Jurnal Mina Laut Indonesia
Vol. 02 No. 06 Jun 2013
(14 – 25)
ISSN : 2303-3959
Studi Laju Pertumbuhan dan Tingkat Eksploitasi Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Pada Daerah Hutan Mangrove di Teluk Kendari Growth and Exploitation Rate of Kalandue Shellfish (Polymesoda erosa) at Mangrove Area in Kendari Bay Tamsar,*) Emiyarti,**) dan Wa Nurgayah,***) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan F-PIK Universitas Haluoleo Kendari Kampus Hijau Bumi Tridharma 93232 e-mail: *)
[email protected], **)
[email protected], ***)
[email protected] Abstrak Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan Maret sampai Mei 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan tingkat eksploitasi kerang kalandue (Polymesoda erosa) pada daerah mangrove di Teluk Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu simple random sampling, total sampel yang diperoleh selama penelitian yaitu 3837 individu yang terdiri dari 1740 individu jantan dan 2097 betina. Hasil analisis parameter pertumbuhan diperoleh nilai panjang asimtotik (L∞) kerang P. erosa jantan 9,85 cm dan betina 8,77 cm. Koefisien pertumbuhan (K) jantan 0,57 cm dan betina 0,92 cm. Nilai dugaan to jantan P. erosa 0,87 dan betina 1,02. Hasil analisis laju mortalitas alami (M) kerang P. erosa jantan 1,74 pertahun dan pada kerang betina 2,46 pertahun. Mortalitas penangkapan (F) untuk kerang jantan 1,46 pertahun dan betina 1,10 pertahun, sehingga diperoleh nilai analisis tingkat eksploitasi (E) kerang jantan 0,46 per tahun dan betina 0,31 per tahun. Nilai tersebut berarti tingkat eksploitasi kerang P.erosa jantan dan betina tergolong tingkat eksploitasi masih bisa ditoleril atau berimbang (under fishing). Kata Kunci : Pertumbuhan, tingkat eksploitasi, kerang Polymesoda erosa Abstract Growth and exploitation rate of Polymesoda erosa at mangrove area of Kendari Bay Southeast Sulawesi was examined for three months from March to May 2012. Simple random was selected to sample 3.837 animals consisted of 1740 males and 2097 females. Result showed that asymptotic length (Loo) for male and female was 9.85 cm 8.77 cm, respectively. Moreover, coefficient growth (K) was found different between male and female that reached 0.57 cm and 0.92 cm in a row. Estimation value (t 0) for male was 0.87 and female was 1.02. Natural mortality rate recorded in male was 1.74 per year, while female was 2.46 per year. Fishing mortality (F) for male was 1.46 per year and for female was 1.10 per year, so that it was obtained that exploitation rate (E) for male and female was 0.46 per year and 0.31 per year, respectively. It was meant that they were in tolerable exploitation category or balance (under fishing). Keywords: Growth rate, exploitation rate, Polymesoda erosa
Pendahuluan Polymesoda erosa merupakan salah satu jenis kerang yang banyak dijumpai hidup pada daerah-daerah hutan mangrove. P. erosa umumnya hidup dengan cara membenamkan diri di dalam dasar perairan (infauna). Selanjutnya Rugayah dan Suhardjono (2007) hutan mangrove adalah salah satu hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut salah satu organisme yang hidup pada daerah hutan mangrove adalah jenis bivalvia. Polymesoda erosa merupakan salah satu jenis kerang yang bernilai ekonomis dan sangat potensial untuk dikembangkan karena kerang ini memiliki nilai gizi yang tinggi Del Norte-Campos (2004). Kelompok kerang Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
memiliki kandungan protein sebesar 7,0616,87%, lemak sebesar 0,40-2,47%, karbohidrat sebesar 2,36-4,95% serta memberikan energi sebesar 69-88 kkal/100 g daging (Dwiono 2003). Adanya aktivitas masyarakat yang memanfaatkan kerang P. erosa secara terus menerus akan memberikan pengaruh atau dampak bagi organisme tersebut yaitu penurunan jumlah populasi dan akan mengganggu pertumbuhan populasi yang pada akhirnya akan terjadi eksploitasi berlebihan. Sementara itu, informasi tentang organisme ini sehubungan dengan pertumbuhan dan tingkat eksploitasi kerang P. erosa khususnya di daerah Teluk Kendari belum ada sehingga 14
penelitian ini menjadi sangat penting dilakukan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pertumbuhan dan tingkat eksploitasi kerang P. erosa di Perairan Teluk Kendari. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam upaya pengelolaan sumberdaya hayati khususnya kerang P. erosa, serta dapat digunakan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan (3 bulan) yaitu bulan Maret-Mei 2012 di Perairan Teluk Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi suhu, salinitas, pH tanah, bahan organik (BO).
