Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
BEST PRACTICE PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN Suwatin, S.Sos, MA Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan – Lembaga Administrasi Negara E-mail:
[email protected] ABSTRAK Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang semakin global seiring dengan berjalannya proses globalisasi di segala bidang kehidupan. Malangnya, permasalahan kemiskinan ini semakin parah dialami oleh negara berkembang (World Bank Report, 2008) di mana Indonesia termasuk di dalamnya.Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia baik nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dengan berbagai pendekatan.Namun demikian tidak sedikit yang mengalami ketidak-optimalan hasil capaian sementara itu dari sekian banyaknya kegagalan terdapat beberapa praktek yang dapat dijadikan percontohan (best practice), utamanya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai level pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat. Terkait dengan kenyataan tersebut, paper ini mengulas beberapa best practice pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, terutama yang terkait dengan issue kemiskinan yang saat ini berkembang. Best practice dideskripsikan mulai pendekatan yang digunakan, upaya-upaya yang dilakukan, hingga tingkat keberhasilannya di daerah tersebut. Kata Kunci: Best Practice, Pengentasan Kemiskinan, Pemerintah Daerah 1.
Kemiskinan di Indonesia Berdasarkan Peta Tematik Kemiskinan yang dikeluarkan secara resmi oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemisiknan Kantor Wakil Presiden Republik Indonesiai permasalahan kemiskinan sangat erat kaitannya dengan aksesibilitias dan affordabilitas masyarakat terhadap pelayanan dasar yakni kesehatan dan pendidikan, dan kebutuhan gizi dan akses perumahan yang memadai.Dengan indikasi kemiskinan tersebut, maka best practice penanggulangan kemiskinan yang akan ditampilkan disini terkait dengan beberapa indikator tersebut, yakni akses air bersih, pendidikan dan kesehatan. 2.
Metodologi Terkait dengan permasalahan kemiskinan sebagaimana disampaikan untuk lebih spesifik, beberapa kasus penanganan kemiskinan ditujukan pada issue-issue yang mencuat saat ini, yakni : Inovasi Kelembagaan Penyediaan air bersih (Kota Calang, Kabupaten Aceh Jaya, Pemerintah Aceh) Inovasi Kelanjutan dari Penyediaan air bersih (Kabupaten Ngada, NTT) Inovasi peningkatan hasil Ujian Nasional siswa (Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat) Inovasi dalam rangka penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah (Kabupaten Jembarana) Selanjutnya pengumpulan data dilakukan dengan telaah dokumen yang berasal dari hasil kajian-kajian terkait dengan pengentasan Kemiskinan. 3.
Inovasi Kelembagaan Penyediaan Air Bersih di Calang - Kabupaten Aceh Jayaii
3.1. Latar Belakang Calang merupakan salah satu Kota di Kabupaten Aceh Jaya.Karena Calang merupakan daerah yang terkena Tsunami pada tahun 2004, maka calang merupakan objek rehabilitasi dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR).Salah satu yang dilakukan BRR adalah mendirikan Water Treatment Project yang selesai pada tahun 2006.Namun sayangnya, hingga tahun 2008 instalasi air bersih tersebut belum dapat menghasilkan air bersih karena Kabupaten tidak memiliki daya untuk mengelolanya. 