KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH
PROGRAM PENGEMBANGAN PARIWISATA INDONESIA KOMPONEN BANTUAN TEKNIS
KERANGKA ACUAN KERJA UNTUK PERNYUSUNAN KERANGKA KERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
17 MARET 2017
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................... 2 1.0 latar belakang ................................................................. 3 2.0 TUJUAN DARI PEKERJAAN ............................................. 6 3.0 URAIAN DARI KOMPONEN IPF ......................................... 6 3.1 3.2 3.3 3.4
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PARIWISATA TERPADU ........................ 6 DOKUMEN PERENCANAAN DAN PENELITIAN DI TINGKAT HILIR ............ 8 PENGELOLAAN PROGRAM ............................................................................ 8 PENELITIAN TAMBAHAN ................................................................................ 8
4.0 LINGKUP PEKERJAAN .................................................... 9 4.1 PEKERJAAN 1: URAIAN PROYEK .................................................................. 9 4.2 PEKERJAAN 2: KARAKTERISTIK UMUM WILAYAH PROYEK ................... 9 4.3 PEKERJAAN 3: POTENSI DAMPAK LINGKUNGAN, SOSIAL, DAN BUDAYA DARI KOMPONEN IPF .................................................................. 9 4.4 PEKERJAAN 4: KERANGKA KELEMBAGAAN DAN PERATURAN .......... 10 4.5 PEKERJAAN 5: MITIGASI DAMPAK DAN KEPATUHAN TERHADAP KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA .............................................. 10 4.5.1 Sub-pekerjaan 5A: Menerapkan Kebijakan Pengamanan Bank Dunia dalam Proses Penyusunan Rencana Induk Pariwisata Terpadu ... 10 4.5.2 Sub-pekerjaan 5B: Memasukkan Kebijakan Pengamanan Bank Dunia di dalam Studi Kelayakan dan Desain ................................. 11 4.5.3 Sub-pekerjaan 5C: Metodologi Penapisan (Screening) ................... 12 4.6 PEKERJAAN 6: PEMBANGUNAN KAPASITAS UNTUK PELAKSANAAN ESMF ............................................................................................................ 12 4.7 TUGAS 7: KONSULTASI DAN PENGUNGKAPAN ...................................... 12
5.0 ISI DARI esmf ................................................................ 12 6.0 PENGATURAN DAN HASIL KERJA ................................. 14
2
1.0
LATAR BELAKANG
Program Pemerintah Indonesia secara keseluruhan yang berkembang untuk pembangunan pariwisata dan meningkatkan kontribusinya terhadap PDB, pendapatan valuta asing, dan penciptaan lapangan kerja di seluruh Indonesia, memiliki empat bidang program kunci: (i) konektivitas, infrastruktur dasar dan layanan pariwisata dan jasa; (ii) pengembangan keterampilan tenaga kerja pariwisata dan dukungan terhadap UKM; (iii) pemasaran secara internasional, pemasaran untuk layanan investasi dan perizinan; dan (iv) kelembagaan dan mekanisme perencanaan program, koordinasi, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian aset alam dan budaya yang sangat penting untuk pertumbuhan pariwisata di masa depan. Pemerintah Indonesia bermaksud untuk mengajukan pembiayaan sebesar setara dengan US$200 juta dari Bank Dunia untuk pembiayaan Program Pengembangan Pariwisata Indonesia, dan telah mengajukan pembiayaan di muka (pinjaman dan hibah) bagi persiapan dan pelaksanaan awal. 1.
Operasional Bank Dunia yang diusulkan memiliki dua komponen yang saling melengkapi – Program yang bernilai sekitar US$500 juta yang menggunakan instrumen Program untuk Hasil (Program for Results - PforR) dan komponen bantuan teknis yang bernilai sekitar US$20 juta yang menggunakan instrumen Pembiayaan Proyek Investasi (Investment Project Financing - IPF). Program ini terdiri dari program belanja pemerintah dalam empat Area Hasil (Results Area - RA): RA 1 - konektivitas, pelayanan infrastruktur dasar pariwisata dan jasa; RA2 - pengembangan keterampilan dan UKM; RA 3 - iklim usaha dan investasi; dan RA 4 - pembangunan kapasitas kelembagaan untuk memfasilitasi pengembangan pariwisata terpadu dan berkelanjutan. Hal ini diusulkan untuk didukung oleh Pinjaman Bank Dunia senilai US$180 juta dan pembiayaan dari Pemerintah senilai US$320 juta. Komponen bantuan teknis terdiri dari jasa konsultan untuk mendukung penyusunan: (i) rencana induk pariwisata terpadu; (ii) dokumen perencanaan dan penelitian di tingkat hilir; (iii) kemampuan pengelolaan program, termasuk pembangunan kapasitas untuk memperkuat kemampuan pemantauan dan pelestarian aset alam, budaya dan sosial (yang pembentukannya dimasukkan di dalam RA 4 dari program PforR); (iv) penelitian tambahan yang diperlukan untuk mendukung RA 2, RA 3, dan RA 4, misalnya di dalam pengembangan keterampilan dan UKM serta perbaikan iklim usaha. 2.
Program Pemerintah ini meliputi 10 (sepuluh) tujuan wisata prioritas yang tercantum di bawah ini. Program PforR menangani tiga hal yang pertama, oleh karena itu akan dijelaskan secara lebih rinci, dan kegiatan yang akan didukung oleh komponen IPF akan berfokus pada tiga kawasan (1-3) tersebut. 3.
