torbangun) dengan 4 jenis minuman pencampur (AMDK, susu, teh, dan kopi). Adapun 2 campuran lain dianggap sebagai kontrol masing-masing jenis cookies sehingga tidak dicampurkan dengan minuman jenis apapun. Cookies dan minuman dicampur dengan perbandingan 1 : 1 sesuai dengan takaran saji masing-masing. Pada Tabel 12 disajikan rata-rata total kalsium campuran. Tabel 12 Rata-rata total kalsium campuran Rata-rata Total Kalsium (mg/100g) Jenis Campuran Cookies Minuman Campuran Cookies kontrol Cookies kontrol + AMDK Cookies kontrol + Susu Cookies kontrol + Teh
a
265,35 a 265,35 265,35 a 265,35 a
-
265,35 a
12,84 b 61,93 a 16,04
a a
278,18 b 327,27 a 281,39
Kontribusi AKG (%) 33,17 34,77 40,91 35,17
53
Jenis Campuran Cookies kontrol + Kopi Cookies PGT Cookies PGT + AMDK Cookies PGT + Susu Cookies PGT + Teh Cookies PGT + Kopi
Rata-rata Total Kalsium (mg/100g) Cookies a 265,35 b
405,18 b 405,18 b 405,18 b 405,18 b 405,18
Minuman a
18,50 a 12,84 b 61,93 a 16,04 a 18,50
Campuran
Kontribusi AKG (%)
a
283,85 c 405,18 c 418,01 d 467,10 c 421,22 c 423,68
35,48 50,65 52,25 58,39 52,65 52,96
Ket : * Angka-angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) ** n = 2
Total kalsium campuran berkisar antara 265,35 - 467,10 mg/100g (bk). Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa jenis kombinasi berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap total kalsium. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 9A) total kalsium cookies kontrol yang tidak dicampur minuman tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol yang dicampur AMDK, air teh, dan air kopi. Meskipun demikian keempatnya berbeda nyata dengan cookies kontrol yang dicampur susu. Pola yang sama tampak pada cookies PGT. Cookies kontrol dan cookies PGT yang dikombinasikan dicampur dengan susu berbeda signifikan (p<0,05) satu sama lain. Diduga hal ini disebabkan karena perbedaan total kalsium yang signifikan (p<0,05) antara kedua jenis cookies yang dicampur dengan susu. Total kalsium cookies PGT mencapai 405,18 mg/100g sementara total kalsium cookies PGK hanya 265,35 mg/100g. Berdasarkan uji beda menggunakan one sampel t-test (Lampiran 2) total kalsium cookies kontrol dan cookies PGT berbeda signifikan (p<0.05). Cookies kontrol maupun PGT yang dicampur susu cenderung memiliki total kalsium yang lebih tinggi dibanding cookies yang dicampur minuman lain. Menurut Rolfes & Whitney (2008) ketersediaan kalsium pada susu memang relatif lebih tinggi dibandingkan jenis pangan lainnya. Segelas susu dapat menyediakan sekitar 300 mg kalsium. Lebih lanjut Anwar & Khomsan (2009) menjelaskan, kandungan protein susu masih dapat digantikan oleh protein hewani lainnya, akan tetapi kandungan kalsium susu agak sulit digantikan oleh bahan pangan lain (seperti sayuran hijau). Meski ketersediaan kalsium sayuran hijau tinggi tapi daya serapnya (bioavailabilitasnya) rendah. Anwar & Khomsan (2009) menyebutkan, kontribusi susu dalam memenuhi asupan kalsium orang Indonesia rata-rata hanya 23 mg/hari. Konsumsi susu orang Indonesia memang sangat rendah dan tidak merata. Pada tahun 2002 saja diketahui rata-rata konsumsi susu orang Indonesia hanya ½
54
gelas per minggu. Konsumsi susu yang sangat tinggi hanya di DKI Jakarta yakni mencapai 22.3 kg/kap/thn. Bioavailabilitas Kalsium Campuran Total mineral yang tinggi pada pangan tidak selalu berbanding lurus dengan
kemampuannya
untuk
diserap
oleh
tubuh.
Berdanier
(1998)
mendefinisikan bioavailabilitas sebagai persentase mineral dikonsumsi yang dapat diabsorbsi oleh sel enterocyte di saluran pencernaan dan digunakan sesuai dengan fungsinya. Dengan kata lain bioavailabilitas tidak hanya menggambarkan mineral yang dikonsumsi, tetapi juga jumlah mineral yang tertahan dan tersedia untuk digunakan tubuh. Pengujian bioavailabilitas kalsium pada penelitian ini dilakukan secara in vitro yang merupakan simulasi dari sistem pencernaan makanan pada saluran gastrointestinal (Roig et al. 1999). Pengujian bioavailabilitas in vitro dilakukan dengan teknik dialisis menggunakan kantung dialisis yang diasumsikan sebagai simulasi usus halus. Prinsip teknik dialisis adalah memisahkan makromolekul terlarut yang memiliki berat molekul rendah dari larutan terluar melalui membran semipermeabel yang memungkinkan terjadinya difusi senyawa (Bisswanger 2008). Pertama-tama cookies dan berbagai jenis minuman pencampur dari masing-masing kombinasi ditimbang. Selanjutnya pH campuran diatur menjadi 2 dengan penambahan HCl 0,1 N. Pengaturan pH sampel menjadi 2 bertujuan agar kalsium dapat larut dan terbebas dari ikatan garamnya (Gropper et al. 2005). Miller (1996) menambahkan mineral akan bersifat bioavailable apabila mineral tersebut berada dalam bentuk terlarut (soluble) dan terbebas dari ikatan garamnya. Selain itu pH 2 juga merupakan pH dimana enzim-enzim pencernaan dapat aktif. Kemudian pada campuran ditambahkan enzim pepsin dan diinkubasi pada penangas air bergoyang (shake waterbath) pada suhu 37˚C dengan kecepatan 5 selama dua jam. Penambahan enzim pepsin berfungsi untuk memecah protein sehingga mineral (zat besi maupun kalsium) dapat lepas dari bentuk ikatan zat besi-protein maupun kalsium-protein yang terdapat pada cookies (Roig et al. 1999). Linder (2006) menjelaskan pemecahan protein dimulai dari lambung melalui denaturasi dengan HCl dan proteolitis dari pepsin. Pencernaan protein lebih lanjut terjadi di usus halus dengan bantuan berbagai ekso dan endopeptidase dari pankreas dan cairan intestinal. Pengaturan suhu
55
37˚C didasarkan pada deskripsi produk enzim pepsin yang digunakan pada penelitian ini dimana disebutkan enzim tersebut aktif pada suhu 37 0C. Senada dengan deskripsi produk tersebut, Bisswanger (2008) menyatakan bahwa sebagian besar enzim aktif pada suhu fisiologis (37 oC). Kondisi penangas bergoyang selama inkubasi merupakan simulasi dari kondisi tubuh saat pencernaan gastrointestinal terjadi (Puspita 2003).
Gambar 8 Inkubasi sampel bioavailabilitas kalsium in vitro dalam penangas air bergoyang (shaker water bath). Langkah berikutnya adalah menetapkan konsentrasi NaHCO 3 yang akan dimasukkan ke dalam kantung dialisis. Kantung dialisis kemudian dimasukkan ke dalam campuran untuk diinkubasi selama 30 menit. Setelah ditambahkan enzim pepsin dan pankreatin bile inkubasi dilanjutkan kembali hingga dua jam. Cairan yang tersisa pada kantung dialisat kemudian ditimbang dibaca dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric). Rata-rata bioavailabilitas kalsium berbagai jenis campuran disajikan pada diagram batang Gambar 9.
1.51
Cookies torbangun + Kopi Cookies kontrol + Kopi Cookies torbangun + Teh Cookies kontrol + Teh Cookies torbangun + Susu Cookies kontrol + Susu Cookies torbangun + AMDK Cookies kontrol + AMDK Cookies torbangun Cookies kontrol
3.99 0.76 1.48 8.91 11.46 3.42 4.62 5.70 5.92 0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
Gambar 9 Diagram batang rata-rata bioavailabilitas kalsium campuran
56
Bioavailabilitas (ketersediaan biologis) mineral merupakan faktor yang menentukan kemampuan mineral untuk diserap tubuh. Bioavailabilitas kalsium campuran berada dalam rentang 0,76 – 11,46%. Analisis sidik ragam (Lampiran 8) terhadap rata-rata bioavailabilitas kalsium pada Tabel 13 menunjukkan jenis campuran
cookies
+
minuman
berpengaruh
nyata
(p<0.05)
terhadap
bioavailabilitas kalsium. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 9B) diketahui campuran cookies kontrol + susu memiliki persentase bioavailabilitas kalsium tertinggi, meskipun demikian persentase tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan campuran cookies PGT + susu. Pola yang sama nampak pada cookies kontrol dan cookies PGT yang tidak dicampur dengan jenis minuman apapun, keduanya tidak berbeda nyata satu sama lain. Bioavailabilitas kalsium berbagai jenis campuran cookies + minuman yang dihasilkan pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan bioavailabilitas sayuran hijau dan hasil olahannya yang berkisar antara 0,69% sampai dengan 8,76% (Safitri 2003). Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan susu bubuk komersial high calcium yang memiliki bioavailabilitas antara 6,40% - 9,60% (Puspita 2003), crackers yang memiliki bioavailabilitas antara 8,00% - 17,40% (Purwawinangsih 2011) dan produk sereal sarapan yang memiliki bioavailabilitas antara 2,69% - 33,46% (Rajagukguk 2004), bioavailabilitas kalsium berbagai jenis campuran cookies + minuman pada penelitian ini dapat dikatakan lebih rendah. Sebaliknya, bila dibandingkan dengan bioavailabilitas biji-bijian yang berkisar antara 3,50% - 4,20% (Kamchan 2003), bioavailabilitas kalsium berbagai jenis campuran cookies + minuman penelitian ini dapat dikatakan lebih tinggi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium, baik sebagai faktor pendorong maupun penghambat penyerapan kalsium. Gropper et al. (2005) menyebutkan, vitamin D, gula dan alkohol serta protein merupakan faktor pendorong
penyerapan
kalsium. Sebaliknya,
penyerapan
kalsium
dihambat oleh keberadaan serat, kandungan kation divalen (Zn, Mg) yang tinggi, fitat, oksalat, dan asam lemak yang tidak dapat diserap. Pada penelitian ini diamati pengaruh protein, serat pangan, vitamin C, total kalsium, total zat besi, zinc, dan fosfor terhadap bioavailabilitas kalsium.
57
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson (Lampiran 10) kadar protein berkorelasi positif (+0,644) secara signifikan (p<0.01) terhadap bioavailabilitas kalsium. Secara praktis korelasi positif memiliki makna, semakin tinggi kadar protein maka persentase bioavailabilitas kalsium campuran cookies + minuman juga akan semakin tinggi. Weaver & Heaney (2008) menjelaskan absorpsi kalsium dapat terjadi melalui dua jalur, (a) transelular; melalui transfer aktif yang melibatkan protein pengikat kalsium, calbindin D9k, dan (b) paraselular; melalui difusi pasif kalsium Kedua jalur tersebut melibatkan protein dengan mekanisme yang berbeda. Calcitriol mempengaruhi penyerapan kalsium dengan menstimulasi protein pengikat kalsium (Calbindin) (Gropper et al. 2005). Satu molekul calbindin mengikat dua atau lebih ion kalsium (Anderson 2004). Kemudian penyerapan kalsium terjadi melalui tiga langkah, yaitu melalui membran brush border, pergerakan intaseluler, dan ekstrusi melalui membran basolateral (Gropper et al. 2005). Sementara itu, pada difusi pasif konsentrasi makromolekul seperti protein berperan dalam menimbulkan perbedaan tekanan osmotik di kompartemen luar sehingga ion kalsium dapat berdifusi ke dalam kantung dialisis (Bisswanger 2008). Winarno (2008) menyebutkan bahwa berat molekul protein sangat besar sehingga bila dilarutkan dalam air akan membentuk suatu dispersi koloidal. Peran positif protein pada kedua jalur penyerapan kalsium dapat menunjukkan bahwa peningkatan protein memberikan pengaruh yang baik bagi penyerapan kalsium dalam tubuh. Namun, intik protein yang berlebihan juga tidak
dianjurkan
karena
hasil
penelitian
Heaney
(2002)
menunjukkan
peningkatan asupan protein akan meningkatkan ekskresi kalsium di urin sehingga menyebabkan keseimbangan kalsium negatif. Menurut Broody (1999) efek ini disebut calciuric effect of protein. Allen (1982) menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan karena reabsorpsi kalsium di ginjal menurun karena peningkatan glomerolus filtration rate (GFR). Heaney (2002) menyimpulkan bahwa protein dan kalsium bersifat sinergis terhadap tulang jika keduanya tersedia dalam jumlah yang cukup dalam diet. Protein dan kalsium bersifat antagonis jika asupan kalsium rendah. Uji korelasi Pearson (Lampiran 10) juga menunjukkan korelasi bioavailabilitas kalsium dengan kandungan zat gizi lain. Kandungan serat pangan dan vitamin C tidak berpengaruh signifkan (p>0,05) terhadap bioavailabilitas kalsium. Begitu pun dengan total kalsium, kandungan zat besi, zinc dan fosfor.
