BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pengamatan dan pengukuran organ reproduksi betina dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan - IPB. Alat dan Bahan Hewan yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley yang terdiri atas tikus betina dara, dewasa kelamin berumur ± 10 minggu sebanyak 48 ekor dengan berat badan berkisar antara 150 - 200 g. Beberapa tikus putih jantan dan betina dewasa kelamin sebagai indukan. Bahan lain yang diperlukan adalah larutan fisiologis NaCl 0,9%, cotton buds, metil alkohol, larutan giemsa, kertas saring Whatman no 42, etanol 70%, akuades, eter, akar purwoceng, ekstrak purwoceng. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat kandang tikus, kamera digital, alat bedah, erlenmeyer, gelas ukur, corong, blender, gelas objek, mikroskop binokuler, pompa vakum, rotary vacuum evaporator (Buchi Rotavapor R-205), chiller, spuit 1 ml dan sonde lambung dari stainless steel, oven, wadah porselen, termometer, timbangan analitis, dan digital.
Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Akar Purwoceng Purwoceng berasal dari daerah Pegunungan Dieng, Jawa Tengah. Semua bagian tanaman purwoceng (akar, batang, dan daun) dapat dimanfaatkan sebagai bahan afrodisiak. Tetapi hanya bagian akar saja yang digunakan sebagai bahan ekstrak karena bagian tersebut mempunyai efek afrodisiaka yang lebih tinggi dibandingkan bagian lainnya. Bagian akar dikeringkan dengan penjemuran panas matahari (suhu tidak boleh melebihi 50ºC). Selanjutnya akar purwoceng yang telah kering dipotong tipis-tipis dan dihaluskan dengan menggunakan blender hingga didapatkan simplisia. Serbuk akar purwoceng diekstraksi dengan menggunakan
metode maserasi dingin sebanyak 700 g direndam dalam pelarut
etanol 70% sebanyak 3,5 l selama 48 jam (setiap 2 jam sekali diaduk agar homogen). Kemudiaan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no 42. Hasil ekstrak disimpan di dalam erlenmeyer sedangkan ampas direndam kembali dalam 3,5 liter etanol
70% selama 24 jam, setiap 2 jam diaduk. Setelah itu larutan disaring dan ekstraknya disatukan dengan hasil ekstrak yang pertama dalam erlen meyer ukuran 5 liter. Kemudian dilakukan proses evaporasi agar zat pelarut (etanol 70%) terpisah dengan menggunakan rotari evaporator (rotavapor) Buchi dengan suhu 48ºC dan kecepatan putaran per menit (rpm) sebesar 60 rpm. Selanjutnya bahan ekstrak dimasukkan ke dalam oven pengering dengan suhu ± 45 oC selama 48 jam sehingga kadar air yang masih ada dapat menguap semuanya. Akhirnya didapat ekstrak kental (pasta) yang disimpan di dalam wadah porselen tertutup rapat. Apabila jadwal pencekokan sudah dimulai maka dari ekstrak kental purwoceng akan dibuat larutan stock sebesar 5% dengan cara melarutkan 5 g ekstrak kental purwoceng ke dalam 100 ml akuades sehingga didapat ekstrak etanol purwoceng berupa cairan berwarna kecoklatan. Ekstrak purwoceng disimpan dalam lemari es apabila tidak digunakan. Berat ekstrak kental yang didapat dari 700 gram simplisia adalah sebanyak 190 g ekstrak kental. Persiapan Hewan Model Tikus betina dara berumur 10 minggu (dewasa kelamin) didapat dari perkawinan induk secara alamiah dengan mencampurkan jantan dan betina
dalam
satu
kandang.
Kebuntingan ditandai dengan adanya sperma dalam apusan ulas vagina. Kemudian tikus dibiarkan bunting dan melahirkan serta menyusui anaknya hingga lepas sapih.
