PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
ASPEK BIOLOGI Geloina erosa DI HUTAN MANGROVE Mahasa Tuheteru1*, Soenarto Notosoedarmo1, Martanto Martosupono 1Program
Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52 – 60, Salatiga 50711 Telp.: +62 (0)298-321212, Fax.: +62 (0)298-321443 *E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem di kawasan pesisir dan dalam kawasan tersebut hidup berbagai biota perairan terutama bivalvia. Bivalvia adalah kelompok kerang, yang memiliki tubuh yang lunak dan dilindungi oleh dua cangkang yang setangkup, misalnya pada kerang G. erosa. Hubungan dengan aspek biologi kerang G. erosa memiliki sistem reproduksi jantan dan betina pada individu yang berbeda yaitu gonad jantan seperti paku dan betina bentuknya bulat, namun secara morfologi eksternal cangkangnya tidak bisa dibedakan, kerang memiliki proses pertumbuhan panjang. Pertumbuhan kekerangan meliputi perkembangan otot, panjang cangkang dan dapat diartikan sebagai proses pertambahan panjang, berat atau pertambahan volume dari suatu organisme. Kerang mempunyai sumber makanan berupa plankton, tersedianya plankton di perairan akan menunjukkan tingkat kesuburan sutu perairan. Kegiatan yang dilakukan berupa penyerapan makanan secara alami di lingkungan pada saat pasang dan berhenti disaat surut. Kerang G. erosa mengalami proses respirasi pada waktu air surut, kerang Geloina berada dalam posisi cangkang menutup. Kata kunci: biologi, G. erosa, mangrove, ekosistem
PENDAHULUAN Hutan mangrove merupakan habitat yang baik bagi makroinvertebrata contohnya pada kerang Geloina erosa. Kerang G. erosa merupakan salah satu jenis kerang yang banyak dijumpai hidup pada daerah-daerah hutan mangrove dan umumnya hidup dengan cara membenamkan diri di dalam dasar perairan (infauna) dan mengalami proses pertambahan, yang memiliki dua cangkang yang berfungsi sebagai pelindung tubuhnya. Cangkang tersebut memiliki ukuran yang berbeda pada masing-masing kelompok umur (Widhowati et al. 2006). Kerang G. erosa memiliki dimorfisme seksual yang jelas antara jantan dan betina, yang diperlihatkan dari anatomi gonad. Kerang termasuk ke dalam kelas bivalvia memiliki gonad jantan dan betina pada satu induk, akan tetapi pada G. erosa gonad jantan dan betina terdapat pada induk yang berbeda (Morton 1988). Morfologi cangkang antara jantan dan betina dapat dibedakan karena jantan memiliki morfologi cangkang yang sedikit lebih mengilat dan bersih jika dibandingkan dengan cangkang kerang betina (Morton 1984). Perbedaan ukuran cangkang dari G. erosa yang masih larva (juvenile) diduga memiliki bentuk pertumbuhan gonad yang belum sempurnah akan tetapi yang telah dewasa memiliki morfologi yang sempurnah dengan bentuk seperti paku (Sarong 2003). Gonad jantan berwarna putih susu sedangkan gonad betina berwarna keabu-abuan (Dwiono 2003). Hutan mangrove adalah salah satu hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, salah satu organisme yang hidup pada daerah hutan mangrove adalah jenis Bivalvia (Rugayah & Suharjono 2007). Kawasan ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem di kawasan pesisir dan dalam kawasan tersebut hidup berbagai biota perairan terutama dari filum Coelenterata, Arthropoda, Annelida, Echinodermata, dan Chordata, termasuk berbagai spesies dari kelas Bivalvia (Widhowati et al. 2005).
KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI G. erosa Kerang G. erosa adalah salah satu spesies dari kelas Bivalvia. Kerang G. erosa sering disebut juga kerang mangrove (Dwiono 2003) atau kerang bakau (Widhowati et al. 2006), yang merupakan salah satu spesies kerang yang hidup di dalam kawasan ekosistem mangrove. Philum : Mollusca Kelas : Bivalvia Sub Kelas : Heterodonta Ordo : Veneroida Famili : Corbiculidae Genus : Geloina Spesies : G. erosa
MORFOLOGI
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 159
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
Tubuh kerang G. erosa berbentuk pipih lateral, cangkang dapat mencapai ukuran 110 mm, bentuk lonjong-bulat, bagian posterior terpangkas pada individu dewasa dan tua, sedikit menggembung, tebal. Panjang cangkang (jarak antero-posterior) sama dengan atau sedikit lebih besar daripada tingginya (jarak dorso-ventral). Garis pertumbuhan yang kosentrik berubah menjadi tonjolan. Bagian luar kulit berwarna putih yang ditutupi oleh periostrakum yang tebal, mengkilap berwarna kuning kehijauan sewaktu muda kemudian coklat kehitaman saat kerang dewasa. Bagian dalam kulit berwarna putih, menyerupai kapur atau porselen, dan memiliki cangkang berwarna gelap, membulat dan agak cekung sehingga kerang tersebut tampak lebih tebal (Van Bethem 1953). Tubuh ditutupi atau dilindungi oleh sepasang cangkang, antara keduanya pada bagian dorsalnya dihubungkan oleh hinge ligament. Ligamenttersebut merupakan semacam pita plastik yang terdiri dari bahan organik dan bersambung dengan periostrakum cangkang. Kedua keping cangkang pada bagian dalamnya ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan sebuah otot aduktor posterior, yang bekerja sama secara antagonis dengan hinge ligament. Apabilah otot aduktorrileks ligament berkerut, sehingga kedua keping cangkang terbuka, dan sebaliknya (Suwignyo et al. 2005).
Gambar 1. Morfologi dan anatomi G. erosa Paul 2001 (dengan modifikasi) Keterangan : 1. Heart : Ginjal 2. Kidney : Jantung 3. Adductor muscle : Otot adduktor 4. Gonad : Kelenjar kelamin 5. Anus : Dubur 6. Gills : Insang 7. Shell : Tempurug 8. Hinge : Engsel 9. Stomach : Perut 10. Mouth : Mulut 11. Intestine : Usus 12. Foot : Kaki 13. Mantel 14. Inhalen (Incurrent) 15. Exhalen (Excurrent)
LANTAI HUTAN MANGROVE Menurut Allen 1973 dalam Kordi (2012) hutan mangrove sebagai coastal wood land or intertidal zone. Selain itu, Snedakker & Getter (1985) mengatakan hutan mangrove, merupakan kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropik dan subtropik yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob. Salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan kerang G. erosa adalah serasah. Serasah yang dihasilkan oleh tumbuhan mangrove merupakan bagian-bagian utama tumbuhan (ranting, daun, bunga dan buah) yang jatuh akan mengalami proses dekomposisi. Proses tersebut sebagai bagian dari proses biologis untuk menjaga keseimbangan ekosistem hutan mangrove. Hasil dari proses dekomposisi akan menjadi sumber makanan bagi detritus bivalvia, crustascea,zooplankton dan lain-lain (Hamidy 2002). Serasah hutan mangrove akan menentukan kuantitas hewan dan mikroorganisme yang hidup di lingkungan hutan mangrove, karena serasah yang dihasilkan menjadi penyedia energi dalam ekosistem daerah tersebut. Bagian tumbuhan yang sering gugur yaitu daun mangrove (Hamidy 2002). Nursal et al. (2005) menyatakan, bahwa serasah dari tumbuhan mangrove akan terdeposit pada dasar perairan, kemudian terakumulasi terus menerus sehingga
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 160
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