Satasiun penelitian ditentukan berdasarkan kondisi perairan hutan mangrove Teluk Kendari yang diduga telah terjadi tekanan lingkungan, sehingga penentuan stasiun pengamatan ditetapkan sebagai berikut: 1. Stasiun I Pada perairan mangrove yang berdekatan dengan pemukiman penduduk di Kelurahan Wundumbatu. 2. Stasiun II Pada perairan mangrove yang berdekatan dengan areal pertambakan di Kelurahan Anduonohu. 3. Stasiun III Pada perairan mangrove yang berdekatan dengan sungai (terletak di sekitar Sungai Wanggu) Kelurahan Lahundape. Stasiun 4 Pada perairan mangrove yang berdekatan dengan Pertamina Tapak Kuda di Kelurahan Lahundape.
Gambar 1. Sketsa Lokasi Penelitian Pengambilan sampel kerang P. erosa dilakukan secara acak (simple random sampling), sehingga dapat mewaliki ukuranAnalisis Data ukuran kerang yang tertangkap. Pengambilan 1. Sebaran Frekuensi Panjang kerang ini dilakukan dengan mengumpulkan Analisis data ukuran panjang kerang P. semua kerang yang diperoleh selama periode erosa adalah sebagai berikut: penelitian di lapangan. Pengambilan sampel ini a. Data ukuran panjang dikelompokan ke dilakukan pada saat surut terendah yang dalam kelas-kelas panjang. dilakukan secara manual. Pengambilan sampel Pengelompokan kerang ke dalam kelasini dilakukan sekali dalam sebulan selama tiga kelas panjang dilakukan dengan bulan penelitian. Selanjutnta Pengukuran menetapkan terlebih dahulu “range” atau parameter suhu, salinitas, pH dilakukan di wilayah kelas, selang kelas dan bataslokasi penelitian. Sedangkan sampel BO dianalisis di laboratorium. Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
15
batas kelas panjang berdasarkan jumlah yang ada. b. Data diplotkan ke dalam grafik yang menghubungkan antara panjang kerang P. erosa (L) pada kelas-kelas panjang tertentu dengan jumlah kerang pada kelas panjang tertentu tersebut. Pembagian selang kelas ukuran panjang dilakukan dengan cara 1 + 3,3 Log N, sedangkan untuk lebar selang (Pmaksimum – Pminimun) dibagi dengan jumlah selang kelas yang sudah diperoleh sebelumnya (Sudjana, 1996). 2. Pemisahan Kelompok Umur Berdasarkan Distribusi Panjang Analisis pemisahan kelompok-kelompok umur berdasarkan ukuran panjang yang dipilih dalam penelitian ini menggunakan metode Bhattacharya. Metode Bhattacharya merupakan salah satu cara grafis untuk memisahkan data sebaran frekuensi panjang ke dalam beberapa distribusi normal (Spare dan Venema (1999). Pemisahan distribusi normal dengan metode Bhattacharya ini dilakukan dengan paket program FiSAT II Versi 1.2.2 (Sparre dan Venema, 1999). 3. Penentuan Parameter Pertumbuhan Untuk mengetahui parameter pertumbuhan digunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999) yaitu: Lt = L (l-e-K(t-to)) dimana: Lt = Panjang kerang pada saat t (cm); L = Panjang asimtot kerang (cm); K = Koefisien pertumbuhan (per tahun); t0 = Umur teoritis kerang pada saat panjang sama dengan nol (tahun) „ t = Umur kerang pada saat Lt (tahun). Untuk menduga umur teoritis (to) pada saat panjang kerang P. erosa sama dengan 0 (nol), digunakan persamaan empiris Pauly, (1983) dalam Sparre dan Venema, (1999) sebagai berikut: Log10 (-to) = - 0,3922 - 0,2752 Log10 L 1,038 Log 10 K Selanjutnya untuk mendapatkan umur relatif pada berbagai ukuran panjang digunakan penurunan rumus Von Bertalanffy (Sparre dan Venema,1999) sebagai berikut: t = t0 -
l L(t ) ln 1 k L
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
Pendugaan parameter pertumbuhan L∞ dan K dijelaskan dengan bantuan paket program FiSAT. 4. Pendugaan Koefisien Kematian (Z) Koefisien kematian total diduga dengan menggunakan kurva hasil tangkapan konversi panjang (length-converted catch curve) Pauly (1999) dengan persamaan sebagai berikut: ln (Ni/∆t) = a + b.t ( L i) dimana: Ni = Jumlah waktu pada setiap kelas ukuran panjang ke-I; t = Waktu yang diperlukan untuk tumbuh sepanjang suatu kelas panjang yang diduga dengan persamaan: ∆t = t (Li+1) – t (Li) 5. Pendugaan Status Eksploitasi (E) Untuk menentukan status eksploitasi (tingkat pemanfaatan) stok dapat diduga dengan rumus: E = F / (F + M) dimana : E = Status eksploitasi; F = Koefisien kematian penangkapan; M = Koefisien kematian alami; Jika E>0,5 menunjukkan tingkat eksploitasi tinggi (over fishing) ; E<0,5 menunujukan tingkat eksplotasi rendah (under fishing) ; E=0,5 menunjukkan pemanfaatan optimal.