13
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak pagar dari Indramayu, klinker Plan 4 dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cibinong, dan gipsum sintetis. Adapun alat-alat yang digunakan antara lain kromatografi gas-spektrofotometri massa (GC-MS) QP2010 merk Shimadzu, manometer, ayakan silinder 45µm, serta perangkat mesin penggerus.
Lingkup Penelitian Penelitian ini terdiri atas empat tahap. Tahap pertama adalah penyiapan dan pemurnian gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar menjadi gliserol murni. Dalam tahap selanjutnya dilakukan pencirian gliserol kasar dan gliserol hasil pemurnian dengan menggunakan GC-MS dan penentuan kadar gliserol. Tahap ketiga adalah penyiapan CGA dengan ragam suhu dan konsentrasi trietanolamina (TEA). Suhu yang digunakan ialah 80 dan 90ºC sedangkan komposisi TEA yang digunakan ialah 0, 5, 10, dan 15%. Tahap terakhir ialah pencirian produk yang diperoleh dengan uji blaine specific surface area (BSS) dan uji residu. Diagram alir tahap penelitian disajikan pada Lampiran 1.
Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al. 2009) Minyak jarak pagar dipanaskan pada suhu 55ºC di dalam labu leher-empat. Setelah itu ditambah larutan yang diperoleh dari hasil pencampuran antara metanol sebanyak 225% dan asam sulfat sebanyak 5% dari FFA minyak jarak pagar. Larutan diaduk pada suhu 55ºC selama 1 jam. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam corong pemisah untuk memisahkan ester metil asam lemak + trigliserida dan metanol yang tidak bereaksi. Lapisan bawah, yaitu larutan ester metil asam lemak dan trigliserida dipanaskan kembali pada suhu yang sama. Setelah mencapai suhu 55ºC, larutan kemudian ditambah larutan metoksida yang diperoleh dari hasil pencampuran antara metanol sebanyak 15% dan kalium
14
hidroksida sebanyak 1% dari volume minyak jarak pagar. Larutan dipanaskan pada suhu yang sama selama 1 jam sehingga terbentuk biodiesel dan gliserol. Kedua larutan ini dipisah dengan menggunakan corong pemisah. Lapisan bawah sebagai gliserol dan lapisan atas sebagai biodiesel. Diagram alir penyiapan gliserol disajikan pada Lampiran 2.
Pemurnian Gliserol Kasar (Kocsisová & Cvengroš 2006) Gliserol kasar ditambah asam fosfat teknis sebanyak 5% (v/v). Larutan kemudian diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 30 menit. Larutan yang terbentuk didiamkan selama 60 menit sehingga terbentuk tiga lapisan. Lapisan paling bawah berbentuk padatan merupakan garam kalium fosfat, lapisan tengah merupakan gliserol, dan lapisan paling atas merupakan sisa asam lemak. Lapisan tengah dan atas dipisahkan dari lapisan paling bawah yang berbentuk padatan dengan menyaring larutan tersebut menggunakan corong Buchner. Filtrat yang dihasilkan dipisah menggunakan corong pemisah kemudian lapisan paling bawah diambil sebagai gliserol murni. Diagram alir proses pemurnian gliserol disajikan pada Lampiran 3.
Pencirian Gliserol dengan GC-MS Analisis GC-MS dilakukan pada gliserol kasar dan gliserol sesudah pemurnian. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan GC-MS QP2010 Shimadzu yang mampu menganalisis 50 payar per detik. Kolom yang digunakan Rtx®-1MS (silika leleh) dengan bahan pengisi 100% dimetil polisiloksan. Analisis GC-MS dilakukan dengan menggunakan pelarut akuades dengan gas pembawa helium.
Penentuan Kadar Gliserol (SNI 06-1564-1995) Gliserol sebanyak 0,5 g dilarutkan dalam 50 ml air akuades lalu ditambah indikator biru bromtimol sebanyak 5 tetes. Larutan kemudian diasamkan dengan H2SO4 0,2 N sampai terbentuk warna kuning kehijauan. Larutan dinetralkan dengan NaOH 0,05 N secara hati-hati sampai terbentuk warna biru. Setelah itu,
15
larutan tersebut ditambah NaIO4 sebanyak 50 ml lalu diaduk secara perlahan. Larutan selanjutnya ditutup dan didiamkan dalam ruangan gelap pada suhu kamar selama 30 menit. Larutan kemudian ditambah etilena glikol sebanyak 10 ml lalu ditutup dan didiamkan dalam ruangan gelap pada suhu kamar selama 20 menit. Larutan diencerkan dengan 300 ml air akuades kemudian ditambah 3 tetes indikator biru bromtimol. Larutan hasil campuran tersebut ditirasi perlahan-lahan dengan NaOH 0,5 N sampai terbentuk warna biru. Proses tersebut juga dilakukan untuk perlakuan blangko. Kadar gliserol dihitung dengan rumus Kadar gliserol (%) = dengan
T1 T2 N W 9,209
T
T
N
,
= volume NaOH untuk titrasi contoh (ml) = volume NaOH untuk titrasi blangko (ml) = normalitas NaOH = bobot contoh (g) = faktor gliserol
Penyiapan CGA Penyiapan CGA ini dilakukan dengan beberapa ragam, yaitu suhu (80 dan 90ºC) serta komposisi trietanolamina (tanpa TEA dan dengan TEA 5, 10, dan 15%) (Tabel 4). Tabel 4 Susunan kondisi penyiapan CGA Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7 Sampel 8
Komposisi gliserol (%) 100 95 90 85 100 95 90 85
Suhu (ºC) 80 80 80 80 90 90 90 90
Komposisi TEA (%) 0 5 10 15 0 5 10 15
Contoh penyiapan sampel 3, sebanyak 900 ml gliserol murni dipanaskan pada suhu 80ºC dalam labu leher-empat. Larutan kemudian ditambah trietanolamina 100 ml. Campuran dipanaskan pada suhu yang sama dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama 2 jam.