menjadi sedimen yang kaya akan unsur hara, selanjunya tempat tersebut baik untuk kelangsungan hidup fauna makrobenthos di antaranya G. erosa. Serasah mangrove yang dihasilkan berupa daun merupakan serasah yang paling penting peranannya dibandingkan dengan organ lain. Menurut Bunyavejchewin & Nuyim (2001), dalam aliran energi hutan mangrove, daun memegang peranan penting karena merupakan sumber nutrisi bagi organisme. Persentase kadar nitrogen dan fosfat pada daun Rhizophora apiculata di hutan mangrove Thailand Selatan sebesar 0,80 dan 0,038% berat kering, sehingga mangrove menyumbang nitrogen, fosfat, potasium, dan kalsium berturut-turut sebesar 116, 7, 146, dan 71 kg/ha/tahun. Serasah yang jatuh akan mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme menjadi detritus, yang kemudian menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis organisme perairan (khususnya detritivor) yang akhirnya dapat dimanfaatkan oleh organisme tingkat tinggi dalam jaring-jaring makanan. Berdasarkan habitatnya kerang G. erosa menempati hutan mangrove,karena hutan mangrove memiliki potensi besar sebagai habitat yang berasal dari sungai dan sedimentasi pantai. Hutan mangrove merupakan salah satu tempat berlindung, bernaung dan mencari makan bagi makroinvertebrata pada umumnya, termasuk kerang G. erosa. Kerang G. erosa merupakan kerang yang hidup di dalam lumpur pada daerah estuaria, di hutan mangrove, air payau dan di sungai-sungai besar. Kerang menempati habitat di lantai hutan mangrove, pada sedimen dengan ukuran yang relatif lebih halus, dipandang dari ukuran butir sedimen, G. erosa lebih menyukai tanah sedimen dan hidup pada areal yang berada di bawah naugan tumbuhan mangrove dari jenis R. apiculata, R. mucronata dan jenis mangrove lain (Sigit & Dwiono 2003). Kerang G. erosa juga hidup berkelompok pada mangrove yang didominansi oleh Nypa fruticans (Sarong et al. 2007). Kadang-kadang kerang G. erosa hidup menyendiri pada sedimen yang terletak lebih tinggi yaitu di bawah tumbuhan mangrove jenis Rhizophora spp, dibandingkan dengan tanah sekitarnya. Dengan demikian pada saat surut tubuh kerang berada di luar air. Dalam keadaan tersebut G. erosa dapat bertahan hidup sampai kurang lebih 3 minggu (Sigit & Dwiono 2003).
ASPEK BIOLOGI G. erosa Pada lantai hutan mangrove kerang G. erosa dapat dijumpai terbenam di dalam lumpur. Dalam mikrohabitat seperti itu, aspek biologi dapat diperlihatkan (aktif) atau tidak diperlihatkan (pasif), hingga tercapai fungsi yang maksimal dari aspek biologi.
Sistem Reproduksi G. erosa Kerang G. erosa berkembang biak secara seksual. Organ reproduksi jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda (berkelamin tunggal), namun secara morfologi eksternal (cangkang) tidak dapat dibedakan. Untuk mengamati gonad dan jenis kelaminya, cangkang harus dibuka. Gonad terletak dibagian atas kaki dan menyebar di sekeliling dan di antara kelenjar pencernaan. Gonad jantan tampak jelas berwarna putih, sedangkan gonad betina sulit dibedakan di luar musim pemijahan (gonad tidak matang). Pada musim pemijahan, gonad betina akan mudah dikenali dari warnanya yang keabu-abuan (Morton 1982); sedangkan menurut Dwiono (2003), bahwa kerang G. erosa memiliki gonad jantan berwarna putih susu dan yang betina memiliki gonad berwarna keabu-abuan. Kerang G. erosa berkembang biak secara seksual. Organ reproduksi jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda (berkelamin tunggal), Gonad jantan tampak jelas berwarna putihsedangkan gonad betinasulit dibedakan di luar musim pemijahan (gonad tidak matang).Pada musim pemijahan, gonad betina akan mudah dikenali dari warnanya yang keabu-abuan (Morton 1982); sedangkan menurut Dwiono (2003), bahwa kerang G. erosa memiliki gonad jantan berwarna putih susu dan yang betina memiliki gonad berwarna keabu-abuan. Proses terbentuknya kerang, terjadi dari adanya upaya pelepasan sel gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ova) ke dalam suatu badan air. Kemudian sperma akan membuahi ovum dan akan terjadi larva trochophor. Larva trochophor terus berkembang menjadi larva velinger (Suwignyo et al. 2005) Velinger berubah menjadi kerang kecil dan biasa dinamakan dengan spat.