3.2. Metode dan Solusi Karena ketidaksanggupannya, Kabupaten mengajukan bantuan kepada beberapa donator luar negeri yakni Local Government support Program (LGSP) dan American Red Cross (ARC). Untuk membenahinya, ARC mengajukan pembangunan guna pengoperasionalisasian WTP tersebut, dengan prasyarat Pemerintah Daerah harus mampu mengelolanya, yakni dengan mendirikan organisasi pengelola air bersih serta penggajian pegawainya. Terkait dengan hal tersebut, LGSP mengadakan workshop dengan mengundang beberapa pihak yang berpengalaman dalam mengoperasionalkan WTP, baik LSM maupun organisasi pemerintah daerah lainnya. Undangan diantaranya adalah Environmental ServiceProgram (ESP) memaparkan beberapa keuntungan dan kekurangan BPAM, BLU dan PDAM,sementara LGSP mempresentasikan metode Kerjasama antar daerah dan Kerjasama denganpihak ke tiga (service contraction). Selain itu juga ada Panel Diskusidengan narasumber dari PDAM Tirta Nadi (Sumatera utara), dan BPAMSI NAD (Badan Pengurus Air Minum Seluruh Indonesia Provinsi NAD) membahas tentang lembaga yang cocok untuk diterapkan di Aceh Jaya. [99]
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
Hasil diskusi menghasilkan beberapa sarana antara lain : Pengelola air minum sebaiknya bukan dari pegawai negeri (belajar dari kasus PDAM Aceh Barat) karena banyak kendala dalam pengoperasionalnya, sehingga PDAM tidak direkomendasikanuntuk diterapkan. Diperoleh informasi bahwa dari 300 lebih PDAM yang ada di Indonesia, hanya 50 PDAM yang sehat, hanya belasan saja yang mampu memberikan kontribusi terhadap PAD,sedangkan lebih dari 220 PDAM merupakan PDAM ”sakit”, Berdasarkan kedua hal tersebut pembentukan PDAM untuk Calang tidak direkomendasikan oleh para narasumber. Selanjutnya dengan menelaah berbagai peraturan perundangan mengenai pengelolaan urusan daerah, LGPS menyampaikan rekomendasi bentuk pelaksana operasionalisasi pelayanan air bersih dilakukan dalam bentuk Badan Layanan Umum sebagaimana di tentukan dalam Peraturan Kementerian Keuangan. Untuk pengelolaan Air bersih di Aceh Jaya, Badan Layanan Umum Daerah ini didesain sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa Penyediaan Air Minum yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Rekomendasi ini ditindaklanjuti oleh Bupati Aceh Jaya, Ir. Azhar Abdurrahman, dengan workshop lanjutan yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2008di Aceh Jaya yang menghasilkan beberapa tindak lanjut rencana kegiatan antara lain dengan: Merumuskan panitia persiapan pengelolaan air bersih Batasan tugas Panitia persiapan pengelolaan air bersihpaling lama enam bulan. Panitia persiapan bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris daerah (SEKDA) Biaya akibat dikeluarkannyakeputusan ini dibebankan bersama kepada APBD (untuk personil pemerintah daerah), ARC(trainingtraining dan pertemuan), BRR (tenaga ahli) dan LGSP (tenaga ahli) Penetapan tugas panitiapersiapan antara lain : Melakukan analisa terhadap bentuk-bentuk pengelolaan yang lebih efektifdan efisien Mempercepatproses pembentukan struktur pengelola air bersih, Menyusun draft regulasi dan mekanisme pengelolaan,
Menyusun draft qanun biaya retribusi airbersih, Menyusun program peningkatan kapasitas bagi pengelola dan operator pengelolaan airbersih. Perumusan kriteria dan Kualifikasi serta Rekruitment Pegawai BLUD BLU ini kemudian diberi nama BLUDSPAM Tirta Mon Mata. Analisis jumlah kebutuhan pegawai idealdan kriteria dan kualifikasi pegawai BLUD Tirta Mon Mata ditujukan agarterdapat penilaian standar guna menghindari penilaian yang subjektif dan nepotisme.Dengan demikian panitia persiapan yang juga akan menjadi tim seleksi mempunyai cara penilaian yang sama. Kriteria dan kualifikasi ini kemudian ditetapkandengan SK Bupati Proses rekruitment diawali denganpengumuman penerimaan di surat kabar lokal. Peserta dapat mengirimkan lamaran melalui email dan kotak Pos. Bagi Pemerintah Aceh Jaya, ini merupakanhal baru, dimana biasanya rekruitmen pegawai selalu dilakukan di kantor bupati atau SKPD teknis. Sistem rekruitment ini dinilai