Sekretariat Negara Republik Indonesia
Penguatan Peran Pemerintah Daerah dalam Percepatan Pengentasan Kemiskinan Kamis, 07 Pebruari 2013
Salah satu arahan yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pembukaan Rapat Kerja Pemerintah Tahun 2013 yang dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2013 adalah peningkatan kesejahteraan rakyat. Presiden memberikan catatan bahwa tantangan dan pekerjaan rumah bagi Pemerintah adalah bagaimana menurunkan kemiskinan dan mencegah melebarnya kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat.
Sesuai alur pemikiran ilmu ekonomi mengenai hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing returns), Presiden SBY menyadari bahwa upaya menurunkan angka kemiskinan yang sudah semakin mengecil (mendekati kisaran satu digit persen) akan lebih lambat dan sulit dibandingkan upaya ketika kemiskinan berada pada tingkatan yang tinggi (kisaran belasan bahkan puluhan persen). Oleh karena itu Beliau menekankan diperlukan program kerja yang tidak hanya sekedar business as usual, namun perlu satu upaya yang sangat serius, terintegrasi dan sinergi (pusat dan daerah, sektoral dan regional) untuk terus menurunkan angka kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi di Indonesia. Lebih lanjut Presiden menggaris-bawahi pentingnya pengelolaan inflasi daerah yang merupakan penyumbang terbesar terhadap peningkatan kemiskinan.
Tulisan berikut akan memaparkan mengenai upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi di Indonesia melalui sinergitas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Permasalahan Kemiskinan dan Perkembangan Angka Kemiskinan
Permasalahan kemiskinan bersifat multi dimensional dan semakin disadari tidak hanya sekedar masalah ekonomi-keuangan yang berkaitan dengan kemampuan untuk memperoleh pendapatan maupun kemampuan membeli barang dan jasa (pengeluaran). Sebagaimana dijelaskan oleh Paul Shaffer (2008), perkembangan pemikiran dan perhatian terhadap aspek kemiskinan menunjukkan perubahan mendasar dimana konsep kemiskinan semakin luas (bukan hanya physiological deprivations, namun hingga mencakup social deprivations), penyebab kemiskinan semakin luas (termasuk sosial, politik, budaya, kekerasan dan sumber daya alam), dan fokus kemiskinan semakin dalam (mencakup hingga strategi perlindungan sosial, mitigasi dan pengurangan resiko).
Hal tersebut selaras dengan pemikiran peraih Nobel Amartya Sen yang mengungkapkan bahwa seseorang yang miskin menderita akibat keterbatasan kemampuan (capabilities), kesempatan (opportunities)dan kebebasan (freedoms). Bank Dunia (2010) juga mendefinisikan ulang kemiskinan sebagai berikut: “Poverty is pronounced deprivation in well-being, and comprises many dimensions. It includes low income and the inability to acquire the basic goods and services necessary for survival with dignity. Poverty also encompasses low level of health and education, poor access to clean water and sanitation, inadequate physical security, lack http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 18 January, 2017, 03:26
Sekretariat Negara Republik Indonesia
of voice and insufficient capacity and opportunity to better one’s life―.
Perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia menunjukkan bahwa krisis multidimensional yang terjadi pada periode 1997-1998 telah membalikkan trend penurunan kemiskinan dan menyebabkan angka kemiskinan melonjak hingga mencapai 49,50 juta jiwa (atau 24,23%) pada tahun 1998. Sebagaimana terlihat dalam Grafik I : Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia (1996-2012),secara bertahap angka kemiskinan terus menurun menjadi 35,10 juta atau 15,97% (2005), 32,53 juta atau 14,15% (2009), dan padabulan September 2012 menjadi 28,59 juta jiwa atau 11,66% dari populasi penduduk. Angka kemiskinan yang dilansir oleh BPS tersebut menggunakan nilai garis kemiskinan, dimana penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan, yaitu nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori/kapita/haridan non makanan, yaitu perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
Grafik I : Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia (1996-2012)
Bila dicermati tingkat percepatan penurunannya, maka tampak dalam Tabel II: Persebaran dan Perubahan Angka Kemiskinan di Indonesia (1996-2002) bahwa jumlah penduduk miskin pada periode 2007-2009 berkurang di atas 2 juta jiwa setiap tahunnya (atau di atas 1% per tahun). Namun demikian pada periode 2010-2012 tingkat penurunan jumlah penduduk miskin berkurang menjadi antara 1,1-1,5 juta jiwa per tahun (atau berkisar 0,7-0,9% per tahun). Permasalahan kemiskinan di Indonesia dibayang-bayangi pula dengan keberadaan kelompok masyarakat “Hampir Miskin― yang berada pada tingkatan sedikit di atas garis kemiskinan dan sangat rentan untuk sewaktu-waktu masuk menjadi kelompok miskin apabila terjadi tekanan eksternal, seperti kenaikan harga bahan pokok, kenaikan harga BBM dan listrik, pemutusan hubungan kerja (PHK), konflik sosial maupun bencana alam.