Pertumbuhan G. erosa Pertumbuhan suatu organisme digambarkan dengan pertambahan berat, panjang, dan volume (Kastoro 1992). Seed dalam Kastoro (1992) menyebutkan bahwa pada mollusca terdapat bagian paling menonjol yaitu cangkangnya maka pertumbuhan mollusca adalah pertambahan panjang dilanjutkan dengan pertambahan tubuhnya. Sementara Yuliana (2003) menyatakan bahwa perubahan tubuh keong yang lebih nyata terjadi pada akhir velinger, dan selama pertumbuhan larva (juvenil) telah terjadi beberapa lonjakan pertumbuhan panjang. Kerang G. erosa sebagai salah satu spesies dari bivalvia, dalam pertumbuhan juga dipengaruhi oleh pertambahan panjang cangkang, pertambahan lebar, atau pertambahan volume dari tubuhnya. Terjadinya pertambahan panjang dan berat, pada keraang G. erosa menunjukkan bahwa G. erosa tersebut mengalami pertumbuhan yang terjadi setiap waktu. Cholik et al. 2005 mengatakan bahwa pertumbuhan kerang
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 161
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
meliputi pertumbuhan jaringan otot dan pertumbuhan panjang cangkang. Selain itu Kastoro (1992) mengatakan bahwa pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses pertambahan panjang, berat atau pertambahan volume dari suatu organisme. Pertumbuhan daging dipengaruhi oleh faaktor ketersediaan makanan, kematangan gonad dan perubahan yang terjadi karena pelepasan gonad, sedangkan pertumbuhan cangkang dipengaruhi oleh faktor ketersediaan kalsium yang ada di dalam air. Adanya pengaruh faktor yang berbeda antara pertumbuhan daging pertumbuhan cangkang, maka keduanya tidak selalu seiring. Sudradjat & Tonnek (1992) mengatakan bahwa pertumbuhan bivalvia bergantung dari banyak faktor seperti suhu, ketersediaan makanan, kecepatan arus, kecepatan air, pencemaran air, musim kemarau, dan musim hujan. Unsur yang paling utama dibutuhkan dalam pembentukan cangkang adalah unsur kalsium dalam air (Cholik et al. 2005). Bahan organik tersebut diperlukan untuk pertumbuhan cangkang, penambahan sel dan pembentukkan berbagai organisme yang ada dalam tubuhnya. Pada dasarnya pola pertumbuhan yang terjadi antara panjang dengan berat total tubuh kerang, berlangsung secara allometrik negative, isometrik, dan allometrikpositif (Widhowati 2006). Pola pertumbuhan secara allometrik negatif menunjukkan bahwa antara laju pertumbuhan total berat dengan panjang, terjadi tidak seimbang (Natan 2009). Proses pertambahan panjang cangkang lebih dominan jika dibandingkan dengan pertambahan berat. Pertumbuhan allometrik posistif menunjukkan bahwa pertambahan berat tubuh lebih dominan jika dibandingkan dengan pertambahan panjang cangkang. Sementara pertumbuhan secara isometrik menunjukkan bahwa pertambahan panjang cangkang sebanding dengan pertambahan berat tubuh (Patikawa 2007) & (Natan 2009)
Cara Makan G. erosa Kerang mempunyai sumber makanan berupa fitoplankton dan zooplankton kecil. Plankton pada ekosistem mangrove sangat melimpah, karena pencampuran nutrisi antara air sungai dan air laut. Daerah mangrove merupakan lingkungan yang kaya akan sumberdaya hayati perairan, contohnya banyaknya plankton di lingkungan mangrove. Plankton merupakan bagian jaring-jaring makanan dan sumber pakan bagi organisme perairan lalu tersedianya plankton di perairan akan menunjukkan tingkat kesuburan suatu perairan. Adanya aliran air dari laut dan sungai yang membawa berbagai materi organik sebagai nutrien menjadi pangan bagi fitoplankton (Eyre & Ferguson 2006). Selain fitoplankton sebagai pangan alami, zooplankton juga merupakan pakan alami bagi organisme perairan. Keberadaan zooplankton pada perairan estuaria dipengaruhi adanya