BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA KERANG KALANDUE (Polymesoda erosa, Lightfoot,1786) DI EKOSISTEM MANGROVE TAMAN NASIONAL RAWA AOPA WATUMOHAI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1) OLEH : ANDI HILDAYANI F1D112031
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI APRIL, 2016
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan penelitian dan skripsi dengan berjudul “Bioakumulasi Logam Berat pada Kerang Kalandue (Polymesoda erosa Lightfoot, 1786) di Ekosistem Mangrove Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai” ini dapat terselesaikan sebagai mestinya Ungkapan rasa cinta dan terimah kasih yang dalam penulis tunjukan kepada ayahanda Andi Basri dan ibunda tercinta Cece yang telah memberikan dorongan, pengorbanan dan do’anya yang tulus demi kesuksesan penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini di hadapkan dengan berbagai macam hambatan dan kendala, namun dengan bantuan berbagai pihak akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimah kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada bapak Analuddin, S.Si., M.Si., M.Sc., Ph.D selaku pembimbing I dan bapak Dr. Jamili, M.Si selaku pembimbing II yang dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan telah meluangkan waktunya, memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan sejak awal penyusunan hingga selesainya hasil penelitian ini untuk itu, penulis mengucapkan terimah kasih kepada 1. Rektor Universitas Halu Oleo 2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo
v
3. Wakil Dekan I Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. 4. Wakil Dekan II Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. 5. Wakil Dekan III Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. 6. Bapak Dr. Yusuf Sabilu, M.Si selaku penasehat akademik yang telah memberikan pengarahan bimbingan dalam memprogramkan mata kuliah. 7. Ketua Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo, bapak Muhsin, S.Pd., M.Si dan Sekertaris Jurusan Biologi ibu Dr. Hj. Sitti Wirdana Ahmad, S.Si., M.Si 8. Kepala Laboratoratorium Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo, Ibu Dra. Sri Ambardini, M.Si dan Laboran Bapak Rahmat Hasan, A.Md. 9. Kepala Perpustakaan FMIPA Universitas Halu Uleo, Ibu Dra. Hj. Indrawati, M.Si beserta Stafnya 10. Seluruh Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo. 11. Tim penguji Bapak Dr. Amirullah, M.Si., Bapak La Ode Siwi, S.P., M.Si., dan Bapak Drs. Nasaruddin, M.Si yang memberikan saran dan kritikan . 12. Sahabat Penulis Siti feni Musdalifah, Nurisnaini Ulfa terima kasih atas keceriaan, bantuan dan motivasinya. 13. Saudara-saudara saya A. Selviani, Sapriadi, A. Fahriawan, Upit Supriadi, Asrianti dan Asriansya friadi yang banyak memberi bantuan dan motivasinya.
vi
14. Teman-teman seangkatan biologi 2012 Siti Surahmi, Irmayanti Arif, Dafid Pratama, Saharudin, Muh.Azwar syah,S.Si., Desti Tryaswati, S.Si., Rosminah, S.Si, Winda Astuti, Euis Nurhilyah, Retno Wulan Saputri, Dessyani Mantu, Irman, Febryanto Meiyer, Ld.Muh.Yusuf, Desi Afdaliana dan teman teman seangkatan yang tidak biasa saya sebutkan satu persatu persatu yang telah banyak membantu dan menghibur penulis selama penelitian. 15. Senior-seniorku Saban Rahim,S.Si., M.PW, Adi Karya,S.Si, M.Sc., LD. Abdul Fajar Hasidu,S.Si., WD. Nanang Trisna Dewi,S.Si, M.Si., Fitri,S.Si, Rahmatan Juhaepa,S.Si., dan senior-senior lainya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama penelitian. 16. Junior-juniorku Angkatan 2013-2014 Ebit Yasakti, Ahmad Akbar, Clara Cecilia, Umratul Hasanah, Harma, Diaz Eka Anjani, Musalifah Islamiy, Putra Prabowo, dan adik lainya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberi bantuan dan semangatnya. Selanjutnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima segala saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaannya. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas segala dukungan serta bimbingannya semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai dan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Aamiin. Kendari, Maret, 2016 Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ABSTRAK ABSTRACT I. PENDAHULUAN A. B. C. D.
Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan penelitian Manfaat Penelitian
1 4 4 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
5
A. Klasifikasi, Morfologi, Anatomi dan Habitat Kerang 1. Klasifikasi Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) 2. Morfologi dan Anatomi Kerang 3. Habitat Kerang B. Kebiasaan Makan Kerang C. Logam Berat D. Jenis Logam Berat 1. Timbal (Pb) 2. Kadmium (Cd) 3. Merkuri (Hg) E. Pencemaran Logam Berat dalam Perairan F. Bioakumulasi III.METODE PENELITIAN A. B. C. D.
Halaman i ii iii iv v viii x xi xii xiii xiv xv 1
5 5 5 7 8 8 9 9 10 11 11 13 15
Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Variabel penelitian Jenis Penelitian
15 16 17 17
viii
E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian 17 1. Definisi Operasional 17 2. Indikator Penelitian 19 F. Prosedur Penelitian 19 1. Penetapan Lokasi 19 2. Teknik Pengumpulan data dan pengambilan Sampel 20 3. Analisis Logam Berat Sampel 21 a. Preparasi Sampel Sedimen dan Daging Kerang 21 b. Analisis Statistik Penentuan Kadar Logam Hg, Cd dan Pb 25 c. Analisis Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam Hg, Cd dan Pb pada Daging Kerang 25 G. Analisis Data 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
26
A. B. C. D.
Parameter Lingkungan Perairan 26 Kadar Logam Berat Dalam Air 28 Kadar Logam Berat Dalam Air dan Sedimen 29 Kadar Logam Berat Pada Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) dan Sedimen 30 E. Kadar Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Berdasarkan Ukuran Tubuh 35 F. Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam Berat 39 G. Faktor Bioakumulasi Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Berdasarkan Ukuran Tubuh 41 V. PENUTUP
45
A. Simpulan B. Saran
45 45
DAFTAR PUSTAKA
46
LAMPIRAN
51
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1.
Alat dan fungsi yang digunakan pada penelitian
16
2.
Bahan dan fungsi yang digunakan pada penelitian
17
3.
Parameter lingkungan di Sungai Lampopala
26
4.
Rerata Kadar Logam Berat Hg, Cd, Pb dalam Air
28
5.
Rerata Kadar Logam Berat Hg, Cd, Pb dalam Air dan Sedimen
29
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1.
Gambar Kerang Kalandue (Polymesoda erosa)
6
2.
Gambaran Lokasi Pengambilan Sampel
16
3.
Kreteria Pengambilan Sampel
21
4.
Diagram Prosedur Kerja Analisis Logam Berat
24
5.
Kadar Logam Hg pada Sedimen, Kerang Besar dan Kerang Kecil
31
6.
Kadar Logam Pb pada Sedimen, Kerang Besar dan Kerang Kecil
32
7.
Kadar Logam Cd pada Sedimen, Kerang Besar dan Kerang Kecil
33
8.
Kadar Logam Hg, Pb dan Cd pada Kerang Besar
36
9.
Kadar Logam Hg, Pb dan Cd pada Kerang Kecil
37
10.
Faktor Bioakumulasi Logam Hg pada Kerang
39
11.
Faktor Bioakumulasi Logam Pb pada Kerang
40
12.
Faktor Bioakumulasi Logam Cd pada Kerang
41
13.
Faktor Bioakumulasi Logam Hg, Pb dan Cd pada Kerang Besar
42
14.
Faktor Bioakumulasi Logam Hg, Pb dan Cd pada Kerang Kecil
43
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Teks
Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan Perairan Sungai Lampopala Kawasan TNRAW
2.
51
Konsentrasi logam Hg, Pb dan Cd dalam air dan sedimen Perairan Sungai Lampopala Kawasan TNRAW
3.
52
Konsentrasi Logam Hg, Pb dan Cd pada daging kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Kawasan TNRAW
4.
Halaman
53
Faktor Bioakumulasi (BCF) logam Hg, Pb dan Cd pada daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) kawasan TNRAW
54
5.
Analisis Data TTEST Kadar Logam
55
6.
Analisis Data TTEST Faktor Bioakumulasi (BCF)
56
7.
Dokumentasi Penelitian Lapangan dan Laboratorium
57
8.
Peta Lokasi Penelitian
63
xii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/singkatan µg o C ppm ppt DO g mL mg/L cm gr/cm3 HNO3 Hg Pb Cd Zn Cu > < KAAS Vp Ws P BCF AAS SE
Arti dan keterangan Mikrogram Derajat Celcius Part per million Part per triliun Dissolved oxygen Gram Mililiter Milligram per liter Sentimeter Gram per sentimeter kubik Asam nitrat Merkuri Timbal Kadmium Zeng Tembaga Lebih besar Lebih kecil Konsentrasi AAS (Atomic Absorption spectrophotometer) Volume pelarut Massa sampel Probabilitas Faktor bioakumulasi Atomic Absorption spectrophotometer Standar eror
xiii
Bioakumulasi Logam Berat pada Kerang Kalandue (Polymesoda erosa, Lightfoot, 1786) di Ekosistem Mangrove Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
OLEH : Andi Hildayani F1D1 12 031
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kandungan logam berat Hg, Pb dan Cd pada daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) (2) mengetahui faktor bioakumulasi (BCF) logam berat pada daging kerang kalandue (Polymesoda erosa). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2016. Lokasi penelitian pengambilan sampel di ekosistem mangrove Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai menggunakan metode purposive sampling dimana sampel kerang dikoleksi dengan kreteria ukuran panjang kerang yaitu ukuran besar (>7) dan ukuran kecil (<5) dan dilanjutkan analisis logam berat menggunakan Atomic Absorption spectrophotometer (AAS) di laboratorium forensik dan biomolekuler. Hasil penelitian kandungan logam berat pada kerang besar kadar Hg (0,176±0,000 µg/g) kadar Pb (5,08±0,015 µg/g) dan kadar Cd (2,376±0,014 µg/g) sedangkan untuk kandungan logam berat kerang kecil, kadar Hg (0,123±0,000 µg/g) kadar Pb (3,656±0,021 µg/g) dan kadar Cd (0,84±0,025µg/g). Berdasarkan perhitungan Faktor Bioakumulasi (BCF) logam berat pada kerang besar, logam Hg (0,723±0,002) logam Pb (0,740±0,001) dan logam Cd (0,793±0,077) sedangkan faktor bioakumulasi pada kerang kecil, logam Hg (0,504±0,003) logam Pb (0,532±0,005) dan logam Cd (0,281±0,042). Namun kandungan logam berat pada Polymesoda erosa ukuran besar secara signifikan lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan ukuran kecil. Faktor bioakumulasi (BCF) logam berat pada ukuran besar diperkirakan lebih tinggi (BCF = 0,7) dibandingkan pada ukuran kecil Polymesoda erosa (BCF = 0,6). Sehingga kapasitas bioakamulasi dipengaruhi oleh ukuran tubuhnya.