(Sparre dan Venema 1999). Hasil Kecamatan Kendari terletak di sebelah utara Teluk Kendari sebagian besar terdiri dari perbukitan dengan ketinggian ± 459 m dari garis pantai, topografi landai kearah selatan dengan kemiringan antara 5-30%. Secara geografis perairan Teluk Kendari dikelilingi oleh daratan Kota Kendari sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara yang terletak diantara 3o 57´ 50"-3o 59' 30" LS dan 122o 31' 50"- 122o 36 ' 30" BT. Secara administrasi kawasan Teluk Kendari termasuk dalam wilayah kotamadya yang memiliki batas-batas yaitu bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Kendari, bagian Timur berbatasan dengan Kelurahan Bungkutoko, Bagian Barat berbatasan dengan Kecamatan Mandonga, Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Poasia. 16
A. Kondisi Fisika-Kimia Air Hasil pengukuran parameter kualitas air pada setiap stasiun pengamatan adalah sebagai berikut: 1. Suhu Hasil pengukuran parameter suhu selama tiga bulan pada setiap stasiun penelitian berkisar antara 30-330C. Suhu yang terukur dalam penelitian ini adalah suhu air permukaan yang dipengaruhi intensitas sinar matahari dimana pada bulan Maret – April stasiun I, II dan III berkisar 300C. Sedangkan stasiun IV berkisar 32-330C
Hasil pengukuran salinitas selama tiga bulan penelitian diperoleh nilai salinitas perairan hutan mangrove Teluk Kendari berkisar antara 18-23,2oo. Dimana pada bulan maret stasiun I (23,20/00) stasiun II (21,10/00) stasiun III (190/00) stasiun IV (21,20/00) 3. Karakteristik Substrat Hasil analisa laboratorium dasar Universitas Haluoleo, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tekstur substrat pada masing – masing stasiun terbagi atas tiga fraksi yaitu pasir, liat dan debu selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:
2. Salinitas Tabel 1. Data kualitas substrat pada setiap stasiun pengambilan sampel di perairan mangrove Teluk Kendari Bulan
Maret
April
Mei
Stasiun
Parameter (%)
Kelas
% (BO)
pH
Pasir
Liat
Debu
I
68,40
11,93
19,65
Lempung berpasir
18,05
6,2
II
26,10
36,89
37,00
Lempung berliat
23,66
6,1
III
51,26
9,87
38,86
Lempung berpasir
26,02
6,3
IV
36,10
35,67
28,21
Lempung berliat
9,93
6,2
I
39,33
37,15
23,51
Lempung berliat
15,67
6,3
II
28,75
45,96
25,27
Liat
23,79
6
III
40,34
43,54
16,10
Liat
20,01
6,2
IV
46,23
36,72
17,04
Liat berpasir
11,82
6,1
I
33,00
54,99
12,00
Liat
11,87
6,1
II
43,97
48,08
7,93
Liat
13,69
6
III
28,55
54,98
16,45
Liat
11,78
6,2
IV
39,65
51,76
8,57
Liat
10,89
6
4. Sebaran Frekuensi Panjang Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Perairan Teluk Kendari selama tiga bulan diperoleh panjang cangkang kerang P. erosa jenis kelamin jantan berkisar
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
Substat
2,6-9,6 cm. Sedangkan panjang cangkang kerang betina diperoleh berkisar 2,6-8,7 cm. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut:
17
Mar
Jantan
Betina
Apr
Mei
Panjang cangkang (cm)
Panjang cangkang (cm)
Gambar 2. Sebaran frekuensi panjang kerang Polymesoda erosa jantan dan betina di sekitar perairan Teluk Kendari pada bulan Maret – Mei 2012
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
18
3. Kelompok Umur Berdasarkan hasil analisis kelompok melalui program FiSAT dapat dilihat pada ukuran kerang P. erosa jantan dan betina Tabel 2 dan Gambar 3 di bawah ini: dengan menggunakan metode Bhattacharya Tabel 2. Jumlah populasi, nilai tengah, standar deviasi dan koefisien determinasi kerang Polymesoda erosa jantan dan betina selama penelitian Mar N Nilai tengah Standar deviasi
R2
Jantan 580 4,67 7,96 0,76 0,88 1,000
Apr Betina 746 4,19 6,56 0,51 0,44 1,000
Jantan 572 4,30 6,46 0,68 0,54 1,000
Mar Jantan
Mei Betina 691 4,25 6,45 0,66 0,78 1,000