fitoplankton yang ada sebagai sumber pangannya (Froneman 2004). Kondisi lingkungan sangat mendukung bagi perkembangan organisme perairan termasuk kerang G. erosa. Sebagai kerang yang hidup di daerah pasang surut yang kegiatannya mencari makan di daerah pasang surut. Selama air pasang, kerang akan secara aktif menyaring makanan yang melayang dalam air, sedangkan selama air surut kegiatan pengambilan makanan akan sangat menurun bahkan akan terhenti sama sekali (Maulana et al. 2010). Kerang G. erosa sebagai suspension feeder maupun filter feeder memperoleh makanan yang berupa plankto. Namun bila melihat cara hidupnya yang membenamkan diri di dalam sedimen, maka dapat dipastikan bahwa bahan-bahan lain (organik dan anorganik) yang terdapat di dalam dasar perairan pun akan turut tertelan (Dwiono 2003). Pengambilan makanan oleh kerang dilakukan melalui dua pasang insang yang masing-masing terletak pada setiap sisi tubuh kerang. Untuk memperoleh makanan, kerang menghisap masuk air payau yang mengandung fitoplankton dan zooplankton melalui saluran air masuk (inhalent siphon) yang terletak di bagian ventral. Air yang telah masuk dan berada di kedua sisi tubuh kemudian dialirkan ke bagian dorsal melewati sepasang insang yang memiliki bulubulu getar (cilia) dan sel-sel penghasil gumpalan lendir (mucus) pada permukaannya. Gumpalan lendir yang dihasilkan insang akan mengikat berbagai jenis fitoplankton (dan juga seston) yang berada didekatnya. Dengan bantuan bulu-bulu getar yang bergetar secara ritmis, gumpalan-gumpalan lendir digerakkan ke arah ujung ventral (distal) dari setiap keping insang tempat saluran makanan (food groove). Oleh bulubulu getar yang berada pada saluran makanan, gumpalan lendir digerakkan ke arah depan (anterior) sampai mencapai bibir (labial palps). Bibir kerang terdiri atas dua bagian yaitu bibir atas dan bibir bawah yang masingmasing memanjang kearah kedua sisi tubuh. Bibir kerang menyerupai insang dalam skala kecil, berbeda halnya dengan insang dengan bulu-bulu getarnya yang hanya mampu menggerakkan gumpalan lendir, bulu-bulu getar dan serabut otot yang ada dalam bibir mampu membuang gumpalan yang berukuran lebih besar daripada ukuran mulut kerang (Levinton 1991). Gumpalan-gumpalan yang dibuang akan dikeluarkan dari dalam rongga tubuh kerang dalam bentuk kotoran palsu atau pseudofaeces. Mulut kerang pada dasarnya berupa sebuah lubang yang berfungsi sebagai alat pembatas ukuran gumpalan yang dapat diterima kerang. Lubang mulut tersebut dihubungkan dengan lambung oleh kerongkongan. Sementara di dalam lambung, gumpalan lendir (beserta fitoplankton yang melekat pada lendir) akan mengalami proses pencernaan secara mekanis (oleh gerakan menggerus), dan kimiawi (oleh enzim), hinga gumpalan fitoplankton dan zooplankton berubah menjadi bubur yang halus. Molekul-molekul organik yang terdapat di dalam bubur makanan tersebut akan dihancurkan oleh enzim-enzim, kemudian diserap oleh dinding usus. Selanjutnya sisa metabolisme akan menjadi padat dan dapat dikeluarkan dari dalam tubuh melalui anus dalam bentuk pellet(Levinton 1991).
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 162
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
Kemampuan lambung untuk menampung makanan dibatasi oleh ukurannya dan kecepatan lambung untuk mencerna makanan. Oleh karena itu kosentrasi plankton yang tinggi akan berakibat pada peningkatan produksi pseudofaeces. Demikian pula yang akan terjadi apabila kandungan bahan tersuspensi terlalu tinggi (air keruh), akibat sedimen yang teraduk, maka akan terjadi liminasi sedimen dan mengendapkannya dalam bentuk pseudofaeces (Iglesias et al. 1992 dalam Dwiono 2003).