1. Pulau Lombok mencakup tiga wilayah untuk pengembangan pariwisata: Kepulauan Gili, Senggigi dan pantai selatan. Lombok memiliki jumlah penduduk sekitar 3,3 juta dan total luas wilayah seluas 4.379 km2. Kepulauan Gili dan Senggigi dapat menyerap peningkatan jumlah pengunjung, jika dikelola dengan baik. Di Kepulauan Gili (di Kecamatan Pemenang) – tujuan wisata pantai dan menyelam – keberlanjutan lingkungan perlu ditingkatkan dengan mengatasi kekurangan pelayanan dasar yang utama (seperti air bersih, sanitasi dan pengelolaan sampah). Untuk pengembangan Senggigi (Kecamatan Batu Layar), dan pengembangannya ke arah Utara sampai ke Kecamatan Tanjung, akan menjadi sangat penting untuk menetapkan dan menegakkan kendali perencanaan untuk mempertahankan karakternya yang bersifat 'butik', yang diciptakan melalui pembangunan hotel berskala kecil selama 20 tahun. Untuk mewujudkan potensi Lombok sepenuhnya, diperlukan tahapan berikutnya 3
untuk membangun hotel berskala lebih besar, yang saat ini sedang dilakukan oleh PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero), dan bukan merupakan bagian dari Program ini. Hal ini akan memberikan insentif bagi pembentukan rute penerbangan langsung ke sumber dari pasar di wilayah yang dekat, terutama Australia. Hal ini akan memfasilitasi pengembangan pariwisata lebih lanjut di sepanjang pantai Selatan (Kecamatan Pujut, Praya Barat, Sekotong dan Jerowaru). Para wisatawan Australia dapat mengunjungi Lombok sebagai 'tujuan utama', bukan hanya sebagai perjalanan sampingan dari Bali. Lombok, dengan pembangunan resor di daerah Selatan, dan pemasaran yang terkait, juga dapat menjadi tujuan baru bagi para wisatawan dari Tiongkok dan daerah Asia Timur lainnya. 2. Borobudur-Yogyakarta-Prambanan. Wilayah Borobudur (Kecamatan Borobudur dan Kecamatan Mungkid) termasuk Kompleks Candi Borobudur – yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia, Candi Pawon dan Candi Mendut. Tempattempat menarik lainnya adalah tempat untuk menikmati matahari terbit di Punthuk Setumbu, rumah doa di Bukit Rhema dan desa-desa budaya di sekitarnya. Wilayah Prambanan-Boko (Kecamatan Prambanan di Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta) meliputi Kompleks Candi Prambanan dan Ratu Boko. Kompleks Candi Prambanan situs lain yang ditetapkan oleh UNESCO Situs Warisan Dunia, Candi Sewu, Candi Bubrah dan Candi Lumbung. Di Yogyakarta, daya tarik utamanya adalah Kraton (Istana), kediaman sultan dan museum hidupnya; Taman Sari (Istana Air), bekas taman Kesultanan Yogyakarta, dan tempat berbelanja di sepanjang jalan Malioboro. Untuk menghindari terjadinya ketidakpuasan dan stagnasi, terutama di kalangan wisatawan manca negara, diperlukan adanya perubahan dari pengalaman berwisata di Borobudur yang signifikan. Diperkirakan Borobudur-Yogyakarta-Prambanan sebagian besar akan tetap menjadi bagian dari tujuan wisata bagi lebih banyak lagi wisatawan manca negara (sebagai hal yang 'harus dilihat'), tetapi juga dapat menjadi tujuan tersendiri bagi beberapa negara-negara pasar yang dekat. Jika pengalaman Borobudur ditingkatkan, dapat menarik sejumlah besar wisatawan Asia, dimana Borobudur-YogyakartaPrambanan dapat menjadi tujuan tersendiri. Melalui daya tarik yang ditingkatkan (seperti desa-desa budaya di sekitar Borobudur dan peningkatan pengalaman berwisata di Kota Yogyakarta dan Prambanan), lama tinggal dan pengeluaran sehari-hari rata-rata wisatawan dapat meningkat. 3. Tujuan Wisata Danau Toba berhimpitan dengan batas Rencana Tata Ruang Danau Toba (Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2014). Di dalam batas ini terdapat tiga wilayah untuk pengembangan pariwisata. Pertama, Parapat (Kecamatan Girsang Sipangan Bolon) adalah pintu gerbang utama ke Pulau Samosir di danau ini dan menawarkan jumlah hotel berbintang yang paling tinggi dan infrastruktur pariwisata yang paling maju. Kedua, Pulau Samosir (terutama Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Pangururan) memiliki beberapa atraksi wisata seperti Singgasana Batu dari Raja Siallagan dan Makam Raja Sidabutar; Ambarita, sebuah desa tradisional yang menyediakan sajian atraksi budaya Batak; Pantai Parbaba; mata air panas di Gubug Pusuk Buhit Gunung; dan Desa Tutuk yang berkonsentrasi pada jasa pariwisata. Ketiga, Kecamatan Balige menawarkan beberapa arsitektur Batak yang menarik dan merupakan desa di tepian danau yang paling dekat dari Bandara Silangit. Saat ini, Danau Toba pada umumnya merupakan tujuan wisata lokal, dengan daya tarik yang semakin menurun. Dengan perbaikan pada sisi kelestarian lingkungan, aksesibilitas dan kegiatan wisata, Danau Toba dapat menjadi tujuan wisata yang menarik bagi berbagai lapisan wisatawan domestik dan wisatawan manca negara, terutama kunjungan singkat di akhir pekan dari para wisatawan Singapura dan Malaysia. 4
•
Tanjung Kelayang. Terletak di Pulau Belitung, Tanjung Kelayang merupakan daerah tujuan wisata yang populer bagi para wisatawan domestik. Pantai yang masih asli, hutan bakau, dan pulau-pulau kecil di sepanjang pantai merupakan aset yang penting. Pemerintah provinsi dan kabupaten sudah memiliki rencana untuk pengembangan pariwisata. Mempertahankan ruang terbuka hijau dan memulihkan kondisi hutan bakau dan hutan lainnya adalah elemen penting dari rencana ini.
