2013 2013
PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SDKP DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 16 Gedung Mina Bahari III Lantai 15, Jakarta 10110 Telepon (021) 3519070, Fax. (021) 3520346, Pos Elektronik
[email protected]
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 384/DJPSDKP/2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang
:
a.
bahwa
dalam
rangka
pelaksanaan
perencanaan, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan monitoring
dan dan
perawatan,
evaluasi
serta
infrastruktur
pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan yang efektif dan efisien, perlu ditetapkan petunjuk teknis pengembangan infrastruktur
pengawasan
sumber
daya
kelautan dan perikanan; b.
bahwa
berdasarkan
sebagaimana perlu
dimaksud
menetapkan
Jenderal
pertimbangan dalam
huruf
Keputusan
Pengawasan
a,
Direktur
Sumber
Daya
Kelautan dan Perikanan tentang Petunjuk Teknis tentang Pengembangan Infrastruktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Mengingat
:
1.
Undang-Undang tentang
Nomor
Perikanan
31
Tahun
(Lembaran
2004 Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
-2Tahun 2009
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 2.
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia
Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik
Daerah/Negara
(Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia
Nomor 38 Tahun 2008 (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855); 3.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012
tentang
Perubahan
Kedua
atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 155); 4.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.04/MEN/2006
tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan; 5.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;
6.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara;
7.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.15/MEN/2010
Organisasi
dan
Tata
Kerja
tentang Kementerian
-3Kelautan dan Perikanan; 8.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.25/MEN/2012
Pembentukan undangan
di
tentang
Peraturan
Perundang-
Lingkungan
Kementerian
Kelautan dan Perikanan. MEMUTUSKAN Menetapkan
:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER
DAYA
TENTANG
PETUNJUK
INFRASTRUKTUR
KELAUTAN
DAN
TEKNIS
PERIKANAN
PENGEMBANGAN
PENGAWASAN
SUMBER
DAYA
KELAUTAN DAN PERIKANAN. KESATU
:
Menetapkan
Petunjuk
Teknis
Pengembangan
Infrastruktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini; KEDUA
:
Petunjuk
Teknis
Pengembangan
Infrastruktur
Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan sebagaimana
dimaksud
pada
Diktum
digunakan sebagai pedoman bagi Teknis
Pengawasan
Perikanan
dalam
pembangunan,
Sumber
Daya
Unit Pelaksana Kelautan
melaksanakan
pengoperasian,
KESATU dan
perencanaan,
pemeliharaan
dan
perawatan, serta monitoring dan evaluasi infrastruktur pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan; KETIGA
:
Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 29 November 2013 DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,
SYAHRIN ABDURRAHMAN
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Sasaran D. Ruang Lingkup E. Pengertian
1 1 1 2 2 2
BAB II
STANDAR IDEAL PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SDKP A. Pangkalan Pengawasan SDKP B. Stasiun Pengawasan SDKP Kelas I C. Stasiun Pengawasan SDKPKelas II D. Pos Pengawasan SDKP E. Satuan Pengawasan SDKP F. Pengguna Infrastruktur Pengawasan
6 6 8 10 12 14 15
BAB III
ASAS DAN PERSYARATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SDKP A. Asas Pembangunan B. Persyaratan Administratif C. Persyaratan Teknis
17 17 17 19
BAB IV
TAHAPAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SDKP A. Identifikasi B. Penyiapan Lahan C. Tahapan Survey, Investigasi dan Desain D. Persiapan E. Perencanaan Teknis Konstruksi F. Pelaksanaan Konstruksi
31 31 31 34 36 38 39
BAB V
KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN A. Biaya Konstruksi Fisik B. Biaya Manajemen Konstruksi C. Biaya Perencanaan Teknis Konstruksi D. Biaya Pengawasan Konstruksi E. Biaya Pengelolaan Kegiatan
41 41 41 42 43 44
BAB VI
PENYELENGGARA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SDKP A. Pengguna Anggaran B. Pembina Teknis C. Organisasi dan Tata Laksana D. Pengawasan
BAB VII PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN BANGUNAN PENGAWASAN SDKP A. Umur Bangunan dan Penyusutan B. Kerusakan Bangunan C. Perawatan Bangunan D. Pemeliharaan Bangunan
i
46 46 46 46 51 53 53 53 54 54
E. Lingkup Pemeliharaan Bangunan F. Lingkup Perawatan Bangunan G. Metode Pemeliharaan dan Perawatan
54 57 58
BAB VIII EVALUASI BANGUNAN PENGAWASAN SDKP
64
BAB IX
ADMINISTRASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PSDKP A. Pengusulan Lahan B. Identifikasi/Survey Lahan C. Dokumen Pengadaan/Pemanfaatan Lahan D. Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan, Pemeliharaan dan Perawatan E. Identifikasi Lahan F. Bentuk Pemanfaatan Lahan dan Bangunan
66 66 66 66
BAB X
PENUTUP
69
BAB XI
LAMPIRAN
70
ii
67 67 67
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Kebijakan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan Indonesia bebas illegal fishing dan kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan. Sejalan dengan kebijakan tersebut, kegiatan Direktorat Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan bertugas untuk menyiapkan infrastruktur pengawasan yang memadai dan handal untuk mendukung pelaksanaan kegiatan operasional pemantauan, pengawasan, maupun pemberian pelayanan kepada kapal perikanan. Untuk mengoptimalkan dukungan pengawasan SDKP terhadap kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan berbasis kewilayahan dengan menggunakan pendekatan industrialisasi perikanan dengan kaidah-kaidah ekonomi biru [blue economy], diperlukan peran Unit Pelaksana Teknis (UPT). Pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagaimana Persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No. B/2712/M.PAN/12/2005 tanggal 30 Desember 2005 tentang Pembentukan UPT Pengawasan Direktorat Jenderal PSDKP sebanyak 5 unit, yaitu dengan status Pangkalan Pengawasan (Esselon IIIa) di Jakarta dan Bitung serta Stasiun Pengawasan (Esselon IVa) di Belawan, Pontianak dan Tual. Hal tersebut ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No: PER.04/MEN/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Sebagai antisipasi beban tugas di bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, direncanakan perubahan dan pengembangan kelembagaan UPT PSDKP. Pembangunan Infrastruktur Pengawasan harus memenuhi kaidah perencanaan, meliputi tahapan kegiatan Survey, Investigation, Design, Construction, Operational and Maintenance (SIDCOM) yang diperlukan untuk mendukung operasional organisasi UPT Pengawasan SDKP. Disamping itu pengembangan infrastruktur pengawasan harus memperhitungkan beberapa aspek antara lain kebutuhan lahan dengan status lahan yang clean and clear, kebutuhan bangunan, luas bangunan, dengan menyesuaikan kebutuhan pelaksanaan operasional pengawasan SDKP di lapangan.
B.
Tujuan Tujuan disusunnya petunjuk teknis Pengembangan Infrastruktur Pengawasan SDKP adalah untuk memberikan pedoman, standar dan kriteria dalam merencanakan pembangunan infrastruktur pengawasan SDKP serta pengembangannya sesuai dengan kebutuhan operasional pengawasan SDKP.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
1
DITJEN PSDKP
C.
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Sasaran Sasaran disusunnya POS Pengembangan infrastruktur Pengawasan SDKP agar pelaksanaan pembangunan infrastruktur pengawasan SDKP sesuai dengan pedoman dan kriteria standar dalam mendukung operasional pengawasan SDKP.
D.
Ruang Lingkup Ruang lingkup POS Pengembangan Infrastruktur Pengawasan SDKP meliputi: a. Kriteria Standar; b. Perencanaan; c. Tahapan Pembangunan; d. Operasional, Pemeliharaan dan Perawatan; e. Monitoring dan Evaluasi.
E.
Pengertian 1. Bangunan Guna Serah adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu.. 2. Bangunan Serah Guna Bangun adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati. 3. Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaikturunkan penumpang. 4. Docking Shipyard adalah tempat pemeliharaan dan perbaikan bagi badan kapal bagian bawah yang terendam air dan propeller, terdapat hanya di lokasi yang strategis bagi operasi pengawasan oleh Kapal Pengawas namun berada jauh dari kota pelabuhan yang ada fasilitas docking kapal. 5. Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja pembangunan pengembangan infrastruktur pengawasan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja. 6. Instansi Teknis Terkait adalah Intansi Pemerintah yang mempunyai hubungan langsung terhadap pelaksanaan pembangunan pengembangan infrastruktur pengawasan. Instansi tersebut adalah:
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
2
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
a) Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Cipta Karya-Kementerian Pekerjaan Umum untuk Tingkat Nasional dan wilayah DKI Jakarta; b) Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung untuk wilayah provinsi, di luar Jakarta; c) Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung untuk wilayah Kabupaten/Kota. 7. Jetty adalah dermaga yang menjorok ke laut, biasanya sejajar dengan pantai dan dihubungkan dengan daratan oleh jembatan yang biasanya membentuk sudut tegak lurus dengan jetty, sehingga dapat berbentuk T atau L. Diaplikasikan pada perairan yang dangkal atau kering pada saat air surut. 8. Kantor Administrasi adalah tempat berlindung dari gangguan alam, kegiatan umum, dan sebagai pusat pengendalian dan operasional Pengawasan SDKP. 9. Lapangan Pemeriksaan Jaring/Serba Guna adalah area untuk melakukan pengukuran jaring barang bukti tindak pidana perikanan, dimana umumnya menggunakan alat tangkap dengan ukuran cukup besar, seperti Jaring Trawl dengan main rope mencapai 500 meter dan webbing mencapai 200 meter, alat tangkap jaring Gill Net dengan panjang 4.500 meter, sehingga diperlukan tempat pengukuran jaring berupa lapangan terbuka dengan permukaan rata dan tidak berair/becek. Lapangan tersebut juga dapat dipergunakan untuk kegiatan upacara dan lain sebagainya. 10. Mess Operator adalah tempat tinggal bagi personal pengawas/petugas operator yang ditempatkan di luar daerah sesuai dengan pangkalan Kapal Pengawas. 11. Minilab adalah tempat yang dipergunakan untuk pengujian secara sederhana mengenai kualitas air, sumber daya kelautan dan perikanan yang tercemar, uji bahan dan sebagainya. 12. Monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis informasi (berdasarkan indikator yang ditetapkan) secara sistematis dan berkesinambungan tentang kegiatan pembangunan infrastruktur pengawasan sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk penyempurnaan pembangunannya. 13. Pembangunan adalah kegiatan mendirikan bangunan gedung yang diselenggarakan melalui tahap persiapan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi/manajemen konstruksi (MK), baik pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya, maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan bangunan gedung yang belum selesai, dan/atau perawatan (rehabilitasi, renovasi, restorasi) 14. Pengadaan bangunan adalah kegiatan pengadaan bangunan gedung baik melalui proses pembangunan, pembelian, hibah, tukar menukar, maupun kerja sama pemanfaatan, bangunan guna serah dan bangun serah guna. JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
3
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
15. Power House adalah bangunan untuk melayani kebutuhan akan cadangan listrik apabila listrik padam, dan diperlukan adanya mesin generator pembangkit listrik. 16. Ruang Alat Komunikasi adalah ruangan untuk menyimpan alat komunikasi dan operasionalnya. 17. Ruang Pemantauan adalah ruangan untuk mengamati dan menganalisis data dari hasil pemantauan kegiatan kapal perikanan. 18. Ruang Pembinaan Kerohanian adalah ruang untuk menjalankan ibadah tanpa terganggu dari aktifitas lain di lingkungan UPT. 19. Ruang Pemeriksaan adalah ruang yang berfungsi untuk memberikan kemudahan di dalam pembuktian perkara tindak pidana bidang kelautan dan perikanan. 20. Ruang pemeriksaan kesehatan adalah ruang untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada personil pengawasan atau ABK. 21. Ruang Pengamanan adalah ruang yang berfungsi sebagai persinggahan hunian sementara. Ruang ini harus memberikan batasan kebebasan, baik vision maupun pergerakan. Namun tetap memberikan ruang hidup sesuai konsep Hak Azasi Manusia (HAM). 22. Ruang Simpan Barang Bukti adalah ruang yang berfungsi untuk menyimpan barang bukti tindak pidana yang terjadi. Terdiri atas Ruang Simpan Barbuk Kering dan Barbuk Basah, hal ini sesuai dengan sifat dan karaksteristik dari barang tersebut. 23. Ruang Simpan Senjata Api dan Amunisi adalah ruang tempat penyimpanan senjata api dan amunisi yang merupakan pendukung dari gerak operasi pengawasan, sehingga kondisinya harus tetap siap dipergunakan sewaktu-waktu. Ukuran ruang simpan Senjata Api dan Amunisi harus sebanding dengan rencana jumlah untuk penyimpanan senjata api dan amunisi. 24. Ruang Pertemuan adalah ruang yang dipergunakan untuk melakukan aktifitas seperti: pertemuan, rapat atau hal lain yang berkenaan dengan kegiatan pengawasan SDKP. 25. Sarana Olahraga adalah sarana baik berupa alat maupun lapangan untuk mengembangan kesehatan jasmani dan melaksanakan aktifitas olahraga di lingkup UPT Pengawasan SDKP. 26. Tahapan Survey adalah tahap awal yang dilakukan melalui kegiatan peninjauan ke lapangan untuk menemukan beberapa lokasi yang memenuhi persyaratan yang telah disusun. Lokasi tersebut diperoleh melalui informasi yang disampaikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi/Kabupaten/Kota setempat. 27. Tahap Investigasi adalah tahapan untuk melakukan penelitian/penyelidikan terhadap kebenaran informasi lokasi tersebut melalui cross-check ke berbagai pihak antara lain masyarakat setempat sampai radius tertentu, Instansi Teknis yang terkait dengan masalah pertanahan dan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta status tanah (sertifikat) dan tidak bermasalah dengan pihak manapun.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
4
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
28. Tahap Desain, tahap ini menerapkan 2 kegiatan pokok yang terdiri dari: a. Konsep Desain adalah tahapan untuk memperoleh arahan kebutuhan pembangunan berupa konsep desain, kriteria pemilihan lahan, dan arahan kegiatan perencanaan detil (detail desain). b. Detail Engineering Desain adalah tahapan apabila hasil Investigasi lokasi “clear” atau disepakati dan untuk acuan pelaksanaan di lapangan. c. Tahap Konstruksi adalah tahap pembangunan fisik/konstruksi dengan mengacu pada Detail Desain yang telah di buat serta jadwal waktu yang telah disusun (kurva S). Selain itu tahap konstruksi juga menyesuaikan dengan arahan kebijakan pengelolaan lingkungan sebagaimana tertuang dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang ada. Sebelum pelaksanaan fisik, perlu dilakukan kick-off meeting yaitu penjelasan hal-hal yang kritis/crusial pada pelaksanaan pembangunan untuk disepakati bersama antara Pelaksana dengan Bouwheer (Pemilik Pekerjaan). Pelaksanaan yang sudah selesai 100 (seratus) persen dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang dilakukan secara bersama antara Pelaksana dengan Bowheer, serta Pembuatan As Built Drawing Bangunan. d. Tahap Operasional dan Pemeliharaan adalah pelaksanaan fungsi penggunaan dan perawatan pengembangan infrastruktur yang telah selesai dan dipergunakan. Dari evaluasi pemanfaatannya maka akan diketahui apakah pengembangan infrastruktur yang telah dibangun tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan saat ini. 29. Tempat Penampungan Sementara ABK Non Yustisia adalah bangunan untuk menampung para ABK Non Yustisia. 30. Workshop dan Docking Yard adalah tempat yang berada di darat maupun di perairan yang digunakan untuk melakukan proses pembangunan kapal ataupun proses perbaikan dan perawatan kapal. 31. Wharf adalah dermaga yang dibuat sejajar pantai dan dapat dibuat berimpit dengan garis pantai atau menjorok ke laut. Wharf di bangun apabila garis kedalaman laut hampir merata atau sejajar dengan garis pantai, pada lokasi/lahan yang mempunyai tebing cenderung terjal, dengan melakukan penimbunan tanah dan pemasangan penahan longsoran tanah (turap), dimana turap tersebut berfungsi sebagai dermaga.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
5
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB II STANDAR IDEAL PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SDKP Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 04/MEN/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Sumber Daya Kelautan dan Perikanan serta berdasarkan analisis beban kerja, maka UPT di Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan diklasifikasikan menjadi: a. 2 (dua) UPT Pangkalan PSDKP; b. 3 (tiga) UPT Stasiun PSDKP. Di bawah koordinasi UPT Pangkalan PSDKP dan Stasiun PSDKP terdapat Satker dan Pos Pengawasan SDKP yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal PSDKP. Sedangkan sesuai dengan antisipasi dan persiapan pengembangan kelembagaan UPT pengawasan SDKP, rencana akan diklasifikasikan menjadi: a.11 (sebelas) UPT Pangkalan PSDKP (eselon III/a); b.11 (sebelas) UPT Stasiun PSDKP Kelas I (eselon IV/a); c. 4 (empat) UPT Stasiun PSDKP Kelas II (eselon IV/b). Di bawah koordinasi UPT tersebut di atas terdapat Pos dan Satuan Pengawasan SDKP yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal PSDKP. Terkait dengan klasifikasi kelembagaan UPT pengawasan SDKP tersebut, maka ditetapkan standar ideal infrastruktur pengawasan SDKP sesuai tingkat kelembagaan dengan uraian sebagai berikut: A. UPT Pangkalan PSDKP UPT PSDKP merupakan unit pelaksana teknis di bidang pengawasan dan sumber daya kelautan dan perikanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dengan tugas melaksanakan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. UPT dibentuk dalam rangka mendukung pelaksanaan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan agar berdaya guna dan berhasil guna. UPT Pangkalan PSDKP merupakan Unit Pelaksana Teknis dengan struktur eselon III/a yang memiliki infrastruktur pengawasan yang paling lengkap untuk mendukung operasional pengawasan SDKP berdasarkan analisis beban kerja. Standar ideal pengembangan infrastruktur untuk UPT Pangkalan PSDKP, sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
6
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Tabel 1. Standar Ideal Infrastruktur Pangkalan PSDKP Pengembangan No Infrastruktur 1 Lahan 2 Dermaga
3 4 5
6 7 8
9
Kolam Labuh Fasilitas Tambat Kantor Administrasi
Ukuran (+) 2 Ha – 4 Ha 100 m'
Keterangan/Kebutuhan Untuk berlabuh Kapal Pengawas: Tipe A = > 57 m Tipe B = 36 - 56 m Tipe C = 23 - 35 m Tipe D = 16 - 22 m dan Kapal Tangkapan Dilengkapi dengan fasilitas listrik, air bersih, tanda-tanda dermaga pengawasan (lampu suar, dll), crane/dewi-dewi serta perlengkapan pendukung untuk kapal pengawas dan speedboat pengawasan, garasi speedboat yang mendukung perawatan dan operasional speedboat pengawasan termasuk utilitas untuk perbaikan speedboat. Kedalaman -6 meter LWL (low water level) 4 buah bolder 12 buah bollard
1000 m²
Ruang 24 m² Pemeriksaan Ruang 60 m² Pengamanan Ruang Simpan Barang Bukti Barbuk Basah 50 m² Barbuk Kering
200 m²
Barbuk Bahan Peledak Ruang Senjata Api dan Amunisi
25 m² 50 m²
Ruangan umum, yaitu ruangan yang dipergunakan untuk menerima tamu dan bersifat tidak permanen. Ruangan dimaksud adalah: ruang tamu, lobby, resepsionis dan tempat penerimaan surat masuk. Ruangan terbatas (+ 45 m²), yaitu ruangan yang hanya dipergunakan secara terbatas oleh kalangan Petugas untuk keperluan kedinasan (pelayanan/SLO/SHTI/SKAT). Ruangan untuk proses penyidikan Kapasitas 30 orang tindak pidana SDKP)
(untuk
tersangka
Digunakan untuk menampung barang bukti berupa hasil tangkapan dilengkapi dengan freezer Digunakan untuk menampung alat tangkap, alat komunikasi dan navigasi, yang dijadikan barang bukti Digunakan untuk menampung barangbarang yang bersifat eksplosif Kapasitas tempat penyimpanan: - Senjata api laras panjang/PM1A-2 - Senjata api laras pendek/P3-A - Peluru Senjata Api Merupakan ruangan dengan desain dan spesifikasi khusus sesuai dengan peraturan terkait tata cara penyimpanan senjata
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
7
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
10
Tempat Gedung Penampungan 700 m²; Sementara Ruang Terbuka ABK Non 500 m². Yustisia
11
Laboratorium
12
Lapangan Periksa Jaring Tangkapan/ Lapangan Serba Guna
600 m² ukuran 20m x 30m
13
Ruang Pertemuan Ruang Pemeriksaan Kesehatan Ruang Pembinaan Rohani Mess Operator
300 m²
14 15 16 17 18 19 20
21
Mess Perwira/ABK Rumah Genset/ Power House Penampungan Air Bersih Jalan Komplek dan penunjangnya
(9-25) m²
60 m² 150 m² (72-120) m²/ unit 72 m2
Kapasitas: - 150-200 orang - Ruang Tidur - Ruang Makan dan Dapur - MCK - Lapangan serba guna (untuk olahraga, dll) - Ruang Isolasi dan Kamar Mandi Untuk penyimpanan peralatan pengujian kualitas air, uji formalin, uji forensik ikan, obat terlarang, dll.
Tempat untuk mengukur jaring (panjang, lebar, tinggi) berupa lapangan dengan tiang-tiang tinggi di beberapa titik untuk digunakan sebagai media bantu pemeriksaan jaring Kapasitas: 100 orang Tipe Poliklinik Kapasitas: 50 orang - Berupa rumah - Kapasitas: 4-8 orang Berupa rumah kapasitas 4 orang Kapasitas: minimal 30.000 watt (atau menyesuaikan kebutuhan); (Kapasitas + 500 m3) Menyesuaikan kebutuhan air bersih Menghubungkan kantor administrasi dan fungsi bangunan yang ada dengan pintu gerbang, disesuaikan kebutuhan di lokasi, termasuk landscape. Pos Jaga, Garasi Mobil, landscape
Bangunan Pendukung Keterangan: Standar dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan ketersediaan lahan.
