kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN SUMBER DAYA INVESTASI Jln. Pattimura No. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
KAJIAN RANTAI PASOK SEMEN UNTUK MENDUKUNG INVESTASI INFRASTRUKTUR
RINGKASAN EKSEKUTIF Tahun Anggaran 2012 Laporan Akhir | i
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
KATA PENGANTAR Laporan Akhir Kajian Rantai Pasok Semen Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur ini merupakan hasil dari keseluruhan kegiatan studi yang disampaikan oleh Konsultan kepada Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi, Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum, sebagai tanggung jawab Konsultan berdasarkan Kontrak Kerja Nomor KU.02.08-Ki.1/V/851 tertanggal 23 Mei 2012. Secara garis besar, Laporan Akhir ini berisikan hal-hal pokok berikut: Latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, lingkup kerja, keluaran yang diharapkan, lokasi studi, dan durasi pekerjaan; Tinjauan terhadap kebijakan / peraturan yang terkait dengan pembangunan infrastruktur dan industri semen nasional; Metodologi kajian;
Pelaksanaan survey; Gambaran umum industri semen nasonal; Kondisi tata niaga semen nasional; Analisis; Konsep pengembangan sistem rantai pasok dan distribusi semen nasional yang efektif dan efisien; Kesimpulan dan saran (rekomendasi).
Dengan tersusunnya Laporan Akhr ini, Konsultan menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi, Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum, yang selama ini telah mempercayai Konsultan untuk melaksanakan pekerjaan ini. Mudah-mudahan hasil studi ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah dalam proses penyusunan kebijakan di masa mendatang.
Jakarta, Nopember 2012
Laporan Akhir | ii
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
1-1
1.2
MAKSUD DAN TUJUAN
1-5
1.3
SASARAN
1-5
1.4.
LINGKUP KEGIATAN
1-6
1.5.
KELUARAN YANG DIHARAPKAN
1-6
1.6.
LOKASI KEGIATAN
1-6
1.7.
REFERENSI HUKUM
1-6
1.8.
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN
1-8
BAB 2
TINJAUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYELENGGARAAN INDUSTRI SEMEN NASIONAL KE DEPAN
2.1.
KERANGKA KEBIJAKAN RPJP NASIONAL DI BIDANG INFRASTRUKTUR (2005-2025) 2-1
2.2.
KERANGKA KEBIJAKAN RPJM NASIONAL – II (2010-2014)
2.3.
KERANGKA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM KONTEKS RPJP DAN RPJMN-II BIDANG PEKERJAAN UMUM 2-6
2.4.
PROFIL RENCANA INVESTASI DALAM KONTEKS KEBIJAKAN MP3EI
2-16
2.5.
KERANGKA KEBIJAKAN SISTEM LOGISTIK NASIONAL
2-20
2.6.
ROAD MAP PENGEMBANGAN INDUSTRI SEMEN 2011-2014
2-22
2-4
Laporan Akhir | iii
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
2.7.
KEBIJAKAN INDUSTRIALISASI YANG RESPONSIF TERHADAP ISU PERUBAHAN IKLIM
BAB 3
2-28
METODOLOGI STUDI
3.1.
KERANGKA PIKIR STUDI (MAKRO)
3-1
3.2.
KERANGKA OPERASIONAL STUDI (MIKRO)
3-3
3.3
TAHAPAN STUDI
3-5
3.3.1
3-6
3.4.
Tahap Awal
3.3.2. Tahap Kompilasi dan Olah Data
3-7
3.3.3. Tahap Analisis
3-8
3.3.4. Tahap Formulasi Model dan Rekomendasi
3-10
KONSEP PENDEKATAN DAN METODE ANALISIS
3-12
3.4.1. Supply Chain Management (SCM)
3-12
3.4.2. Komponen Supply Chain Management
3-14
3.4.3. Struktur dan Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Supply Chain Management
3-16
3.4.4. Pemodelan Sistem
3-18
3.4.5. Simulasi Sistem
3-21
3.4.6. Sistem Dinamik
3-22
3.4.7. Implementasi Pengelolaan Supply Chain suatu Komoditi Berbasis Sistem Dinamik
3-24
BAB 4
PENGUMPULAN DATA
4.1.
PERSIAPAN KEGIATAN SURVEY
4-1
4.2.
GAMBARAN UMUM LOKASI SURVEY
4-2
4.2.1. Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan
4-5
4.2.2. Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat
4-7
4.2.3. Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah
4-9
4.2.4. Kota Jayapura, Provinsi Papua
4-11
4.3.
DATA HASIL SURVEY LAPANGAN
4-12
4.4.
KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN SURVEY
4-29
4.5.
PELAKSANAAN FOCUSED GROUP DISCUSSION
4-29
BAB 5
GAMBARAN UMUM INDUSTRI SEMEN NASIONAL Laporan Akhir | iv
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
5.1.
PROFIL PELAKU INDUSTRI SEMEN NASIONAL
5-1
5.1.1. Semen Gresik Group
5-1
5.1.2. PT. Holcim Indonesia Tbk.
5-6
5.1.3. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
5-7
5.1.4. Semen Andalas Indonesia
5-8
5.1.5. Semen Baturaja
5-9
5.1.6. Semen Kupang
5-10
5.1.7. Semen Bosowa Maros
5-12
SISTEM PRODUKSI SEMEN NASIONAL
5-14
5.2.1. Siklus Hidup Semen
5-14
5.2.2. Katalog Produk Semen
5-25
5.2.3. Bahan Baku Produksi Semen
5-28
5.3.
KAPASITAS PRODUKSI SEMEN NASIONAL
5-30
5.4.
PANGSA PASAR SEMEN NASIONAL
5-35
5.4.1. Pangsa Pasar Semen Dalam Negeri
5-35
5.4.2. Pangsa Pasar Semen Per Pulau
5-40
5.4.3. Konsumsi Semen Berbasis Provinsi di Indonesia
5-51
5.4.4. Daerah Tujuan Ekspor Semen Nasional
5-54
PERKEMBANGAN PRODUKSI, KONSUMSI DAN UTILISASI SEMEN NASIONAL
5-56
5.5.1. Perkembangan Produksi dan Utilisasi Semen Nasional
5-56
5.5.2. Perkembangan Impor Semen
5-59
5.5.3. Perkembangan Ekspor Semen
5-60
5.5.4. Perkembangan Terkini Produksi dan Konsumsi Semen Nasional
5-61
TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI SEMEN NASIONAL KE DEPAN
5-65
5.2.
5.5.
5.6.
BAB 6 6.1.
6.2.
POLA SUPPLY-DEMAND PRODUK SEMEN NASIONAL SAAT INI
6-1
6.1.1. Karakterisik Supply-Demand Semen Nasional
6-2
6.1.2. Market Share Semen Nasional
6-6
MEKANISME DISTRIBUSI (LOGISTIK) SEMEN NASIONAL SAAT INI
6-8
BAB 7 7.1.
KONDISI TATA NIAGA SEMEN NASIONAL SAAT INI
ANALISIS
KECENDERUNGAN PERMINTAAN PRODUK SEMEN NASIONAL DI MASA MENDATANG
Laporan Akhir | v
7-1
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
7.2.