Kata kunci: Bioakumulasi Logam Berat, Polymesoda erosa, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
xiv
Heavy Metal Bioaccumulation In Shellfish (Polymesoda Erosa Lightfoot, 1786) In Mangrove Ecosystem The National Park Rawa Aopa Watumohai
BY: Andi Hildayani F1D1 12 031
ABSTRACT This study aimed to (1) determine the content of heavy metals Hg, Pb and Cd in the mussel meat of Polymesoda erosa (2) know heavy metals bioaccumulation factor (BCF) by P.erosa. This research was conducted from January to March 2016. The P. erosa samples were collected in the mangrove ecosystem of RAWN Park by using purposive sampling method. The mussel samples were separated into large size (> 7 cm) and small size (<5 cm). Mussel meat removed from their shells and then blended. Analysis of heavy metals of mercury Hg, cadmium Cd and lean Pb heavy metals were done by using Atomic Absorption spectrophotometer (AAS) in the laboratory of Forensic and Bio-molecular. The contents of Hg, Cd and Pb were calculated. The results showed that content of Hg, Pb and Cd metals in large P. erosa were significantly different (P< 0.05), which were estimated as 0.176 ± 0.0 µg/g, 5.08 ± 0.015 µg/g and 2.376 ± 0.014 µg/g, respectively. Similarly, the contents of Hg, Pb and Cd metals in small P. erosa were significantly different (P< 0.05), which were estimated as 0.123 ± 0.0 µg/g, 3.656 ± 0.021 µg/g and 0.84 ± 0.025μg/g. However, the contents of heavy metals in large P. erosa were significantly higher ( P< 0.05) than those of in small P. erosa. The bioaccumulation factors (BCF) of all heavy metals in large P. erosa were estimated to be higher (BCF = 0.7) than those of in small P. erosa (BCF = 6). Thus, bioaccumulation capacity to heavy metals by P. erosa seems to depend on their size.
Keywords:
Heavy Metal Bioaccumulation, Polymesoda erosa, RAWN Park.
xv
Mercury,
Cadmium,
Lean,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pencemaran logam berat di lingkungan perairan merupakan masalah serius karena kelarutan dan mobilitasnya menimbulkan toksisitas dan ancaman bagi kehidupan organisme perairan, termasuk manusia. Logam berat yang masuk kedalam perairan akan mencemari laut. Selain mencemari air, logam berat juga akan mengendap di dasar perairan yang mempunyai waktu tinggal (residence time) sampai ribuan tahun dan logam berat akan terkonsentrasi ke dalam tubuh makhluk hidup dengan proses bioakumulasi dan biomagnifikasi melalui beberapa jalan, yaitu melalui saluran pernafasan, saluran makanan dan melalui kulit (Darmono, 2001). Darmono (1995), menyatakan bahwa toksisitas logam pada manusia menyebabkan beberapa akibat negatif, seperti timbulnya kerusakan jaringan, terutama detoksitas dan ekskresi (hati dan ginjal). Salah satu biota yang diduga akan terpengaruh langsung akibat penurunan kualitas perairan dan sedimen di lingkungan pantai adalah hewan jenis kerang-kerangan. Odum (1994), menjelaskan bahwa komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisik, kimia, dan biologi suatu perairan, salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu
perairan
adalah
jenis
kerang-kerangan.
Supriharyono
(2002),
menyatakan bahwa kerang adalah satu diantara beberapa hewan laut yang paling efisien mengakumulasi logam berat. Hal ini disebabkan, kerang hidup dilapisan sedimen dasar perairan, bergerak sangat lambat dan makanannya
xvi1
2
adalah detritus didasar perairan, sehingga peluang masuknya logam berat sangat besar. Jenis kerang juga banyak dikomsumsi oleh masyarakat khususnya kerang yang hidup pada sedimen, umumnya ditemukan di daerah pantai. Kerang memiliki habitat yang menetap dan cenderung lambat dalam pergerakan, sehingga jenis kerang ini diduga dapat mengakumulasi logam berat sehingga dapat dijadikan sebagai indikator dalam memonitoring pencemaran lingkungan perairan. Kerang banyak dijumpai di perairan pesisir kawasan ekosistem mangrove Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW). Ekosistem mangrove mempunyai produktivitas yang tinggi bagi perairan sehingga banyak organisme yang ditemukan di ekosistem tersebut. Salah satu diantaranya adalah bivalvia dari jenis Polymesoda erosa yang dikenal oleh masyarakat Kota Kendari dengan nama kerang kalandue (Akbar, 2014). Sampai saat ini belum ada penelitian tentang bioakumulasi logam berat pada kerang kalandue (Polymesoda erosa) di kawasan TNRAW. Pengetahuan tentang akumulasi logam berat pada kerang di kawasan TNRAW sangat penting, mengingat berbagai kegiatan pertambangan di sekitar Kabupaten Konawe Selatan diperkirakan telah berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan pesisir khususnya perairan di kawasan TNRAW dan sekitarnya. Selain itu, konversi hutan mangrove di sekitar
TNRAW menjadi area
pertambakan berdampak negatif terhadap produktifitas perairan mengingat
xvii
fungsi penting mangrove sebagai sumber karbon biru dan penyaring logamlogam berat (Analuddin, et al., 2015). Aktifitas pembangunan di darat menyebabkan sedimentasi di lingkungan perairan sehingga berdampak negatif terhadap daya dukung lingkungan pesisir sebagai habitat untuk kehidupan kerang serta biota lain yang bernilai ekologi maupun secara ekonomi bagi masyarakat disekitarnya. Menurut Rahim (2015), bahwa terjadi peningkatan konsentrasi logam berat Hg, Cd, Pb, Cu dan Zn dalam air dan sedimen di sekitar kawasan TNRAW yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan maupun limbah rumah tangga yang terbawa oleh aliran sungai. Keberadaan logam berat dalam air dan sedimen akan mudah diakumulasi oleh organisme yang hidup dan mencari makan di perairan kawasan mangrove TNRAW tidak terkecuali kerang kalandue (Polymesoda erosa). Pencemaran logam di dalam perairan menyebabkan kerang kalandue (Polymesoda erosa) yang hidup didalamnya memiliki toleran atau daya akumulasi terhadap logam agar dapat hidup di kawasan yang tercemar. Makhluk hidup yang toleran terhadap logam biasanya memiliki kepekatan dua atau tiga kali lebih besar daripada normalnya. Salah satu organisme yang sangat menarik dijadikan sebagai indikator pencemaran adalah kerang kalandue (Polymesoda erosa). Maka perlu mendapat perhatian dan kajian yang lebih mendalam, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Bioakumulasi Logam Berat pada Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai”.
3 xviii
4
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb pada daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) di TNRAW? 2. Bagaimana faktor bioakumulasi (BCF) logam berat pada daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) di TNRAW?
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan bertujuan: 1. Untuk mengetahui kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb pada daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) di TNRAW 2. Untuk mengetahui faktor bioakumulasi (BCF) logam berat pada daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) di TNRAW
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu : 1. Dapat menjadi acuan dan informasi bagi peneliti lain terutama yang mengkaji penelitian yang relavan dengan penelitian ini mengenai kapasitas bioakumulasi pada daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) dalam meyerap logam berat 2. Dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah setempat dalam perumusan kebijakan konservasi kerang kalandue (Polymesoda erosa) di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW).
xix
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi, Morfologi, (Polymesoda erosa)
Anatomi
dan
Habitat
Kerang
Kalandue
1. Klasifikasi Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Taksonomi kerang kalandue (Polymesoda
erosa) menurut
Lightfoot, (1786) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Mollusca
Kelas
: Bivalvia
Ordo
: Veroida
Famili
: Corbiludae
Genus
: Polymesoda
Spesies
: Polymesoda erosa (Lightfoot,1786)
2. Morfologi dan Anatomi Kerang Secara umum kerang merupakan kelompok hewan tidak bertulang belakang dan bentuknya mudah untuk dikenali. Sebagian besar dicirikan dengan adanya cangkang
yang melindungi
tubuhnya. Cangkang
merupakan alat pelindung diri, terdiri atas lapisan karbonat (crystalline calcium carbonate), dipisahkan oleh lapisan tipis (lembaran) protein di antara cangkang dan bagian tubuh (otot dan daging) (Setyono, 2006). Kerang mempunyai bentuk dan ukuran cangkang yang bervariasi. Variasi bentuk cangkang ini sangat penting dalam menentukan jenis-jenis bivalvia. Kerang mempunyai bagian luar cangkang yang bertekstur kasar, sedangkan bagian dalamnya bertekstur licin (Kira, 1976). Kerang kalandue (Polymesoda erosa) ditunjukkan pada gambar berikut : 5 xx
6
Gambar 1. Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Kerang memiliki kaki yang berbentuk pipih secara lateral dan mengarah keanterior sebagai adaptasi untuk menggali substrat. Gerak kaki menjulur diatur oleh kombinasi tekanan darah dan otot protaktor anterior dan gerak menarik kaki kedalam cangkang oleh sepasang otot retraktor anterior dan posterior, untuk merayap dalam substrat lumpur dan pasir (Suwignyo, 2005). Mentel pada lobus kanan dan kiri memipih, sifon dua buah terdapat disisi posterior, insang umumya berbentuk lempengan berjumlah satu atau dua pasang, kepala tidak ada, mulut dilengkapi labial palp, tanpa rahang atau radula, organ reproduksinya berumah dua (Umaryati, 1990). Kerang bernafas dengan menggunakan insang yang terdapat dalam rongga mantelnya (Nontji, 2005). Saluran pencernaan makanan terdiri atas mulut (terletak diantara 2 pasang labial palpus bersilia, silia ini berfungsi untuk menggiring makanan
xxi
masuk kedalam mulut), esophagus pendek, lambung (menerima enzim pencernan yang dikeluar oleh kelenjar pencernaan/hati), intestine, rectum (dikelilingi oleh jantung dan pericardium). Anus yang terbuka dekat lubang tempat keluarnya air dari bagian dorsal sehingga sisa makanan tersebut akan keluar bersama-sama aliran air (Rusyana, 2011). 3. Habitat Kerang Kerang merupakan hewan filter feeder yang hidup didasar perairan menanam diri dalam substrat berlumpur (Melinda, 2015). Kerang ini hidup di perairan pantai yang memiliki pasir berlumpur dan dapat juga ditemukan pada ekosistem estuari, mangrove dan padang lamun (Mzighani, 1758 dalam Marzuki, dkk., 2006). Kerang umumnya banyak ditemukan pada substrat yang kaya bahan organik, dimana bahan organik akan mempengaruhi ketersediaan makanan, karena hewan tersebut memilih hidup pada habitat yang sesuai didasar perairan, baik sesuai dengan faktor fisika kimia perairan maupun makanannya (Marzuki, dkk., 2006). B. Kebiasaan Makan Kerang Kerang memperoleh makanannya dengan menyaring partikel-partikel bahan organik dan plankton yang terdapat dalam air laut (Nontji, 2005). Partikel-partikel makanan dan zat-zat yang terlarut masuk ke dalam saluran masuk (incurrent siphon) dengan bantuan sillia yang terdapat dalam insang. Partikel-partikel makanan yang berukuran besar dicerna terlebih dahulu dengan bantuan mukosa yang disekresikan oleh insang dan palpus kerongga
7 xxii
8
mulut. Pasir dan partikel-partikel lain yang tidak dapat dicerna didrop masuk kerongga mantel, selanjutnya ke luar karena ada aktifitas silia (Rusyana, 2011). Kerang laut mendapatkan makanan dengan filter feeder menggunakan siphon untuk mendapatkan makanan (Bachok, 2006). Berhubungan dengan sifat makan kerang yang filter feeder, Dahuri (2002), menyatakan bahwa pentingnya sanitasi kerang-kerangan karena organisme filter feeder tersebut akan mengakumulasikan makanan, kotoran dan bahan cemaran lainnya dalam dagingnya. C. Logam Berat Logam berasal dari kerak bumi berupa bahan-bahan murni organik dan anorganik. Secara alami siklus perputaran logam adalah dari kerak bumi ke lapisan tanah, ke mahluk hidup, ke dalam air, selanjutnya mengendap dan akhirnya kembali ke kerak bumi (Darmono, 1995). Logam berat (heavy metal) adalah logam yang memiliki densitas yang tinggi > 5 gr/cm 3 (Hutagalung, 1991). Logam berat termasuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B3), bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsenterasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No. 23 1997). B3 dapat berupa bahan biologis (hidup/mati) atau zat kimia. Zat kimia B3 dapat berupa senyawa logam berat (anorganik) atau senyawa organik, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai B3 biologis, B3 logam berat dan B3 organik.
