BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2008 sampai dengan Oktober 2009.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga dan
Laboratorium Bakteri Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Persiapan Penelitian Penanaman Tebu Tebu varietas PA 177 yang dominan di PG Subang ditanam di kebun Cikabayan pada lahan seluas 200 m2, menggunakan metode teknik budidaya tebu lahan kering (Arsana 1997) pada bulan Desember 2008. Pemeliharaan tanaman terutama penyiraman dan pengendalian gulma dilakukan secara rutin. Perbanyakan tanaman tebu ini digunakan sebagai pakan boktor harian dan bahan pendukung dalam uji berikutnya di laboratorium. Pengumpulan, Pemeliharaan, dan Karantina Larva Boktor Pengumpulan larva boktor dilakukan di areal perkebunan tebu PG Subang dalam dua tahap, yaitu sebelum dan saat replanting tanaman tebu. Sebelum replanting (Maret–Juni), larva dikoleksi dari pangkal batang yang terserang dan bekas tunggul tebu. Pangkal batang dan bekas tunggul tebu dibelah, kemudian larva hidup yang ditemukan dimasukkan dalam kotak koleksi (Pramono & Rifal 2001). Pada saat replanting (Juli–September), larva boktor yang terangkat ke permukaan tanah sewaktu pengolahan lahan dikumpulkan dalam kotak koleksi. Intensitas pengumpulan larva boktor ini dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan kegiatan di laboratorium. Larva boktor hasil pengambilan dari lapang dipelihara dan dikarantina di laboratorium minimal satu bulan dengan mengacu pada metode Pramono et al. (2001a). Larva dipelihara per individu di dalam wadah plastik berdiameter 5–10 cm yang berisi tanah steril dan batang tebu. Kelembaban tanah dijaga dengan cara menyemprotkan air steril secara periodik, sedangkan pakan diganti secara rutin. Larva boktor yang dipelihara dan dikarantina di laboratoirum didominasi oleh larva instar kelima. Larva boktor instar kelima yang sehat dan bugar selama masa karantina dipilih sebagai larva uji.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
10 Pembuatan Media Tumbuh Bakteri. Penelitian ini menggunakan beberapa kelompok media tumbuh bakteri, yaitu media isolasi, seleksi, induksi, dan produksi (MP). Media isolasi digunakan untuk menumbuhkan bakteri dari bahan contoh yang terdiri atas nutrient agar (NA) (3,0 g beef extract; 5,0 g peptone; 2,5 g glucose; 15,0 g agar; 1000,0 ml akuades), trypticase soy agar (TSA) (15,0 g pancreatic digest of casein; 5,0 g pancreatic digest of soybean meal; 5,0 g NaCl; 15,0 g agar; 1000,0 ml akuades), dan Kings’B (20,0 g protease peptone no. 3; 1,5 g K2HPO4; 1,5 g MgSO47H2O, 15,0 ml Glycerol, 15,0 g agar, 1000,0 ml akuades) (Atlas 2005). Media seleksi dipakai untuk mendeteksi kemampuan kitinolitik dan proteolitik bakteri yang terisolasi yang meliputi coloidal chitin agar (CCA) (5,0 g coloidal chitin; 2,0 g (NH4)2SO4; 1,1 g Na2HPO4; 0,7 g KH2PO4; 0,2 MgSO47H2O; 1,0 g FeSO4; 1,0 g MnSO4; 1000,0 ml akuades), crude integumen juice agar (CIJA) (70,0 g jus integumen; 2,0 g (NH4)2SO4; 1,1 g Na2HPO4; 0,7 g KH2PO4; 0,2 MgSO47H2O; 1,0 g FeSO4; 1,0 g MnSO4; 1000,0 ml akuades), dan NA+susu (NA dicampur 10,0 g susu bubuk skim) (Akhdiya 2003). Media induksi digunakan untuk menumbuhkan dan menstimulasi bakteri kitinolitik memproduksi kitinase sebelum diinokulasikan