ESTIMASI KEBUTUHAN PASOKAN SEMEN BERBASIS ANGGARAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM KERANGKA RPJM NASIONAL-II DAN MP3EI
7-7
7.3.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SEMEN NASIONAL
7-32
7.4.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM SISTEM PRODUKSI SEMEN NASIONAL SAAT INI
7-35
KONDISI DAN PERMASALAHAN SISTEM DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL
7-38
7.5.1. Sistem Distribusi Semen Nasional yang Berlaku Saat Ini
7-38
7.5.2. Kendala Distribusi Semen Nasional Saat Ini
7-41
7.5.3. Dampak Ketidakefisienan Akibat Sistem Distribusi yang Terkendala
7-44
KONDISI DAN PERMASALAHAN TEKNOLOGI YANG TERKAIT DENGAN PRODUKSI DAN PENGGUNAAN SEMEN NASIONAL
7-45
KONKLUSI PERMASALAHAN SISTEM PRODUKSI DAN TATA NIAGA SEMEN NASIONAL
7-46
7.5.
7.6. 7.7.
BAB 8
KONSEP PENGEMBANGAN SISTEM RANTAI PASOK DAN DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN
8.1.
PENDEKATAN DAN ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM RANTAI PASOK SEMEN NASIONAL 8-1
8.2.
KERANGKA KEBIJAKAN SISTEM RANTAI PASOK DAN DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN
8-7
STRATEGI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
8-9
8.3.
8.4.
8.3.1. Aspek Produksi (supply)
8-10
8.3.2. Aspek Konsumsi (demand)
8-14
8.3.3. Aspek Distribusi
8-16
8.3.4. Aspek Teknologi
8-17
TAHAPAN IMPLEMENTASI
8-18
BAB 9
PENUTUP
9.1.
KESIMPULAN
9-1
9.2.
REKOMENDASI
9-2
DAFTAR BACAAN
Laporan Akhir | vi
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel 2.2.
Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 2.5. Tabel 2.6. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10. Tabel 4.11. Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Tabel 5.4. Tabel 5.5.
Kendala Pengembangan Sektor Pariwisata Nasional Prediksi PDB dan Kebutuhan Investasi Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman tahun 2010-2014 (dalam Triliun Rp) Estimasi Kebutuhan Semen sampai dengan 2025 Estimasi Kebutuhan Semen berdasarkan anggaran infrastruktur RPJMN-II dan MP3EI Estimasi Kebutuhan Investasi infrastruktur dalam kerangka MP3EI Tarif bea masuk produksi semen berdasarkan HS Tahun 2008 Komponen Kajian Metode Analisis Komponen Kajian Situasi Kelangkaan Minyak Solar Jadwal Pelaksanaan Survey Lapangan Nilai Konstruksi Menurut Kelompok Jenis Bangunan di Kota Palembang Rata-rata Harga Semen Tonasa di Kota Palu (Rp) Jenis Data Hasil Survey Lapangan Hasil Survey Lapangan (interview) di wilayah Palembang Hasil Survey Lapangan (interview) di wilayah Papua Hasil Survey Lapangan (interview) di wilayah Palu Hasil Survey Lapangan (interview) di wilayah Pontianak Butir-butir Masukan Stakeholders dalam Kegiatan FGD Rantai Pasok Semen Respon Pihak Industri terhadap Permasalahan Sistem Produksi dan Distribusi Semen Nasional Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Gresik Group, 2002-2008 Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Gresik, 20022008 Perkembangan produksi dan penjualan Semen Padang, 2002-2008 Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Tonasa, 2002-2008 Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen PT Holcim Indonesia, 2008
2-12
2-14 2-15 2-15 2-20 2-24 3-5 3-9 3-35 4-2 4-7 4-11 4-14 4-16 4-19 4-24 4-28 4-30 4-34 5-3 5-4 5-5 5-6 5-6
Laporan Akhir | vii
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 5.6. Tabel 5.7. Tabel 5.8. Tabel 5.9. Tabel 5.10. Tabel 5.11. Tabel 5.12. Tabel 5.13. Tabel 5.14. Tabel 5.15. Tabel 5.16. Tabel 5.17. Tabel 5.18. Tabel 5.19. Tabel 5.20. Tabel 5.21. Tabel 5.22. Tabel 5.23. Tabel 5.24. Tabel 5.25. Tabel 5.26. Tabel 5.27 Tabel 5.28. Tabel 5.29. Tabel 5.30. Tabel 5.31.
Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen PT Indocement Tunggal Prakarsa, 2002-2008 Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Andalas, 2002-2008 Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Baturaja, 2002-2008 Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Kupang, 2002-2008 Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Bosowa Maros, 2002-2008 Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Nasional, 2002-2008 Perkembangan Kapasitas Produksi Semen Nasional 20012008 Kapasitas dan Produksi klinker di Indonesia Kapasitas dan Produksi Semen di Indonesia Perkembangan Penjualan Semen Dalam Negeri, 2002-2008 Perkembangan Penjualan Semen Dalam Negeri menurut Produsen, 2002-2008 Pertumbuhan Konsumsi Semen Per Wilayah di Indonesia, 1999 – 2008 (000) Konsumsi Semen Per Wilayah dan Pangsanya, 1999 - 2008 (dalam ribu ton) Perkembangan konsumsi Semen di Pulau Sumatera 1999– 2008 Konsumsi Semen Per Kapita di Pulau Sumatera, 1999-2008 Perkembangan Konsumsi Semen di Pulau Jawa, 1999-2008 Konsumsi Semen per kapita di Pulau Jawa, 1999-2008 Perkembangan Konsumsi Semen di Wilayah Kalimantan, 1999-2008 Konsumsi Semen per kapita di Wilayah Kalimantan, 19992008 Perkembangan Konsumsi Semen di Pulau Sulawesi, 19992008 Konsumsi Semen per kapita Pulau Sulawesi, 1999-2008 Perkembangan Konsumsi Semen di Nusa Tenggara dan Bali, 1999 – 2008 Konsumsi Semen per kapita di Nusa Tenggara dan Bali, 1999 – 2008 Perkembangan Konsumsi Semen di Maluku dan Papua, 1999 – 2008 Konsumsi Semen per kapita di Maluku dan Papua, 1999 – 2008 Pasokan Semen ke Provinsi di Indonesia
5-7 5-9 5-10 5-12 5-13 5-31 5-33 5-34 5-34 5-36 5-37 5-41 5-42 5-44 5-44 5-46 5-46 5-47 5-48 5-49 5-49 5-50 5-50 5-51 5-51 5-52
Laporan Akhir | viii
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 5.32.
Negara Tujuan Ekspor Klinker dan Semen Nasional
Tabel 5.33.
Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Nasional, 2002-2008 Perkembangan Kapasitas Produksi Semen Nasional 20012008
Tabel 5.34. Tabel 5.35. Tabel 5.36. Tabel 7.1.
Tabel 7.2. Tabel 7.3. Tabel 7.4. Tabel 7.5.
Tabel 7.6.
Tabel 7.7. Tabel 7.8. Tabel 8.1. Tabel 8.2. Tabel 8.3. Tabel 8.4.