xxiii
Logam berat merupakan bahan pencemar yang berbahaya karena bersifat toksik, logam berat yang ada dalam perairan akan mengalami proses pengendapan dan terakumulasi dalam sedimen, kemudian terakumulasi dalam tubuh biota laut yang berada dalam perairan, baik melalui insang maupun melalui rantai makanan dan akhirnya akan sampai pada manusia. Fenomena ini dikenal sebagai bioakumulasi atau biomagnifikasi yaitu proses biologi yang terjadi pada organisme dengan mengendapkan logam berat pada tubuh organisme melalui rantai makanan (Amriani, 2011). Logam berat dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu logam berat esensial dan logam berat non esensial. Logam berat esensial keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun (Khasanah, 2009). Logam yang dibutuhkan (esensial) oleh organisme contohnya adalah Cu, Zn, Fe, Co, Mn maupun logam yang tidak dibutuhkan (non esensial) oleh organisme seperti Pb, Cd, Cr, Hg. Logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik di dalam tubuh jika dalam jumlah berlebih. Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti oleh peningkatan kadar logam berat dalam tubuh biota laut khususnya pada kerang (Selpiani, dkk., 2015). D. Jenis Logam Berat 1. Timbal (Pb) Cemaran timbal (Pb) ke laut berasal dari buangan di wilayah pesisir dari daratan dan dari udara (sisa pembakaran kendaraan bermotor). Limbah yang mengandung unsur timbal umumnya berasal dari limbah
9 xxiv
10
industri cat, baterai, dan bahan bakar mobil (Mukhtasor, 2007). Baku mutu logam berat timbal (Pb) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut, Lampiran III, Tanggal 8 april tahun 2004, baku mutu Timbal (Pb) untuk biota perairan yaitu 0,008 mg/L. Logam Pb bersifat toksik pada manusia dan dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Keracunan akut biasanya ditandai dengan rasa terbakar pada mulut, adanya rangsangan pada sistem gastrointestinal yang disertai dengan diare. Gejala kronis umumnya ditandai dengan mual, anemia, sakit di sekitar mulut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001). 2. Kadmium (Cd) Kadmium merupakan logam berat yang sangat toksik setelah merkuri (Hg) (Connel, 1995). Kadmium (Cd) sering digunakan sebagai bahan utama atau tambahan materi dalam industri, antara lain industri baterai nikel, bahan coating, bahan stabilizers dalam industri plastik dan barang sintetis lain (Csuros, 2002 dalam Awalina, 2011). Baku mutu logam berat kadmium (Cd) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut, Lampiran III, Tanggal 8 april
tahun 2004, baku mutu
kadmium (Cd) untuk biota perairan yaitu 0,001 mg/L. Kadmium dapat menyebabkan nefrotoksisitas (toksik ginjal), yaitu gejala glikosuria dan aminoasiduria disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerolus ginjal.
xxv
Kasus keracunan Cd kronis juga menyebabkan gangguan kardiovaskuler dan hipertensi, hal tersebut terjadi dikarenakan tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap kadmium, selain itu, kadmium juga dapat menyebabkan terjadinya
gejala
osteomalasia
karena
terjadi
interferensi
daya
keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal (Darmono, 2001). 3. Merkuri (Hg) Merkuri dalam perairan dapat berasal dari buangan limbah industri kelistrikan dan elektronik, baterai, pabrik bahan peledak, fotografi, pelapisan cermin, industri bahan pengawet, pestisida, industri kimia, petrokimia, limbah kegiatan laboratorium dan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan baku bakar fosil (Suryadiputra, 1995). Baku mutu logam berat merkuri (Hg) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut, Lampiran III, Tanggal 8 april tahun 2004, baku mutu merkuri (Hg) untuk biota perairan yaitu 0,001 mg/L. E. Pencemaran Logam Berat Dalam Perairan Pencemaran perairan merupakan salah satu permasalahan di daerah pesisir perairan. Logam berat merupakan salah satu pencemar mempengaruhi ekosistem pesisir. Kemungkinan toksisitas logam berat pada ekosistem akuatik ditentukan oleh komponen zat kimia. Keadaan perubahan oksidasi logam berat memiliki efek yang sangat besar pada toksisitas (Rajamohan, et al., 2010).
11 xxvi
12
Banyak logam berat yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal dari pertambangan, peleburan logam dan jenis industri lainnya, juga dapat berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau anti hama yang mengandung logam. Pencemaran logam berat dapat merusak lingkungan perairan dalam hal stabilitas dan keanekaragaman ekosistem. Dilihat dari aspek ekologis, kerusakan ekosistem perairan akibat pencemaran logam berat dapat ditentukan oleh faktor kadar dan zat pencemar yang masuk dalam perairan, sifat toksisitas dan bioakumulasi (Darmono, 2001). Banyaknya limbah yang berada di laut, limbah logam berat termasuk limbah yang dapat mengancam kesehatan tubuh manusia. Logam berat yang ada pada perairan, suatu saat akan turun dan mengendap pada dasar perairan, membentuk sedimentasi dan hal ini akan menyebabkan biota laut yang mencari makan di dasar perairan (udang, kerang, kepiting) akan memiliki peluang yang sangat besar untuk terkontaminasi logam berat tersebut. Biota laut yang telah terkontaminasi logam berat tersebut jika dikonsumsi, dapat merusak sistem biokimia dan merupakan ancaman serius bagi kesehatan manusia dan hewan (Khan, et al., 2009). Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun hilangnya sekelompok organisme tertentu dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan.
xxvii
Pada tingkat lanjutan, keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu tatanan ekosistem perairan (Palar, 1994). F. Bioakumulasi Bioakumulasi merupakan peningkatan konsentrasi secara progresif suatu jenis senyawa dalam suatu organisme yang disebabkan oleh laju pengambilan senyawa tersebut lebih besar bila dibandingkan pelepasannya (Fisher, 2003). Menurut Boyd (1990) dalam Velichkova (2013), filtrasi biologi adalah cara yang dipergunakan untuk menghancurkan komponen bahan organik maupun anorganik. Faktor bioakumulasi adalah rasio dua pengukuran yang sama dari suatu keadaan yang nyata dan fenomena penggabungan dari akumulasi pada rantai makanan (Wright and Welbourn, 2002). Menurut Soemirat (2005), bioakumulasi diartikan terdapatnya pencemar dalam organisme, dalam konsentrasi jauh lebih besar daripada konsentrasi didalam lingkungannya. Biokonsentrasi/bioakumulasi dalam organisme merupakan sifat yang sangat penting dalam evaluasi bahaya atau tidaknya suatu zat dan uji toksisitas. Bioakumulasi itu dimulai dengan kapasitas
racun
memasuki
biota.
Hal
ini
menjadi
sangat
besar
kemungkinannya, apabila xenobiotik itu persisten dalam lingkungan. Mekanisme masuknya xenobiotik ke dalam organisme dapat lewat pernafasan, atau permukaan tubuh. Keberadaan logam berat didalam air sangat mempengaruhi organisme air, terutama pada konsentrasi yang melebihi batas normal. Organisme air
13 xxviii
14
mengambil logam berat dari badan air atau sedimen dan memekatkannya ke dalam tubuh hingga 100-1000 kali lebih besar dari lingkungan. Akumulasi melalui proses ini disebut bioakumulasi. Kemampuan organisme air dalam menyerap (absorpsi) dan mengakumulasi logam berat dapat melalui beberapa cara, yaitu melalui saluran pernapasan (insang), saluran pencernaan dan difusi permukaan kulit (Mandibelli, 1976 dalam Hutagalung, 1991). Sebagian besar logam berat masuk ke dalam tubuh organisme air melalui rantai makanan (Waldichuck, 1974). Peningkatan kadar logam berat diair laut akan sangat berbahaya, karena yang semula dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme berubah menjadi racun bagi organisme laut (Dahuri, dkk., 2001). Logam berat dapat berpindah dari lingkungan ke organisme, dan dari organisme satu ke organisme lain melalui rantai makanan (Yalcin, et al., 2008). Bivalvia (kerang-kerangan) adalah biota yang biasa hidup menetap didalam substrat dasar perairan (biota bentik) yang relatif lama sehingga biasa digunakan sebagai bioindikator untuk menduga kualitas perairan dan merupakan salah satu komunitas yang memiliki keanekaragaman yang tinggi (Stowe, 1987). Kerang-kerangan
merupakan suatu jenis biota laut yang sering dijadikan
sebagai biomonitoring tingkat polusi logam berat di suatu perairan terutama daerah pantai, karena tingkat mobilitasnya yang rendah (Andriyani, 2009). Bioindikator yang tepat untuk mengetahui pencemaran logam yaitu jenis kerang dan mikroalgae (Hutagalung, 1984).
xxix
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2016, dengan lokasi penelitian yaitu ekosistem mangrove pada tegakan Rhizophora stylosa sekitar Sungai Lampopala yang berada dalam kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara. Sungai Lampopala merupakan salah satu sungai yang di sekitarnya terdapat ekosistem mangrove yang menjadi tempat aktivitas masyarakat sekitar mengambil kerang kalandue (Polymesoda erosa). Secara umum, Sungai Lampopala ditampilkan pada gambar 2 :
Gambar 2. Peta Lokasi Sungai Lampopala, sumber : Google.com 15 xxx
16
B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Alat yang digunakan beserta kegunaannya. No Nama Alat Satuan Kegunaan 1 2 3 4 5 1. Alat Sebagai wadah Box es Lapangan penyimpanan sampel 2. Kamera Untuk mengambil Digital gambar dokumentasi 3. Untuk menuliskan data Alat tulis pengamatan 4. Sebagai wadah Plastik ciplok penyimpanan sampel 5. Botol sampel Sebagai wadah sampel air 6. Untuk menentukan titik koordinat GPS stasiun pengambilan sampel 7. DO meter ppm Untuk mengukur DO 8. pH meter Untuk mengukur pH air 9. Refrakometer ppt Untuk mengukur salinitas 10. Thermometer °C Untuk mengukur suhu air 11. Alat Pipet filler mL Untuk mengambil larutan 12. Laboratorium Untuk memanaskan Hotplate sampel/destruksi 13. Untuk menghaluskan Blender sampel 14. Untuk membantu Corong penyaringan Sebagai alat untuk AAS (Atomic 15. Absorption menganalisis logam Spectrophoto Berat meter) 16. Untuk memanaskan Oven sampel 17.