•
Tanjung Lesung. Pantai dan kedekatan jarak daerah tujuan wisata ini dengan Gunung Krakatau, Taman Nasional Ujung Kulon, dan wilayah Suku Baduy, kelompok adat tertutup dengan gaya hidup tradisional yang unik. Sudah ada rencana untuk pengembangan pariwisata berskala besar untuk wilayah ini.
•
Gunung Bromo. Pemandangan alam Bromo yang relatif masih alami di daerah pegunungan dan gunung berapi aktif adalah aset pariwisata yang utama.
•
Labuan Bajo. Terumbu karang, pulau-pulau kecil yang masih asli, dan komodo adalah atraksi utama bagi para wisatawan.
•
Taman Nasional Wakatobi. Wakatobi terkenal dengan terumbu karang dan lingkungan alam yang relatif masih alami. Resor menyelam komersial dan kapal untuk menginap bagi para penyelam (liveaboard dive boat) menarik para penyelam dari berbagai negara. Wakatobi juga rumah bagi para gipsi laut (Bajau Laut), suatu kelompok etnis yang unik yang pada dasarnya menjalani kehidupan nomaden di laut.
•
Pulau Seribu. Kepulauan Seribu terutama menjadi tujuan akhir pekan bagi warga Jakarta. Kualitas air dan terumbu karang telah dan sedang terpengaruh oleh air limbah dan limpasan air hujan dari Jakarta.
•
Morotai. Terumbu karang, pantai, dan lingkungan yang relatif masih alami adalah aset pariwisata utama.
Salah satu ciri dari instrumen PforR adalah bahwa pengelolaan dampak lingkungan dan sosial untuk Program ini dilakukan dengan menggunakan peraturan perundangan, dan prosedur pengamanan Pemerintah, ditambah dengan kegiatan pembangunan kapasitas dan pengisian kesenjangan (gap-filling) yang teridentifikasi di dalam Kajian Sistem Lingkungan dan Sosial (the Environmental and Social Systems Assessment - ESSA) yang disusun untuk Program ini oleh Bank Dunia. Instrumen IPF, di sisi lain, tunduk kepada kebijakan Pemerintah Indonesia dan kebijakan operasional (Operational Policy, OP) Bank Dunia untuk pengamanan lingkungan dan sosial. Dalam hal operasional bantuan teknis, hal ini berarti bahwa semua rencana, studi kelayakan, dan desain yang dihasilkan harus sesuai dengan OP yang terkait. Apabila berbagai rencana dan studi sebelumnya tidak diketahui, seperti yang terjadi dalam operasi ini, pendekatan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah agar Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), yang merupakan Badan Pelaksana program, baik untuk PforR maupun untuk IPF, menyiapkan Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (the Environmental and Social Management Framework - ESMF). 4.
BPIW berencana untuk mempersiapkan ESMF untuk komponen IPF. ESMF tersebut disusun untuk menapis, mengidentifikasi, menghindari, mengurangi, dan menghilangkan risiko potensi dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul dari investasi yang direkomendasikan di dalam Rencana Induk ariwisata Terpadu (RIPT), rencana detil pembangunan dan/atau dibahas di dalam studi kelayakan atau desain pekerjaan yang dibiayai berdasarkan komponen IPF ini. Hal ini dimaksudkan untuk menyiapkan persyaratan, proses 5.
5
dan prosedur bagi: (1) penggabungan persyaratan peraturan perundangan Pemerintah Indonesia dan OP Bank Dunia di dalam Rencana Induk Pariwisata Terpadu (RIPT) ini, dimana komponen tersebut akan membiayai untuk masing-masing tiga tujuan wisata, dan di dalam (2) penelitian di tingkat “hilir” tersebut komponen ini juga akan mendukung, yang mungkin termasuk rencana pengembangan, studi kelayakan, dan desain yang lebih rinci. Kegiatan ini juga untuk (3) mengidentifikasi kebutuhan pembangunan kapasitas dan memberikan rekomendasi untuk pelatihan dan pembangunan kapasitas lainnya dalam memperkuat lembaga-lembaga pelaksana di tingkat pusat dan di tingkat daerah tujuan wisata, yang akan diberikan oleh Konsultan Manajemen Program yang akan dibiayai oleh komponen ini.
2.0
TUJUAN DARI PEKERJAAN
BPIW dari KemenPUPR bermaksud menyusun ESMF sebagaimana yang dijelaskan pada bagian-bagian di bawah ini. 6.
3.0
untuk
komponen
IPF
URAIAN DARI KOMPONEN IPF
Komponen IPF memiliki tiga kegiatan utama dan kemungkinan kegiatan utama yang keempat, yang masing-masing akan didukung oleh satu atau lebih kontrak untuk jasa konsultasi. Secara khusus, komponen IPF ini akan membiayai jasa konsultan sebagai berikut: 7.
