2.1.1 BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah sebuah lembaga non departemen yang di bentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi penanggulangan bencana di daerah, baik tingkat profinsi maupun kabupaten/kota. Di tingkat Nasional ada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BNPB dan BPBD di bentuk berdasarkan amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 (BNPB,2008). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Langsa merupakan BPBD klasifikasi A yang mana dapat terlihat dari Struktur Organisasi BPBD Kota Langsa setingkat dengan Badan/Dinas, dipimpin oleh Eselon II, sumber daya maximal, dan mempunyai kepala bidang (Kabid) dan kepala seksi (Kasi) (Profil BPBD Kota Langsa, 2014). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memiliki visi untuk terselenggaranya perlindungan kepada masyarakat.Perlindungan yang dimaksud berdasarkan kemanusiaan, keadilan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta penanggulangan bencana yang terencana, terpadu, cepat, tepat, transparan dan akuntable dengan membangun partisipasi dan kemitraan publik (Pristiyanto, 2009).
Misi BPBD adalah : 1. Meningkatkan kemampuan SDM (aparatur dan masyarakat) untuk menunjang penguasaan teknologi dalam bidang penanggulangan bencana.
2. Menetapkan standar, kebutuhan, dan prosedur penyelenggaraan penanggulangan bencana. 3. Mengembangkan pemamfaatan teknologi pencegaha, kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi untuk menghadapi ancaman dan resiko bencana. 4. Menyelenggarakan
penanggulangan
bencana
secara
terencana,
terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh. 5. Memenuhi hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standart pelayanan minimum, serta melaksanakan pemulihan kondisi dari dampak bencana. 6. Mengembangkan, meningkatkan dan menggalang kemitraan dengan masyarakat dibidang tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi akibat bencana. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 menyebutkan fungsi BPBD adalah merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi. Penanggulangan dan pengungsi dilakukan dengan bertindak cepat, tepat, efektif dan efisien serta melakukan pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh (Pristiyanto, 2009). Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Pasal 21 menyatakan bahwa tugas-tugas BPBD ada sembilan, yakni: 1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan BNPB terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan merata. 2. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan. 3. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana 4. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana. 5. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya. 6. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap bulan sekali. 7. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang. 8. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang di terima dari Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah. 9. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2.1.2 Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sebagaimana kebijakan dan strategi Nasional saat ini, upaya penanggulangan bencana lebih dititik beratkan pada upaya sebelum terjadinya bencana, yang salah satunya adalah kegiatan kesiapsiagaan. Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
kesiapsiagaan merupakan serangkaian
kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (pelatihan, gladi, penyiapan sarana dan prasarana, SDM, logistik dan pembiayaan). Dengan kesiapsiagaan yang tepat
diharapkan upaya penanggulangan dapat lebih cepat dan tepat sehingga dapat meminimalisir jumlah korban dan kerusakan. Bencana terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia sehingga pemerintah melalui Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2008 membentuk Badan Penanggulangan Bencana di Daerah (BPBD).Pedoman ini bertujuan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan mekanisme penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Susunan organisasi Unsur Pelaksana BPBD terdiri atas; 1) Kepala Pelaksana; 2) Sekretariat Unsur Pelaksana; 3) Bidang/Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan; 4) Bidang/Seksi Kedaruratan dan Logistik; dan 5) Bidang/Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah kesiapsiagaan petugas BPBD Kota Langsa sehingga yang akan dibahas dalam tinjauan pustaka adalah bidang pencegahan dan kesiagsiagaan bencana. Tugas
dan
fungsi
bidang
pencegahan
dan
kesiapsiagaan
badan
penanggulangan bencana diatur dalam Perka BNPB nomor 3 Tahun 2008 yaitu Bidang/Seksi Bidang Pencegahan dan Kesiasiagaan dipimpin oleh Kepala Bidang/Seksi, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Pelaksana. Bidang/Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas membantu Kepala Pelaksana dalam mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan di bidang
pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas Bidang/Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai fungsi membantu Kepala Pelaksana dalam: (1) perumusan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat; (2) pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat; (3) pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi atau lembaga terkait di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat;dan (4) pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan kebijakan di bidang
pencegahan,
mitigasi
dan
kesiapsiagaan
pada
prabencana
serta
pemberdayaan masyarakat. Masing-masing uraian tugas akan dijelaskan satu persatu. 2.1.3 Perumusan Kebijakan di Bidang Pencegahan, Mitigasi dan Kesiapsiagaan pada Prabencana Serta Pemberdayaan Masyarakat Menurut Dye dalamHowlettdanRamesh (2005), kebijakan publik adalah adalah “segalayang
dikerjakanpemerintah,
mengapamereka
melakukan,danperbedaanyangdihasilkannya(whatgovernmentdid,whytheydoit,a ndwhatdifferencesitmakes)”.Hal ini berarti kebijakan merupakan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan.
Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007) adalah sebagai berikut: a) Tahap Penyusunan Agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan.Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kabijakan. b) Tahap Formulasi Kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.Masalah-masalah didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah
terbaik
dari
berbagai
alternatif
atau
pilihan
kebijakan
(policy
alternatives/policy options) yang ada.Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan. c) Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan peradilan.
d)
Tahap Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa
implementasi
kebijakan
mendapat
dukungan
para
pelaksana
(implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. e) Tahap Evaluasi Kebijakan Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, unuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk
meraih dampak yang
diinginkan dan memecahkan masalah yang dihadapi. Penilaian dengan ukuranukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah sudah mencapai dampak atau tujuan yang diinginkan atau belum. Secara singkat, tahap–tahap kebijakan adalah seperti gambar dibawah ini:
Penyusunan kebijakan
Formulasi kebijakan
Adopsi kebijakan
Implementasi kebijakan
Evaluasi kebijakan Gambar 2.1. Tahap Kebijakan William Dunn Sumber : Winarno (2007) Kebijakan yang perlu untuk direalisasikan dalam penanggulangan bencana adalah tentang pra bencana seperti halnya mitigasi, pemberdayaan masyarakat dan maupun SOP pra bencana antar instansi.Kebijakan tersebut dapat berupa tentang mitigasi banjir, pembentukan kerjasama BPBD dengan Karang Taruna atau Tagana dan pembuatan SOP Banjir maupun MOU antara instansi terkait penanggulangan bencana. 2.1.4 Pengkoordinasian dan Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Pencegahan, Mitigasi dan Kesiapsiagaan pada Prabencana Serta Pemberdayaan Masyarakat Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa kegiatan koordinasi merupakan salah satu fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana.Unsur pelaksana juga melaksanakan fungsi komando dan sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.Fungsi komando diperlukan dalam saat
tahap tanggap darurat, dimana tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan perdebatan atau argumentasi yang berlarut-larut selain hanya melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh komando atasan. Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 bahwa penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
bertujuan
untuk
menjamin
terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Kata terpadu dalam penanggulangan bencana penting karena masalah yang ditimbulkan terkait dengan berbagai sektor yang multi kompleks. Dalam pelaksanaan penanggulangan bencana BPBD dapat menjalin kerja sama (koordinasi) dengan masyarakat lokal seperti karang taruna, yang mana karang taruna merupakan salah satu organisasi sosial kemasyarakatan yang diakui keberadaannya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang berperan dalam masyarakat. Menurut Permensos RI No. 77 tahun 2010, karang taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana pengembangan setiap masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial. Adapun tujuan dari karang taruna untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan setiap anggota masyarakat yang berkualitas, terampil, cerdas, inovatif, berkarakter, serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam mencegah,
menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah kesejahteraan sosial khususnya generasi muda. Karang taruna harus bisa bersinergi dengan pemerintah dalam menangani Berbagai masalah kemanusiaan, karang taruna harus bisa mengambil peran dalam setiap kegiatan sosial seperti halnya penanganan bencana alam yang terjadi. Seperti gempa bumi yang merubuhkan beberapa rumah dan juga bencana banjir. Griffin (2008), memberikan suatu definisi yang lebih singkat tentang koodinasi yaitu suatu proses menghubungkan (linking) semua kegiatan dari berbagai-bagai bagian kerja (departement) pada lingkup organisasi. Linking diperlukan karena bermakna mengaitkan semua departemen untuk selalu saling membantu dalam koordinasi yang efektif. Menurut Hasibuan (2007), terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu: 1. Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya. 2. Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatankegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Menurut Hasibuan (2007), terdapat 3 (tiga) sifat koordinasi, yaitu: 1. Koordinasi adalah dinamis bukan statis. 2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator (manajer) dalam rangka mencapai sasaran.