Jantan 588 4,12 6,03 0,48 0,94 1,000
Betina 660 4,04 6,28 0,52 0,67 0,967
Betina
Apr
Mei
Leght (cm) Leght (cm) Gambar 3. Kelompok ukuran kerang Polymesoda erosa jantan dan betina di sekitar Perairan Teluk Kendari pada bulan Maret – Mei 2012. Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
19
4. Parameter Pertumbuhan Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai panjang asimtotik L∞ kerang P. erosa jantan yaitu 9.85 cm dengan koefisien pertumbuhan (K) 0,57, sedangkan nilai
panjang asimtotik kerang P. erosa betina mempunyai nilai L∞ yaitu 8,77 cm dengan nilai koefisien (K) 0,92. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel di bawah init:
Tabel 3. Parameter pertumbuhan kerang Polymesoda erosa jantan dan betina hasil analisis dengan metode ELEFAN dalam program FISAT Jenis kelamin Jantan Betina
Parameter pertumbuhan L∞ 9,85 8,77
K 0,57 0,92
to 1,4 1,4
Keterangan : L∞ = Panjang infinitif K = Koefisien pertumbuhan to = Umur relatif
Lt = (L∞ 1 – e –k(t-to))
Umur (Tahun) Gambar 4. Kurva pertumbuhan kerang Polymesoda erosa jantan dan betina yang tertangkap disekitar Perairan Teluk Kendari 6. Tingkat Eksploitasi Berdasarkan hasil analisis laju mortalitas alami pada kerang P. erosa jantan diperoleh 1,74 tahun, dan mortalitas akibat penangkapan adalah 1,46 tahun, sehingga diperoleh tingkat eksploitasi sebesar 0,46 tahun, Pada kerang P.
erosa betina diperoleh laju mortalitas alami sebesar 2,46 tahun, akibat penangkapan adalah 1,10 tahun sehingga diperoleh tingkat eksploitasi adalah 0,31 tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 di bawah ini:
Tabel 4. Nilai mortalitas (M) kerang Kalandue (Polymesoda erosa) jantan dan betina Jenis kelamin Jantan Betina
Mortalitas alami (pertahun) 1,74 2,46
Mortalitas penangkapan (pertahun) 1,46 1,10
Tabel 5. Nilai eksploitas (E) Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) jantan dan betina Jenis kelamin Jantan Betina
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
Eksploitasi (Pertahun) 0,46 0,31
20
Pembahasan A.
Kondisi Fisika-Kimia Air
1. Suhu Menurut Farhan (1998); Verween et al., (2007), bahwa parameter yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan bivalvia salah satunya adalah suhu. Berdasarkan hasil pengukuran pada bulan Maret sampai Mei terlihat bahwa kisaran suhu perairan pada Stasiun IV relatif lebih tinggi yaitu berkisar antara 32-33oC. Hal ini disebabkan oleh pemanasan matahari yang lebih tinggi dibandingkan di Stasiun I, II dan III yang pada saat pengukuran cuaca disekitarnya agak mendung hal ini dikarenakan sinar matahari terhalang oleh vegetasi mangrove yang cukup padat sehingga pemanasan sinar matahari pada perairan tersebut menjadi rendah. Hal ini sesuai pernyataan Whitten dkk.,(1997); Muhammed dan Yassien, (2003) menjelaskan bahwa perairan pantai daerah tropik biasanya mempunyai kisaran suhu antara 27-30 ºC akan tetapi akan lebih tinggi dengan berkurangnya kedalaman air selanjutnya Kon dkk.,(2009) bahwa Suhu memberikan pengaruh tidak langsung terhadap kehidupan bivalvia. Bivalvia dapat mati bila kehabisan air yang disebabkan oleh meningkatnya suhu. 2. Salinitas Berdasarkan hasil pengukuran nilai salinitas perairan hutan mangrove Teluk kendari yang tercatat selama penelitian berkisar antara 18-23,2o/oo. Nilai salinitas yang tertinggi ditemukan pada Stasiun I. Hal ini diduga karena letaknya yang relatif dekat dengan teluk dan agak jauh dari aliran sungai sehingga perairan lebih didominasi oleh air laut. Fenomena ini sesuai dengan pernyataan Irwanto (2006), bahwa pada bagian dalam terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara sungai memiliki salinitas yang tidak begitu tinggi dibandingkan dengan bagian luar hutan mangrove yang berhadapan dengan laut terbuka. Sedangkan nilai salinitas terendah ditemukan pada Stasiun III yang letaknya disekitar Sungai Wanggu yang berarti lebih banyak menerima limpasan air tawar. Umumnya salinitas semakin berkurang kearah hulu sungai. Hal ini erat kaitanya dengan besarnya pengaruh air tawar yang berasal dari daratan. Menurut Nybakken (1992), bahwa pola gradien salinitas estuari bervariasi Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