5-54
Perkembangan Impor Semen, 2005-2008 Perkembangan Volume Ekspor Semen melalui Produsen, 2002-2008 Estimasi Kebutuhan Material dan Alat Berat untuk Mendukung Pembangunan Infrastruktur dalam Kerangka RPJMN-II dan MP3EI (selama 2012-2014) Estimasi Kebutuhan Anggaran Pengadaan Material Semen dalam Kerangka RPJMN-II dan MP3EI (selama 2012-2014) Estimasi Kebutuhan Anggaran Pembangunan Infrastruktur dalam Kerangka RPJMN-II 2010-2014 Estimasi Kebutuhan Anggaran Pembangunan Infrastruktur dalam Kerangka MP3EI 2011-2025 Estimasi Tambahan Kebutuhan Semen setiap Tahun dalam kerangka waktu Implementasi Kebijakan MP3EI selama 2011-2025 Estimasi Tambahan Kebutuhan Semen dalam Kerangka MP3EI menurut Koridor Ekonomi (2011-2025) – dalam Juta Ton Biaya Logistik Nasional dan Komparasinya dengan Negara Lain Pokok-pokok Masalah dalam Sistem Produksi dan Tata Niaga Semen Nasional Perkembangan Utilisasi Semen Nasional (2002-2011) Peramalan Ketersediaan Semen Nasional (2012-2025) Tahapan Implementasi Kebijakan Kondisi yang Diharapkan dalam Implementasi Rantai Pasok dan Distribusi Semen Nasional dalam Kerangka Implementasi SISLOGNAS
5-58 5-59 5-60 5-61
7-7 7-8 7-10 7-21
7-29
7-31 7-43 7-47 8-4 8-6 8-19
8-22
Laporan Akhir | ix
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Tahapan Pembangunan Nasional 2005-2025
2-6
Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 3.1.
Dua Puluh Dua Kegiatan Ekonomi Utama dalam MP3EI Hubungan antara MP3EI dengan rencana pembangunan Pemerintah Enam Koridor Ekonomi Utama dalam MP3EI Kerangka Kerja Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) Kerangka Keterkaitan Industri Semen Kerangka Pikir Studi (Makro)
Gambar 3.2.
Kerangka Operasional Studi (Mikro)
3-4
Gambar 3.3.
Tahapan Pelaksanaan Studi
3-6
Gambar 3.4.
Tahapan dalam Metode Sistem Dinamis
3-11
Gambar 3.5.
Konsep Supply Chain Management
3-12
Gambar 3.6.
Cakupan Supply Chain Management
3-14
Gambar 3.7.
Paradigma Lama Supply Chain Management
3-17
Gambar 3.8.
Paradigma Baru Supply Chain Management
3-17
Gambar 3.9.
Diagram Input – Output
3-26
2-17 2-18 2-19 2-21 2-28 3-1
Gambar 3.10. Big Picture Mapping Supply Chain pada Industri Semen
3-27
Gambar 3.11. Causal Loop aktual
3-27
Gambar 3.12. Causal Loop Diagram
3-28
Gambar 3.13. Model Dinamika Sistem Distribusi Minyak Solar
3-32
Gambar 4.1.
Posisi Kota Palembang dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Sumatera Selatan
4-5
Gambar 4.2.
Posisi Kota Pontianak dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Kalimantan Barat
4-8
Posisi Kota Palu dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah
4-10
Posisi Kota Jayapura dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Papua
4-13
Komposisi Saham PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Siklus Hidup Semen Nasional Pola Saluran Distribusi Semen Wilayah Distribusi Dari Tiga Pemain Utama Semen, 2008 Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen, 2002-2008
5-1 5-15 5-18 5-23 5-30
Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 5.1. Gambar 5.2. Gambar 5.3. Gambar 5.4. Gambar 5.5.
Laporan Akhir | Bab 4 - 10
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 5.6. Gambar 5.7. Gambar 5.8. Gambar 5.9. Gambar 5.10. Gambar 5.11. Gambar 5.12. Gambar 5.13. Gambar 5.14. Gambar 6.1. Gambar 6.2. Gambar 6.3. Gambar 6.4. Gambar 6.5. Gambar 6.6. Gambar 6.7. Gambar 6.8. Gambar 6.9. Gambar 6.10. Gambar 7.1. Gambar 7.2. Gambar 7.3. Gambar 7.4. Gambar 7.5. Gambar 7.6. Gambar 7.7. Gambar 7.8.
Sebaran Pabrik Semen di Indonesia pada tahun 2008 Kapasitas Pabrik Semen di Indonesia, 2008 Perkembangan Produksi, impor, Ekspor Dan Penjualan Dalam Negeri Semen, 2002-2008 Porsi Penjualan Semen Menurut Kemasan 2008 Perkembangan Konsumsi Semen Per Wilayah, 1999 – 2008 Laju Pertumbuhan Konsumsi Semen Perwilayah, 1999 – 2008 Perkembangan Produksi dan Utilisasi Industri Semen Nasional, 2001 – 2008 Perkembangan Ekspor Semen, 2002-2008 Proyeksi Kapasitas, Produksi dan Konsumsi Tahun 2010– 2020 Pola Supply Semen Nasional di wilayah Sumatera (20072011) Pola Supply Semen Nasional di wilayah Jawa (2007-2011) Pola Supply Semen Nasional di wilayah Bali dan Nusa Tenggara (2007-2011) Pola Supply Semen Nasional di wilayah Kalimantan (20072011) Pola Supply Semen Nasional di wilayah Sulawesi (20072011) Pola Supply Semen Nasional di wilayah Maluku dan Papua (2007-2011) Perkembangan Market share Semen Nasional berbasis wilayah (2010-2011) Perkembangan Market share Semen Nasional berbasis Perusahaan (2010-2011) Skema Jalur Distribusi Semen Pola Pengangkutan Produk Semen Proyeksi Semen dan Laju Pertumbuhannya, 2009-2014 Proyeksi Konsumsi Semen menurut Wilayah, 2009 – 2014 Proyeksi Pangsa Konsumsi Semen Menurut Wilayah, 2009 – 2014 Pola Fluktuasi Pasokan Semen Nasional selama 2007-2011 Pola Fluktuasi Pasokan Semen di Wilayah Papua dan Maluku selama 2007-2011 Pola Fluktuasi Penjualan Semen Gresik secara Nasional selama 2007-2011 Pola Fluktuasi Penjualan Semen Holcim secara Nasional selama 2007-2011 Grafik Perkiraan Laju Konsumsi Semen Nasional selama 2011 – 2025
5-32 5-35 5-36 5-40 5-40 5-41 5-57 5-60 5-66 6-2 6-3 6-4 6-5 6-5 6-6 6-7 6-8 6-10 6-15 7-1 7-2 7-3 7-4 7-5 7-6 7-6 7-30
Laporan Akhir | Bab 4 - 11
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 7.9. Evolusi Fokus Manajemen Operasi di bidang Industri Gambar 7.10. Grafik Perkembangan Consumer Confidence Index Indonesia Januari 2008-Januari 2012 Gambar 7.11. Grafik Perkembangan Produksi BBM domestik dan impor 2005-2011 Gambar 7.12. Pola Jaringan Distribusi Semen dari Lokasi Pabrik ke Lokasi Pemasaran Gambar 7.13. Pola Jaringan Distribusi Semen dari Lokasi Pabrik ke Lokasi Pemasaran pada Perusahaan Semen Holcim Gambar 7.14. Skema Alur Sistem Monitoring Aktivitas Order dan Pengangkutan Semen pada Perusahaan Semen Holcim Gambar 8.1. Causal Loop Supply and Demand Semen Nasional Gambar 8.2. Diagram Alir Supply and Demand Semen Nasional Gambar 8.3. Diagram Alir Supply and Demand Semen Nasional Berbasis Skenario 3 Gambar 8.4. Siklus Perencanaan, Distribusi, dan Konsumsi Komoditas Semen Nasional
7-32 7-35 7-37 7-39 7-40 7-41 8-2 8-3 8-5 8-11
Laporan Akhir | Bab 4 - 12
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
“Infrastruktur” mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial. Dalam hal ini, Infrastruktur berperan sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Keberadaan produktivitas
infrastruktur bagi
akan
faktor-faktor
mendorong produksi
terjadinya dan
peningkatan
sebaliknya,
apabila
mengabaikannya akan menurunkan produktivitas. Untuk itu, diperlukan peningkatan laju pembangunan infrastruktur guna mendorong sektor riil agar tetap bergerak, dan memacu roda perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terus ditingkatkan apabila didukung dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai. Dewasa ini, kondisi infrastruktur Indonesia dianggap sebagai salah satu penghambat masuknya investasi diberbagai kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, percepatan
pembangunan
infrastruktur.