3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan. Asas koordinasi adalah asas skala (hierarki) artinya koordinasi itu dilakukan menurut jenjangjenjang kekuasaan dan tanggungjawab yang disesuaikan dengan jenjang-jenjang yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya, asas hirarki bahwa setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasikan bawahan langsungnya. Menurut Hasibuan (2007), terdapat 4 (empat) syarat koordinasi, yaitu: 1. Sense of cooperation (perasaan untuk bekerjasama), ini harus dilihat dari sudut bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang. 2. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan. 3. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai. 4. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat. Menurut Handayaningrat (2005), koordinasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Bahwa tanggungjawab koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Koordinasi adalah merupakan tugas pimpinan. Koordinasi sering disamakan dengan kata koperasi yang sebenarnya mempunyai arti yang berbeda. Pimpinan tidak mungkin mengadakan koordinasi apabila tidak melakukan kerjasama. Kerjasama merupakan suatu syarat yang sangat penting dalam membantu pelaksanaan koordinasi.
2.
Adanya proses (continues process). Karena koordinasi adalah pekerjaan pimpinan yang bersifat berkesinambungan dan harus dikembangkan sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik.
3.
Pengaturan secara teratur usaha kelompok. Koordinasi adalah konsep yang ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, sejumlah individu yang bekerjasama, dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok yang sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Adanya tumpang tindih, kekaburan dalam tugas-tugas pekerjaan merupakan pertanda kurang sempurnanya koordinasi.
4.
Konsep kesatuan tindakan adalah merupakan inti dari koordinasi. Kesatuan usaha, berarti bahwa harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha tiap kegiatan individu sehingga terdapat keserasian di dalam mencapai hasil.
5.
Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama, kesatuan dari usaha meminta suatu pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan sebagai kelompok kerja. Berdasarkan Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2008, Koordinasi BPBD dengan
instansi atau lembaga dinas/badan secara horisontal pada tahap prabencana, saat tanggap darurat dan pascabencana, dilakukan dalam bentuk: a. penyusunan kebijakan dan strategi penanggulangan bencana; b. penyusunan perencanaan penanggulangan bencana; c. penentuan standar kebutuhan minimun; d. pembuatan prosedur tanggap darurat bencana;
e. pengurangan resiko bencana; f. pembuatan peta rawan bencana; g. penyusunan anggaran penanggulangan bencana; h. penyediaan sumberdaya/logistik penanggulangan bencana;dan i. pendidikan dan pelatihan, penyelenggaraan gladi/simulasi penanggulangan bencana. 2. Koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga/organisasi dan pihak-pihak lain yang terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Kerjasama yang melibatkan peran serta negara lain, lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dilakukan melalui koordinasi BNPB sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4. Rapat koordinasi penanggulangan bencana dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan : a. Antara BPBD Kabupaten/Kota dan instansi terkait/organisasi/lembaga terkait di tingkat kabupaten/Kota. b. Antara BPBD Provinsi dengan instansi/organisasi/lembaga terkait di tingkat provinsi. c. Antara BPBD Provinsi dengan BPBD Kabupaten/Kota.
2.1.5 PelaksanaanHubungan Kerja dengan Instansi Atau Lembaga Terkait di Bidang Pencegahan, Mitigasi dan Kesiapsiagaan pada Prabencana Serta Pemberdayaan Masyarakat Menurut Undang-Undang RI. No.24/2007, penanggulangan bencana di Indonesia berlandaskan pada dasar Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan berasaskan pada kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan keselarasan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup dan ilmu pengetahuan teknologi. Pihak yang bekerja sama dalam melakukan usaha-usaha penanganan di setiap kejadian bencana di Indonesia, terdiri dari berbagai instansi terkait hak masyarakat untuk menghubungi instansi terkait karena keberadaan instansi adalah untuk mendampingi masyarakat dalam usaha penanggulangan bencana. Hubungan diantara instansi sebaiknya dirintis dalam tahap persiapan sebelum bencana untuk memperkuat kesiap-siagaan, masyarakat bisa mendapatkan pelatihan-pelatihan dari instansiinstansi berikut. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) terkait dalam tim yaitu : 1. Kodim 0104 yaitu institusi yang memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang operasi di lapangan. 2. Polres yaitu institusi yang mengendalikan situasi keamanan sejak kesiapsiagaan hingga tanggap darurat selesai. 3. Dinas Sosial, yaitu institusi Pemerintah yang menangani bidang kesejahteraan dalam membantu masyakakat yang dilanda bencana.