B. UPT Stasiun Pengawasan SDKP Kelas I UPT Stasiun Pengawasan SDKP Kelas I merupakan Unit Pelaksana Teknis dengan struktur eselon IV/a yang memiliki infrastruktur pengawasan dan analisis beban kerja di bawah Pangkalan Pengawasan SDKP. Standar ideal pengembangan infrastruktur untuk UPT Stasiun Pengawasan SDKP Kelas I, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
8
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Tabel 2. Standar Ideal Infrastruktur Stasiun PSDKP Kelas I No 1 2
3 4 5
6 7 8
9
Pengembangan Infrastruktur Lahan Dermaga
Kolam Labuh Fasilitas Tambat Kantor Administrasi
Ukuran (+) 1 Ha - 2 Ha 75 m'
750 m²
Ruang 20 m² Pemeriksaan Ruang 45 m² Pengamanan Ruang Simpan Barang Bukti Barbuk Basah 40 m² Barbuk Kering
150 m²
Barbuk Bahan Peledak Ruang Senjata Api dan Amunisi
20 m² 40 m²
Keterangan/Kebutuhan
Untuk berlabuh Kapal Pengawas: Tipe A = > 57 m Tipe B = 36 - 56 m Tipe C = 23 - 35 m Tipe D = 16 - 22 m dan Kapal Tangkapan Dilengkapi dengan fasilitas listrik, air bersih, tanda-tanda dermaga pengawasan (lampu suar, dll), crane/dewi-dewi serta perlengkapan pendukung untuk kapal pengawas dan speedboat pengawasan, garasi speedboat yang mendukung perawatan dan operasional speedboat pengawasan termasuk utilitas untuk perbaikan speedboat. Kedalaman -6 meter LWL 2 buah bolder 8 buah bollard Ruangan umum, yaitu ruangan yang dipergunakan untuk menerima tamu dan bersifat tidak permanen. Ruangan dimaksud adalah: ruang ramu, lobby, resepsionis dan tempat penerimaan surat masuk. Ruangan terbatas (+ 42 m²), yaitu ruangan yang hanya dipergunakan secara terbatas oleh kalangan Petugas untuk keperluan kedinasan (pelayanan/SLO/SHTI/SKAT) dan ruang pemantauan dan alkom. Ruangan untuk proses penyidikan Kapasitas 24 orang (untuk tersangka tindak pidana perikanan) Digunakan untuk menampung barang bukti berupa hasil tangkapan dilengkapi dengan freezer Digunakan untuk menampung alat tangkap yang dijadikan barang bukti Digunakan untuk menampung barangbarang yang bersifat eksplosif Kapasitas tempat penyimpanan: - Tempat penyimpanan senjata - Senjata api laras panjang/PM1A-2 - Senjata api laras pendek/P3-A - Peluru Senjata Api Merupakan ruangan dengan desain dan spesifikasi khusus sesuai dengan peraturan terkait tata cara penyimpanan senjata
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
9
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
10
Tempat Penampungan Sementara ABK Non Yustisia
11
Laboratorium
20 m²
12
Lapangan Periksa Jaring Tangkapan/ Lapangan Serba Guna Ruang Pertemuan Ruang Pemeriksaan Kesehatan Ruang Pembinaan Rohani Mess Operator
450 m²
13 14 15 16 17 18 19 20
21
Mess Perwira/ABK Rumah Genset/ Power House Penampungan air bersih Jalan Komplek dan penunjangnya
Gedung 500 m²; Ruang Terbuka 400 m²
200 m² 45 m² 100 m² (72-120) m²/ unit 72 m2
Kapasitas: - 100-150 orang - Ruang Tidur - Ruang Makan & Dapur - MCK - Tempat Olah Raga yang dibatasi pagar - Ruang Isolasi + KM Untuk penyimpanan peralatan pengujian kualitas air, uji formalin, uji forensik ikan, obat terlarang, dll. Tempat untuk mengukur jaring (panjang, lebar, tinggi) berupa lapangan dengan tiang-tiang tinggi di beberapa titik untuk digunakan sebagai media bantu pemeriksaan jaring Kapasitas: 75 orang Tipe poliklinik Kapasitas: 40 orang - Berupa rumah - Kapasitas: 4-8 orang Berupa rumah kapasitas 4 orang Kapasitas: minimal 25.000 watt (atau menyesuaikan kebutuhan); (+ 400 m3) Menyesuaikan kebutuhan air bersih Menghubungkan kantor administrasi dan fungsi bangunan yang ada dengan pintu gerbang, disesuaikan kebutuhan di lokasi, termasuk landscape. Pos Jaga, Garasi Mobil, landscape
Bangunan Pendukung Keterangan: Standar dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan ketersediaan lahan.
C. UPT Stasiun Pengawasan SDKP Kelas II UPT Stasiun Pengawasan SDKP Kelas II merupakan Unit Pelaksana Teknis dengan struktur Esselon IV/b yang memiliki infrastruktur pengawasan dan analisis beban kerja di bawah Stasiun Pengawasan SDKP Kelas I. Standar ideal pengembangan infrastruktur untuk UPT Stasiun Pengawasan SDKP Kelas II, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
10
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Tabel 3. Standar Ideal Infrastruktur Stasiun PSDKP Kelas II 1
Pengembangan Infrastruktur Lahan
2
Dermaga
3 4 5
Kolam Labuh Bolder Tambat Kantor 500 m² Administrasi Ruang 40 m² Pemeriksaan dan Pengamanan Ruang Simpan Barang Bukti Barbuk Basah 30 m²
No
6
7
Luas (+) 5.000 m2 – 10.000 m2 50 m’
Barbuk Kering
100 m²
Barbuk Bahan Peledak
16 m²
8
Ruang Senjata Api dan Amunisi
24 m²
9
Tempat Penampungan ABK Non Yustisia
Gedung 300 m²; Ruang Terbuka 200 m²
10
Laboratorium
16 m²
Keterangan/Kebutuhan
Untuk berlabuh Kapal Pengawas: Tipe C = 23 - 35 m Tipe D = 16 - 22 m dan Kapal Tangkapan Dilengkapi dengan fasilitas listrik, air bersih, tanda-tanda dermaga pengawasan (lampu suar, dll), crane/dewi-dewi serta perlengkapan pendukung untuk kapal pengawas dan speedboat pengawasan, garasi speedboat yang mendukung perawatan dan operasional speedboat pengawasan termasuk utilitas untuk perbaikan speedboat. Kedalaman -5 meter LWL (low water level) Menyesuaikan Kapasitas: 25 - 30 orang Kapasitas: 20 orang
Digunakan untuk menampung barang bukti berupa hasil tangkapan dilengkapi dengan freezer Digunakan untuk menampung alat tangkap yang dijadikan barang bukti Digunakan untu menampung barangbarang yang bersifat eksplosif Kapasitas tempat penyimpanan: - Tempat penyimpanan senjata - Senjata api laras panjang/PM1A-2 - Senjata api laras pendek P3-A - Peluru Senjata Api Merupakan ruangan dengan desain dan spesifikasi khusus sesuai dengan peraturan terkait tata cara penyimpanan senjata Kapasitas: 50 - 100 orang - Ruang Tidur - Tempat Olah Raga yang dibatasi pagar - Ruang Makan - MCK Untuk penyimpanan peralatan pengujian kualitas air, uji formalin, uji forensik ikan, obat terlarang, dll.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
11
DITJEN PSDKP
11
12 13 14
Lapangan 300 m² Pemeriksaan Jaring Tangkapan/ Lapangan Serba Guna Ruang 100 m² Pertemuan Ruang 80 m² Pembinaan Rohani Mess Operator (72-120) m²/ unit
15
Mess Perwira/ABK
16
Rumah Genset
17
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
72 m2
Tempat untuk mengukur jaring (panjang, lebar, tinggi) berupa lapangan dengan tiang-tiang tinggi di beberapa titik untuk digunakan sebagai media bantu pemeriksaan jaring Kapasitas: + 50 orang Kapasitas: + 25 orang
- Berupa rumah - Kapasitas: 4-8 orang Berupa rumah kapasitas 4 orang Kapasitas: 15.000 watt (atau menyesuaikan kebutuhan) Kapasitas menyesuaikan kebutuhan
Penampungan air bersih 18 Jalan Komplek Kebutuhan untuk menghubungkan Kantor dan dengan ruangan lainnya ke pintu gerbang, penunjangnya termasuk landscape. 19 Bangunan Pos Jaga, Garasi Mobil, landscape Pendukung Keterangan: Standar dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan ketersediaan lahan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
12
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Tabel Perbandingan Standar Ideal Infrastruktur UPT Lingkup Ditjen. PSDKP No
Pengembangan Infrastruktur
1
Lahan
2 3 4 5
Dermaga Kolam Labuh Fasilitas Tambat Kantor Administrasi Ruang Pemeriksaan Ruang Pengamanan
6 7
Pangkalan PSDKP Ukuran (+) 2 Ha – 4 Ha
Stasiun PSDKP Kelas I Ukuran (+) 1 Ha - 2 Ha
Stasiun PSDKP Kelas II Ukuran (+) 5.000 m2 – 10.000 m2 50 m'
100 m'
75 m'
1000 m²
750 m²
24 m²
20 m²
60 m²
45 m²
50 m² 200 m²
40 m² 150 m²
30 m² 100 m²
20 m²
16 m²
40 m²
24 m²
Gedung 500 m²; Ruang Terbuka 400 m²
Gedung 300 m²; Ruang Terbuka 200 m²
500 m²
40 m2
8 Barbuk Basah Barbuk Kering
9 10
Barbuk Bahan 25 m² Peledak Ruang Senjata 50 m² Api dan Amunisi Tempat Gedung 700 m²; Penampungan Ruang Terbuka Sementara ABK 500 m². Non Yustisia
11 12
Laboratorium (9-25) m² 20 m² 16 m² Lapangan Periksa 600 m² ukuran 450 m² 300 m² Jaring 20m x 30m Tangkapan/ Lapangan Serba Guna 13 Ruang 300 m² 200 m² 100 m² Pertemuan 14 Ruang 60 m² 45 m² Pemeriksaan Kesehatan 15 Ruang 150 m² 100 m² 80 m² Pembinaan Rohani (72-120) m²/ unit (72-120) m²/ unit (72-120) m²/ unit 16 Mess Operator 17 Mess 72 m2 72 m2 72 m2 Perwira/ABK 18 Rumah Genset/ Menyesuaikan kebutuhan Power House 19 Penampungan Menyesuaikan kebutuhan Air Bersih 20 Jalan Komplek Menyesuaikan kebutuhan dan penunjangnya 21 Bangunan Menyesuaikan kebutuhan Pendukung Keterangan: Standar dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan ketersediaan lahan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
13
DITJEN PSDKP
D.
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Pos Pengawasan SDKP UPT Pos Pengawasan SDKP merupakan Unit Pelaksana non eselon yang memiliki infrastruktur pengawasan dan analisis beban kerja di bawah Stasiun Pengawasan SDKP. Standar ideal infrastruktur untuk Pos Pengawasan SDKP, sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Standar Ideal Infrastruktur Pos PSDKP No 1
Pengembangan Infrastruktur Lahan
2
Dermaga
3
Kantor Administrasi
4
Luas (+) 1.000 m² – 5.000 m² Ukuran disesuaikan dengan kondisi lokasi setempat. 250 m²
Keterangan/Kebutuhan
Untuk tambat kapal pengawas, tidak bergabung dengan kapal niaga dan kapal tangkapan. Dilengkapi dengan fasilitas listrik dan air bersih serta tanda-tanda dermaga pengawasan (lampu suar, dll) Terdiri dari: Ruang Pelayanan SLO, Ruang Pemeriksaan, Ruang Rapat, Ruang Radio Komunikasi/ Observasi SSB, Ruang Kepala Satker, Ruang Simpan Barang Bukti, Ruang Pengamanan (KM/WC), Ruang Penunjang (R. Tamu, Toilet, Pantry), Lain-lain, seperti Tiang Bendera, Car port/ Parkir. Ruangan untuk proses penyidikan
Ruang 40 m² Pemeriksaan dan Pengamanan 5 Ruang Simpan 100 m² Penyimpanan barang hasil tangkapan dan Barang Bukti sitaan 6 Mess Operator 45-72 m²/ unit Kapasitas + 2-4 orang Keterangan: Standar dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan ketersediaan lahan.
E. Satwas SDKP Satuan Pengawas (Satwas) SDKP sebagai kepanjangan tangan dalam pelaksanaan operasional pengawasan SDKP khususnya pelayanan SLO dan HPK bagi kapal perikanan berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal PSDKP. Standar ideal infrastruktur untuk Satwas SDKP, sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
14
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Tabel 5. Standar Ideal Infrastruktur Satwas SDKP Jenis Bangunan Lahan Kantor Satwas
Mess Operator
Luas (+) 100 m2 – 1.000 m2 60 m²
45 m²/ unit
Keterangan
- 2 lantai (jika lahan sempit) dan 1 lantai (jika lahan luas) - Terdiri atas ruang komunikasi, ruang pengawas, UPS/gudang, toilet, ruang istirahat, parkir kendaraan roda 2, dan sirkulasi - Jumlah personil 4 – 6 orang Kapasitas + 2 orang
Keterangan: Standar dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan ketersediaan lahan.
F. Pengguna Infrastruktur Pengawasan SDKP Pengawas Perikanan dalam menjalankan tugas dan fungsinya perlu mendapat dukungan infrastruktur yang memadai. Pemanfaatan infrastruktur yang dibutuhkan perlu diatur penggunaannya sesuai dengan efektifitas, efisiensi, kapasitas, dan kegunaan bangunan sehingga bangunan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pada UPT Pangkalan, Stasiun, Pos Pengawasan dan Satwas SDKP. Berikut disampaikan pengguna dan penanggung jawab infrastruktur pengawasan dimaksud. Tabel 6. Pengguna Bangunan Pengembangan infrastruktur SDKP Jenis No Pengembangan Infrastruktur 1 Dermaga Pengawas
2
3
4
Pengguna Infrastruktur - Kapal
pengawas milik Direktorat Jenderal PSDKP atau kapal pengawas dari instansi lain yang telah mendapatkan ijin dari Direktorat Jenderal PSDKP. - Kapal-kapal hasil tangkapan ikan lainnya yang membutuhkan jaminan keamanan/akses terbatas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kolam Labuh - Kapal Pengawas Ditjen PSDKP - Kapal hasil tangkapan - Kapal Instansi terkait lainnya Bolder Tambat - Kapal Pengawas Ditjen PSDKP - Kapal Hasil Tangkapan - Kapal Instansi terkait lainnya Kantor - Petugas Ditjen PSDKP (pengawas Administrasi perikanan, staf, pejabat, ABK) yang berkaitan dengan administrasi dan operasional pengawasan SDKP. - Tamu yang berkepentingan dengan Ditjen PSDKP (terbatas pada ruang tamu, lobby, resepsionist dan tempat penerimaan surat masuk)
Penanggung Jawab Kepala Pangkalan/ Stasiun Pengawasan SDKP
Kepala Pangkalan/ Stasiun Pengawasan SDKP Kepala Pangkalan/Stasiun Pengawasan SDKP Kepala Pangkalan/ Stasiun Pengawasan SDKP
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
15
DITJEN PSDKP
5
6
7
Ruang Pemeriksaan
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
- ABK
asing/non asing yang diamankan karena tindak pidana perikanan - Petugas Pemeriksaan Ruang - ABK asing/non asing yang Pengamanan diamankan karena tindak pidana perikanan untuk menunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut dan para pelanggar perikanan (pelaku pengeboman laut, perusak terumbu karang, dll.) - Petugas yang bisa keluar masuk ruang pengamanan adalah petugas yang telah ditugaskan sebagai penjaga ruang pengamanan, pihak lain yang masuk ke ruang pengamanan harus selalu didampingi oleh petugas yang bersangkutan Barbuk Basah Petugas yang ditugaskan sebagai penjaga ruang barbuk basah
Kepala Stasiun SDKP
Pangkalan/ Pengawasan
Kepala Pangkalan/ Stasiun Pengawasan SDKP
Kepala Pangkalan/ Stasiun/ Pos Pengawasan SDKP Kepala Pangkalan/ Stasiun/ Pos Pengawasan SDKP
8
Barbuk Kering
Petugas yang ditugaskan sebagai penjaga ruang barbuk kering
9
Ruang Senjata Api dan Amunisi
Petugas penjaga amunisi
yang ditugaskan sebagai ruang senjata api dan
Kepala Pangkalan/ Stasiun/ Pos Pengawasan SDKP
Tempat
ABK asing/non asing yang diamankan karena tindak pidana perikanan selama menunggu hasil pemeriksaan dan keputusan lebih lanjut. Petugas Ditjen PSDKP (Pengawas/PPNS Perikanan)
Kepala Pangkalan/ Stasiun/ Pos Pengawasan SDKP
Pihak-pihak yang berkepentingan baik dari Ditjen PSDKP atau Instansi lain Ruang - Pegawai Ditjen PSDKP Pemeriksaan - Tenaga medis Kesehatan - ABK Ruang Pihak-pihak yang berkepentingan Pembinaan baik dari Ditjen PSDKP atau Instansi Rohani lain Mess Operator Petugas operator pengawasan PSDKP
Kepala Pangkalan/ Stasiun/ Pos Pengawasan SDKP Kepala Pangkalan/Stasiun Pengawasan SDKP
10
11
12 13
14 15 16
Penampungan
Sementara ABK Non Yustisia Lapangan Pemeriksaan Jaring Tangkapan/ Lapangan Serba Guna Ruang Pertemuan
Mess Perwira/ABK
Perwira Kapal/ABK
Kepala Pangkalan/ Stasiun/ Pos Pengawasan SDKP
Kepala Pangkalan/Stasiun Pengawasan SDKP Kepala Pangkalan/Stasiun/ Pos/Satwas SDKP Kepala Pangkalan/ Stasiun Pengawasan SDKP
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
16
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB III ASAS DAN PERSYARATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SDKP
Petunjuk Teknis ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan bagi para penyelenggara dalam melaksanakan pembangunan pengembangan infrastruktur pengawasan SDKP. Hal ini demi terwujudnya bangunan pengembangan infrastruktur pengawasan SDKP sesuai dengan fungsinya, memenuhi persyaratan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan, efisien dalam penggunaan sumber daya, serasi dan selaras dengan lingkungannya, dan diselenggarakan secara tertib, efektif dan efesien. A.
Asas Pembangunan Pelaksanaan pembangunan infrastruktur pengawasan SDKP berdasarkan azas dan prinsip: 1. Kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan serta keserasian/keselarasan infrastruktur pengawasan dengan lingkungannya; 2. Hemat, tidak berlebihan, efektif dan efisien, serta sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan teknis yang disyaratkan; 3. Terarah dan terkendali sesuai rencana, program/satuan kerja, serta fungsi pengawasan SDKP; 4. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/potensi nasional/lokal.
B.
Persyaratan Administratif Setiap infrastruktur pengawasan SDKP harus memenuhi persyaratan administratif baik pada tahap pembangunan maupun pada tahap pemanfaatannya. Persyaratan administratif infrastruktur pengawasan SDKP meliputi pemenuhan persyaratan: 1. Dokumen Pembiayaan Setiap kegiatan pembangunan infrastruktur pengawasan SDKP harus disertai/memiliki bukti tersedianya anggaran yang diperuntukkan untuk pembiayaan kegiatan tersebut yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat berupa Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen lainnya yang dipersamakan, termasuk surat penunjukan/penetapan KuasaPengguna Anggaran/Kepala Satuan Kerja. Dalam dokumen pembiayaan pembangunan infrastruktur pengawasan SDKP sudah termasuk: a.
Biaya perencanaan teknis;
b.
Pelaksanaan konstruksi fisik;
c.
Biaya manajemen konstruksi/pengawasan konstruksi;
d.
Biaya pengelolaan kegiatan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
17
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
2. Status Hak Atas Tanah Setiap infrastruktur pengawasan SDKP harus memiliki kejelasan tentang status hak atas tanah di lokasi tempat bangunan pengawasan SDKP berdiri (clean and clear). Kejelasan status atas tanah ini dapat berupa hak milik (untuk pengadaan lahan) atau hak guna bangunan. Status hak atas tanah ini dapat berupa sertifikat atau bukti kepemilikan/hak atas tanah Instansi/lembaga /Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Dalam hal tanah yang status haknya berupa hak guna usaha dan/atau kepemilikannya dikuasai sementara oleh pihak lain, harus disertai izin pemanfaatan (pinjam pakai) yang dinyatakan dalam perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dengan pemilik bangunan gedung, sebelum mendirikan infrastruktur pengawasan SDKP di atas tanah tersebut. 3. Status Kepemilikan Status kepemilikan lahan/bangunan merupakan surat bukti kepemilikan lahan/bangunan gedung sesuai peraturan perundangundangan. Dalam hal terdapat pengalihan hak kepemilikan lahan/ bangunan gedung, pemilik yang baru wajib memenuhi ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan. 4. Perizinan Setiap infrastruktur pengawasan SDKP berupa bangunan, harus dilengkapi dengan dokumen perizinan yang berupa: Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB), Sertifikat Laik Fungsi (SLF) atau keterangan kelaikan fungsi sejenis bagi daerah yang belum melakukan penyesuaian dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) (untuk masterplan). 5. Dokumen Perencanaan Setiap infrastruktur pengawasan SDKP harus memiliki dokumen perencanaan, yang dihasilkan dari proses perencanaan teknis, baik yang dihasilkan oleh Penyedia Jasa Perencana Konstruksi, Tim Swakelola Perencanaan, atau yang berupa Disain Prototipe dari bangunan pengawasan SDKP. 6. Dokumen Pembangunan Setiap infrastruktur pengawasan SDKP harus dilengkapi dengan dokumen pembangunan yang terdiri atas: Dokumen Perencanaan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Dokumen Pelelangan, Dokumen Kontrak Kerja Konstruksi, dan As Built Drawings, Surat Penjaminan atas Kegagalan Bangunan (dari penyedia jasa konstruksi), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sesuai ketentuan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
18
DITJEN PSDKP
C.