cukup efektif,efisien dan tidak mengganggu rutinitas panitia persiapan. Panitia persiapan memilih tiga terbaik untuk masing-masing posisi dan kemudianmerekomendasikan satu nama sebagai kandidat kuat mengisi posisi yang disediakan. Namunsebelum menetapkan melalui SK Bupati, Bupati dan Wakil Bupati Aceh Jaya melakukanwawancara secara langsung dengan ketiga kandidat terbaik dan meminta komitmennya untukmengabdi kepada kabupaten Aceh Jaya dengan segala keterbatasan sarana dan prasarananya. Praktek baik dalam rekruitmen karyawan BLU ini kemudian diterapkan dalam rekruitmen karyawan di BLUD Rumah Sakit Umum Daerah, karenadengan system ini panitia persiapan dapat bekerja secara efektif, efisien, transparan, akuntabel danbebas dari Kolusi dan Nepotisme. Karena BLUD SPAM merupakan yang terbesar di Indonesia, maka PUmenjadikan Tirta Mon Mata sebagai salah satu Pilot Project-nya dan menjanjikan program insentif nasional.Buku panduan fasilitator yang disusun berdasarkan pengalaman pendampingan di KabupatenAceh Jaya pun kemudian digunakan menjadi buku panduan resmi proses pelembagaan BLUD-SPAMoleh BPP-SPAM Republik Indonesia. 3.3. Point Penting Menyadari bahwa permasalahan yang kompleks sering kali harus ditangani oleh berbagai pihak yang memiliki komitmen untuk membantu. Namun demikian peran aktif dari pemerintah daerah sendiri menjadi salah satu kunci utama yakni melaksanakan rencana kerja tindak lanjut [100]
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
yang disepakati dengan benar-benar mematuhi target waktu yang diberikan. Dengan demikian, lembaga donor pun akan dapat meneruskan bantuannya Pendisainan dan keputusan pelaksanaan kegiatan atau program dilakukan dengan hati-hati melalui sharing pengetahuan dengan lembaga lain yang pernah melakukan kegiatan sejenis, guna melihat kekurangan dan kelebihan serta kesesuaiannya dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang akan melakukan kegiatan/pembentukan kelembagaan tersebut. Dalam hal ini Aceh Jaya telah mencetak satu bentuk pelayanan air minum dengan bentuk Badan Layanan Umum yang dijadikan praktek terbaik, dimana pada umumnya, pelayanan air minum biasanya dikelola dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah. Sistem rekruitmen yang transparan mudah dilakukan, mendapatkan hasil yang sesuai (bahkanmelebihi) dari yang diharapkan, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakanpemerintahan dan tidak menimbulkan gejolak karena semua kandidat merasa puas denganapapun hasil yang mereka terima. 4.
Inovasi Pengadaan Air dan Pengembangannya di Kabupaten Ngada, NTTiii
4.1. Latar Belakang NTT merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang paling banyak memiliki wilayah yang kekurangan air bersih.Salah satunya adalah Desa Sarasedu, Kecamatan Golewa Kabupaten Ngada.Kekurangan air bersih dialami warga selama sepuluh tahun.Kondisi ini menjadi beban berat kaum perempuan, di mana untuk memperoleh air bersih, mereka harus berjalan kaki sekitar satu kilometer ke sumber air terdekat melewati perbukitan yang terjal. Pada tahun 2003 Desa Sarasedu, ditawarkan program PNPM, dan masyarakat diperkenankan menyusun tiga usulan program prioritas melalui Musyawarah Antar Desa (MAD). Proses mengegolkan penyediaan air bersih sebagai prioritas dilalui dengan perdebatan alot. Dalam musyawarah tersebut, kaum perempuan Dusun Watumanu gigih mempertahankan usulan tersebut, namun tidak demikian bagi kaum laki-laki yang lebih menginginkan jalan desa.Kaum perempuan Dusun Watumanu didukung oleh sebagian besar kaum perempuan desa yang hadir pada musyawarah tersebut. Dari program PNPM, MAD di kecamatan forum menetapkan usulan sarana air bersih tersebut didanai sebesar Rp. 58juta.