4. Dinas Kesehatan: melakukan upaya penanganan krisis kesehatan yang meliputi pelayanan kesehaan di pos kesehatan, puskesmas, pustu, RS rujukan dan lain-lain. 5. Dinas PU yaitu institusi yang menyediakan sarana dan perhubungan guna membantu upaya penanganan bencana dan kedaruratan 6. Search and Rescue (SAR), adalah lembaga yang bertugas dalam hal melakukan pencarian, pertolongan dan penyelamatan terhadap orang yang mengalami musibah atau diperkirakan hilang dalam suatu bencana. 7. Palang Merah Indonesia (PMI), adalah lembaga yang bertugas untuk membantu masyarakat dalam meringankan penderitaan masyarakat yang dilanda bencana. 8. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), adalah institusi Pemerintah yang memberikan informasi tentang perkembangan cuaca, gempa bumi dan aktivitas gunung berapi. 2.1.6 Pemantauan, Evaluasi, dan Analisis Pelaporan tentang Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Pencegahan, Mitigasi dan Kesiapsiagaan pada Prabencana Serta Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2008 mengenai pembinaan, pengawasan dan pelaporan. Pembentukan BPBD, dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan Pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat
A. Pembinaan Pembinaan teknis penyelenggaraan penanggulangan bencana : 1. Pada tingkat masyarakat dilakukan oleh BPBD Kabupaten/Kota secara terpadu dengan instansi teknis terkait. 2. Pada tingkat BPBD Kabupaten/Kota dilakukan oleh BPBD Provinsi secara terpadu dengan instansi teknis terkait. 3. Pada tingkat BPBD Provinsi dilakukan oleh BNPB secara terpadu dengan instansi teknis terkait. B. Pengawasan 1. Dalam rangka pencapaian sasaran dan kinerja penanggulangan bencana, dilakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana di masingmasing daerah. 2. Pengawasan terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh BNPB dan/atau lembaga pengawas sesuai peraturan perundang-undangan. C. Pelaporan 1. BPBD menyusun laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerahnya. 2. Laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari : a. Laporan situasi kejadian bencana b. Laporan bulanan kejadian bencana c. Laporan menyeluruh penyelenggaraan penanggulangan bencana
3. Laporan situasi kejadian bencana dibuat pada saat tanggap darurat dengan memuat: a. waktu dan lokasi kejadian bencana; b. penyebab bencana c. cakupan wilayah dampak bencana; d. penyebab kejadian bencana; e. dampak bencana (jumlah korban jiwa dan kerusakan/kerugian serta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan); f. upaya penanganan yang dilakukan; g. bantuan yang diperlukan; h. kendala yang dihadapi. 4. Laporan bulanan kejadian bencana merupakan rekapitulasi jumlah kejadian, dampak bencana yang disajikan dalam tabulasi. 5. Laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada prabencana, saat tanggap darurat dan pascabencana yang dibuat setiap bulan dan setiap tahun. 6. Laporan penerimaan dan penyaluran bantuan yang berasal dari sumbangan masyarakat. 7. Laporan pertanggungjawaban dana kontinjensi bencana, dana siap pakai, dan dana bantuan sosial berpola hibah yang berasal dari BNPB.
2.2 Kesiapsiagaan Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan daya dan karya.Semua potensi sumber daya manusia tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan.Werther dan Davis, dalam kutipan Sutrisno, 2009, sumber daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.Bagi organisasi, ada tiga sumber daya strategis yang mutlak harus dimiliki untuk dapat menjadi sebuah organisasi yang unggul yaitu financial resources (dana/modal, human resources (modal insani), informational resources (informasi-informasi untuk membuat keputusan strategis atau pun taktis). Sumber daya manusia /modal insani yang mempunyai kualitas yang sesuai dengan organisasi merupakan sumber daya yang paling sulit dikelola dan diperoleh (Sutrisno, 2009) Sumber daya manusia adalah sentral dalam suatu organisasi.Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia.Manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi/organisasi (Yuniarsih, 2008).Sumber daya manusia merupakan daya (tenaga/kekuatan) yang bersumber dari manusia (Sedarmayanti, 2009).Sumber daya manusia atau man power di singkat SDM merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia.Sumber daya manusia terdiri dari daya pikir dan daya fisiknya (Hasibuan, 2008).Oleh karena itu dalam kaitannya penanggulangan bencana banjir tentunya sumber daya manusia menjadi hal
yang sangat penting yang merupakan pelaksana teknik atau pelaksana kegiatan operasional saaat terjadi bencana maupun pasca bencana. Menurut peraturan Mendagri No. 46 Tahun 2008 pelaksanaan kegiatan pada penanggulangan bencana berdasarkan susunan organisasi BPBD provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota terdiri atas unsur pengarah dan unsur pelaksana, unsur pengarah diisi oleh seorang ahli atau orang-orang yang profesional di bidang penanggulangan bencana. Sedangkan unsur pelaksana di pimpin kepala pelaksana (Kepala BPBD) yang dibantu
oleh
Seketariat
Unsur
Pelaksana,
Bidang Pencegahan
dan
Kesiapsiagaan, Bidang Kedaruratan dan Logistik, dan Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Pengisian jabatan unsur pelaksana BPBD Provinsi dan BPBD kabupaten/Kota berasal dari Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kemampuan, pengetahuan, keahlian, pengalaman, keterampilan, dan integritas yang dibutuhkan dalam penanganan bencana. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana
telah
menegaskan
adanya
perubahan
paradigma
penanggulangan bencana di tanah air yaitu upaya responsif yaitu tanggap darurat dan rehabilitasi
kepada
upaya
preventif
yaitu
pencegahan,
mitigasi
dan
kesiapsiagaan.Kesiapsiagaan yang dimaksud adalah kesiapsiagaan sumber daya sebelum terjadi bencana, termasuk bencana banjir. Jadi kesiapsiagaan merupakaian serangkaian kegiatan pada tahap pra bencana yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana,
kesiapsiagaan merupakan bentuk operasional penyelenggaraan penanggulangan bencana pada situasi terdapat potensi bencana, dengan salah satu bentuk kegiatannya yang terkait dengan sumber daya manusia adalah penggorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat. Dalam hal ini kesiapsiagaan yang dimaksud adalah termasuk kesiapsiagaan sumber daya manusia yang harus dipastikan mempunyai kemampuan dalam melakukan upaya penanggulangan bencana secara cepat dan tepat karena merupakan pelaksanaan teknik atau pelaksanaan kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana. Secara umum dapat diuraikan sebagai sifat khusus yang menunjukkan kualitas prima manusia yang diharapkan antara lain berstamina tinggi,tangguh, cerdas, terampil memiliki rasa tanggung jawab, produktif , kreatif, inovatif, disiplin, berbudi luhur, dan masi banyak yang menggambarkan kualitas prima manusia secara umum, kualitas sumber daya manusia menyangkut dua aspek yakni, aspek fisik (kualitas fisik) yang diupayakan melalui peningkatan kesehatan dan gizi maupun non fisik (kualitas non fisik) yang ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan fasilitas yang canggih dan lengkap, belum merupakan jaminan akan berhasilnya suatu organisasi tanpa diimbangi oleh kualitas manusia yang akan memamfaatkan fasilitas tersebut (Sedarmayanti, 2009). Kesiapsiagaan sumber daya manusia merupakan produktivitas sumber daya manusia dalam rangka upaya penanggulangan bencana yang dilakukan sebelum terjadinya bencana, menurut Formulasi National Productivity Board Singapore, produktivitas adalah sikap mental yang mempunyai semangat untuk melakukan
perbaikan, perwujudan sikap mental dituangkan dalam berbagai kegiatan antara lain kegiatan yang berkaitan dengan diri sendiri dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan, disiplin, upaya pribadi, kerukunan kerja dan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan melalui perbaikan manajemen, prosedur kerja, ketepatan waktu, penghematan biaya sistem dan teknologi yang lebih baik. Dewasa ini, produktifitas individu merupakan bagian yang penting.Hal ini berdasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas manapun bersumber dari individu yang melakukan kegiatan.Produktivitas kerja ditujukan pada kualitas untuk kerja, dan bukan
semata-mata
untuk
mendapatkan
hasil
kerja
sebanyak-banyaknya
(Sedarmayanti, 2009). Produktifitas kerja adalah bentuk keluaran dari hasil kerja seseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya
(Sedarmayanti,
2009).