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Persyaratan Teknis Persyaratan teknis infrastruktur pengawasan SDKP harus tertuang secara lengkap dan jelas pada Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dalam Dokumen Perencanaan. Secara garis besar, persyaratan teknis infrastruktur dalam hal ini bangunan pengawasan SDKP adalah sebagai berikut: 1. Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan pengawasan SDKP meliputi ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembangunan bangunan pengawasan SDKP dari segi tata bangunan dan lingkungannya, meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan pengawasan SDKP, arsitektur bangunan pengawasan SDKP, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kabupaten/Kota atau Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung Kabupaten/Kota yang bersangkutan, yaitu: a. Peruntukan lokasi Setiap bangunan pengawasan SDKP harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten/Kota dan/atau RTBL yang bersangkutan. b. Koefisien dasar bangunan (KDB) Ketentuan besarnya koefisien dasar bangunan mengikuti ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah setempat tentang bangunan gedung untuk lokasi yang bersangkutan. c. Koefisien lantai bangunan (KLB) Ketentuan besarnya koefisien lantai bangunan mengikuti ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah setempat tentang bangunan gedung untuk lokasi yang bersangkutan. d. Ketinggian bangunan e. Ketinggian bangunan pengawasan SDKP, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang ketinggian maksimum bangunan pada lokasi, maksimum adalah 8 lantai. f. Ketinggian langit-langit g. Ketinggian langit-langit bangunan gedung kantor minimum adalah 2,80 meter dihitung dari permukaan lantai. Untuk bangunan gedung olah raga, ruang pertemuan, dan bangunan lainnya dengan fungsi yang memerlukan ketinggian langit- langit khusus, agar mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dipersyaratkan (Permen PU No: 45 tahun 2007) h. Jarak antar blok/massa bangunan i. Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang bangunan gedung, maka jarak antar blok/massa bangunan harus mempertimbangkan hal-hal seperti:
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
19
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
1) Keselamatan terhadap bahaya kebakaran; 2) Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan; 3) Kenyamanan; 4) Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan. j. Koefisien Daerah Hijau (KDH) Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil bangunan gedung, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang bangunan gedung, harus diperhitungkan dengan mempertimbangkan: 1) daerah resapan air; 2) ruang terbuka hijau kabupaten/kota. Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40%, harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%. k. Garis sempadan bangunan Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis sempadan bangunan maupun garis sempadan pagar harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam RTBL, peraturan daerah tentang bangunan gedung, atau peraturan daerah tentang garis sempadan bangunan untuk lokasi yang bersangkutan. l. Wujud arsitektur Wujud arsitektur bangunan pengawasan SDKP harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) mencerminkan fungsi sebagai bangunan pengawasan SDKP dan mempunyai ciri khas bangunan pengawasan terutama dalam warna bangunan luar yaitu cat dinding biru muda (warna kemeja seragam Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan cat struktur kolom/balok biru tua; 2) seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya; 3) indah namun tidak berlebihan; 4) efisien dalam penggunaan sumber daya baik dalam pemanfaatan maupun dalam pemeliharaannya; 5) mempertimbangkan nilai sosial budaya setempat dalam menerapkan perkembangan arsitektur dan rekayasa; dan 6) mempertimbangkan kaidah pelestarian bangunan baik dari segi sejarah maupun langgam arsitekturnya. m. Kelengkapan Sarana dan Pengembangan infrastruktur Bangunan Bangunan pengawasan SDKP harus dilengkapi dengan pengembangan infrastruktur dan sarana bangunan yang memadai, dengan biaya pembangunannya diperhitungkan sebagai pekerjaan non-standar. Pengembangan infrastruktur dan sarana bangunan yang harus ada pada bangunan pengawasan SDKP, seperti: 1) Sarana parkir kendaraan; 2) Sarana penyediaan air minum; 3) Sarana drainase, limbah, dan sampah; 4) Sarana ruang terbuka hijau; JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
20
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
5) Sarana pencahayaan halaman; 6) Sarana jalan masuk dan keluar; 7) Penyediaan fasilitas ruang komunikasi dan informasi.
ibadah,
toilet, dan fasilitas
n. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta Asuransi 1) Setiap pembangunan bangunan pengawasan SDKP harus memenuhi persyaratan K3 sesuai yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Satuan Kerja Konstruksi, dan atau peraturan penggantinya; 2) Ketentuan asuransi pembangunan bangunan pengawasan SDKP sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Persyaratan Bahan Bangunan Bahan bangunan untuk bangunan pengawasan SDKP harus memenuhi SNI yang dipersyaratkan, diupayakan menggunakan bahan bangunan setempat/produksi dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai bagian dari komponen bangunan sistem fabrikasi. Spesifikasi teknis bahan bangunan pengawasan SDKP meliputi ketentuan-ketentuan: a. Bahan penutup lantai 1) Bahan penutup lantai menggunakan bahan teraso, keramik, papan kayu, vinyl, marmer, homogenius tile dan karpet yang disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya; 2) Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai dengan jenis bahan penutup yang digunakan. b. Bahan dinding Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi atau partisi, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bahan dinding pengisi: batu bata, beton ringan, bata tela, batako, papan kayu, kaca dengan rangka kayu/aluminium, panel GRC dan/atau aluminium; 2) Bahan dinding partisi: papan kayu, kayu lapis, kaca, calsium board, particle board, dan/atau gypsum board dengan rangka kayu kelas kuat II atau rangka lainnya, yang dicat tembok atau bahan finishing lainnya, sesuai dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya; 3) Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai jenis bahan dinding yang digunakan. c. Bahan langit-langit Bahan langit-langit terdiri atas rangka langit-langit dan penutup langit-langit: 1) Bahan kerangka langit-langit: digunakan bahan yang JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
21
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
memenuhi standar teknis, untuk penutup langit-langit kayu lapis atau yang setara, digunakan rangka kayu klas kuat II dengan ukuran minimum: - 4/6 cm untuk balok pembagi dan balok penggantung; - 6/12 cm untuk balok rangka utama; dan - 5/10 cm untuk balok tepi; - Besi hollow atau metal furring 40 mm x 40 mm dan 40 mm x 20 mm lengkap dengan besi penggantung Ø 8 mm dan pengikatnya. Untuk bahan penutup akustik atau gypsum digunakan kerangka aluminium yang bentuk dan ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan. 2) Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium, akustik, gypsum, atau sejenis yang di disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunannya; 3) Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai dengan jenis bahan penutup yang digunakan. d. Bahan penutup atap 1) Bahan penutup atap bangunan pengawasan SDKP harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam SNI yang berlaku tentang bahan penutup atap, baik berupa atap beton, genteng, metal, fibrecement, calsium board, sirap, seng, aluminium, maupun asbes/asbes gelombang. Untuk penutup atap dari bahan beton harus diberikan lapisan kedap air (water proofing). Penggunaan bahan penutup atap disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan serta kondisi daerahnya; 2) Bahan kerangka penutup atap: digunakan bahan yang memenuhi Standar Nasional Indonesia. Untuk penutup atap genteng digunakan rangka kayu kelas kuat II dengan ukuran: - 2/3 cm untuk reng atau 3/4 cm untuk reng genteng beton; - 4/6 cm atau 5/7 cm untuk kaso, dengan jarak antar kaso disesuaikan ukuran penampang kaso. 3) Bahan kerangka penutup atap non kayu: - Gording baja profil C, dengan ukuran minimal 125 x 50 x 20 x 3,2; - Kuda-kuda baja profil WF, dengan ukuran minimal 250 x 150 x 8 x 7; - Baja ringan (light steel); - Beton plat tebal minimum 12 cm. e. Bahan kosen dan daun pintu/jendela Bahan kosen dan daun pintu/jendela mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1) Digunakan kayu kelas kuat/kelas awet II dengan ukuran jadi minimum 5,5 cm x 11 cm dan dicat kayu atau dipelitur sesuai persyaratan standar yang berlaku; JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
22
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
2) Rangka daun pintu untuk pintu yang dilapis kayu lapis/teakwood digunakan kayu kelas kuat II dengan ukuran minimum 3,5 cm x 10 cm, khusus untuk ambang bawah minimum 3,5 cm x 20 cm. Daun pintu dilapis dengan kayu lapis yang dicat atau dipelitur; 3) Daun pintu panil kayu digunakan kayu kelas kuat/kelas awet II, dicat kayu atau dipelitur; 4) Daun jendela kayu, digunakan kayu kelas kuat/kelas awet II, dengan ukuran rangka minimum 3,5 cm x 8 cm, dicat kayu atau dipelitur; 5) Rangka pintu/jendela yang menggunakan bahan aluminium ukuran rangkanya disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya; 6) Penggunaan kaca untuk daun pintu maupun jendela disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya. 7) Kusen baja profil E, dengan ukuran minimal 150 x 50 x 20 x 3,2 dan pintu baja BJLS 100 diisi glas woll untuk pintu kebakaran. f. Bahan struktur Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton bertulang, struktur kayu maupun struktur baja harus mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Bahan Bangunan yang berlaku dan dihitung kekuatan strukturnya berdasarkan SNI yang sesuai dengan bahan/struktur konstruksi yang bersangkutan. Ketentuan penggunaan bahan bangunan untuk bangunan pengawasan SDKP tersebut di atas, dimungkinkan disesuaikan dengan kemajuan teknologi bahan bangunan, khususnya disesuaikan dengan kemampuan sumber daya setempat dengan tetap harus mempertimbangkan kekuatan dan keawetannya sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan. Ketentuan lebih rinci agar mengikuti ketentuan yang diatur dalam SNI. 3. Persyaratan Struktur Bangunan Struktur bangunan pengawasan SDKP harus memenuhi persyaratan keselamatan (safety) dan kelayanan (serviceability) serta SNI konstruksi bangunan gedung, yang dibuktikan dengan analisis struktur sesuai ketentuan. Spesifikasi teknis struktur bangunan pengawasan SDKP secara umum meliputi ketentuan-ketentuan: a. Struktur pondasi 1) Struktur pondasi harus diperhitungkan mampu menjamin kinerja bangunan sesuai fungsinya dan dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban hidup, dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin dan gempa termasuk stabilitas lereng apabila didirikan di lokasi yang berlereng. Untuk daerah yang jenis tanahnya berpasir atau lereng dengan kemiringan di atas 15° jenis pondasinya disesuaikan dengan bentuk massa bangunan gedung untuk JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
23
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
menghindari terjadinya terjadi gempa;
likuifaksi
(liquifaction) pada saat
2) Pondasi bangunan gedung negara disesuaikan dengan kondisi tanah/lahan, beban yang dipikul, dan klasifikasi bangunannya. Untuk bangunan yang dibangun di atas tanah/lahan yang kondisinya memerlukan penyelesaian pondasi secara khusus, maka kekurangan biayanya dapat diajukan secara khusus di luar biaya standar sebagai biaya pekerjaan pondasi non standar; 3) Untuk pondasi bangunan bertingkat lebih dari 3 lantai atau pada lokasi dengan kondisi khusus maka perhitungan pondasi harus didukung dengan penyelidikan kondisi tanah/lahan secara teliti. b. Struktur lantai Bahan dan tegangan yang dengan ketentuan sebagai berikut:
digunakan
harus
sesuai
1)
Struktur lantai kayu - dalam hal digunakan lantai papan setebal 2 cm, maka jarak antara balok-balok anak tidak boleh lebih dari 60 cm, ukuran balok minimum 6/12 cm; - balok-balok lantai yang masuk ke dalam pasangan dinding harus dilapis bahan pengawet terlebih dahulu; - bahan-bahan dantegangan serta lendutan maksimum yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
2)
Struktur lantai beton - lantai beton yang diletakkan langsung di atas tanah, harus diberi lapisan pasir di bawahnya dengan tebal sekurangkurangnya 5 cm, dan lantai kerja dari beton tumbuk setebal 5 cm; - bagi pelat-pelat lantai beton bertulang yang mempunyai ketebalan lebih dari 10 cm dan pada daerah balok (¼ bentang pelat) harus digunakan tulangan rangkap, kecuali ditentukan lain berdasarkan hasil perhitungan struktur; - bahan-bahan dan tegangan serta lendutan maksimum yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
3)
Struktur lantai baja - tebal pelat baja harus diperhitungkan, sehingga bila ada lendutan masih dalam batas kenyamanan; - sambungan-sambungannya harus rapat betul dan bagian yang tertutup harus dilapis dengan bahan pelapis untuk mencegah timbulnya korosi; - bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
24
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
c. Struktur Kolom 1)
Struktur kolom kayu - Dimensi kolom bebas diambil minimum 20 cm x 20 cm; - Mutu Bahan dan kekuatan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
2)
Struktur kolom praktis dan balok pasangan bata: - besi tulangan kolom praktis pasangan minimum 4 buah Ø 8 mm dengan jarak sengkang maksimum 20 cm; - adukan pasangan bata yang digunakan sekurangkurangnya harus mempunyai kekuatan yang sama dengan adukan 1 PC : 3 PS; - Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
3)
Struktur kolom beton bertulang: - kolom beton bertulang yang dicor di tempat harus mempunyai tebal minimum 15 cm diberi tulangan minimum 4 buah Ø 12 mm dengan jarak sengkang maksimum 15 cm; - selimut beton bertulang minimum setebal 2,5 cm; - Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
4)
Struktur kolom baja: - kolom baja harus mempunyai kelangsingan (λ) maksimum 150; - kolom baja yang dibuat dari profil tunggal maupun tersusun harus mempunyai minimum 2 sumbu simetris; - sambungan antara kolom baja pada bangunan bertingkat tidak boleh dilakukan pada tempat pertemuan antara balok dengan kolom, dan harus mempunyai kekuatan minimum sama dengan kolom; - sambungan kolom baja yang menggunakan las harus menggunakan las listrik, sedangkan yang menggunakan baut harus menggunakan baut mutu tinggi; - penggunaan profil baja tipis yang dibentuk dingin, harus berdasarkan perhitungan-perhitungan yang memenuhi syarat kekuatan, kekakuan, dan stabilitas yang cukup; - Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan dalam SNI yang dipersyaratkan.
5)
Struktur Dinding Geser - Dinding geser harus direncanakan untuk secara bersama-sama dengan struktur secara keseluruhan agar mampu memikul beban yang diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari bebanbeban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun muatan beban sementara yang timbul akibat gempa dan angin;
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
25
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
- Dinding geser mempunyai ketebalan ketentuan dalam SNI.
sesuai dengan
d.Struktur Atap 1) Umum - konstruksi atap harus didasarkan atas perhitunganperhitunganyang dilakukan secara keilmuan/ keahlian teknis yang sesuai; - kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan penutup atap yang akan digunakan, sehingga tidak akan mengakibatkan kebocoran; - bidang atap harus merupakan bidang yang rata, kecuali dikehendaki bentuk-bentuk khusus. 2) Struktur rangka atap kayu - ukuran kayu yang digunakan harus sesuai dengan ukuran yang dinormalisir; - rangka atap kayu harus dilapis bahan anti rayap; - bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan. 3) Struktur rangka atap beton bertulang Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan. 4) Struktur rangka atap baja - sambungan yang digunakan pada rangka atap baja baik berupa baut, paku keling, atau las listrik harus memenuhi ketentuan pada Pedoman Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung; - rangka atap baja harus dilapis dengan pelapis anti korosi; - bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan; e.Struktur Beton Pracetak 1) Komponen beton pracetak untuk struktur bangunan pengawasan SDKP dapat berupa komponen pelat, balok, kolom dan/atau panel dinding; 2) Perencanaan komponen struktur beton pracetak dan sambungannya harus mempertimbangkan semua kondisi pembebanan dan “kekangan” deformasi mulai dari saat pabrikasi awal, hingga selesainya pelaksanaan struktur, termasuk pembongkaran cetakan, penyimpanan, pengangkutan, dan pemasangan; 3) Gaya-gaya antar komponen-komponen struktur dapat disalurkan menggunakan sambungan grouting, kunci geser, sambungan mekanis, sambungan baja tulangan, pelapisan dengan beton bertulang cor setempat, atau kombinasi; 4) Sistem struktur beton pracetak boleh digunakan bila dapat ditunjukan dengan pengujian dan analisis JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
26
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
bahwa sistem yang diusulkan akan mempunyai kekuatan dan “ketegaran” yang minimal sama dengan yang dimiliki oleh struktur beton monolit yang setara; 5) Komponen dan sistem lantai beton pracetak - Sistem lantai pracetak harus direncanakan agar mampu menghubungkan komponen struktur hingga terbentuk sistem penahan beban lateral (kondisi diafragma kaku). Sambungan antara diafragma dan komponen-komponen struktur yang ditopang lateral harus mempunyai kekuatan tarik nominal minimal 45 KN/m; - Komponen pelat lantai yang direncanakan komposit dengan beton cor setempat harus memiliki tebal minimum 50 mm; - Komponen pelat lantai yang direncanakan tidak komposit dengan beton cor setempat harus memiliki tebal minimum 65 mm; 6) Komponen kolom pracetak harus memiliki kuat tarik nominal tidak kurang dari 1,5 luas penampang kotor (Ag dalam KN); 7) Komponen panel dinding pracetak harus mempunyai minimum dua tulangan pengikat per panel dengan memiliki kuat tarik nominal tidak kurang dari 45 KN per tulangan pengikat; 8) Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan. 4. Persyaratan Utilitas Bangunan Utilitas yang berada di dalam dan di luar bangunan pengawasan SDKP harus memenuhi SNI yang dipersyaratkan. Spesifikasi teknis utilitas bangunan pengawasan SDKP meliputi ketentuan-ketentuan: a.Air minum 1) Setiap pembangunan baru bangunan pengawasan SDKP harus dilengkapi dengan pengembangan infrastruktur air minum yang memenuhi standar kualitas, cukup jumlahnya dan disediakan dari saluran air berlangganan kota (PDAM), atau sumur, jumlah kebutuhan minimum 100 lt/orang/hari; 2) Setiap bangunan gedung pengawasan SDKP, harus menyediakan air untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan mengikuti ketentuan SNI yang dipersyaratkan, reservoir minimum menyediakan air untuk kebutuhan 45 menit operasi pemadaman api sesuai dengan kebutuhan dan perhitungan; 3) Bahan pipa yang digunakan dan pemasangannya harus mengikuti ketentuan teknis yang ditetapkan. b.Pembuangan air kotor
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
27
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
1) Pada dasarnya pembuangan air kotor yang berasal dari dapur, kamar mandi, dan tempat cuci, harus dibuang atau dialirkan ke saluran umum kota; 2) Semua air kotor yang berasal dari dapur, kamar mandi, dan tempat cuci, pembuangannya harus melalui pipa tertutup dan/atau terbuka sesuai dengan persyaratan yang berlaku; 3) Dalam hal ketentuan dalam butir 1) tersebut tidak mungkin dilaksanakan, karena belum terjangkau oleh saluran umum kota atau sebab-sebab lain yang dapat diterima oleh instansi teknis yang berwenang, maka pembuangan air kotor harus dilakukan melalui proses pengolahan dan/atau peresapan; 4) Air kotor dari kakus harus dimasukkan ke septictank yang mengikuti standar yang berlaku
dalam
c.Pembuangan limbah 1) Setiap bangunan gedung pengawasan SDKP yang dalam pemanfaatannya mengeluarkan limbah domestik cair atau padat harus dilengkapi dengan tempat penampungan dan pengolahan limbah, sesuai dengan ketentuan; 2) Tempat penampungan dan pengolahan limbah dibuat dari bahan kedap air, dan memenuhi persyaratan teknis yang berlaku sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan; 3) Ketentuan lebih dipersyaratkan.
lanjut
mengikuti
SNI
yang
d.Pembuangan sampah 1) Setiap bangunan pengawasan SDKP harus menyediakan tempat sampah dan penampungan sampah sementara yang besarnya disesuaikan dengan volume sampah yang dikeluarkan setiap harinya, sesuai dengan ketentuan, produk sampah minimum 3,0 lt/orang/hari; 2) Tempat penampungan sampah sementara harus dibuat dari bahan kedap air, mempunyai tutup, dan dapat dijangkau secara mudah oleh petugas pembuangan sampah dari Dinas Kebersihan setempat; 3) Ketentuan lebih dipersyaratkan.
lanjut
mengikuti
SNI
yang
e.Saluran air hujan 1) Pada dasarnya air hujan harus ditahan lebih lama di dalam tanah sebelum dialirkan ke saluran umum kota, untuk keperluan penyediaan dan pelestarian air tanah; 2) Air hujan dapat dialirkan ke sumur resapan melalui proses peresapan atau cara lain dengan persetujuan instansi teknis yang terkait; 3) Ketentuan
lebih
lanjut
mengikuti SNI
yang
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
diper28
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
syaratkan. f.Sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran Setiap bangunan pengawasan harus mempunyai fasilitas pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan dan standar teknis yang terkait. g.Instalasi listrik 1) Pemasangan instalasi listrik harus aman dan atas dasar hasil perhitungan yang sesuai dengan Peraturan Umum Instalasi Listrik; 2) Setiap bangunan pengawasan SDKP yang dipergunakan untuk kepentingan umum, harus memiliki pembangkit listrik darurat sebagai cadangan, yang catudayanya dapat memenuhi kesinambungan pelayanan, berupa genset darurat dengan minimum 40 % daya terpasang; 3) Penggunaan pembangkit tenaga listrik darurat harus memenuhi syarat keamanan terhadap gangguan dan tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, knalpot diberi sillencer dan dinding rumah genset diberi peredam bunyi. h.Penerangan dan pencahayaan 1) Setiap bangunan pengawasan SDKP pencahayaan alami dan pencahayaan sesuai dengan fungsi ruang dalam sehingga kesehatan dan kenyamanan dapat terjamin;
harus mempunyai buatan yang cukup bangunan tersebut, pengguna bangunan
2) Ketentuan teknis dan besaran dari pencahayaan alami dan pencahayaan buatan mengikuti standar dan pedoman teknis yang berlaku. i.Penghawaan dan pengkondisian udara 1) Setiap bangunan pengawasan SDKP harus mempunyai sistem penghawaan/ventilasi alami dan buatan yang cukup untuk menjamin sirkulasi udara yang segar di dalam ruang dan bangunan; 2) Dalam hal tidak dimungkinkan menggunakan sistem penghawaan atau ventilasi alami, dapat menggunakan sistem penghawaan buatan dan/atau pengkondisian udara dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi energi; 3) Pemilihan jenis alat pengkondisian udara harus sesuai dengan fungsi bangunan, dan perletakan instalasinya tidak mengganggu wujud bangunan; 4) Ketentuan teknis sistem penghawaan/ventilasi alami dan buatan serta pengkondisian udara yang lebih rinci harus mengikuti standar dan pedoman teknis yang berlaku.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
29
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
j.Sarana transportasi dalam bangunan gedung 1) Setiap bangunan bertingkat harus dilengkapi sarana transportasi vertikal yang aman, nyaman, tangga, ramp, eskalator, dan/atau elevator (lif);
dengan berupa
2) Penempatan, jumlah tangga dan ramp harus memperhatikan fungsi dan luasan bangunan gedung, konstruksinya harus kuat/kokoh, dan sudut kemiringannya tidak boleh melebihi 35°, khusus untuk ramp aksesibilitas kemiringannya tidak boleh melebihi 7˚; 3) Penggunaan eskalator dapat dipertimbangkan untuk pemenuhan kebutuhan khusus dengan memperhatikan keselamatan pengguna dan keamanan konstruksinya; 4) Ketentuan teknis tangga, ramp, eskalator dan elevator (lif) yang lebih rinci harus mengikuti standar dan pedoman teknis. k.Sarana komunikasi 1) Pada prinsipnya, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana komunikasi intern dan ekstern; 2) Penentuan jenis dan jumlah sarana komunikasi harus berdasarkan pada fungsi bangunan dan kewajaran kebutuhan; 3) Ketentuan lebih pedoman teknis.
rinci
harus
mengikuti
standar
dan
l.Sistem Penangkal/proteksi petir 1) Penentuan jenis dan jumlah sarana sistem penangkal/proteksi petir untuk bangunan pengawasan SDKP harus berdasarkan perhitungan yang mengacu pada lokasi bangunan, fungsi dan kewajaran kebutuhan; 2) Ketentuan teknis sistem penangkal/proteksi petir yang lebih rinci harus mengikuti standar dan pedoman teknis. m.Instalasi gas 1) Instalasi gas yang dimaksud meliputi: a. instalasi gas pembakaran seperti gas kota dan gas elpiji; b. instalasi gas medis, seperti gas oksigen (O2), gas dinitro oksida (N2O), gas carbon dioksida (CO2) dan udara tekan medis. 2) Ketentuan teknis instalasi gas yang lebih rinci harus mengikuti standar dan pedoman teknis. n.Kebisingan dan getaran 1) Bangunan pengawasan SDKP harus memperhitungkan batas tingkat kebisingan dan atau getaran sesuai dengan fungsinya, dengan mempertimbangkan kenyamanan dan kesehatan sesuai diatur dalam standar teknis yang dipersyaratkan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
30
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB IV TAHAPAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SDKP
A. Identifikasi Lokasi Dalam penetapan lokasi untuk pembangunan infrastruktur pengawasan harus dilaksanakan identifikasi lokasi, terkait kondisi lahan yang “clear and clean” dalam hal status kepemilikan aset, kondisi fisik lahan, fasilitas pendukung, serta dukungan dari Pemerintah Daerah Terkait. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk identifikasi lokasi pengembangan infrastruktur pengawasan adalah: No. 1
Identifikasi Lahan
2
Laut
3
Akses ke Lokasi Sumber Air Komunikasi
4 5
6
Keterangan Status Lahan: Peruntukan Lahan: Perseorangan - RUTRW/D; Perusahaan; - BPN; Pemerintah - Dalam mendukung daerah/pusat; pengawasan SDKP. Milik beberapa orang; Daya Dukung Tanah: Adat/Ulayat; - Rawa/Swamp; Topografi: - Lumpur/Silt ; - Flat/datar; - Pasir/Sand; - Undulating/berombak; - Lempung/Clay; - Rolling/bergelombang; - Berbatu/Rock; Mountaining/pegun Timbunan/reklama ungan. si tanah baru; - Tanah sampah/gambut. - Kedalaman (jarak dari - Alur pelayaran; pantai); - Pasang surut; - Bathymetri/Kontur - Ekosistem perairan dasar laut; terdekat; - Gelombang; - Ekosistem darat - Arus laut; terdekat. - Transportasi darat, laut, sungai dan udara. -
Air tanah, air gunung, PDAM Operator Telepon celluler; Telepon statis/Telkom; Radio Komunikasi SSB, HT, Repeater. PLN, genset.