•
Rencana induk pariwisata terpadu,
•
Dokumen perencanaan dan penelitian di tingkat hilir: rencana induk sektoral, kelayakan dan studi desain untuk pekerjaan-pekerjaan penting yang terpilih yang terkait dengan pencapaian RA 1 dari PforR,
•
Kemampuan pengelolaan program, termasuk pembangunan kapasitas untuk memperkuat kemampuan pemantauan dan pelestarian aset alam, budaya dan sosial, yang pembentukannya dimasukkan di dalam RA 4 dari PforR,
•
Penelitian tambahan yang diperlukan untuk mendukung RA 2, RA 3, dan RA 4, misalnya dalam pengembangan keterampilan dan UKM serta perbaikan iklim usaha.
3.1
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PARIWISATA TERPADU
Rencana induk pariwisata terpadu (RIPT) akan disusun untuk masing-masing daerah tujuan wisata. Rencana ini, dengan rentang perencanaan selama 25 tahun, akan didasarkan pada kajian permintaan dan analisis ekonomi secara seksama untuk setiap daerah tujuan wisata dan akan disusun dengan berkonsultasi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat setempat dan sektor swasta. Rencana-rencana tapak yang terinci dengan rentang perencanaan selama 5 tahun akan membentuk dasar bagi perencanaan investasi jangka menengah untuk daerah pariwisata utama. Dari perspektif pengelolaan lingkungan dan sosial, rencana-rencana tersebut akan memberikan dasar bagi pengembangan fasilitas pariwisata dan infrastruktur pendukung yang (a) sejalan dengan peluang dan kendala lingkungan, sosial dan budaya dari daerah tujuan wisata dan (b) menghindari degradasi sumber daya alam dan budaya yang merupakan aset yang menarik wisatawan. 8.
Rencana-rencana baru tersebut secara efektif merespons tantangan saat ini yang ada dalam proses perencanaan Indonesia. Rencana-rencana yang ada tidak cukup terpadu di seluruh sektor, tingkat pemerintahan dan pemangku kepentingan swasta. Ada kebutuhan untuk 9.
6
mengembangkan rencana wisata terpadu yang menyeluruh mengingat kesenjangan di dalam instrumen yang ada. Keterkaitan dari instrumen terpadu adalah untuk mengonsolidasikan visi lintas sektoral dan rencana implementasi untuk daerah tujuan wisata tertentu. Ada beberapa Tujuan dari rencana induk pariwisata terpadu yang baru ini. Dimana rencana induk tersebut akan merekomendasikan skala dan lokasi spasial pertumbuhan di masa depan serta menetapkan kebijakan dan praktik untuk memastikan aset-aset utama dilindungi dan potensi dampak lingkungan dikelola dengan baik dan dipantau. Rencana induk tersebut juga dapat — jika diadopsi oleh instansi/pihak berwenang terkait — menyediakan kerangka kerja untuk perencanaan pengeluaran dan investasi mulai tahun 2018 dan seterusnya. Rencana induk pariwisata terpadu untuk setiap daerah tujuan wisata sangat dibutuhkan untuk perencanaan investasi dan pentahapan jangka panjang yang menyeluruh dan sebagai dasar yang kokoh untuk perbaikan secara bertahap dan terpadu dari kapasitas pelayanan pariwisata masing-masing daerah tujuan wisata. Pada saat yang sama, penyusunan rencana induk yang baik merupakan langkah pertama yang penting untuk meningkatkan infrastruktur dan pelayanan dasar bagi masyarakat setempat yang diperlukan untuk meningkatkan indikator kunci yang memengaruhi daya saing pariwisata (misalnya kesehatan dan kebersihan, kelestarian lingkungan) dan sebagai syarat untuk pengembangan pariwisata yang inklusif. Ruang lingkup kegiatan, untuk masing-masing tujuan, meliputi: 10.
•
Kajian kerangka hukum dan rencana yang memandu perencanaan penggunaan lahan di daerah tujuan wisata;
•
Konsultasi dengan para pemangku kepentingan untuk melibatkan sektor swasta, pemerintah daerah dan masyarakat;
•
Penilaian permintaan dan peluang bagi pertumbuhan;
•
Penyiapan, pemetaan dan analisis dari rencana tata ruang, infrastruktur, layanan dan informasi rona awal dari fasilitas pariwisata;
•
Penafsiran data dasar untuk mengidentifikasi dan mengartikulasikan peluang dan kendala lingkungan dan sosial, untuk memberi panduan bagi perencanaan bagi pengembangan pariwisata agar menghindari lokasi-lokasi yang sensitif atau yang tidak layak ke lokasi-lokasi yang menguntungkan dari sudut pandang potensi dampak;
•
Persiapan dan diskusi tentang proyeksi pertumbuhan dan skenario pembangunan dengan kajian terhadap dampak keuangan, teknis, lingkungan dan sosial;
•
Merinci skenario pembangunan yang lebih disukai bekerjasama erat dengan para pemangku kepentingan termasuk dampak keuangan, teknis, lingkungan dan sosial;
•
Persiapan dari pengembangan terintegrasi secara bertahap dan rencana investasi dan pembiayaan untuk infrastruktur, pelayanan dan fasilitas pariwisata untuk memberi panduan dan dukungan bagi percepatan pembangunan pariwisata berkelanjutan dengan bekerjasama secara erat dengan para pemangku kepentingan (termasuk program indikatif untuk perencanaan investasi/pengeluaran pemerintah tahun 2018);
•
Penyaringan awal potensi risiko dan dampak serta identifikasi instrumen pengamanan lingkungan dan sosial yang perlu dipersiapkan untuk investasi prioritas jangka pendek dan kemungkinan lembaga (atau lembaga-lembaga) yang bertanggungjawab untuk menyiapkan instrumen tersebut;
7
•
Penyusunan panduan praktis dan spesifikasi untuk mempersiapkan instrumen pengamanan lingkungan dan sosial yang teridentifikasi untuk investasi prioritas jangka pendek; dan
•
Penyusunan program pembangunan kapasitas, termasuk pembangunan kapasitas masyarakat dan pemerintah, dengan bekerjasama secara erat dengan para pemangku kepentingan untuk melaksanakan RIPKT termasuk kesadaran dan pengamanan serta pengelolaan lingkungan dan sosial.