Kesiapsiagaan
dalam
mengantisipasi setiap bencana yang terjadi merupakan salah satu bentuk dari produktivitas kerja dari sumber daya manusia yang ada, kesiapsiagaan sumber daya manusia merupakan suatu potensi dan sikap mental dari sumber daya manusia yang diproses melalui kegiatan peningkatan kapasitas dan kemampuan, agar dapat menanggulangi masalah akibat kedaruratan dan bencana secara efisien dari tanggap darurat sampai rehabilitasi secara berkesinambungan. 2.2.1Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesiapsiagaan SDM dalam Penanggulangan Bencana Banjir Seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang mendorong seseorang mengembangkan diri dan
meningkatkan kemapuan kerja dengan cara selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan, maka kesiapsiagaan didalam penanggulangan setiap bencana yang terjadi merupakan salah satu bentuk dari produktivitas kerja dari sumber daya manusia yang ada. Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik
yang
berhubungan dengan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan linkungan organisasi
dan
kebijakan
pemerintah
secara
keseluruhan.
Menurut
Balai
Pengembangan Produktivitas Daerah terdapat beberapa faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja antara lain sikap, motivasi, disiplin, etika, pendidikan, keterampilan, manajemen dan sistem organisasi, tingakat penghasilan, gizi dan kesehatan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, sarana dan teknologi (Sedarmayanti, 2009). Terkait dengan penelitian ini, maka faktor-faktor yang berhubungan dengan sumber daya manusia dalam penanggulangan bencana akibat banjir terdiri dari dua faktor yaitu faktor Individu dan faktor organisasi. Faktor individu mencakup pelatihan, keterampilan, serta usia. Sedangkan faktor organisasi meliputi perumusan kebijakan, koordinasi atau pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi yang terkait dan pemberdayaan masyarakat. 1. Umur Umur harus mendapat perhatian karena mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja dan tanggung jawab seseorang, umur muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tapi cepat bosan, kurang bertanggung
jawab, cenderung absen dan turnovernya tinggi. Sedangkan umurnya yang lebih tua kondisi fisiknya kurang, tetapi bekerja ulet, tanggung jawabnya besar serta absensi dan turnovernya rendah (Hasibuan, 2008). Makin tua akan makin kecil kemungkinan berhenti dari pekerjaan. Pekerja yang lebih tua kecil kemungkinan akan berhenti karena masa kerja mereka yang lebih panjang cenderung memberikan kepada mereka tingkat upah yang lebih tinggi, dan tujangan pengsiun yang lebih menarik (Robbins,1996). Menurut Tiffin dan Cormick, seperti yang dikutip Sutrisno, 2009, menjelaskan bahwa produktivitas kerja dipengaruhi oleh faktor yang ada pada diri individu antara lain dan kondisi fisik individu. Produktivitas seseorang dipengaruhi dengan faktor usianya. Seseorang yang usia muda mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan berat, bergerak lincah, giat berkegiatan, kesemuanya ini didorong oleh intensitas kerja organ-organ di dalam tubuhnya yang masi besar dan cepat, kondisi fisik merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas (Paul Mali dalam Yuniarsih, 2008). Teori yang juga dikemukakan oleh Siagian, 1995, yang mengatakan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka kedewasaan teknik dan psikologinya semakin meningkat, ia akan mampu mengambil keputusan, semakin bijaksana, semakin mampu berpikir secara rasional, mengendalikan emosi dan toleran terhadap pendapat orang lain. Menurut Sedarmayanti, 2009 bahwa umur seseorang sebanding lansung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Pada umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun sebanyak 60%, selanjutnya
kemampuan fisik seseorang yang berumur lebih dari 60 tahun tinggal mencapai 50% dari orang yang berumur 25 tahun. Perbedaan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa produktivitas seseorang dapat dipengaruhi banyak faktor, sehingga faktor umur tidak akan selalu mempengaruhi produktivitas sumber daya manusia. 2. Keterampilan Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan tehnik operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan, keterampilan diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Keterampilan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknik, seperti keterampilan mengoperasikan perahu karet, keterampilan mengoperasikan rumah sakit lapangan, dan lain-lain.Dengan keterampilan yang dimiliki seseorang sumber daya manusia diharapkan menyelesaikan pekerjaan secara produktif (Sedarmayanti, 2009; Sulistiani, 2003; Yuniarsih, 2008). Sikap dan mental dan keterampilan sangat besar perannya dalam meningkatkan produktivitas, oleh sebab itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk memantapkan sikap mental serta meningkatkan keterampilan sumber daya manusia, guna mewujudkan produktifitas kerja (Sedarmayanti, 2009). Menurut Sustermeister dalam kutipan Sedarmayanti, 2009, bahwa pada aspek tertentu apabila sumber daya manusia semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Sumber daya manusia tersebut akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup.