ke MP yaitu media LB pada konsentrasi 10% diberi 1% crab chitin. Media produksi dipakai untuk memperbanyak sel bakteri kitinolitik yang terdiri atas MP (1,0 MgSO47H2O; 10,0 KH2PO4; 10,0 NaCl; 70,0 yeast extract; 30,0 g coloidal chitin; 1000,0 akuades) (Mahagiani 2008) dan water yeast extract (WYE) (0,25 g yeast extract; 0,5 g KH2PO4; 1000,0 ml akuades) (Crawford et al. 1992). Media produksi yang pertama digunakan untuk bakteri yang diduga selain dari kelompok aktinomiset, sedangkan media produksi yang kedua digunakan untuk bakteri dari yang diduga dari kelompok aktinomiset. Media CIJA dibuat dengan menggunakan bahan-bahan dengan komposisi yang sama dengan media CCA tetapi koloidal kitin diganti dengan jus integumen larva boktor (Lampiran 1). Bahan integumen diperoleh dengan cara membuang bagian kapsul kepala larva boktor secara melintang, lalu sisa tubuhnya dibedah dengan arah membujur di bagian ventral mulai dari anterior menuju posterior. Integumen larva selanjutnya dibentang di atas alas parafin atau spon dengan bantuan jarum, lalu isi abdomen dibuang dan jaringan yang menempel pada integumen larva dibersihkan dengan menggunakan skalpel. Lapisan tipis transparan
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
11 integumen larva yang tersisa digunakan sebagai sumber media uji pada uji potensi IBKK dalam proses hidrolisis integumen larva boktor. Tujuh puluh gram (sekitar 10 lembar) integumen larva boktor dicuci dengan larutan Ringer (Osman et al. 2005), kemudian dimasukkan dalam homogenizer dan diputar pada kecepatan 20.000 rpm selama 5 menit. Jus integumen disaring dengan menggunakan saringan plastik dan dicampur dengan bahan-bahan lain pembentuk media CIJA, kemudian dipanaskan dan diaduk di atas stir hot plate hingga homogen. Metode Penelitian Eksplorasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik Eksplorasi Bakteri Kitinolitik. Pengumpulan rhizosfer tebu, larva boktor, dan air lebung contoh dilakukan di tujuh areal perkebunan tebu PG Subang dan satu areal kebun Cikabayan Bogor. Lebung merupakan kolam buatan untuk menampung air hujan. Rhizosfer dimasukkan dalam kantong plastik, larva dikumpulkan dalam kotak koleksi, dan air lebung contoh ditampung dalam botol plastik, lalu dibawa ke laboratorium. Semua bahan contoh tersebut diukur pH-nya dengan menggunakan kertas lakmus pH universal. Ketiga bahan contoh dipersiapkan di laboratorium sebelum pelaksanaan isolasi. Setiap rhizosfer contoh dicampur merata dan dibersihkan dari kotoran yang terbawa (El-Tarabily et al. 2005), kemudian dimasukkan kembali dalam kantong plastik dan disimpan dalam lemari es.
Larva boktor dipelihara per
individu dalam toples plastik. Satu ekor larva sehat dan bugar dimatikan, lalu dibenamkan pada rhizosfer contoh dan dibiarkan selama 2–4 minggu (larva umpan). Suspensi tanah contoh dan larva umpan dibuat dengan cara mencampur 10 gram rhizosfer atau kadaver larva boktor dalam 100 ml phospat buffer salin (PBS), sedangkan air lebung contoh diambil 100 ml dan dimasukkan dalam labu erlemneyer steril.
Semua larutan dikocok dengan menggunakan rotary
shaker pada kecepatan 150 rpm dan suhu kamar selama 120 menit. Isolasi bakteri dilakukan pada setiap bahan contoh dengan menggunakan teknik pengenceran berseri (Sunatmo 2007).