3.2
DOKUMEN PERENCANAAN DAN PENELITIAN DI TINGKAT HILIR
Dokumen perencanaan dan penelitian di tingkat hilir terpilih yang akan dibiayai termasuk rencana induk dan studi kelayakan serta desain rekayasa rinci sektoral. Rencana induk, studi kelayakan dan desain sektoral tertentu yang akan mendapatkan manfaat dari penyertaan di dalam komponen IPF akan diidentifikasi dalam proses penyusunan rencana induk dan dipandu oleh tujuan PforR dan daerah-daerah hasil. 11.
3.3
PENGELOLAAN PROGRAM
Komponen IPF tersebut juga akan membiayai dukungan Pengelolaan Program dari PforR bagi BPIW, termasuk perencanaan program Pembangunan Pariwisata Indonesia, penganggaran, pengendalian mutu, pengawasan, pemantauan, pelaporan, dan koordinasi, untuk memastikan bahwa pelaksanaan program ini sesuai dengan tujuan program dan sesuai dengan perjanjian hutang. Pekerjaan meliputi: memberikan bantuan pengelolaan program secara keseluruhan; koordinasi kegiatan program; menciptakan sinergi di antara semua pemangku kepentingan; memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan, pemantauan dan pelaporan keuangan program; membantu dalam penyusunan proposal pengeluaran tahunan terkonsolidasi program; membangun Sistem Informasi Manajemen Program Pembangunan Pariwisata yang transparan; memastikan kerangka kerja pengelolaan lingkungan dan sosial (environmental and social management framework - ESMF) yang diterapkan secara konsisten; memastikan partisipasi aktif dari masyarakat setempat; mendorong praktik perencanaan tata ruang yang tepat sesuai dengan Rencana Induk Pariwisata Terpadu; pembangunan kapasitas di tingkat daerah tujuan wisata untuk pemantauan dan pelestarian aset alam dan budaya yang penting bagi pariwisata; dan memastikan penanganan dan penyelesaian keluhan yang tepat; memastikan adanya kemampuan yang memadai dari semua pemangku kepentingan program; memastikan pengiriman laporan secara tepat waktu dan memastikan pemaparan dokumen yang terkait. 12.
3.4
PENELITIAN TAMBAHAN
RA 2, 3, dan 4, mungkin dapat mengambil manfaat dari sejumlah studi yang termasuk dalam komponen IPF. Pra-penilaian akan digunakan untuk mengidentifikasi studi-studi tersebut (misalnya keterampilan, UKM, iklim usaha) dan kegiatan pembangunan kapasitas yang mungkin dapat mengambil manfaat dari inklusi di dalam komponen IPF. Jenis penelitian seperti ini tidak mengantisipasi bahwa nantinya akan dapat memiliki dampak sosial atau lingkungan yang harus dipertimbangkan. Namun demikian, penelitian ini akan menjadi obyek dari penapisan awal dan jika terdapat potensi dampak lingkungan dan sosial yang harus dipertimbangkan hal tersebut akan secara langsung dimasukkan di dalam KAK. 13.
8
4.0
LINGKUP PEKERJAAN
4.1
PEKERJAAN 1: URAIAN PROYEK
Tim penyusun ESMF akan menyusun deskripsi komponen IPF (“Proyek”) dan hubungannya dengan PforR dan program pariwisata Pemerintah. Deskripsi ini akan menyoroti aspek kegiatan yang akan dibiayai oleh IPF yang mungkin memiliki dampak secara langsung atau tidak langsung, positif atau negatif terhadap lingkungan alam dan manusia. 14.
4.2
PEKERJAAN 2: KARAKTERISTIK UMUM WILAYAH PROYEK
Tim penyusun ESMF akan memberikan gambaran tentang karakteristik lingkungan dan sosial-budaya dari tiga daerah tujuan wisata, menyoroti fitur yang sangat penting bagi atau peka terhadap pengembangan pariwisata. 15.
• • •
4.3
Pulau Lombok (dengan fokus di Kepulauan Gili, Senggigi dan pantai Selatan). Segitiga Borobodur-Yogyakarta-Prambanan. Danau Toba (dengan batas Rencana Tata Ruang Danau Toba).
PEKERJAAN 3: POTENSI DAMPAK LINGKUNGAN, SOSIAL, DAN BUDAYA DARI KOMPONEN IPF
Tim penyusun ESMF akan mengidentifikasi dan menguraikan jenis dampak lingkungan, sosial, dan budaya yang mungkin terjadi dari kegiatan-kegiatan yang dibiayai IPF. Hal ini akan sangat berbeda dari antara empat jenis jasa konsultan. Namun demikian, dalam semua kasus, potensi dampak lingkungan dan sosial harus diidentifikasi, dihindari bila memungkinkan dan dikelola melalui proses yang dijelaskan pada bagian berikutnya dari ESMF sesuai dengan kebijakan Pengmanan Bank Dunia. Hal ini termasuk: 16.