3. Pelatihan Peningkatan kualitas sumber daya manusia diupayakan melalui dua aspek yaitu aspek fisik dan non fisik.Untuk menentukan kualitas fisik dapat diupayakan melalui peningkatan kesehatan dan gizi, sedangkan untuk meningkatkan kualitas non fisik diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan (Sutermeister dalam Sedarmayanti, 2009). Pelatihan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan bagi sumber daya manusia dalam penanggulangan bencana. Pelatihan adalah proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pelatihan mempunyai fokus untuk memberikan mamfaat bagi organisasi secara cepat (Simamora, 2006). Menurut Jan Bella dalam Hasibuan, 2008, mengemukakan bahwa pelatihan merupakan proses pengembangan dengan meningkatkan keterampilan kerja baik tehnik maupun manajerial dalam pelaksanaan pekerjaan sumber daya manusia, latihan berorientasi pada praktek, dilakukan dilapangan, berlansung singkat, dan biasanya menjawab how. Pelatihan yang merupakan proses pengembangan tersebut akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena technical skill, human skill, dan managerial skill nya makin baik(Hasibuan, 2008). Dengan demikian semakin baik keterampilan, keahlian, disiplin, ketekunan, ketepatan menggunakan metode serta alat-alat lain dalam bekerja.Maka semakin tinggi pula produktivitas kerjanya (Yuarniasih, 2008). Kegiatan pelatihan mempunyai tujuan tertentu, ialah untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta yang menimbulkan perubahan prilaku aspek-aspek kognitif, keterampilan dan sikap.Perbaikan dan peningkatan prilaku kerja bagi tenaga kerja
sangat diperlukan agar lebih mampu melakukan tugas-tugasnya dan diharapkan lebih berhasil dalam upaya pelaksanaan program kerja organisasi/lembaga.Prilaku yang perlu diperbaiki atau dikembangkan meliputi aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepribadian yang dituntut tugas pekerjaannya (Hamalik, 2007). Untuk melakukan perubahan-perubahan pada suatu organisasi, memerlukan pendidikan dan pelatihan yang merupakan penting bagi organisasi, organisasi membutuhkan orang-orang yang mampu melaksanakan tugas-tugas yang telah ditetapka sesuai dengan jabatan.Untuk dapat melaksanakan itu maka orang tersebut memerlukan pengetahuan dan keterampilan bagaimana melaksanakan tugas tersebut.Melalui pendidikan dan pelatihan, diharapkan kebutuhan dan kekurangan dapat dipenuhi. Sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan cepat dan benar (Atmodiworo, 2002). Latihan kerja yang dimaksudkan untuk melengkapi sumber daya manusia dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja, untuk itu latihan kerja diperlukan untuk pelengkap sekaligus memberikan dasar-dasar pengetahuan.Karena dengan latihan berarti sumber daya manusaia belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan benar dan tepat, serta dapat memperkecil atau meninggalkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Menurut Stoner yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, peningkatan kapasitas bukan pada pemuktahiran peralatan, akan tetapi pada pengembangan sumber daya manusia yang utama. Dari hasil penelitian beliau mengatakan, 75% peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja.
Ada beberapa metode pelatihan menurut Andrew F. Sikula yang dikutip oleh Hasibuan, 2008 antara lain: 1. On the Job yaitu peserta lansung bekerja ditempat untuk belajar dan meniru suatu pekerjaan dibawah bimbingan seorang pengawas; 2. Vestibule yaitu pelatihan yang dilakukan dalam kelas atau bengkel kerja melalui percobaan dibuat suatu duplikat dari bahan, alat-alat dan kondisi yang ditemui dalam situasi kerja sebenarnya; 3. Demonstration and example yaitu metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan sebagaimana cara-cara mengerjakan suatu pekerjaan melalui
contoh-contoh
atau
percobaan
yang didemonstrasikan,
biasanya
demonstrasi dilengkapi dengan teks, gambar, diskusi dan pemutaran vidio; 4. Simulation yaitu metode pelatihan dengan memberikan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya merupakan tiruan saja; 5. Apprenticeship yaitu metode pelatihan melalui suatu cara untuk mengembangkan keahlian pertukangan sehingga para pekerja yang bersangkutan dapat mempelajari segala aspek pekerjaannya; 6. Classroom Methods yaitu metode dalam kelas meliputi lecture (pengajaran), conference (rapat), program instruksi, study kasus, role playing (permainan peran), diskusi dan seminar.
Berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pedoman Kajian Pembentukan Dan Penyelenggaraan Unit Pelaksana Teknis mengatakan bahwa pada saat kesiapsiagaan bencana menyelenggarakan : 1. Peningkatan kualitas dan kuantitas petugas dan masyarakat daerah dalam rangka partisipasi penanggulangan bencana melalui pelatihan dan pendidikan. 2. Penngkatan pemberdayaan dan kemandirian masyarakat daerah dalam mengenali, mencegah, dan mengatasi bencana serta dampak yang akan ditimbulkan. 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana bagi petugas terkait dan berkompeten dari semua unsur masyarakat, termasuk pelatihan bagi masyarakat sadar bencana, peduli bencana dan peduli rehabilitasi bencana berdasarkan kebijakan yang dibuat oleh pusat pendidikan dan pelatihan BNPB. 4. Pengembangan sistem regionalisasi penanggulangan bencana beserta dampaknya melalui pembentukan kelompok masyarakat sadar bencana, peduli bencana dan peduli rehabilitasi bencana. Oleh sebab itu melalui pembinaan yang dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan, diharapkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusai yang terlibat dalam upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat meningkat lebih baik. 4. Pendidikan Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah adalam sumberdaya manusia yang ada dalam instansi BPBD. Pegawai atau karyawan merupakan sumber daya yang dimiliki organisasi, dan harus dipekerjakan secara efektif, efisien,
dan manusiawi. Agar kondisi tersebut dapat tercipta, maka organisasi perlu membuat perencanaan SDM sebaik-baiknya sehingga dapat memenuhi kebutuhan SDM organisasi, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Dengan demikian, organisasi tidak akan mengalami kesulitan dalam memenuhi SDM yang dibutuhkan. Dalam penanggulangan bencana faktor petugas sebagai sumber daya manusia memiliki peran penting. Baik atau tidaknya reaksi kesiapsiagaan dipengaruhi oleh petugas itu sendiri yaitu kinerjanya Kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya di pakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau individu. Kinerja yang baik merupakan suatu langkah untuk menuju tercapainya tujuan individu. Oleh karena itu kinerja merupakan sasaran penentu dalam mencapai tujuan individu. Kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi, sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan kinerja. Kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (pengetahuan dan skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
5. Motivasi Sedangkan motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secaara maksimal. Seorang pegawai harus siap secara mental dan fisik dan memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai maupun memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja. Oleh sebab itu maka diperlukan manajemen yang baik yang dapat diterapkan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), sehingga dapat meningkatkan kesiapsiagaan BPBD dalam penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. Serta dapat meningkatkan kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang menunjang penguasaan teknologi di bidang penanggulangan bencana.