Tabel II : Persebaran dan Perubahan Angka Kemiskinan di Indonesia (1996-2012)
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 18 January, 2017, 03:26
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Program Pengentasan Kemiskinan dan Desentralisasi
Kemiskinan merupakan meta masalah (masalah di atas segala masalah), sehingga untuk mengatasinya harus terlebih dahulu menyelesaikan seluruh masalah pada tingkat di bawahnya (low level problem), seperti masalah kesehatan, pendidikan, ketersediaan pangan dan nutrisi, air bersih dan sanitasi, akses permodalan, ketersediaan infrastuktur, dampak perubahan cuaca dan bencana alam, konflik dan kekerasan, stabilitas keamanan, korupsi, bad governanceyang mengakibatkan misalokasi sumber daya alam dan ketidak-adilan sosial, kepemilikan aset produksi, nilai tukar petani/nelayan, angka kelahiran yang tinggi, pengelolaan fiskal dan moneter, hingga bad corporate governance yang menyebabkan bubble economy dan krisis keuangan.Anatomi kemiskinan di Indonesia secara komprehensif dapat terlihat pada Diagram berikut ini:
Kompleksitas anatomi kemiskinan tersebut menyebabkan permasalahan kemiskinan tidak hanya dapat diatasi dengan pendekatan ekonomi semata, namun sangat terkait dengan dinamika sosial, politik dan budaya yang melekat dalam suatu komunitas, sehingga pengentasan kemiskinan bersifat multi-dimensi dan memerlukan sinergitas antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta antar Sektor dan antar Regional.
Strategi besar Pemerintah Indonesia dalam pembangunan nasional adalah dengan menerapkan Four Track Strategy, yaitu: pro growth, pro job, pro poor, dan pro http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 18 January, 2017, 03:26
Sekretariat Negara Republik Indonesia
environment. Strategi 4-jalur ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan (growth with equity) melalui perluasan kesempatan kerja, pengurangan tingkat kemiskinan, dan menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan dengan menekankan pada kelestarian lingkungan. Melalui strategi tersebut diharapkan persoalan kesenjangan juga dapat semakin dikurangi. Agenda besar pembangunan nasional tersebut telah termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2004-2009 dan 2010-2014. Hal ini dipertegas kembali dalam rencana pembangunan nasional yang tertuang dalam RKP 2013 yang mengangkat tema “Memperkuat Perekonomian Domestik bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat―.
Strategi Pemerintah dalam mengurangi kemiskinan difokuskan melalui 3 klaster program penanggulangan kemiskinan, yaitu:
- Klaster Pertama: Program bantuan dan perlindungan sosial terpadu berbasis keluarga, yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin, dan perbaikan kualitas hidup keluarga miskin. Program utamanya adalah Beras Miskin (Raskin), Jamkesmas, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan Bantuan Siswa Miskin (BSM). - Klaster Kedua: Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat melalui program PNPM Mandiri yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat melalui usaha dan bekerja bersama untuk mencapai keberdayaan dan kemandirian dengan sasaran kelompok masyarakat/kecamatan miskin. - Klaster Ketiga: Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil (UMK) yang bertujuan untuk membuka dan memberikan akses permodalan dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Melalui pembagian klaster bertingkat tersebut diharapkan kelompok keluarga miskin yang awalnya menjadi penerima program klaster 1 akan dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan selanjutnya naik kelas menjadi penerima program klaster 2 untuk terus memperbaiki kehidupannya hingga mampu memanfaatkan program klaster 3 dan akhirnya diharapkan dapat keluar dari jeratan masalah kemiskinan. Untuk memperkuat strategi 3 klaster tersebut, Pemerintah sejak tahun 2011 meluncurkan Klaster Keempat yang terdiri dari Program Rumah Murah, Transportasi Umum Murah, Air Bersih untuk Rakyat, Listrik Murah dan Hemat, serta Peningkatan Kehidupan Nelayan dan Masyarakat Pinggir Perkotaan. Untuk itu maka anggaran yang dialokasi untuk program pengentasan kemiskinan tersebut terus meningkat dari Rp. 35,1 trilyun (2005) menjadi Rp. 66,2 trilyun (2009) dan 94 trilyun (2012),serta telah dialokasikan sebesar Rp 106,8 trilyun pada APBN TA 2013.