-
RIPKT, yang dimaksudkan untuk dapat semaksimal mungkin menghindari dan mengelola potensi dampak merugikan dari pengembangan pariwisata dari investasi hilir yang direkomendasikan oleh RIPT yang tidak dilakukan secara terpadu atau dengan memperhatikan kendala lingkungan dan sosial dari daerah tujuan wisata. Konsultan akan mengidentifikasi dampak potensial yang terkait dengan rencana induk, skenario pengembangannya dan jenis investasi yang diusulkan atau investasi tertentu yang direkomendasikan di dalam ITMP yang dapat memiliki berbagai dampak yang merugikan terhadap wilayah yang luas jika tidak direncanakan, dirancang, dan diimplementasikan.
-
Studi kelayakan dan desain terkait dengan investasi infrastruktur tertentu, dengan mana jenis-jenis dampak dapat secara lebih spesifik dan lebih mudah ditentukan dan dinilai.
-
Rencana detil pembangunan berada di antara RIPT dan studi kelayakan dalam hal identifikasi dampak.
-
Pengelolaan Program menyediakan salah satu mekanisme untuk pembangunan kapasitas di dalam PforR. Salah satu lingkup pekerjaan yang penting di dalam pengelolaan program adalah tanggung jawab untuk memastikan bahwa ESMF yang akan dikembangkan di dalam pekerjaan ini secara konsisten dilaksanakan oleh kegiatan yang dibiayai oleh PforR. 9
Penelitian tambahan seperti itu dianggap untuk tidak akan memiliki dampak sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Dalam melaksanakan pekerjaan ini, tim penyusun ESMF harus mengidentifikasi wilayah pengaruh dari kegiatan, dengan mempertimbangkan fasilitas tambahan dan fasilitas terkait, dampaknya secara regional, potensi sumber dampak kumulatif, dan dampak yang tidak direncanakan yang mungkin disebabkan oleh investasi yang direncanakan. 17.
4.4
PEKERJAAN 4: KERANGKA KELEMBAGAAN DAN PERATURAN
Tim penyusun ESMF akan menguraikan struktur kelembagaan dan pembagian tanggung jawab dalam pengelolaan dampak lingkungan dan sosial di tiga daerah tujuan wisata. Tim penyusun ESMF juga akan mengidentifikasi dan mengaji (a) peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan (b) Kebijakan Operasional Bank Dunia yang terkait dengan pengamanan lingkungan dan sosial. Tim penyusun ESMF akan menyelesaikan pekerjaan ini dengan melakukan analisis kesenjangan antara (a) dan (b); Analisis ini akan berguna dalam pekerjaan selanjutnya untuk menentukan (a) bagaimana pengamanan Bank Dunia dapat diimplementasikan melalui penggunaan instrumen pengamanan dan prosedur yang standar di Indonesia - AMDAL, UKL- UPL, LARAP (Land Acquisition and Resettlement Action Plan – Rencana Tindakan Pengadaan Lahan dan Pemukiman Kembali) dan IPP (Indigenous People Plan – Rencana Tindakan Masyarakat Adat); (b) tindakan untuk mengisi kesenjangan untuk investasi masa depan yang akan dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pariwisata Terpadu ini dan kegiatan-kegiatan terkait lainnya. 18.
4.5
PEKERJAAN 5: MITIGASI DAMPAK DAN KEPATUHAN TERHADAP KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA
Dalam menyelesaikan sub-pekerjaan pada Pekerjaan 5, tim penyusun ESMF harus mengingat bahwa beberapa jenis investasi yang teridentifikasi di dalam RIPKT tidak akan dibiayai oleh Bank Dunia, baik dalam operasional investasi yang terpisah maupun melalui PforR. Namun demikian, selama pelaksanaan IPF, diharapkan pihak mitra (counterpart) akan mengikuti ESMF untuk investasi-investasi berikutnya yang terjadi sebagai akibat dari Rencana Induk Pariwisata Terpadu ini. 19.
4.5.1
Sub-pekerjaan 5A: Menerapkan Kebijakan Pengamanan Bank Dunia dalam Proses Penyusunan Rencana Induk Pariwisata Terpadu
Suatu pendekatan yang efektif untuk mencapai kepatuhan dengan berbagai kebijakan operasional (OP) Bank Dunia di dalam RIPT dan rencana detil pembangunan akan dilakukan untuk menggabungkan kebijakan-kebijakan pengamanan yang terkait di dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) RIPT yang saat ini sedang disiapkan oleh KemenPUPR. Tim penyusunan ESMF akan meninjau ulang kebijakan yang terkait untuk RIPKT seperti yang dijelaskan dalam Pekerjaan 4 dan menyusun isi dan lampiran untuk KAK yang akan menjadi lampiran untuk ESMF. Tabel A1 dari OP 4.00 dan Tujuan Kebijakan serta Prinsip Operasional dapat berfungsi sebagai referensi umum untuk menapis dan mengidentifikasi penerapan kebijakan pengamanan yang terkait bagi Rencana Induk Pariwisata Terpadu. Berikut ini adalah beberapa contoh yang tidak hanya akan memberi dasar bagi kepatuhan tetapi juga akan meningkatkan proses perencanaan. 20.
10
•
OP 4.01 mensyaratkan analisis lingkungan dan sosial alternatif, pertimbangan dampak yang ikutan (induced) dan kumulatif, pemaparan dan konsultasi selama proses berlangsung. Hal ini dapat dimasukkan di dalam proses perencanaan.