58
Lebih rendahnya bioavailbilitas kalsium pada penelitian Safitri (2003), Kamchan (2003) juga penelitian ini, diduga disebabkan karena kandungan fitat, dan oksalat dalam sampel yang dianalisis. Anwar & Khomsan (2009) menyatakan, bioavailabilitas kalsium yang pada sayuran hijau memang cenderung lebih rendah karena terdapat banyak faktor penghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan atau oksalat. Diantara tiga faktor penghambat penyerapan kalsium yang disebutkan di atas, fitat memiliki korelasi paling kuat terhadap penghambatan penyerapan kalsium pada pangan berbasis tumbuhan khususnya pada biji-bijian. Mekanisme penghambatan fitat, oksalat, dan beberapa jenis serat seperti hemiselulosa yaitu dengan mengikat kalsium sehingga keberadaannya menjadi kompleks kalsium yang tidak larut sehingga tidak dapat diserap oleh tubuh kemudian dikeluarkan melalui feses (Kamchan 2003). Pada penelitian ini, serat pangan tidak berkorelasi signifikan dengan bioavailabilitas kalsium. Rolfes & Whitney (2008) menyebutkan, pengaruh serat terhadap penyerapan kalsium memang relatif kecil. Makanan yang tinggi kandungan vitamin C dapat meningkatkan bioavailabilitas
kalsium.
Vitamin
C
secara
alami
memiliki
kemampuan
mengkatalis reaksi reduksi-oksidasi. Oleh karena itu, vitamin C dapat meningkatkan absorbsi kalsium dengan merubah bentuk kalsium terokidasi menjadi bentuk kalsium tereduksi yang lebih mudah diserap (Berdanier 1998). Meskipun
demikian,
menurut
Heaney
(2001)
berbeda
dengan
kondisi
pencernaan sebenarnya, kondisi asam tidak terlalu dibutuhkan pada penyerapan kalsium secara in vitro. Sejalan dengan pendapat Haeney, pada penelitian ini tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara vitamin C dan bioavailabilitas kalsium. Kadar vitamin C dalam campuran cookies + minuman juga relatif rendah, hanya berkisar antara 1,01 - 9.99 mg/100 g (bk). Gropper et al. (2005) menjelaskan, keberadaan kation divalen (bervalensi 2) seperti magnesium, besi, dan seng dapat mengurangi absorpsi kalsium ketika mineral tersebut berada dalam keadaan berlebih dalam saluran pencernaan karena mineral tersebut akan saling berkompetisi untuk diserap di usus. Etcheverry et al. (2004) menjelaskan bahwa afinitas mineral-mineral tersebut untuk membentuk kompleks mineral lebih tinggi jika dibandingkan dengan afinitas mineral dengan reseptor pada sel usus. Hal ini menyebabkan kegagalan transfer kalsium ke dalam sel serta kegagalan aksi enzim proteolitis untuk melepaskan kalsium menjadi ion bebas. Meskipun demikian, korelasi kandungan
59
magnesium, besi dan seng pada susu komersial memiliki korelasi yang lemah terhadap bioavailabilitas kalsium. Pengaruh kation divalen dalam bioavailabilitas kalsium
dapat
dikurangi
jika
konsumsinya
tidak
bersamaan
sehingga
keberadaannya dalam usus lebih rendah dari kalsium (Gropper et al. 2005). Kalsium dan fosfor memiliki hubungan yang erat dalam proses absorpsi kalsium. Berdanier et al. (2008) menyebutkan, rasio kalsium dan fosfor dapat mempengaruhi absorpsi kalsium. Secara teoritis, pengaruh fosfor terhadap absorpsi kalsium terjadi melalui dua jalan yaitu 1). secara langsung, mempengaruhi ketersediaan kalsium melalui interaksinya dalam diet dan 2). secara tidak langsung, dimediasi oleh respon hormonal tubuh terhadap kekurangan atau kelebihan fosfor (Allen 1982). McDowel (1992) dalam Rajagukguk (2004) menyebutkan, hubungan khusus antara kalsium dan fosfor disarankan berdasarkan kenyataan bahwa perbandingan kalsium dan fosfor dalam tulang berdasarkan berat adalah sekitar 2,2 : 1. Namun, pendapat lain menyatakan variasi perbandingan kalsium dan fosfor hanya sedikit pengaruhnya terhadap keseimbangan kalsium. Rasio kalsium dan fosfor dapat mempengaruhi absorpsi kalsium masih bersifat kontroversial dan menjadi perdebatan. Sejalan dengan pernyataan McDowel (1992), pada penelitian ini pun kandungan fosfor tidak memiliki hubungan signifikan terhadap bioavailabilitas kalsium. Haney (2001) menyebutkan, analisis bioavailabilitas secara in vitro relatif murah tetapi sering menghasilkan informasi yang kurang akurat, terutama pada penelitian terkait kalsium. Hal ini disebabkan garam kalsium pada larutan yang dianalisis
umumnya
memiliki
kelarutan
yang
sangat
rendah
sehingga
berpengaruh terhadap penyerapannya. Oleh karena itu penelitian in vitro hanya merupakan penelitian pendahuluan yang hasilnya perlu diklarifikasi lebih lanjut melalui penelitian in vivo. Total Kalsium Tersedia Campuran Total kalsium tersedia menunjukkan jumlah kalsium yang dapat diserap oleh tubuh dan dipengaruhi oleh total kalsium dan bioavailabilitasnya. Makanan yang memiliki total kalsium tinggi namun bioavailabilitasnya rendah maka dimungkinkan total kalsium tersedianya menjadi rendah. Total kalsium tersedia dihitung dengan cara mengalikan total kalsium campuran dengan persen bioavailabilitasnya. Rata-rata total kalsium tersedia campuran disajikan pada Tabel 13.
60
Tabel 13 Rata-rata total kalsium tersedia campuran Jenis campuran Cookies kontrol Cookies kontrol + AMDK Cookies kontrol + Susu Cookies kontrol + Teh Cookies kontrol + Kopi Cookies PGT Cookies PGT + AMDK Cookies PGT + Susu Cookies PGT + Teh Cookies PGT + Kopi
Total Ca
Bio Ca
(mg/100g)
(%)
a
265,35 278,18 a 327,27 b 281,39 a 283,85 a 405,18 c 418,01 c 467,10 d 421,22 c 423,68 c
(mg/100g) c
5,92 4,62 c 11,46 d 1,48 a bc 3,99 5,70 c 3,42 abc 8,91 d 0,76 a 1,51 ab
1 SZ
Kontribusi AKG (%)
37,54 30,65 90,30 10,01 26,62 55,39 34,32 100,24 7,67 15,39
4,69 3,83 11,29 1,25 3,33 6,92 4,29 12,53 0,96 1,92
Total Ca Tersedia bc
15,64 12,77 abc 37,62 d 4,17 a 11,09 ab 23,08 c 14,30 abc 41,77 d 3,19 a 6,41 ab
Ket : * Angka-angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) ** n = 2 *** SZ = Serving Size
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa total kalsium yang tersedia pada campuran berkisar antara 3,19 - 41,77 mg/100g. Analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan, total kalsium tersedia dipengaruhi oleh jenis campuran secara signifikan (p<0.05). Campuran yang memiliki total kalsium tersedia terendah adalah campuran cookies PGT + teh. Adapun campuran yang memiliki total kalsium tersedia terbesar adalah campuran cookies PGT + susu. Uji lanjut Duncan (Lampiran 9C) memperlihatkan total kalsium jenis campuran cookies kontrol + susu dan campuran cookies PGT + susu berbeda nyata dengan berbagai jenis kombinasi lainnya. Meskipun demikian, keduanya tidak saling berbeda nyata (Lampiran 10). Diduga penambahan susu pada campuran dapat meningkatkan total kalsium campuran dan mempengaruhi nilai akhir total kalsium tersedia. Kadar kalsium susu mencapai 61,93 mg/100g. Susu memang merupakan sumber kalsium yang tidak dapat digantikan oleh bahan pangan lain seperti sayuran hijau (Anwar & Khomsan 2009). Berdanier (1998) menyebutkan total kalsium tersedia dipengaruhi tidak hanya oleh bioavailabilitas tetapi juga oleh total kalsiumnya. Total kalsium tersedia per takaran saji memiliki pola yang sama persis dengan total kalsium tersedia per mg/100 g. Setiap satu takaran saji campuran, terdiri atas 40 gram cookies dan 200 mL minuman. Kontribusi pemenuhan AKG relatif berbeda-beda antar jenis campuran. Jenis campuran yang memiliki kontribusi terbesar dalam memenuhi AKG kalsium adalah cookies PGT + susu, yakni sebesar 12,53%. Kontribusi terendah diberikan oleh campuran cookies
61
PGT + teh dengan persentase kontribusi pemenuhan AKG 0,96%. Standar AKG yang digunakan adalah kebutuhan kalsium dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, yakni 800 mg/hari. Total kalsium tersedia campuran cookies + minuman lebih tinggi jika dibandingkan dengan sayuran hijau dan olahannya yaitu sebesar 0,24 sampai dengan 9,04 mg/100g (Safitri 2003) dan biji-bijian sebesar 2,90 sampai dengan 7,10 mg/100g (Kamchan 2003). Namun, jika dibandingkan dengan crackers yang memiliki memiliki total kalsium tersedia sebesar 15,61 sampai dengan 96,79 mg/30g (Purwawinangsih 2011), produk sereal sarapan komersial yang ditambah susu dengan total kalsium tersedia sebesar 109,30 sampai dengan 243,10 mg/30g (Rajagukguk 2004) dan produk susu bubuk komersial high calcium dengan total kalsium tersedia sebesar 92,36 sampai dengan 226,37 mg/100g (Puspita 2003), hasil penelitian ini jauh lebih rendah. Total Zat Besi Campuran Total zat besi menunjukkan jumlah zat besi yang terkandung dalam campuran cookies + minuman. Seperti halnya total kalsium, total zat besi didapat dengan menambahkan total zat besi cookies dengan total zat besi minuman pencampur. Menurut Winarno (2008), makanan yang dikonsumsi manusia normal umunya mengandung kira-kira 20 - 25 gram besi/hari. Pada tabel berikut disajikan rata-rata total zat besi campuran berikut kontribusinya dalam memenuhi kecukupan zat besi per hari (tanpa memperhitungkan bioavailabilitasnya). Tabel 14 Rata-rata total zat besi campuran Rata-rata Total Zat Besi (mg/100g) Jenis campuran Cookies Minuman Campuran Cookies kontrol Cookies kontrol + AMDK Cookies kontrol + Susu Cookies kontrol + Teh Cookies kontrol + Kopi Cookies PGT Cookies PGT + AMDK Cookies PGT + Susu Cookies PGT + Teh Cookies PGT + Kopi
a
a
Kontribusi AKG (%)
1,63 a 1,63 1,63 a a 1,63 1,63 a b 3,76
a 2,75 3,70 b a 2,59 3,31 ab -
1,63 c 4,38 5,33 d bc 4,21 4,93 d b 3,76
6,26 16,83
3,76 b 3,76 b 3,76 b 3,76 b
2,75 a 3,70 b 2,59 a 3,31 ab
6,51 e 7,46 f 6,35 e 7,07 f
25,04 28,70
20,50 16,21 18,98 14,47
24,42 27,18
Ket : * Angka-angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) ** n = 2
Rata-rata total zat besi berbagai jenis campuran berkisar antara 1,63 mg/100g sampai 7,46 mg/100g. Cookies kontrol yang tidak dicampur dengan
62
jenis minuman apapun memiliki total zat besi terendah, sebaliknya cookies PGT yang dicampur susu mengandung total zat besi tertinggi. Analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan jenis campuran berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap total zat besi. Campuran cookies PGT cenderung memiliki kandungan total zat besi lebih tinggi dibandingkan dengan campuran cookies kontrol, pada semua jenis minuman. Berdasarkan one sampel t-test (Lampiran 2), kadar zat besi cookies PGT berbeda nyata (p<0.05)dengan cookies kontrol. Kadar zat besi cookies PGT adalah 3,76 mg/100g, sementara cookies kontrol hanya 1,63 mg/100g cookies. Cookies kontrol, tanpa mempertimbangkan bioavailabilitasnya, hanya dapat memenuhi 6,26% kebutuhan besi per hari, bahkan jika dicampur dengan susu pun hanya dapat memenuhi 20,50% AKG. Namun jika cookies PGT yang dicampur dengan susu maka dapat memenuhi 28,70% AKG. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 9D) diketahui cookies yang dicampur susu maupun kopi, baik pada cookies kontrol maupun cookies PGT tidak berbeda signifikan (p>0.05). Hal ini dikarenakan total zat besi kopi dan susu tidak berbeda signifikan. Mahmud et al. (2009) menyebutkan kandungan zat besi pada 100 g kopi bubuk instant mencapai 5,6 mg. Adapun kandungan zat besi pada 100 mL susu segar adalah 3,4 mg (Hardinsyah & Briawan 1994). Bioavailabilitas Zat Besi Campuran Tidak semua zat besi dalam produk pangan dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh, hal ini bergantung pada daya cerna (bioavailabilitas) zat besi tersebut. Latunde-Dada & Naele (1986) mendefinisikan bioavailabilitas zat besi sebagai jumlah zat besi dari bahan pangan yang ditransfer dari lumen usus ke dalam darah. Transfer zat besi erat kaitannya dengan proses absorbsi zat besi dalam usus halus (duodenum), oleh karena itu istilah bioavailabilitas zat besi dapat disamakan dengan absorbsi zat besi dalam usus halus (Puspitasari 2003). Seperti halnya analisis bioavailabilitas kalsium, analisis bioavailabilitas zat besi pada penelitian ini juga dilakukan secara in vitro berdasarkan prinsip dialisis. Nur et al. (1989) menyatakan bahwa proses dialisis merupakan metode pemisahan molekul besar dari molekul kecil yang didasarkan pada sifat semipermeabel yang meloloskan molekul-molekul kecil akan tetapi menahan molekul-molekul besar. Rata-rata Bioavailabilitas zat besi berbagai jenis campuran disajikan pada Gambar 10.