18. 19.
Erlenmeyer
mL
Gelas ukur Tabung reaksi
mL mL
xxxi
Sebagai wadah sampel saat ekstraksi Untuk mengukur larutan Sebagai wadah sampel fitrat jernih
2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Bahan yang digunakan beserta kegunaannya. No Nama Bahan Kegunaan 1 2 3 1. Sampel air, sedimen dan Sebagai sampel pengamatan daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) 2. HNO3 Sebagai larutan destruktif 3. Kertas label Sebagai penanda sampel 4. Aquades Sebagai larutan pengencer 5. Kertas Whatman Sebagai penyaring ekstrak Sebagai wadah daging kerang saat 6. Aluminium foil dioven C. Variabel Penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel bebas : air, sedimen dan daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) Variabel terikat: kadar logam berat Hg, Cd dan Pb. D. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi. Sampel kerang kalandue (Polymesoda erosa) dikoleksi kemudian dianalisis kandungan logam beratnya menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian 1. Definisi Operasional Untuk menghindari adanya kekeliruan, maka dijelaskan beberapa definisi operasional yaitu sebagai berikut: a. Bioakumulasi merupakan kemampuan kerang kalandue (Polymesoda erosa) yang ada di ekosistem mangrove dalam kawasan Taman Nasional
17 xxxii
18
Rawa Aopa Watumohai dalam menyerap dan mengakumulasi logam berat dan bahan polusi lainnya dari lingkungan ke dalam organ tubuh kerang. b. Logam berat merkuri (Hg) adalah logam yang apabila terdapat dalam perairan akan diubah oleh aktivitas mikroorganisme menjadi komponen metil merkuri (CH3-Hg) yang bersifat racun, dapat berasal dari buangan limbah industri kelistrikan dan elektronik, baterai, pabrik bahan peledak, fotografi, pelapisan cermin, pelengkap pengukur, industri bahan pengawet, pestisida, industri kimia, petrokimia, limbah kegiatan laboratorium dan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan baku bakar fosil (Suryadiputra, 1995). c. Timbal (Pb) secara alami banyak ditemukan dan tersebar luas pada bebatuan dan lapisan kerak bumi. Apabila masuk di perairan ditemukan dalam bentuk senyawa anorganik dan organik diantaranya Pb2+ PbSO4. Cemaran timbal (Pb) ke laut berasal dari buangan di wilayah pesisir dari daratan dan dari udara (sisa pembakaran kendaraan bermotor). Limbah yang mengandung unsur timbal umumnya berasal dari limbah industri cat, baterai, dan bahan bakar mobil (Mukhtasor, 2007). d. Kadmium (Cd) merupakan logam yang apabila terdapat di perairan ditemukan dalam bentuk senyawa anorganik seperti Cd2+, Cd(OH)+, CdSO4 dan Cd organik. Sering digunakan sebagai bahan utama atau tambahan materi dalam industri, antara lain industri baterai nikel, bahan
xxxiii
coating, bahan stabilizers dalam industri plastik dan barang sintetis lain (Csuros, 2002 dalam Awalina, 2011). e. Kerang kalandue (Polymesoda erosa) termasuk dalam kelas bivalvia, family corbiludae mencakup kerang-kerangan, yang ditemukan pada kawasan hutan mangrove Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. 2.
Indikator Penelitian Indikator dalam penelitian ini adalah kandungan logam berat Hg, Pb dan Cd pada kerang kalandue (Polymesoda erosa) yang terakumulasi dalam daging kerang.
F. Prosedur Penelitian 1. Penetapan Lokasi Kerang kalandue (Polymesoda erosa) dalam penelitian ini berlokasi di ekosistem mangrove tegakan Rhizophora stylosa sekitar Sungai Lampopala yang berada dalam kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara. Penentuan stasiun pengambilan sampel dilakukan dengan metode untuk mencari kerang kalandue (Polymesoda erosa), stasiun penelitian ditentukan berdasarkan keberadaan jenis kerang kalandue (Polymesoda erosa). Stasiun pengambilan sampel kerang kalandue (Polymesoda erosa) pada tegakan Rhizophora stylosa dengan titik koordinat S:0,4°29’48.9”-E:122°07’18.3”. Pengambilan sampel air di Sungai Lampopala dengan titik koordinat S:0,4°29’50,6”-E:122°07’21.5” Pengambilan sampel kerang kalandue (Polymesoda erosa) yang dikoleksi dengan metode purposive sampling
19 xxxiv
20
2. Teknik Pengumpulan Data dan Pengambilan Sampel a. Pengumpulan data Pengumpulan data lapangan mengenai kualitas air meliputi parameter
suhu,
salinitas,
pH
dan
DO.
Dilakukan
dengan
menggunakan alat pH meter, DO meter, Refrakometer, dan thermometer. Teknik pengukuran dilakukan dengan cara menurunkan alat pH meter, DO meter dan thermometer dari permukaan ke badan air. b. Pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel sedimen dilakukan pengambilan di sekitar ekosistem mangrove muara Sungai Lampopala. Sedimen diambil dengan menggunakan tangan dengan kedalaman 7 cm. Sedimen yang dikoleksi dimasukkan kedalam plastik ciplok, lalu diletakan pada box sampel. Pengambilan sampel air dilakukan di muara Sungai Lampopala dengan menggunakan botol sampel, air dimasukkan kedalam botol sampel dan selanjutnya dianalisis di Laboratorium Forensik dan Biomolekuler FMIPA UHO. Pengambilan sampel kerang dilakukan pada saat air laut surut dengan menggunakan tangan, pengambilan kerang berdasarkan ukuran besar (>7 cm) sebanyak 10 individu dan kecil (<5 cm) sebanyak 10 individu. Sampel kerang dicuci dengan air hingga semua lumpur yang melekat hilang, pengambilan sampel kerang disetiap stasiun kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik yang telah
xxxv
diberi tanda dan disimpan dalam ice box untuk mencegah kontaminasi logam
selama
pengangkutan
ke
Laboratorium.
Secara
jelas
ditampilkan pada gambar :
Daging Kerang Besar
Daging Kerang Kecil
Gambar 3. Kriteria pengambilan sampel 3. Analisis Logam Berat Sampel Analisis logam berat Hg, Cd dan Pb mengacu kepada Radulescu, et al., (2013) yang dimodifikasi adalah sebagai berikut : a. Preparasi sampel sedimen dan daging kerang
Preparasi sampel air, sedimen dan daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut : 1. Sampel air a. Menyaring sampel air agar terpisah dari benda-benda asing seperti potongan plastik, daun atau bahan-bahan lain. b. Mengambil sampel air sebanyak 100 mL c. Menambahkan larutan HN03 pekat sebanyak 10 mL d. Melakukan penguukuran logam Hg, Pb dan Cd menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).
xxxvi 21
22
2. Sampel sedimen a. Mengeringkan sampel sedimen b. Menggerus
sampel
sedimen
yang
telah
kering
dengan
menggunakan mortar hingga halus. c. Menimbang 0,3 gram sampel dengan menggunakan wadah erlenmeyer pada timbangan analitik. d. Menambahkan reagen campuran HNO3 pekat sebanyak 10 mL e. Memasukkan wadah erlenmeyer ke dalam ruang destruksi Hotplet, kemudian sampel didestruksi selama 20 menit pada suhu 250oC sampai diperoleh hasil destruksi (filtrat). f. Mendinginkan fitrat, lalu menambahkan 20 ml aquadest. g. Menyaring hasil destruksi menggunakan kertas Whatman. h. Mendinginkan filtrat yang telah dihasilkan. i. Melakukan pengukuran logam Hg, Cd dan Pb terhadap filtrat menggunkan alat AAS (Atomic Absorption
Spectrofotometer).
3. Sampel daging kerang a. Memisahkan daging kerang dari cangkangnya b. Mengoven daging kerang pada suhu 60°C selama 2 hari c. Menghaluskan sampel daging kerang dengan menggunakan blender. d. Menimbang sampel sebanyak 0,3 gram dengan menggunakan wadah erlenmeyer pada timbangan analitik. e. Menambahkan HNO3 pekat 10 mL
xxxvii
f. Mendekstruksi sampel pada suhu 250°C–300°C hingga sampel larut dan diperoleh uap asap putih. g. Mendinginkan filtrat, lalu menambahkan 20 mL aquadest. h. Menyaring sampel dengan menggunakan kertas saring kedalam labu ukur. i. Filtrat jernih yang diperoleh diukur ke alat pembacaan logam sampel
dengan
menggunakan
AAS
(Atomic
Absorption
Spectrophotometer). Secara singkat, diagram alir prosedur kerja dalam penelitian dapat dilihat pada gambar 4 :
23 xxxviii
24
Studi lokasi, pengambilan stasiun pengambilan sampel
Koleksi sampel sedimen dan daging kerang
Preparasi dan penggerusan + HNO3 pekat,10 mL Penimbangan sampel sebanyak 0,3 gram sampel sedimen dan sampel daging kerang dalam erlenmeyer pada timbangan analitik
Destruksi selama 20 menit, pada suhu 250oC
Penyaringan menggunakan kertas saring
Filtrat Didinginkan +Aquades 20 mL Analisis menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer)
Analisis kadar logam berat sebenarnya dengan rumus Kadar sebenarnya = KAAS x Vp Ws
Gambar 4. Diagram Prosedur Kerja Analisis Logam Berat
xxxix
b. Analisis Statistik Penentuan Kadar Logam Hg, Cd dan Pb Untuk penentuan kadar logam berat sederhana menggunakan rumus Hutagalung dan Permana (1994) sebagai berikut:
Dimana K. Sebenarnya KAAS Vp Ws
.