Respirasi G. erosa Pada waktu air surut, kerang Geloina berada dalam posisi cangkang menutup. Berbagai kegiatan seperti kegiatan penyerapan makan atau lainnya dari lingkungan pada waktu air kering dalam kondisi yang minimal atau hampir berhenti total, dan jika ada kegiatan tersebut dilakukan dengan mengeluarkan sifon melalui lubang sifon yang berada di salah satu sisi atas kerang. Kerang G. erosa seperti kerang lainya, memiliki dua sifon (Pechenik 2005) yaitu sifon inhalen (incurrent) dan sifon exhalen (excurrent). Sifon inhalen sebagai sifon masuknya air atau lainya, dan melakukan asupan berbagai makanan yang diserap oleh detritus dan plankton dari lingkungannya (Sudrajat 2006). Sementara sifon exhalen sebagai sifon pengeluaran, mengeluarkan berbagai sisa makanan atau lainya yang tidak terserap oleh tubuh (Dwiono 2003). Sebagai makhluk hidup, kerang Geloina tetap melakukan aktivitas walaupun dalam kondisi lingkungan yang minimum. Kegiatan tersebut ditunjukkan dengan adanya tanda di bagian permukaan dasar perairan. Pada waktu air beranjak pasang, kerang Geloina terangsang sehingga cangkang mulai membuka. Proses pembukaan cangkang dilakukan oleh otot abduktor (Dwiono 2003), dan terus terbuka sesuai dengan kebutuhan. Kerang melakukan respirasi dengan mengonsumsi oksigen dari lingkungan dan mengeluarkan karbondioksida ke lingkungan melewati. Proses pertukaran gas yang terjadi pada waktu tersebut terlihat dengan terbentuknya gelembung yang dilepas ke permukaan air secara berurutan.
KESIMPULAN Hutan mangrove merupakan tempat hidup berbagi biota-biota perairan seperti kerang G. erosa. Kerang G. erosa sering disebut juga kerang mangrove yang hidup dengan cara membenamkan diri di dalam lumpur dasar perairan. Kerang G. erosa berkembang biak secara seksual, pada musim pemijahan gonad betina akan muda dikenali dari warnanya, yang keabu-abuan sedangkan gonad jantan berwarna putih.Kondisi lingkungan yang baik serta ketersedian nutrisi yang dibutuhkan menjadikan pertumbuhan dan perkembangan kerang dapat berlangsung dengan baik. Kerang G. erosa mengambil makanan secara aktif yaitu dengan menyaring makanan yang melayang dalam air, kerang tersebut melakukan respirasi dengan cara mengonsumsi oksigen dari lingkungan serta mengeluarkan karbondioksida ke lingkungan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Beasiswa Unggulan DIKTI – Biro Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa melalui Program Studi Magister Biologi, Universitas Satya Wacana, Salatiga.
DAFTAR PUSTAKA Bunyavejchewin, S & T. Nuyim. 2001. Litterfall Production in a Primary Mangrove Rhizophoraapiculata Forest in Southern Thailand. Silvicultural Research Report: 28−3 Cholik, F, A.G., Jagatraya, R.P., Poernomo,&A. Jauzi. 2005. Kekerangan, di dalam Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Jakarta: Taman Akuarium Air Tawar. Dwiono, S.A.P. 2003. Pengenalan Kerang Mangrove Geloina erosa dan Geloina expansa. J. Oceana 2:31−38. Eyre, B.D & A.J. Ferguson. 2006. Impact of A Flood Event on Batihic and Pelagic Coupling in A Sub-Tropical East Australia Estuary (Brunswick). Estua Coast and Shelf Scien. 111−122 Froneman, P.W. 2004. Zooplankton Community Structure and Biomass in A Southern African Temporarily Open/Close Estuary. Estu Coast and Shelp Sciec. Vol no. 125−132 Hamidy, R. 2002. Transpor Ateridari Serasah Mangrove dengan Kajian Khusus pada Peran Kepiting Brachyura. Institut Teknologi Bandung, Bandung. 127 hlm Kastoro, W.W., 1992. Beberapa Aspek Biologi dan Ekologi dari Jenis-jenis Mollusca Laut Komersial yang Diperlukan Untuk Menunjang Usaha Budidaya. Prosiding: Temu ilmiah Potensi Sumberdaya Kekerangan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara: Watapone, 17−18 Februari 1992. Maros: Badan Penelitian Perairan Budidaya Pantai. Kordi, K.M.G.H. 2012. Ekologi Mangrove. Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta. Levinton, J.S. 1991. Variable Feeding Behavior in Three Species of Macoma (Bivalvia: Tellinacea) as a Response to Waterflow and Sediment Transport. Mar. Bio.Vol. 110:375–383 Maulana, M.B.I., Widowati, & J. Suprijanto. 2010. Studi Histologi Digestif Diverticula Kerang totok (Polimesoda erosa) Berdasarkan Perbedaan Kondisi Peredaman di Lokasih Mangrove Replan Teluk Awur, Jepara Jawa Tengah. Majalah Ilmu Kelautan (In Press)