63
1.62 1.94
Cookies torbangun + Kopi Cookies kontrol + Kopi Cookies torbangun + Teh Cookies kontrol + Teh Cookies torbangun + Susu Cookies kontrol + Susu Cookies torbangun + AMDK Cookies kontrol + AMDK Cookies torbangun Cookies kontrol
0.91 1.30 2.05 2.56 0.96 2.12 3.77 5.95 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Gambar 10 Diagram batang rata-rata Bioavailabilitas zat besi campuran Rata-rata bioavailabilitas zat besi berbagai jenis campuran berkisar antara 0,91 - 5,95%. Cookies kontrol yang tidak dicampur dengan jenis minuman apapun memiliki bioavailabilitas zat besi tertinggi. Sebaliknya, cookies + teh memiliki bioavailabilitas zat besi terendah. Analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan
jenis campuran
berpengaruh signifikan
(p<0.05) terhadap
bioavailabilitas zat besi. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 9E) diketahui, bioavailabilitas zat besi cookies kontrol yang dicampur AMDK, susu, air teh, maupun air kopi tidak berbeda signifikan dengan cookies PGT yang dicampur dengan jenis minuman yang sama. Meskipun demikian, cookies kontrol dan cookies PGT yang tidak dicampur dengan minuman manapun berbeda signifikan dengan seluruh jenis campuran lain. Williams et al. (1995) menjelaskan, zat besi dalam bahan pangan terdapat dalam dua bentuk, heme dan non-heme. Zat besi heme berhubungan dengan hemoglobin dan myoglobin, sehingga hanya ditemukan pada pangan hewani seperti daging, ayam, dan ikan. Zat besi non-heme ditemukan baik pada pangan hewani maupun pangan nabati. Pangan hewani 60% zat besinya berupa zat besi non-heme, sementara pangan nabati 100% zat besinya berada dalam bentuk non-heme. Zat besi heme memiliki daya cerna lebih tinggi dibandingkan zat besi non-heme. Sekitar 10-30% zat besi heme diserap oleh usus, sementara hanya 2-10% zat besi nonheme yang dapat diserap usus. Torbangun merupakan pangan nabati, sehingga zat besi yang ditambahkan pada cookies diduga adalah zat besi non-heme yang bioavailabilitasnya rendah.
64
Bioavailabilitas zat besi (dan kalsium) yang relatif rendah pada penelitian ini diduga disebabkan karena keberadaan zat anti-gizi, seperti fitat, oksalat, dan tanin. Hal ini didasari dari kecenderungan campuran cookies PGT yang memiliki bioavailabilitas zat besi (dan kalsium) lebih rendah dibandingkan dengan campuran cookies kontrol, pada semua jenis kombinasi minuman. Dugaan adanya zat anti-gizi yang menghambat bioavailabilitas zat besi (dan kalsium) pada penelitian ini diperkuat oleh pernyataan Stephenson (2001), dimana berdasarkan uji fitokomia di dalam tanaman torbangun terkandung alkaloid, flavonoid, dan tanin. Tanin memang tersebar luas pada sayuran dan berbagai minuman seperti teh dan kopi (Stipanuk 1995). Williams (1995) menambahkan, makanan dengan kandungan tanin yang tinggi dapat menurunkan bioavailabilitas zat besi nonheme hingga 60%. Fitat dan oksalat umum dikenal sebagai penghambat bioavailabilitas zat besi. Fitat tersebar luas pada berbagai sayuran dan serealia. Fitat dan oksalat menurunkan bioavailabilitas zat besi non-heme melalui pembentukan garam yang tidak larut sehingga zat besi tidak bioavailable untuk diserap (Gallagher 2007). Lebih lanjut Marliyati (1995) menjelaskan, berdasarkan penelitiannya diketahui fitat mempunyai efek menghambat ketersediaan zat besi lebih besar dibandingkan zat anti-nutrisi lain seperti lignin, serat pangan, tanin, oksalat, gum arab, dan pektin. Menurut Oberleas (1971), berdasarkan struktur molekulnya, setiap molekul fitat dapat mengikat empat buah zat besi. Rolfes & Whitney (2008) menyebutkan, bioavailabilitas zat besi secara keseluruhan tergantung pada proporsi relatif antara faktor-faktor pendorong dan penghambat. Kedua faktor tersebut melalui interaksi sinergis mempengaruhi pelepasan zat besi dari bahan makanan. Gropper et al. (2005) menyebutkan, asam seperti asam askorbat, asam sitrat, asam laktat, dan asam tartarat berpotensi meningkatkan bioavailabilitas zat besi. Begitupun dengan gula, daging merah, daging unggas, daging ikan, dan mucin. Sebaliknya, kandungan polifenol (seperti tanin dan turunannya yang terdapat dalam teh dan kopi), oksalat, fitat, dan zat gizi lain seperti kalsium, fosfat, mangan, dan nikel dapat menghambat penyerapan zat besi. Pada penelitian ini hanya diamati pengaruh kandungan protein, serat pangan, vitamin C, kalsium, total zat besi, zinc dan fosfor terhadap bioavailabilitas zat besi.
65
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson (Lampiran 10) kadar protein dan vitamin C tidak berpengaruh signifkan (p>0.05) terhadap bioavailabilitas zat besi. Begitu pun dengan total kalsium. Sebaliknya, kadar serat pangan, zinc, dan fosfor berkorelasi negatif secara signifikan (p<0.05) terhadap bioavailabilitas zat besi. Korelasi negatif memiliki makna semakin tinggi kadar zinc, fosfor, dan total serat pangan pada campuran, maka % bioavailabilitas zat besi akan semakin redah. Hubungan antagonis nampak sangat jelas antara total zat besi dengan biovailabilitas zat besi. Uji korelasi Pearson (Lampiran 10) menunjukkan bahwa total zat besi berpengaruh negatif (-0,743) secara signifikan (p<0.01) terhadap bioavailabilitas zat besi. Oleh karena itu, berbanding terbalik dengan total zat besi, campuran cookies PGT memiliki bioavailabilitas zat besi lebih rendah dibandingkan dengan campuran cookies kontrol, pada semua jenis kombinasi minuman. Korelasi negatif antara total zat besi dengan bioavailabilitasnya sejalan dengan penelitian Lewis et al. (1989) yang menyatakan bahwa terdapat indikasi adanya penurunan proporsi zat besi dari makanan yang diserap oleh usus pada asupan zat besi yang tinggi. Weaver & Heaney (2008) juga menyatakan bahwa fraksi zat besi yang diserap umumnya bervariasi dan rata-rata akan berkebalikan dengan asupannya. Efisiensi absorbsi zat besi memang berbanding terbalik dengan total zat besi dalam makanan. Semakin besar total zat besi makanan, maka persentase zat besi yang diabsorbsi akan semakin rendah (Yeung & Laquarta 2003) Menurut Gropper et al. (2005), kalsium dan fosfor saling berinteraksi dan berpotensi menghambat absorbsi zat besi melalui pembentukan kelat Fe : Ca : PO4 pada mukosa usus. Kalsium mempengaruhi absorbsi zat besi heme maupun non-heme terutama pada tahap transportasi zat besi di mukosa usus. Hasil penelitian menunjukkan, pemberian 300 – 600 mg kalsium baik dalam bentuk kalsium fosfat, kalsium sitrat, kalsium karbonat, maupun kalsium klorida jika dilakukan bersamaan dengan pemberian 18 mg zat besi dalam bentuk ferro sulfat atau bersamaan dalam makanan, berpotensi menurunkan absorbsi zat besi hingga 70%. Meskipun demikian, menurut Gallagher (2007), jumlah kalsium yang adekuat dalam makanan berpotensi meningkatkan bioavailabilitas zat besi melalui pembentukan kompleks dengan zat penghambat absorbsi zat besi seperti fosfat, fitat, dan oksalat.
66
Selain berinteraksi dengan kalsium dan fosfor, zat besi juga berinteraksi dengan zinc. Interaksi zinc dan zat besi berpotensi menurunkan bioavailabilitas keduanya. Hal ini dikarenakan zat besi dan zinc berkompetisi untuk diserap pada jalur yang sama, yakni dimediasi oleh DCT 1. Perbandingan zinc dan zat besi pada konsentrasi 1:1 terbukti menghambat penyerapan zat besi hingga 66%, sementara perbandingan zinc dan zat besi pada konsentrasi 2,5:1 menghambat penyerapan zat besi hingga 80% (Gropper et al. 2005). Serat pangan dalam jumlah besar berpotensi menurunkan bioavailabilitas zat besi non-heme (Stipanuk 1995). Mekanisme penghambatan absorbsi zat besi oleh serat terjadi melalui pembentukan kelat yang tidak larut atau memicu pengangkutan zat besi yang cepat di saluran pencernaan (Williams et al. 1995). Meskipun
demikian,
Marliyati
(1995)
menyebutkan,
serat
pangan
dan
komponennya menunjukkan pengaruh yang bervariasi terhadap ketersediaan zat besi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kemampuan dalam membentuk kelat dengan zat besi. Faktor
utama
dalam
makanan
yang
berpotensi
meningkatkan
bioavailabilitas zat besi non-heme adalah keberadaan asam organik, baik dalam bentuk asam sitrat, asam askorbat, asam malat, dan asam laktat. Asam organik ini umumnya ditemukan pada buah-buahan yang memiliki rasa asam (Stipanuk 1995). Vitamin C mencegah oksidasi zat besi ferro (Fe 3+) menjadi ferri (Fe
2+
)
sehingga melindungi zat besi dari pembentukan ferri hidroksida yang tidak larut. Selain itu, vitamin C juga dapat membentuk kelat dengan Fe
3+
pada pH asam
sehingga zat besi tetap larut meskipun terjadi kenaikan pH dalam sistem pencernaan di usus halus (Hurrel et al. 1988). Pengaruh asam askorbat dalam meningkatkan penyerapan zat besi hanya terlihat jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan. Setelah 4 sampai 6 jam mengkonsumsi makanan, pemberian asam askorbat tidak berpengaruh. Asam askorbat jika dikonsumsi bersama dengan makanan dapat memperkuat penyerapan zat besi sebanyak 3-6 kali. Asam askorbat yang telah mengalami oksidasi hampir tidak lagi mempunyai kemampuan memperkuat zat besi (Monsen 1988). Williams (1995) menambahkan, MFP (Meat, Fish, Poultry) adalah faktor yang belum diketahui dengan pasti namun terbukti dapat meningkatkan absorbsi zat besi heme maupun non-heme. Penambahan sejumlah kecil MFP factor pada sayuran dan serealia terbukti meningkatkan zat besi non-heme. Menurut
67
Berdanier (1998), diperkirakan lisin, histidin, sistein, dan metionin adalah komponen protein yang memegang peranan dalam proses tersebut. Puspitasari (2003) melakukan studi pengaruh pemasakan terhadap bioavailabilitas zat besi sayur santan daun bangun-bangun. Bioavailabilitas zat besi daun bangun-bangun yang dimasak, baik yang ditambahkan bumbu dan santan (3,41%) ataupun tidak (3,76%) memiliki bioavailabilitas lebih rendah dibandingkan dengan daun torbangun segar (6,61%). Menurut Puspitasari (2003), proses pemasakan relatif tidak berpengaruh signifikan (p>0.05) terhadap bioavailabilitas zat besi. Tingginya bioavailabilitas sayuran dalam bentuk segar atau mentah dikarenakan ketersediaan zat gizinya masih berada dalam jumlah maksimum dan belum terjadi interaksi antara komponen-komponen yang ada dalam sayuran tersebut. Selain itu faktor pendorong penyerapan zat besi pada daun bangun-bangun segar, dalam hal ini vitamin C, juga relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan karena belum banyak kehilangan akibat perlakuan. Studi lain terkait bioavailabilitas zat besi dilakukan oleh Marliyati (1995), lebih tepatnya untuk melihat pengaruh pengeringan terhadap kadar senyawa antinutrisi yang mempengaruhi ketersediaan zat besi serta fortifikasi zat besi pada
rempah-rempah.
Terdapat
24
jenis
rempah-rempah
yang
diteliti
bioavailabilitasnya setelah masing-masing rempah-rempah difortifikasi fero sulfat dan fero furamat. Ketersediaan zat besi setelah difortifikasi fero sulfat dan fero furamat berturut-turut berada pada kisaran 2,37 - 22,89% dan 2,33 - 23,03%. Ketersediaan zat besi pada penelitian Marliyati (1995) relatif tinggi untuk bahan pangan nabati. Marliyati (1995) menduga hal ini disebabkan karena adanya mineral lain dalam bahan pangan yang terikat pada senyawa antinutrisi sehingga senyawa besi yang ditambahkan tidak membentuk kompleks (kelat) dengan senyawa antinutrisi dan terukur hampir seluruhnya. Pencampuran yang tidak sempurna antara senyawa besi dan tepung rempah-rempah juga diduga berperan menyebabkan senyawa besi berada dalam keadaan bebas sehingga bioavailabilitas zat besi yang terukur tinggi. Whitney et al. (1998) mengkategorikan ketersediaan besi nonheme dalam makanan berdasarkan penyerapannya, yaitu (1) ketersediaan tinggi; jika besi nonheme diserap sebesar 8%, (2) ketersediaan sedang; jika besi nonheme diserap sebesar 5%, dan (3) ketersediaan rendah; jika besi nonheme hanya diserap sebesar 3%. Berdasarkan klasifikasi tersebut sebagian besar jenis
68
campuran tergolong ke dalam jenis makanan dengan nilai ketersediaan zat besi rendah, yaitu kurang dari 3%. Hanya cookies kontrol (5,95%) yang tidak ditambah minuman apapun tergolong memiliki ketersediaan zat besi sedang. Menurut Rolfes & Whitney (2008), zat besi nonheme umumnya memang memiliki bioavalilabilitas yang rendah karena adanya efek dari ligan-ligan penghambat baik secara langsung maupun tidak langsung. Bioavailabilitas zat besi yang tinggi umumnya terdapat pada daging, ikan dan unggas, sedang pada serealia dan
kacang-kacangan
memiliki
kandungan
zat
besi
sedang,
adapun
ketersediaan zat besi pada sayuran umumnya rendah, terutama pada sayuran yang mengandung oksalat dan fitat seperti pada bayam. Analisis bioavailabilitas metode in vitro memiliki beberapa keterbatasan, antara lain adalah enzim yang digunakan hanya dua jenis, yakni pepsin dan pankreatin bile yang berfungsi untuk memecah protein sehingga kalsium yang terikat akan lepas dan dapat berdifusi ke dalam kantung dialisis. Pada pencernaan manusia yang sebenarnya, tidak hanya terdapat dua enzim, dimana aktivitas enzim yang berbeda akan menghasilkan tingkat bioavailabilitas yang berbeda pula. Adanya interaksi yang kompleks antar mineral-mineral, serat pangan, dan komponen lain dalam makanan juga menyebabkan keseimbangan mineral pada manusia sulit dipelajari secara
in vitro (Wilson et al. 1979).