= : Konsentrasi sebenarnya (µg/g) : Konsentrasi AAS (mg/L) : Volume pelarut (mL) : Massa sampel (mg)
c. Analisis Faktor Biokumulasi (BCF) Logam Hg, Cd dan Pb pada Daging Kerang. Untuk mengetahui bioakumulasi logam berat pada sampel daging kerang dihitung dengan menggunakan rumus yang mengacu pada Ma et al., 2001 dalam Rezvani, (2011) BCF = Cbiota / CSoil Dimana: Cbiota = total konsentrasi logam pada organisme CSoil = total konsentrasi logam pada sedimen. G. Analisis Data Kadar logam yang diperoleh dari hasil uji konsentrasi sebenarnya untuk seluruh sampel dianalisis perbandingan rerata kadar logam antar sampel secara statistik menggunakan t-test untuk mengetahui perbedaan antara konsentrasi logam pada sedimen, dan daging kerang dengan Microsoft excel, serta grafik menggunakan program KaleidaGraph versi 4.0.
xl25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Parameter Lingkungan Perairan Hasil pengukuran parameter lingkungan di Sungai Lampopala Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) ditampilkan pada tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Parameter lingkungan di Sungai Lampopala Salinitas Ulangan Suhu (°C) pH air (%o) I 28°C 20 8,0 II 28°C 19 8,0 III 29°C 20 8,0 Rata-rata 28°C 20 8,0 Baku Mutu 28-32 0-34 7-8,5
DO 5,4 5,3 5,4 5,4 >5
Parameter lingkungan di Sungai Lampopala Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, pengukuran suhu, pH, salinitas dan DO. Nilai suhu perairan TNRAW berkisar 28-29°C, kisaran suhu tersebut merupakan kondisi normal bagi kehidupan bivalvia termasuk kerang Polymesoda erosa. Nilai suhu masih dalam batas standar baku mutu menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 bahwa standar baku mutu air laut untuk biota laut untuk suhu air adalah 28-32°C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parenrengi, et al., (1998), dalam Prasojo (2012), yang menjelaskan bahwa suhu yang sesuai untuk bivalvia berkisar antara 28-31°C. Selanjutnya Kastoro (1988) menyatakan bahwa kisaran suhu normal bagi kerangkerangan dapat hidup di daerah tropis yaitu 20-35ºC. Menurut Odum (1993), suhu mempengaruhi reaksi kimia, metabolisme, pelepasan logam berat oleh organisme, dan meningkatkan proses bioakumulasi logam dalam tubuh organisme.
26 xli
27
pH di ekosistem mangrove TNRAW cenderung tetap yaitu 8. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem mangrove TNRAW masih tergolong produktif dan ideal bagi kehidupan hewan akuatik. Nilai pH masih dalam batas standar baku mutu menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 bahwa standar baku mutu air laut untuk biota laut untuk pH adalah 7-8,5. Sesuai dengan pernyataan Hasri (2004) menyatakan bahwa derajat keasaman (pH) yang dimiliki perairan laut senantiasa berada dalam keseimbangan karena perairan laut memiliki sistem penyangga (buffer capacity) yang mampu mempertahankan nilai pH. Selanjutnya Yona (2002) menyatakan bahwa pH 7,0-8,5 termasuk baik untuk perkembangan moluska sebab pH yang kurang dari 5 dan lebih besar dari 9 menciptakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi makrozoobenthos. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya (Odum,1993). Connell (1995), menyatakan bahwa kenaikan pH di perairan akan diikuti dengan penurunan kelarutan logam berat, sehingga logam berat cenderung mengendap. Suhu dan pH merupakan parameter lingkungan yang memberikan pengaruh terhadap kadar logam. Menurut Odum (1993) peningkatan suhu menyebabkan laju penyerapan dan proses bioakumulasi logam berat dalam tubuh organisme juga meningkat. Kenaikan pH akan menyebabkan turunnya kelarutan logam berat sehingga logam cenderung mengendap. Nilai salinitas di ekosistem mangrove TNRAW berkisar 19-20%o, nilai salinitas yang diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan di ekosistem mangrove TNRAW masih dalam kondisi baik bagi pertumbuhan bivalvia. Hal ini
xlii
sesuai dengan pernyataan Widasari (2013), yang menyatakan bahwa sebagian besar bivalvia dapat hidup dengan baik pada kisaran salinitas 5-35 ‰. Selanjutnya Widhowati dkk., (2005), berpendapat bahwa salinitas yang optimum untuk kehidupan kerang adalah 5 ‰–35 ‰. Beragamnya salinitas di perairan bergantung pada musim, topografis, pasang surut dan jumlah air tawar yang masuk di daerah estuari. DO sangat diperlukan untuk mendukung eksistensi organisme akuatik, perombakan bahan-bahan organik dan digunakan sebagai petunjuk besarnya produktivitas primer di perairan. Nilai DO dalam perairan sangat tergantung pada jumlah zat organik di perairan dan juga tergantung pada suhu air dimana semakin tinggi suhu air maka semakin rendah nilai DOnya (Melinda, dkk., 2015). Nilai DO perairan yang diamati yaitu 5,4 ppm, kandungan DO 5,4 ppm sudah cukup untuk mendukung kehidupan biota kauatik, nilai masih dalam batas standar baku mutu menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 bahwa standar baku mutu air laut untuk biota laut untuk DO adalah > 5 ppm. B. Konsentrasi Logam Berat Dalam Air Hasil pengukuran kadar logam berat Hg, Cd, Pb dalam air di Sungai Lampopala ekosistem mangrove di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) ditampilkan pada tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Rerata Kadar Logam Berat Hg, Cd, Pb dalam Air. Logam
Air (mg/L) ± SE
Baku Mutu (mg/L)
Hg Pb Cd
0.00062±0.000 0.0204±0.000 0.0040±0.000
0.001 0.008 0.001
xliii 28
29
Hasil pengukuran konsentrasi logam berat Hg, Cd dan Pb dalam Air di ekosistem mangrove Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Konsentrasi logam Hg (0,0006±0,000 mg/L) Pb (0,0204±0,000 mg/L) dan Cd (0,004±0,000 mg/L) dalam air, konsentrasi logam Hg tidak melebihi ambang batas yang diizinkan sesuai dengan baku mutu logam berat merkuri (Hg) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk Hg berkisar 0.001 mg/L. Kadar logam Pb (0,0204±0,000 mg/L) dan Cd (0,004±0,000 mg/L) melebihi ambang batas yang diizinkan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut berkisar 0.008 mg/L untuk kadar logam Pb, sedangkan untuk kadar logam Cd berkisar 0,001 mg/L. Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan kadar logam Hg dalam air tidak melebihi dari ambang batas yang ditentukan. Sedangkan untuk logam Pb dan Cd dalam air telah melebihi ambang batas yang telah ditentukan dan tidak layak untuk digunakan. C. Perbandingan Kadar Logam Berat Dalam Air dan Sedimen Hasil pengukuran kadar logam berat Hg, Cd, Pb dalam air dan sedimen di Sungai Lampopala ekosistem mangrove di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) ditampilkan pada tabel 5 sebagai berikut: Tabel 5. Rerata Kadar Logam Berat Hg, Cd, Pb dalam Air dan Sedimen Logam Air (ppm) Sedimen (ppm) Hg 0.0006±0.000 0.0024±0.000 Pb 0.0204±0.000 0.0686±0.000 Cd 0.0040±0.000 0.0301±0.001 Hasil pengukuran konsentrasi logam berat Hg, Cd, Pb dalam air dan sedimen di ekosistem mangrove Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
xliv
Konsentrasi logam Hg (0,0024±0,000 ppm), Pb (0,0686±0,000 ppm) dan Cd (0,0301±0,001 ppm) dalam sedimen di TNRAW lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam Hg (0,0006±0,000 ppm), Pb (0,0204±0,000 ppm) dan Cd (0,0040±0,000 ppm) dalam air. Hal ini sesuai dengan penelitian Amriani, dkk., (2011), melakukan penelitian di Perairan Teluk Kendari menemukan kandungan Pb dan Zn dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Timbal (Pb) dalam air sebesar 0,016±0,002 ppm, dalam sedimen 0,802±0,022 ppm dan kandungan seng (Zn) dalam air 0,407±0,149 ppm dan dalam sedimen 5,328±0,713 ppm. Pada air laut logam berat masih bisa bergerak bebas akibat pengaruh arus, pasang surut dan gelombang sehingga terjadinya pengenceran. Harahap (1991) menyatakan bahwa logam berat bersifat mengendap dalam perairan. Logam berat mempunyai sifat mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, maka kadar logam berat dalam sedimen umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di perairan. D. Perbandingan Kadar Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) dan Sedimen Hasil analisis kadar logam berat Hg, Pb dan Cd pada kerang Polymesoda erosa dan sedimen secara jelas, rerata kadar logam ditampilkan pada gambar berikut :
30 xlv
31
7
Kadar Logam Hg (µg/g)
6 5 4 3 2 1
0.244 a 0
Sedimen
0.176 b
0.123 c
Kerang Besar (>7 cm) Kerang Kecil (<5 cm)
Gambar 5. Kadar logam Hg pada sedimen, kerang besar dan kerang kecil Hasil pengukuran kadar logam Hg pada sedimen dan kerang dapat dilihat pada Gambar 5. Kadar logam Hg bervariasi antara kerang dengan sedimen. Kadar Hg sedimen nampak tinggi (0,244±0,000 µg/g) dibandingkan kadar Hg pada kerang berukuran besar (0,176±0,000 µg/g) dan kerang berukuran kecil (0,123±0,000 µg/g). Uji statistik dengan t-test (Lampiran 5) menunjukan bahwa kadar logam berat Hg pada kerang berukuran besar berbeda secara signifikan dengan kadar logam Hg pada kerang berukuran kecil (P = 7,4×10-7), dan kadar logam Hg pada kerang besar berbeda signifikan dengan kadar logam Hg sedimen (P = 9,5×10-8), serta kadar logam Hg pada kerang kecil berbeda signifikan dengan kadar logam Hg sedimen (P = 2,5×10-8).
xlvi
Kadar Logam Pb (µg/g)
7
6.86 a
6 5.08 b
5 4
3.66 C
3 2 1 0 Sedimen
Kerang Besar (>7 cm) Kerang Kecil (<4 cm)
Gambar 6. Kadar logam Pb pada sedimen, kerang besar dan kerang kecil
Hasil pengukuran kadar logam Pb pada sedimen dan kerang dapat dilihat pada Gambar 6. KadarS logam Pb bervariasi antara kerang dengan sedimen. Kadar Pb sedimen nampak tinggi (6,863±0,014 µg/g) dibandingkan pada kerang berukuran besar (5,08±0,015 µg/g) dengan kerang berukuran kecil (3,656±0,021 µg/g). Uji statistik dengan t-test (Lampiran 5) menunjukan bahwa kadar logam berat Pb pada kerang berukuran besar berbeda secara signifikan dengan kadar logam Pb pada kerang berukuran kecil (P = 7,3×10-7), dan kadar logam Pb pada kerang besar berbeda signifikan dengan kadar logam Pb sedimen (P = 1,1×10-7), serta kadar logam Pb pada kerang kecil berbeda signifikan dengan kadar logam Pb sedimen (P = 2,6×10-8).