Salah
satu
dibutuhkan
program
yang
dicanangkan pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6.4%-7.5% pada tahun 2011-2014, dan 8%-9% pada periode 2015-2025. Terkait hal ini, pemerintah menetapkan fokus investasi yang akan dikembangkan pemerintah
hingga tahun 2025 yaitu sektor
Laporan Akhir | Bab 4 - 13
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
pangan, infrastruktur, dan energi. Adapun biaya untuk mendukung program MP3EI diproyeksikan sebagai berikut.
Tabel 1.1. Indikasi Investasi Untuk Infrastruktur Dalam MP3EI No 1 2 3 4 5 6 7 8
Bidang Infrastruktur Jalan Infrastruktur Pelabuhan Infrastruktur Power & Energi Infrastruktur Bandar Infrastruktur Rel Kereta Utilitas Air Telematika Infrastruktur Lainnya Total
Indikasi Alokasi Dana (IDR Triliun) 339 117 681 32 326 18 242 31 1.786
Sumber: Bappenas * Catatan: Jumlah tersebut terdiri dari investasi dari Pemerintah, Badan Usaha milik Negara, dan sektor swasta
Seiring dengan percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah, diproyeksikan pembangunan infrastruktur dalam skala besar akan terjadi secara bersamaan. Penyelenggaraan infrastruktur berskala besar tersebut membutuhkan dukungan berbagai sumber daya, antara lain sumber daya manusia, biaya, material dan peralatan. Kurangnya dukungan ketersediaan sumber daya tersebut akan berdampak pada terhambatnya pembangunan infrastruktur. Salah satu sumber daya material yang bernilai sangat strategis dalam penyelenggaraan konstruksi adalah material semen. Konsumsi semen di Indonesia akan linier dengan pertumbuhan perekonomian nasional serta pembangunan infrastruktur dan property. Penggunaan semen sangat luas dalam pembangunan, baik di proyek-proyek besar seperti infrastruktur publik dan bangunan gedung berskala besar, maupun pemenuhan kebutuhan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya
Laporan Akhir | Bab 4 - 14
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
seperti
perbaikan
rumah,
prasarana
lingkungan,
dan
sebagainya.
Diperkirakan kebutuhan semen untuk mendukung kegiatan non-konstruksi sebesar 70-75% dari konsumsi semen nasional. Dengan kondisi infrastruktur di Indonesia yang masih kurang memadai, industri semen makin prospektif karena semen akan banyak dibutuhkan seiring percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah. Kapasitas produksi semen nasional dari 9 pabrik semen besar yang beroperasi di berbagai wilayah indonesia adalah 53,01 juta ton pada tahun 2010. Selama tahun 2011 industri semen Indonesia menunjukkan tingkat pertumbuhan kapasitas produksi semen yang cukup signifikan -sebesar 7,14%- apabila dibandingkan dengan tahun 2010 dengan jumlah volume mencapai 56,796 juta Ton. Dilain pihak, konsumsi semen di Indonesia berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menyebutkan, penjualan semen di Indonesia 2010 sebanyak 40,77 juta ton atau meningkat 4,42% dari tahun 2009 sebesar 39,05 juta ton. Dan pada tahun 2011 penjualan semen dalam negeri mencapai angka 48,0 juta ton atau naik 17,71% dari tahun 2010. Berdasarkan data tersebut, rasio utilitas yaitu perbandingan antara konsumsi semen terhadap kapasitas produksi semen pada tahun 2011 mencapai 85%. Mengacu pada rasio utilitas di atas, seharusnya supply dan demand semen di Indonesia sudah memadai. Namun, masih ditemukan berbagai permasalahan terkait dengan dukungan semen terhadap penyelenggaraan infrastruktur. Pertama, sampai saat ini belum dapat dirumuskan kebutuhan semen secara nyata. Para pengguna semen belum banyak yang melaporkan kebutuhan dan penggunaan semen sesuai dengan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Kebutuhan semen seyogyanya dirumuskan berdasarkan daftar volume pekerjaan yang terdapat dalam dokumen perencanaan teknis atau sekurang-
Laporan Akhir | Bab 4 - 15
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
kurangnya
berdasarkan
statistic
penggunaan
semen
tahun-tahun
sebelumnya. Kedua, kapasitas produksi belum menunjukkan produksi maksimum yang dapat segera dioperasikan pada saat terjadinya peningkatan kebutuhan semen. Oleh karena itu, pengguna masih mengalami keraguan dalam meningkatkan kebutuhan semen. Ketiga, pada satu sisi kebutuhan semen semakin meningkat dari tahun ke tahun, di sisi lain pengembangan kapasitas produksi semen menghadapi tantangan terkait dengan lingkungan hidup. Oleh karena itu, perlu dirumuskan upaya-upaya mitigasi dampak lingkungan yang lebih efektif dan dapat diterima oleh masyarakat penerima dampak disekitar rencana lokasi pengembangan industri semen. Selain masalah lingkungan, pengembangan industri semen nasional harus tetap dijaga sebagai modal industri nasional yang telah banyak memberikan manfaat ekonomi bagi rakyat Indonesia. walaupun demikian, industri semen nasional dan tata niaga semen harus tetap mengutamakan efisiensi sehingga mampu memberikan harga semen yang berdaya saing. Keempat, masih terjadi disvarietas harga di wilayah tertentu khususnya pada saat kebutuhan semen mencapai puncaknya. Walaupun secara nasional ketersediaan semen memadai, tetapi di wilayah tersebut semen sulit diperoleh, sehingga harga semen menjadi lebih mahal. Salah satu penyebab dari kelangkaan tersebut adalah sistim distribusi semen ke wilayah tersebut. Di Balikpapan misalnya, kapasitas pelabuhan menjadi relative terbatas karena kegiatan ekonomi sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan distribusi semen terhambat oleh kegiatan bongkar-muat komoditi lainnya
yang
menjadi prioritas utama dalam peekonomian, misalnya bahan pokok. Untuk lebih menjamin pasokan semen secara berkelanjutan, permasalahan distribusi seperti contoh di atas perlu di petakan.
Laporan Akhir | Bab 4 - 16
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi bermaksud menyelenggarakan kegiatan Kajian Pengelolaan Rantai Pasok Semen Untuk Mendukung Investasi Konstruksi. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh informasi terkait kondisi dan permasalahan rantai pasok semen serta membangun kesepahaman diantara pemangku kepentingan yang terkait untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi, sehingga penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. 1.2.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud kegiatan ini adalah untuk mengkaji keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan serta tata niaga semen
untuk mendukung program
penyelenggaraan infrastruktur
Tujuan kegiatan ini adalah untuk merumuskan rekomendasi kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga semen nasional
1.3.
SASARAN
1.
Siklus hidup produk semen
2.
Rumusan permasalahan rantai pasok semen
3.
Katalog produk semen
4.
Sistem produksi semen
5.
Pasokan bahan baku untuk produksi semen
6.
Porsi penggunaan dan produksi semen untuk penyelenggaraan konstruksi/infrastruktur
7.
Rumusan ketersediaan semen nasional
8.
Rumusan kebutuhan semen nasional
9.
Keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan semen
10.
Tata niaga pasokan semen nasional
11.
Sistem distribusi dan logistik semen nasional
Laporan Akhir | Bab 4 - 17
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
12.
Potensi pengembangan industri semen nasional yang berkelanjutan
13.
Rumusan rekomendasi kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga semen nasional.
1.4.
LINGKUP KEGIATAN
1.
Desk study dan referensi benchmark
2.
Konsinyasi dan rangkaian diskusi
3.
Penyebaran questioner
4.
Field Study
5.
Wawancara dengan pemasok, produsen, pengguna, investor
6.
Focus Group Discussion
7.
Workshop
8.
Analisis dan rekomendasi
9.
Pelaporan
1.5.
KELUARAN YANG DIHARAPKAN
Tersusunnya Dokumen Rekomendasi Studi Kajian Rantai Pasok Semen untuk Mendukung Investasi Konstruksi yang dituangkan dalam laporan secara bertahap, yaitu: Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Laporan Draft Final, Laporan Final dan Executive Summary. 1.6.
LOKASI KEGIATAN
Kegiatan kajian ini berpusat di Jakarta, dengan lokasi pengumpulan data di: 1.
Palembang
2.
Palu
3.
Papua
4.
Pontianak
1.7.
REFERENSI HUKUM
Laporan Akhir | Bab 4 - 18
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
1.
UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;
2.
UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
3.
UU No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
4.
PP No. 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
5.
PP No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
6.
PP No. 30 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi;
7.
PP No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol;
8.
PP No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;
9.
PP No. 44 tahun 2009 tentang Amandemen PP No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol;
10.
PP No. 4 tahun 2010 perubahan PP No. 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
11.
PP No. 59 tahun 2010 perubahan PP No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
12.
PP No. 92 tahun 2011 perubahan kedua PP No. 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
13.
PP No. 35 tahun 2009 tentang Keikutsertaan Pemerintah dalam Pendirian Perseroan Terbatas untuk Penjaminan Infrastruktur;
14.
Perpres No. 67 tahun 2005 tentang Kerjasama antara Pemerintah dan Swasta(KPS) dalam Penyediaan Infrastruktur;
15.
Perpres No. 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan;
16.
Perpres No. 13 tahun 2010 tentang Perubahan Perpres No. 67 tahun 2005;
17.
Perpres No.78 tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur;
Laporan Akhir | Bab 4 - 19
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
18.
Permenko Perekonomian No: Per-04/M.EKON/06/2006 tentang Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Yang Membutuhkan Dukungan Pemerintah
19.
Permen Keuangan No. 38/PMK.OI/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Risiko Atas Penyediaan Infrastruktur;
20.
Permen
Keuangan
No.
260/PMK.011/2010
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama pemerintah dengan Badan Usaha; 1.8.
JANGKA WAKTU PELAKSANAN
Waktu pelaksanaan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini adalah 6 bulan atau 180 (seratus delapan puluh hari) kalender.
Laporan Akhir | Bab 4 - 20
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYELENGGARAAN INDUSTRI SEMEN NASIONAL KE DEPAN 2.1.
KERANGKA
KEBIJAKAN
RPJP
NASIONAL
DI
BIDANG
INFRASTRUKTUR (2005-2025) Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 – 2025 merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 (dua puluh) yang berisikan arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap (lima tahunan) untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam dokumen perencanaan ini, arah pembangunan nasional ke depan adalah: 1. Pembangunan ekonomi; yang diarahkan kepada pemantapan sistem ekonomi nasional untuk mendorong kemajuan bangsa dengan ciri-ciri:
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
Laporan Akhir | Bab 4 - 21
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas asas demokrasi
ekonomi
dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan memperhatikan hak warga negara serta kewajibannya untuk berperan dalam pembangunan. 3. Dalam
rangka
meningkatkan
penyelenggaraan
pembangunan,
pelaksanaan pemerintahan daerah didasarkan pada otonomi yang luas. Pelaksanaan otonomi di daerah diupayakan untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan. Berdasarkan tantangan yang dihadapi dalam 20 tahun mendatang (selama kurun waktu 2005 hingga 2025) serta dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan faktor-faktor strategis yang muncul, amanat pembangunan sebagai yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, maka Visi Pembangunan Nasional Tahun 2005 – 2025 adalah: Indonesia yang Maju dan Mandiri, Adil dan Demokratis, serta Aman dan Bersatu dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Visi Pembangunan Nasional Tahun 2005 – 2025 ini mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam mewujudkan Visi tersebut, ditempuh Misi Pembangunan Nasional sebagai berikut. 1. Misi Mewujudkan Indonesia Yang Maju dan Mandiri; adalah mendorong pembangunan yang menjamin pemerataan yang seluas-luasnya didukung
Laporan Akhir | Bab 4 - 22
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
oleh sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang maju, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berwawasan lingkungan; serta didukung oleh pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif. 2. Misi Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis; adalah mendorong pembangunan yang menjamin penegakan hukum yang adil, konsekuen, tidak diskriminatif, mengabdi pada kepentingan masyarakat luas, serta meneruskan konsolidasi demokrasi bertahap pada berbagai aspek kehidupan politik agar demokrasi konstitusional dapat diterima sebagai konsensus dan pedoman politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3. Misi Mewujudkan Indonesia Yang Aman dan Bersatu adalah mendorong pembangunan yang mampu mewujudkan rasa aman dan damai, mampu menampung aspirasi masyarakat yang dinamis, menegakkan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta melindungi segenap bangsa dari setiap ancaman. Sasaran-sasaran pembangunan ekonomi dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian hal berikut. 1. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh dimana pertanian (dalam arti luas) dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang menghasilkan produk-produk secara efisien dan modern, industri manufaktur yang berdaya saing global menjadi motor penggerak perekonomian, dan jasa menjadi perekat ketahanan ekonomi. 2. Pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai sekitar US$ 6000 dengan tingkat pemerataan yang relatif baik dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5%. 3. Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.
Laporan Akhir | Bab 4 - 23
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Terkait dengan studi ini, pembangunan infrastruktur menjadi hal yang krusial untuk mewujudkan bangsa yang berdaya-saing, sebagai salah satu arah kebijakan RPJP Nasional 2005-2025. Ketersediaan infrastruktur yang maju diharapkan dapat meningkatkan daya saing nasional sebagai faktor kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. 2.2. Untuk
KERANGKA KEBIJAKAN RPJM NASIONAL – II (2010-2014) mencapai
sasaran
pokok
sebagaimana
dimaksud
di
atas,
pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan urgensi permasalahan yang hendak diselesaikan, tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karena itu, tekanan skala prioritas dalam setiap tahapan berbeda-beda, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1, tetapi semua itu memiliki berkesinambungan dari periode ke periode dalam rangka mewujudkan sasaran pokok pembangunan jangka panjang.