Meskipun demikian metode ini dinilai lebih menguntungkan karena dapat dilakukan dengan cepat, praktis, dan lebih murah (Damayanthi & Rimbawan 2008). Metode in vitro juga memungkinkan pengontroloan kondisi secara tepat selama pengujian dan mengurangi keragaman yang terjadi dalam penentuan secara in vivo (Sudharma 1995). Total Zat Besi Tersedia Campuran Total zat besi tersedia menunjukkan jumlah zat besi yang dapat diserap oleh tubuh dan dipengaruhi oleh total zat besi serta bioavailabilitasnya. Total zat besi tersedia dihitung dengan cara mengalikan total zat besi campuran cookies + minuman dengan persen bioavailabilitasnya. Jika di dalam suatu bahan pangan kandungan total zat besinya tinggi namun bioavailabilitasnya rendah maka total zat besi tersedianya pun menjadi relatif lebih rendah. Total zat besi tersedia campuran disajikan pada Tabel 15.
69
Tabel 15 Rata-rata total zat besi tersedia campuran Total Fe Bio Fe Total Fe Tersedia Kontribusi AKG Jenis kombinasi (mg/100g) (%) (mg/100g) 1 SZ (%) Cookies kontrol Cookies kontrol + AMDK Cookies kontrol + Susu Cookies kontrol + Teh Cookies kontrol + Kopi Cookies PGT Cookies PGT + AMDK Cookies PGT + Susu Cookies PGT + Teh Cookies PGT + Kopi
a
1,63 c 4,38 d 5,33 bc 4,21 d 4,93 3,76 b e 6,51 7,46 f e 6,35 7,07 f
d
5,95 ab 2,12 b 2,56 ab 1,30 ab 1,94 c 3,77 0,96 a ab 2,05 0,91 a ab 1,62
0,097 ab 0,093 c 0,137 a 0,056 ab 0,097
ab
0,232 0,223 0,330 0,134 0,232
0,89 0,86 1,27 0,52 0,89
0,142 c a 0,062 0,153 c a 0,058 0,114 ab
0,340 0,150 0,368 0,139 0,275
1,31 0,58 1,41 0,54 1,06
Ket : * Angka-angka yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) ** n = 2 *** SZ = Serving Size
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa total zat besi tersedia pada campuran berkisar antara 0,056 - 0,153 mg/100 g. Campuran yang memiliki total zat besi tersedia terendah adalah campuran cookies kontrol + teh. Adapun campuran yang memiliki total zat besi tersedia terbesar adalah campuran cookies PGT + susu. Campuran cookies PGT + susu memang memiliki persentase bioavailabilitas zat besi terendah, namun karena total zat besi campuran cookies PGT + susu lebih tinggi secara signifikan (p<0.05) dibandingkan jenis campuran lain, maka total zat besi tersedia campuran cookies PGT + susu dapat mencapai 0,153 mg/100g. Hal ini menunjukkan total zat besi tersedia untuk dimanfaatkan tubuh tidak hanya bergatung pada bioavailabilitas pangan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh total mineral pangan. Yeung & Laquarta (2003) menyebutkan total zat besi tersedia akan tetap tinggi seiring dengan peningkatan total zat besi. Penambahan
tepung
torbangun
dapat
dikatakan
bermanfaat
dalam
meningkatkan total zat besi (maupun kalsium) cookies PGT. Kandungan zat besi cookies kontrol hanya 2.00 mg/100 g, sedangkan cookies PGT sebesar 4.26 mg/100g. Begitupun dengan konsumsi cookies PGT dengan susu, dapat meningkatkan total zat besi campuran. Kandungan zat besi susu mencapai 3,70 mg/100g, sehingga total zat besi campuran cookies PGT + susu mencapai 7,46 mg/100g. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 8) diketahui total zat besi tersedia dipengaruhi oleh jenis campuran secara signifikan (p<0.05). Uji lanjut Duncan (Lampiran 9F) juga memperlihatkan total zat besi campuran cookies
70
kontrol + susu, cookies PGT + susu dan cookies PGT yang tidak ditambah minuman pencampur berbeda signifikan (p<0,05) dengan total zat besi campuran lain. Meskipun demikian total zat besi tersedia ketiganya tidak berbeda signifikan satu sama lain. Total zat besi tersedia per takaran saji memiliki pola yang sama persis dengan total zat besi tersedia mg/100 g. WKNPG (2004) menetapkan AKG zat besi bagi wanita dewasa adalah 26 mg/hari. Kontribusi AKG tertinggi terdapat pada campuran cookies PGT + susu dengan persentase 1,41%. Campuran yang memberi kontribusi AKG terendah adalah campuran cookies kontrol + teh dengan persentase 0,52%.
71
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Cookies PGT mengandung energi 527 Kal dengan kadar air 3,70% bb, kadar abu 1,84% bk, kadar protein 10,52% bk, kadar lemak 23,64% bk, kadar karbohidrat 64,14% bk, serat makanan 5,19% bk, kadar kalsium 405,18 mg/100g, kadar besi 3,76 mg/100g, kadar fosfor 30,08 mg/100g, kadar zinc 0,81 mg/100g dan kadar vitamin C 1,04 mg/100g. Minuman dengan kadar air tertinggi adalah AMDK (99,35% bb). Adapun kadar kadar abu, protein, lemak, dan serat makanan tertinggi terdapat pada susu dengan kadar berturut-turut 2,80% bk, 5,78% bk, 1,63% bk dan 3,44% bk. Kadar kalsium (61,93 mg/100g), zat besi (3,70 mg/100g), zink (1,46 mg/100g), dan fosfor (21,56 mg/100g) tertinggi juga terdapat pada susu. Vitamin C tertinggi terdapat pada air kopi dengan kadar 7,92 mg/100g. Rata-rata bioavailabilitas kalsium campuran berada dalam rentang 0,76% (campuran cookies PGT + teh) - 11,46% (campuran cookies kontrol + susu). Sementara itu, rata-rata bioavailabilitas zat besi berkisar antara 0,92% (campuran cookies PGT + teh) - 5,95% (campuran cookies kontrol). Analisis sidik ragam menunjukkan jenis campuran berkorelasi signifikan (p<0.05) terhadap bioavailabilitas kalsium maupun zat besi. Berdasarkan
hasil
uji
korelasi
Pearson
diketahui
kadar
protein
berpengaruh positif/sinergis (+0,644) secara signifikan (p<0,01) terhadap bioavailabilitas
kalsium.
Adapun
bioavailabilitas
zat
besi
berhubungan
negatif/antagonis (-0,743) secara signifikan (p<0,01) dengan total zat besi. Total kalsium dan zat besi tersedia menunjukkan jumlah zat besi yang dapat diserap oleh tubuh dan dipengaruhi oleh total zat besi serta bioavailabilitasnya. Total kalsium yang tersedia pada campuran berkisar antara 3,19 mg/100g (campuran cookies PGT + teh) - 41,77 mg/100g (campuran cookies PGT + susu). Total zat besi tersedia campuran berkisar antara 0,056 mg/100 g (campuran cookies kontrol + teh) - 0,153 mg/100 g (campuran cookies PGT + susu). Yeung & Laquarta (2003) menyebutkan total kalsium dan zat besi tersedia akan tetap tinggi seiring dengan peningkatan total kalsium dan zat besi. Penambahan
tepung
torbangun
dapat
dikatakan
bermanfaat
dalam
meningkatkan total kalsium maupun zat besi cookies PGT. Begitupun dengan penambahan susu pada campuran.
72
Saran Jenis kombinasi berpengaruh nyata terhadap bioavailabilitas kalsium dan zat besi secara signifikan. Oleh karena itu, jenis minuman yang dianjurkan untuk dikombinasi atau dikonsumsi bersama cookies PGT adalah susu. Sebaliknya, cookies PGT sebaiknya tidak dikonsumsi bersamaan dengan teh dan kopi. Selain itu perlu diteliti lebih lanjut mengenai interaksi yang lebih kompleks dari faktor-faktor yang menghambat bioavailabilitas kalsium dan zat besi cookies PGT seperti tanin, oksalat, dan fitat. Perlu diuji pula mengenai pengaruh kombinasi minuman sari buah terhadap bioavailabilitas campuran cookies PGT.
73
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. AOAC inc, Airlington. Allen LH. 1982. Calcium bioavailability and absorption: a review. Am J Clin Nutr ;35:738-808. Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Anderson JJB. 2004. Minerals. Di dalam : Mahan K, Stump SE. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy. 11th edition. Philadelphia : Saunders. Hlm 120 – 128. Anwar F dan Khomsan A. 2009. Makan Tepat, Badan sehat. Jakarta : PT Mizan Publika. Apriantono A. Fardiaz D, Puspitasari NL, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. Appriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Yasni S, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB Press. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2007. Acuan label gizi produk pangan. www.pom.go.id. [10 November 2010]. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia. SNI 012973-1992. Biskuit. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. . 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 013753-1995. Teh Hitam Celup. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. . 1998. Standar Nasional Indonesia. SNI 013950-1998. Susu UHT. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. . 1998. Standar Nasional Indonesia. SNI 014446-1998. Kopi Mix. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. . 2006. Standar Nasional Indonesia. SNI 013553-2006. Air Minum Dalam Kemasan. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. Berdanier CD. 1998. Advance Nutrition Micronutrient. USA : CRC Press Bisswanger H. 2008. Enzyme Kinetics; Principles and Methods. Weinheim : Wiley-VCH. Bredbenner CB, Beshgetoor D, Moe G, Berning J, editor. 2007. Wardlaw’s Perspective in Nutrition. Ed ke-8. New York: McGraw & Hill. Broody T. 1999. Nutritional Biochemistry. New York: Academic press.
74
Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi, Institut Pertanian Bogor. Charney P. 2008. Water, electrolytes, and acid-base balance. Clarke, R. J. And Macrae, R. 1987. Coffe Chemestry (Volume 1). Elsevier Applied Science, London And New York. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Riset kesehatan dasar 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. _______ __ . 2010. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen Kesehatan. Damanik et al. 2001. Consumption of bangun-bangun leaves (Coleus amboinicus Lour) to increase breast milk production among Batakneese women in North Sumatra Island, Indonesia. Proceedings of the Nutrition Society of Australia: 25. ___________. 2001. Tradisi Sukubangsa Batak Simalungun Mengkonsumsi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) untuk Meningkatkan Produksi ASI Dalam L Nuraida dan RD Hariyadi (Eds.) Prosiding Seminar Nasional Pangan Tradisional dan Suplemen (hal 1-6). Bogor: Pusat kajian makanan Tradisional IPB. ___________. 2005. Effect of consumption of torbangun soup (Coleus amboinicus Lour) on Micronutrient intake of the Bataknese Lactating women. Media Gizi dan Keluarga. Vol 29 No.1. Damayanthi E dan Rimbawan. 2008. Penuntun Praktikum Evaluasi Nilai Gizi. [diktat] Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi manusia, Institut Pertanian Bogor. DeMan JM. 1997. Kimia Makanan. Bandung: Penerbit ITB. [Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Garut. http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Garut.pdf [12 Juni 2010] [Deperindag] Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2009. Roadmap industri pengolahan kopi. Jakarta; Direktorat Jendral Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian dan Perdagangan Etcheverry P, Wallingford JC, Miller DD, Glahn RP. 2004. Calcium, zinc, and iron bioavailabilities from commercial human milik fortifier: a comparison study. J Dairy Sci 87: 3629 – 3637. Fairbanks VF. 1999. Iron in Medecine and Nutrition. Dalam Shils ME, Olson JA, Shike M, Ross AC (eds). Modern Nutrition in Health and Disease (9th ed) hlm 194-201. Baltimore USA : Williams & Walkins.