32 xlvii
33
7
Kadar Logam Cd (µg/g)
6 5 4 3
3.02 a 2.38 b
2
0.84 c
1 0 Sedimen
Kerang Besar (>7 cm) Kerang Kecil (<5 cm)
Gambar 7. Kadar logam Cd pada sedimen, kerang besar dan kerang kecil Hasil pengukuran kadar logam Cd pada sedimen dan kerang dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar logam Cd bervariasi antara kerang dengan sedimen. Kadar Cd sedimen nampak tinggi (3,017±0,194 µg/g) dibandingkan pada kerang berukuran besar (2,376±0,014 µg/g) dengan kerang berukuran kecil (0,84±0,025 µg/g). Uji statistik dengan t-test (Lampiran 5) menunjukan bahwa kadar logam berat Cd pada kerang berukuran besar berbeda secara signifikan dengan kadar logam Cd pada kerang berukuran kecil (P = 7,6×10-7), dan kadar logam Cd pada kerang besar berbeda signifikan dengan kadar logam Cd sedimen (P = 0,03), serta kadar logam Cd pada kerang kecil berbeda signifikan dengan kadar logam Cd sedimen (P = 36×10-4). Hasil pengukuran kadar logam Hg, Pb dan Cd (Gambar 5, 6 dan 7), kadar logam Hg, Pb dan Cd nampak lebih tinggi pada sedimen dibandingkan kadar logam Hg, Pb dan Cd pada kerang besar dan kerang kecil. Sesuai dengan
xlviii
penelitian Suwarsito (2014), menemukan kadar logam Cd (0,079 ppm) dan Pb (1,212 ppm) lebih tinggi dalam sedimen, dibandingkan kadar logam Cd (0,008 ppm) dan Pb (0,257 ppm) pada kerang. Dari data tersebut mengindikasikan terjadi akumulasi logam dalam sedimen. Hal ini menunjukkan bahwa sedimen merupakan tempat proses akumulasi logam berat di sekitar perairan laut. Berdasarkan kondisi tipe sedimen yang terdapat pada stasiun pengambilan kerang Polymesoda erosa di TNRAW yaitu tipe sedimen berlumpur berwarna hitam. Wardani (2014), menyatakan bahwa komposisi (tekstur) sedimen yang berupa lumpur berwarna hitam, mempunyai sedimen yang lebih halus dan akan mengakumulasi bahan organik yang jauh lebih besar dari pada sedimen yang mengandung fraksi lebih kasar seperti pasir dan kerikil, sehingga mempunyai konsentrasi logam berat yang lebih besar. Sedimen dengan kandungan lumpur yang tinggi akan meningkatkan akumulasi logam. Kondisi sedimen dengan fraksi lumpur akan berpengaruh terhadap konsentrasi logam (Hamzah, 2010). Diperkuat dengan pernyataan Amin (2002), menyatakan tipe sedimen dapat mempengaruhi kadar logam berat di dalamnya. Berdasarkan penelitian Hasidu (2015) di TNRAW menemukan kadar logam berat Hg di sedimen mencapai 0,230±0,018 µg/g, kadar Pb 0,0131±0,000 µg/g, dan kadar Cd 0,319±0,001 µg/g, hal ini mengindikasikan bahwa akumulasi logam berat Hg, Cd dan Pb pada sedimen yang menjadi habitat Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa dan Rhizophora mucronata di kawasan TNRAW. Hasidu (2015) juga menyatakan terjadi perbedaan kadar logam berat di TNRAW kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti tipe substrat sedimen, aliran
34 xlix
35
air tawar dari daratan dan hempasan air laut maupun keberadaan vegetasi mangrove. Aliran air dari daratan yang kemungkinan mengandung logam berat dari hasil aktifitas penambangan yang terjadi di kawasan Bombana maupun Konawe selatan dapat masuk ke kawasan mangrove melalui aliran beberapa sungai sehingga dapat meningkatkan akumulasi logam berat di kawasan mangrove termasuk pada kawasan habitat kerang Polymesoda erosa di TNRAW. Tingginya kadar logam Pb dikawasan mangrove tegakan Rhizophora stylosa sekitar sungai Lampopala diduga berasal dari darat dan logam Pb terbawa oleh air laut pada saat pasang. Logam Hg diduga berasal dari aktifitas pertambangan emas di kabupaten Bombana, maupun kegiatan pertanian di darat. Logam Cd diduga berasal dari limbah rumah tangga yang terbawa oleh aliran sungai. Rahim (2015), menyatakan bahwa tingginya kadar logam berat Hg, Pb, Cd, Cu dan Zn di perairan estuari kawasan TNRAW berasal dari darat dan terbawa oleh air laut pada saat pasang kemudian mengendap dalam sedimen. E. Perbandingan Kadar Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Berdasarkan Ukuran Tubuh Hasil analisis kadar logam berat Hg, Pb dan Cd pada kerang Polymesoda erosa ukuran besar, rerata kadar logam ditampilkan pada gambar berikut :
l
Kadar Logam (µg/g)
6 5.08
5 4 3
2.38 2 1 0.176 0
Hg
Pb
Cd
Kerang Besar (>7 cm) Gambar 8. Kadar logam Hg, Pb dan Cd pada kerang besar Hasil pengukuran kadar logam Hg, Pb dan Cd pada kerang besar dapat dilihat pada Gambar 8. Kerang besar cenderung mengakumulasikan logam berat Pb (5,08±0,015 µg/g) paling tinggi, dibandingkan dengan logam Hg (0,176±0,000 µg/g) dan Cd (2,376±0,014 µg/g). Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa pada kerang besar cenderung lebih aktif menyerap dan mengakumulasi logam Pb dibandingkan logam Cd dan Hg.
36 li
37
6
Kadar Logam (µg/g)
5 4
3.66
3 2 0.84
1 0.123 0 Hg
Pb
Cd
K erang K ecil (<5 cm ) Gambar 9. Kadar logam Hg, Pb dan Cd kerang kecil Hasil pengukuran kadar logam Hg, Pb dan Cd pada kerang kecil dapat dilihat pada Gambar 9. Kerang kecil lebih cenderung mengakumulasi logam Pb (3,656±0,021 µg/g) lebih tinggi dibandingkan logam Hg (0,123±0,000 µg/g) dan Cd (0,84±0,025 µg/g). Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa kerang kecil lebih aktif menyerap dan mengakumulasi logam berat Pb dibandingkan dengan logam berat Cd dan Hg. Dari data tersebut pada kerang Polymesoda erosa di TNRAW, menunjukkan bahwa kerang berukuran besar (Gambar 8), memiliki konsentrasi logam berat Pb yang lebih tinggi dibandingkan logam Cd dan Hg. Sedangkan kerang kecil (Gambar 9), memliki konsentrasi logam Pb yang paling tinggi dibandingkan logam Cd dan Hg. Perbandingan kemampuan dalam mengakumulasi logam berat Hg, Pb dan Cd pada kerang berdasarkan ukuran tubuh (Gambar 8 dan 9), kerang ukuran besar memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menyerap dan mengakumulasi logam Pb, Cd dan Hg dibandingkan kerang ukuran kecil. Hal ini dipengaruhi oleh
lii
beberapa faktor, diantaranya terkait dengan cara hidup kerang yang cenderung menetap dan menanamkan diri di lumpur sedimen serta cara makan kerang yaitu filter feeder. Dalam proses filter feeder, kerang menyaring makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Saat makanan tersebut masuk ke dalam tubuh kerang, maka partikel logam berat akan ikut terserap ke dalam tubuh, sehingga semakin banyak makanan yang disaring maka semakin banyak pula logam berat dalam tubuh kerang. Hal ini juga berkaitan dengan besarnya ukuran kerang dan waktu tinggal kerang selama hidupnya, karena kerang yang berukuran besar akan melakukan proses makan yang lebih banyak daripada kerang berukuran kecil, serta kerang besar mempunyai waktu akumulasi logam berat telah berlangsung lebih lama dibandingkan kerang kecil. Sesuai dengan penelitian Amriani, dkk., (2011), pada kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bakau (Polymesoda bengalensis) kedua jenis kerang dalam mengakumulasi logam timbal (Pb) dan seng (Zn) lebih tinggi pada kerang ukuran besar, disebabkan pula tingkat metabolisme pada ukuran kerang besar juga tinggi. Diperkuat dengan penelitian Fauziah (2012), pada kerang darah (Anadara granosa), yang menyatakan bahwa ukuran cangkang yang besar berkorelasi positif dengan meningkatnya umur dan meningkatknya umur juga berkorelasi positif dengan meningkatnya konsentrasi logam berat pada tubuh. Amriani, dkk., (2011) menyatakan bahwa besarnya cangkang suatu spesies makrofauna benthik biasanya diidentikkan dengan umur spesies tersebut. Artinya semakin besar ukuran cangkang maka umur spesies tersebut juga diperkirakan lebih tinggi, sehingga waktu akumulasi logam berat telah berlangsung lebih lama
38 liii
39
dibandingkan kerang dengan ukuran cangkang kecil (umur lebih muda). Riget, et al., (1996) juga melakukan penelitian pada Mytilus edulis menemukan korelasi positif antara ukuran cangkang dengan kemampuan mengakumulasi logam berat. Dapat juga dikatakan bahwa selama spesies tersebut mengalami pertumbuhan, maka kemampuannya untuk mengakumulasi logam juga meningkat. Hutagalung dan Razak (1981), menyatakan bahwa kerang mempunyai kemampuan mengakumulasikan logam berat dalam tubuhnya maka kandungan logam berat dalam tubuh kerang akan meningkat terus bersamaan dengan lamanya kerang tersebut tinggal dalam perairan yang mengandung logam berat. F. Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam Berat Hasil perhitungan faktor bioakumulasi setiap logam berat Hg, Pb dan Cd pada daging kerang Polymesoda erosa di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ditampilkan pada gambar berikut : 1
BCF Logam Hg
0.8
0.6
0.4
0.2
0.176 a
0.123 b
0
Kerang Besar (>7 cm) Kerang kecil (<5 cm)
Gambar 10. Faktor bioakumulasi logam Hg pada kerang
liv
Faktor bioakumulasi logam berat Hg dapat dilihat pada Gambar 10, faktor bioakumulasi
(BCF)
nampak
tinggi
pada
kerang
besar
(0,723±0,002)
dibandingkan kadar kerang kecil (0,504±0,003). Uji statistik dengan t-test (Lampiran 6) menunjukan bahwa kadar logam Hg pada kerang berukuran besar berbeda secara signifikan dengan kadar logam Hg pada kerang berukuran kecil (P = 7,4×10-7). 1
BCF logam Pb
0.8
0.74
a
0.6
0.532 b
0.4
0.2
0
Kerang Besar (>7 cm) Kerang kecil (<5 cm)
Gambar 11. Faktor bioakumulasi logam Pb pada kerang Faktor bioakumulasi logam Pb dapat dilihat pada Gambar 11, faktor bioakumulasi (BCF) nampak tinggi pada kerang besar (0,740±0,001) dibandingkan kerang kecil (0,532±0,005), Uji statistik dengan t-test (Lampiran 6) menunjukan bahwa kadar logam Pb kerang berukuran besar dan kadar logam Pb kerang kecil berbeda secara signifikan (P = 4,9×10-7).