tergantung musim, topografi, pasut dan jumlah air tawar. Sedangkan nilai salinitas terendah ditemukan 3. Karakteristik Substrat Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa hasil analisa tekstur substrat pada masing-masing stasiun terbagi atas tiga fraksi yaitu pasir, liat, dan debu. Diantara ketiga persentase fraksi tersebut dari bulan Maret-Mei fraksi yang tertinggi adalah pasir ditemukan pada Stasiun I keadaan ini disebabkan oleh tingginya kecepatan arus pada daerah tersebut sehingga pasir dengan ukuran butiran yang lebih besar mudah mengendap. Besarnya peranan substrat terhadap kehidupan P. erosa erat kaitannya dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien di dalam sedimen, dimana kepadatan P. erosa tertinggi ditemukan pada Stasiun III yaitu pada daerah mangrove yang berdekatan dengan Sungai Wanggu yang bersubstrat lempung berpasir. Jenis substrat tersebut termasuk dalam kategori sedang yang memungkinkan penetrasi P. erosa secara optimal ke dalam tekstur, mampu menyimpan oksigen dan nutrien yang lebih banyak. Menurut Bengen dkk., (1995), bahwa arus yang kuat tidak hanya menghanyutkan partikel sedimen yang kecil saja tetapi juga menghanyutkan nutrien. Sebaliknya pada substrat yang halus, biasanya nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup besar. Dengan demikian jenis substrat yang diperkirakan disukai oleh bentos adalah kombinasi dari ketiga jenis substrat (pasir, lumpur dan liat). Menurut Fitriana (2005), menjelaskan bahwa tipe substrat perairan sangat menentukan penyebaran jenis-jenis hewan bentos yang hidup di dalamnya, sehingga tipe substrat dikatakan sebagai faktor pembatas organisme dasar. Selanjutnya Putri (2005), menjelaskan bahwa kerang umumnya membenamkan dirinya di dalam sedimen berpasir atau pasir berlumpur dan beberapa jenis menempel pada benda-benda keras dengan menggunakan byssus. 4. Derajat Keasaman (pH) Substrat Berdasarkan hasil pengukuran pH substrat di perairan Teluk Kendari selama penelitian berkisar 6-6,3 nilai pH tersebut masih berada pada kisaran yang baik untuk kehidupan P. erosa. Menurut Morton (1994), bahwa pada kawasan hutan mangrove di Karabia dimana terdapat di tepi laut, terdapat beberapa jenis tanaman seperti Nypa fruticans, Cocos mucifera dan di antara akar-akar 21
tanaman tersebut terdapat aliran sungai kecil yang berupa genangan kolam, disini terdapat Polymesoda sp. atau Geloina jenis Geloina erosa dan G. ekspansa secara bersama-sama. Pada daerah ini pH tanah mangrove berkisar antara 5,35-6,28.
tertangkap pada bulan Maret dan April yang didominasi oleh ukuran yang sama yaitu 4,134,63 dengan persentase 24% (Maret) dan 31% (April) dan kisaran panjang cangkang pada bulan Mei didominasi oleh ukuran 3,62-4,12 dengan persentase 32%.
5. Kandungan Bahan Organik Berdasarkan hasil analisis di laboratorium substrat yang memiliki bahan organik tertinggi ditemukan pada bulan Maret yaitu pada Stasiun III yang bersubstrat lempung berpasir dengan persentase 26,02% dimana pada stasiun ini vegetasi mangrovenya relatif padat dan arus perairan relatif lambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bengen dkk., (1995); Dsikowitzk et al., (2011), bahwa nutrien tidak banyak terdapat dalam substrat berpasir, dimana hal tersebut disebabkan oleh arus yang tidak hanya menghanyutkan partikel sedimen kecil saja tetapi juga menghanyutkan partikel nutrien. Sebaliknya pada daerah dengan arus lambat kandungan bahan organik cenderung melimpah karena semua partikelpartikel akan mengendap di dasar perairan selanjutnya Nursal dkk., (2005), menyatakan bahwa pada daerah vegetasi mangrove yang relatif padat banyak mengandung Serasah dari tumbuhan mangrove dan akan terdeposit pada dasar perairan dan terakumulasi terus menerus dan akan menjadi sedimen yang kaya akan unsur hara, yang merupakan tempat yang baik untuk kelangsungan hidup fauna makrobenthos.