75
Faridah A. 2008. Patiseri. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2005. Advanced Nutrition and Human Metabolism 4th edition. USA: Wadsworth. Gueguen L dan Pointillart. 2000. The bioavailability of dietary calcium. Journal of America College of Nutrition, 19 (90002), 119-136 Hambracus. 1999. Dalam Anonimus (Ed.). Iron. http://www.nucycletherapy.com. Hallberg L. 1988. Besi. Dalam Minerl (Olson RE, Broquist HP, Chicester CO, Darby AC, Kolbye Jr, dan Stalvey RM Ed.) (hlm. 74-92). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Handoko DD, Soekarto ST, Sugiyono. 2004. Karakterisasi Dekstrin Pati Garut (Maranta arundinaceae) pada Berbagai Tingkat Hidrolisis. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/25926/1/prosiding_seminar_ teknologi_inovatif_pascapanen-8.pdf [12 Juni 2010] Hartoyo, A. 2003. Teh Dan Khasiatnya Bagi Kesehatan. Penerbit Kanisius. Jakarta. Heaney RP. 2001. Factor influencing the measurement of bioavailability, taking calcium as a model. The Journal of Nutrition ; 0022-3166 / 01 _______. 2002. Protein and calcium: antagonists or synergists?. Am J Clin Nutr ;75:609–10. Hurrel RF, Lynch SR, Trinidad TP, Dassenko dan Cook DJ. 1988. Iron absorption in human : bovine serum albumin compared with beef muscule and egg white. Am. J. Clin. Nutr. 47 : 102-7 Herminiati A. 2005. Pengembangan Biskuit dari Campuran Dekstrin Garut dan Tepung Pisang untuk Terapi Gizi Tikus Penderita Autis. Bogor: Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kamchan A. 2003. In vitro bioavailability of calcium and the presence of some inhibitory factors in vegetables, legumes, and seeds. [tesis]. Bangkok; Madihol University Kurniasih A, Hilmansyah H, Astuti P, dan Imam S. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Ink SL.1988. Fiber-Mineral and Fiber-Vitamin Interactions. Di dalam: Bodwell CE, Erdman JW, editor. Nutrient Interactions. New York: Marcel Dekker Inc. hlm 253-255. Irawan
H. 2008. Top brand index. http://www.scribd.com/doc/31128056/Pemanfaatan-Pati-Ubi-Kayu-Dalamberbagai-Industri?secret_password=&autodown=pdf [12 Juni 2010]
76
Kay DE. 1973. Root crops, The Tropical Product. London: Institute, Foreign, and Common Wealth Office. Lewis NM, Marcus MSK, Behling AR, Greger JL. 1989. Calcium supplements and milk: effect on acid-base balance and on retention of calcium, magnesium, and phosphorus. Am J Clin Nut 49 : 527-33. Latunde-Dada GO dan Neale RJ. 1986. Review: Availability of Iron fro, Foods. Journal of Food Technology, 21, 255-268. Linder MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Aminnudin Parakkasi, penerjemah. Jakarta: UI press. Terjemahan dari: Nutritional Biochemistry and Metabolism. Lingga P, Sarwono B, Rahardi F, Rahardja PC, Anfiastini JJ, Rini W, Apriadji WH. 1986. Bertanam Umbi-umbian. Jakarta: Penebar Swadaya. Mahmud et al. 2009.Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo. Manley D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies 3 th edition. New York: Woodhead Publishing. Marliyati SA. 1995. Pengaruh pengeringan terhadap kadar senyawa antinutrisi yang mempengaruhi ketersediaan zat besi serta fortifikasi zat besi pada rempah-rempah. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Martin DW, Mayes PA, Rodwell VW, dan Granner DK. 1987. Biokimia (Penerjemah : I Darmawan). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Miller DD. 1996. Minerals. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry. New York : Macel Dekker, Inc. Hlm 617 - 649 Monsen ER. 1988. Iron Nutrition and Absorbtion : Dietary Factor Which Impact Iron Bioavailability di dalam Dietetics in 90‘ Role of The Dietition/Nutritionist. London-Paris : John Liberty Eurotext. Muchtadi TR. 1989. Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi : Sumber, Fungsi, dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Sinar Harapan. Marliati SA, Sulaeman A, dan Anwar F. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Muhilal F, Jalal dan Hardinsyah. 1998. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Dalam Winarno FG (Ed.), Prosiding Widya Karya Pangan dan Gizi VI (hlm. 95-962). Jakarta : LIPI [NHEI] Native Habitat Ethnobotanicals Inc. 2005. Coleus amboinicus. London: NHEI. [terhubung berkala]. http://www.native habitat.com /coleus [6 Maret 2011].
77
Nur MA, Rukmini HS, Adijuwana H. 1989. Teknik Labolatorium untuk Bidang Biologi dan Kimia. Bogor : Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, IPB Oberleas D. 1971. The determination of phytat and inositol phosphate. Methods Biochem. Anal 20, 87. O‘dell BL. 1997. Mineral-Ion interaction as assessed by biavailability and iron channel function. Dalam Handbook of Nutritionally Essential Mineral Elements (O‘dell BL dan Sunde RA Ed.). New York : Marcell Dakker Omtatok M.2009. Bulung Torbangun. http://halibitonganomtatok.wordpress.com. [2 April 2009]. Paul I, Turner RE & Ross D. 2004. Nutrition. New York : Jones and Barlett Publishers. Poerwadi R. 2011. Salah olah teh, bisa-bisa hanya ‗numpang lewat‘ di tubuh. http://36436-salah-olah-teh-bisa-bisa-hanya-qnumpang-lewatq-ditubuh.html. [ 22 Maret 2011]. Popkin BM, Armstrong LE, Bray GM, Cahallero B, Frei B, dan Willen WC. 2006. A new proposed guidance system for baverage consumption in the United States. Am J Clin Nutr 2006:83:529-42 Purwawinangsih EF. 2011. Ketersediaan Biologis (Bioavailabilitas) Kalsium secara In Vitro pada Crackers dengan Tepung Kepala Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Puspita ID. 2003. Bioavailabilitas kalsium secara in vitro pada susu bubuk yang diberi klaim high calsium dengan penambahan serat dan tanpa penambahan serat yang beredar di pasaran. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Puspitasari SP. 2003. Pengaruh pemasakan terhadap bioavailabilitas zat besi sayur santan daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng). [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahman A, Fardiaz S, Rahaju WP, Suliantri, dan Nurwitri CC. 1992. Teknelogi Fermentasi Susu. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Rapuri PB, Gallagher JC, Kinyamu HK, Ryschon KL. Caffeine intake increases the rate of bone loss in elderly women and interacts with vitamin D receptor genotypes. Am J Clin Nutr 2001;74; 694–700. Massey LK. 2001. Is caffeine a risk factor for bone loss in the elderly?. Am J Clin Nutr 2001;74:569–70 Rajagukguk LM. 2004. Bioavailabilitas kalsium secara in vitro pada produk sereal sarapan komersial yang difortifikasi kalsium. [skripsi]. Bogor: Departemen
78
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Reiser.1988. Carbohydrate-Mineral Interactions. Di dalam: Bodwell CE, Erdman JW, editor. Nutrient Interactions. New York: Marcel Dekker Inc. hlm 244245. Roig MJ, Alegria A, Barbera R, Farre R, Lagarda MJ. 1999. Calcium bioavailability in human milk, cow milk and infant formulas—comparison between dialysis and solubility methods. Food Chem 65: 353 – 357 Rolfes SR dan Whitney E. 2008. Understanding Nutrition 11 th Ed. Belmont USA : Thomson Higher Education Learning Inc. Rumetor SD. 2008. Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan zinc-vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki metabolisme dan produksiI susu kambing peranakan etawah. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Safitri RN. 2003. Bioavailabilitas mineral kalsium (Ca) secara in vitro pada beberapa sayuran hijau dan hasil olahannya. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Santosa CM. 2001. Khasiat konsumsi daun bangun-bangun (Coleus ambonicius Lour) sebagai pelancar sekresi air susu ibu menyusui dan pemacu pertumbuhan bayi. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Savithramma N, CH Sulochana, KN Rao. 2007. Ethnobotanical survey of plants used to treat asthma in Andhra Pradesh India. Journal of Ethnopharmacology 113: 54-61. Schuette SA dan Linkswiler HM. 1988. Kalsium. Dalam (Olson Re, Bruquist HP, Chichester CO, Darby WJ, Kolbye AC, Stalvey RM Eds), Pengetahun Gizi Mutakhir Mineral. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama Soediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi I. Jakarta : PT. Dian rakyat Stephenson J. 2001. Fruit extract for PMS. Journal American Medical Association 285: 6 Stipanuk MH. 1995. Biochemical and Physiological Aspect of Human Nutrition. USA : W.B. Saunders Company. Sudarmadji, S, Haryono, B., Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty. Sudharma E. 1995. Evaluasi ketersedian mineral besi dan seng, iodium serta vitamin B12 dalam produk fermentasi susu kacang merah (Phaseolus vulgaris L) dan kacang tolo (Vigna unguculata L). [Skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Suhardjo & Kusharto CM. 1992. Prinsip – prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.
79
Tensiska. 2008. Serat makanan [makalah]. Bandung: Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjajaran. Towers PA, Harden TJ, Nichol AW, Halley S. 1997. The role of milk in human health (an australian perspective). Nutrition Today, Vol 32, No.5, September/Oktober. Weaver CM dan Heaney RP.2007. Calcium. Di dalam: Shils EM, Olson JA, editor. Modern Nutrition in Health and Diseases. New York: Lippincott Williams and Wilkins. hlm 194-210. William MH. 1995. Nutrition for Fitness and Sport (4 th Edition). USA : Brown & Benchmark Publisher Wilson ED, Fisher KH, Garcia PA. 1979. Principles of Nutrition 4 th Ed. New York : John Wiley & Sons. Winarno FG.. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. Bogor: M-Brio Press.
80
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Analisis Kandungan Gizi Cookies A. Kandungan gross energy Tabel 16 Kandungan gross energy cookies kontrol dan cookies PGT Kode sampel
Ulangan
Energi
1
527
2
528
1
529
2
525
KU
TU
Rataan 528
527
B. Kandungan air Tabel 17 Kandungan air cookies kontrol dan cookies PGT Kode
Berat
Berat
Cawan +
cawan
sampel
(g)
(g)
Berat
Berat
Dry
Wet
sampel
hilang
base
base
kering (g)
(g)
(%)
(%)
Berat
Sampel
sampel
akhir (g)
KU1
3,028
6,3978
9,4258
9,2972
2,89935
0,12865
4,44
4,25
KU2
3,0515
5,6788
8,7303
8,6051
2,9263
0,1252
4,28
4,10
TU1
3,0206
5,6339
8,6544
8,5306
2,8968
0,1238
4,27
4,10
TU2
3,0810
6,7159
9,7969
9,6951
2,9792
0,1018
3,42
3,30
C. Kandungan abu Tabel 18 Kandungan abu cookies kontrol dan cookies PGT Kode
Berat
sampe
sampel
l
(g)
KU1
Berat
B cawan
B. Abu
%
awal (g)
akhir (g)
(g)
abu
3,0366
33,7641
33,7931
0,0290
0,96
4,44
1,00
1,00
KU2
3,0389
24,8593
24,88895
0,0297
0,98
4,80
1,02
1,02
TU1
3,0938
21,2757
21,33085
0,0552
1,78
4,29
1,86
1,86
TU2
3,0475
21,9660
22,0196
0,0536
1,76
3,42
1,82
1,82
kering (%)
Abu
Rata-
B.cawan
(bk)
rata (%)
D. Kandungan protein Tabel 19 Kandungan protein cookies kontrol dan cookies PGT Kode sampel
Berat sampel (g)
N HCl
Vol. Titrasi
Protein
(mL)
(b/b%) 9,46
4,46
Bahan kering
Protein (b/k%)
KU1
0,1494
0,0979
1,65
9,90
KU2
0,1204
0,0979
1,1
7,83
4,80
8,22
TU1
0,1000
0,0979
1,2
10,28
4,26
10,74
TU2
0,1378
0,0979
1,6
9,95
3,39
10,30
81
E. Kandungan lemak Tabel 20 Kandungan lemak cookies kontrol dan cookies PGT Kode
Berat
sampel
Sampel
KU1
B. labu awal
B.labu akhir
B. lemak
% lemak
Berat kering
Lemak (bk)
3,0064
111,5631
112,3043
0,7412
24,65
4,46
25,80
KU2
3,0489
103,8392
104,5816
0,7424
24,35
3,75
25,30
TU1
3,0888
105,6938
106,4351
0,7413
24,00
4,26
25,07
TU2
3,0637
109,3621
110,0197
0,6576
21,46
3,39
22,22
F. Kandungan karbohidrat Tabel 21 Kandungan karbohidrat cookies kontrol dan cookies PGT Kode Sampel
Air
Abu
Protein
Lemak
KH (%bb)
Bahan kering
KH (%bk)
KU1
4,25
0,96
9,46
24,65
60,68
4,44
63,50
KU2
4,10
0,98
7,83
24,35
62,75
4,28
65,55
TU1
4,10
1,78
10,28
24,00
59,84
4,27
62,51
TU2
3,30
1,76
9,95
21,46
63,53
3,42
65,78
G. Kandungan serat pangan Tabel 22 Kandungan serat pangan cookies kontrol dan cookies PGT Kode Sampel
Kertas Saring B1
B2
KS1
KS2
KS
KS+AB KS+AB KS+AB
+ serat
U1
U2
U
D (g)
I
Kadar serat
KU1
1,075
1,0997
1,1272
2,2269
1,1450
1,1421
2,2871 0,06020 0,0209 3,6186
KU2
1,0447 0,00 0,00 1,1302
1,0874
2,2176
1,1732
1,1874
2,3606 0,14300
TU1
1,0202
095 055
1,0954
2,2001
1,1524
1,1257
2,2781 0,07800 0,0251 5,1460
TU2
1,0277
1,12185 1,1087
2,2306
1,1599
1,1516
2,3115 0,08095 0,0268 5,2301
1,1047
0,098
4,2692
H. Kandungan kalsium Tabel 23 Kandungan kalsium cookies kontrol dan cookies PGT Kode sampel
Berat sampel
KU1
1,0592
KU2
1,0573
TU1
1,0356
TU2
1,0411
Aliquot
50
a
3,485
b
0,071
Peak
Kadar Ca
sampel
mg/100g
ppm
21
278,67
2786,67
19
252,03
2520,28
30
409,70
4097,03
29,5
400,65
4006,48
82
I. Kandungan zat besi Tabel 24 Kandungan zat besi cookies kontrol dan cookies PGT Berat
Kode sampel
sampel
KU1
1,0592
KU2
1,0118
TU1
1,0356
TU2
1,0411
Aliquot
50
a
Peak
b
9,008
Kadar Fe
sampel
mg/100g
ppm
4,1
1,62
16,18
4
1,64
16,39
8
3,75
37,45
8,1
3,78
37,79
-0,488
J. Kandungan zinc Tabel 25 Kandungan zinc cookies kontrol dan cookies PGT Kode sampel
Berat sampel
KU1
1,0592
KU2
1,0573
TU1
1,0411
TU2
1,0277
Aliquot
a
50
Peak
b
34,88
Kadar Zn
sampel
mg/100g
ppm
9,2
0,68
6,83
9
0,66
6,57
9,5
0,74
7,36
10,5
0,88
8,85
1,156
K. Kandungan fosfor Tabel 26 Kandungan fosfor cookies kontrol dan cookies PGT Kode
Berat
sampel
sampel
KU1
1,04725
KU2
1,03455
TU1
1,0258
TU2
1,0344
Kadar P2O5 Aliquot
10
a
b
3,0092
FP
0,0147
10
Absorbansi
mg/100g
Kadar fosfor mg/100g
0,2055
60,54
26,91
0,211
63,05
28,02
0,2245
67,97
30,21
0,2245
67,40
29,96
L. Kandungan vitamin C Tabel 27 Kandungan vitamin C cookies kontrol dan cookies PGT Kode Sampel
Berat sampel
KU1
10,0848
KU2
10,1283
TU1
10,1427
TU2
10,0546
a
167,7
b
-1,21
FP
1
titrasi (mL)
kadar vit C mg/100g
0,5
1,0111
0,5
1,0068
0,6
1,0641
0,5
1,0141
83
Lampiran 2 Uji Statististic One-Sampel T-Test Analisis Kandungan Gizi Cookies Tabel 28 One-Sampel Statististic T-Test kandungan gizi cookies kontrol dan cookies PGT N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Energi
4
5.2725E2
1.70783
.85391
Air
4
3.9375
.43084
.21542
Abu
4
1.4250
.47955
.23977
Protein
4
9.7900
1.10145
.55073
Lemak
4
24.5975
1.61403
.80701
Karbohidrat
4
64.3350
1.59082
.79541
Kalsium
4
3.3526E2
81.54105
40.77052
Besi
4
2.6975
1.23273
.61637
Zinc
4
.7400
.09933
.04967
Fosfor
4
1.0225
.02500
.01250
VitC
4
28.7750
1.58237
.79119
Serat Makanan
4
4.5675
.76691
.38346
Serat Kasar
4
1.0875
.32149
.16075
Tabel 29 One-Sampel T-Test kandungan gizi cookies kontrol dan cookies PGT 95% Confidence Interval of t
Df
Sig. (2-tailed)
Mean
the Difference
Difference Lower
Upper
Energi
617.452
3
.000
527.25000
524.5325
529.9675
Air
18.278
3
.000
3.93750
3.2519
4.6231
Abu
5.943
3
.010
1.42500
.6619
2.1881
Protein
17.777
3
.000
9.79000
8.0373
11.5427
Lemak
30.480
3
.000
24.59750
22.0292
27.1658
Karbohidrat
80.883
3
.000
64.33500
61.8037
66.8663
Kalsium
8.223
3
.004
335.26250
205.5125
465.0125
Besi
4.376
3
.022
2.69750
.7360
4.6590
Zinc
14.900
3
.001
.74000
.5819
.8981
Fosfor
81.800
3
.000
1.02250
.9827
1.0623
VitC
36.369
3
.000
28.77500
26.2571
31.2929
SeratMakanan
11.911
3
.001
4.56750
3.3472
5.7878
SeratKasar
6.765
3
.007
1.08750
.5759
1.5991
*Signifikansi lebih kecil dari p = 0,05 , berbeda nyata
84
Lampiran 3 Hasil Analisis Kandungan Gizi Minuman A. Kandungan air Tabel 30 Kandungan air minuman Cawan
Berat
Berat
cawan
sampel
A1
0
0
0
0
A2
0
0
0
S1
5,6527
3,1101
S2
5,5586
3,0813
T1
5,6418
T2
B.
