BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Bunga Terompet Kelurahan Sempakata Padang Bulan, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2012 (4 bulan). Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung varietas Pioneer-23 (deskripsinya dapat dilihat pada lampiran 1), Pupuk Urea, SP-36, KCl, vermikompos, pestisida dan air. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sabit, knapsack, gembor, meteran, timbangan analitik, tugal, pacak sampel, label, moisturize tester, tali plastik, ember, pisau, plastik bening, plakat nama, alat tulis dan kalkulator. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan dimana : Aplikasi I, II dan III. 1. P0 = Tanpa pupuk (perlakuan kontrol) 2. P1 = 2,5 kg vermikompos/plot (5 ton/ha) 3. P2 = 150 g urea/plot (300 kg/ha) + 50 g SP-36/plot (100 kg/ha) + 25 g KCl/plot (50 kg/ha) 4. P3 = 2,5 kg vermikompos/plot (5 ton/ha) + 150 g urea/plot (300 kg/ha) + 50 g SP-36/plot (100 kg/ha) + 25 g KCl/plot (50 kg/ha) 5. P4 = 2,5 kg vermikompos/plot (5 ton/ha) + 112,5 g urea (225 kg/ha) + 37,5 g SP-36 (75 kg/ha) + 18,75 g KCl (37,5 kg/ha)
Universitas Sumatera Utara
6. P5 = 2,5 kg vermikompos/plot (5 ton/ha) + 75 g urea (150 kg/ha) + 25 g SP-36 (50 kg/ha) + 12,5 g KCl (25 kg/ha) 7. P6 = 2,5 kg vermikompos/plot (5 ton/ha) + 37,5 g urea (75 kg/ha) + 12,5 g SP-36 (25 kg/ha) + 6,25 g KCl (12,5 kg/ha) 8. P7 = 2 kg vermikompos/plot (4 ton/ha) + 150 g urea/plot (300 kg/ha) + 50 g SP-36/plot (100 kg/ha) + 25 g KCl/plot (50 kg/ha) 9. P8 = 2 kg vermikompos/plot (4 ton/ha) + 112,5 g urea (225 kg/ha) + 37,5 g SP-36 (75 kg/ha) + 18,75 g KCl (37,5 kg/ha) 10. P9 = 2 kg vermikompos/plot (4 ton/ha) + 75 g urea (150 kg/ha) + 25 g SP-36 (75 kg/ha) + 12,5 g KCl (25 kg/ha) 11. P10 = 2 kg vermikompos/plot (4 ton/ha) + 37,5 g urea (75 kg/ha) + 12,5 g SP-36 (25 kg/ha) + 6,25 g KCl (12,5 kg/ha) Jumlah ulangan
: 3 ulangan
Jumlah plot
: 33 plot
Ukuran plot
: 250 cm x 200 cm
Jarak antar plot
: 30 cm
Jarak antar blok
: 75 cm
Jumlah tanaman/plot
: 32 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya
: 1056 tanaman
Jumlah sampel/plot
: 5 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya
: 165 tanaman
Jarak tanam
: 70 cm x 25 cm
Luas lahan seluruhnya
: 26 m x 10 m
Universitas Sumatera Utara
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut: Yij Yij
= μ + ρi + αj + ∑ij
= Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik (N, P, K) pada taraf ke-j
μ
= Nilai tengah
ρi
= Efek dari blok ke-i
αj
= Efek perlakuan pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik (N, P, K) pada taraf ke-j
∑ij
= Galat percobaan dari blok ke-i dan pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik (N, P, K) pada taraf ke-j
Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji dengan uji Kontras (Sastrosupadi, 2000).
Universitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Lahan yang digunakan untuk penelitian diolah dengan menggunakan cangkul dengan kedalaman olah tanah 15-25 cm. Pengolahan dilakukan hingga tanah menjadi gembur, rata dan bersih dari sisa-sisa gulma dan perakaran. Dibuat plot-plot percobaan dengan ukuran 250 cm x 200 cm dengan pembatas parit di sekeliling lahan dengan lebar 50 cm yang berfungsi sebagai saluran drainase dan batas antar plot 30 cm. Bagan lahan penelitian dapat dilihat pada lampiran 2. Pengapuran Setelah plot-plot percobaan dibuat, dilakukan pengapuran dikarenakan hasil analisis tanah penelitian memiliki pH yang rendah yaitu 4,6. Pengapuran dilakukan dengan menaburi dolomite dengan dosis 1 kg/ plot (2 ton/ha) di atas plot-plot penelitian lalu tanah diolah dengan menggunakan cangkul agar dolomite tercampur merata dengan tanah. Setelah itu dibiarkan 1 minggu sebelum penanaman dilakukan. Penanaman Penanaman dilakukan dengan menugal sedalam 5 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 70 cm x 25 cm. Setiap lubang ditanam dua biji jagung. Jagung ditanam dengan barisan tegak lurus dengan arah matahari terbit atau sejajar dengan arah Utara – Selatan. Bagan penanaman dalam plot dapat dilihat pada lampiran 3. Pemupukan Vermikompos diaplikasikan per lubang tanam pada saat penanaman dilakukan. Sedangkan pupuk anorganik diberi seluruhnya pada 14 HST kecuali pupuk Urea yang diberi 3 kali yaitu pada umur 14 HST, 28 HST, dan 42 HST dengan dosis 1/3 dari perlakuan masing-
Universitas Sumatera Utara
masing. Cara pengaplikasian pupuknya adalah dengan cara larikan dimana jaraknya sekitar 5 cm dari tanaman. Pemeliharaan Tanaman Penyiraman Penyiraman dilakukan pada sore hari mulai dari penanaman sampai umur 3 MST (penyiraman tidak dilakukan pada musim hujan). Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor. Penyulaman Penyulaman dilakukan selama tanaman berumur 2 MST. Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya tidak baik. Bahan sisipan diambil dari bibit tanaman cadangan yang sama pertumbuhannya dengan tanaman di lapangan. Penjarangan Penjarangan dilakukan pada umur 2 MST dengan cara memotong salah satu tanaman yang pertumbuhannya kurang baik dengan pisau dan setiap lubang tanam ditinggalkan satu tanaman. Penyiangan Penyiangan dilakukan 1-2 kali seminggu mulai dari penanaman sampai tanaman jagung berumur 7 MST dengan cara manual atau menggunakan cangkul dan sabit dengan membersihkan gulma yang ada di lahan penelitian. Pembumbunan Pembumbunan dilakukan pada saat penyiangan dilakukan. Tujuan pembumbunan adalah untuk menutup akar yang terbuka dan membuat pertumbuhan tanaman menjadi tegak atau kokoh dengan cara menaikkan/menimbun tanah pada pangkal batang tanaman.
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida Decis dengan konsentrasi 0,5 cc/l dan fungisida Antracol dengan dosis 3 gr/l air pada 4 MST. Panen Jagung dipanen pada umur 14 MST (96 hari) yaitu tanaman telah ditandai dengan daun mengering, kelobot berwarna kuning, biji kering dan mengkilat serta bila ditekan dengan kuku tidak meninggalkan bekas. Cara panen jagung adalah dengan memutar tongkol berikut kelobotnya atau dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pengeringan dan Pemipilan Setelah panen, dilakukan pengeringan tongkol jagung selama 3 hari di bawah sinar matahari dan kadar air biji pipilan diukur di Laboratorium dengan mouisturize tester dimana hasil kadar air yang diperoleh adalah 11 %. Penjemuran dilakukan di atas lantai dengan cara diserakkan secara merata. Parameter Tinggi Tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar hingga ujung daun tertinggi yaitu dengan menggunakan meteran. Pengukuran pertama dilakukan pada umur 2 Minggu Setelah Tanam (MST) sampai 7 MST dengan interval satu minggu.