ISBN: 978-602-96848-2-7
Dari dana program ditambah sejumlah swadaya masyarakat dibangun 1 unit bangunan penangkap mata air (brontchaptering ), bak penampung, 5 hidran umum dan 4 tugu kran, dengan panjang jaringan perpipaan 1.050 meter. Sarana air bersih ini melayani 45 rumah tangga atau sekitar 225 jiwa. Penyediaan sarana air bersih berbasis kebutuhan masyarakat ini, telah memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih yang layak. Hingga saat ini sarana air bersih masih berfungsi dan terawat dan bahkan telah dikembangkan dengan menambah 4 hidran umum baru. 4.2. Metode Pemeliharaan dan Pengembangan Sarana air bersih Desa Sarasedu merupakan idaman masyarakat selama bertahun-tahun.Sehingga setiap warga peduli terhadap pelestarian sarana tersebut.Kepedulian tersebut diwujudkan dalam pengelolaan sarana air bersih yang diorganisir dengan baik melalui Tim Pemelihara dan Pengelola Prasarana (TP3).Dalam struktur organisasi TP3, ada penasehat, ketua, sekretaris, dan bendahara. Untuk teknis operasional dibantu oleh seksi teknik, seksi usaha dana dan perencanaan. Disetiap hidran umum yang melayani tiga hingga Rumah Tangga Miskin (RTM), dikeloladua orang pengurus yang membantu memelihara dan memantau secara rutin. Sebelum melaksanakan tugasnya, TP3 memperoleh pelatihan pembekalan dari fasilitator teknis (FT). Melalui musyawarah desa, masyarakat menyepakati iuran bagi pemanfaat air bersih sebesar Rp.250perjiwa/bulan, yang dikumpulkan oleh seksi usaha dan dana. Pemanfaatan iuran juga disepakati melalui musyawarah desa dan sudah beberapakali digunakan untuk mengganti kran air yang rusak. Pada 2006 melalui musyawarah desa, masyarakat sepakat untuk memanfaatkan sebagian iuran air bersih ditambah dengan swadaya masyarakat, untuk peningkatan penyediaan jamban keluarga bagi RTM. Tahap pertama telah disediakan untuk pembangunan 20 unit jamban bagi 20 RTM. Penerima bantuan ditentukan secara partisipatif melalui musyawarah desa. Agar kegiatan ini tetap berkelanjutan maka pengadaan jamban keluarga ini dilakukan dengan cara bergulir. Hal ini dilakukan dengan memberlakukan ketentuan bahwa RTM yang menerima bantuan jamban keluarga membayarnya dengan mencicil kepada TP3. Dana cicilan yang terkumpul, digunakan kembali untuk menyediakan material pada RTM yang belum menerima bantuan. 4.3. Point Penting Ketidakberdayaan kelompok masyarakat memang memerlukan uluran tangan dari pihak luar untuk membantu meningkatkan keberdayaannya.Namun seringkali bantuan tersebut tidak mencukupi semua kebutuhan masyarakat tersebut.Diantara sekian banyak kebutuhan dasar [101]
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
yang mendesak dan terbatasnya anggaran, prakarsa dan keterlibatan masyarakat ternyata mampu memutuskan prioritas dan melaksanakannya dengan baik.Dalam hal ini pelibatan masyarakat dalam menentukan prioritas dapat meningkatkan komitmen dalam melaksanakannya, bahkan mengembangkannya untuk memecahkan permasalahan lainnya. 5.
Inovasi Peningkatan Hasil Ujian Nasional Siswa di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barativ
5.1. Latar Belakang Langkah Kabupaten Tanah Datar untuk meningkatkan kualitas pendidikan terbilang tidak biasa dan mungkin tidak pernah terpikir oleh siapapun sebelumnya.Setelah kebijakan desentralisasi diberlakukanpada tahun 2001 telah banyak kebijakan pendidikan yang baru, termasuk pembentukan sekolah menengah atas.Khusus untuk murid yang berbakat, penempatan kepala sekolah yang kinerjanya bagus ke sekolah yang kualitasnya masih kurang, pemberlakuan enam hari kerja bagi guru, dan pedanaan bagi murid yang putus sekolah di daerah terpencil dan miskin agar mereka bisa bersekolah lagi. Dua dari kebijakan- kebijakan inovatif tersebut akan disorot dalam studi kasus ini.Namun pembahasan dalam paper ini hanya akan mengulas