Setiap suspensi pada masing-
masing seri pengenceran disebar pada ketiga media NA, TSA, dan King’s B secara duplo dan diinkubasi selama 7 hari. Pengamatan jumlah koloni bakteri
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
12 yang tumbuh di setiap seri pengenceran dilakukan setiap hari. Kepadatan bakteri pada setiap bahan contoh ditentukan dengan menggunakan metode total plate count. Semua koloni bakteri yang yang telah diidentifikasi berdasarkan pembeda karakter morfologi (bentuk, warna, elevasi, dan tepian koloni), serta asal bahan contoh diisolasi dan dimurnikan pada media NA dengan teknik totol dan gores kuadran. Setiap koloni bakteri yang telah murni tersebut diberi kode yang merepresentasikan habitat, lokasi pengambilan bahan contoh, dan urutan isolasi. Setiap koloni bakteri yang telah berkode selanjutnya diremajakan pada media NA secara berkala sebagai koleksi kerja dan diawetkan pada cryotube yang berisi larutan gliserol 20%, lalu disimpan pada suhu -20 ºC sebagai koleksi jangka panjang (Lacey 1997). Seleksi Sifat Kitinolitik dan Proteolitik. Seleksi sifat kitinolitik dan proteolitik semua isolat bakteri (IB) di atas dilakukan pada media selektif.
Seleksi
kitinolitik menggunakan metode El-Tarabily et al. (2004) dan Mahagiani (2008) pada media CCA, sedangkan seleksi proteolitik menggunakan metode Akhdiya (2003) pada media NA+susu. Setiap IB diinokulasikan pada media 10% LB dan LB, lalu dikocok dengan menggunakan rotary shaker pada kecepatan 150 rpm dan suhu kamar selama 24 jam. Selanjutnya, 5 µl kultur cair pada media 10% LB diinokulasikan pada media CCA dan diinkubasi selama 21 hari, sedangkan pada LB diinokulasikan pada media NA+susu dan diinkubasi hingga 7 hari. Isolat bakteri yang bersifat kitinolitik dan proteolitik akan membentuk zona bening (zona hidrolisis) di sekitar koloni yang tumbuh pada kedua media selektif tersebut. Semua koloni yang membentuk zona bening tersebut ditetapkan sebagai IBK dan IBP, kemudian isolat bakteri kitinolitik dan proteolitik ini dimurnikan dan diawetkan kembali pada media NA. Pengukuran Aktivitas Kitinolitik dan Proteolitik IBK. Isolat bakteri kitinolitik dan IBP diukur aktivitas kitinolitik dan proteolitik secara kualitatif. Tingkat kedua aktivitas tersebut diketahui melalui nilai indeks kitinolitik (IK) dan proteolitik (IP) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Mahagiani (2008) Diameter zona hidrolisis – diameter koloni bakteri IK atau IP
= Diameter koloni bakteri
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
13 Cara kerja pengukuran aktivitas kitinolitik dan proteolitik seperti pada kegiatan seleksi sifat kitinolitik dan proteolitik, namun masa inkubasi pada media CCA hanya 14 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap diameter zona hidrolisis dan koloni yang yang dibentuk oleh IBK atau IBP secara duplo. Koloni bakteri yang memiliki nilai IK dan IP lebih dari satu dan aktivitas kitinolitik dan proteolitik cenderung naik selama inkubasi ditetapkan sebagai IBKK. Uji Potensi IBKK pada Integumen dan Larva Boktor Uji Potensi IBKK dalam Menghidrolis Integumen Larva Boktor. Pengujian ini dimaksudkan untuk meneliti kemampuan IBKK dalam menghidrolisis integumen larva boktor yang terdapat pada media CIJA. Satu lup setiap kultur padat IBKK yang berumur 24–48 jam diinokulasikan dalam 10 ml LB atau WYE. Kultur cair ini kemudian dikocok dengan menggunakan rotary shaker pada kecepatan 150 rpm dan suhu kamar selama 24 jam. Setiap 5 µl kultur cair IBKK tersebut diinokulasikan ke 20 titik pada media CIJA. Rancangan acak lengkap (RAL) digunakan dalam percobaan ini dengan lima perlakuan yang diulang empat kali. Perlakuan tersebut adalah 1) kultur isolat JANr-09 diinokulasikan ke media CIJA, 2) kultur isolat JANr-15 diinokulasikan ke media CIJA, 3) kultur isolat CKBr-06 diinokulasikan ke media CIJA, 4) kultur isolat CDBw-05 diinokulasikan ke media CIJA, dan 5) kultur isolat KPCr-06 diinokulasikan ke media CIJA (kontrol). Pengamatan dilakukan setiap hari sampai dengan 7 hari setelah inokulasi (HSI) terhadap diameter koloni dan zona hidrolisis yang terbentuk. Berdasarkan kedua diemeter ini selanjutnya dilakukan penghitungan indeks hidrolisis (IH) setiap perlakuan dengan menggunakan rumus seperti pada pengukuran aktivitas kitinolitik dan proteolitik. Data dianalisis dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji Duncan’S Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5% (SAS 1996). Uji Potensi IBKK dalam Mematikan Larva Boktor. Pengujian ini menggunakan metode El-Tarabily et al. (2005) yang dimodifikasi (Lampiran 2). Batang tebu dan kultur bakteri perlakuan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum pengujian tersebut dilakukan. Batang tebu yang digunakan dalam percobaan tersebut memiliki diameter 2,5–3,0 cm dan panjang 40,0 cm. Permukaan luar batang tebu dibersihkan dari sisa pelepah daun dan kotoran lain yang terikut, lalu
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
14 diberi alkohol 70%. Batang tebu kemudian dibelah secara membujur, selanjutnya kedua sisinya dibuat lubang gerek buatan dengan mengorek bagian dalam batang pada kedalaman 1,00–1,25 cm dari permukaan batang dan panjang 10,00 cm. Bila kedua belahan batang tebu disatukan maka akan terbentuk lubang gerek buatan dengan panjang 10,00 cm dengan diameter 2,00–2,50 cm yang terletak 10,00 cm dari pangkal batang. Dua lup koloni setiap IBKK diinokulasikan dalam 200 ml MP atau WYE steril dan dikocok dengan menggunakan rotary shaker pada kecepatan 150 rpm dan suhu kamar selama 24 jam. Sel hidup bakteri uji dihitung kepadatannya dengan menggunakan metode total plate count. Kepadatan bakteri yang digunakan dalam percobaan ini di atas 1010 CFU per ml suspensi kultur. Pelaksanaan setiap perlakuan diawali dengan membuat pasta kultur bakteri uji. Pasta IBKK dibuat dengan cara mencampurkan setiap kultur cair IBKK dengan 30 g tepung crystalin methyl cellulose (CMC) steril, lalu diaduk hingga homogen (El-Tarabily et al. 2005). Pasta tersebut selanjutnya dimasukkan dalam syringe steril tanpa jarum, 10 ml pasta diinokulasikan pada setiap ujung dan pangkal lubang gerek pada kedua belah batang tebu. Pasta diratakan dengan menggunakan skalpel steril. Larva boktor ditempatkan di tengah lubang gerek, lalu kedua belah batang tebu tersebut disatukan kembali. Batang tebu ini ditimbang bobot awalnya lalu ditancapkan pada paku yang terdapat di papan kayu. Papan tersebut ditempatkan pada bak plastik dan direndam air setinggi 1–2 cm. Air pada bak dimaksudkan untuk menjaga kesegaran batang tebu dan mencegah larva keluar dari bagian bawah pangkal batang. Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAL dengan lima perlakuan yang diulang empat kali. Setiap perlakuan diaplikasikan pada 20 ekor larva boktor. Perlakuan-perlakuan tersebut adalah 1) larva dipelihara dalam lubang gerek berisi pasta isolat JANr-09, 2) larva dipelihara dalam lubang gerek berisi pasta isolat JANr-15, 3) larva dipelihara dalam lubang gerek berisi pasta isolat CKBr06, 4) larva dipelihara dalam lubang gerek berisi pasta isolat CDBw-05, dan 5) larva dipelihara dalam lubang gerek berisi pasta tanpa bakteri (kontrol). Pengamatan dilakukan saat 7 dan 14 hari setelah aplikasi (HSA). Peubah yang diamati adalah bobot batang tebu setelah serbuk gerek dibersihkan dan jumlah larva yang mati, tidak aktif makan, dan aktif makan. Konfirmasi ulang atas keberadaan bakteri perlakuan dilakukan dengan cara mengisolasi kembali
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
15 IBKK yang terdapat pada larva mati (Meca et al. 2009), selanjutnya dilakukan uji postulat Koch. Data dianalisis dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf nyata 5% (SAS 1996). Pengamatan Makroskospis Preparat Sediaan Utuh Larva Boktor. Kegiatan ini bertujuan untuk meneliti pengaruh kitinase dan protease yang diproduksi oleh IBKK pada integumen dan jaringan tubuh larva boktor.