Diameter Batang (mm) Diameter batang tanaman jagung diukur dengan menggunakan jangka sorong sebanyak 2 kali dengan arah yang berlawanan pada pangkal batang yang telah diberi tanda dengan ketingian
Universitas Sumatera Utara
berkisar 15 cm dari permukaan tanah. Pengukuran pertama mulai dilakukan pada umur 2 Minggu Setelah Tanam (MST) dengan interval satu minggu sekali sampai 7 MST. Luas Daun (cm2) Pengukuran luas daun dilakukan secara manual dengan menggunakan rumus : (panjang x lebar) x 0,75. Daun yang diukur adalah daun ke-7 dengan cara mengukur panjang dari pangkal sampai ujung daun dan lebar bagian daun yang terlebar dengan alat meteran kain. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 7 MST. Diameter Tongkol (mm) Diameter tongkol diukur pada bagian tengah tongkol terbesar setelah kelobot dikupas. Pengukuran diambil dengan menggunakan alat jangka sorong dan dilakukan setelah pemanenan. Bobot 100 Biji (g) Diambil 100 biji secara acak per sampel dari tongkol jagung yang telah dijemur dan dipipil. Kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dimana kadar air biji jagung adalah 11 %. Produksi per tanaman (g) Produksi pipilan kering per tanaman dihitung dengan menimbang biji pipilan masingmasing tongkol per tanaman dimana kadar airnya 11 %.
Produksi per Hektar (Ton) Produksi pipilan kering per hektar merupakan proyeksi dari produksi pipilan kering per tanaman yaitu dengan mengalikan produksi per tanaman dengan populasi tanaman jagung per hektar.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tinggi Tanaman (cm)
Data pengamatan tinggi tanaman pada umur 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 minggu setelah tanam (MST) dicantumkan pada Lampiran 10, 12, 14, 16, 18 dan 20, sedangkan sidik ragam masingmasing pengamatan dicantumkan pada Lampiran 11, 13, 15, 17, 19 dan 21. Berdasarkan sidik ragam tersebut terlihat bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman (cm). Perkembangan tinggi tanaman secara ringkas disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tinggi tanaman jagung umur 2 – 7 MST pada pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik Tinggi Tanaman Perlakuan 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST ………………………...................cm…...………………………………… P0 35,27 53,73 84,18 125,69 164,03 199,71 P1 33,47 50,05 78,42 120,35 162,63 208,72 P2 35,74 55,65 86,48 127,19 166,24 206,90 P3 33,49 50,95 80,74 121,68 166,82 210,21 P4 34,69 53,56 83,97 128,09 172,29 211,81 P5 33,63 49,75 78,53 120,35 160,93 200,65 P6 36,53 54,61 85,13 130,73 174,28 214,21 P7 31,74 48,83 74,08 112,00 152,06 194,93 P8 38,01 56,93 89,01 131,51 172,56 214,18 P9 32,70 49,11 78,03 118,53 157,43 198,55 P10 34,45 53,62 82,85 125,25 165,22 206,05 Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa tinggi tanaman jagung tertinggi terdapat di perlakuan P6 yaitu 214,21 cm. Sedangkan yang terendah terdapat di perlakuan P7 pada semua umur dari tanaman jagung.