Anak tikus
betina dipelihara sampai dengan umur 10 minggu (dewasa kelamin), kemudian dijadikan hewan model. Tikus tersebut dibiarkan selama 1 minggu dalam kandang kolektif agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pemeliharaan tikus (induk, bunting dan anakan) dilakukan di dalam kandang hewan individu yang terbuat dari plastik berukuran 30 cm x 20 cm x 12 cm (panjang x lebar x tinggi) dan dilengkapi dengan kawat kasa penutup pada bagian atasnya. Pakan dan air minum dilakukan ad libitum. Penggantian sekam dan pencucian kandang plastik dilakukan setiap 1 minggu sekali. Pengelompokkan Hewan Tikus di bagi dalam 4 kelompok berdasarkan periode berahi dari siklus reproduksinya (Gambar 10) yaitu kelompok periode proestrus (P) bila ditemukan lebih dari 75% sel epitel berinti, kelompok periode estrus (E) bila ditemukan lebih dari 75% sel kornifikasi, kelompok periode metestrus (M) bila ditemukan lebih dari 75% sel darah putih, dan kelompok periode diestrus (D) bila ditemukan sel darah putih dan sel epitel berinti sama banyaknya (Baker et al. 1980), masing-masing perlakuan terdiri atas 12 ekor. Pengelompokkan periode berahi
dilakukan dengan cara melakukan apusan ulas vagina dari 48 ekor tikus betina dara. Setiap kelompok periode dibagi lagi menjadi kelompok kontrol (tidak dicekok purwoceng) dan kelompok perlakuan (dicekok purwoceng), masing - masing sebanyak 6 ekor. Kemudian kelompok kontrol dan perlakuan dibagi lagi menjadi kelompok dikorbankan (dibedah) dan kelompok apusan ulas vagina sampai hari ke -15, masing - masing sebanyak 3 ekor sebagai faktor pengulangan (Gambar 10). Penentuan Dosis dan Pencekokan Ekstrak Etanol Purwocceng Pemberian ekstrak etanol purwoceng dilakukan dengan cara mencekok tikus dengan
menggunakan sonde lambung
pada pagi hari setelah apusan
ulas vagina pagi hari dilakukan. Pencekokan purwoceng dilakukan
selama 10
hari dengan dosis sebesar 83,25 mg/kg BB (Gambar 10), sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Taufiqqurrachman (1999) dengan dosis 25 mg/ml untuk berat tikus 300 g. Pengamatan dan Pengambilan Sampel Pengamatan terhadap periode siklus berahi dilakukan dua kali setiap harinya yaitu pagi hari (pukul 06.00 WIB) dan sore hari (pukul 18.00 WIB) dengan melakukan apusan ulas vagina. Pengambilan apusan ulas vagina dilakukan dengan menggunakan cotton bud ukuran kecil yang sudah dibasahi dengan NaCl fisiologis 0,9%. Apusan ulas vagina dioleskan pada kaca preparat (gelas objek) dengan merata kemudian di fiksasi dalam metanol selama 5 menit. Setelah itu diwarnai dengan pewarna Giemsa selama 30 menit, kelebihan Giemsa dicuci dengan air kran mengalir. Setelah dikeringkan dengan tisue, preparat diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 kali. Hasil pembacaan kemudian dicatat setiap hari sesuai dengan kelompok pada periode siklus berahi berdasarkan gambaran sel epitelnya sehingga dapat diperoleh panjang siklusnya. Pengamatan preparat apusan ulas vagina dilakukan selama 10 hari (2 siklus) untuk kelompok dikorbankan dan juga pengamatan apusan ulas vagina selama 15 hari untuk masing - masing kelompok fase. Pengambilan sampel organ uterus dan ovarium dilakukan dengan cara mengorbankan tikus setelah dilakukan pembiusan terlebih dahulu menggunakan eter. Organ uterus dan ovarium (kiri dan kanan) diambil dengan cara pembedahan pada bagian perut kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitis digital. Bobot organ uterus dan ovarium di catat untuk di analisis perbedaannya.
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dan dibandingkan dengan menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA), dilanjutkan dengan uji t-student (Steel dan Torrie 1989).
Bagan Penelitian Tikus Betina
Apusan Ulas Vagina
Kelompok P (Proestrus)
Kelompok E (Estrus)
Kelompok M (Metestrus)
Kelompok D (Diestrus)
Kontrol/Dicekok 83,25 mg/kg BB Apusan Ulas Vagina pagi (pukul 06.00WIB) dan (pukul 18.00 WIB) selama 10 hari
Dikorbankan Pengamatan : 1. Bobot Uterus 2. Bobot Ovarium
Apusan Ulas Vagina Sampai Hari Ke - 15
Pengamatan : Apusan Ulas Vagina
Gambar 10 Bagan Penelitian