Rata-rata
B.
Kadar
hilang
air (%)
0
0
99,33
0
0
0
99,36
8,7628
6,1795
0,5268
2,5833
83,06
8,6399
6,0609
0,5023
2,579
83,70
3,1196
8,7614
5,7404
0,0986
3,021
96,84
6,8188
3,0935
9,9123
6,8912
0,0724
3,0211
97,66
K1
6,0654
3,1424
9,2078
6,4663
0,4009
2,7415
87,24
K2
5,7017
3,2346
8,9363
6,1052
0,4035
2,8311
87,53
Sampel
Berat
+
sampel
akhir
sampel
kering
kadar air (%)
99,35
83,38
97,25
87,38
B. Kandungan abu Tabel 31 Kandungan abu minuman Berat
Kadar abu
Rata-rata kadar abu (% )
kering
(% )
Wet base
0,0697
0,6691
0,67
22,7895
0,0642
0,6377
0,64
14,8277
15,1391
0,3114
16,9384
2,98
23,5592
23,8358
0,2766
16,3016
2,61
23,5197
23,6277
0,1080
3,1607
1,07
25,6997
25,7904
0,0907
2,3404
0,91
24,9987
25,2175
0,2188
12,7578
2,10
24,2012
24,4216
0,2204
12,4745
2,17
B.cawan awal
B. cawan akhir
B. abu
20,8770
20,9467
22,7253
0,65
2,80
0,99
2,13
C. Kandungan protein Tabel 32 Kandungan protein minuman Berat sampel
Vol. Titrasi N HCl
kering
Kadar
Rata-rata kadar Protein
Protein
Sampel
g
A1
0
0
0,0000
0,00
A2
0
0
0,0000
0,00
S1
0,2437
1,6
16,9384
6,26
S2
0,2701
1,5
16,3016
5,30
T1
0,2428
0
3,1607
0,00
T2
0,2376
0,1
2,3404
0,40
K1
0,3008
0,2
12,7578
0,63
K2
0,2361
0,3
12,4745
1,21
0,109
mL
Berat
(%)
Wet base
0,00
5,78
0,40
0,92
85
D. Kandungan lemak Tabel 33 Kandungan lemak minuman
Sampel
Berat
B. labu
B.labu
B.
sampel
awal
akhir
lemak
Kadar B. kering
lemak (%)
Rata-rata kadar lemak (%) Wet base
Dry base
A1
-
-
-
-
0
0,00
0,00
0,00
A2
-
-
-
-
0
0,00
0,00
0,00
S1
8,4393
39,4042
39,5259
0,1217
16,9384
1,44
1,44
8,51
S2
8,4637
38,9436
39,0972
0,1536
16,3016
1,81
1,81
11,13
T1
-
-
-
-
0,0000
0,00
0,00
0,00
T2
-
-
-
-
0,0000
0,00
0,00
0,00
K1
8,4042
57,4353
57,5479
0,1126
12,7578
1,34
1,34
10,50
K2
8,4489
58,5225
58,6199
0,0974
12,4745
1,15
1,15
9,24
E. Kandungan karbohidrat Tabel 34 Kandungan karbohidrat minuman K. K.
lemak
B. kering
K.
Rata-rata kadar
karbohi
karbohidrat (%)
drat
Wet
(%)
base
Sampel
Kadar air
K. abu
Protein
A1
99,3309
0,6691
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
A2
99,3623
0,6377
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
S1
83,0616
2,9828
6,2618
1,4421
16,9384
6,2517
S2
83,6984
2,6106
5,2966
1,8148
16,3016
6,5795
T1
96,8393
1,0743
0,0000
0,0000
3,1607
2,0864
T2
97,6596
0,9065
0,4014
0,0000
2,3404
1,0325
K1
87,2422
2,0996
0,6341
1,3398
12,7578
8,6842
K2
87,5255
2,1685
1,2119
1,1528
12,4745
7,9413
Dry base
0,00
0,00
6,42
38,63
1,56
55,06
8,31
65,87
F. Kandungan serat pangan Tabel 35 Kandungan serat pangan minuman Kadar serat Berat
Kertas
Berat
Berat
B. kering
Sampe
sampel
KS
saring +
cawan
setelah
l
(g)
kosong
residu
kosong
pengabuan
A1
0
0
0
0
0
0,0
A2
0
0
0
0
0
0,0
S1
3,8703
1,1365
1,3581
25,0492
25,1354
97,0
S2
3,8517
1,1313
1,3653
22,9088
23,0118
97,4
T1
3,6199
1,1276
1,2918
22,6023
22,7196
98,9
T2
3,5478
1,1028
1,2863
19,9734
20,0875
99,1
makanan total(%) Wet
Dry
base
base
0,00
0,00
3,44
20,67
1,61
61,72
86
Kadar serat Berat
makanan total(%)
Kertas
Berat
Berat
B. kering
Sampe
sampel
KS
saring +
cawan
setelah
l
(g)
kosong
residu
kosong
pengabuan
K1
3,9676
1,104
1,2785
26,7004
26,7865
97,9
K2
3,5259
1,1218
1,3455
22,6665
22,7991
97,8
Wet
Dry
base
base
2,39
18,97
G. Kandungan kalsium Tabel 36 Kandungan kalsium minuman Berat Sampel
sampel
Aliquot
a
Peak
b
sampel
(g)
Kadar kalsium (mg/100g)
A1
1,4785
14,8
13,61
A2
1,4665
13,1
12,06
S1
1,7092
8
66,51
S2
1,707
6,9
57,35
T1
1,4806
17,8
16,50
T2
1,4754
16,8
15,59
K1
1,427
18,4
17,72
K2
1,4234
19,9
19,28
50
3,485
0,071
Rata-rata kadar kalsium (mg/100g)
ppm
12,84
128,38
61,93
128,38
16,04
128,38
18,50
128,38
H. Kadar zat besi Tabel 37 Kandungan zat besi minuman Berat Sampel
sampel
Aliquot
a
b
(g)
Kadar besi
Rata-rata kadar besi
sampel
(mg/100g)
(mg/100g)
ppm
2,75
27,47
3,70
37,01
2,59
25,86
3,31
33,06
Peak
A1
1,4785
8,5
2,81
A2
1,4665
8,1
2,68
S1
1,7092
13
3,89
S2
1,707
11,8
3,51
50
9,008
-0,488
T1
1,4806
8,8
2,92
T2
1,4754
7
2,25
K1
1,427
9,9
3,46
K2
1,4234
9,1
3,15
87
I. Kadar zinc Tabel 38 Kandungan zinc minuman Berat Sampel
sampel
Aliquot
a
b
(g)
Peak sampel
Kadar zink (mg/100g)
A1
1,4785
10,8
0,64
A2
1,4665
9,1
0,48
S1
1,7092
22,1
1,50
S2
1,707
20,9
1,41
T1
1,4806
10,1
0,58
T2
1,4754
9,8
0,55
K1
1,427
14,2
1,01
K2
1,4234
12,2
0,81
50
34,88
1,156
Rata-rata kadar zink (mg/100g)
ppm
0,56
5,64
1,46
14,56
0,56
5,62
0,91
9,10
J. Kadar fosfor Tabel 39 Kandungan fosfor minuman Kadar
Berat Sampel
sampel
a
b
FP
P2O5
Abs
(g)
Kadar fosfor
mg/100g
(mg/100g)
A1
1,4785
0,081
14,9019
6,6231
A2
1,4665
0,087
16,3834
7,2815
S1
1,7092
0,274
50,4149
22,4066
S2
1,707
3,0
0,0
0,254
46,5863
20,7050
T1
1,4806
092
147
0,103
19,8186
8,8082
T2
1,4754
0,114
22,3660
9,9404
K1
1,427
0,163
34,5355
15,3491
K2
1,4234
0,143
29,9536
13,3127
10
Rata-rata kadar fosfor (mg/100g) 6,95
21,56
9,37
14,33
K. Kadar vitamin C Tabel 40 Kandungan vitamin C minuman pencampur Berat
Titrasi
Kadar Vit C
(g)
(mL)
(mg/100g)
A1
0
0
0,00
A2
0
0
0,00
S1
8,312
1
0,65
S2
8,3032
0,9
0,13
T1
8,3118
1,1
1,17
T2
8,3206
1,1
1,16
K1
8,3452
2,2
6,86
K2
8,3106
2,6
8,97
Sampel
sampel
FP
10
a
23,12
b
0,876
Rata-rata kadar Vit C (mg/100g) 0,00
0,39
1,17
7,92
88
Lampiran 4 Hasil Sidik Ragam (One Way ANOVA) Kandungan Gizi Minuman Tabel 41 One way ANOVA kandungan gizi minuman pencampur Energi
Jumlah Kuadrat
df
Kuadrat tengah
F hitung
Sig.
Antar kelompok
52565,5000
3
17521,8333
.
.