Gambar 2.1. Tahapan Pembangunan Nasional 2005-2025 Sumber: BAPPENAS, 2009
Laporan Akhir | Bab 4 - 24
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ke-2 (2010–2014) merupakan kelanjutan dari pembangunan lima tahunan pertama yang telah dilaskanakan selama periode 2004-2009. Dalam RPJM ke-2 ini, Pemerintah memprioritaskan pembangunan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan iptek serta penguatan daya saing perekonomian. Sasaran pembangunan ekonomi dan kesejahteraan dalam RPJM ke-2 ini tidak terlepas dari persoalan utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Dalam kondisi tersebut, Pemerintah bertekad untuk melanjutkan proses percepatan pembangunan ekonomi selama lima tahun ke depan. Dengan pulihnya perekonomian global dalam 1-2 tahun mendatang, capaian tertinggi yang pernah dicapai oleh laju pertumbuhan perekonomian Indonesia sebelum krisis sekitar 7% sudah dapat dipenuhi sebelum tahun terakhir masa 20102014. Percepatan laju pertumbuhan ekonomi ini diharapkan mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka hingga sekitar 5-6% pada akhir tahun 2014, dan kesempatan kerja yang tercipta antara 9,6 juta-10,7 juta pekerja selama periode 2010-2014. Kombinasi antara percepatan pertumbuhan ekonomi dan berbagai kebijakan intervensi pemerintah yang terarah diharapkan dapat mempercepat penurunan tingkat kemiskinan menjadi sekitar 8-10% pada akhir 2014. Untuk
mendukung
sasaran
tersebut
di
atas,
Pemerintah
telah
memformulasikan strategi dan arah kebijakan pembangunan infrastruktur dalam kerangka pembangunan jangka menengah kedua (RPJMN-II tahun 2010-2014), sebagai berikut. 1. Meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana sesuai Standar Pelayanan Minimal.
Laporan Akhir | Bab 4 - 25
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
2. Mendukung peningkatan daya saing sektor rill. 3. Meningkatkan kerjasama Pemerintah dan Swasta. Sarana dan prasarana yang dimaksudkan di sini meliputi: sumber daya air, transportasi, perumahan dan permukiman, komunikasi dan informatika, energi dan kelistrikan, dan penanggulangan semburan lumpur Sidoarjo. Dalam konteks pembangunan sarana dan prasarana tersebut, peranan industri produk semen sangat penting untuk mendukung pelaksanaan pembangunan konstruksi (fisik). 2.3.
KERANGKA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM KONTEKS RPJP DAN RPJMN-II BIDANG PEKERJAAN UMUM
Tahapan dan skala prioritas utama dalam RPJPN untuk RPJM tahap ke-2 (2010 – 2014) untuk bidang pekerjaan umum dan permukiman adalah: 1. Kualitas pelayanan publik yang lebih murah, cepat, transparan, dan akuntabel. makin meningkat yang ditandai dengan terpenuhinya standar pelayanan minimum di semua tingkatan pemerintahan. 2. Kesejahteraan
rakyat
terus
meningkat
yang
ditunjukkan
dari
menurunnya angka kemiskinan dan tingkat pengangguran, menurunnya kesenjangan kesejahteraan antarindividu, antarkelompok masyarakat, dan
antardaerah,
dan
dipercepatnya
pengembangan
pusat-pusat
pertumbuhan potensial di luar Jawa. 3. Daya saing perekonomian meningkat antara lain melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan dunia usaha yang antara lain didukung oleh pengembangan jaringan infrastruktur transportasi, pengembangan sumber daya air dan pengembangan infrastruktur perumahan dan permukiman. 4. Dalam
kerangka
pencapaian
pembangunan
yang
berkelanjutan,
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang ditandai dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan konservasi
Laporan Akhir | Bab 4 - 26
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
sumber daya alam dan lingkungan hidup, menguatnya partisipasi aktif masyarakat; mantapnya kelembagaan dan kapasitas antisipatif serta penanggulangan bencana di setiap tingkatan pemerintahan; dan yang didukung dengan meningkatnya kualitas perencanaan tata ruang serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang. Berdasarkan arah pembangunan jangka panjang tersebut, maka prioritas dan fokus pembangunan infrastruktur PU dan permukiman 2010–2014 ditetapkan sebagai berikut: a. Prioritas Pembangunan 1. Pencapaian pembangunan yang berkelanjutan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Prioritas sebagai bagian dari upaya dan komitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman, dengan
berlandaskan
pada
prinsip-prinsip
efisiensi
dan
kebertangungjawaban dalam pemanfaatan seluruh sumberdaya yang langka, baik sumber daya alam, manusia, maupun sumberdaya ekonomi. 2. Percepatan pembangunan infrastruktur untuk peningkatan daya saing perekonomian dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas. Prioritas ini menekankan pentingnya pencapaian kondisi infrastruktur Pekerjaan Umum dan permukiman yang memadai demi peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional melalui tersedianya infrastruktur yang memadai dan mampu meningkatkan penyerapan dan penampungan jutaan tenaga kerja. 3. Peningkatan kesejahteraan dan penurunan kesenjangan kesejahteraan antarkelompok masyarakat, dan antardaerah. Prioritas pembangunan ini diarahkan bagi pemenuhan dan memperluas akses terhadap hak-hak dasar yang terkait bidang Pekerjaam Umum dan permukiman seperti
Laporan Akhir | Bab 4 - 27
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
perumahan, air bersih, sanitasi, permukiman dan lingkungan hidup yang layak, serta percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan wilayah-wilayah strategis yang maish tertinggal, terpencil dan kawasan perbatasan. 4. Peningkatan kualitas pelayanan publik yang lebih murah, cepat, transparan, dan akuntabel yang ditandai dengan terpenuhinya Standar Pelayanan Minimum (SPM) di semua tingkatan pemerintahan. Prioritas ini ditujukan bagi upaya peningkatan kinerja pengelolaan bidang pekerjaan umum dan permukiman yang memenuhi prinsip-prinsip good governance dan mendorong pemerintah daerah untuk dapat memenuhi seluruh jenis dan mutu pelayanan dasar bidang pekerjaan umum dan permukiman sesuai dengan kewajibannya. b. Fokus Pembangunan 1. Integrasi Rencana Tata Ruang ke dalam dokumen perencanaan pembangunan dan penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang. Fokus pembangunan ini ditujukan pada upaya agar rencana tata ruang dijadikan sebagai acuan utama di dalam setiap perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan di tingkat nasional maupun
daerah,
serta
mewujudkan
keterpaduan
pembangunan
infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman berbasis penataan ruang. Upaya ini disertai dengan peningkatan pengawasan dan pengendalian dan pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. 2. Pengelolaan sumber daya air untuk peningkatkan ketersediaan air baku bagi domestik, pertanian, dan industri secara berkelanjutan serta mengurangi tingkat resiko akibat daya rusak air. Fokus pembangunan ini ditujukan pada upaya menjaga dan meningkatkan ketahanan air yang dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya air, pola distribusi sumber daya air, dan pola pemanfaatan sumber daya air. Fokus pembangunan
Laporan Akhir | Bab 4 - 28
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
juga ditujukan pada upaya peningkatan dukungan infrastruktur sumber daya air, khususnya infrastruktur irigasi, mengingat masih tingginya ketergantungan lahan pertanian pangan pada keandalan ketersediaan air baku. Di samping itu fokus pembangunan juga ditujukan pada upaya penyediaan air baku untuk mendukung pemenuhan kebutuhan bagi permukiman (perkotaan maupun domestik), khususnya penyediaan air baku untuk air minum. Serta fokus pembangunan juga ditujukan untuk mengendalikan tingkat resiko yang diakibatkan oleh daya rusak air seperti banjir, kekeringan, dan abrasi pantai. 3. Pengembangan peningkatkan
jaringan kelancaran
infrastruktur mobilitas
transportasi
barang
dan
jalan
bagi
manusia
serta
aksesibilitas wilayah. Fokus pembangunan ini ditujukan pada upaya preservasi dengan pemeliharaan jalan yang tepat waktu agar kondisi jalan semakin membaik, yang selanjutnya dapat menurunkan biaya perbaikan jalan. Di sisi lain, upaya peningkatan jumlah lajur kilometer, yang dilakukan melalui pelebaran jalan, pembangunan jalan layang maupun underpass serta pembangunan jalan baru, untuk memenuhi kebutuhan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan besaran kendaraan kilometer dan tonase kilometer. Apabila peningkatan ekonomi yang dicerminkan oleh besaran kendaraan kilometer dan tonase kilometer mampu dipenuhi oleh peningkatan kapasitas jalan yang dicerminkan oleh besaran lajur kilometer secara proporsional, maka kecepatan rata-rata kendaraan akan meningkat, sehingga menurunkan biaya ekonomi yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing nasional. 4. Pengembangan perumahan dan permukiman untuk peningkatan hunian yang layak dan produktif. Fokus pembangunan ini ditujukan pada upaya penambahan jumlah hunian (rumah) yang layak bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR); peningkatan kualitas permukiman yang diindikasikan dengan terpenuhinya sarana