dua hal yakni : Penguatan Insentif dan pembatasan jumlah siswa per kelas. Kebijakan Penguatan insentif, yang diterapkan dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2004, menghadiahkan kunjungan belajar ke luar negeri kepada guru Bahasa Inggris dan kepala sekolah teladan. Kegiatan selama kunjungan belajar tersebut yaitu ke Australia selama satu minggu untuk menjalani pelatihan Bahasa Inggris atau ke Malaysia dan Singapura untuk mengunjungi beberapa sekolah di negara-negara tersebut, Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan motivasi guru agar mengajar dengan baik, selain itu juga untuk memberikan contoh metode-metode mengajar yang baru bagi para guru tersebut, dan untuk meyakinkan kepala sekolah serta para guru tentang perlunya reformasi pendidikan. Lebih spesifik lagi, Bupati ingin agar sekembalinya dari kunjungan, belajar, staf sekolah menjadi semakin yakin akan pentingnya mata pelajaran bahasa Inggris dan keterampilan computer. Membatasi jumlah murid perkelas menjadi 30 murid saja; mengedepankan disiplin; dan memperbaiki mutu pengajaran.Dengan berlakunya Pembatasan jumlah murid per kelas, mulai tahun ajaran 2003/2004 semua sekolah menengah atas (SMA) memberlakukan jumlah tiga puluh murid per kelas.Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memperkuat hubungan antara murid dan guru, dan agar perhatian guru dapat lebih terpusat pada
ISBN: 978-602-96848-2-7
prestasi murid.Sebelum adanya kebijakan ini, setiap kelas sering kali berisi lebih dari 40 murid. 5.2. Metode Pelaksanaan Hadiah dalam bentuk perjalanan ke luar negeri diberikan kepada beberapa guru bahasa Inggris dan Kepala sekolah teladan. Hanya sekolah-sekolah dengan nilai rata-rata secara keseluruhan tertinggi yang diberi hadiah. Untuk meningkatkan jumlah penerima hadiah, hadiah ini juga diberikan kepada kepalasekolah dari sekolah yang memiliki nilai tertinggi. Namun demikian dilakukan pembatasan usia bagi kunjungan keluar negeri, yakni maksimum 48 tahun dengan harapan memaksimalkan manfaat yang diperoleh melalui sosialisasi yang lebih intensif. Pembatasan jumlah murid per kelas yang lebih sederhana tidak memiliki aturan tertentu kecuali mensyaratkan agar semua kelas di SMA dibatasi masing-masing hanya boleh menampung 30 murid perkelas. Sekolah-sekolah yang belum menerapkan kebijakan tersebut akan menerima surat teguran. 5.3. Penyediaan Anggaran Hal pertama yang terfikir terkait dengan pelaksanaan kebijakan ini tentunya masalah anggaran, yang alokasinya tidak sedikit, terutama kunjungan keluar negeri. Untuk mengantisipasi hal ini, Kepala Daerah melakukan perampingan struktur Satuan Kerja Perangkat Daerah yang semula berjumlah 22 menjadi 8 saja, yang meningkatkan efisiensi hingga 10 milyar setahun. Tabungan ini kemudian digunakan untuk peningkatan penyelenggaraan layanan publik termasuk pendidikan. Untuk perjalanan Guru ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah, sedangkan untuk perjalanan Kepala Sekolah, perjalanan dapat ditanggung oleh Pemerintah Daerah dan Komite Sekolah, 5.4. Hasil yang dicapai Pada tahun 2004 Kabupaten Tanah Datar mendapat penghargaan karena meraih nilai ujian nasional tertinggi di tingkat provinsi pada tahun ajaran 2003/2004. Meningkatnya motivasi kerjadari pihak guruguru bahasa Inggris dan kepala sekolah. Perubahan metode mengajardari beberapa guru bahasa Inggris, termasuk guru-guru yang sudah melakukan kunjungan belajar dan beberapa guru yang belum mendapat kesempatan tersebut tetapi sehari-hari bergaul dengan guru-guru yang sudah melawat tersebut (misalnya sebagai teman atau rekan di sekolah). Meningkatnya perhatian terhadap prestasi murid dan jam mengajar yang lebih panjangdari guru dan kepala sekolah, karena diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah dan KebijakanPenguatan insentif.