Sumber Listrik 7 Cuaca - Angin, suhu, curah hujan, kelembaban. 8 Kondisi - Banjir, badai gelombang, tsunami, badai angin, Lingkungan gempa bumi. Extreem Keterangan: Data hasil identifikasi calon lokasi/lahan dituangkan dalam tabel penilaian alternatif calon lokasi lahan untuk pengembangan infrastruktur pengawasan pada lampiran Petunjuk Teknis ini.
B. Penyiapan lahan dan pembangunan Kegiatan pembangunan infrastruktur pengawasan dapat dilaksanakan melalui pembangunan baru dan pengembangan infrastruktur pengawasan. Apabila pembangunan infrastruktur pengawasan JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
31
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
dilaksanakan pada suatu kawasan lahan kosong, maka dilaksanakan perencanaan dalam bentuk penyusunan Masterplan dan Detail Engineering Desain. Sedangkan apabila kegiatan pembangunan atau pengembangan infrastruktur yang dilaksanakan adalah pembangunan bagian dari infrastruktur pengawasan (seperti bangunan kantor/mess operator/gudang atau penambahan bangunan pengawasan yang lainnya), maka cukup dilaksanakan pekerjaan Detail Engineering Desain. Diagram alir penyiapan lahan dan penyusunan Masterplan serta Detail Engineering Desain ditampilkan sebagai berikut: MULAI Usulan Satwas/Pos/UPT PSDKP atau Pemda dalam bentuk surat/proposal
Ketersediaan lahan yang siap bangun melalui pengadaanlahan /pinjampakai/hibah lahan
Tidak
Lokasi Drop, dilaksanakan identifikasi lokasi yang lain
T-2
Ya Survey lokasi/identifikasi lahan
Apabila: Pinjam/Hibah: Berita Acara Pinjam Pakai/Penyerahan Hibah dan Persetujuan DPRD Beli: Sertifikat lahan atas nama KKP
Surat persetujuan dari Dinas Tata Kota setempat perihal Peruntukan Lahan
Lahan clean and clear T-1
T-0
Program: - Penyusunan Masterplan dan DED - Penyusunan DED Pengesahan RAB oleh Dinas PU Setempat
Pembangunan Fisik
T+1
Pengembangan/ Operasional Pemeliharaan
SELESAI
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
32
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Diagram Penyusunan Masterplan dan DED MASUKAN & KELUARAN
KEGIATAN
MULAI Identifikasi dan Inventarisasi Potensi UPT
Masukan: Studi literatur, data awal, kelembagaan, informasi UPT
Peninjauan lokasi rencana UPT Pengawasan Penyusunan jadwal, metode kerja dan laporan
Keluaran: Laporan pendahuluan Survey dan Pengumpulan Data PRIMER: a. Survey hidrooceanografi (gelombang, batymetri, pasang surut, arus, kondisi perairan) b. Penyelidikan tanah dan pengukuran SEKUNDER: a. Data angin, material dan lingkungan sekitar; b. Data sosial, ekonomi, budaya dan industri; c. Fasilitas penunjang (transportasi, air, listrik, telekomunikasi) d. Peraturan Daerah; e. Peta dan data pendukung lain;
Keluaran: Laporan hasil survey Laporan analisa data
Pengolahan, Uji Laboratorium, Analisa, Kajian Lingkungan dan Penyusunan Laporan
- Penetapan konsep dan penyusunan masterplan - Penyusunan detail desain - Gambar dan Rencana Anggaran Biaya serta dokumen teknis lainnya
Keluaran: Draft Masterplan UPT Draft Gambar Masterplan dan DED
- Penyempurnaan dokumen masterplan - Penyempurnaan dokumen detail desain - Penyempurnaan Laporan dan dokumen teknis lainnya
SELESAI
Keluaran: Laporan Akhir Masterplan UPT Dokumen Teknis (Perhitungan, RAB, BQ, RKS, Spektek) dan Gambar Masterplan dan DED Softcopy
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
33
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
C. Tahapan Survey, Investigation dan Design 1. Survey Informasi calon lahan yang diperoleh baik dari Tim Teknis, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, Kabupaten/Kota, atau masyarakat akan dilakukan peninjauan/pengamatan di lapangan meliputi: a. Status lahan; b. Peruntukan dan rencana peruntukan lahan; c. Topografi; d. Daya dukung tanah; e. Dokumentasi. 2. Investigation Dilakukan penelitian/penyelidikan terhadap kebenaran informasi calon lahan dimaksud ke berbagai pihak meliputi: a. Status lahan Kepemilikan status lahan, apakah milik perorangan, Pemerintah Pusat/Daerah/Kota atau milik Perusahaan/Intansi lain, selanjutnya dikonfirmasi ulang ke Badan/Kantor Pertanahan Nasional dan Bappeda setempat. b. Peruntukan Lahan Peruntukan lahan harus disesuaikan dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah/Daerah (RUTRW/D), Land use (tempat umum), rencana pembangunan fisik di lokasi tersebut, apakah telah sesuai dengan rencana pembangunan UPT/Pos Pengawasan SDKP/Satwas PSDKP. c. Topografi Topografi dibagi menjadi 4 jenis yaitu: Flat : datar Undulatting : berombak Rolling : bergelombang Mountaining : bergunung Dalam perencanaan suatu lokasi, harus dipilih lokasi yang siap bangun, meminimalisir pekerjaan timbunan dan perbaikan tanah. d. Rencana Peruntukan Penetapan calon lahan yang akan dipilih sangat tergantung dengan rencana peruntukannya. Rencana peruntukan dimaksud harus didukung oleh data fisik seperti kebutuhan lahan, kedalaman perairan, alur pelayaran sesuai standar teknis bangunan pengembangan infrastruktur maupun kondisi sosial masyarakat setempat. e. Daya Dukung Tanah Daya dukung tanah menentukan perencanaan jenis pondasi bangunan apakah menggunakan pondasi dangkal, tiang pancang atau cerucuk. Hal tersebut ditentukan oleh kedalaman tanah, jenis tanah seperti jenis tanah rawa, lumpur (silt), pasir (sand), lempung (clay), berbatu (stone), atau kondisi tanah yang berasal dari timbunan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
34
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
3. Tahap Desain Terdiri dari 2 kegiatan pokok , yaitu: a. Konsep Desain Konsep Desain adalah suatu gambaran yang terdiri atas berbagai pertimbangan dan kebutuhan terhadap suatu sasaran yang akan menghasilkan Detail Engineering Desain. Kebutuhan pembangunan dalam konsep desain memperhitungkan beberapa aspek antara lain: Kebutuhan bangunan; Luas bangunan; Luas area; Kondisi lahan. Dalam hal penyusunan desain dermaga, dilakukan dengan mempertimbangkan operasional tambat labuh kapal pengawas yang berbeda dengan kapal perikanan. Hal tersebut disebabkan di dalam kapal pengawas terdapat senjata api, amunisi, dokumen operasi, dan alat-alat komunikasi yang tidak terbuka untuk umum. Sedangkan untuk desain bangunan dan fasilitasnya disesuaikan dengan kegiatan operasional Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan di Pangkalan, Stasiun, Pos dan Satuan Pengawasan. b. Detail Desain Detail desain adalah suatu gambaran terhadap rencana pembangunan fisik di suatu lokasi yang disusun secara rinci dan terurai dengan jelas yang tertuang dalam kertas kerja. Detail desain dilaksanakan apabila hasil konsep desain sudah disetujui sesuai dengan rencana dan kondisi di lapangan. Detail Desain terdiri dari beberapa kegiatan penelitian kondisi fisik terhadap lahan yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan kegiatan perhitungan teknik dan penyesuaian atas kriteria dan konsep desain yang telah disusun. Tahapan kegiatan Detail Desain yang akan dilaksanakan meliputi: Penelitian topografi lahan; Penelitian kontur kedalaman perairan (bathymetri) (khusus untuk dermaga dan bangunan air); Penelitian kondisi fisik perairan (hidro-oseanografi) (khusus untuk dermaga dan bangunan air); Penelitian daya dukung tanah; Penelitian fasilitas pendukung: air bersih, jaringan listrik, akses perhubungan, telepon; Penyusunan rencana tata ruang lokasi (khusus masterplan) Penelitian kriteria desain dan penyesuaian konsep desain bangunan laut dan bangunan darat; Penyusunan detail desain bangunan laut dan bangunan darat; Penggambaran detail desain arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal; Penyusunan dokumen lelang; Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Konstruksi; Kajian Lingkungan (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) (khusus masterplan); Gambar Kerja untuk pelaksanaan pembangunan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
35
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
D. Persiapan 1. Penyusunan Program dan Pembiayaan Penyusunan program dan pembiayaan pembangunan adalah merupakan tahap awal proses penyelenggaraan pembangunan bangunan pengawasan SDKP, yang merupakan kegiatan untuk menentukan program kebutuhan ruang dan fasilitas bangunan yang diperlukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pekerjaan dari instansi yang bersangkutan, serta penyusunan kebutuhan biaya pembangunan. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam penyusunan program dan pembiayaan adalah: a. Penyusunan program dan pembiayaan pembangunan bangunan pengawasan SDKP disusun oleh instansi Pengguna Anggaran yang memerlukan bangunan pengawasan SDKP, selain berpedoman pada Rencana Strategis dan Rencana Kerja Direktorat Jenderal PSDKP. b. Penyusunan kebutuhan program ruang dan bangunan serta pelaksanaan pembangunan bangunan pengawasan SDKP dilakukan dengan: 1) Menentukan kebutuhan luas ruang bangunan yang akan dibangun, antara lain: - ruang kerja; - ruang sirkulasi; - ruang penyimpanan; - ruang mekanikal/elektrikal; - ruang pertemuan; - ruang pembinaan rohani; - ruang servis (pantry); dan - ruang-ruang lainnya; yang disusun sesuai kebutuhan dan fungsi pengawasan serta pelayanan. 2) Menentukan kebutuhan pengembangan infrastruktur dan sarana bangunan gedung, antara lain: - kebutuhan parkir; - sarana penyelamatan; - utilitas bangunan; - sarana transportasi; - fasilitas komunikasi dan informasi; - jalan masuk dan keluar; - drainase dan pembuangan limbah; serta - pengembangan infrastruktur dan sarana lainnya sesuai dengan kebutuhan. 3) menentukan kebutuhan lahan bangunan; 4) menyusun jadwal pelaksanaan pembangunan. JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
36
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Penyusunan program kebutuhan ruang dan bangunan dilakukan dengan mengikuti pedoman, standar, dan petunjuk teknis pembangunan bangunan pengawasan SDKP yang berlaku. c. Penyusunan program kebutuhan bangunan pengawasan SDKP yang belum ada disain prototipenya dapat menggunakan jasa konsultan. d. Berdasarkan program kebutuhan yang telah ditetapkan, selanjutnya disusun kebutuhan pembiayaan pembangunan bangunan pengawasan SDKP yang bersangkutan, yang terdiri atas: 1) biaya pelaksanaan konstruksi fisik; 2) biaya perencanaan teknis konstruksi; 3) biaya manajemen konstruksi atau pengawasan dan
konstruksi;
4) biaya pengelolaan kegiatan. e. Penyusunan pembiayaan bangunan pengawasan SDKP 2 didasarkan pada standar harga per-m tertinggi bangunan yang berlaku. f. bangunan yang belum ada standar harganya atau memerlukan penilaian khusus, harus dikonsultasikan kepada Instansi Teknis setempat. g. Pembangunan bangunan pengawasan pembangunannya disarankan selesai anggaran.
dalam
pelaksanaan satu tahun
h. Dokumen program dan pembiayaan pembangunan bangunan pengawasan SDKP merupakan dokumen yang harus diserahkan kepada Kepala Satuan Kerja yang ditetapkan untuk melaksanakan pembangunan bangunan pengawasan SDKP yang bersangkutan, sebagai bahan acuan. 2. Persiapan Kegiatan Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam persiapan kegiatan adalah: a. Tahap persiapan kegiatan merupakan kegiatan persiapan setelah program dan pembiayaan tahunan yang diajukan telah disetujui atau Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) telah diterima oleh Kepala Satuan Kerja. b. Tahap persiapan kegiatan dilakukan oleh Pengguna Anggaran, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja, berdasarkan program dan pembiayaan yang telah disusun sebelumnya. c. Kegiatan yang harus dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja pembangunan bangunan pengawasan SDKP meliputi: 1) Pembentukan
Organisasi
Pengelola
Kegiatan
dan Panitia
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
37
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Pengadaan Barang dan Jasa yang diperlukan; 2) Pengadaan Konsultan Manajemen Konstruksi untuk kegiatan yang menggunakan penyedia jasa manajemen konstruksi. E. Perencanaan Teknis Konstruksi Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam perencanaan teknis konstruksi adalah: 1. Perencanaan teknis konstruksi merupakan tahap penyusunan rencana teknis (disain) bangunan pengawasan, termasuk yang penyusunannya dilakukan dengan menggunakan disain berulang atau dengan disain prototip; 2. Penyusunan rencana teknis bangunan pengawasan dilakukan dengan cara menggunakan penyedia jasa perencanaan konstruksi, baik perorangan ahli maupun badan hukum yang kompeten, sesuai dengan ketentuan, dan apabila tidak terdapat penyedia jasa perencanaan konstruksi yang bersedia, dapat dilakukan oleh instansi Pekerjaan Umum/instansi teknis setempat. 3. Rencana teknis disusun berdasarkan Kerangka Acuan yang disusun oleh pengelola kegiatan.
Kerja (KAK)
4. Dokumen rencana teknis bangunan pengawasan SDKP secara umum meliputi: a. Gambar rencana teknis (arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal, serta tata lingkungan); b. Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS), yang meliputi persyaratan umum, administratif, dan teknis bangunan pengawasan SDKP yang direncanakan; c. Rencana anggaran biaya pembangunan; d. Laporan akhir tahap perencanaan, meliputi:
e.
f.
1)
laporan arsitektur;
2)
laporan perhitungan struktur termasuk laporan penyelidikan tanah (soil test);
3)
laporan perhitungan mekanikal dan elektrikal;
4)
laporan perhitungan IT (Informasi & Teknologi);
5) laporan tata lingkungan. Keluaran akhir tahap perencanaan, yang meliputi dokumen perencanaan, berupa: Gambar Rencana Teknis, Rencana Kerja danSyarat-syarat (RKS) termasuk Spesifikasi Teknis, Rencana Anggaran Biaya (Engineering Estimate), dan Daftar Volume Pekerjaan (Bill of Quantity) yang disusun sesuai ketentuan; Kontrak kerja perencanaan konstruksi dan berita acara kemajuan pekerjaan/serah terima pekerjaan perencana an, yang disusun dengan mengikuti ketentuan yang tercantum dalam peraturan presiden tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, dan pedoman pelaksanaan JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
38
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
pengadaan barang/jasa pemerintah beserta petunjuk teknis pelaksanaannya. 5. Tahap perencanaan teknis konstruksi untuk bangunan pengawasan SDKP: a) yang berlantai diatas 4 lantai; dan/atau b) dengan luas total diatas 5.000 m2; dan/atau c) dengan klasifikasi khusus; dan/atau d) yang melibatkan lebih dari satu konsultan perencana maupun pelaksana; dan/atau; e) yang dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran (multiyears project); f) diharuskan melibatkan penyedia jasa manajemen konstruksi, sejak awal tahap perencanaan. F. Pelaksanaan Konstruksi Beberapa hal yang perlu kontruksi:
menjadi
perhatian
dalam
pelaksanaan
1. Dalam pelaksanaan konstruksi bangunan gedung negara sudah termasuk tahap pemeliharaan konstruksi. 2. Pelaksanaan konstruksi merupakan tahap pelaksanaan mendirikan bangunan gedung, baik merupakan pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya, maupun perluasan yang sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan yang belum selesai, dan/atau perawatan (rehabilitasi, renovasi, restorasi) dilakukan dengan menggunakan penyedia jasa pelaksana konstruksi sesuai ketentuan. 3. Pelaksanaan konstruksi dilakukan berdasarkan dokumen pelelangan yang telah disusun oleh perencana konstruksi, dengan segala tambahan dan perubahannya pada saat penjelasan pekerjaan/aanwijzing pelelangan, serta ketentuan teknis (pedoman dan standar teknis) yang dipersyaratkan. 4. Pelaksanaan konstruksi dilakukan sesuai dengan: kualitas masukan (bahan, tenaga, dan alat), kualitas proses (tata cara pelaksanaan pekerjaan), dan kualitas hasil pekerjaan, seperti yang tercantum dalam RKS. 5. Pelaksanaan konstruksi harus mendapatkan pengawasan dari penyedia jasa pengawasan konstruksi atau penyedia jasa manajemen konstruksi. 6. Pelaksanaan konstruksi harus sesuai dengan ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). 7. Penyusunan Kontrak Kerja Pelaksanaan Konstruksi dan Berita Acara Kemajuan Pekerjaan/Serah Terima Pekerjaan Pelaksanaan Konstruksi maupun Pengawasan Konstruksi mengikuti ketentuan yang tercantum dalam peraturan presiden tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dan petunjuk teknis pelaksanaannya. 8. Pemeliharaan konstruksi adalah tahap uji coba dan pemeriksaan JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
39
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
atas hasil pelaksanaan konstruksi fisik. Dalam masa pemeliharaan ini penyedia jasa pelaksanaan konstruksi berkewajiban memperbaiki segala cacat atau kerusakan dan kekurangan yang terjadi selama masa konstruksi. 9. Dalam masa pemeliharaan semua peralatan yang dipasang di dalam dan di luar gedung, harus diuji coba sesuai fungsinya. Apabila terjadi kekurangan atau kerusakan yang menyebabkan peralatan tidak berfungsi, maka harus diperbaiki sampai berfungsi dengan sempurna. 10. Apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak kerja pelaksanaan konstruksi bangunan gedung , masa pemeliharaan konstruksi untuk bangunan gedung semi permanen minimal selama 3 (tiga) bulan dan untuk bangunan gedung permanen minimal 6 (enam) bulan terhitung sejak serah terima pertama pekerjaan konstruksi. 11. Keluaran akhir yang harus dihasilkan pada tahap ini adalah: a. Bangunan pengawasan SDKP yang sesuai dengan dokumen untuk pelaksanaan konstruksi; b. Dokumen hasil Pelaksanaan Konstruksi, meliputi: c. gambar-gambar drawings).
yang
sesuai
dengan
pelaksanaan
(as
1) semua berkas perizinan yang diperoleh pada pelaksanaan konstruksi fisik, termasuk Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
built saat
2) kontrak kerja pelaksanaan konstruksi fisik, pekerjaan pengawasan beserta segala perubahan/addendumnya. 3) laporan harian, mingguan, bulanan yang dibuat selama pelaksanaan konstruksi fisik, laporan akhir manajemen konstruksi/pengawasan, dan laporan akhir pengawasan berkala. 4) berita acara perubahan pekerjaan, pekerjaan tambah/kurang, serah terima I dan II, pemeriksaan pekerjaan, dan berita acara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi fisik. 5) foto-foto dokumentasi yang diambil pada tahapan kemajuan pelaksanaan konstruksi fisik.