Meskipun Program Pengentasan Kemiskinan terus ditingkatkan, namuntidakdapatdipungkiribahwakantong-kantongkemiskinanmasihtetapada. Hal inidapatdilihatdalamsebaran kemiskinan,dimanajumlah pendudukmiskinlebihterkonsentrasi di PulauJawa(55,33%) dan Sumatera (21,6%), diikuti oleh Pulau Sulawesi (7,15%), Bali & Nusa Tenggara (6,90%), Maluku dan Papua (5,69%) serta Kalimantan (3,26%). http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 18 January, 2017, 03:26
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Seperti tampak dalam Grafik II : Persebaran Kemiskinan berdasarkan Provinsi, tampak bahwa angka kemiskinan terbesar terdapat di Jawa Timur (4,96 juta), Jawa Tengah (4,86 juta) dan Jawa Barat (4,42 juta). Beberapa provinsi di luar Pulau Jawa yang memiliki penduduk miskin lebih dari 1 juta jiwa adalah Sumatera Utara (1,37 juta), Lampung (1,21 juta), Sumatera Selatan (1,04 juta) dan NTT (1,00 juta). Sedangkan angka kemiskinan terendah dijumpai di Kepulauan Riau (131 ribu), Maluku Utara (88 ribu) dan Bangka Belitung (70 ribu).
Grafik II : Persebaran Kemiskinan berdasarkan Provinsi (2012)
Sedangkan apabila dilihat dari persentase jumlah penduduk miskin terhadap populasi penduduk di masing-masing provinsi, maka terdapat 16 Provinsi yang masih memiliki tingkat kemiskinan di atas prosentase nasional (11,66%), dimana Provinsi yang memiliki prosentase kemiskinan tertinggi adalah Papua (30,66%), Papua Barat (27,02%), Maluku (20,76%), NTT (20,41%), Aceh (18,58%) dan NTB (18,02%). Di sisi lain Provinsi yang memiliki prosentase kemiskinan terendah adalah DKI Jakarta (3,70%), Bali (3,95%), Kalimantan Selatan (5,01%), Bangka Belitung (5,37%) dan Banten (5,71%).
Mencermati tingkat dan jumlah kemiskinan yang bervariasi di masing-masing Provinsi, maka efektivitas program pengentasan kemiskinan tidak dapat lepas dari peranan aktif Pemerintah Daerah, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Secara konseptual Strategi Pengentasan Kemiskinan Nasional (NationalPoverty Reduction Strategy) adalah penting namun tidak mencukupi. Diperlukan partisipasi aktif dari Pemerintah Daerah dan Masyarakat untuk mempertajam program dan target penerima sasaran melalui Strategi Pengentasan Kemiskinan Daerah (SPKD) yang mencakup inisiatif dan kearifan lokal.
Dalam kerangka kebijakan desentralisasi (otonomi daerah), Pemerintah Pusat telah melimpahkan kewenangan yang luas dan nyata di berbagai bidang kepada Pemerintah Daerah, kecuali 6 kewenangan utama (urusan luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, fiskal dan moneter, agama). Sebagai unit Pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat, maka Pemerintah Daerah lebih dapat memahami dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan program kerja sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat di daerahnya, sehingga pelayanan publik dapat diberikan dalam jumlah yang lebih besar (production eficiency), sumber daya dialokasikan lebih efektif dan akuntabel(allocation eficiency and accountabel) serta partisipasi dan aspirasi masyarakat lebih diakomodasi (empowernment and participation), termasuk kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
Keperdulian yang tinggi dari para Kepala Daerah terhadap berbagai permasalahan masyarakat di daerah terlihat dari janji-janji selama kampanye Pilkada, yang pada umumnya banyak menjanjikan program pendidikan dan http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 18 January, 2017, 03:26
Sekretariat Negara Republik Indonesia
kesehatan yang murah dan berkualitas, reformasi birokrasi, peningkatan iklim investasi, pengembangan ekonomi daerah (termasuk UKM, pedagang, pengrajin, petani, nelayan), penciptaan lapangan kerja, pengelolaan sumber daya alam untuk rakyat, hingga peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Namun permasalahan krusial berikutnya adalah memastikan realisasi dan transformasi dari janji-janji politik tersebut ke dalam kebijakan pembangunan dan anggaran belanja daerah.