Universitas Sumatera Utara
Kurva pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada 2 – 7 MST dengan pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Kurva pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada 2 – 7 MST dengan pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik
Diameter Batang (mm)
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari parameter diameter batang pada umur 2 – 7 MST dapat dilihat pada Lampiran 22 – 33. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman (mm). Diameter batang (mm) pada umur 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 MST dapat dilihat pada Tabel 2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Diameter batang jagung umur 2 – 7 MST pada pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik Diameter Batang Perlakuan 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST …………………………………..mm…………………………………….. P0 20,77 54,00 125,33 166,33 195,67 240,67 P1 22,40 60,00 156,00 193,00 235,67 264,00 P2 21,47 58,00 142,67 205,00 231,00 259,83 P3 21,47 61,33 142,67 197,33 223,33 249,33 P4 21,30 58,67 155,00 191,00 230,33 254,33 P5 21,30 60,67 137,67 201,67 231,00 259,33 P6 23,07 75,00 155,67 212,00 238,33 269,33 P7 21,97 46,67 140,67 194,80 225,00 262,67 P8 20,87 66,67 158,00 213,67 227,33 259,00 P9 21,10 65,33 142,33 200,00 216,67 250,67 P10 19,40 64,67 156,33 215,33 243,33 271,33 Keterangan : Kontras 1 = P0 vs (P1-P10) Kontras 2 = P1 vs (P2-P10) Kontras 3 = P2 vs (P3-P10) Kontras 4 = P3 vs (P4-P10)
Kontras 5 Kontras 6 Kontras 7 Kontras 8
= P4 vs (P5-P10) = P5 vs (P6-P10) = P6 vs (P7-P10) = P7 vs (P8-P10)
Kontras 9 = P8 vs (P9-P10) Kontras 10 = (P9 vs P10)
Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa diameter batang tanaman jagung tertinggi di perlakuan P6 yaitu 269,33 mm. Sedangkan diameter batang tanaman jagung terendah terdapat di perlakuan P0 pada semua umur dari tanaman jagung. Berdasarkan hasil sidik ragam yang dapat dilihat pada Lampiran 23, 25, 27, 29, 31 dan 33 dapat diketahui bahwa C7 (P6 vs (P7-P10)) berpengaruh nyata pada diameter batang umur 2 MST, C7 (P6 vs (P7-P10)) dan C8 (P7 vs (P8-P10)) berpengaruh nyata pada diameter batang umur 3 MST serta C1 (P0 vs (P2-P10)) berpengaruh nyata pada diameter batang umur 4, 5, 6 dan 7 MST. Luas Daun (cm2) Pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun (cm2). Hasil pengamatan dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 34 - 35.
Universitas Sumatera Utara
Histogram dari pengaruh berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap luas daun ditampilkan pada gambar 2.
Gambar 2. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap luas daun
Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa luas daun (cm2) tanaman jagung tertinggi terdapat di perlakuan P4 (767,56 cm2), sedangkan yang terendah pada P9 (710,63 cm2). Diameter Tongkol (mm) Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap diameter tongkol jagung (mm) (lampiran 36 – 37). Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap diameter tongkol ditampilkan pada gambar 3.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap diameter tongkol
Dari Gambar 3. dapat dilihat bahwa, diameter tongkol (mm) jagung tertinggi terdapat di perlakuan P10 (448,77 mm) sedangkan yang terendah pada P2 (437,10 mm). Bobot 100 Biji (g) Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam parameter bobot 100 biji (g) dapat dilihat pada Lampiran 38 – 39. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji (g). Bobot 100 biji (g) dapat dilihat pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Bobot 100 biji jagung pada pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik Perlakuan
Rataan
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10
27.80 28.27 29.03 30.47 32.37 30.03 31.40 29.17 31.27 30.13 31.40
Keterangan : Kontras 1 = P0 vs (P1-P10) * Kontras 2 = P1 vs (P2-P10) * Kontras 3 = P2 vs (P3-P10) * Kontras 4 = P3 vs (P4-P10) tn Kontras 5 = P4 vs (P5-P10) *
Kontras 6 = P5 vs (P6-P10) tn Kontras 7 = P6 vs (P7-P10) tn Kontras 8 = P7 vs (P8-P10) * Kontras 9 = P8 vs (P9-P10) tn Kontras 10 = (P9 vs P10) tn
Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa pada C1, C2, C3 C5 dan C8 memberi pengaruh yang nyata terhadap bobot 100 biji. Pada C1 disimpulkan perlakuan yang diberi pupuk lebih baik tanpa yang diberi pupuk, pada C2 dan C3 disimpulkan perlakuan yang diberi berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik lebih baik dengan perlakuan yang hanya diberi pupuk organik maupun pupuk anorganik. Dan pada C5 disimpulkan bahwa perlakuan (P5-P10) lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P4 serta pada C8 disimpulkan perlakuan (P8-P10) lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P7. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap bobot 100 biji ditampilkan pada gambar 4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap bobot 100 biji
Dari Gambar 4. dapat dilihat bahwa perlakuan yang terbaik terdapat di perlakuan P4 yaitu 2,5 kg vermikompos + 112,5 g urea + 37,5 g SP-36 + 18,75 g KCl. Produksi Per Tanaman (g) Pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap produksi per tanaman (g). Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 40 – 41. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap produksi per tanaman ditampilkan pada gambar 5.