C. Kelompok Ukuran
B. Sebaran Frekuensi Panjang
D. Parameter Pertumbuhan
Berdasarkan hasil perhitungan metode frekuensi panjang kelas (Sudjana,1996), diperoleh data panjang untuk jantan dan betina 12 kelas panjang dengan panjang kelas 2,6. Jumlah populasi kerang P. erosa yang terkumpul selama tiga bulan penelitian adalah 3837 yang terdiri dari 1740 populasi jantan dan 2097 betina. Kisaran kelas panjang terkecil dan terbesar untuk jantan masingmasing adalah 2,6-3,19 cm 9,20-9,79 cm sedangkan untuk betina masing-masing adalah 2,6-3,1 cm dan 8,21-8,71 cm. Gambar 2 menunjukkan bahwa kisaran panjang cangkang kerang P. erosa jantan yang tertangkap pada bulan Maret didominasi ukuran 3,80-4,39 cm dan 4,40-4,49 cm dengan persentase 26%, sedangkan pada bulan April dan Mei didominasi dengan ukuran yang sama yaitu 3,80-4,39 cm dengan persentase 34% (April) dan 43% (Mei). Sedangkan kisaran panjang kerang P. erosa betina yang
Pendugaan parameter pertumbuhan (L∞) panjang asimtotik dan (K) koefisiensi pertumbuhan kerang P. erosa dapat diduga dari hasil analisis kelompok ukuran panjang dengan menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy. Panjang asimtotik (L∞) merupakan nilai rata-rata panjang kerang P. erosa yang sangat tua (umur yang tidak terbatas) atau dengan kata lain tidak mampu lagi bertambah panjang. Nilai koefisien pertumbuhan (K) merupakan penentu seberapa cepat kerang mencapai panjang asimtotiknya atau panjang maksimumnya (Sparre dan Venema,1999). Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai panjang asimtotik L∞ kerang P. erosa jantan yaitu 9.85 cm dengan koefisien pertumbuhan (K) 0,57, sedangkan nilai panjang asimtotik kerang P. erosa betina mempunyai nilai L∞ yaitu 8,77 cm dengan
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
Tabel 2 menunujukkan hasil analisis kelompok ukuran populasi total kerang P. erosa berdasarkan jenis kelamin pada setiap bulan. Pengelompokkan ini menggambarkan beberapa kelompok ukuran yang menjelaskan umur pada waktu tertentu. Gambar 3 menunjukkan bahwa kelompok ukuran kerang P. erosa jantan dan betina pada bulan Maret-Mei masing-masing menunjukan dua kelompok ukuran. Hal ini berarti bahwa terdapat dua generasi yang hidup bersama dalam satu waktu. Kelompok ukuran jantan dan betina hanya ditemukan dua kelompok ukuran selama tiga bulan penelitian dengan panjang cangkang untuk jantan rata-rata pada bulan Maret adalah 4,67 dan 7,96 cm dengan jumlah 580, April dengan rata-rata 4,30 dan 6,46 cm dengan jumlah 572 dan pada bulan Mei dengan ratarata 4,12 dan 6,03 cm dengan jumlah 588. Sedangkan panjang cangkang untuk kerang kelompok ukuran betina rata-rata pada bulan Maret adalah 4,19 dan 6,56 cm dengan jumlah 746, April dengan rata-rata 4,25 dan 6,45 cm dengan jumlah 691 dan Mei dengan rata-rata 4,04 dan 6,28 cm dengan jumlah 660.
22
nilai koefisien (K) 0,92. Nilai pada ukuran panjang maksimum untuk kerang P. erosa jantan dan betina merupakan pertumbuhan maksimal yang sudah tidak memungkinkan untuk tumbuh atau bertambah panjang lagi, Jika terdapat energi berlebih maka energi tersebut digunakan untuk reproduksi maupun perbaikan sel-sel yang rusak. Pertumbuhan ini sangat ditentukan oleh koefisien pertumbuhan (K), karena apabila nilai koefisien rendah maka dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan untuk bisa tumbuh maksimal Setyobudiandi, (2004). Selanjutnya Ricker (1995), menjelaskan bahwa Proses pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal (keturunan, seks, umur, parasit dan penyakit) dan faktor eksternal (makanan dan kondisi hidrologi perairan). Koefisien pertumbuhan kerang P. erosa jantan dan betina masing-masing sebesar 0,57 dan 0,92 pertahun. Nilai ini dapat berarti bahwa kerang P. erosa jantan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai panjang maksimum, kondisi ini diduga adanya kegiatan pengambilan kerang P. erosa yang tidak selektif terhadap ukuran dan jenis kelamin kerang. Perbedaan nilai parameter pertumbuhan kerang P. erosa tersebut dapat dipengaruhi antara lain oleh faktor lingkungan seperti kesesuian perairan, salinitas, dan ketersediaan makanan yang dapat mendukung pertumbuhan kerang. Sebagaimana dijelaskan oleh Seed (1976 dalam Setyobudiandi, 2004), bahwa perbedaan pada panjang maksimum atau L lebih disebabkan pengaruh dari perbedaan kondisi lingkungan fisik maupun biologi. Parameter kondisi awal “to” yang menentukan titik pada ukuran waktu ketika kerang P. erosa memiliki panjang nol. Hal ini menunjukan pertumbuhan mulai dari saat telur menetas hingga kerang memiliki panjang tertentu. Pendugaan terhadap nilai umur teoritis kerang pada saat to dapat diperoleh jika parameter nilai panjang asimtotik (L∞) dan koefisien pertumbuhan (K) diketahui dengan menggunakan rumus empiris Pauly. Nilai t0 pada jenis kelamin jantan dan betina masingmasing diperoleh 1,4 pertahun. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan kerang P. erosa jantan dengan ukuran panjang terkecil (2,6 cm) dengan umur relatif 1,4 tahun sedangkan ukuran panjang terbesar (9,6 cm) dengan umur relatif 7,3 tahun Kerang betina mempunyai panjang terkecil (2,6 cm) dengan umur relatif 1,4 tahun dan Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