setiap
6) manual pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, termasuk petunjuk yang menyangkut pengoperasian dan perawatan peralatan dan perlengkapan mekanikal-elektrikal bangunan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
40
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB V KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN
Anggaran biaya pembangunan bangunan pengawasan SDKP ialah anggaran yang tersedia dalam Dokumen Pembiayaan yang berupa Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), atau dokumen pembiayaan lainnya, yang terdiri atas komponen biaya konstruksi fisik, biaya manajemen/pengawasan konstruksi, biaya perencanaan teknis konstruksi, dan biaya pengelolaan kegiatan. A. Biaya Konstruksi Fisik Yaitu besarnya biaya yang dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan konstruksi fisik bangunan pengawasan SDKP yang dilaksanakan oleh penyedia jasa pelaksanaan secara kontraktual dari hasil pelelangan, penunjukan langsung, atau pemilihan langsung. Biaya konstruksi fisik terdiri dari biaya pekerjaan standar dan non standar. Biaya konstruksi fisik selanjutnya diatur sebagai berikut: a. Biaya pelaksanaan konstruksi dibebankan pada biaya untuk komponen konstruksi fisik kegiatan yang bersangkutan; b. Biaya konstruksi fisik maksimum untuk pekerjaan standar, dihitung dari hasil perkalian total luas bangunan pengawasan SDKP dengan standar harga satuan per-m2 tertinggi yang berlaku; c. Untuk biaya konstruksi fisik pekerjaan-pekerjaan yang belum ada pedoman harga satuannya (non standar), dihitung dengan rincian kebutuhan nyata dan dikonsultasikan dengan Instansi Teknis setempat; d. Biaya konstruksi fisik ditetapkan dari hasil pelelangan pekerjaan yang bersangkutan, maksimum sebesar biaya konstruksi fisik yangtercantum dalam dokumen pembiayaan bangunan gedung negara yang bersangkutan, yang akan dicantumkan dalam kontrak, yang di dalamnya termasuk biaya untuk: 1) pelaksanaan pekerjaan di lapangan (material, tenaga, dan alat); 2) jasa dan overhead; 3) Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang IMB-nya telah mulai diproses oleh pengelola kegiatan dengan bantuan konsultan perencana konstruksi dan/atau konsultan manajemen konstruksi; 4) pajak dan iuran daerah lainnya; dan 5) biaya asuransi selama pelaksanaan konstruksi. e. Pembayaran biaya konstruksi fisik dapat dilakukan secara bulanan atau tahapan tertentu yang didasarkan pada prestasi/kemajuan pekerjaan fisik di lapangan. B. Biaya Manajemen Konstruksi (Untuk Pekerjaan Tertentu) Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan manajemen konstruksi pembangunan bangunan gedung, yang dilakukan oleh penyedia jasa manajemen konstruksi secara JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
41
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
kontraktual dari hasil seleksi atau penunjukan langsung. Biaya manajemen konstruksi diatur sebagai berikut: a. Biaya manajemen konstruksi dibebankan pada biaya untuk komponen kegiatan manajemen konstruksi yang bersangkutan; b. Besarnya nilai biaya manajemen konstruksi maksimum dihitung berdasarkan prosentase biaya manajemen konstruksi terhadap biaya konstruksi fisik yang tercantum dalam Tabel B2 dan B3 (pada lampiran); c. Besarnya biaya manajemen konstruksi dihitung secara orang-bulan dan biaya langsung yang bisa diganti, sesuai dengan ketentuan billing rate; d. Biaya manajemen konstruksi ditetapkan dari hasil seleksi atau penunjukan langsung pekerjaan yang bersangkutan, yang akan dicantumkan dalam kontrak, termasuk biaya untuk: 1) honorarium tenaga ahli dan tenaga penunjang; 2) materi dan penggandaan laporan; 3) pembelian dan atau sewa peralatan; 4) sewa kendaraan; 5) biaya rapat-rapat; 6) perjalanan (lokal maupun luar kota); 7) jasa dan overhead manajemen konstruksi, 8) asuransi/pertanggungan (indemnity insurance); 9) pajak dan iuran daerah lainnya. e. Pembayaran biaya manajemen konstruksi didasarkan pada prestasi kemajuan pekerjaan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi di lapangan, yaitu (maksimum): 1) tahap persiapan/pengadaan konsultan perencana 5%; 2) tahap review rencana teknis sampai dengan serah terima dokumen perencanaan 10%; 3) tahap pelelangan pelaksana pekerjaan 5%; 4) tahap konstruksi fisik yang dibayarkan berdasarkan prestasi pekerjaan konstruksi fisik di lapangan s.d. serah terima kedua pekerjaan 80%. C. Biaya Perencanaan Teknis Konstruksi Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk membiayai perencanaan bangunan pengawasan SDKP, yang dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan secara kontraktual dari hasil seleksi, penunjukan langsung, atau pemilihan langsung. Biaya perencanaan diatur sebagai berikut: a. Biaya perencanaan dibebankan pada biaya untuk komponen kegiatan perencanaan yang bersangkutan; b. Besarnya nilai biaya perencanaan maksimum dihitung berdasarkanprosentase biaya perencanaan teknis konstruksi terhadap nilai biaya konstruksi fisik bangunan yang tercantum dalam Tabel B1, B2, dan B3 (pada lampiran); c. Biaya perencanaan teknis dihitung secara orang-bulan dan biaya langsung yang bisa diganti, sesuai dengan ketentuan billing rate; JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
42
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
d. Biaya perencanaan teknis ditetapkan dari hasil seleksi atau penunjukan langsung pekerjaan yang bersangkutan, yang akan dicantumkan dalam kontrak termasuk biaya untuk: 1) honorarium tenaga ahli dan tenaga penunjang; 2) materi dan penggandaan laporan; 3) pembelian dan sewa peralatan; 4) sewa kendaraan; 5) biaya rapat-rapat; 6) perjalanan (lokal maupun luar kota); 7) jasa dan overhead perencanaan; 8) asuransi/pertanggungan (indemnity insurance); 9) pajak dan iuran daerah lainnya. e. Untuk pekerjaan yang berada di wilayah yang sukar pencapaiannya/sukar dijangkau transportasi (remote area), kebutuhan biaya untuk transportasi/dalam rangka survei, penjelasan pekerjaan/aanwijzing, pengawasan berkala, opname lapangan, koordinasi, monitoring dan evaluasi, serta biaya ke lokasi tersebut, dapat diajukan sebagai biaya non standar, di luar prosentase biaya perencanaan, yang tercantum dalam Tabel B1, B2 dan B3 (pada lampiran), dalam penyusunan kebutuhan anggaran tersebut agar berkonsultasi dengan instansi teknis setempat; f. Pembayaran biaya perencanaan didasarkan pada pencapaian prestasi/ kemajuan perencanaan setiap tahapnya, yaitu (maksimum): 1) tahap konsep rancangan 10% 2) tahap prarancangan 20% 3) tahap pengembangan 25% 4) tahap rancangan gambar detail dan penyusunan RKS serta RAB 25% 5) tahap pelelangan 5% 6) tahap pengawasan berkala 15% D. Biaya Pengawasan Konstruksi Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk membiayai pengawasan pembangunan bangunan gedung, yang dilakukan oleh penyedia jasa pengawasan secara kontraktual dari hasil seleksi atau penunjukan langsung. Biaya pengawasan diatur sebagai berikut: a. b.
c.
d.
Biaya pengawasan dibebankan pada biaya untuk komponen kegiatan pengawasan yang bersangkutan; Besarnya nilai biaya pengawasan maksimum dihitung berdasarkan prosentase biaya pengawasan konstruksi terhadap nilai biaya konstruksi fisik bangunan yang tercantum dalam Tabel B1 dan B2 (pada lampiran); Biaya pengawasan dihitung secara orang-bulan dan biaya langsung yang bisa diganti, sesuai dengan ketentuan billing rate; Biaya pengawasan ditetapkan dari hasil seleksi atau JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
43
DITJEN PSDKP
e.
f.
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
penunjukan langsung pekerjaan yang bersangkutan, yang akan dicantumkan dalam kontrak termasuk biaya untuk: 1)honorarium tenaga ahli dan tenaga penunjang; 2)materi dan penggandaan laporan; 3)pembelian dan atau sewa peralatan; 4)sewa kendaraan; 5)biaya rapat-rapat; 6)perjalanan (lokal maupun luar kota); 7)jasa dan overhead pengawasan; 8)asuransi/pertanggungan (indemnity insurance); 9)pajak dan iuran daerah lainnya. Untuk pekerjaan yang berada di wilayah yang sukar pencapaiannya/sukar dijangkau transportasi (remote area), kebutuhan biaya untuk transportasi/dalam rangka survei, penjelasan pekerjaan/aanwijzing, pengawasan berkala, opname lapangan, koordinasi, monitoring dan evaluasi, serta biaya ke lokasi tersebut, dapat diajukan sebagai biaya non standar, di luar prosentase biaya pengawasan, yang tercantum dalam Tabel B1 dan B2 (pada lampiran), dalam penyusunan kebutuhan anggaran tersebut agar berkonsultasi dengan instansi teknis setempat; Pembayaran biaya pengawasan dapat dibayarkan secara bulanan atau tahapan tertentu yang didasarkan pada pencapaian prestasi/kemajuan pekerjaan konstruksi fisik di lapangan, atau penyelesaian tugas dan kewajiban pengawasan.
E. Biaya Pengelolaan Kegiatan Yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pengelolaan pembangunan bangunan pengawasan SDKP. a. Biaya pengelolaan kegiatan diatur sebagai berikut: Biaya pengelolaan kegiatan dibebankan pada biaya untuk komponen pengelolaan kegiatan yang bersangkutan; b. Besarnya nilai biaya pengelolaan kegiatan maksimum dihitung berdasarkan prosentase biaya pengelolaan kegiatan terhadap nilai biaya konstruksi fisik bangunan yang tercantum dalam Tabel B1 dan B2 (pada lampiran); c. Perincian penggunaan biaya pengelolaan kegiatan adalah sebagai berikut: 1) Biaya operasional unsur Pengguna Anggaran Biaya operasional unsur Pengguna Anggaran, adalah sebesar 65% dari biaya pengelolaan kegiatan yang bersangkutan, untuk keperluan honorarium staf dan panitia lelang, perjalanan dinas, rapat-rapat, proses pelelangan (kecuali biaya pemasangan pengumuman di media massa, honorarium panitia pengadaan, dan biaya penggandaan dokumen, dianggarkan tersendiri), bahan dan alat yang berkaitan dengan pengelolaan kegiatan sesuai dengan pentahapannya, serta JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
44
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
persiapan dan pengiriman kelengkapan administrasi/dokumen pendaftaran bangunan pengawasan SDKP; 2) Biaya operasional unsur Pengelola Teknis a) Biaya operasional unsur pengelola teknis, adalah sebesar 35% dari biaya pengelolaan kegiatan yang bersangkutan, yang dipergunakan untuk keperluan honorarium pengelola teknis, honorarium tenaga ahli/nara sumber (apabila diperlukan), perjalanan dinas, transport lokal, biaya rapat, biaya pembelian/penyewaan bahan dan alat yang berkaitan dengan kegiatan yang bersangkutan sesuai dengan pentahapannya; b) Pembiayaan diajukan oleh Instansi Teknis setempat kepada kepala satuan kerja/pejabat pembuat komitmen. 3) Realisasi pembiayaan pengelolaan kegiatan dapat dilakukan secara bertahap sesuai kemajuan pekerjaan (persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan konstruksi). Besarnya honorarium pengelolaan kegiatan mengikuti ketentuan yang berlaku. d. Untuk pekerjaan yang berada di wilayah yang sukar pencapaiannya/sukardijangkau transportasi (remote area), kebutuhan biaya untuk transportasi/ perjalanan dinas dalam rangka survei, penjelasan pekerjaan/aanwijzing, pengawasan berkala, opname lapangan, koordinasi, monitoring dan evaluasi, serta biaya pengelolaan kegiatan ke lokasi tersebut, dapat diajukan sebagai biaya non standar, di luar prosentase biaya pengelolaan kegiatan, yang tercantum dalam Tabel B1, B2, dan B3 (pada lampiran), dalam penyusunan kebutuhan anggaran tersebut agar berkonsultasi dengan instansi teknis setempat. Di dalam masing-masing komponen biaya pembangunan tersebut termasuk semua beban pajak dan biaya perizinan yang berkaitan dengan pembangunan bangunan pengawasan SDKP sesuai peraturan. Kelebihan biaya berupa penghematan yang didapat dari biaya perencanaan, manajemen konstruksi atau pengawasan dapat digunakan langsung untuk pening-katan mutu atau penambahan kegiatan konstruksi fisik, dengan melakukan revisi dokumen pembiayaan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
45
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB VI PENYELENGGARA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SDKP
A. Pengguna Anggaran a. Pengguna Anggaran adalah Direktorat Jenderal PSDKP/Unit Pelaksana Teknis penyelenggara pembangunan bangunan gedung untuk keperluan dinas, yang mempunyai program dan pembiayaan pembangunan. b. Pengguna Anggaran bertanggung jawab untuk menyusun program dan kebutuhan biaya pembangunan yang diperlukan, melaksanakan pembangunan, mengendalikan pembangunan, memanfaatkan, dan memelihara, serta merawat bangunan yang telah selesai. c. Pengguna Anggaran dalam menyelenggarakan pembangunan dapat pula melaksanakan melalui upaya tukar menukar/tukar bangun, kerjasama pemanfaatan (Bangun Guna Serah, Bangun Serah Guna, dll.), hibah, atau cara lainnya sesuai peraturan perundang-undangan. d. Pengguna Anggaran dapat melimpahkan pelaksanaan penyelenggaraan pembangunannya kepada Instansi Teknis setempat. B. Pembina Teknis a. Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pembina Teknis penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung adalah Menteri Pekerjaan Umum. b. Pembina Teknis bertanggung jawab untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis penyelenggaraan pembangunan bangunan pengawasan SDKP. c. Pembinaan dilakukan dalam rangka tata pemerintahan yang baik melalui kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan sehingga setiap penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib, efektif dan efisien. d. Dalam melaksanakan pembinaan teknis Menteri Pekerjaan Umum menugaskan kepada instansi teknis setempat untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis di daerahnya sesuai azas dekonsentrasi. Berdasarkan penugasan tersebut instansi teknis setempat melaporkan hasil pelaksanaan pembinaannya kepada Menteri Pekerjaan Umum. C. Organisasi dan Tata Laksana 1. Pengelola Kegiatan a. Organisasi Pengelola Kegiatan Organisasi Pengelola Kegiatan untuk pembangunan bangunan pengawasan SDKP terdiri atas: 1) Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen yaitu pejabat yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran; 2) PengelolaKeuangan Satuan Kerja yaitu Bendaharawan dan
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
46
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Pejabat Verifikasi yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran; 3) Pengelola Administrasi Satuan Kerja yaitu staf satuan kerja yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Satuan Kerja, yang sesuai ketentuan dapat terdiri atas beberapa staf; 4) Pengelola Teknis yaitu tenaga bantuan dari Instansi Teknis Setempat. b. Fungsi Pengelola Kegiatan: Pengelola kegiatan berfungsi membantu Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan. 1) Kepala Satuan Kerja Kepala Satuan Kerja berfungsi menyelenggarakan seluruh tugas satuan kerja terutama pelaksanaan rencana kerja yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). 2) Pejabat Pembuat Komitmen Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja, berfungsi melaksanakan sebagian tugas satuan kerja dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara dan bertanggung jawab secara fisik maupun keuangan kepada Kepala Satuan Kerja. 3) Bendahara Bendahara berfungsi membantu Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen dalam melaksanakan pengelolaan keuangan satuan kerja dan bertanggung jawab secara operasional kepada Kepala Satuan Kerja. 4) Pejabat Verifikasi Pejabat verifikasi adalah pejabat yang melakukan pengujian atas Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan menyetujui/menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) dan bertanggung jawab kepada Kepala Satuan Kerja. 5) Pengelola Administrasi Kegiatan Pengelola Administrasi Kegiatan berfungsi membantu Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen dalam melaksanakan pengelolaan administrasi Kegiatan. Pengelola Administrasi Kegiatan bertang gung jawab secara operasional kepada Kepala Satuan Kerja. 6) Pengelola Teknis Kegiatan Pengelola Teknis Kegiatan berfungsi membantu Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen dalam mengelola Kegiatan dibidang teknis administratif selama pembangunan bangunan gedung pada setiap tahap, baik di tingkat program maupun di tingkat operasional. Pengelola teknis adalah pejabat fungsional bidang tata bangunan dan perumahan atau yang bersertifikat pengelola teknis yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab secara fungsional kepada: a) Direktur
Jenderal
Cipta
Karya
c.q.
Direktur
Penataan
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
47
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Bangunan dan Lingkungan untuk satuan kerja-satuan kerja Kementerian/Lembaga tingkat Pusat di wilayah DKI Jakarta; atau b) Dinas Pekerjaan Umum/Instansi teknis provinsi yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung sebagai bentuk penyelenggaraan tugas dekonsentrasi untuk satuan kerja - satuan kerja Kementerian/Lembaga di luar wilayah DKI Jakarta; serta bertanggung jawab secara operasional kepada Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. c. Penyedia Jasa Perencanaan Konstruksi 1) Penyedia jasa perencanaan, adalah perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas konsultansi dalam bidang jasa perencanaan teknis bangunan gedung beserta kelengkapannya; 2) Penyedia jasa perencanaan berfungsi melaksanakan pengadaan dokumen perencanaan, dokumen lelang, dokumen untuk pelaksanaan konstruksi, memberikan penjelasan pekerjaan pada waktu pelelangan, dan memberikan penjelasan serta saran penyelesaian terhadap persoalan perencanaan yang timbul selama tahap konstruksi; 3) Penyedia jasa perencanaan mulai bertugas sejak ditetapkan berdasarkan SPMK mulai dari tahap perencanaan sampai dengan serah terima I (pertama) pekerjaan oleh pelaksana konstruksi; 4) Penyedia jasa perencanaan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab secara kontraktual kepada Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen; d. Penyedia Jasa Pengawasan Konstruksi 1) Penyedia jasa pengawasan adalah perusahaan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk melaksanakan tugas-tugas konsultansi dalam bidang jasa pengawasan konstruksi; 2) Penyedia jasa pengawasan berfungsi melaksanakan pengawasan pada tahap konstruksi; 3) Penyedia jasa pengawasan mulai bertugas sejak ditetapkan berdasarkan SPMK sampai dengan paling lambat 2 (dua) minggu setelah serah terima kedua pekerjaan oleh pelaksana konstruksi; 4) Penyedia jasa pengawasan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab secara kontraktual kepada Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen; e. Penyedia Jasa Pelaksanaan Konstruksi 1) Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi adalah perusahaan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk melakukan tugas pelaksanaan konstruksi fisik pembangunan gedung; 2) Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi berfungsi membantu
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
48
DITJEN PSDKP
3)
4)
5)
6)
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
pengelola kegiatan untuk melakukan tugas pelaksanaan konstruksi fisik; Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi mulai bertugas sejak waktu yang ditetapkan berdasarkan SPMK sampai dengan serah terima kedua pekerjaan pelaksanaan; Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab secara kontraktual kepada Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen; Pengadaan Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi harus berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam perpres R.I. tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah serta petunjuk teknis pelaksanaannya; Biaya Penyedia jasa pelaksanaan konstruksi dibebankan pada biaya untuk komponen kegiatan pelaksanaan konstruksi yang ditetapkan.
2. Kegiatan Perencanaan Teknis Pekerjaan perencanaan teknis konstruksi dapat meliputi perencanaan lingkungan, site/tapak bangunan, atau perencanaan fisik bangunan pengawasan SDKP. Kegiatan perencanaan teknis terdiri atas: a) Persiapan atau penyusunan konsep perencanaan, seperti mengumpulkan data dan informasi lapangan (termasuk penyelidikan tanah sederhana), membuat interpretasi secara garis besar terhadap Kerangka Acuan Kerja, program kerja perencanaan, konsep perencanaan, sketsa gagasan, dan konsultasi dengan pemerintah daerah setempat mengenai peraturan daerah/perizinan bangunan; b) Penyusunan prarencana, seperti membuat rencana tapak, prarencana bangunan, perkiraan biaya, laporanperencanaan, dan mengurus perizinan sampai mendapatkan keterangan rencana kota/kabupaten, keterangan persyaratan bangunan dan lingkungan, dan penyiapan kelengkapan permohonan IMB sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah daerah setempat; c) Menyelenggarakan paket kegiatan lokakarya value engineering untuk pengembangan konsep perencanaan teknis, bagi satuan kerja yang mewajibkan kegiatan tersebut; d) Penyusunan pengembangan rencana, seperti membuat: 1)rencana arsitektur, beserta uraian konsep dan visualisasi dwi dan trimatra bila diperlukan; 2)rencana struktur, beserta uraian konsep dan perhitungannya; 3)rencana mekanikal elektrikal termasuk IT, beserta uraian konsep dan perhitungannya; 4)garis besar spesifikasi teknis (Outline Specifications); 5)perkiraan biaya.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
49
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
e) Penyusunan rencana detail berupa uraian lebih terinci seperti: membuat gambar-gambar detail, rencana kerja dan syaratsyarat, rincian volume pelaksanaan pekerjaan, rencana anggaran biaya pekerjaan konstruksi, dan menyusun laporan perencanaan; f) Pembuatan dokumen perencanaan teknis berupa: rencana teknis arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal, pertamanan, tata ruang dalam bentuk gambar rencana, gambar detail pelaksanaan dan perhitungannya, rencana kerja dan syarat-syarat administratif, syarat umum dan syarat teknis, rencana anggaran biaya pembangunan dan laporan perencanaan; 3. Kegiatan Konstruksi Fisik Kegiatan konstruksi fisik terdiri atas: a) Melakukan pemeriksaan dan penilaian dokumen untuk pelaksanaan konstruksi fisik, baik dari segi kelengkapan maupun segi kebenarannya; b) Menyusun program kerja yang meliputi jadwal waktu pelaksanaan, jadwal pengadaan bahan, jadwal penggunaan tenaga kerja, dan jadwal penggunaan peralatan berat; c) Melaksanakanpersiapan dilapangan sesuai dengan pedoman pelaksanaan; d) Menyusun gambar pelaksanaan (shop drawings) untuk pekerjaanpekerjaan yang memerlukannya; e) Melaksanakan pekerjaan konstruksi fisik di lapangan sesuai dengan dokumen pelaksanaan; f) Melaksanakan pelaporan pelaksanaan konstruksi fisik, melalui rapat-rapat lapangan, laporan harian, laporan mingguan, laporan bulanan, laporan kemajuan pekerjaan, laporan persoalan yang timbul/dihadapi, dan surat-menyurat; g) Membuat gambar-gambar yang sesuai dengan pelaksanaan di lapangan (as built drawings) yang selesai sebelum serah terima I (pertama), setelah disetujui oleh konsultan manajemen konstruksi atau konsultan pengawas konstruksi dan diketahui oleh konsultan perencana konstruksi; h) Melaksanakan perbaikan kerusakan-kerusakan yang terjadi di masa pemeliharaan konstruksi; 4. Kegiatan Pengawasan Konstruksi Kegiatan pengawasan konstruksi terdiri atas: a) Memeriksa dan mempelajari dokumen untuk pelaksanaan konstruksi yang akan dijadikan dasar dalam pengawasan pekerjaan di lapangan; b) Mengawasi pemakaian bahan, peralatan dan metode pelaksanaan, serta mengawasi ketepatan waktu, dan biaya pekerjaan konstruksi; c) Mengawasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dari segi kualitas, JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
50
DITJEN PSDKP
d)
e)
f) g) h)
i)
j) k) l)
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
kuantitas, dan laju pencapaian volume/realisasi fisik; Mengumpulkan data dan informasi di lapangan untuk memecahkan persoalan yang terjadi selama pelaksanaan konstruksi; Menyelenggarakan rapat-rapat lapangan secara berkala, membuat laporan mingguan dan bulanan pekerjaan pengawasan, dengan masukan hasil rapat-rapat lapangan, laporan harian, mingguan dan bulanan pekerjaan konstruksi yang dibuat oleh pelaksana konstruksi; Meneliti gambar-gambar untuk pelaksanaan (shop drawings) yang diajukan oleh pelaksana konstruksi; Meneliti gambar-gambar yang sesuai dengan pelaksanaan di lapangan (As Built Drawings) sebelum serah terima I; Menyusun daftar cacat/kerusakan sebelum serah terima I, mengawasi perbaikannya pada masa pemeliharaan, dan menyusun laporan akhir pekerjaan pengawasan; Menyusun berita acara persetujuan kemajuan pekerjaan, berita acara pemeliharaan pekerjaan, dan serah terima pertama dan kedua pelaksanaan konstruksi sebagai kelengkapan untuk pembayaran angsuran pekerjaan konstruksi; Bersama-sama penyedia jasa perencanaan menyusun petunjuk pemeliharaan dan penggu- naan bangunan gedung; Membantu pengelola kegiatan dalam menyusun Dokumen Pendaftaran; Membantu pengelola kegiatan dalam penyiapan kelengkapan dokumen Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.