Laporan Akhir | Bab 4 - 29
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
dan prasana permukiman yang memadai seperti air minum, air limbah, drainase dan persampahan; serta upaya revitalisasi maupun penyediaan infrastruktur permukiman di berbagai kawasan yang memiliki peran strategis secara nasional. Dalam rencananya, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Rencana Strategis (RENSTRA)
tahun
2010-2014,
telah
merumuskan
arah
kebijakan
pembangunan di bidang pekerjaan umum yang menjadi kewenangannya. Terdapat 5 (lima) tujuan yang merupakan sasaran strategis Kementerian PU yang akan dicapai, yaitu sebagai berikut. a. Tujuan 1: Meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang untuk terlaksananya pengembangan wilayah dan pembangunan nasional serta daerah yang terpadu dan sinergis bagi terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Sasaran: Terwujudnya perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis bidang penataan ruang, dengan outcome-nya: Tercapainya kesesuaian program pusat dan daerah dengan rencana tata ruang dalam rangka pengembangan wilayah dan pembangunan nasional serta daerah, dan terselesaikannya norma, standar, prosedur, dan kriteria bidang penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan. b. Tujuan 2: Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan umum dan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan daya saing melalui pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi. Sasaran: 1) Meningkatnya keberlanjutan dan ketersediaan air untuk memenuhi berbagai kebutuhan, dengan outcome-nya: Meningkatnya kinerja pengelolaan sumber daya air.
Laporan Akhir | Bab 4 - 30
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
2) Berkurangnya luas kawasan yang terkena dampak banjir, dengan outcome-nya: Meningkatnya kinerja pengelolaan sumber daya air. 3) Meningkatnya layanan jaringan irigasi dan rawa, dengan outcomenya: Meningkatnya kinerja pengelolaan sumber daya air. 4) Meningkatnya kapasitas jalan nasional sepanjang 19.370 km, dengan outcome-nya:
(a)
meningkatnya
panjang
peningkatan
struktur/pelebaran jalan; dan (b) meningkatnya panjang jalan baru yang dibangun. 5) Meningkatnya kualitas layanan jalan nasional dan pengelolaan jalan daerah,
dengan
outcome-nya:
(a)
meningkatnya
fasilitasi
penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi mantap; (b) meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional; dan (c) meningkatnya penggunaan jalan nasional. c. Tujuan 3: Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan infrastruktur dasar bidang permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sasaran: 1) Meningkatnya kualitas kawasan permukiman dan penataan ruang, 1. dengan outcome-nya: (a) terlaksananya pembangunan rusunawa; (b) berkurangnya kawasan kumuh perkotaan; (c) meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang menerapkan NSPK dalam pengembangan kawasan permukiman sesuai rencana tata ruang wilayah/kawasan bagi terwujudnya pembangunan permukiman; dan (d) terwujudnya revitalisasi kawasan permukiman dan penataan bangunan. 2) Meningkatnya kualitas layanan air minum dan sanitasi permukiman perkotaan,
dengan
outcome-nya:
(a)
meningkatnya
jumlah
kabupaten/kota yang menerapkan NSPK dalam pengembangan kawasan permukiman sesuai rencana tata ruang wilayah/kawasan bagi terwujudnya pembangunan permukiman; (b) meningkatnya
Laporan Akhir | Bab 4 - 31
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
jumlah pelayanan sanitasi; (c) terlaksananya pembinaan kemampuan Pemda/PDAM; (d) meningkatnya cakupan pelayanan air minum; dan (e) berkurangnya potensi timbunan sampah. 3) Meningkatnya
kualitas
infrastruktur
permukiman
perdesaan/kumuh/nelayan dengan pola pemberdayaan masyarakat, dengan outcome-nya: (a) meningkatnya jumlah kelurahan/desa yang ditingkatkan infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan; dan (b) menurunnya kesenjangan antarwilayah. 4) Meningkatnya kualitas pengaturan, pembinaan dan pengawasan pada pembangunan infrastruktur permukiman, dengan outcome-nya: (a) meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang menerapkan NSPK dalam pengembangan kawasan permukiman sesuai rencana tata ruang wilayah/kawasan bagi terwujudnya pembangunan permukiman; dan (b) tersedianya infrastruktur tanggap darurat/kebutuhan mendesak. d. Tujuan
4:
Meningkatkan
kapasitas
pengawasan
pengendalian
pelaksanaan, dan akuntabilitas kinerja untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan publik bidang pekerjaan umum. Sasaran: Terwujudnya peningkatan kepatuhan dan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan infrastruktur yang bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), dengan outcome-nya: meningkatkan kualitas pengawasan dan pembinaan serta pemeriksaan terhadap pelaksanaan tugas di lingkup Kementerian PU; d. Tujuan 5: Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM aparatur dan jasa konstruksi serta penelitian dan pengembangan bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk meningkatkan kinerja pelayanan bidang pekerjaan umum dan jasa konstruksi. Sasaran:
Laporan Akhir | Bab 4 - 32
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
1) Meningkatnya koordinasi, administrasi dan kualitas perencanaan, pengaturan, pengelolaan keuangan dan Barang Milik Negara (BMN), dengan
outcome-nya:
Terwujudnya
pelayanan
administrasi
pemerintah yang baik di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. 2) Meningkatnya kualitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur, dengan outcome-nya: Terwujudnya pelayanan administrasi pemerintah yang baik di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. 3) Meningkatnya kualitas prasarana, pengelolaan data, informasi dan komunikasi publik, dengan outcome-nya: Terwujudnya dukungan sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang memadai di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. 4) Meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina jasa konstruksi di pusat dan daerah, dengan outcome-nya: (a) meningkatnya kualitas kelembagaan, SDM dan kebijakan pembina jasa konstruksi pusat dan daerah; (b) memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi; dan (c) meningkatnya kompetensi SDM konstruksi
sesuai
standar
kompetensi
kerja
nasional
dan
internasional. 5) Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) siap pakai, dengan outcome-nya: (a) meningkatnya Litbang yang masuk bursa pilihan teknologi siap pakai;
(b)
stakeholder;
meningkatnya (c)
kesiapan
diberlakukannya
IPTEK
SPMK
untuk
dan
diterapkan
teknologi
oleh
stakeholder; (d) diterimanya rekomendasi IPTEK oleh stakeholder; dan (e) Peningkatan layanan penyelenggaraan Litbang. Berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah diformulasikan tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum memperkirakan
prosentase investasi
infrastruktur ke-PU-an dan permukiman masih berkisar antara 1,8% - 2%
Laporan Akhir | Bab 4 - 33
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
saja dari PDB selama 2010-2014, dengan tingkat pertumbuhan yang stabil dan merata setiap tahunnya. Dari berbagai kajian dan perbandingan dengan negara-negara lainnya diperoleh gambaran bahwa ke depan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 6%-7% per tahun diperkirakan dibutuhkan alokasi dana untuk pembangunan infrastruktur (secara keseluruhan) paling tidak 5% dari PDB (dimana lebih kurang sebesar 2,6% – 3% di antaranya adalah infrastruktur ke-PU-an dan permukiman). Tabel 2.2. Prediksi PDB dan Kebutuhan Investasi Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman tahun 2010-2014 (dalam Triliun Rp)
Sumber: RENSTRA Kementerian PU 2010-2014
Berdasarkan data estimasi kebutuhan investasi pembangunan infrastruktur PU dan permukiman di atas, maka pada tahun 2013-2014 dibutuhkan dana investasi kurang lebih sebesar 322 Triliun Rp. Penggunaan dana tersebut sebagian adalah untuk pembangunan konstruksi fisik di bidang PU dan permukiman yang tentunya akan membutuhkan material konstruksi seperti baja dan semen.