Gambar 5. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap produksi per tanaman
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 5. dapat dilihat bahwa produksi per tanaman jagung tertinggi terdapat di perlakuan P4 (163,03 g) sedangkan yang terendah terdapat di perlakuan P7 (145,68 g). Produksi Per Hektar (ton) Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap produksi per hektar (ton) (Lampiran 42 – 43). Histogram dari pengaruh berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap produksi per hektar ditampilkan pada gambar 6.
Gambar 6. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap produksi per hektar
Dari Gambar 6. dapat dilihat bahwa produksi per hektar jagung tertinggi terdapat di perlakuan P4 (9,32 ton) sedangkan yang terendah terdapat di perlakuan P7 (8,32 ton). Pembahasan Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui
bahwa
pemberian
berbagai
komposisi
vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, luas daun, diameter tongkol, produksi per tanaman, produksi per hektar kecuali diameter batang dan bobot 100 biji. Pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman jagung tetapi terdapat perbedaan kecendrungan tinggi tanaman
Universitas Sumatera Utara
antara masing-masing perlakuan (Tabel 1). Hal ini diduga karena curah hujan cukup tinggi selama umur 2 – 7 MST (Lampiran 8) sehingga pupuk N mudah tercuci dan pengaruh pemberian dari pupuk anorganik tidak begitu terlihat untuk semua perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ashari (1995) yang menyatakan bahwa nitrogen dapat hilang dari dalam tanah melalui pencucian atau penguapan. Daerah dengan curah hujan tinggi, pencucian merupakan penyebab kehilangan nitrogen yang terbesar begitu juga dengan erosi tanah. Sedangkan peran unsur N sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dimana hal ini sejalan dengan Sutedjo (2002) yang menyatakan fungsi nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah sebagai berikut: untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman; dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau; meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman; meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan dan meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. Dari hasil penelitian bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman, hal ini diduga karena berkaitan dengan ketersediaan fosfor di dalam tanah dimana ketersediaannya dipengaruhi oleh pH dan jumlah serta tingkat pelapukan bahan organik. Pada umur 2 MST C7 (P6 vs (P7-P10)) berpengaruh nyata pada diameter batang, hal ini diduga karena bahan organik (vermikompos) 2 kg/plot telah cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman pada saat umur 2 MST dibanding 2,5 kg/plot sehingga walau diberi 2,5 kg/plot kemampuan tanaman untuk menyerap tidak bisa lagi. Hal tersebut diduga juga karena peranan utama pemberian bahan organik adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kesuburan, baik kimia, fisik maupun biologi tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwono (2002) dalam Astuti (2010) yang mengemukakan bahwa dekomposisi pupuk organik mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kesuburan tanah. Pengaruh langsung disebabkan karena pelepasan unsur hara melalui mineralisasi, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
pengaruh tidak langsung adalah menyebabkan akumulasi pupuk organik tanah yang pada gilirannya akan meningkatkan penyediaan unsur hara bagi tanaman. Pengaruh langsung dan tidak langsung dapat terjadi jika kadar pupuk organik dalam tanah dapat dipertahankan. Hal tersebut juga diduga karena pemberian dosis pupuk yang lebih belum tentu memberikan hasil yang baik. Hal ini sejalan dengan Agustina (1990) dalam Sutardi (2007) yang menyatakan bahwa hubungan dosis pupuk