40 lv
41
1
BCF Logam Cd
0.8
0.793 a
0.6
0.4 0.281 b 0.2
0 Kerang Besar (>7 cm) Kerang kecil (<5 cm)
Gambar 12. Faktor bioakumulasi logam Cd pada kerang Faktor bioakumulasi logam Cd dapat dilihat pada Gambar 12, faktor bioakumulasi (BCF) logam Cd nampak tinggi pada kerang besar (0,793±0,077), dibandingkan pada kerang kecil (0,281±0,042). Uji statistik dengan t-test (Lampiran 6) menunjukan bahwa kadar logam Cd kerang berukuran besar dan kadar logam Cd kerang kecil berbeda secara signifikan (P = 55×10-4). G. Faktor Bioakumulasi Logam Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Berdasarkan Ukuran Tubuh Hasil perhitungan faktor bioakumulasi logam berat Hg, Pb dan Cd pada daging kerang Polymesoda erosa di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ditampilkan pada gambar berikut :
lvi
Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam
1
0.8
0.793 0.74
0.723
0.6
0.4
0.2
0
Hg Pb Kerang Besar (>7 cm)
Cd
Gambar 13. Faktor bioakumulasi logam Hg, Pb dan Cd pada kerang ukuran besar Faktor bioakumulasi logam berat pada kerang besar dapat dilihat pada Gambar 13, faktor bioakumulasi (BCF) kerang besar cenderung mengakumulasi logam berat Cd (0,793±0,002) paling tinggi, dibandingkan pada logam Pb (0,740±0,001) dan Hg (0,723±0,003). Hal tersebut mengindikasikan tingkat akumulasi logam Cd yang paling aktif oleh daging kerang besar.
42 lvii
43
Faktor Bioakumulasi (BCF) Logam
1
0.8
0.6
0.532
0.504 0.4
0.281 0.2
0 Hg
Pb
Cd
Kerang Kecil (<5 cm)
Gambar 14. Faktor bioakumulasi logam Hg, Pb dan Cd pada kerang ukuran kecil Faktor bioakumulasi logam berat pada kerang kecil dapat dilihat pada Gambar 14, faktor bioakumulasi (BCF) kerang besar cenderung mengakumulasi logam berat Pb (0,532±0,005) paling tinggi, dibandingkan pada logam Cd (0,281±0,042) dan Hg (0,504±0,003). Hal tersebut mengindikasikan tingkat akumulasi logam Pb yang paling aktif oleh daging kerang kecil. Perbandingan faktor bioakumulasi logam berat Hg, Pb dan Cd pada kerang berdasarkan ukuran tubuh (Gambar 13 dan 14), kerang ukuran besar memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menyerap dan mengakumulasi logam Cd dibandingakan logam Pb dan Hg, sedangkan kerang ukuran kecil memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menyerap dan mengakumulasi logam Pb dibandingakan logam Cd dan Hg. Perbedaan akumulasi logam-logam berat pada daging kerang besar dan kerang kecil tersebut mencerminkan perbedaan adaptasi terhadap keberadaan logam. Hal ini mengindikasikan adanya keanekaragaman mekanisme fisiologi dari kerang
lviii
untuk tumbuh dan berkembang pada kondisi cekaman logam berat. Faktor bioakumulasi (BCF) menunjukkan lebih besar akumulasi pada kerang besar dibandingkan kerang kecil, sehingga biokamulasi dipengaruhi oleh ukuran tubuh kerang. Menurut Dallinger (1993), in Yap, (2014), nilai BCF didefinisikan sebagai makrokonsentrator (BCF >2), mikrokonsentrator (1< BCF <2) dan dekonsentrator (BCF <1). Melihat kapasitas akumulasi pada kerang Polymesoda erosa baik pada kerang besar dan kerang kecil adalah akumulator yang baik meskipun tergolong dekonsentrator karena BCF <1.
44 lix
V. PENUTUP A. Simpulan 1. Kandungan logam berat Pb (5,08±0,015 µg/g) lebih tinggi dibandingkan logam Cd (2,376±0,014 µg/g) dan Hg (0,176±0,000 µg/g) pada kerang berukuran besar (>7 cm). Kandungan logam Pb (3,656±0,021 µg/g) lebih tinggi dibandinkan logam Cd (0,84±0,025 µg/g) dan Hg (0,123±0,000 µg/g) pada kerang yang berukuran kecil (<5 cm). 2. Faktor bioakumulasi (BCF) pada kerang kalandue (Polymesoda erosa) tergolong dekonsentrator dimana BCF<1 baik pada kerang besar dan kerang kecil yang mengindikasikan bahwa kerang kalandue (Polymesoda erosa) adalah akumulator yang baik.
B. Saran 1. Perlu menjaga keanekaragaman biota laut khususnya kerang kalandue (Polymesoda erosa) di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang mempunyai fungsi antara lain sebagai bioakumulator logam berat. 2. Penelitian lanjutan tentang Bionutrien pada kerang kalandue (Polymesoda erosa) di Taman nasional Rawa Aopa Watumohai mungkin perlu dilaksanakan.
lx45
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, J., Bahtiar., Ishak, E., 2014, Studi Morfometrik Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) di Hutan Mangrove Teluk Kendari, Jurnal Mina Laut Indonesia, 04(01) : 1-2 Amin, B., 2002, Distribusi Logam Berat Pb, Cu dan Zn pada Sedimen Di Perairan Telaga Tujuh Karimun Kepulauan Riau, Jurnal Natur Indonesia, 5(1) : 13. Amriani., Hendrarto, B., dan Agus, H., 2011, Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Seng (Zn) Pada Kerang Darah (Anadara Granosa L.) dan hJurnal Ilmu Lingkungan, 9(2) : 47-49 Analuddin, Jamili, dan Sahidin, I., 2015, Ecosystem Function of Mangroves as Biofilter and Blue Carbon Source for The Coastal Zone at The Rawa Aopa Watumohai National Park and its Surrounding Areas, Southeast Sulawesi, Indonesia, Laporan Akhir Penelitian, Universitas Halu Oleo, Kendari. Andriyani, R., dan Mahmudiono, T., 2009, Kadar Logam Berat Cadnium, Protein dan Organoleptik Pada Daging Bivalvia Dan Perendaman Larutan Asam Cuka, Jurnal Penelitian Eksakta, 8(2) : 153 Awalina, 2011, Bioakumulasi Ion Logam Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Fitoplankton Pada Beberapa Perairan Situ Di Sekitar Kabupaten Bogor, Tesis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Magister Kimia, Depok. Bachok, Z., Mfilinge, P, L., & Tsuchiya, M., 2006, Food Sources of Coexisting Suspension-Feeding Bivalves as Indicated by Fatty Acid Biomarkers, Subjected to the Bivalves Abundance on a Tidal Flat. Journal of Sustainability Science and Management,1(92) : 111 Connel, D. W., and Gregory,J,M., 1995, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI Press, Jakarta. Connel, D. W., 1995, Bioakumulasi Senyawaan Xenobiotik. (Diterjemahkan oleh Yanti R. H. Koestoer), UI Press, Jakarta. Dahuri, R. J., Rais, S. P., Ginting dan Sitepu, M, J,. 2001, Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terapdu, Pradya Paramita, Jakarta. -------, 2002, Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor Perikanan dan Kelautan, LISPI, Jakarta.
lxi 46
47
Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikokogi Senyawa Logam, Universitas Indonesia (UI) Press: Jakarta. ---------,1995, Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI-Press, Jakarta. Fauziah, A. R., Rahardja, S. B., dan Cahyoko,Y., 2012, Korelasi Ukuran Kerang Darah Anadara granosa dengan Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) di Muara Sungai Ketinggian Sidoarjo, Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Journal of Marine and Coastal Science, 1(1), 34-44 Fisher, N. S., 2003, Adventage and Problems in the Apllication of Radiotracer for Determining the Bioaccumulation of Contaminant in Aquatic Organism RCM on Biomonitoring, IAEA, Monaco. Hamzah, F., dan Setiawan, A., 2010, Akumulasi Logam Berat Pb, Cu, Dan Zn Di Hutan Mangrove Muara Angke Jakarta Utara, Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis IPB, 2(2): 44 Harahap, S., 1991, Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung dikaji dari Sifat FisikaKimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis Hewan Bentos Makro, IPB. Hasidu, L. O. A. F., 2015, Biokumulasi Logam Berat pada Beberapa Jenis Mangrove Famili Rhizophoraceae di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Skripsi Program Studi Biologi, Universitas Halu Oleo. Hasri, I., 2004, Kondisi, Potensi dan Pengembangan Sumber Daya Moluska dan Krustase pada Ekosistem Mangrove di Daerah Ulee Lheue Banda Aceh, Skripsi Sarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hutagalung, H. P., 1984, Logam Berat Dalam Lingkungan Laut, Jurnal Oseana, XI(1) : 11 ---------,1991, Pemcemaran Laut Oleh Logam Berat Dalam Status Pencemaran Laut Di Indonesia dan Teknik pemantauannya, P3-LIPI, Jakarta. Hutagalung, H. P., Razak, H., 1981, Pengamatan pendahuluan kadar Pb dan Cd dalam air dan biota di estuaria Muara Angke, Oseanologi di Indonesia, 15(1) : 10 Jasin, M., 1989, Sistematika Hewan Invertebrata dan Vertebrata, Universitas Sinar Wijaya, Surabaya.