D. Pengawasan Tujuan pengawasan pembangunan adalah untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan pembangunan pengembangan infrastruktur dengan perencanaan, persyaratan teknis dan standar yang ditetapkan agar diperoleh hasil optimal. Untuk pencapaian tujuan ini, perlu memperhatikan pengawasan pada beberapa aspek pelaksanaan, yaitu: 1. Pengawasan mutu (quality control) Pengawasan mutu dilakukan dengan mengacu pada kesesuaian gambar desain dan spesifikasi teknis dengan pelaksanaan pembangunan mulai dari tingkat global sampai detail. Gambar desain dan spesifikasi teknis merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pengembangan infrastruktur pengawasan. 2. Pengawasan biaya (cost control) Ditinjau dari dokumen RAB yang telah dihasilkan dari Detail Engineering Design atau Desain Masterplan. Kebutuhan bahan pembangunan pengembangan infrastruktur pengawasan di lapangan bisa dikontrol dengan menggunakan RAB ini, baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun harga satuan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
51
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
3. Pengawasan waktu pelaksanaan (Time Control) Untuk Pengawasan Penyelesaian pekerjaan pembangunan pengembangan infrastruktur pengawasan didasarkan pada dokumen kontrak dengan pihak pelaksana kegiatan (pihak ketiga/kontraktor pelaksana yang telah melalui proses tender). Waktu pelaksanaan ini bisa dimonitoring dari Kurva S (kurva bobot perbandingan nilai harga pekerjaan dengan waktu) yang dibuat oleh kontraktor pelaksana, keterlambatan atau percepatan pelaksanaan pekerjaan akan terlihat dengan menggunakan Kurva S ini. Untuk keterlambatan pelaksanaan proyek harus dikenakan denda sesuai dengan prosentase nilai kontrak yang telah disetujui. Untuk mendukung metode pengawasan ini bisa dilakukan tindakan pengukuran kualitas hasil pekerjaan, penganalisaan, serta pengevaluasian hasil pekerjaan yang diikuti dengan tindakan perbaikan yang harus diambil terhadap penyimpangan yang terjadi (diluar batas toleransi). Tindakan-tindakan tersebut meliputi: 1. Mengukur kualitas hasil; 2. Membandingkan hasil terhadap standar kualitas; 3. Mengevaluasi penyimpangan yang terjadi; 4. Memberikan saran-saran perbaikan; 5. Menyusun laporan kegiatan (harian, mingguan, bulanan). Manfaat dari fungsi pengawasan ini adalah memperkecil kemungkinan kesalahan yang terjadi dari segi kualitas, kuantitas, biaya maupun waktu.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
52
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB VII PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN BANGUNAN PENGAWASAN SDKP
Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan infrastruktur pengawasan agar selalu laik fungsi (preventive maintenance). Sedangkan perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan infrastruktur, komponen, bahan bangunan agar pengembangan infrastruktur tetap laik fungsi (currative maintenance). Pemeliharaan dan perawatan dilakukan untuk mewujudkan bangunan infrastruktur pengawasan sesuai fungsi yang ditetapkan dan yang memenuhi persyaratan teknis: keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan serta kelestarian lingkungan. A. Umur Bangunan dan Penyusutan a. Umur bangunan adalah jangka waktu bangunan dapat tetap memenuhi fungsi dan keandalan bangunan, sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk bangunan gedung negara (termasuk bangunan rumah negara) umur bangunan diperhitungkan 50 tahun; b. Penyusutan adalah nilai degradasi bangunan yang dihitung secara sama besar setiap tahunnya selama jangka waktu umur bangunan. Untuk bangunan pengawasan SDKP, nilai penyusutan adalah sebesar 2% per tahun untuk bangunan gedung dengan minimum nilai sisa (salvage value) sebesar 20%; c. Penyusutan bangunan pengawasan SDKP yang dibangun dengan konstruksi semi permanen, penyusutannya sebesar 4% per tahun, sedangkan untuk konstruksi darurat sebesar 10% per tahun dengan minimum nilai sisa (salvage value) sebesar 20%. B. Kerusakan Bangunan Kerusakan bangunan adalah tidak berfungsinya bangunan atau komponen bangunan akibat penyusutan/berakhirnya umur bangunan, atau akibat ulah manusia atau perilaku alam seperti beban fungsi yang berlebih, kebakaran, gempa bumi, atau sebab lain yang sejenis. Intensitas kerusakan bangunan dapat digolongkan atas tiga tingkat kerusakan, yaitu: a. Kerusakan ringan, adalah kerusakan terutama pada komponen nonstruktural, seperti penutup atap, langit- langit, penutup lantai dan dinding pengisi. b. Kerusakan sedang, adalah kerusakan pada sebagian komponen non struktural, dan atau komponen struktural seperti struktur atap, lantai, dll. c. Kerusakan berat, adalah kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan, baik struktural maupun non-struktural yang apabila setelah diperbaiki masih dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Penentuan tingkat kerusakan adalah setelah berkonsultasi dengan Instansi Teknis setempat yang bertanggung jawab terhadap pembinaan bangunan gedung.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
53
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
C. Perawatan Bangunan a. Perawatan bangunan adalah usaha memperbaiki kerusakan yang terjadi agar bangunan dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Perawatan bangunan dapat digolongkan sesuai dengan tingkat kerusakan pada bangunan yaitu: 1) Perawatan untuk tingkat kerusakan ringan; 2) Perawatan untuk tingkat kerusakan sedang; 3) Perawatan untuk tingkat kerusakan berat. b. Besarnya biaya perawatan disesuaikan dengan tingkat kerusakannya, yang ditentukan sebagai berikut: 1) Perawatantingkat kerusakan ringan, biayanya maksimum adalah sebesar 30% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama; 2) Perawatan tingkat kerusakan sedang, biayanya maksimum adalah sebesar 45% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama; 3) Perawatantingkat kerusakan berat, biayanya maksimum adalah sebesar 65% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama. c. Untuk perawatan yang memerlukan penanganan khusus atau dalam usaha meningkatkanwujud bangunan, seperti melalui kegiatan renovasi atau restorasi (misal yang berkaitan dengan perawatan bangunangedung bersejarah), besarnya biaya perawatan dihitung sesuai dengan kebutuhan nyata dan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Instansi Teknis setempat. D. Pemeliharaan Bangunan a. Pemeliharaan bangunan adalah usaha mempertahankan kondisi bangunan agar tetap memenuhi persyaratan laik fungsi atau dalam usaha meningkatkan wujud bangunan, serta menjaga terhadap pengaruh yang merusak; b. Pemeliharaan bangunan juga merupakan upaya untuk menghindari kerusakan komponen/elemen bangunan akibat keusangan/ kelusuhan sebelum umurnya berakhir; c. Besarnya biaya pemeliharaan bangunan gedung tergantung pada fungsi dan klasifikasi bangunan. Biaya pemeliharaan per m2 bangunan gedung setiap tahunnya maksimum adalah sebesar 2% dari harga standar per m2 tertinggi yang berlaku. E. Lingkup Pemeliharaan Bangunan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan Pekerjaan permeliharaan meliputi jenis pembersihan, perapihan, pemeriksaan, pengujian, perbaikan dan/atau penggantian bahan atau perlengkapan bangunan gedung, dan kegiatan sejenis lainnya berdasarkan pedoman pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
54
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
1.
Arsitektural a. Memelihara secara baik dan teratur jalan keluar sebagai sarana penyelamat (egress) bagi pemilik dan pengguna bangunan; b. Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur tampak luar bangunan sehingga tetap rapih dan bersih; c. Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur dalam ruang serta perlengkapannya; d. Menyediakan sistem dan sarana pemeliharaan yang memadai dan berfungsi secara baik, berupa perlengkapan/peralatan tetap dan/atau alat bantu kerja (tools); e. Melakukan cara pemeliharaan ornamen arsitektural dan dekorasi yang benar oleh petugas yang mempunyai keahlian dan/atau kompetensi dibidangnya.
2.
Struktural a. Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur struktur bangunan gedung dari pengaruh korosi, cuaca, kelembaban, dan pembebanan di luar batas kemampuan struktur, serta pencemaran lainnya; b. Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur pelindung struktur; c. Melakukan pemeriksaan berkala sebagai bagian dari perawatan preventif (preventive maintenance); d. Mencegah dilakukan perubahan dan/atau penambahan fungsi kegiatan yang menyebabkan meningkatnya beban yang bekerja pada bangunan gedung, di luar batas beban yang direncanakan; e. Melakukan cara pemeliharaan dan perbaikan struktur yang benar oleh petugas yang mempunyai keahlian dan/atau kompetensi di bidangnya; f. Memelihara bangunan agar difungsikan sesuai dengan penggunaan yang direncanakan.
3.
Mekanikal a. Memelihara dan melakukan pemeriksaan berkala sistem tata udara, agar mutu udara dalam ruangan tetap memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan yang disyaratkan meliputi pemeliharaan peralatan utama dan saluran udara; b. Memelihara dan melakukan pemeriksaan berkala sistem distribusi air yang meliputi penyediaan air bersih, sistem instalasi air kotor, sistem hidran, sprinkler dan septik tank serta unit pengolah limbah; c. Memelihara dan melakukan pemeriksaan berkala sistem transportasi dalam gedung, baik berupa lift, eskalator, travelator, tangga, dan peralatan transportasi vertikal lainnya. 4. Elektrikal a. Melakukan pemeriksaan periodik dan memelihara pada perlengkapan pembangkit daya listrik cadangan; b. Melakukan pemeriksaan periodik dan memelihara pada perlengkapan penangkal petir; c. Melakukan pemeriksaan periodik dan memelihara sistem instalasi listrik, baik untuk pasokan daya listrik maupun untuk penerangan ruangan; JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
55
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
d. Melakukan pemeriksaan periodik dan memelihara jaringan instalasi tata suara dan komunikasi (telepon) serta data; e. Melakukan pemeriksaan periodik dan memelihara jaringan sistem tanda bahaya dan alarm. 5. Tata Ruang Luar a. Memelihara secara baik dan teratur kondisi dan permukaan tanah dan/atau halaman luar bangunan gedung; b. Memelihara secara baik dan teratur unsur-unsur pertamanan di luar dan di dalam bangunan gedung, seperti vegetasi (landscape), bidang perkerasan (hardscape), perlengkapan ruang luar (landscape furniture), saluran pembuangan, pagar dan pintu gerbang, lampu penerangan luar, serta pos/gardu jaga; c. Menjaga kebersihan di luar bangunan gedung, pekarangan dan lingkungannya. d. Melakukan cara pemeliharaan taman yang benar oleh petugas yang mempunyai keahlian dan/atau kompetensi di bidangnya. 6. Tata Graha Meliputi seluruh kegiatan housekeeping yang membahas hal-hal terkait dengan sistem pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, di antaranya mengenai Cleaning Service, Landscape, Pest Control, General Cleaning mulai dari persiapan pekerjaan, proses operasional sampai kepada hasil kerja akhir. 1)Pemeliharaan Kebersihan (Cleaning Service). Program kerja pemeliharaan gedung meliputi program kerja harian, mingguan, bulanan dan tahunan yang bertujuan untuk memelihara kebersihan pengembangan infrastruktur yang meliputi kebersihan ‘Public Area’, ‘Office Area’ dan ‘Toilet Area’ serta kelengkapannya; 2)Pemeliharaan dan Perawatan Hygiene Service. Program kerja ‘Hygiene Service meliputi program pemeliharaan dan perawatan untuk pengharum ruangan dan anti septik yang memberikan kesan bersih, harum, sehat meliputi ruang kantor, ruang rapat maupun toilet yang disesuaikan dengan fungsi dan keadaan ruangan; 3)Pemeliharaan Pest Control. Program kerja pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan ‘Pest Control’ bisa dilakukan setiap tiga bulan atau enam bulan dengan pola kerja bersifat umum, berdasarkan volume pengembangan infrastruktur secara keseluruhan dengan tujuan untuk menghilangkan hama tikus, serangga dan dengan cara penggunaan pestisida, penyemprotan, pengasapan (fogging) atau fumigasi, baik ‘indoor’ maupun ‘outdoor’ untuk memberikan kenyamanan kepada pengguna gedung; 4)Program General Cleaning. Program pemeliharaan kebersihan yang dilakukan secara umum untuk pengembangan infrastruktur dilakukan untuk tetap menjaga keindahan, kenyamanan maupun performance pengembangan infrastruktur yang dikerjakan pada hari hari tertentu atau pada hari libur yang bertujuan untuk mengangkat atau mengupas kotoran pada suatu objek tertentu, misalnya lantai, kaca bagian dalam, dinding, toilet dan perlengkapan kantor.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
56
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
F. Lingkup Perawatan Bangunan Gedung Pekerjaan perawatan meliputi perbaikan dan/atau penggantian bagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau pengembangan infrastruktur dan sarana berdasarkan dokumen rencana teknis perawatan bangunan gedung, dengan mempertimbangkan dokumen pelaksanaan konstruksi. a. Rehabilitasi Memperbaiki bangunan yang telah rusak sebagian dengan maksud menggunakan sesuai dengan fungsi tertentu yang tetap, baik arsitektur maupun struktur bangunan gedung tetap dipertahankan seperti semula, sedang utilitas dapat berubah. b. Renovasi Memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud menggunakan sesuai fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah, baik arsitektur, struktur maupun utilitas bangunannya c. Restorasi Memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud menggunakan untuk fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah dengan tetap mempertahankan arsitektur bangunannya sedangkan struktur dan utilitas bangunannya dapat berubah. d. Tingkat Kerusakan 1)Kerusakan bangunan adalah tidak berfungsinya bangunan atau komponen bangunan akibat penyusutan/berakhirnya umur bangunan, atau akibat ulah manusia atau perilaku alam seperti beban fungsi yang berlebih, kebakaran, gempa bumi, atau sebab lain yang sejenis. 2)Intensitas kerusakan bangunan dapat digolongkan atas tiga tingkat kerusakan, yaitu: 2.1. Kerusakan ringan 1) Kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen non-struktural, seperti penutup atap, langitlangit, penutup lantai, dan dinding pengisi. 2) Perawatan untuk tingkat kerusakan ringan, biaya maksimum yang dibutuhkan sebesar 35% dari harga satuan tertinggi pembangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama. 2.2. Kerusakan sedang 1) Kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen non-struktural, dan atau komponen struktural seperti struktur atap, lantai, dan lain-lain. 2) Perawatan untuk tingkat kerusakan sedang, biaya maksimum yang dibutuhkan sebesar 45% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama. 2.3. Kerusakan berat 1) Kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan, baik struktural maupun nonstruktural yang apabila setelah diperbaiki masih dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. 2) Biaya maksimum yang dibutuhkan sebesar 65% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama. JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
57
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
G. Metode Pemeliharaan dan Perawatan Tabel berikut menjelaskan rincian metode pemeliharaan dan perawatan berdasarkan komponen arsitek dan struktur bangunan pengembangan infrastruktur. Tabel Metode Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Pengembangan infrastruktur Komponen Komponen Arsitektur 1.Sarana jalan keluar
Metode Pemeliharaan dan Perawatan Sarana jalan keluar (egress) harus dilengkapi dengan tanda EXIT dan tidak boleh terhalang serta memenuhi persyaratan sesuai dengan SNI.
2.Dinding Kaca/Tempered Glass 3.Dinding Keramik/Mozaik
Perawatan dinding kaca minimal satu kali setiap tahun
4.Dinding Marmer
1) Bersihkan setiap hari sebanyak minimal 2 (dua) kali. 2) Gunakan bahan pembersih yang tidak merusak semen pengikat keramik, disarankan yang tidak mengandung air keras; 3) Sikat permukaan marmer dengan sikat plastik halus dan bilas dengan air bersih tambahkan dengan menggunakan deterjen atau sabun; 4) Gunakan disinfectant untuk membunuh bakteri yang ada dilantai atau dinding yang bersangkutan minimal 2 (dua) bulan sekali; 5) Keringkan permukaan dengan kain pel kering.
Lapis
Biasanya dipasang pada dinding kamar mandi, wc, tempat cuci, atau tempat wudhu. Pemeliharaannya: 1) Bersihkan setiap hari sebanyak minimal 2 (dua) kali; 2) Gunakan bahan pembersih yang tidak merusak semen pengikat keramik. Disarankan yang tidak mengandung air keras atau asam kuat.
5.Pemeliharaan Plafon Tripleks
1) Plafon tripleks akan rusak terutama pada bagian luar bangunan gedung setelah lebih dari 10 (sepuluh) tahun penggunaan; 2) Bersihkan kotoran yang melekat sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali dari kotoran yang melekat; 3) Gunakan sikat atau kuas sebagai alat pembersih; 4) Bila plafon rusak permukaannya karena kebocoran, segera ganti dengan yang baru; 5) Bekas noda akibat bocoran ditutup dengan cat kayu baru kemudian dicat dengan cat emulsi yang serupa; 6) Untuk perbaikan, cat lama harus dikerok sebelum melakukan pengecatan ulang.
6.Pemeliharaan Plafon Gipsum
Perhatikan plafon gipsum yang berada pada sisi luar bangunan gedung, bila terkena air akibat atap yang bocor, segera ganti dengan yang baru atau diperbaiki. 1) Kusen aluminium harus diperlihara pada bagian karet penjepit kaca (sealant); 2) Pada tempat-tempat yang menghasilkan debu, pembersihan dilakukan setiap hari; 3) Jangan menggunakan bahan pembersih yang korosif kecuali dengan sabun cair atau pembersih kaca.
7.Pemeliharaan Kusen Alumunium
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
58
DITJEN PSDKP
8.Pemeliharaan Kusen Kayu
1) Bersihkan kusen kayu dari debu yang menempel setiap hari. 2) Bila kusen dipolitur usahakan secara periodik dilakukan polituran kembali setiap 6 (enam) bulan sebagai pemeliharaan permukaan; 3) Bila kusen dicat dengan cat kayu maka usahakan pembersihan dengan deterjen atau cairan sabun dan gunakan spon untuk membersihkannya.
Komponen Struktur Pemeliharaan Dermaga 9.Pemeliharaan Pondasi Bangunan
10. Pondasi Pancang
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Perawatan dermaga beton dan kayu Pondasi bangunan berfungsi menahan beban bangunan yang ada di atasnya. Pemeliharaan yang dilakukan: 1) Sekitar bangunan atau bagian yang dekat dengan badan pondasi diusahakan agar bersih dari akar pohon yang dapat merusak pondasi. 2) Diusahakan agar tidak ada air yang menggenangi badan pondasi. 3) Dasar pondasi harus dijaga dari adanya penurunan yang melebihi persyaratan yang berlaku. 4) Dasar pondasi harus dijaga sedemikian rupa sehingga air yang mengalir di sekitar pondasi tidak mengikis tanah sekitar pondasi sehingga dasar pondasi menjadi sama dengan permukaan tanah. 5) Untuk daerah yang banyak rayap, taburkan atau siram sekitar pondasi dengan bahan kimia seperti: a) Aldrien; b) Chlordane; c) Dieldrin; d) Heptaclor; e) Lindanef; Campurkan dengan air dalam perbandingan 0,5% sampai dengan 2,0%.g. Campuran bahan kimia harus dilakukan sesuai ketentuan agar tidak berdampak pada lingkungan sekitar.
Tiang
Biasanya tiang pancang kayu dipergunakan untuk bangunan gedung atau perumahan di daerah pasang surut (misal: Kalimantan, dsb), yang menggunakan kayu sebagai bahan utama.Pemeliharaan yang dilakukan: 1) Tiang pancang dari bahan beton bertulang atau besi tidak memerlukan pemeliharaan; 2) Untuk ujung tiang pancang kayu yang pada saat tertentu air surut terkena panas matahari dan air secara berganti-ganti, tiang kayu secara periodik diberikan cat emulsi yang tahan air dan panas; 3) Pada permukaan tiang pancang kayu harus bersih dari lumut atau binatang air yang menempel pada tiang yang bersangkutan.
11. Pondasi Sumuran Batu
Pondasi ini dipakai untuk pembangunan gedung pada keadaan lokasi dan pertimbangan ekonomis tertentu. Pondasi tipe ini untuk bangunan tingkat rendah sampai 2 (dua) lantai.Pemeliharaan yang dilakukan: 1) Usahakan drainase sekitar bangunan telah dirancang dan berjalan dengan baik selama bangunan
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
59
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
dioperasikan; 2) Jauhkan pondasi dari akar pohon atau akar tanaman lain yang bersifat merusak; 3) Atau lindungi akar tanaman yang merusak dengan bahan yang tidak tembus dan bersifat keras sehingga akar tidak merusak pondasi bangunan. 12. Pondasi Menerus Batu
Pondasi ini dipakai hampir di setiap bangunan gedung dan perumahan untuk menahan dinding dan beban yang ada di atasnya. Pemeliharaan yang dilakukan: 1) Usahakan drainase sekitar bangunan telah dirancang dan berjalan dengan baik selama bangunan dioperasikan; 2) Jauhkan pondasi dari akar pohon atau akar tanaman lain yang bersifat merusak; 3) Atau lindungi akar tanaman yang merusak dengan bahan yang tidak tembus dan bersifat keras sehingga akar tidak merusak pondasi bangunan.
13. Pondasi Menerus Bahan Beton
Pondasi ini dipakai hampir di setiap bangunan gedung dan perumahan untuk menahan beban yang ada di atasnya pada dengan kondisi tanah lembek. Pemeliharaan yang dilakukan: 1) Usahakan drainase sekitar bangunan telah dirancang dan berjalan dengan baik selama bangunan dioperasikan; 2) Jauhkan pondasi dari akar pohon atau akar tanaman lain yang bersifat merusak; 3) Atau lindungi akar tanaman yang merusak dengan bahan yang tidak tembus dan bersifat keras sehingga akar tidak merusak pondasi bangunan.
14. Struktur Bangunan Baja
Bagian Bangunan yang menggunakan bahan ini biasanya pada konstruksi kuda-kuda atau konstruksi atap bangunan atau tiang dan bagian pelengkapnya seperti batang diagonal antar tiang. Pemeliharaan yang dilakukan: 1) Usahakan permukaan bahan struktur baja tidak terkena bahan yang mengandung garam, atau bahan lain yang bersifat korosif; 2) Untuk bagian konstruksi yang terkena langsung air dan panas secara bergant-ganti dalam waktu lama harus diberi lapisan cat atau meni besi yang berkualitas baik; 3) Usahakan pada titik pertemuan konstruksi tidak ada air yang menggenang atau tertampung oleh sambungan komponen; atau 4) Bersihkan kotoran pada lubang pembuangan air pada konstruksi sehingga tidak terjadi karat atau oksidasi.
15. Struktur Bangunan Beton
Bagian bangunan yang menggunakan bahan ini biasanya pada konstruksi tiang, lantai/plat lantai atau atap. Biasanya kebocoran yang terjadi pada plat lantai karena adanya retak rambut pada konstruksi plat, sehingga air kamar mandi atau air hujan meresap ke dalamnya dan keluar ke bagian lain bangunan sebagai kebocoran. Pemeliharaan yang dilakukan: 1) Bersihkan kotoran yang menempel pada permukaan beton secara merata; 2) Cat kembali dengan cat emulsi atau cat yang tahan air JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
60
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
dan asam pada permukaannya. 3) Untuk bagian tiang bangunan yang rontok karena terkena benturan benda keras, bersihkan dan buat permukaan tersebut dalam keadaan kasar, kemudian beri lapisan air semen dan plester kembali dengan spesi/mortar semen-pasir. 4) Pada retakan plat atau dinding beton dapat digunakan bahan Epoxy Grouts seperti: a) Conbextra EP 10 TG untuk injeksi keretakan beton dengan celah antara 0,25 – 10 mm. b) Conbextra EP 40 TG mortar grouting untuk mengisi keretan beton dengan celah antara 10 – 40 mm. c) Conbextra EP 65 TG mortar grouting untuk mengisi keretakan beton dengan celah antara 0,25 – 10 mm. 16. Struktur Bangunan Komposit
Bagian bangunan yang menggunakan bahan ini biasanya pada konstruksi lantai/plat lantai. Biasanya kebocoran yang terjadi pada plat lantai semacam ini karena adanya retak rambut pada konstruksi plat akibat beban bangunan yang melebihi kapasitas yang seharusnya atau disebabkan oleh cara pengecoran beton yang tidak sempurna. Dengan demikian air kamar atau air hujan meresap ke dalamnya dan keluar ke bagian lain bangunan sebagai kebocoran, menggenang di bagian rongga antara bahan beton dan plat gelombang.