•
OP 4.04 menyatakan bahwa Bank Dunia tidak membiayai proyek-proyek yang mengakibatkan alih fungsi atau degradasi habitat alami yang penting, lebih memilih pembangunan infrastruktur pada lokasi dengan habitat yang sudah mengalami modifikasi daripada habitat alami, dan mewajibkan langkah-langkah mitigasi dan pemberian kompensasi (offset) untuk mencegah hilangnya keanekaragaman hayati apabila habitat alami terkena dampak. Prinsip-prinsip ini akan memandu pemilihan lokasi untuk investasi.
•
OP 4.10 menjabarkan prosedur yang harus diikuti ketika investasi yang diusulkan mungkin memiliki dampak terhadap Masyarakat Adat. Semua langkah-langkah tersebut termasuk, namun tidak terbatas pada konsultasi dengan pemberitahuan informasi di awal tanpa paksaan (FPIC - free, prior, and informed consultation), kajian sosial, perencanaan partisipatif, penyediaan manfaat yang tepat, menghindari pemukiman kembali, dan perlindungan kekayaan intelektual yang dapat dibuat menjadi elemen dari proses perencanaan ketika Masyarakat Adat yang tinggal di atau yang memanfaatkan wilayah tersebut atau terkena dampak dari investasi.
•
OP 4.11 menyatakan kepentingan Bank Dunia dalam pelestarian sumber daya benda cagar budaya.
•
OP 4.12 mewajibkan Bank Dunia untuk menghindari pemukiman kembali secara paksa atau pembatasan akses ke taman nasional dan kawasan lindung bila memungkinkan dan meminimalkan dampaknya apabila tidak mungkin dihindari. Persyaratan ini memiliki implikasi bagi pemilihan lokasi. Kompensasi yang diwajibkan oleh OP 4.12 dalam pemukiman kembali akan diperhitungkan dalam membandingkan alternatif-alternatif dan memperkirakan biaya investasi.
•
OP 4.36 melarang pembukaan lahan hutan alam.
Tim penyusun ESMF harus menyediakan bagian-bagian atau lampiran-lampiran untuk dilampirkan di dalam RIPKT yang mencakup proses dan persyaratan tertentu berdasarkan apa yang harus diikuti dalam pelaksanaan rencana, seperti rincian yang mencukupi mengenai Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan, Kerangka Kerja Kebijakan Pemukiman Kembali, Kerangka Kerja Proses, dan Kerangka Kerja Perencanaan Masyarakat Adat.
4.5.2
Sub-pekerjaan 5B: Memasukkan Kebijakan Pengamanan Bank Dunia di dalam Studi Kelayakan dan Desain
Studi kelayakan dan desain yang dibiayai oleh komponen IPF harus mematuhi Peraturan Perundangan Indonesia serta kebijakan pengamanan Bank Dunia. Pada studi kelayakan, tim penyusun ESMF akan menyusun pedoman dan kerangka acuan kerja untuk memastikan bahwa unsur-unsur kebijakan Bank Dunia yang sesuai dimasukkan di dalam penelitian. Misalnya, alternatif perbandingan teknologi, lokasi, kapasitas, teknis konstruksi, dan aturan operasional atas alasan lingkungan dan sosial yang paling tepat dilakukan pada tahap studi kelayakan. Studi kelayakan akan disertai dengan kerangka acuan kerja untuk kajian lingkungan dan sosial yang tepat, di mana tim penyusun ESMF akan menyiapkan K AK dalam ESMF. Jenis studi kelayakan akan menentukan kebutuhan untuk mempersiapkan instrumen pengamanan tertentu atau kebutuhan terhadap persyaratan pengamanan langsung secara 21.
11
terpadu di dalam studi kelayakan. Dalam hal studi kelayakan dan desain, Pedoman Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Grup Bank Dunia perlu dipertimbangkan. Sama seperti semua proyek IPF di Indonesia, jika paket studi kelayakan atau desain yang lengkap akan disusun, paket tersebut harus disertai dengan kajian lingkungan dan sosial yang dipersyaratkan. Kajian tersebut haruslah termasuk ANDAL/RKL-RPL atau UKL-UPL, ditambah dengan unsur-unsur untuk mengisi kesenjangan antara Bank Dunia dengan persyaratan dan instrumen yang dimiliki oleh Indonesia. Demikian pula, LARAP (Land Acquisition and Resettlement Action Plan – Rencana Tindak Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali) dan IPP (Indigenous People Plan – Rencana Tindak Masyarakat Adat) harus disusun sebagai kelengkapan desain, dan untuk itu konsultan akan menyusun pedoman dan Kerangka Acuan Kerjanya.
4.5.3
Sub-pekerjaan 5C: Metodologi Penapisan (Screening)
Tim penyusun ESMF akan mengembangkan metodologi penapisan dan daftar periksa (checklist) yang akan digunakan selama pelaksanaan ESMF untuk menentukan persyaratan dan instrumen pengamanan seperti apa yang diperlukan. Kriteria penapisan di OP 4.01 dan kebijakan-kebijakan pengamanan lingkungan lainnya serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5/2012 akan digunakan sebagai dasar untuk prosedur penapisan. 22.
Kriteria penapisan juga harus mencakup prosedur untuk mengidentifikasi potensi dampak sosial berdasarkan OP 4.01, potensi dampak dari adanya pengadaan lahan dan yang menyebabkan pemukiman kembali berdasarkan OP 4.12 serta yang berdampak terhadap Masyarakat Adat yang termaktub di dalam OP 4.10.