2.3 Fungsi Manajemen Manajemen merupakan suatu seni mengatur orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi atau unit pelayanan, sehingga manajemen tersebut mempunyai fungsi-fungsi (Notoatmodjo, 2011). Fungsi manajemen ialah berbagai jenis tugas atau kegiatan manajemen yang mempunyai peranan khas dan bersifat saling menunjang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu fungsi manajemen yang paling sederhana
yang dapat diterapkan adalah fungsi manajemen yang dikemukakan oleh George R. Terry, yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (Pergerakan atau Pelaksanaan), Controlling (Pengawasan) (Syafrudin, 2009). Perencanaan adalah sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan, menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya. Dalam bidang penanggulangan bencana sendiri, manajemen merupakan proses merumuskan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan penanggulangan bencana yang mana dilakukan pada tahap kesiapsiagaan, menetapkan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 1). Planning (Perencanaan) Perencanaan merupakan inti kegiatan manajemen, karena semua kegiatan manajemen diatur dan diarahkan oleh perencanaan tersebut. Dengan perencanaan itu memungkinkan para pengambil keputusan atau manajer untuk menggunakan sumber daya mereka secara berhasil guna dan berdaya guna (Notoadmodjo, 2011). Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang harus bisa menjawab rumus 5W. what (apa) yang akan dilakukan, why (mengapa) harus melakukan apa, when (kapan) melakukan apa, where (dimana) melakukan apa, who (siapa) yang melakukan apa, how (bagaimana) cara melakukan apa (Syaifuddin, 2009). 2). Organizing (Pengorganisasian) Setelah perencanaan dilakukan atau telah selesai (menjadi rencana), maka selanjutnya harus dilakukan pengorganisasian. Yang dimaksud pengorganisasian adalah mengatur personil atau staf yang ada dalam institusi agar semua kegiatan
yang telah di tetapkan dalam rencana dapat berjalan dengan baik, yang akhirnya semua tujuan dapat dicapai. Dengan kata lain, pengorganisasian adalah pengkoordinasian kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan suatu institusi, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan peng-organisasian mencakup beberapa unsur pokok, antara lain: a. Hal yang diorganisasikan ada dua macam, yakni: 1. Pengorganisasian kegiatan ialah pengaturan berbagai kegiatan yang ada di dalam rencana sehingga membentuk satu kesatuan yang terpadu untuk mencapai tujuan. 2. Pengorganisasian tenaga pelaksana ialah mencakup pengaturan hak dan wewenang setiap tenaga pelaksana sehingga setiap kegiatan mempunyai penanggung jawab. b. Proses pengorganisasian ialah langkah-langkah yang harus dilakukan sedemikian rupa sehingga semua kegiatan dan tenaga pelaksana dapat berjalan sebaikbaiknya. c. Hasil pengorganisasian ialah terbentuknya wadah atau sering disebut “ struktur organisasi “ yang merupakan perpaduan antara kegiatan dan tenaga pelaksana. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian adalah visualisasi kegiatan dan pelaksana kegiatan (personil) dalam suatu institusi. Dilihat dari segi pembagian kegiatan dan pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang, maka organisasi secara umum dibedakan atas tiga jenis, yakni:
1. Organisasi Lini (Line Organization). Dalam jenis organisasi ini, pembagian tugas dan wewenang terdapat perbedaan yang tegas antara pimpinan dan pelaksanaan. Peran pemimpin dalam hal ini sangat domonan, dimana semua kekuasaan di tangan pimpinan. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan kegiatan yang utama adalah wewenang dan perintah. Bentuk organisasi semacam ini khususnya di dalam institusi-institusi yang kecil sangat efektif, karena keputusan-keputusan cepat diambil dan pelaksanaan keputusan juga cepat. 2. Organisasi Staf (Staff Organization) Dalam organisasi ini, tidak begitu tegas garis pemisah antara pimpinan dan staf pelaksana. Peran staf bukan sekedar pelaksana perintah pimpinan, namun staf berperan sebagai pembantu pimpinan. Bentuk organisasi ini muncul karena makin kompleksnya masalah-masalah organisasi sehingga pimpinan sudah tidak dapat lagi menyelesaikan semuanya dan memerlukan bantuan orang lain. 3. Organisasi Lini dan Staf Organisasi ini merupakan gabungan kedua jenis organisasi yang terdahulu disebutkan (lini dan staf). Dalam organisasi ini staf bukan sekedar pelaksana tugas, tetapi juga diberikan wewenang untuk memberikan masukan demi tercapainya tujuan secara baik. Demikian juga pimpinan tidak sekedar memberi perintah atau nasehat, tetapi juga bertanggung jawab atas perintah atau nasehat tersebut (Notoadmodjo, 2011).
3). Actuating (Penggerakan dan Pelaksanaan) Pelaksanaan atau penerapan (Actuating) merupakan inplementasi dari perencanaan dan pengorganisasian dimana seluruh komponen yang berada dalam satu sistem dan satu organisasi tersebut bekerja secara bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing. Pelaksanaan juga merupakan usaha untuk menciptakan kerja sama diantara pelaksana kegiatan sehingga tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien (Syaifudin,2009). Fungsi manajemen ini adalah merupakan fungsi penggerak semua kegiatan program (ditetapkan pada fungsi pengorganisasian). Oleh karena itu, fungsi manajemen ini lebih
menekankan bagaimana menejer mengarahkan dan
menggerakkan semua sumber daya ( manusia dan yang bukan manusia) untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Untuk menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia dalam organisasi, peranan kepemimpinan (leadership), motivasi staf, kerja sama dan komunikasi antar staf merupakan hal pokok yang perlu mendapat perhatian para manajer organisasi. Didalam beberapa buku manajemen akan sering dijumpai istilah lain untuk fungsi penggerak dan pelaksana yaitu actuating(memberikan arah); influencing (mempengaruhi), commanding (memberikan komando atau perintah). Beberapa istilah tersebut dianggap mempunyai pengertian yang sama yaitu menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan program. Secara praktis fungsi aktuasi ini merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja sama diantara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Tujuan fungsi actuasi ini sendiri adalah menciptakan kerja sama yang lebih efisien, mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf, menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan, menguasahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf, membuat organisasi berkembang secara dinamis. Fungsi aktuasi haruslah dimulai pada diri manajer selaku pimpinan organisasi. Manajer harus menunjukkan kapada stafnya bahwa ia mempunyai tekad untuk mencapai kemajuan dan peka terhadap lingkungannya. Ia harus mempunyai kemampuan bekerja sama dengan orang lain secara harmonis. Manajer harus bersikap objektif yaitu objektif dalam menghadapi perbedaan dan persamaan karakter stafnya baik secara individu maupun kelompok manusia (Muninjaya, 2004). 4). Controlling (Pengawasan) Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen. Fungsi manajemen ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standart keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar pengguanaan sumber daya dapat lebih diefesienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih efektif (Munujaya,2004).
Pengawasan dan pengendalian adalah suatu proses untuk mengukur penampilan kegiatan suatu program yang selanjutnya memberikan pengarahanpengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Agar pengawasan dapat berjalan dengan baik dan sekurang-kurangnnya tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni : objek pengawasan, metode pengawasan dan proses pengawasan (Notoadmodjo, 2011).
2.4Penanggulangan Bencana Penanggulangan Bencana merupakan upaya sistematis dan komperhensif untuk menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat dan akurat untuk meminimalisasi korban dan kerugian yang ditimbulkan. 2.4.1 Pengertian Bencana Menurut United Nation Development Program (UNDP), bencana adalah suatu kejadian yang ekstrem dalam lingkungan alam atau manusia yang secara merugikan mempengaruhi kehidupan manusia, harta benda atau aktivitas sampai pada tingkat yang menimbulkan bencana. Menurut National Fire Protection Association (NFPA) 1600 : Standard on Disaster / Emergency Management and Business Continuity Programs. 1.
A Disaster Is an Incident where the resources, personel, and materials of the Affected Facility cannot control an abnormal situation (free, explosion, leak, well blowout etc) threaten the loss of human or physical resources of the facility and environment.