17. Dinding Bata Merah atau Conblock Dinding
Berfungsi hanya sebagai partisi atau dapat bersifat pula sebagai penahan beban (wall bearing).Di lapangan kondisi dinding bata berbeda-beda. Kadang ditemui dinding yang selalu dalam keadaan basah sehingga memungkinkan tumbuhnya lumut dipermukaannya. Kondisi ini kerap terjadi di daerah dengan muka tanah tinggi atau letak dinding bangunan yang berfungsi sebagai penahan tanah seperti diperbukitan (misal: villa/rumah peristirahatan). Hal tersebut disebabkan mortar dinding yang diletakkan di antara batu bata, tidak menggunakan mortar yang kedap air.Pemeliharaan yang dilakukan antara lain: 1) Bila dinding rembes air atau selalu basah: a) Hilangkan plesteran dinding terlebih dahulu; b) Ukur sekitar 15 sampai dengan 30 cm dari sloofdinding yang ada ke arah vertikal; c) Korek dengan sendok mortar atau alat pahat dsb., spesi yang terdapat di antara batu bata setebal setengah dari ketebalan bata, dalam arah horizontal sepanjang 1 (satu) meter; d) Gantikan mortar yang telah dikorek dengan spesi atau mortar kedap air (campuran: 1 PC : 3 Pasir); e) Bila telah mengering lanjutkan ke arah horizontal selanjutnya; f) Bila telah selesai satu sisi dinding, lakukan pada sisi yang lain hal serupa; g) Kemudian plester kembali dinding dengan campuran yang sesuai. 2) Bila dinding retak: (diperiksa terlebih dahulu, apakah keretakan disebabkan oleh faktor muai susut plesteran dinding atau akibat dampak kegagalan struktur bangunan gedung). Bila keretakan diakibatkan oleh muai susut plesteran dinding, maka:
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
61
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
a) Buat celah dengan pahat sepanjang retakan; b) Isi celah dengan spesi atau mortar kedap air (campuran 1 PC : 3 Pasir); c) Kemudian rapikan dan setelah mengering plamur serta cat dengan bahan yang serupa. Bila dinding basah karena saluran air bocor (Perbaiki saluran terlebih dahulu). 18. Dinding Batu Kali
Batu kali biasanya hanya digunakan pada bagian bangunan dibagian luar sebagai pelengkap (mis: untuk taman). Agar penampilan bangunan tetap terjaga maka bagian luar pondasi taman ini harus dilakukan pemeliharaan. Pemeliharaan yang dilakukan antara lain: 1) Pembersihan permukaan batu dengan menggunakan peralatan sikat dan air, secara periodik sekurangkurangnya 2 (dua) kali dalam setahun; 2) Bila diinginkan selanjutnya dicat dengan bahan vernis atau disemprot dengan bahan cat transparan untuk mencegah lumut dan kotoran dan lumpur yang menempel; 3) Dinding batu tempel untuk hiasan pada bangunan dapat dilakukan pemeliharaan serupa.
19. Dinding Beton
Pada bangunan yang menggunakan expose concrete seperti pada dinding luar bangunan, lapisan luar kolom. Pemeliharaan yang dilakukan antara lain: 1) Bersihkan permukaan expose concrete dengan menggunakan sabun, bilas sampai bersih, lakukan setiap 6 (enam) bulan sekali; 2) Lakukan pemberian cat transparan dengan warna ‘doff/un-glossy’pada permukaan yang ada sebanyak 2 (dua) lapis.
20. Dinding Kayu
Dinding lapis kayu biasanya dipergunakan hanya pada komponen arsitekur/interior. Bagian ini perlu dipelihara agar interior bangunan tidak terkesan kusam. Pemeliharaan yang dilakukan: 1) Bersihkan bagian permukaan kayu dari debu secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali; 2) Bila warna telah kusam karena usia pemakaian yang lama, permukaan setelah dibersihkan rawat dengan menggunakan politur atau teak-oilyang sesuai. Lakukan dengan menggunakan kuas atau kain kaos (tapas) secara merata beberapa kali berlapis
21. Kebersihan Pekerjaan Sipil
1) Hasil perbaikan atau penggantian seperti kondisi semula/aslinya (mutu dan jumlahnya); 2) Memenuhi spesifikasi teknis pelaksanaan sesuai dengan material yang diperbaiki; 3) Jenis bahan pengganti harus disesuaikan terhadap bahan yang terpasang sebelumnya.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
62
DITJEN PSDKP
Komponen Mekanikal 22. Saluran Air Kotor
23. Saluran Bersih
Air
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
1) Periksa saluran tegak air kotor pada bangunan, terutama saluran yang menggunakan bahan PVC, periksa pada setiap sambungan yang menggunakan lem sebagai penyambungnya; 2) Bersihkan saluran terbuka air kotor pada sekitar bangunan dari barang-barang yang dapat menggangu aliran air dalam saluran, sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali; 3) Pada saluran tertutup air kotor, periksa melalui bak kontrol saluran, beri jeruji dari batang besi sebagai penghalang sampah agar saluran tidak tersumbat. 1) Saluran air bersih yang memerlukan pengamatan adalah saluran PVC yang tidak terlindung dari panas matahari; 2) Tambahkan penggantung pada dinding untuk menopang atau menyanggah pipa PVC bila ada sebagian penggantung yang lepas.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
63
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB VIII EVALUASI BANGUNAN PENGAWASAN SDKP
Evaluasi pengembangan infrastruktur pengawasan merupakan salah satu sistem pendukung yang menentukan keberhasilan pembangunan pengembangan infrastruktur pengawasan. Hai ini bertujuan untuk menilai hasil pelaksanaan pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan konstruksi, sampai dengan penyelesaian pembangunan fisik dan pemeliharaannya. Secara umum yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan evaluasi dalam pengembangan infrastruktur pengawasan bangunan darat adalah kondisi bangunan yang harus selalu aman dari muka air banjir, baik karena kondisi muka air tanah eksisting, air hujan maupun pengaruh pasang air laut. Disamping itu evaluasi terhadap pengembangan infrastruktur bangunan darat adalah sebagai berikut: Kantor Administrasi Ruang Pemeriksaan Ruang Pengamanan Barbuk Basah Barbuk Kering Ruang Senjata Api dan Amunisi Tempat Penampungan Sementara ABK Non Yustisia Mess Operator
Evaluasi terhadap ruangan yang memenuhi kebutuhan operasional sesuai dengan standar bangunan dan kelembagaan pengawasan SDKP Evaluasi terhadap fungsi ruang yang mengkondisikan untuk proses penyidikan Evaluasi terhadap daya tampung dan fungsi ruang yang mengkondisikan untuk menjamin keamanan tahanan agar tidak melarikan diri Evaluasi terhadap daya tampung dan kondisi ruang yang dapat menjamin keamanan kondisi barbuk basah Evaluasi terhadap daya tampung dan kondisi ruang yang dapat menjamin keamanan kondisi barbuk basah Evaluasi terhadap daya tampung dan kondisi ruang yang dapat menjamin keamanan senjata api dan amunisi serta pencegahan terhadap bahaya ledakan Evaluasi terhadap daya tampung dan kondisi ruang yang dapat menjamin keamanan tahanan non yustisia dan memenuhi persyaratan yang tidak bertentangan dengan HAM Evaluasi terhadap daya tampung dan kondisi ruang yang dapat memenuhi persyaratan untuk tempat peristirahatan (kenyamanan, ketenangan, keamanan)
Evaluasi bangunan laut terutama dilakukan dengan tingkat endapan atau sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan area disekitar bangunan laut (dermaga) sehingga tetap bisa dioperasikan dan berfungsi dengan baik. Kondisi pasang air laut juga harus diperhatikan agar elevasi guna bangunan tetap berada di atas muka air pasang. Dermaga Pengawas Kolam Labuh
Evaluasi terhadap kapasitas tampungan dermaga dan kondisi fisik dermaga, terhadap segi manuver kapal pengawas yang berlabuh terhadap area operasional, pendangkalan dan keamanan dermaga pengawas dari area public. Evaluasi terhadap kapasitas tampungan dan sedimentasi yang terjadi (ada/tidak pendangkalan)
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
64
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Pembangunan suatu bangunan pengawasan didesain agar daya dan fungsinya sesuai dengan rencana peruntukkannya. Kondisi yang spesifik dari suatu bangunan pengawasan adalah dimulai dari adanya fungsi pelayanan seperti penerbitan SLO, perencanaan kegiatan operasi pengawasan di laut dan di darat serta proses penegakan hukum terhadap tersangka tindak pidana di bidang perikanan maupun pengamanan barang buktinya untuk proses penuntutan dan pembuktian di persidangan. Apabila kemampuan kondisi bangunan pengawasan tersebut masih memadai dan terjadi peralihan atau perubahan fungsi/peruntukan bangunan, maka perlu dikonsultasikan dengan pihak-pihak terkait untuk menetapkan status fungsi/peruntukan bangunan. Apabila keputusan tidak akan mengubah kondisi fisik bangunan, hanya perubahan status fungsi/peruntukan bangunan (alih fungsi), maka perlu dilakukan pembaharuan dokumen bangunan terkait untuk tertib administrasi BMN. Evaluasi ini dilakukan apabila dibutuhkan pengembangan pengembangan infrastruktur untuk memenuhi perkembangan kegiatan operasional pengawasan. Langkah-langkah evaluasi pengembangan pengembangan infrastruktur pengawasan adalah: a. Penentuan kesesuaian fungsi bangunan dengan kapasitas dan fungsi guna; b. Analisa beban kerja dan operasional wilayah kerja UPT Pangkalan Utama /Pangkalan/Stasiun/Satker/Pos; c. Dukungan kelembagaan tentang pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan; d. Evaluasi dan studi tentang perlunya pengembangan pengembangan infrastruktur pengawasan dengan mengacu pada standar-standar pengembangan infrastruktur pengawasan; e. Ketersediaan lahan dan dukungan terkait untuk pengembangan pengembangan infrastruktur pengawasan; f. Pelaksanaan pengembangan pengembangan infrastruktur pengawasan yang sesuai dengan standar perencanaan dan fungsi pengawasan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
65
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB IX ADMINISTRASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN SDKP A. Pengusulan Lahan Pengusulan lahan merupakan tahap awal penyiapan pembangunan pengembangan infrastruktur pengawasan melalui pengadaan (pembelian) atau pemanfaatan (pinjam pakai), yang didukung dengan kelengkapankelengkapan antara lain: a. Surat permohonan dari Pusat/ permintaan dari Daerah; b. Surat dukungan alokasi lahan dari Daerah; c. Proposal pengusulan (jika dari daerah); d. NJOP (untuk pengadaan lahan); e. Surat Keterangan Bebas Sengketa dari Pejabat Berwenang (untuk pengadaan lahan); Penanggung jawab dari kegiatan ini dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Pusat : Setditjen PSDKP 2. Daerah : Gubernur/ Bupati/Walikota/ Sekretaris Daerah/ Pengelola BMD B. Identifikasi/Survey Lahan Kegiatan identifikasi dilaksanakan setelah pengusulan lahan dan terdapat alternatif pilihan lahan dari pemerintah daerah yang akan dialokasikan untuk pembangunan pengembangan infrastruktur pengawasan SDKP. Identifikasi lahan harus dapat memberikan informasi mengenai kondisi lahan, baik secara teknis maupun non teknis serta keabsahan dari segi hukum, dengan kelengkapan antara lain: 1. Layout lokasi 2. Bukti kepemilikan (sertifikat/bukti kepemilikan lain yang sah) 3. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 4. Berita Acara Pengukuran Lahan Penanggung jawab dari kegiatan ini dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Pusat : Dit. Pemantauan SDKP & PIP dan UPT 2. Daerah : Dinas Kelautan dan Perikanan Apabila lahan hasil dari identifikasi lapangan sesuai dengan kriteria teknis, dan memenuhi persyaratan dari segi hukum yaitu jelas kepemilikannya/bebas sengketa, maka dilanjutkan dengan penetapan alokasi lahan yang dilanjutkan dengan penyusunan dokumen pemanfaatan lahan (pinjam pakai/hibah). Sedangkan untuk pengadaan lahan, setelah dilaksanakan identifikasi lokasi dilanjutkan dengan proses penyusunan akta jual beli. C. Dokumen Pengadaan/ Pemanfaatan Lahan Yang dimaksud dengan dokumen pengadaan adalah akta jual beli, akta balik nama tanah, sertifikasi lahan dan Nilai Jual Objek Pajak. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen pemanfaatan lahan adalah dokumen perjanjian pinjam pakai lahan, berita acara serah terima hibah lahan atau perjanjian kerja sama pemanfaatan. Untuk pihak yang mempunyai wewenang untuk penandatangan dokumen pemanfaatan dan pendelegasian wewenang pemanfaatan lahan sesuai dengan pendelegasian pada Direktorat Jenderal PSDKP.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
66
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
Apabila Pemanfaatan Lahan dilaksanakan melalui Perjanjian Kerja Sama, maka sesuai dengan PermenKP 06 Tahun 2012 harus didahului dengan Nota Kesepahaman, dan tahapan proses kerjasama adalah: 1. Penjajakan 2. Pembahasan 3. Pengesahan 4. Penandatanganan 5. Pelaksanaan 6. Pemantauan dan Evaluasi 7. Pengembangan program 8. Pengakhiran Kerjasama sesuai PER.06/MEN/2012 Kelautan Perikanan D.
Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan, Pemeliharaan, dan Perawatan Perencanaan Detail Engineering Desain (DED), pelaksanaan pekerjaan fisik, penyediaan konsultan pengawas pekerjaan fisik, pemeliharaan dan perawatan infrastruktur pengawasan dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal PSDKP dengan Direktorat Teknis terkait sebagai pembina teknis dan pengawas pelaksanaanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh UPT termasuk dalam hal monitoring dan evaluasi.
E.
Identifikasi Lahan Identifikasi lahan dilaksanakan setelah dokumen penyediaan lahan baik melalui pengadaan lahan maupun pemanfaatan lahan telah memiliki kejelasan lokasi. Identifikasi lahan dilaksanakan oleh Direktorat Teknis dan UPT Ditjen PSDKP. Identifikasi lahan harus mempertimbangkan kearifan lokal/adat setempat mengenai pengadaan lahan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah selain bukti sah secara hukum (BPN) dan adat setempat. Sehingga lahan yang dialokasikan sah secara hukum negara, hukum adat, tidak menjadi sengketa dan tidak ada tuntutan dari masyarakat setempat.
F.
Bentuk Pemanfaatan Lahan dan Bangunan Bentuk-bentuk pemanfaatan BMN: a. Sewa adalah pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai; b. Pinjam Pakai Barang Milik Negara di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah penyerahan penggunaan Barang Milik Negara antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (bisa juga sebaliknya jika BMD); c. Kerjasama Pemanfaatan di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya (bisa juga sebaliknya jika BMD); d. Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan atau sarana, berikut fasilitasnya kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan atau sarana berikut JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
67
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu/Bangun Serah Guna; e. Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
68
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB X PENUTUP
Dengan tersusunnya petunjuk teknis ini diharapkan dapat mencapai sasaran dan tujuan untuk memberikan pedoman dan standar kriteria dalam merencanakan pembangunan infrastruktur pengawasan serta pengembangannya sesuai dengan kebutuhan operasional pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Disamping itu sebagai bimbingan teknis di lapangan guna mewujudkan pelaksanaan pembangunan infrastruktur pengawasan dengan fungsi dan peranannya secara efektif dan efisien.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
69
DITJEN PSDKP
[DIREKTORAT PEMANTAUAN SDKP DAN PIP]
BAB XI LAMPIRAN Daftar Lampiran: 1.Tabel Penilaian Alternatif Calon Lahan Untuk Pengembangan Infrastruktur Pengawasan; 2.Tabel Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
JUKNIS PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
70
Tabel Penilaian Alternatif Calon Lahan Untuk Pengembangan Infrastruktur Pengawasan Direncanakan untuk Wilayah Kerja Jumlah alternatif calon lokasi lahan Aktifitas perikanan di wilayah kerja
: Pembangunan ..................... : ................................................ : ............... Lokasi : Kapal perikanan ukuran < 10 GT sebanyak ............ unit Ukuran 10 - 30 GT sebanyak ................ unit dan ukuran > 30 GT sebanyak ................ unit Usaha budidaya ikan air tawar (ikan mas, nila, patin dan bawal) sebanyak ............... usaha Usaha pengolahan ikan (kerupuk ikan, amplang, daging ikan) sebanyak ...................... usaha : ...... orang PNS, ....... orang PPNS, ....... Pengawas Perikanan dan ....... orang tenaga kontrak
Jumlah SDM No.
Kriteria
Nilai
1 Lokasi Lahan 2 Luas Lahan 100 - 200 m2 > 200 - 500 m2 > 500 - 1000 m2 > 1000 - 5000 m2 > 5000 m2
Lahan A
Penilaian Lahan B
Lahan C
10 2 4 6 8 10 20 20 15 10 5 15 15 10 5 10 10 7.5 7.5 5 5 5 5 2.5 5 1 2 2 3 5 5 10 10 7.5 5 2.5 10 2.5 2.5 1.5 2.5 1.5 2.5 2.5 1.5 2.5 2.5 1.5 2.5
3 Status Lahan Bebas Sengketa/Sesuai Peruntukan/RTRW Sertifikat Surat Keterangan Tanah Keterangan Kepemilikan 4 Jarak ke Aktifitas Perikanan/Pelayanan < 500 m 500 - 1000 m > 1000 m 5 Lingkungan Sekitar Pelabuhan/TPI/PPI/PPP/PPN/PPS Industri Perikanan Perkantoran Perkampungan Perkebunan Laut Sungai Hutan 6 Jenis Tanah Rawa Tanah Urug Tanah Liat Lunak Pasir Padat Asli Tanah Liat Keras Berbatu 7 Kondisi Permukaan Tanah Datar Bergelombang Berbukit Curam 8 Fasilitas Pendukung a Ketersediaan Air Bersih PDAM Sumur Bor Air Layak Pakai Air Tidak Layak Pakai b Ketersediaan Listrik PLN Genset c Ketersediaan Akses Jalan Perkerasan Jalan Tanah d Telekomunikasi Jaringan Telepon Ada 2.5 Tidak 1 Koneksi Internet Ada 2.5 Tidak 1 9 Rencana Pengembangan 10 Tidak Dimungkinkan 2 Sangat Terbatas 4 Terbatas 6 Dimungkinkan 8 Sangat Dimungkinkan 10 10 Kemudahan Dalam Pelaksanaan Pembangunan 10 Sangat Mudah 10 Mudah 7.5 Sulit 5 Sangat Sulit 2.5 TOTAL NILAI 100 0 Keterangan: 1 Nilai 80 - 100, Langsung ditetapkan menjadi pilihan lokasi pengembangan infrastruktur pengawasan 2 Nilai 60 - 80, Dapat dipilih untuk lokasi pengembangan infrastruktur pengawasan 3 Nilai 40 - 60, Ditetapkan menjadi lokasi cadangan, apabila tidak terdapat alternatif lokasi yang lain 4 Nilai < 40, Mencari lokasi baru Kesimpulan:
0 Penilai: Pelaksana Identifikasi,
Dari hasil penilaian ditetapkan LAHAN .... yang dipilih untuk pengembangan infrastruktur pengawasan ...................
Nama NIP
TABEL A1
KLASIFIKASI SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA TINGGI/TERTINGGI NEGARAKETERANGAN URAIAN SEDERHANA
A
TIDAK SEDERHANA
KHUSUS
PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1. Jarak Antar Bangunan
minimal 3 m
2. Ketinggian Bangunan
maksimum 2 lantai
3. Ketinggian Langit-langit
min. 2,60 m
minimal 3 m, untuk bangunan bertingkat dihitung berdasarkan pertimbangan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan. maksimum 8 lantai (di atas 8 lantai harus mendapat rekomendasi Menteri Pekerjaan Umum min. 2,80 m sesuai fungsi
4. Koefisien Dasar Bangunan
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat
5. Koefisien Lantai Bangunan
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat
6. Koefisien Dasar Hijau
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat
7. Garis sempadan 8. Wujud Arsitektur 9. Pagar Halaman **)
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat
72
sesuai fungsi & sesuai fungsi & sesuai fungsi & kaidah arsitektur kaidah kaidah sederhana bahan dinding batu bata/bataco arsitektur (1/2 batu) , besi, bajaarsitektur Menggunakan , kayu, dan bahan lainnya yang disesuaikan dengan rancangan wujud arsitektur bangunan.
Berdasarkan pertimbangan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan, serta ketentuan dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan untuk lokasi yang bersangkutan.
10. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Lingkungan *) - parkir kendaraan - aksesibiltas - drainase - pembuangan sampah - pembuangan limbah - penerangan halaman
minimal 1 parkir kendaraan untuk 60 m2 luas bangunan gedung tersedia sarana aksesibilitas bagi penyandang cacat tersedia drainase sesuai SNI yang berlaku tersedia tempat pembuangan sampah sementara tersedia sarana pengolahan limbah, khususnya untuk limbah berbahaya tersedia penerangan halaman
Dihitung berdasarkan kebutuhan sesuai fungsi bangunan dan SNI/ketentuan yang berlaku.
TABEL A1
SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA TINGGI/TERTINGGI NEGARA NO. B
KLASIFIKASI
URAIAN
SEDERHANA
TIDAK SEDERHANA
KHUSUS
keramik, vinil, tegel PC
marmer lokal, keramik, vinil, kayu
bata, batako diplester dan dicat, kaca
bata, batako diplester dicat/dilapis keramik, kaca, panil beton ringan
bata, batako diplester dicat/dilapis keramik, kaca, panil beton ringan
bata, batako diplester dan dicat, kaca, partisi kayu lapis
bata, batako diplester dicat/dilapis keramik, kaca, partisi gipsum
bata, batako diplester dicat/dilapis keramik, kaca, partisi gipsum
4. Bahan Penutup Plafond 5. Bahan Penutup Atap
kayu-lapis dicat genteng, asbes, seng, sirap
gipsum, kayu-lapis dicat genteng keramik, aluminium gelombang dicat
gipsum, kayu-lapis dicat genteng keramik, aluminium gelombang dicat
6. Bahan Kosen dan Daun Pintu
kayu dicat/aluminium
kayu dipelitur, anodized aluminium
kayu dipelitur, anodized aluminium
batu belah, kayu, betonbertulang K-200
batu belah, kayu, betonbertulang K-225 atau lebih
batu belah, kayu, betonbertulang K-225 atau lebih
2. Struktur Lantai (khusus untuk bangunan gedung bertingkat)
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat II
beton bertulang K-225 atau lebih,baja,kayu klas kuat II
beton bertulang K-225 atau lebih,baja,kayu klas kuat II
3. Kolom
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat II
beton bertulang K-225 atau lebih,baja,kayu klas kuat II
beton bertulang K-225 atau lebih,baja,kayu klas kuat II
4. Balok
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat II
beton bertulang K-225 atau lebih,baja,kayu klas kuat II
beton bertulang K-225 atau lebih,baja,kayu klas kuat II
kayu klas kuat II, baja
kayu klas kuat II, baja dilapis anti karat
kayu klas kuat II, baja dilapis anti karat
genteng min. 30 , sirap min.22.5, seng min 15
genteng min. 30 , sirap min.22.5, seng min 15
genteng min. 30 , sirap min.22.5, seng min 15
PERSYARATAN BAHAN BANGUNAN 1. Bahan Penutup Lantai 2. Bahan Dinding Luar
3. Bahan Dinding Dalam
marmer lokal, keramik, vinil, kayu
KETERANGAN Diupayakan menggunakan bahan bangunan setempat/ produksi dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai bagian dari sistem pabrikasi komponen. Apabila bahan tersebut sukar diperoleh atau harganya tidak sesuai, dapat diganti dengan bahan lain yang sederajat tanpa mengurangi persyaratan fungsi dan mutu dengan pengesahan Instansi Teknis Setempat.