[102]
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
ISBN: 978-602-96848-2-7
Para murid sekarang rata-rata mendapat tambahan jam belajar sekitar 15 jam per minggu. Meningkatnya dukungan kepada Bupati, dari pihak-pihak yang diuntungkan oleh dua kebijakan beliau.Terutama kepala sekolah dan guru yang sudah ke luar negeri, mereka kembali ke tanah air dengan keyakinan bahwa tujuan Bupati untuk mereformasi bidang pendidikan memang benar adanya.
pelayanan kesehatan sekunder dan tersiernya, serta ke lebih dari 40 dokter pegawai negeri yangmenandatangani kontrak individual untuk praktik swasta mereka setelah jam kerja. Menjadikan Jembrana menarik bagi para bidan, tetapi berdampak kecil, atau negatif,terhadap dokter, dokter gigi, paramedis, dan spesialis. Peningkatan persentase jumlah dokter di Jembrana kurang lebih sama daritahun 2002 ke 2003 (sebelum JKJ) dan dari tahun 2003 ke 2004 (setelah JKJ mulai) — tetapi peningkatan tersebutsedikit menurun. JKJ meningkatkan persaingan penyedia untuk mendapatkan pasien. Dengan meningkatkan akses ke penyedia swasta, JKJ meningkatkan persaingan antara puskesmas danklinik swasta untuk mendapatkan pasien.
5.5. Point Penting Inti dari upaya peningkatan di bidang pendidikan adalah peningkatan kualitas proses belajar mengajar di sekolah. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan motivasi pengajar dan kepala sekolah, serta menciptakan suasana kelas yang mendukung tercapainya target belajar.
6.
Inovasi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah di Kabupaten Jembrana, Baliv
6.1. Latar Belakang Jembrana merupakan salah satu pioner dalam memberikan jaminan kesehatan (Jaminan Kesehatan Jembrana) kepada warganya. Dengan diperkenalkannya JKJ,praktik dokter bersaing langsung dengan Puskesmas dan rumah sakit pemerintah dalam menyediakan layanankesehatan dasar. 6.2. Metode Setiap Keluarga diberikan kartu JKJ yang dapat dipergunakan untuk setiap anggota keluarga dalam mendapatkan layanan kesehatan baik di Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah, dan Praktek Dokter. Pembayaran Klaim JKJ dilakukan dengan Bapel (Badan Pelayanan) terhadap penyelenggara layanan kesehatan dengan beberapa kriteria yang telah ditetapkan secara rigid sebelumnya 6.3. Keberhasilan penerapan JKJ Meningkatkan akses orang miskin ke pelayanan kesehatanKarena orang miskin sekarangmemiliki akses ke sebagian besarpenyedia pelayanan kesehatan swasta (juga pemerintah) secara gratis.Sebelum JKJ, hanya 17 persen warga yangmemiliki asuransi kesehatan; dengan adanya JKJ, 63 persen memiliki asuransi. Meningkatkanpenggunaan fasilitas pelayanan kesehatan oleh pasien miskin maupun tidak miskin. Sebelum JKJ, pelayanankesehatan gratis untuk pasien miskin hanya bisa didapatkan di 11 puskesmas (juga pustu setempat). Dengan JKJ,selain pelayanan gratis di pustu, RTM mendapat akses jugake lebih dari 20 dokter praktik swasta, 2 rumah sakit dengan
6.4. Masalah anggaran Anggaran Tantangan terbesar bagi keberlangsungan JKJ adalah anggaran. Pengeluaran kabupaten untuk JKJ meningkat pesat. Pada 2003, Jembrana membelanjakan Rp. 3,7 miliar untuk JKJ, tidak sampai 2 persen total anggarandaerah. Pada tahun 2004, belanja JKJ yang dilaporkan untuk klaim penggantian pengeluaran meningkat dua setengahkali lipatnya, menjadi Rp. 9,5 miliar atau kira-kira 4% anggaran Kabupaten. Tiga kali lebih tinggi daripada anggaran kesehatan tingkat nasional (2,9 persendari total pengeluaran tahun 2003). Karena biaya JKJ tinggi dan terus meningkat pesat dilakukan mengeksplorasi berbagai cara untukmembuat program ini swadana. Hal itu dilakukan dengan : Digantikannya kartu anggota keluarga dengan kartu anggota individu. Diberlakukan ongkos perpanjangan kartu Rp.10.000 untuk anggota non-miskin, dan Rp. 5.000untuk anggota miskin. Jika jika seluruh warga Jembrana terdaftar, premi ini menghasilkan Rp. 2,4 miliar—kurang dari sepertiga anggaran JKJ tahun 2004. 6.5. Dasar hukum yang tidak pasti menjadi tantangan atas keberlanjutan JKJ. Saat ini, dasar hukum JKJ agak lemah,yaitu Surat Keputusan (SK) Bupati. Karena jika bupati yang sekarangdiganti oleh seseorang yang tidak mendukung program ini, kebijakan ini bisa saja berubah, atau bahkan ditiadakan. 7. Pandangan Kritis Dari beberapa daerah yang memberikan kontribusi terhadap praktek yang inovatif dalam penanganan kemiskinan, kebanyakan terjadi di daerah Kabupaten yang memang berdasarkan data nasional mengandung penduduk miskin lebih [103]
Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta
banyak dari di Perkotaan. Namun demikian, dengan prosentase perkotaan yang sedikit, maka sesungguhnya permasalahan kemiskinan diperkotaan juga tidak kalah pelik, hanya sayangnya, best practice penanggulangan kemiskinan di perkotaan kurang terdengar. Terkait dengan perkotaan, satu hal yang menjadi Pekerjaan Rumah untuk dieksplorasi best practicenya adalah penanganan gelandangan dan anak jalanan. Seringkali kita dengarkan berita, upaya penanggulangan gelandangan dan anak jalanan bukan diberdayakan, malah dibuang ke daerah lain. 8.