Dalam kelompok
0,0000
4
0
52565,5000
7
Antar kelompok
354,0801
3
118,0267
814,2222
0,0000
Dalam kelompok
0,5798
4
0,1450
354,6600
7
Antar kelompok
5,9547
3
1,9849
92,0944
0,0004
Dalam kelompok
0,0862
4
0,0216
Total
6,0409
7
Antar kelompok
44,7577
3
14,9192
83,6640
0,0005
Dalam kelompok
0,7133
4
0,1783
Total
45,4710
7
Antar kelompok
4,2781
3
1,4260
65,6127
0,0007
Dalam kelompok
0,0869
4
0,0217
Total
4,3651
7
Antar kelompok
92,7410
3
30,9137
139,7182
0,0002
Dalam kelompok
0,8850
4
0,2213
Total
93,6261
7
Antar kelompok
12,5723
3
4,1908
58,7565
0,0009
Dalam kelompok
0,2853
4
0,0713
Total
12,8576
7
Antar kelompok
3224,3668
3
1074,7889
95,9982
0,0004
Dalam kelompok
44,7837
4
11,1959
3269,1505
7
Antar kelompok
1,5811
3
0,5270
6,0111
0,0579
Dalam kelompok
0,3507
4
0,0877
Total
1,9318
7
Antar kelompok
1,0661
3
0,3554
37,4322
0,0022
Dalam kelompok
0,0380
4
0,0095
Total
1,1040
7
Antar kelompok
249,3640
3
83,1213
75,9295
0,0006
Dalam kelompok
4,3789
4
1,0947
Total
253,7429
7
Antar kelompok
83,5643
3
27,8548
47,1665
0,0014
Dalam kelompok
2,3623
4
0,5906
Total
85,9266
7
Total Air
Total Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat
SeratTotal
Kalsium
Total Besi
Zink
Fosfor
VitC
* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata
89
Lampiran 5 Hasil Uji Lanjut Duncan Kandungan Gizi Minuman A. Kandungan air Tabel 42 Uji lanjut Duncan kandungan air minuman Jenis Minuman
Subset for alpha = 0.05
N
Susu
2
Kopi
2
Teh
2
AMDK
2
1
2
83,38
3
4
a
87,38385
b
97,24945
c
99,3466 d
Sig.
1
1
1
1
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
B. Kandungan abu Tabel 43 Uji lanjut Duncan kandungan abu minuman Jenis Minuman
Subset for alpha = 0.05
N
1
AMDK
2
0,6534 a
Teh
2
0,9904 a
Kopi
2
Susu
2
2
2,13405
3
b
2,7967 c
Sig.
0,0833
1
1
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
C. Kandungan protein Tabel 44 Uji lanjut Duncan kandungan protein minuman Jenis Minuman
Subset for alpha = 0.05
N
1
2 a
AMDK
2
0,0000
Teh
2
0,2007 a
Kopi
2
0,923 a
Susu
2
5,7792 b
Sig.
0,0986
1
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
D. Kandungan lemak Tabel 45 Uji lanjut Duncan kandungan lemak minuman Jenis Minuman
N
Subset for alpha = 0.05 1
2 a
AMDK
2
0,0000
Teh
2
0,0000 a
Kopi
2
1,2463
b
Susu
2
1,6284
b
Sig. *Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
1
0,61
90
E. Kandungan karbohidrat Tabel 46 Uji lanjut Duncan kandungan karbohidrat minuman Jenis Minuman
Subset for alpha = 0.05
N
AMDK
2
Teh
2
Susu
2
Kopi
2
1 0,0000
2
3
4
a
1,5595
b
6,4156 c 8,3128
Sig.
1
1
1
d
1
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
F. Kandungan serat makanan total Tabel 47 Uji lanjut Duncan kandungan serat pangan minuman Jenis Minuman
Subset for alpha = 0.05
N
AMDK
2
Teh
2
Kopi
2
Susu
2
1 0,0000
2
3
4
a
1,6105 b 2,3912 c 3,4355 d
Sig.
1
1
1
1
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
G. Kandungan kalsium Tabel 48 Uji lanjut Duncan kandungan kalsium minuman Jenis Minuman
N
Subset for alpha = 0.05 1
2 a
AMDK
2
12,8377
Teh
2
16,0442 a
Kopi
2
18,5028 a
Susu
2
Sig.
61,9258 b 0,1714
1
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
H. Kandungan zat besi Tabel 49 Uji lanjut Duncan kandungan zat besi minuman Jenis Minuman
N
Subset for alpha = 0.05 1
2
Teh
2
2,5862
a
AMDK
2
2,7470
a
Kopi
2
3,3056 ab
Susu
2
Sig. *Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
3,3056 ab 3,7005
0,0759
b
0,2530
91
I. Kandungan zink Tabel 50 Uji lanjut Duncan kandungan zink minuman Jenis Minuman
Subset for alpha = 0.05
N
1
2
Teh
2
0,5620
a
AMDK
2
0,5638
a
Kopi
2
Susu
2
3
0,9096 b 1,4555
Sig.
0,9861
1
c
1
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
J. Kandungan fosfor Tabel 51 Uji lanjut Duncan kandungan fosfor minuman Jenis Minuman
Subset for alpha = 0.05
N
1
2
3
a
AMDK
2
6,9523
Teh
2
9,3743 a
Kopi
2
Susu
2
14,3309 b 21,5558 c
Sig.
0,0816
1
1
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
K. Kandungan vitamin C Tabel 52 Uji lanjut Duncan kandungan vitamin C minuman Jenis Minuman
N
Subset for alpha = 0.05 1
2 a
AMDK
2
0,0000
Susu
2
0,3852 a
Teh
2
1,165 a
Kopi
2
Sig. *Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
7,9174 b 0,2101
1
92
Lampiran 6 Bioavailabilitas Kalsium Campuran Tabel 53 Bioavailabilitas kalsium campuran kadar
Berat
Berat
Kode
protein
setara 2 g
sampel
sampel
rata-rata
protein
bio
(%)
(g)
(g)
K1A
1,5731
127,1388
K2A
1,2466
160,4332
K1S
4,0947
K2S
Total Ca
Berat
Peak
sampel
dialisat
AAS
(mg/100g)
(mg)
(g)
mm
20,0037
292,2801
58,4668
20,0480
16,8
20,0009
264,0898
52,8203
25,8313
18,95
48,8437
8,2113
345,1721
28,3431
19,6452
3,7688
53,0678
8,9370
309,3739
27,6487
K1T
1,8252
109,5744
18,4223
295,1678
K2T
1,4988
133,4367
22,4404
K1K
2,4136
82,8631
K2K
2,0873
T1A
Total Ca
Aliquot FP
a
b ml
Kadar Ca dialisat
Kadar Ca dialisat pd
Bio
sampel
(mg/100g)
(mg)
%
10
11,9720
2,4001
4,1051
10
10,4858
2,7086
5,1280
24
10
17,4757
3,4331
12,1128
24,7484
20,9
10
12,0750
2,9884
10,8084
54,3767
20,7536
60,5
1
4,1775
0,8670
1,5944
267,6150
60,0539
20,5576
56,9
1
3,9661
0,8153
1,3577
13,9295
296,3909
41,2858
22,2298
62,2
1
4,0098
0,8914
2,1590
95,8158
16,1156
271,3091
43,7231
18,9725
17,8
10
13,4069
2,5436
5,8176
1,6979
117,7908
19,9963
423,3165
84,6476
20,8962
22
10
15,0563
3,1462
3,7168
T2A
1,5917
125,6548
19,9955
412,7100
82,5234
22,2887
18
10
11,5409
2,5723
3,1171
T1S
4,2206
47,3866
13,3058
476,2086
63,3634
22,4474
45,9
10
29,2915
6,5752
10,3769
T2S
4,1116
48,6430
13,1315
457,9941
60,1415
21,8559
31,3
10
20,5001
4,4805
7,4499
T1T
1,9502
102,5540
17,2554
426,2043
73,5433
19,6204
35,1
1
2,5615
0,5026
0,6834
T2T
1,8437
108,4802
18,2164
416,2352
75,8231
23,3466
44,2
1
2,7119
0,6331
0,8350
T1K
2,5388
78,7769
13,2541
427,4273
56,6516
20,2520
56,1
1
3,9693
0,8039
1,4190
T2K
2,4316
82,2491
13,8204
419,9293
58,0359
20,6572
65,2
1
4,5235
0,9344
1,6101
K1
9,8648
20,2741
14,0723
278,6665
39,2148
22,9505
15
10
9,3327
2,1419
5,4620
K2
7,8263
25,5548
15,1235
252,0280
38,1154
21,3864
17
10
11,3569
2,4288
6,3723
T1
10,6715
18,7416
13,7444
409,7030
56,3112
23,9521
20
10
11,9374
2,8593
5,0776
T2
9,9463
20,1080
14,0482
400,6481
56,2839
22,9981
24,9
10
15,4894
3,5623
6,3291
Ratarata Bio % 4,62
11,46
1,48
3,99
3,42 3,485
0,071
50 8,91
0,76
1,51
5,92
5,70
93
Lampiran 7 Bioavailabilitas Zat Besi Campuran Tabel 54 Bioavailabilitas zat besi campuran kadar
Berat
protein
setara 2 g
rata-rata
protein
(%)
(g)
(g)
K1A
1,5731
127,1388
K2A
1,2466
K1S
Total Fe
Berat
Peak
sampel
dialisat
AAS
(mg/100g)
(mg)
(g)
mm
20,0037
4,4294
0,8860
20,0480
160,4332
20,0009
4,3220
0,8644
4,0947
48,8437
8,2113
5,5113
K2S
3,7688
53,0678
8,9370
K1T
1,8252
109,5744
K2T
1,4988
K1K
2,4136
K2K
Kode sampel
Berat sampel bio
Total Fe
Aliquot a
b ml
Kadar Fe dialisat
Kadar Fe dialisat pd
Bio
sampel
(mg/100g)
(mg)
%
3,8
0,1176
0,0236
2,6612
25,8313
2
0,0526
0,0136
1,5719
0,4526
19,6452
2,1
0,0720
0,0141
3,1252
5,1471
0,4600
24,7484
1,2
0,0370
0,0091
1,9886
18,4223
4,5379
0,8360
20,7536
2
0,0655
0,0136
1,6254
133,4367
22,4404
3,8919
0,8734
20,5576
1,1
0,0418
0,0086
0,9838
82,8631
13,9295
5,0754
0,7070
22,2298
2,9
0,0836
0,0186
2,6286
2,0873
95,8158
16,1156
4,7931
0,7724
18,9725
1,3
0,0511
0,0097
1,2561
T1A
1,6979
117,7908
19,9963
6,5566
1,3111
20,8962
1,6
0,0544
0,0114
0,8670
T2A
1,5917
125,6548
19,9955
6,4617
1,2921
22,2887
1,8
0,0560
0,0125
0,9657
T1S
4,2206
47,3866
13,3058
7,6385
1,0164
22,4474
3,2
0,0902
0,0202
1,9923
T2S
4,1116
48,6430
13,1315
7,2869
0,9569
21,8559
3,2
0,0926
0,0202
2,1161
T1T
1,9502
102,5540
17,2554
6,6651
1,1501
19,6204
1,7
0,0608
0,0119
1,0367
T2T
1,8437
108,4802
18,2164
6,0317
1,0988
23,3466
1,3
0,0416
0,0097
0,8830
T1K
2,5388
78,7769
13,2541
7,2026
0,9546
20,2520
1,9
0,0644
0,0130
1,3652
T2K
2,4316
82,2491
13,8204
6,9329
0,9582
20,6572
2,8
0,0873
0,0180
1,8816
K1
9,8648
20,2741
14,0723
1,6182
0,2277
22,9505
2
0,0592
0,0136
5,9669
K2
7,8263
25,5548
15,1235
1,6392
0,2479
21,3864
2,2
0,0687
0,0147
5,9290
T1
10,6715
18,7416
13,7444
3,7454
0,5148
23,9521
3,4
0,0892
0,0214
4,1490
T2
9,9463
20,1080
14,0482
3,7790
0,5309
22,9981
2,8
0,0784
0,0180
3,3960
9,008
-0,448
50
Rata-rata Bio %
2,12
2,56
1,30
1,94
0,92
2,05
0,96
1,62
5,95
3,77
94
a. Bahan dan alat Semua peralatan gelas dicuci, direndam dalam larutan HNO 3 10% (v/v) selama 24 jam dan dibilas dengan air bebas ion sebelum digunakan. Bahan dan alat yang digunakan meliputi : 1. HCl 37% 2. Suspensi Pepsin : 1,6 pepsin didispersikan ke dalam 0,1 M HCl dan ditepatkan volumenya menjadi 10 ml. suspense ini dibuat sewaktu akan digunakan. 3. Campurkan pankreatin : Sebanyak 1 g pankreatin dan 6,25 g ekstrak bile didispersikan dalam 0,1 M NaHCO dan tepatkan volumenya menjadi 250 ml. Campuran ini dibuat sewaktu akan digunakan. 4. Kantung Dialisis : Kantung dialisis dipotong dengan panjang 20 cm dan kemudian direndam dalam air bebas ion sampai akan digunakan. 5. Botol-botol gelas : Botol-botol gelas dengan ukuran yang sesuai dan mencukupi, digunakan untuk tempat sampel dan kantung dialisis. b. Persiapan sampel (Gambar ) Formula snack bar diblender kering sampai menyerupai bubuk Ditimbang setara 2 gram protein Analisis ketersediaan zat besi Gambar. Tahap-tahap persiapan sampel c. Prinsip analisis Zat besi (Fe) pada sampel dihidrolisis dari ikatannya dengan protein menggunakan enzimenzim penernaan yang terdapat di lambung dan usus halus. Fe bebas yang terdapat dalam larutan sampel akan berdifusi melalui membran semipermeabel ke dalam kantung dialysis yang berisi buffer NaHCO3. Fe dalam dialisat menunjukkan jumlah Fe yang diserap tubuh.
dalam alat pencuci gelas, dibilas dengan air destilata dan direndam dalam HCL 1 N selama 4 jam. b. Persiapan sampel Timbang sampel sedemikian rupa sehingga kandungan proteinnya sekitar 2 gr. Selanjutnya tambahkan air bebas ion hingga volumenya mencapi 75 ml, kemudian blender sampai halus. Siapkan sampel tersebut duplo.
95
Suspensi pepsin.
Masukkan 1 gr pepsin ( sigma P7000) ke dalam labu takar 25 ml.