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 163
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
Morton, B. 1982. Some Aspects of the Population Structure and Sexual Stategy of Corbicula ofluminalis (Bivalvia: Corbiculacea) From the Pearl River, Peoples’s Republic of China. J.Moll Study. 48: 1−23 ___________ 1984. A Review of Polymesoda (Geloina) Gray 1842 (Bivalvia: Corbiculidae) from Indo-Pasific Mangroves. J. Asian Marine 1: 77−86 ___________ 1988. The population Structure and age of Polymesoda (Geloina) erosa (Bivalvia: Corbiculacea) from Hongkong mangrove. J. Asian Marine Biolo. 5:107–113. Natan, Y. 2009. Studi Populasi Kerang Lumpur Anodotia edentula di Ekosistem Mangrove. JurnalBiologi Indonesia.6(1): 25–38) Nursal, Y. Fauzia., & Ismiati. 2005. Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Tanjung Sekodi Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal Biogenesis.Vol. 2(1):1829–5460 Patikawa, J.A. 2007. Stuktur Populasi Bia Putih (Anadonta edentula) di Perairan Pantai Passo Teluk Ambon Bagian Dalam. J. Ichthyos, 6: 35–40 Paul, B. 2001. The Bivalvia. California Academy of Sciens, 45. Pechenik, J.A. 2005.Biology of the Invertebrates. Boston: Mc Graw Hill Higner Education. Rugayah & Suharjono. 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Mangrove di Pulau Sepanjang, Jawa Timur Jurnal Biodiversitas 8 (2), Nomor 2. Hal130–134 ISSN 1412–033X Sarong, M.A. 2003. Perairan Sarah Leupung Aceh Besar salah satu Ekosistem dalam Pengkajian Hewan. J. Wacana Pendidikan, 4: 73–76. Sarong, M.A. M., Boer, R. Dahuri, Y. Wadianto, & S. Sukimin 2007. Pemanfaatan Geloina erosa dalam Masyarakat Leupung Kawasan Pesisir Barat Kabupaten Aceh Besar. Jchthyos, 6: 4–44. Sigit, A.P. & Dwiono. 2003. Pengenalan Kerang Mangrove,Geloina erosa dan Geloina expansa. Balitbang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta. Snedakker, S.C. & C.D. Getter. 1985. Coastal Resources Management Guidelines. Coastal Publication No.2. Research Planning Institute, Inc. Colombia, South Coroline. Sudrajat, A. 2006. Mollusca sumberdaya hayati yang terabaikan. Naska 60 Tahun PerikananIndonesia. Jakarta: Masyarakat Perikanan Nusantara. Sudrajat, A. & S. Tonnek. 1992. Pengelolaan Sumberdaya dan Budidaya Lola Trochus niloticus. Prosiding Temu Karya Ilmiah Potensi Sumberdaya Kekerangan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Watampone, 17−18 Ferbuari1992. Watampone: Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros. Suwignyo, S. W. Bambang, & K. Majariana 2005. Avertebrata Air. Penerbit Swadaya. Depok. Van Benthem, J.W.S.S. 1953. Systematic Studies on the non-marine Mollusca of the Indo-Australian Archipelago. Widhowati, I.J. Suprijanto, S.A.P. Dwiono, & R. Hartati. 2005. Hubungan dimensi cangkang dengan barat Kerang Totok Polymesoda erosa (Bivalvia: Corbiculidae) dari Segara Anakan. Dalam: Daya Perairan Tropis Secara Berkelanjutan. ProsidingSeminar Nasional Biologi dan Akuakultur Berkelanjutan: Purwokerto. 2005. Purwokerto: Fakultas Biologi Universitas Jendral Sudirman. --------. 2006. Aspek Reproduksi Kerang Totok Polimesoda erosa dari Perairan Segara Anakan Cilacap. Semarang: Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Yulianda, F. 2003. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Keong Macan (Babylonia spirata Linnaeus 1978). [Disertasi]. IPB. Sekolah Paska Sarjana.
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 164