panjang terbesar (8,7 cm) dengan umur relatif 6,27 tahun. Gambar 4 menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang kerang P. erosa jantan dan betina sangat cepat terjadi pada umur muda, pada kerang P. erosa jantan berumur 1,4 tahun dengan panjang cangkang 2,57 cm dan kerang P. erosa betina berumur 1,4 tahun dengan panjang cangkang 2,59 cm, selanjutnya akan semakin lambat seiring dengan pertambahan umur sampai mencapai panjang maksimum yakni pada kerang P. erosa jantan 7,4 tahun dengan panjang cangkang kerang 9,61 cm dan kerang P. erosa betina berumur 6,4 tahun dengan panjang cangkang kerang 8,71 cm. Hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan pernyataan Sparre dan Venema (1999), bahwa kerang bertambah panjang selagi mereka menjadi tua dan menurun tatkala menjadi tua dan mendekati nol ketika mereka menjadi sangat tua. Hal yang sama dikemukakan oleh Dharma (1988), bahwa pertumbuhan kerang yang berumur muda jauh lebih cepat dibandingkan kerang yang sudah dewasa. Kerang P. erosa jantan dan betina berturut-turut mencapai panjang maksimal pada umur 7,3 per tahun dan 6,27 pertahun. Kerang P. erosa betina lebih cepat mencapai panjang maksimal dari kerang P. erosa jantan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan makanan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyobudiandi (2004), bahwa di wilayah perairan sub-tropis laju pertumbuhan hewan perairan cenderung melambat pada saat suhu air rendah, dengan demikian pada umur tersebut ukuran pertambahan panjang akan semakin kecil atau dengan kata lain semakin tua umur kerang tersebut maka semakin lambat pertumbuhannya atau sudah tidak dapat lagi tumbuh karena sudah mencapai panjang maksimal. Model pertumbuhan ini mengikuti model pertumbuhan Von Bertalanffy. E. Tingkat Eksploitasi Dalam menentukan tingkat eksploitasi terlebih dahulu menentukan laju mortalitas baik mortalitas alami maupun mortalitas penangkapan. Pendugaan laju mortalitas merupakan hal yang penting dalam menganalisis dinamika populasi kerang P. erosa dimana laju kematian memberikan gambaran mengenai besarnya stok kerang P. erosa yang akan dieksploitasi pada daerah 23
penangkapan. Nilai tingkat eksploitasi diperoleh jika nilai laju mortalitas alami (M) dan penangkapan (F) sudah diketahui. Tingkat eksploitasi dapat diketahui dari hasil pembagian antara mortalitas penangkapan (F) dengan mortalitas total (Z), sedangkan nilai mortalitas penangkapan (F) diketahui dari hasil selisih antara mortalitas total (Z) dengan mortalitas alami (M). Berdasarkan hasil analisis laju mortalitas alami pada kerang P. erosa jantan diperoleh 1,74 tahun, dan mortalitas akibat penangkapan adalah 1,46 tahun, sehingga diperoleh tingkat eksploitasi sebesar 0,46 tahun, Pada kerang P. erosa betina diperoleh laju mortalitas alami sebesar 2,46 tahun, akibat penangkapan adalah 1,10 tahun sehingga diperoleh tingkat eksploitasi adalah 0,31 tahun Secara teoritis apabila eksploitasi E > 0,5 dikategorikan tingkat eksploitasi tinggi (over fishing), eksploitasi E = 0,5 dikategorikan tingkat eksplitasi berimbang, sedangkan eksploitasi E < 0,5 di kategorikan tingkat eksploitasi rendah (under fishing) (Sparre dan Venema, 1999). Berdasarkan hasil analisis eksploitasi menunujukan bahwa tingkat eksploitasi kerang P. erosa jantan dan betina di Perairan Teluk Kendari masih rendah (under fishing) atau belum mencapai titik maksimum. Hasil analisis ekploitasi kerang P. erosa diduga bahwa kerang ini bukan merupakan target utama dalam penangkapan walaupun setiap harinya dilakukan penangkapan dan diduga juga kurangnya alat penangkapan yang digunakan. Bahtiar (2005) menjelaskan bahwa bila upaya penangkapan begitu besar atau tepat menyamai ketersediaan populasi induk yang tersedia maka populasi ini akan mengalami penurunan secara terus menerus dan pada tingkat tertentu organisme ini akan mengalami kepunahan. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan populasi kerang P. erosa jantan dan betina di Perairan sekitar Teluk Kendari masih dapat dikategorikan baik karena masih ditemukannya dua generasi atau dua kelompok umur yang berarti masih ada kelompok dewasa dan tua yang dapat berproduksi untuk melahirkan individu baru. Tingkat pemanfaatan kerang P. erosa jantan dan betina di Teluk Kendari yang dilakukan oleh masarakat setempat masih Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