4.6
PEKERJAAN 6: PEMBANGUNAN KAPASITAS UNTUK PELAKSANAAN ESMF
Tim penyusun ESMF akan mengkaji kapasitas instansi yang bertanggung jawab di tingkat nasional dan di tingkat daerah tujuan wisata untuk melaksanakan ESMF, mengidentifikasi kesenjangan, dan merekomendasikan kegiatan untuk membangun kapasitas yang diperlukan. Konsultan Manajemen Program akan mendukung Pemerintah Indonesia dalam pembangunan kapasitas. 23.
4.7
TUGAS 7: KONSULTASI DAN PENGUNGKAPAN
Tim penyusun ESMF akan membantu KemenPUPR dalam mengorganisir konsultasi mengenai KAK dari ESMF serta rancangan ESMF di tingkat nasional dan di tiga daerah tujuan wisata prioritas, mendokumentasikan prosesnya, dan menyampaikan ringkasan dari pelaksanaan konsultasi tersebut di dalam dokumen final ESMF, para peserta, permasalahan dan masukan yang diajukan, dan disposisinya. Tim penyusun ESMF juga akan membantu KemenPUPR untuk memaparkan Rancangan ESMF ini di situsnya baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia. 24.
5.0 25.
ISI DARI ESMF Tim penyusun ESMF akan menyiapkan rancangan ESMF dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia untuk pemaparan dan konsultasi. Setelah konsultasi publik selesai dilaksanakan, konsultan akan mempersiapkan ESMF final.
12
ESMF akan berisi hal-hal sebagai berikut:
26.
§
Ringkasan Eksekutif;
§
Pendahuluan. Bagian ini berisi latar belakang, tujuan dan dasar pemikiran untuk ESMF, dan ruang lingkup serta metodologi yang digunakan untuk mengembangkan ESMF;
§
Deskripsi Proyek;
§
Karakteristik lingkungan, sosial dan budaya dari tiga daerah tujuan wisata;
§
Potensi dampak dari komponen IPF yang meliputi RIPT, Rencana Detil Pembangunan, Studi Kelayakan dan Detil Desain dan pelaksanaannya;
§
Kerangka kelembagaan, aspek hukum, peraturan, dan kebijakan: Peraturan Perundangan Indonesia; kebijakan pengmanan Bank Dunia yang terkait; kesenjangan antara Peraturan Perundangan Indonesia dan kebijakan pengamaman Bank Dunia dan langkah untuk mengurangi kesenjangan tersebut untuk pelaksanaan IPF;
§
Persyaratan untuk menggabungkan pertimbangan lingkungan dan sosial berdasarkan OP Bank Dunia menjadi RIPKT dan rencana-rencana lainnya.
§
Penapisan pengamanan: menjelaskan proses untuk menapis potensi dampak lingkungan dan sosial dari potensi investasi tertentu yang studi kelayakannya atau DEDnya akan disiapkan, yang mencakup: o
Proses untuk mengidentifikasi kategori Analisis Lingkungan (EA) dari kegiatan;
o
Proses untuk menentukan kebijakan pengamanan mana yang relevan; dan
o
Proses untuk menentukan instrumen pengamanan yang diperlukan untuk investasi yang diusulkan.
§
Persyaratan untuk memasukkan unsur OP Bank Dunia serta persyaratan lingkungan dan sosial Indonesia di dalam studi kelayakan dan desain. Contoh dari kerangka acuan kerja dimasukkan sebagai lampiran
§
Persyaratan penyusunan dokumen lingkungan dan sosial (AMDAL/ESIA, UKL-UPL, LARAP, Action Program, IPP). Contoh dari kerangka acuan kerja dimasukkan sebagai lampiran
§
Pengaturan organisasi dan kajian kelembagaan serta pembangunan kapasitas untuk pelaksanaan ESMF.
§
Pembangunan kapasitas dan program pelatihan bersama bagi lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk melaksanakan ESMF;
§
Anggaran untuk pelaksanaan ESMF;
§
Mekanisme Penanganan Keluhan dan Pengungkapan;
§
Pengaturan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan ESMF; dan,
§
Lampiran, termasuk daftar periksa penapisan (screening checklist), model kerangka acuan kerja untuk instrumen pengamanan, catatan konsultasi publik, dll.
13
6.0
PENGATURAN DAN HASIL KERJA
Tim penyusun ESMF akan bekerja di bawah arahan dari dan melapor kepada Satuan Kerja Pusat Pengembangan Daerah Strategis dari BPIW, KemenPUPR. Jika diperlukan, Bank Dunia akan memberikan arahan kepada tim penyusun ESMF dan memeriksa Rancangan Akhir ESMF sebelum pemaparan dilakukan. Hasil pekerjaan utama yang diharapkan adalah sebagai berikut: Indicative timeline Send approved TOR of ESMF for translation 10-Mar-17 Send letter of invitation for public consultation on draft TOR of ESMF 17-Mar-17 Conduct consultation on draft TOR of ESMF on 3 destinations 3-April-17 Complete the public consultation in three destinations 12-Apr-17 Finish drafting the draft ESMF (in English) 19-Apr-17 World Bank clearance of draft ESMF 3-May-17 Send approved draft ESMF for translation to Bahasa Indonesia 4-May-17 Send letter of invitation for public consultation on draft ESMF 18-May-17 Upload and disclose on the WB Info Kiosk and MPWH website the approved and translated draft ESMF 18-May-17 Conduct public consultation on the draft ESMF in 3 destinations by MPWH and MOT 2-Jun-17 Complete the public consultation in three destinations
13-Jun-17
Minutes of the public consultation (in English) Submit the full draft of ESMF and public consultation minutes to World Bank for review and approval Disclosure on the WB InfoShop of final ESMF
20-Jun-17 28-Jun-17 28-Jun-17
14