dengan hasil tanaman mengikuti pola kuadratik, artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya dosis yang berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanaman. Pada C7 (P6 vs (P7-P10)) dan C8 (P7 vs (P8-P10)) berpengaruh nyata pada diameter batang umur 3 MST, disimpulkan bahwa pengkomposisian vermikompos dengan pupuk anorganik yang baik terdapat di perlakuan P8-P10, hal ini diduga karena bahan organik yang diberi mampu mengikat Al, Fe, Mn pada tanah dimana kandungan P dalam tanah termasuk tinggi sehingga tidak mengikat fosfor lagi. Sedangkan pupuk anorganiknya tidak terlalu nampak, hal ini diduga karena curah hujan yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan Samosir (1994) dalam Arif (2006) yang menyatakan bahwa bahan organik mengurangi keracunan kation-kation seperti Al3+ dan Fe3+ pada tanah-tanah masam dan bereaksi dengan ion-ion racun seperti Cd2+ dan Hg2+ serta kation-kation unsur mikro lain yang berada pada konsentrasi tinggi dan mengurangi ketersediaannya. Damanik, dkk (2010) menyatakan bahwa pada tanah asam kelarutan daripada unsure Fe, Al dan Mn sangat tinggi sehingga cenderung mengikat ion-ion fosfat menjadi fosfat tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Sedangkan pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan hara fosfat di dalam tanah melalui hasil pelapukannya yaitu asam-asam organik dan CO2. Anion-anion organik ini dapat mengikat logam-logam seperti Al dan Fe dari dalam larutan tanah kemudian membentuk senyawa komplek yang bersifat sukar larut. Sedangkan pada 4, 5, 6 dan 7 MST, perlakuan pupuk lebih baik tanpa pupuk. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tanaman
Universitas Sumatera Utara
membutuhkan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga perlakuan yang diberi pupuk lebih baik tanpa yang diberi pupuk. Pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun (cm2) dimana rataan luas daun (cm2) tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (767,56 cm2) sedangkan yang terendah pada P9 (710,63 cm2). Pada perlakuan P4, pupuk N diberikan sebesar 112,5 g urea sedangkan P9 sebesar 75 g urea. Ini menandakan bahwa penyerapan unsur N tidak nampak pengaruh yang nyata untuk perlakuan yang diberikan dikarenakan selama penelitian berlangsung curah hujan untuk per bulannya di atas curah hujan yang dibutuhkan oleh tanaman jagung sehingga pupuk Urea yang diberikan pun tidak nampak pengaruhnya bagi tanaman secara statistik. Hal ini sejalan dengan Mas’ud (1999) yang menyatakan bahwa nitrogen mempunyai watak yang mudah larut air. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap diameter tongkol (mm). Rataan diameter tongkol (mm) tertinggi terdapat pada perlakuan P10 (448,77 mm) sedangkan yang terendah pada P2 (437,10 mm). Pada perlakuan P10, diberikan 2 kg vermikompos dan pupuk anorganik dengan pemakaian 25% dari dosis anjuran sedangkan P2 hanya mendapat pupuk anorganik. Ini menandakan bahwa pemberian pupuk anorganik saja tidak memberi hasil yang baik sebab tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap melalui tanah (Syafruddin, dkk, 2006). Pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji (g) dimana C1, C2, C3 C5 dan C8 memberi pengaruh yang nyata terhadap bobot 100 biji. Pada C1 disimpulkan perlakuan yang diberi pupuk lebih baik tanpa yang diberi pupuk, pada C2 dan C3 disimpulkan perlakuan yang diberi berbagai komposisi
Universitas Sumatera Utara
vermikompos dengan pupuk anorganik lebih baik dengan perlakuan yang hanya diberi pupuk organik maupun pupuk anorganik. Dan pada C5 disimpulkan bahwa perlakuan (P5-P10) lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P4 serta pada C8 disimpulkan perlakuan (P8-P10) lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P7. Dari hal tersebut, bahwa ada pengaruh nyata antara yang diberi pupuk dan tidak diberi pupuk, antara pupuk anorganik dan pupuk organik dengan perlakuan komposisi pupuk organik dengan anorganik serta pengaruh antara dosis pupuk anorganik yang diberikan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemupukan dengan pupuk anorganik saja