Di samping penajaman program pengentasan kemiskinan dan target sasaran serta penguatan partisipasi masyarakat, Pemerintah Daerah juga memiliki peranan penting untuk memastikan situasi yang kondusif di wilayahnya. Sebagai garda terdepan Pemerintah RI dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, maka Pemerintah Daerah perlu pula memastikan ketersediaan serta keterjangkauan kebutuhan dasar di daerahnya agar masyarakat tidak terbebani dengan biaya ekonomi yang tidak wajar, termasuk ancaman kelangkaan dan kenaikan harga (inflasi) bahan pokok. Pemahaman yang mendalam dari Pemerintah Daerah terhadap wilayahnya akan memperkuat stabilitas maupun ketahanan ekonomi sehingga kelompok masyarakat yang rentan akan terhindar dari ancaman gejolak eksternal yang akan menyebabkan mempengaruhi daya beli dan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam pengendalian inflasi daerah bukanlah sesuatu yang baru. Pemerintah Pusat dan Bank Indonesia bekerjasama dengan beberapa Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota telah membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang bertugas menjaga stabilitas harga dan pengelolaan inflasi di daerah. Melalui peningkatankoordinasi dari seluruh pemangku kepentingan di daerah tersebut maka ketersediaan (availability) serta keterjangkauan (accessibility) bahan kebutuhan pokok di daerah akan lebih terjamin dan ancaman peningkatan angka kemiskinan dapat dihindari. Partisipasi aktif Pemerintah Daerah tersebut pada akhirnya bukan hanya akan menjamin keberhasilan pembangunan di daerahnya, namun secara sentrifugal akan mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan keadilan sosial-ekonomi.
(chairil/adyawarman)
Daftar Pustaka
- Abdini, Chairil: Poverty as Focal Concern of the Post 2015 Development Agenda, bahan masukan bagi Pertemuan HLPEP, Jakarta, November 2012 - Aritenang, Adiwan F, A: Study on Indonesia Regions Disparity: Post Decentralization, University College London, 2008 - Firmanzah: Penanggulangan Kemiskinan, Multi-Approach Strategy, www.setkab.go.id, November 2012. http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 18 January, 2017, 03:26
Sekretariat Negara Republik Indonesia
- Jutting, Johannes, Elena Corsi, Celine Kauffmann, Ida McDeonnel, Holger Osterrieder, Nicolas Pinaud, and Lucia Wegner:What Makes Decentralization in Developing Countries Pro-poor?, European Journal of Development Research, Vol. 17, No. 4, 2005. - Kementerian Komunikasi dan Informasi RI:Program Penanggulangan Kemiskinan Kabinet Indonesia Bersatu II, Jakarta, 2011. - Katsiaouni, Olympios:Decentralization and Poverty Reduction: Does It Work?, paper or Fifth Global Forum on Reinventing Government, Mexico, November 3-7, 2003. - Shaffer, Paul:New Thinking on Poverty: Implication for Globalisation and Poverty Reduction Strategies, article in Real-world Economics Review, Issue No. 47, 2008. - Simatupang, Rentanida Renata:Evaluation of Decentralization Outcomes in Indonesia: Analysis of Health and Education Sectors, EconomicsDissertations, Andrew Young Schoool of Policy Studies, Georgia State University, 2009. - Steiner, Susan:Decentralisation ad Poverty Reduction: A Conceptual Framework for the Economic Impact, Working Papers Global and Area Studies, No. 3, June 2005, German Overseas Institute, Hamburg. - Suryahadi, Asep, AthiaYumna, UmbuReku Raya, and DeswantoMarbun:Review of Government’s Poverty Reduction Strategies, Policies, and Program in Indonesia, SMERU Research Institute, Jakarta, 2010. - Suryahadi, Asep, UmbuReku Raya, DeswantoMarbunand AthiaYumna:Accelerating Poverty and Vulnerability Reduction: Trends, Opportunities and Constraints, SMERU Research Institute, Jakarta, 2012. - Usman, Bonar M. Sinaga, and Hermanto Siregar:Analisis Determinan Kemiskinan Sebelum dan Sesudah Desentralisasi Fiskal, Jurnal Sosial Pertanian dan Agribisnis, Vol. 6, No. 3, Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali, 2006. - Von Braun, Joachim and Ulrike Grote:Does Decentralization Serve the Poor?, paper for Conference on Fiscal Decentralization, IMF, Washington, 2000.
Download: PENGUATAN PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERCEPATAN PENGENTASAN KEMISKINAN.pdf
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 18 January, 2017, 03:26
Sekretariat Negara Republik Indonesia
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 18 January, 2017, 03:26