16
Rancangan Percobaan Pengaruh suhu reaksi dan komposisi TEA terhadap nilai BSS dianalisis secara statistik dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) lalu dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Model rancangan tersebut adalah Yijk = μ + τi + βj + (τβ)ij + εijk Keterangan: Yijk
= nilai BSS dan % residu pada komposisi TEA ke-i, suhu reaksi ke-j, serta ulangan ke-k, dengan i = 1, 2, 3, 4, j = 1, 2 dan k = 1, 2, 3. µ = rataan umum τi = pengaruh komposisi TEA ke-i βj = pengaruh suhu reaksi ke-j (τβ)ij = pengaruh interaksi komposisi TEA ke-i serta suhu reaksi ke-j εijk = pengaruh acak dari komposisi TEA ke-i, suhu reaksi ke-j, serta ulangan ke-k. Hipotesis yang diuji 1 Pengaruh komposisi TEA Ho = τ1 = τ2 = τ3 = τ4 = 0 (komposisi TEA memberikan pengaruh yang sama pada nilai BSS dan % residu) = setidaknya ada satu i dengan τi ≠ 0, i = 1, 2, 3, 4 H1 2 Pengaruh suhu reaksi = β1 = β2 = 0 (suhu reaksi memberikan pengaruh yang sama pada nilai Ho BSS dan % residu) H1 = setidaknya ada satu j dengan βj ≠ 0, j = 1, 2 3 Pengaruh interaksi antara komposisi TEA dan suhu reaksi Ho = (τβ)ij = 0 untuk semua ij H1 = setidaknya ada satu (τβ)ij ≠ 0
Pencirian Produk Semen yang dihasilkan dicirikan dengan uji BSS dan uji residu. Teknisnya ialah bahan baku pembuat semen, yaitu klinker sebanyak 96,5% dan gipsum 3,5% dimasukkan ke dalam mesin penggerus kapasitas 3,5 kg (Gambar 8). Di dalam mesin penggerus dilakukan proses penghalusan dan homogenisasi selama 60 menit.
17
Gambar 8 Perangkat mesin penggerus kapasitas 3,5 kg. Pembuatan semen ini dilakukan dengan CGA dan gliserol p.a. sebanyak 0,05% (b/b), serta tanpa CGA (blangko). Produk yang dihasilkan dicirikan dengan uji BSS dan uji residu. Diagram alir proses pencirian produk disajikan pada Lampiran 4.
Uji BSS (ASTM C 204-00) Sebanyak 2,9698 g semen yang diperoleh dari mesin penggerus dimasukkan ke dalam sel berbahan baja tahan karat (Gambar 9). Setelah itu, sampel dilapisi dengan kertas saring berdiameter 12,7 mm lalu sel ditutup dengan plunger.
Gambar 9 Sel pada uji BSS. Sampel di dalam sel yang telah ditutup dengan plunger selanjutnya dimasukkan ke dalam manometer yang berisi standar dibutil ftalat (Gambar 10). Larutan standar dibutil ftalat dihisap dengan pipet sampai larutan mencapai tanda tera. Waktu alir yang dibutuhkan oleh dibutil ftalat untuk mencapai tanda tera dari bagian atas sampai bagian bawah dihitung dalam detik. Percobaan ini dilakukan dengan 4 kali ulangan. Nilai BSS diperoleh dengan rumus BSS (cm2/g) = 388,16 × √t dengan t = waktu dalam detik.
18
Gambar 10 Manometer pada uji BSS.
Uji residu (ASTM C 430-96) Sebanyak 5,00 g semen (B1) ditimbang lalu dimasukkan ke dalam ayakan silinder dengan diameter pori 45µm (Gambar 11). Sampel semen yang terdapat pada ayakan silinder dibilas dengan air dengan tekanan 10-15 psi selama 60 detik. Setelah itu, sampel dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC selama 1 jam. Sampel didiamkan selama 15 menit lalu ditimbang sebagai bobot akhir (B2). Percobaan ini dilakukan dengan tiga kali ulangan. Persen residu diperoleh dengan rumus % residu dengan
B B
Faktor koreksi
100
B1 = bobot awal semen (g) B2 = bobot akhir residu (g)
Gambar 11 Ayakan silinder dengan diameter pori 45µm.