tidak memberi hasil yang baik jika dibandingkan dengan pengkomposisian antara pupuk organik dan anorganik. Hal ini dapat diduga bahwa bahan organik (vermikompos) mampu membuat ketersediaan unsur P dalam tanah menjadi tersedia dimana kandungan P dalam tanah tinggi. Hal ini sesuai dengan Kartasapoetra dan Sutedja (2005) yang menyatakan bahwa salah satu peranan fosfor untuk tanaman adalah dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Pemberian vermikompos yang dicampur dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap produksi per tanaman (g) maupun produksi per hektar (ton). Rataan produksi per tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (163,03 g) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P7 (145,68 g). Rataan produksi per hektar tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (9,32 ton) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P7 (8,32 ton). Ini menandakan bahwa perlakuan P4 lebih baik daripada perlakuan P7 dimana P4 (2,5 kg vermikompos + pupuk anorganik 25 %) dan P7 (2 kg vermikompos + pupuk anorganik dosis penuh). Namun perlakuan P4 dan P3 cenderung tidak nampak perbedaannya padahal pemberian pupuk lebih banyak pada perlakuan P3 tetapi hasil yang lebih baik diperoleh terdapat pada perlakuan P4. Hal ini menandakan bahwa pemberian pupuk anorganik yang dosis anjuran dapat diefesiensikan sebesar 25 %. Hal tersebut diduga karena mungkin tanaman telah dapat menyerap unsur hara yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia jadi walaupun diberi unsur hara dengan dosis yang lebih tinggi, kemampuan tanaman tersebut untuk menyerap lagi tidak bisa sehingga perlakuan P4 dan P3 tidak nampak perbedaannya begitu juga dengan perlakuan P7 dan P4. Dimana kandungan P dalam tanah tinggi dan pemberian pupuk anorganik yang diberi juga tinggi sehingga membuat perlakuan P7 bisa menurunkan hasil produksi yang dihasilkannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Goenadi (2006) dalam Tuherkih dan Sipahutar (2008) yang menyatakan pemupukan P yang dilakukan terus menerus tanpa menghiraukan kadar P tanah yang sudah jenuh telah pula mengakibatkan menurunnya tanggap tanaman terhadap pemupukan P. Dimana peran unsur P berperan dalam pengisian biji. Hal ini sejalan dengan Kartasapoetra dan Sutedja (2005) yang menyatakan bahwa peranan Fosfor untuk tanaman adalah dapat mempercepat dan memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman muda pada umumnya, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah, dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Hal tersebut juga dapat diduga karena kurangnya unsur hara bagi tanaman akibat curah hujan yang tinggi (Lampiran 8) dimana setelah jagung masuk ke awal generatif sangat membutuhkan unsur hara yang cukup untuk perkembangan tongkol dan pengisian biji. Hal ini sejalan dengan Tobing, dkk (1995) yang menyatakan bahwa kekeringan dan kekurangan nutrisi 10-14 hari sebelum keluarnya bunga betina akan sangat mengurangi jumlah bakal biji yang terbentuk. Awal fase generatif sampai terjadi persarian merupakan fase kritis kedua selama pertumbuhan tanaman jagung. Kerusakan umumnya terjadi pada fase ini umumnya permanen. Maka faktor yang harus diperhatikan adalah ketersediaan air, unsur hara dan penyinaran.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, luas daun, diameter tongkol, produksi per tanaman dan produksi per hektar tetapi berpengaruh nyata terhadap diameter batang dan bobot 100 biji. 2. Walaupun perlakuan berpengaruh tidak nyata tetapi produksi jagung tertinggi dihasilkan oleh perlakuan P4 (2,5 kg vermikompos + 112,5 g urea + 37,5 g SP 36 + 18,75 g KCL) sebesar 9,32 ton/ha dan terendah dihasilkan oleh perlakuan P7 (2 kg vermikompos + 150 g urea + 50 g SP 36 + 25 g KCL) sebesar 8,32 ton/ha. Saran Dari hasil penelitian disarankan untuk tanaman jagung menggunakan komposisi vermikompos 2,5 kg dengan pupuk anorganik (112,5 g urea + 37,5 g SP 36 + 18,75 g KCL).
Universitas Sumatera Utara