rendah (under fishing) atau belum mencapai titik maksimum. Persantunan Ucapan terimakasih kepada Camat Rahandauna yang telah memberi izin melakukan penelitian di sekitar Teluk Kendari serta Staf Laboratorium Dasar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo khususnya Ka Erika, Jefri dan Ibu Hasma yang telah membantu dalam menganalisis sampel penelitian ini. Daftar Pustaka Bahtiar, 2005. Kajian Populasi kerang Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) di Sungai Pohara Kendari Sulawesi Tenggara.Thesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.76 hal. Bengen, D.G., 1995. Sinopsi Analisa Statistik Multi Variabel/Multi Dimensi. Program Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal. Del Norte-Campos AGC, 2004. Some aspects of the subset elongate clam Gari elongate (Laramarck 1818) (Mollusca, Palecypoda: Psammobiidae) from the Beate Bay area, West Central Philippines. Asian publ.Sci. 17: 299-321 Dharma, B. 1998. Siput Dan Kerang Indonesia. PT. Sarana Graha. Jakarta.120 hal Dwiono, S. A.P. 2003. Pengenalan Kerang Mangrove, Geloina Erosa Dan Geloina Expansa.Jurnal Oseana, 28(2): 31-38 Farhan,A., 1998. Studi Laju Pertumbuhan Kerang. Di Pulau Tarakan Jawa Barat. Tesis Program Pascasarjana. Jurusan MSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 54 hal. Fitriana, Y.R. 2005. Keanekargaman dan Kelimpahan Makroozoobentos di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Jurnal Biodiversitas,7(1): 67-72. Hutabarat dan Evans,1995. Pegantar Oseanografi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.153 hal. Irwanto, 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove. (Online) www.irwantoshut.com diakses 5 Februari 2012. Kon K., Kurokura H., Tongnunui P. 2009. Effects of The Physical Structure of Mangrove Vegetation on a Benthic 24
Faunal Community. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 383: 171-180 Morton, B. 1994. A Review of polymesoda (Geloina) Gray 1842 ( Bivalvia: Corbiculidae) From Indo – Pasific mangroves. Marine Biology.pp 77-86 Muhammed SZ, Yassien H.M. 2003. Population parameters of the pearl oyster Pinctada radiata (Leach) in Qatari waters Arab gulf. Turkey. Journal Zool 27:339-343 Nursal, Fauziah Y., dan Ismiati. 2005. Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Tanjung Sekodi Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal Biogenesis 2(1): 18295460. Nybakken, J.W. 1992. Biologi laut. Suatu pendekatan ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 489 hal. Pauly, D.,1999. On the interrelationships between natural mortality, growth parameters and mean environmental temperature in 175 fish stocks. J. Cons. CIEM, 39(2): 175-192. Putri, E.R., 2005. Analisis Populasi dan Habitat Sebaran Ukuran dan Kematangan Gonad Kerang Lokan Batissa violacea Lamarck (1818) di Muara Sungai Batang Inai Padang Sumatera Barat. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 62 hal.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
Ricker WE. 1995. Computation and Interpretation of biological of fish populations. Bull. Fish. Res. Board Can. 19:191-382. Rugayah dan Suhardjono. 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Mangrove di Pulau Sepanjang, Jawa Timur. Jurnal Biodiversitas 8 (2): 130-134. Setyobudiandi, I. 2004. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Kerang Pada Kondisi Perairan Berbeda.Disertasi. sekolah pasca sarjana Institut Pertanian Bogor. 169 hal. Sparre, P dan Venema ,S.C., 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Kerjasama FAO-Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia. 438 hal. Sudjana, 1996. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.120 hal. Verween A.,Vincx M., Degraer S. 2007. The effect of Temperature and Salinity On the Survival of Mytilopsis Leucophaeata larvae (Mollusca, Bivalvia): The search for environmental limits. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 348: 111–120. Whitten, A.J., M. Mustafa dan G.S. Henderson. 1997. Ekologi Sulawesi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta 120 hal.
25