Kemudian tepatkan volumenya dengan HCL 0.1 N. Digunakan dalam bentuk segar atau siapkan segera sebelum digunakan. Pankreatin bile. Campurkan 2 gr pankreatin (Sigma P1750) dan 12.5 gr ekstrak bile (Sigma B8631), kemudian larutkan dalam NaHCO 3 0.1 M dan buat volumenya menjadi 1 liter dengan NaHCO3 0.1 M. Larutan protein presipitan. Larutkan 100 gr asam triklor asetat (TCA, Sigma T4885) dan 50 gram hidroksil amonium klorida (Sigma H9876) dalam air. Kemudian tambahkan 100 ml HCL pekat dan tepatkan volume larutan menjadi 1 liter menggunakan air bebas ion. Larutan standar Fe. Buat larutan dengan konsentrasi 0, 0.25, 0.5, 1.0, 2.0, dan 4.0 ug/ml Fe sebagai FeCl3 dalam HCl 0.1 N. Katong dialisis. Potong kantong dialisis (Spectrapor 1, 6000-8000 MWCO, Fisher 3 8700) sepanjang 15 cm dan rendam dalam air bebas ion, sekurang-kurangnya 1 jam. Vial. Siapkan vial (tabung dialisis) (Fisher 3-335-10D) lengkap dengan penutupnya. Buat lubang kecil pada tutup untuk mengeluarkan gas.
96
c. Prosedur Sejumlah sampel
Haluskan dengan Blender
Timbang Sampel ≈ 2 g Protein dalam gelas piala yang diketahui beratnya
(2 / protein sampel) x 100 = x gr sampel ≈ 2 gram protein
+ Akuades bebas Ion sampai 100 gram atau bila terlalu kental penambahan air sampai di dapat kekentalan yang bisa diaduk
Atur pH menjadi 2.0 dg HCl 4 N
Timbang gelas piala bersama sampel (A)
Timbang ± 20 g (T1) untuk analisis bioavailability
+ Suspensi Pepsin 1 ml
Inkubasi 370C 120 mnt
Timbang ± 20 g (T2) untuk menghitung total asam tertitrasi
1.6 pepsin larutkan dalam 10 ml HCl 0.1 N
+ Suspensi Pepsin 1 ml
Inkubasi 370C 120 mnt
Masukkan Freezer
Masukkan Freezer
97
Sampel T2 (Total Asam Tertitrasi) Thawing dlm Shaker 370C
1 g Pankretin (Sigma p-170) + 6.25 g ekstrak bile (Sigma B8631) larutkan dlm 25ml NaHCO3 0.1 N
+ 5 ml Pankreatin Bile
+ indikator PP
Misal larutan KOH 2 N = Timbang 112.2 g KOH dilarutkan menjadi 1000 ml dg akuades simpan diudara terbuka selama 2 hari, kemudian dikalibrasi Kalibrasi : timbang ± 0.01 g asam Oksalat + akuades +
Titrasi dg KOH standar sampai merah jambu
3 tts PP aduk sampai larut kmd tittrasi dg larutan KOH 0.2 N sampai merah jambu. N KOH = mg Asam Oksalat / (ml titrasi x 63.037)
Hitung kebutuhan NaHCO3 Kebutuhan NaHCO3 Ml titrasi
T1
100
= N KOH x 56.1 x ------------ x --------- x --------1000
T2
20
= x gr KOH Timbang NaHCO3 setara x gr KOH dan diencerkan sampai 100 ml dengan akuades bebas ion Potong kantung ± 15 cm rendam dlm air bebas ion lalu ikat salah satu ujungnya Isi dengan 20 ml larutan NaHCO3 hasil perhitungan Ikat ujung satunya, usahakan tidak ada gelembung, kemudian direndam dengan sisa lar. NaHCO3 dalam gelas piala 200 ml
Spesifikasi kantung: MWCO : 6000-8000 Lebar Flat : 50 mm Diameter : 32 mm Vol/panjang : 8 ml/cm
98
Sampel Bio (T1) Thawing dlm Shaker 370C
Masukkan Kantung Dialisisis
Inkubasi 370C 30 mnt
+ 5 ml Pankreatin Bile Inkubasi 370C 2 jam Buka ikatannya dan Angkat Kantung Dialisis
tuangkan dalam gelas piala /erlenmeyer 100 ml bebas ion yang sudah diketahui beratnya Cuci bagian dalam kantung
Timbang dan catat dialisat
dengan air bebas Ion
+ H2SO4 pekat 10 ml + 10 ml HNO3 pekat
Perhitungan
Diamkan semalam
+ H2O bebas Ion
1.
Total Fe dalam Dialisat Aliquot
total dialisat
= (ppm sampel – Blanko) x ---------- x fp x ------------2.
Panaskan sampai jernih
1000 gr dial analisis Biovailabilitas (%) a. Total Fe, dlm sampel Bio (mg) Misal satuan, Fe = mg/100 g maka
Encerkan dlm labu 50 ml gr sampel bio x total Ca, Fe, Zn x 100 Saring dg Whatman 42
-
=----------------------------------------------------g sampel ≈2 g Prot + air ( A )
Baca dg AAS b. % Bioavailabillity total Fe, dialisat (mg) = ----------------------------------------- x 100 total Fe sampel Bio (mg)
99
Lampiran 8 Hasil Sidik Ragam (One Way ANOVA) Total Fe, Bio Fe, Fe100g, Total Ca, Bio Ca, dan Ca100g Tabel 55 One way ANOVA total Fe, bio Fe, Fe100g, total Ca, bio Ca, dan Ca100g Jumlah
Kuadrat
Kuadrat TotalFe
BioFe
TotalCa
9
6,263597
Dalam kelompok
0,6247
10
0,062466
Total
56,9970
19
Antar kelompok
41,8377
9
4,648634
Dalam kelompok
2,8288
10
0,282877
44,6665
19
Antar kelompok
0,0226
9
0,002513
Dalam kelompok
0,0080
10
0,000802
Total
0,0306
19
Antar kelompok
106598,2864
9
11844,25
2427,9637
10
242,7964
109026,2500
19
Antar kelompok
208,2376
9
23,13751
Dalam kelompok
13,7852
10
1,378515
222,0228
19
Antar kelompok
3210,0542
9
356,6727
Dalam kelompok
213,0647
10
21,30647
3423,1189
19
Total
Total Ca100g
F hitung
56,3724
Dalam kelompok
BioCa
tengah
Antar kelompok
Total Fe100g
df
Total
Sig.
100,272
0,000
16,505
0,000
3,176
0,043
48,782
0,000
16,784
0,000
16,740
0,000
* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata
Lampiran 9 Hasil Uji Lanjut Duncan Total Fe, Bio Fe, Fe100g, Total Ca, Bio Ca, dan Ca100g A. Total Ca Tabel 56 Uji lanjut Duncan total Ca Jenis kombinasi
N
Subset for alpha = 0.05 1
2
3
4
Cookies kontrol
2
265,3473
a
Cookies kontrol+air
2
278,1850
a
Cookies kontrol+teh
2
281,3914 a
Cookies kontrol+kopi
2
283,8500
Cookies kontrol+susu
2
Cookies PGT
2
405,1756 c
Cookies PGT +air
2
418,0133 c
Cookies PGT +teh
2
421,2198
a
327,2730
b
c
100
Jenis kombinasi
Subset for alpha = 0.05
N
Cookies PGT +kopi
2
Cookies PGT +susu
2
1
2
3
4 c
423,6783
467,1014
Sig.
0,2937
1,0000
0,2937
d
1,0000
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
B. Bio Ca Tabel 57 Uji lanjut Duncan bio Ca Jenis kombinasi
Subset for alpha = 0.05
N
1
2
3
4
Cookies PGT +teh
2
0,7592
a
Cookies kontrol+teh
2
1,4760
ab
Cookies PGT +kopi
2
1,5145 ab
1,5145 ab
Cookies PGT +air
2
3,4169 abc
3,4169 abc
3,4169 abc
Cookies kontrol+kopi
2
3,9883 bc
3,9883 bc
Cookies kontrol+air
2
4,6166 c
Cookies PGT
2
5,7034 c
Cookies kontrol
2
5,9171
Cookies PGT +susu
2
8,9134
Cookies kontrol+susu
2
11,4606 d
Sig.
0,0608
ab
1,4760
0,0739
c
0,0788
d
0,0552
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
C. Ca 100g Tabel 58 Uji lanjut Duncan Ca100g Jenis kombinasi
N
Subset for alpha = 0.05 1
2
3
4
a
Cookies PGT +teh
2
3,1941
Cookies kontrol+teh
2
4,1698 a
Cookies PGT +kopi
2
6,4131
Cookies kontrol+kopi
2
11,0914
Cookies kontrol+air
2
12,7705
Cookies PGT +air
2
14,2992 abc
Cookies kontrol
2
Cookies PGT
2
Cookies kontrol+susu
2
37,6242
d
Cookies PGT +susu
2
41,7681
d
Sig.
ab
6,4131
ab
ab
11,0914
abc
12,7705
ab
abc
12,7705
abc
14,2992 abc
14,2992 abc
15,6403 bc
15,6403 bc 23,0803 c
0,0535
0,0960
0,0638
0,3904
101
D. Total Fe Tabel 59 Uji lanjut Duncan total Fe Jenis kombinasi
N
Subset for alpha = 0.05 1
2
3
4
5
6
a
Cookies kontrol
2
Cookies PGT
2
3,7622
b
Cookies kontrol+teh
2
4,2149
bc
Cookies kontrol+air
2
Cookies kontrol+kopi
2
4,9343 d
Cookies kontrol+susu
2
5,3292 d
Cookies PGT +teh
2
6,3484 e
Cookies PGT +air
2
6,5092
Cookies PGT +kopi
2
7,0678
f
Cookies PGT +susu
2
7,4627
f
Sig.
1,6287
4,2149
bc
4,3757 c
1,0000
0,1002
0,5345
0,1451
e
0,5346
0,1450
*Nilai rata-rta pada kolom berbeda, berbeda nyata
E. Bio Fe Tabel 60 Uji lanjut Duncan bio Fe Jenis kombinasi
Subset for alpha = 0.05
N
1
2
3
Cookies PGT +teh
2
0,9116
a
Cookies PGT +air
2
0,9590
a
Cookies kontrol+teh
2
1,3046 ab
1,3046 ab
Cookies PGT +kopi
2
1,6234 ab
1,6234 ab
Cookies kontrol+kopi
2
1,9423 ab
1,9423 ab
Cookies PGT +susu
2
2,0542 ab
2,0542 ab
Cookies kontrol+air
2
2,1165 ab
2,1165 ab
Cookies kontrol+susu
2
Cookies PGT
2
Cookies kontrol
2
Sig.
4
2,5569 b 3,7725 c 5,9479 d 0,0685
0,0579
1,0000
1,0000
*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
F. Fe 100g Tabel 61 Uji lanjut Duncan Fe100g Jenis kombinasi
N
Subset for alpha = 0.05 1
2 a
Cookies kontrol+teh
2
0,0560
Cookies PGT +teh
2
0,0580 a
Cookies PGT +air
2
0,0624
a
102
Cookies kontrol+air
2
0,0929
ab
0,0929
ab
Cookies kontrol+kopi
2
0,0968
ab
0,0968
ab
Cookies kontrol
2
0,0969
ab
0,0969
ab
0,1144
ab
0,1144 ab
Cookies PGT +kopi
2
Cookies kontrol+susu
2
0,1373
c
Cookies PGT
2
0,1418
c
Cookies PGT +susu
2
0,1532
c
Sig. *Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
0,0917
0,0830
103
Lampiran 10 Hasil Uji Korelasi Pearson Bio Ca dan Bio Fe Terhadap Kandungan Gizi Campuran Tabel 62 Hasil uji korelasi Pearson bio ca & bio fe terhadap kand. gizi campuran BioCa BioCa
BioFe
Zink
Fosfor
VitC
-.022
-.070
.394
.357
-.331
.121
.002
.302
.928
.768
.086
.122
.154
20
20
20
20
20
20
20
20
20
Pearson Correlation
.358
1
-.084
-.448*
-.332
-.743**
-.473*
-.508*
-.253
Sig. (2-tailed)
.121
.723
.047
.153
.000
.035
.022
.281
20
20
20
20
20
20
**
-.086
1
20
20
20
**
-.084
1
.002
.723
20
20
Pearson Correlation
.243
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
N Kalsium
Besi
.243
N
Serat
Kalsium
.644**
N
Protein
Serat
.358
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
BioFe
Protein
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.644
**
.733
**
.575
**
.591
**
.828
.802
.000
.008
.006
.000
.000
.719
20
20
20
20
20
20
20
-.448*
.733**
1
.573**
.740**
.825**
.895**
.360
.302
.047
.000
.008
.000
.000
.000
.119
20
20
20
20
20
20
20
20
20
-.022
-.332
**
1
**
.408
.422
-.015
.928
.153
.008
.008
.000
.074
.064
.949
20
20
20
20
20
20
20
20
**
.575
.573
20
.766
104
BioCa
BioFe
Protein
Serat
Kalsium
Besi
Zink
-.070
-.743**
.591**
.740**
.766**
.768
.000
.006
.000
.000
20
20
20
20
20
20
Pearson Correlation
.394
*
-.473
**
**
.408
**
Sig. (2-tailed)
.086
.035
.000
.000
.074
.000
20
20
20
20
20
20
Pearson Correlation
.357
-.508*
.802**
.895**
.422
Sig. (2-tailed)
.122
.022
.000
.000
20
20
20
-.331
-.253
.154
N 20 * Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata
Besi
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Zink
N Fosfor
N VitC
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
** Signifikansi lebih kecil dari p=0,01, berbeda nyata
Fosfor
VitC
.770**
.780**
.278
.000
.000
.235
20
20
20
1
**
.232
.000
.324
20
20
20
.780**
.979**
1
.293
.064
.000
.000
20
20
20
20
20
20
-.086
.360
-.015
.278
.232
.293
1
.281
.719
.119
.949
.235
.324
.210
20
20
20
20
20
20
20
.828
.825
1
.770
.979
.210
20