Penutup Terkait dengan beberapa ulasan mengenai best practice dalam penanggulangan kemiskinan adalah : Adanya kreatifitas, inisiasi, dandukungan dan dari Kepala Daerah/ Pemerintah Adanya bantuan dana dari luar dengan pelibatan masyarakat dalam pengalokasian anggaran, penentuan kegiatan dan pelaksanaan bahkan pengembangannya Adanya perencanaan yang matang terkait dengan prosedur dan control terhadap kualitas Adanya kerjasama/partisipasi anggota masyarakat yang menjadi target pengentasan kemiskinan Dari kesemuanya itu, segala upaya pengentasan kemiskinan dilakukan berdasarkan kebutuhan, sesuai dengan sasaran, dan dilakukan dengan transparansi dan akuntabiltas yang dijaga.Dengan penentuan tersebut, metode atau mekanisme program-program terobosan dapat dilakukan dan dilaksanakan dengan baik.Kesemuanya itu berpulang kembali pada actoraktor yang memainkan peran penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengembangannya.
ISBN: 978-602-96848-2-7
Daftar Pustaka TNP2K (2010). Peta Tematik Kemiskinan, Kantor Wakil Presiden Republik Indonesia, diunduh dari http://tnp2k.wapresri.go.id/data.html, pada tanggal 2 Mei 2011 Edstrom, Judith and Hoff, Robert van der (2009). Praktek yang Baik dalam Peningkatan PelayananLingkungan: Pembentukan Badan Layanan Umum Daerah, Sistem Penyediaan Air Minum (BLUD-SPAM) ”Tirta Mon Mata” di Aceh Jaya, Seri Manajemen Pelayanan Publik, Local Government Support Program, Aceh, Indonesia Reng, Paulus (2010). Air Bersih dan Jamban Keluarga di Ngada NTT (diunduh dari http://www.pnpm-perdesaan.or.id, pada 3 Mei 2011) Indopov (2006)Inovasi Pelayanan Pro Miskin : Sembilan Studi Kasus di Indonesia, World Bank, Indonesia
i
TNP2K (2010). Peta Tematik Kemiskinan, Kantor Wakil Presiden Republik Indonesia, diunduh dari http://tnp2k.wapresri.go.id/data.html, pada tanggal 2 Mei 2011 ii Edstrom, Judith and Hoff, Robert van der (2009). Praktek yang Baik dalam Peningkatan PelayananLingkungan: Pembentukan Badan Layanan Umum Daerah, Sistem Penyediaan Air Minum (BLUD-SPAM) ”Tirta Mon Mata” di Aceh Jaya, Seri Manajemen Pelayanan Publik, Local Government Support Program, Aceh, Indonesia iii Reng, Paulus (2010). Air Bersih dan Jamban Keluarga di Ngada NTT (diunduh dari http://www.pnpm-perdesaan.or.id, pada 3 Mei 2011) iv Indopov (2006)Inovasi Pelayanan Pro Miskin : Sembilan Studi Kasus di Indonesia, World Bank, Indonesia v Ibid
[104]