Pengamatan
preparat sediaan utuh larva boktor mengacu pada Mahagiani (2008) yang dimodifikasi (Lampiran 3). Persiapan kultur IBKK dan pasteurisasi larva boktor dilakukan sebelum dipaparkan ke kultur cair setiap bakteri perlakuan. Satu lup kultur IBKK padat yang berumur 24–48 jam diinokulasikan ke dalam 20 ml MP atau WYE di gelas kaca, lalu dikocok dengan menggunakan rotary shaker pada kecepatan 150 rpm dan suhu kamar selama 24 jam. Lima puluh ekor larva boktor instar kelima dimasukkan dalam freezer hingga mati. Kemudian larva tersebut dikeluarkan dan diaklimatisasi sampai mencapai suhu kamar. Larva boktor selanjutnya dimasukkan dalam gelas kaca steril yang berisi akuades steril, lalu ditutup alumunium foil. Larva ini dipasteurisasi tiga kali pada suhu 61 ºC selama 30 menit dalam bak pemanas untuk mengeliminasi mikrob yang berasosiasi dengan larva. Pelaksanaan percobaan dilakukan dengan cara memasukkan satu ekor larva yang telah dipasteurisasi dalam MP yang telah ditumbuhi oleh bakteri kitinolitik perlakuan, lalu diinkubasi selama 16 hari pada suhu kamar. Larva juga dipaparkan pada media tanpa IBKK sebagai kontrol. Percobaaan ini dilakukan secara duplo. Pengamatan dilakukan interval empat hari sampai dengan 16 HSA secara destruktif (Juliadi et al. 2005). Dua larva boktor pada setiap perlakuan dikeluarkan dari MP, kemudian diamati dan dibedah. Peubah yang diamati adalah perubahan warna serta bau media dan larva, struktur dan rigiditas integumen, serta degradasi jaringan tubuh larva boktor. Larva dan media tumbuh yang telah diamati dibuang. Pengamatan berikutnya dilakukan empat hari kemudian dengan membongkar media tumbuh dan larva lainnya. Karakterisasi Morfologi dan Fisiologi IBKK Karakterisasi Morfologi. Karakterisasi morfologi dilakukan secara terbatas pada semua IBKK. Setiap isolat bakteri kitinolitik kandidat ditumbuhkan pada
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com
16 NA dengan teknik gores kuadran, lalu diinkubasi selama 24–48 jam. Bakteri tersebut kemudian dikarakterisasi bentuk, warna, tepian, dan elevasi koloninya (Poinar & Thomas 1978; Sunatmo 2007). Uji Gram pada setiap IBKK menggunakan larutan KOH 3% dan dikonfirmasi ulang dengan pewarnaan Gram. Koloni bakteri Gram positif akan terpisah dari larutan KOH bila jarum ose diangkat dan selnya berwarna biru pada uji pewarnaan Gram (Lacey 1997). Karakterisasi Fisiologi. Karakterisasi fisiologi dilakukan dengan menggunakan uji LOPAT untuk mengetahui sifat patogenisitas IBKK pada tanaman. Uji ini terdiri atas lima sub uji, yaitu pembentukan levan, aktivitas oksidase, aktivitas pembusukan pada kentang, hidrolisis arginin, dan tembakau hipersensitif (Lelliot & Stead 1987). Setiap IBKK ditumbuhkan pada media Levan, digoreskan pada larutan paminodimetilanilin oksalat, ditusukkan ke media arginin, diinfiltrasikan pada irisan kentang, dan disuntikkan pada daun tembakau.
Bakteri tersebut terindikasi
sebagai patogen tanaman bila membentuk koloni dengan elevasi cembung dan berlendir pada media Levan, warna koloni menjadi ungu gelap dalam waktu kurang dari 60 detik pada larutan p-aminodimetilanilin oksalat, merubah warna media arginin menjadi pink, menyebabkan busuk pada kentang dan nekrosis pada daun tembakau.
PDF created with pdfFactory trial version www.softwarelabs.com