2.
Bencana adalah kejadian dimana sumberdaya, personel atau material yang tersedia di daerah bencana tidak dapat mengendalikan kejadian luar biasa yang dapat mengancam nyawa atau sumberdaya fisik dan lingkungan.
3.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam, menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2.4.2 Tujuan Penanggulangan Bencana Penanggulangan bencana bertujuan sebagai berikut: 1. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak diinginkan. 2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu bencana atau kejadian 3.
Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau organisasi tentang bencana sehingga terlibat dalam proses penanganan bencana.
4.
Melindungi anggota masyarakat dari bahaya atau dampak bencana sehingga korban dan penderitaan yang dialami dapat diminimalisasi.
2.4.3. Asas Penanggulangan Bencana Penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang sangat penting bagi masyarakat di Indonesia termasuk juga untuk kalangan industri beresiko tinggi. Pelaksanaan penanggulangan bencana dilakukan berasaskan sebagai berikut :
1. Kemanusiaan Aspek penanggulangan bencana memiliki dimensi kemanusiaan yang tinggi. Korban bencana khususnya bencana alam akan mengalami penderitaan baik fisik, moral maupun materi sehingga memerlukan dukungan tangan dari pihak lain agar bisa bangkit kembali. Penerapan manajemen bencana merupakan usaha mulia yang menyangkut aspek kemanusiaan untuk melindungi sesama. 2. Keadilan Penerapan penanggulangan bencana mengandung asas keadilan, yang berarti bahwa penanggulangan bencana tidak ada diskriminasi atau berpihak kepada unsur tertentu.Pertolongan harus diberikan dengan asas keadilan bagi semua pihak. 3. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan Penanggulangan bencana mengandung asas kesamaan dalam hukum dan juga dalam pemerintahan, semua pihak harus tunduk kepada perundangan yang berlaku dan taat asas yang ditetapkan. 4. Keseimbangan, keselarasan, dan keserasian Penanganan bencana harus berasaskan keseimbangan, keselarasan dan keserasian program yang dikerjakan untuk mengatasi bencana memperhatikan keseimbangan alam, ekologis, sosial, budaya dan lingkungan hidup. Upaya penanggulangan bencana tidak berarti harus mengorbankan kepentingan yang lain atau aspek kehidupan yang telah dijalankan sehari-hari, menempatkannya sebagai kekuatan untuk membangun penanggulangan bencana.
5. Ketertiban dan kepastian hukum Penanggulangan bencana harus mempertimbangkan aspek ketertiban dan kepastian hukum. Program dan penerapan penanggulangan bencana harus berlandaskan hukum yang berlaku dan ketertiban anggota masyarakat lainnya. 6. Kebersamaan Salah satu asas penting dalam penanggulangan bencana adalah kebersamaan. Masalah bencana tidak bisa diselesaikan secara partial atau hanya oleh satu pihak saja, harus melibatkan seluruh anggota masyarakat atau komunitas yang ada. Tanpa keterlibatan dan peran serta, program penanggulangan bencana tidak akan berhasil dengan baik. 7. Kelestarian lingkungan hidup Penanggulangan bencana harus memperhatikan aspek lingkungan hidup di sekitarnya, benturan yang akan terjadi dalam menjalankan penanggulangan bencana dengan aspek lingkungan. Untuk mencapai keberhasilan, kelestarian lingkungan harus tetap terjaga dan terpelihara. 8. Ilmu pengetahuan dan teknologi Penerapan
peanggulangan
bencana
dilakukan
secara
ilmiah
dan
memanfaatkan ilmu pengetahuan. Bencana sangat erat kaitannya dengan berbagai disiplin keilmuan seperti geologi, geografi, linkungan, ekonomi, budaya, teknologi, dan lainnya. Harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.
2.4.4. Klasifikasi Bencana Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang N0.24 Tahun 2007, antara lain: 1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor. 2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror. 2.4.5. Jenis Bencana Alam Berdasarkan Penyebab Menurut Kamadhis, 2007 Bencana alam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebab yaitu : 1. Bencana alam geologis adalah bencana alam yang terjadi karena gaya-gaya dari dalam bumi seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi,longsor/gerakan tanah,amblesan atau abrasi. 2. Bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim, suhu atau cuaca seperti banjir, banjir bandang, angin puting beliung, kekeringan, kebakaran hutan.
3. Bencana alam ekstra-terestial adalah bencana alam yang disebabkan oleh gaya atau energi dari luar bumi seperti impac atau hantaman atau benda dari angkasa luar. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana, jenis-jenis bencana antara lain: 1. Gempa Bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Mekanisme perusakan teraji karena energi getaran gempa dirambatkan ke seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa juga dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah lainnya yang merusak pemukiman penduduk. Gempa bumi juga menyebabkan bencana ikutan berupa kebakaran, kecelakaan industri dan transportasi serta banjir akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan lainnya. 2. Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan priode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impuisif dari dasar laut. Gangguan inpulsif tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. Kecepatan tsunami yang naik ke daratan (run-up) berkurang menjadi sekitar 25-100 Km/jam dari ketinggian air. 3. Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang di kenal dengan istilah “ erupsi “. Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada
batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi (magma). Magma akan mengintrusi
batuan atau tanah disekitarnya melalui
rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi. Setiap gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atauproduk yang dihasilkannnya. Bahaya letusangunung api memiliki resiko merusak dan mematikan. 4. Tanah Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya. Menuruni ataupun keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. 5. Banjir pada suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena penggundulan hutan disepanjang
sungai
sehingga
merusak
rumah-rumah
penduduk
maupun
menimbulkan korban jiwa. 6. Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh dibawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. 7. Angin Topan adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis diantara garis balik utara dan selatan, kcuali di daerah-daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa. Angin topan disebabkan oleh perbedaan tekanan atau suatu sistem cuaca. Angin
paling kencang yang terjadi didaerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer di sekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrim dengan kecepatan sekitar 20 km/jam. Di Indonesia dikenal dengan sebutan angin badai. 8. Gelombang Pasang adalah gelombang air laut yang melebihi batas normal dan dapat menimbulkan banyak bahaya baik di lautan, maupun di darat terutama daerah pinggir pantai. Umumnya gelombang pasang terjadi karena adanya angin kencang atau topan, perubahan cuaca yang sangat cepat, dan karena ada pengaruh dari gravitasi bulan maupun matahari. Kecepatan gelombang pasang sekitar 10100 km/jam. Gelombang pasang sangat berbahaya bagi kapal-kapal yang sedang berlayar pada suatu wilayah yang dapat menenggelamkan kapal-kapal tersebut. Jika terjadi gelombang pasang di laut akan menyebabkan tersapunya daerah pinggir pantai atau disebut dengan abrasi. 9. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi atau industri. 10. Kebakaran adalah situasi dimana suatu tempat, lahan atau bangunan dilanda api serta hasilnya menimbulkan kerugian. Sedangkan kebakaran lahan atau hutan adalah keadaan dimana lahan dan hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan lahan dan hutan serta hasil-hasilnya dan menimbulkan kerugian. 11. Aksi Teror atau Sabotase adalah semua tindakan yang menyebabkan keresahan masyarakat, kerusakan bangunan dan mengancam atau membahayakan jiwa seseorang atau banyak orang oleh seseorang atau golongan tertentu yang tidak
bertanggung jawab. Aksi teror atau sabotase biasanya dilakukan dengan berbagai alasan dan berbagai jenis tindakan seperti pemboman suatu bangunan/ tempat tertentu, penyerbuan tiba-tiba suatu wilayah, tempat dan sebagainya. Aksi teror atau sabotase sangat sulit di deteksi atau di selidiki oleh pihak berwenang karena direncanakan seseorang atau golongan secara diam-diam dan rahasia. 12. Kerusuhan atau Konflik Sosial adalah suatu kondisi dimana terjadi huru hara, kerusuhan, perang atau keadaan yang tidak aman di suatu daerah tertentu. 13. Epidemi, Wabah dan Keajian Luar Biasa merupakan ancaman yang diakibatkan oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu. Pada skala besar, epidemi atau wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita penyakit dan korban jiwa. Beberapa wabah penyakit yang pernah terjadi di Indonesia dan samapai sekarang masih harus terus di waspadai antara lain demam berdarah, malaria, flu burung, antraks, busung lapar dan HIV/AIDS. Wabah penyakit pada umumnya sangat sulit dibatasi penyebarannya, sehingga kejadian yang pada awalnya merupakan kejadian lokal dalam waktu singkat bisa menjadi bencana nasional yang banyak menimbulkan korban jiwa. Kondisi lingkungan yang buruk, perubahan iklim, makanan dan pola hidup masyarakat yang salah merupakan beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya bencana ini.