73 C
PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN 1. Pondasi
5. Rangka Atap 6. Kemiringan Atap
Khusus untuk daerah gempa, harus direncanakan sebagai struktur bangunan tahan gempa.
TABEL A1
SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA TINGGI/TERTINGGI NEGARA NO. D
KLASIFIKASI
URAIAN
SEDERHANA
TIDAK SEDERHANA
KHUSUS
KETERANGAN
PERSYARATAN UTILITAS dan PRASARANA DAN SARANA DALAM BANGUNAN 1. Air Bersih
PAM, sumur pantek
PAM, sumur pantek
PAM, sumur pantek
talang, saluran lingkungan
talang, saluran lingkungan
talang, saluran lingkungan
3. Pembuangan Air Kotor
bak penampung
bak penampung
bak penampung
4. Pembuangan Kotoran
bak penampung
bak penampung
bak penampung
berdasarkan kebutuhan
berdasarkan kebutuhan
berdasarkan kebutuhan
2. Saluran air hujan
5. Bak SeptikTank & resapan 6. Sarana Pengamanan thp. Bahaya Kebakaran *) 7. 8. 9. 10.
Mengkuti ketentuan dalam Kep. Meneg. PU No. 10/KPTS/2000 dan Kep. Meneg. PU No. 11/KPTS/2000, serta Standar Nasional Indonesia (SNI) yang Sumber daya listrik *) PLN, Generator (Penggunaan daya listrik harus memperhatikan prinsip hemat energi) berlaku. 2 Penerangan 100-215 lux/m , dihitung berdasarkan kebutuhan dan fungsi bangunan/fungsi ruang serta SNI yang berlaku Tata Udara 6-10% bukaan atau 6-10% bukaan atau 6-10% bukaan atau dengan tata udara buatan dengan tata udara buatan dengan tata udara buatan (AC*) (AC*) Sarana Transportasi Vertikal tidak diperlukan untuk bangunan di atas 4 lantai(AC*) dapat menggunakan *) Lift sesuai SNI yang berlaku.
74
11. Aksesibilitas bagi penyandang cacat*)
Sesuai ketentuan dalam Per.Men. PU No. 30/KPTS/2006, minimal ramp untuk bangunan klasifikasi sederhana.
12. Telepon *) 13. Penangkal petir E
sesuai kebutuhan
sesuai kebutuhan
sesuai kebutuhan
penangkal petir lokal
penangkal petir lokal
penangkal petir lokal
lebar minimal = 1, 20m , dan bukan tangga putar
lebar minimal = 1, 20m , dan bukan tangga putar
penerangan alam dan buatan dihitung sesuai SNI yang berlaku. dihitung sesuai kebutuhan dan fungsi bangunan
PERSYARATAN SARANA PENYELAMATAN 1. Tangga Penyelamatan (khusus untuk bangunan bertingkat)
lebar minimal = 1, 20m , dan bukan tangga putar
2. Tanda Penunjuk Arah 3. Pintu 4 Koridor/selasar
jarak antar tangga maksimum 25 m
jelas, dasar putih huruf hijau lebar min.=0,90 m, satu ruang minimal 2 pintu dan membuka keluar lebar min.=1,80 m
lebar min.=1,80 m
lebar min.=1,80 m
2
*) pembiayaannya tidak termasuk dalam standar harga satuan tertinggi per-m , dan dianggarkan tersendiri sebagai biaya non-standar. **) pembiayaannya tidak termasuk dalam standar harga satuan tertinggi per-m 2 harga satuan tertinggi per-m' bangunan pagar gedung negara
bangunan gedung negara, dan dianggarkan tersendiri sesuai dengan
TABEL A2
SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN RUMAH NEGARA NO. A
URAIAN
KLASIFIKASI Khusus & Tipe A
Tipe B
Tipe C,D, dan E
PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1. Jarak Antar Bangunan
minimal 3 m. untuk bangunan bertingkat dihitung berdasarkan pertimbangan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan.
2. Ketinggian Bangunan 3. Ketinggian Langit-langit
min. 2,70 m
min. 2,70 m
min. 2,70 m
4. Koefisien Dasar Bangunan
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat
5. Koefisien Lantai Bangunan
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat
6. Koefisien Dasar Hijau
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat
7. Garis sempadan 8. Wujud Arsitektur
75
9. Pagar Halaman
10. Tandon Air Bersih B
KETERANGAN
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah setempat sesuai fungsi rumah & kaidah arsitektur
sesuai fungsi rumah & kaidah arsitektur
sesuai fungsi & kaidah arsitektur sederhana
Menggunakan bahan dinding batu bata/bataco (1/2 batu), besi, baja , kayu, dan bahan lainnya yang disesuaikan dengan rancangan wujud arsitektur bangunan rumah negara. min. 3 m3
min. 2 m3
min. 1 m3
1. Bahan Penutup Lantai
marmer lokal, keramik, vinil, kayu
keramik, vinil
keramik, vinil, tegel PC
2. Bahan Dinding
bata, batako diplester dan dicat tembok
3. Bahan Penutup Plafond
gipsum, asbes semen/kayulapis dicat
4. Bahan Penutup Atap
genteng keramik berglazuur, asbes, seng, sirap
genteng, asbes, seng, sirap
genteng, asbes, seng, sirap
kayu dipelitur/dicat
kayu dicat
kayu dicat
Terutama berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota untuk lokasi yang bersangkutan. Biayanya mengikuti standar harga satuan per-m' pagar
PERSYARATAN BAHAN BANGUNAN
5. Bahan Kosen dan Daun Pintu/ Jendela
bata, batako diplester dan dicat tembok
bata, batako diplester dan dicat tembok
asbes semen/kayu-lapis dicat asbes semen/kayu-lapis dicat
Diupayakan menggunakan bahan bangunan setempat/ produksi dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai bagian dari sistem pabrikasi komponen.
TABEL A2
SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN RUMAH NEGARA NO. C
Khusus & Tipe A
Tipe B
Tipe C,D, dan E
batu belah, kayu klas kuat/ awet II, beton-bertulang
batu belah, kayu klas kuat/ awet II, beton-bertulang
batu belah, kayu klas kuat/ awet II, beton-bertulang
2. Struktur Lantai (khusus untuk bangunan gedung bertingkat)
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat/awet II
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat/awet II
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat/awet II
3. Kolom
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat/awet II
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat/awet II
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat/awet II
4. Balok
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat/awet II
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat/awet II
beton bertulang K-200, baja, kayu klas kuat/awet II
kayu klas kuat/awet II, baja genteng min. 30 , sirap min.22.5, seng min 15
kayu klas kuat/awet II, baja genteng min. 30 , sirap min.22.5, seng min 15
kayu klas kuat/awet II, baja genteng min. 30 , sirap min.22.5, seng min 15
PERSYARATAN UTILITAS 1. Air Bersih
PAM, sumur pantek
PAM, sumur pantek
PAM, sumur pantek
2. Saluran air hujan
KETERANGAN
PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN 1. Pondasi
5. Rangka Atap 6. Kemiringan Atap
76
D
KLASIFIKASI
URAIAN
talang, saluran lingkungan
talang, saluran lingkungan
talang, saluran lingkungan
3. Pembuangan Air Kotor
bak penampung
bak penampung
bak penampung
4. Pembuangan Kotoran
bak penampung
bak penampung
bak penampung
5. Bak SeptikTank & resapan 6. Sarana Pengamanan BahayaKebakaran *) 7. Sumber daya listrik *) 8. Penerangan (alam & buatan) 9. Tata Udara 10. Telepon *) 11. Penangkal petir
6 m3 5 m3 2-4 m3 Mengkuti ketentuan dalam Kep. Meneg. PU No. 10/KPTS/2000 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berlaku. PLN, 2200-4400 VA
PLN, 1350-2200 VA
PLN, 450-1350 VA
100-215 lux/m 2
100-215 lux/m 2
100-215 lux/m 2
6-10% bukaan atau dengan tata udara buatan (AC)*)
6-10% bukaan
6-10% bukaan
sesuai kebutuhan
sesuai kebutuhan
tidak disyaratkan
penangkal petir lokal
penangkal petir lokal
tidak disyaratkan
Khusus untuk daerah gempa, harus direncanakan sebagai struktur bangunan tahan gempa.
Untuk Rumah Negara yangdibangun dalam 1 kompleks menggunakan septiktank Komunal
TABEL A2
SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN RUMAH NEGARA NO. E
URAIAN
KLASIFIKASI Khusus & Tipe A
PERSYARATAN SARANA PENYELAMATAN 1. Tangga Penyelamatan lebar min.=1, 20m (khusus untuk yang bertingkat) 2. Tanda Penunjuk Arah Keluar
Tipe B
Tipe C,D, dan E
lebar min.=1, 20m
lebar min.=1, 20m
tidak dipersyaratkan
tidak dipersyaratkan
tidak dipersyaratkan
3. Pintu
lebar min.=0,90 m
lebar min.=0,90 m
lebar min.=0,90 m
4. Koridor/selasar
lebar min.=1,80 m
lebar min.=1,80 m
lebar min.=1,80 m
KETERANGAN
2 *) pembiayaannya tidak termasuk dalam standar harga satuan tertinggi per-m , dan harus dianggarkan tersendiri sebagai biaya non-standar.
- untuk Rumah Negara klas C, D, dan E, pelaksanaan pembangunannya disamping seperti ketentuan pada tabel tersebut diatas, dibangun berdasarkan "Dokumen Pelelangan Disain Prototip Daerah Setempat" yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya atau menggunakan disain Perum Perumnas yang telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya. - untuk bangunan rumah negara yang dibangun dalam bangunan gedung bertingkat banyak (rumah susun), maka ketentuan-ketentuan teknisnya mengikuti ketentuan teknis untuk bangunan gedung negara sesuai ketentuan yang berlaku.
77
- apabila bahan-bahan tersebut sukar diperoleh atau harganya tidak sesuai, dapat diganti dengan bahan lain yang sederajat tanpa mengurangi persyaratan fungsi dan mutu dengan pengesahan Instansi Teknis Setempat.
TABEL B1
PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI SEDERHANA BIAYA KONSTRUKSI FISIK (JUTA RP)
s.d. 250
250 s.d. 500
2
3
4
5
1. PERENCANAAN KONSTRUKSI (dalam %)
8.23
8.23 s.d. 6.83
6.83 s.d. 5.63
2. PENGAWASAN KONSTRUKSI (dalam %)
5.35
5.35 s.d. 4.62
3. PENGELOLAAN KEGIATAN (dalam %)
14.00
14.00 s.d. 10.00
KOMPONEN KEGIATAN
1
500 s.d. 1,000
1,000 s.d. 2,500
SEDERHANA 2,500 s.d. 5,000
78
5,000 s.d. 10,000
10,000 s.d. 25,000
25,000 s.d. 50,000
50,000 s.d. 100,000
100,000 s.d. 250,000
250,000 s.d. 500,000
6
7
8
9
10
11
12
5.63 s.d. 4.65
4.65 s.d. 3.90
3.90 s.d. 3.28
3.28 s.d. 2.82
2.82 s.d. 2.44
2.44 s.d. 2.16
2.16 s.d. 1.94
1.94 s.d. 1.80
4.62 s.d. 3.90
3.90 s.d. 3.27
3.27 s.d. 2.73
2.73 s.d. 2.27
2.27 s.d. 1.92
1.92 s.d. 1.65
1.65 s.d. 1.43
1.43 s.d. 1.26
1.26 s.d. 1.18
10.00 s.d. 6.75
6.75 s.d. 4.20
4.20 s.d. 2.85
2.85 s.d. 1.90
1.90 s.d. 1.20
1.20 s.d. 0.80
0.80 s.d. 0.50
0.50 s.d. 0.28
0.28 s.d. 0.18
TABEL B2
PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI TIDAK SEDERHANA BIAYA KONSTRUKSI FISIK (JUTA RP)
s.d. 250
250 s.d. 500
2
3
4
5
1. PERENCANAAN KONSTRUKSI (dalam %)
9.00
9.00 s.d. 7.55
7.55 s.d. 6.35
2. MANAJEMEN KONSTRUKSI (dalam %)
7.25
7.25 s.d. 6.20
3. PENGAWASAN KONSTRUKSI (dalam %)
6.00
4. PENGELOLAAN KEGIATAN (dalam %)
16.00
KOMPONEN KEGIATAN
1
500 s.d. 1,000
1,000 s.d. 2,500
TIDAK SEDERHANA 2,500 s.d. 5,000
79
5,000 s.d. 10,000
10,000 s.d. 25,000
25,000 s.d. 50,000
50,000 s.d. 100,000
100,000 s.d. 250,000
250,000 s.d. 500,000
6
7
8
9
10
11
12
6.35 s.d. 5.37
5.37 s.d. 4.55
4.55 s.d. 3.92
3.92 s.d. 3.42
3.42 s.d. 3.02
3.02 s.d. 2.72
2.72 s.d. 2.50
2.50 s.d. 2.32
6.20 s.d. 5.25
5.25 s.d. 4.50
4.50 s.d. 3.80
3.80 s.d. 3.25
3.25 s.d. 2.80
2.80 s.d. 2.48
2.48 s.d. 2.19
2.19 s.d. 2.00
2.00 s.d. 1.89
6.00 s.d. 5.20
5.20 s.d. 4.45
4.45 s.d. 3.80
3.80 s.d. 3.20
3.20 s.d. 2.70
2.70 s.d. 2.30
2.30 s.d. 2.00
2.00 s.d. 1.78
1.78 s.d. 1.60
1.60 s.d. 1.50
16.00 s.d. 11.25
11.25 s.d. 7.75
7.75 s.d. 5.10
5.10 s.d. 3.28
3.28 s.d. 2.15
2.15 s.d. 1.42
1.42 s.d. 0.93
0.93 s.d. 0.58
0.58 s.d. 0.31
0.31 s.d. 0.19
atau
TABEL B3
PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI KHUSUS BIAYA KONSTRUKSI FISIK (JUTA RP)
s.d. 250
250 s.d. 500
2
3
4
5
1. PERENCANAAN KONSTRUKSI (dalam %)
9.75
9.75 s.d. 8.20
8.20 s.d. 6.89
2. MANAJEMEN KONSTRUKSI (dalam %)
7.95
7.95 s.d. 6.68
16.00
16.00 s.d. 11.25
KOMPONEN
500 s.d. 1,000
KHUSUS 1,000 s.d. 2,500
2,500 s.d. 5,000
5,000 s.d. 10,000
10,000 s.d. 25,000
25,000 s.d. 50,000
50,000 s.d. 100,000
100,000 s.d. 250,000
250,000 s.d. 500,000
6
7
8
9
10
11
12
6.89 s.d. 5.85
5.85 s.d. 5.00
5.00 s.d. 4.35
4.35 s.d. 3.85
3.85 s.d. 3.45
3.45 s.d. 3.10
3.10 s.d. 2.90
2.90 s.d. 2.75
6.68 s.d. 5.70
5.70 s.d. 4.87
4.87 s.d. 4.15
4.15 s.d. 3.60
3.60 s.d. 3.10
3.10 s.d. 2.77
2.77 s.d. 2.49
2.49 s.d. 2.30
2.30 s.d. 2.17
11.25 s.d. 7.75
7.75 s.d. 5.10
5.10 s.d. 3.28
3.28 s.d. 2.15
2.15 s.d. 1.42
1.42 s.d. 0.93
0.93 s.d. 0.58
0.58 s.d. 0.31
0.31 s.d. 0.19
KEGIATAN
1
80
3
GIATAN KEGIATAN (dalam %)
TABEL C STANDAR LUAS RUANG GEDUNG KANTOR A.
RUANG KERJA JABATAN
LUAS RUANG (m 2) RG. KERJA
1
3
RG. RAPAT 4
5
RG. SEKRET
RG. TUNGGU
RG. SIMPAN
RG. ISTIRAHAT
RG. TOILET
9
10
JUMLAH
81
6
7
8
1
Menteri
28.00
40.00
40.00
140.00
58.00
60.00
14.00
20.00
6.00
406.00
2
Eselon IA
16.00
14.00
20.00
90.00
20.00
18.00
5.00
10.00
4.00
197.00
3
Eselon IB
16.00
14.00
20.00
0.00
10.00
9.00
5.00
5.00
3.00
82.00
4
Eselon IIA
14.00
12.00
14.00
0.00
10.00
12.00
3.00
5.00
3.00
73.00
5
Eselon IIB
14.00
12.00
10.00
0.00
5.00
6.00
3.00
5.00
3.00
58.00
6
Eselon IIIA
12.00
6.00
0.00
0.00
3.00
0.00
3.00
0.00
0.00
24.00
7 8
Eselon IIIB Eselon IV
12.00 8.00
6.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
3.00 2.00
0.00 0.00
0.00 0.00
21.00 10.00
9 10
Eselon V Staf
4.00 2.20
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
2.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
6.00 2.20
B.
2
RG. TAMU
RG. RAPAT UTAMA
RUANG PENUNJANG 1.
Ruang Rapat
=
2.
Ruang Studio
=
3.
Ruang Arsip
=
4.
WC
=
5.
Musholla
=
40 m2 4 m2/ orang (pemakai = 10% dari staf) 0,4 m2/ orang (pemakai = staf) 2 m2/ 25 orang 0,8 m2/ orang (pemakai 20% dari personil
11
KETERANGAN 12
Standar luas ruang tersebut merupakan acuan dasar, yang dapat disesuaikan berdasarkan fungsi/sifat tiap eselon/jabatan.
TABEL D
KETENTUAN JENIS & JUMLAH RUANG BANGUNAN RUMAH NEGARA NO.
URAIAN
1. Ruang Tamu
82
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Ruang Kerja Ruang Duduk Ruang Makan Ruang Tidur Kamar Mandi/WC Dapur Gudang Garasi Ruang Tidur Pembantu Ruang Cuci
12. KM Pembantu
TIPE Khusus
A/250 m
1
1
1 1 1 4 2 1 1 2 2 1
1 1 1 4 2 1 1 1 2 1
1
1
2
B/120 m
2
2
2
C/70 m
D/50 m
E/36 m
1
1
1
1
1 1 1 3 1 1 1 1 1 1
1 3 1 1 1 1
1 2 1 1 1
1 2 1 1 1
1
-
-
-
2
KETERANGAN Di dalam hasil rancangan dimungkinkan adanya penggabungan beberapa fungsi dalam satu ruang, misalnya fungsi ruang duduk dan ruang makan.
Tidak dihitung dalam luas bangunan standar.
TABEL E1 DAFTAR BIAYA KOMPONEN KEGIATAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA SEDERHANA
Klasifikasi :
(dalam ribuan rupiah) BIAYA KONSTRUKSI FISIK
BIAYA PERENCANAAN KONSTRUKSI
BIAYA MANAJEMEN KONSTRUKSI
BIAYA PENGAWASAN KONSTRUKSI
BIAYA PENGELOLAAN KEGIATAN
TOTAL BIAYA PEMBANGUNAN
1
2
3
4
5
6
250,000.00 275,000.00 300,000.00 325,000.00 350,000.00
20,625.00 22,291.50 23,886.00 25,408.50 26,859.00
13,375.00 14,509.00 15,606.00 16,666.00 17,689.00
35,000.00 37,400.00 39,600.00 41,600.00 43,400.00
319,000.00 349,200.50 379,092.00 408,674.50 437,948.00
375,000.00 400,000.00 425,000.00 450,000.00 475,000.00
28,237.50 29,560.00 30,812.50 31,995.00 33,107.50
18,675.00 19,632.00 20,553.00 21,438.00 22,287.00
45,000.00 46,400.00 47,600.00 48,600.00 49,400.00
466,912.50 495,592.00 523,965.50 552,033.00 579,794.50
500,000.00 525,000.00 550,000.00 575,000.00 600,000.00
34,150.00 35,526.75 36,872.00 38,185.75 39,468.00
23,100.00 24,066.00 25,014.00 25,944.00 26,856.00
50,000.00 51,581.25 53,075.00 54,481.25 55,800.00
607,250.00 636,174.00 664,961.00 693,611.00 722,124.00
625,000.00 650,000.00 675,000.00 700,000.00 725,000.00
40,718.75 41,938.00 43,125.75 44,282.00 45,406.75
27,750.00 28,626.00 29,484.00 30,324.00 31,146.00
57,031.25 58,175.00 59,231.25 60,200.00 61,081.25
750,500.00 778,739.00 806,841.00 834,806.00 862,634.00
750,000.00 775,000.00 800,000.00 825,000.00 850,000.00
46,500.00 47,608.25 48,688.00 49,739.25 50,762.00
31,950.00 32,736.00 33,504.00 34,254.00 34,986.00
61,875.00 62,775.00 63,600.00 64,350.00 65,025.00
890,325.00 918,119.25 945,792.00 973,343.25 1,000,773.00
875,000.00 900,000.00 925,000.00 950,000.00 975,000.00
51,756.25 52,722.00 53,659.25 54,568.00 55,448.25
35,700.00 36,396.00 37,074.00 37,734.00 38,376.00
65,625.00 66,150.00 66,600.00 66,975.00 67,275.00
1,028,081.25 1,055,268.00 1,082,333.25 1,109,277.00 1,136,099.25
1,000,000.00 1,025,000.00 1,050,000.00 1,100,000.00 1,150,000.00
56,300.00 57,533.25 58,758.00 61,182.00 63,572.00
39,000.00 39,862.25 40,719.00 42,416.00 44,091.00
67,500.00 68,726.25 69,930.00 72,270.00 74,520.00
1,162,800.00 1,191,121.75 1,219,407.00 1,275,868.00 1,332,183.00
1,200,000.00 1,250,000.00 1,300,000.00 1,350,000.00 1,400,000.00
65,928.00 68,250.00 70,538.00 72,792.00 75,012.00
45,744.00 47,375.00 48,984.00 50,571.00 52,136.00
76,680.00 78,750.00 80,730.00 82,620.00 84,420.00
1,388,352.00 1,444,375.00 1,500,252.00 1,555,983.00 1,611,568.00
83100
2013 DIREKTORAT PEMANTAUAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PSDKP