lxii
Kastoro, W. W., dan Sudjoko, B., 1988, Biologi Budidaya Oseanografi Geologi dan Kondisi Perairan, LIPI, Jakarta. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota perairan, Lampiran III, Tanggal 8 april tahun 2004. Khan, S., Farooq, R., Shahbaz, S., Khan, M. A., and Sadique, M., 2009, Healthrisk Assessment Of Heavy Metals For Population Via Consumption Of Vegetables, Journal World Appl. Sci, 6(12) : 1602 Khasanah, N. E., 2009, Adsorpsi Logam Berat, Jurnal Oseana, 34(4) : 2-3 Khristoforova, N., 1981, Ussr National Report To The Westpac Task Team Meeting, Dalam "Ioc Westpac Task Team Team Meeting On Marine Pollution Research And Monitoring Using Commercially Exploited Shellfish As Determinants". Unesco. Manila. 25 Hlm. Kira, T., 1976, Shells of the Western Pacific in Ccolor, Hoikusha Publishing Co, ltd, Japan: I(VIII) : 224 Marzuki, J., Deswandi, R., Asmara, A., Izmiarti, Marusin, N., dan Nurdin, J., 2006, Kepadatan Populasi dan Pertumbuhan Kerang Darah Anadara antiquata L. (Bivalvia: Arcidae) di Teluk Sungai Pisang, Kota Padang, Sumatera Barat, Jurnal Makara sains, 10(2) : 122 Melinda, M., Sari, P. S., dan Rosalina, D., 2015, Kebiasaan Makan Kerang Kepah (Polymesoda erosa) di Kawasan Mangrove Pantai Pasir Padi, Jurnal OSEATE, 9(01) :35-36, ISSN: 1858 – 4519 Morton, B., 1983, The Mollusca Academis Press, Inc, Oriondo, New York. Mukhtasor, 2007, Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita, Jakarta. Nontji, A., 2005, Laut Nusantara, Penerbit Jembatan, Jakarta. Odum, E. P., 1994, Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. --------, E. P., 1993, Dasar-dasar Ekologi (Alih Bahasa: T. Samingan), Edisi Ketiga, UGM Press, Yogyakarta. Palar, H., 1994, Pencemaran dan toksikologi logam berat, Rineka cipta, Jakarta.
lxiii 48
49
Prasojo, S. A., 2012, Distribusi dan Kelas Ukuran Panjang Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Pesisir Kecamatan Genuk, Kota Semarang. Journal Of Marine Research, 1(1) : 152-160 Rahim, S., 2015, Analisis Kondisi Lingkungan Estuaria Untuk Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Di Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) dan Sekitarnya, Tesis Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Universitas Halu Oleo. Rajamohan, R., Rao, T. S., Anupkumar, B., Sahayam, A. C., Krishna, M. V. B., Venugopalan, V. P., Narasimhan, S. V., 2010, Distribution of Heavy Metals in the Vicinity of a Nuclear Power Plant, East Coast of India: With Emphasis on Copper Concentration and Primary Productivity, Indian Journal of Marine Sciences. 39 (2) : 182-191 Radulescu, C., Stihi, C., I.V. Popescu, I.V., Dulama, I.D., Chelarescu, E.D., and Chilian, A., 2013, Heavy Metal Accumulation and Translocation in Different Parts of Brassica oleracea L, Rom. Journ. Phys., 58 (9) : 1337. Rezvani, M., and Zaefarian, F., 2011, Bioaccumulation and Translocation Factors of Cadmium and Lead in Aeluropus littoralis, Australian Journal of Agricultural Engineering/ AJAE 2(4):114-119 (2011) ISSN:1836-9448. Riget, F., Johansen, P., and Asmund, G., 1996, Influence of length on element concentrations in blue mussels (Mytilus edulis), Journal Marine Pollution Bulletin, 32(10) : 112 Rusyana, A., 2011, Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik), ALFABETA, Bandung. Selpiani, L., Umroh dan Rosalina, D., 2015, Konsentrasi Logam Berat (Pb, Cu) Pada Kerang Darah (Anadara Granosa) di Kawasan Pantai Keranji Bangka Tengah dan Pantai Teluk Kelabat Bangka Barat, Jurnal OSEATEK, 9(01) : 22. ISSN: 1858 – 4519 Suwarsito., dan Sarjanti, E., 2014, Analisa Spasial Pencemaran Logam Berat pada Sedimen dan Biota Air di Muara Sungai Serayu Kabupaten Cilacap, Jurnal Geoedukasi, III (1) : 32 Setyono, 2006, Karakteristik Biologi Dan Produk Kekerancan Laut. Jurnal Oseana, XXXI(1). ISSN 0216-1877 Soemirat, 2005, Toksikologi Lingkungan, UGM Press, Yogyakarta. Stowe, K., 1987, Essentials Of Ocean Science, John Wiley and Sons, Canada, 353 p.
lxiv
Supriharyono, 2002, Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suryadiputra, I. N. N., 1995, Pengolahan air limbah dengan metode biologi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Suwignyo, S., 2005, Avertebrata Air, Penebar Swadaya, Jakarta. Umaryati, B. S., 1990, Taksonomi Avertebtara Cetakan Pertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Velichkova, Naneva, K., and Sirakov, I. N., 2013, The Usage of Aquatic Floating Macrophytes (Lemna And Wolffia) as Biofilter in Recirculation Aquaculture System (RAS), Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 13: 101, ISSN 1303-2712 Waldichuck, M., 1974, Some biological concern in heavy metals pollution, In Venberg, F., J., and W., B., Venberg (ed), Pollution and Physiology Of Marine Organism, Academic Press, Inc, New York. Wardani, D. A. K., Dewi, N. K., Dan Utami, N. R., 2014, Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) Pada Daging Kerang Hijau (Perna viridis) Di Muara Sungai Banjir Kanal Barat Semarang, Journal Of Life Science, 3(1) : 6. Widhowati, I,, Suprijanto, J., Dwiono, S. A. P., dan Hartati, R., 2005, Hubungan dimensi cangkang dengan berat Kerang Totok Polymesoda erosa (Bivalvia: Corbiculidae) dari Segara Anakan Cilacap, Fakultas Biologi Program Sarjana Perikanan dan Kelautan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, Purwokerto. Wright, D. A., and Welbourn, P., 2002, Environmental Toxicology, Cambridge University Press. Yalcin, G., Narin, I., & Soylak, M., 2008, Multivariate Analysis of Heavy Metal Contents of Sediments From Gumusler Creek, Nigde, Turkey. Journal Environmental Geology, 54 : 1155 Yap, C. K., 2014, Shells of Telescopium Telescopium as Biomonitoring Materials of Ni Pollution in the Tropical Intertidal Area, International Journal of Advances in Applied Sciences (IJAAS), 3(1) : 14. ISSN: 2252-8814 Yona, D., 2002, Struktur Komunitas dan Strategi Adaptasi Moluska Dikaitkan dengan Dinamika Air pada Habitat Mangrove Kawasan Prapat Benoa, Bali, Skripsi Sarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
lxv 50
Lampiran 1. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan Perairan Sungai Lampopala Kawasan TNRAW
Ulangan
Suhu (°C)
I II III Rata-rata
28°C 28°C 29°C 28°C
Salinitas (%o) 20 19 20 20
lxvi 51
pH air
DO
8,0 8,0 8,0 8,0
5,4 5,3 5,4 5,4
52
Lampiran 2. Konsentrasi logam Hg, Pb dan Cd dalam air dan sedimen Perairan Sungai Lampopala Kawasan TNRAW
Air Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-rata Sedimen Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-rata Logam Hg Pb Cd
Kandungan Logam (mg/L) ± SE Timbal (Pb) Cadmium (Cd) Merkuri (Hg) 0,0202 0,0038 0,00061 0,0206 0,0039 0,00062 0,0206 0,0042 0,00062 0,0204±0,000 0,004±0,000 0,0006±0,000 Kandungan Logam (µg/g) ± SE Timbal (Pb) Cadmium (Cd) Merkuri (Hg) 6,84 2,74 0,243 6,89 2,92 0,245 6,86 3,39 0,244 6,863±0,014 3,016±0,193 0,244±0,000 Air (mg/L) 0,0006±0,000 0,0204±0,000 0,0040±0,000
Sedimen (mg/L) 0,0024±0,000 0,0686±0,000 0,0301±0,001
lxvii
Lampiran 3. Konsentrasi Logam Hg, Pb dan Cd pada daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) Kawasan TNRAW
Sampel Kerang Besar (9) Kerang Kecil (6)
Kandungan Logam (µg/g) ± SE Timbal (Pb) Cadmium (Cd) Merkuri (Hg) 5,08±0,015 2,376±0,014 0,176±0,000 3,656±0,021 0,84±0,025 0,123±0,000
lxviii 53
54
Lampiran 4. Faktor Bioakumulasi (BCF) logam Hg, Pb dan Cd pada daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) kawasan TNRAW
Kerang Besar (9 Cm) Kerang Kecil (6 Cm)
Faktor Bioakumulasi (BCF) Kadar Logam Pb ± SE Cd ± SE 0,740±0,001 0,793±0,077 0,532±0,005 0,281±0,042
lxix
Hg ± SE 0,723±0,002 0,504±0,003
56
Lampiran 5. Analisis TTEST Kadar Logam Berat
TTEST Kadar Hg Rerata STDEV SE
TTEST Kadar Pb Rerata STDEV SE
TTEST Kadar Cd Rerata STDEV SE
Kerang Besar-Kerang Kecil 7,4×107 0,1499 0,0294 0,0207
9,5×108 0,2105 0,0369 0,0261
Kerang KecilSedimen 2,5×108 0,1836 0,0921 0,0651
Kerang BesarSedimen 1,1×107 0,6365 0,9770 0,6908
Kerang KecilSedimen 2,6×108 5,9717 1,7565 1,2421
Kerang Besar-Sedimen
Kerang Besar-Kerang Kecil 7,3×107 4,3684 0,7801 0,5516 Kerang Besar-Kerang Kecil
Kerang BesarSedimen
Kerang KecilSedimen
7,6 × 107
0,0301
0,0003
1,6083 0,8422 0,5955
2,6967 0,4101 0,2899
1,9284 1,2112 0,8564
lxx 55
Lampiran 6. Analisis TTEST Faktor Bioakumulasi (BCF) TTEST BCF KADAR Hg RERATA STDEV SE
Kerang Besar-Kerang Kecil 7,4 ×107 0,6138 0,1204 0,0851
TTEST BCF KADAR Pb RERATA STDEV SE
Kerang Besar-Kerang Kecil 4,9 × 107 0,6364 0,1136 0,0803
TTEST BCF KADAR Cd RERATA STDEV SE
Kerang Besar-Kerang Kecil 0,0005 0,5375 0,2859 0,2022
lxxi
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian Lapangan dan Laboratorium
Gambar 1. Penentuan lokasi (stasiun pengambilan sampel) di kawasan ekosistem mangrove sekitar sungai Lampopala
Gambar 2. Stasiun pengambilan sampel
Gambar 2. Stasiun pengambilan sampel
57 lxxii
58
Gambar 3. pengambilan sampel kerang
Gambar 3. pengambilan sampel kerang
Gambar 4. Pengambilan sampel air
lxxiii
Gambar 5. Pengambilan sampel sedimen
Gambar 5. Pengambilan sampel sedimen
Gambar 6. Pengukuran morfometri kerang dan mengoven sampel kerang
lxxiv 59
60
Gambar 7. Penimbangan sampel kerang dan sedimen
Gambar 8. Preparasi sampel
lxxv
Gambar 9. Destruksi sampel
Gambar 10. Penyaringan sampel hasil destruksi
lxxvi 61
62
Gambar 11. Pembacaan pada AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer)
lxxvii
Lampiran 8. Peta Lokasi Penelitian
63 lxxviii