2.4.6. Faktor Penyebab Bencana Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disarter) maupun oleh ulah manusia (man-made disarter). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain: 1. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategi for Disarter Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kwalitas lingkungan (environmental degradation). 2. Kerentanan (vulnerabulity) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang beresiko bencana. 3. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat (Kemneg PPN/BPPN dan BAKORNAS PB, 2006). 2.4.7. Banjir Banjir mengandung pengertian aliran air sungai yang tinggi melebihi muka air normal sehingga melimpasan dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai.Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air.Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007).
Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber air, air yang berlebihan tersebut dapat dikatagorikan dalam empat katagori: a. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia. b. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai. c. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir. d. Banjir akibat kegagalanbendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat runtuhnya atau longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan tidak dapat menekan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang Dilihat dari aspek penyebabnya jenis banjir yang ada dapat di klasifikasikan menjadi 4 jenis (Sudaryoko,2003) yaitu: a. Banjir yang di sebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah (hujan siklonik atau frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas penyimpana air yang dimiliki oleh masing-masing satuan wilayah sungai SWS) yang akhirnya terlampau, maka air hujan yang terjadi akan menjadi limpasan yang selanjutnya akan mengalir secara cepat ke sungai-sungai terdekat, yang meluap menggenangi areal dataran rendah di kiri kanan sungai. Jenis banjir ini yang paling sering terjadi di Indonesia.
b. Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan salju dan kenaikan suhu udarayng cepat di atas lapisan salju. Aliran salju ini akan mengalir dengan cepat bila disertai dengan hujan. Jenis banjir ini hanya terjadi di daerah yang bersalju. c. Banjir bandang (flash Flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan intensitas yang tinggi dan terjadi pada temtat-tempat dengan topografi yang curam di bagian hulu sungai. Aliran air hujan dengan kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya bila diseratai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap yang dilaluinya. d. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau alir balik (back water) pada muara sungai atau pada pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan menimbulkan dampak besar, bila secara bersamaan terjadi hujan besar di daerah hulu sungai yang mengakibatkan meluap air sungai di bagian hilirnya, serta disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai. Menurut Mistra (2007), dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut ini : 1. Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwa atau meninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk teresolasi. 2. Aspek Pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilanhnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.
3. Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencarian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya prekonomian masyarakat. 4. Aspek Sarana dan Prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan dan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi. 5. Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek wisata, persawahan atau lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul atau jaringan irigasi.
2.5. Landasan Teori Bencana terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia sehingga pemerintah melalui Perka BNPB nomor 3 Tahun 2008 membentuk Badan Penanggulangan Bencana di Daerah (BPBD).Pedoman ini bertujuan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan mekanisme penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Dalam melaksanakan tugas Bidang/Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai fungsi membantu Kepala Pelaksana dalam: (1) perumusan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat; (2) pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat;
(3) pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi atau lembaga terkait di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat;dan (4) pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik
yang
berhubungan dengan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan linkungan organisasi
dan
kebijakan
pemerintah
secara
keseluruhan.
Menurut
Balai
Pengembangan Produktivitas Daerah terdapat beberapa faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja antara lain sikap, motivasi, disiplin, etika, pendidikan, keterampilan, manajemen dan sistem organisasi, tingakat penghasilan, gizi dan kesehatan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, sarana dan teknologi (Sedarmayanti, 2009). Banjir mengandung pengertian aliran air sungai yang tinggi melebihi muka air normal sehingga melimpasan dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai.Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air.Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007).
Upaya kesiapsiagaan bencana banjir merupakan sesuatu hal yang penting di Kota Langsa, karena di daerah ini sering kali dilanda banjir, hal ini ditunjukkan bahwa semua kecamatan yang ada dilanda bencana banjir. Tingkat kerawanan banjir berbeda pada lima kecamatan. Ada tiga kecamatan dengan tingkat kerawanan paling tinggi yaitu kecamatan Langsa Lama, Langsa Kota, dan Langsa Timiur (BPBD Kota Langsa, 2014).
2.6. Kerangka Berpikir Input:
Proses:
Out Put:
Kesiapsiagaan Bencana:
- Perencanaan
- Kesiapsiagaan - Siap - Tidak Siap
- Pengorganisasian - Kebijakan - Koordinasi - Hubungan dengan instansi lain - Pemantauan, Evaluasi, Laporan
- KesiapsiagaanSDM - Siap - Tidak Siap
Sumber Daya Manusia (SDM): - Jumlah SDM - Keterampilan - Pendidikan - Pelatihan Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana lebih dititik beratkan pada upaya sebelum terjadinya bencana, melaksanakan kesiapsiagaan itu berdasarkan perumusan kebijakan, koordinasi, hubungan dengan instansi lain, pemantauan,
evaluasi, laporan dan sumber daya manusia yang meliputi jumlah SDM, keterampilan, pendidikan serta pelatihan melalui peroses perencanaan dan proses pengorganisasian sehingga out putnya dapat terlihat baik tidak baik dari kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.