Laporan Akhir | Bab 4 - 34
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi, Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian PU memprediksikan kebutuhan material semen untuk mendukung pembangunan infrastruktur hingga tahun 2025 diperkirakan mencapai 70,82 juta ton. Angka ini didasarkan pada pertumbuhan semen selama kurun waktu 2007-2010 sebesar 3,53% per tahun dimana pada posisi 2010, demand semen nasional mencapai 43,09 juta ton. Tabel 2.3. Estimasi Kebutuhan Semen sampai dengan 2025 Juta ton/tahun Kg/kapita/tahun
2011 43,57 183
2012 45,11 -
2013 46,71 -
2014 48,36 197
2015 50,06 202
2020 59,44 229
2025 70,82 261
Khusus untuk tahun 2012, estimasi permintaan material konstruksi berdasarkan
anggaran
infrastruktur
RPJM
Nasional-II
(2010-2014)
diperkirakan mencapai 48,4 juta ton, mencakup 12,1 juta ton untuk infrastruktur dan 36,3 juta ton untuk non-infrastruktur, demikian halnya dengan estimasi permintaan berdasarkan anggaran infrastruktur MP3EI 2012-2015. Tabel 2.4. Estimasi Kebutuhan Semen berdasarkan anggaran infrastruktur RPJMN-II dan MP3EI
Sumber: BPSDI-KemenPU (dalam http://pusbinsdi.net/)
Laporan Akhir | Bab 4 - 35
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
2.4.
PROFIL RENCANA INVESTASI DALAM KONTEKS KEBIJAKAN MP3EI
Penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dilatarbelakangi oleh dinamika tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia yang makin kompleks dan tidak mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap perubahan. Secara geografis, kedudukan Indonesia berada di tengah-tengah Kawasan Timur Asia yang mempunyai potensi ekonomi sangat besar. Dalam aspek perdagangan global, dewasa ini perdagangan South to South, termasuk transaksi antara India–Cina–Indonesia, menunjukkan peningkatan yang cepat. Sejak 2008, pertumbuhan ekspor negara berkembang yang didorong oleh permintaan negara berkembang lainnya meningkat sangat signifikan (kontribusinya mencapai 54%). Hal ini berbeda jauh dengan kondisi tahun 1998 yang kontribusinya hanya 12%. Pertumbuhan yang kuat dari Cina, baik ekspor maupun impor memberikan dampak yang sangat penting bagi perkembangan perdagangan regional dan global. Impor Cina meningkat tajam selama dan setelah krisis ekonomi global 2008. Di samping itu, konsumsi Cina yang besar dapat menyerap ekspor yang besar dari negara-negara di sekitarnya termasuk Indonesia. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara dengan luas kawasan terbesar, penduduk terbanyak dan sumber daya alam terkaya. Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai kekuatan utama negara-negara di Asia Tenggara. Di sisi lain, konsekuensi dari akan diimplementasikannya komunitas ekonomi ASEAN dan terdapatnya ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) mengharuskan Indonesia meningkatkan daya saingnya guna mendapatkan manfaat nyata dari adanya integrasi ekonomi tersebut. Oleh karena itu, percepatan transformasi ekonomi yang dirumuskan dalam MP3EI ini menjadi sangat penting dalam rangka memberikan daya dorong dan daya angkat bagi daya saing Indonesia.
Laporan Akhir | Bab 4 - 36
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Pemerintah melalui PerPres No. 32 tahun 2011 tentang
Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 20112025 telah menetapkan 22 kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus pengembangan strategi dan kebijakan.
Gambar 2.2. Dua Puluh Dua Kegiatan Ekonomi Utama dalam MP3EI Sumber: Kemenko Perekonomian, 2011
Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan
yang
perlu
dilakukan
maupun
pemberlakuan
peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer
Laporan Akhir | Bab 4 - 37
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) sebagai komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.
Gambar 2.3. Hubungan antara MP3EI dengan rencana pembangunan Pemerintah Sumber: Kemenko Perekonomian, 2011
Pembangunan koridor ekonomi (KE) di Indonesia, sebagai wujud implementasi MP3EI, dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah kepulauan Indonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik, dan tiap kepulauan besarnya memiliki peran strategis masing-masing yang ke depannya akan menjadi pilar utama untuk mencapai visi Indonesia tahun 2025. Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masing-masing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) KE seperti yang tergambar pada Gambar 2.4.
Laporan Akhir | Bab 4 - 38
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 2.4. Enam Koridor Ekonomi Utama dalam MP3EI Sumber: Kemenko Perekonomian, 2011
Tema pembangunan masing-masing koridor ekonomi (KE) dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut: 1. KE Sumatera memiliki tema pembangunan sebagai “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”; 2. KE Jawa memiliki tema pembangunan sebagai “Pendorong Industri dan Jasa Nasional”; 3. KE Kalimantan memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional”; 4. KE Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai ”Pusat Produksi dan Pengolahan
Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan
Pertambangan Nasional”; 5. KE Bali – Nusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai ‘’Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional’’; 6. KE Papua – Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan sebagai
“Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional”. Untuk
mendukung
pengembangan
kegiatan
ekonomi
utama,
telah
diindikasikan nilai investasi yang akan dilakukan di keenam koridor ekonomi
Laporan Akhir | Bab 4 - 39
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
tersebut sebesar sekitar IDR 4.012 Triliun. Dari jumlah tersebut, Pemerintah akan berkontribusi sekitar 10% (401,2 Triliun Rp) dalam bentuk pembangunan infrastruktur dasar, seperti: jalan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, serta rel kereta dan pembangkit tenaga listrik, sedangkan sisanya diupayakan akan dipenuhi dari swasta (51%) maupun BUMN (18%) dan campuran (21%). Dari total investasi tersebut, KE Jawa mendapatkan porsi terbesar (32%) dibandingkan 5 KE yang lain. Khusus untuk investasi di bidang infrastruktur, diperkirakan akan membutuhkan investasi sebesar 1.706 Triliun Rp dengan rincian sebagai berikut. Tabel 2.5. Estimasi Kebutuhan Investasi infrastruktur dalam kerangka MP3EI Koridor Ekonomi
Investasi (T Rp) Rel KA
Air
Telematika
Lainnya
109 9 4 70 Sumatera 189 45 249 16 105 Jawa 21 10 40 3 35 Kalimantan 5 6 25 Sulawesi 19 0 4 3 12 Bali-Nusa Tenggara 57 59 13 0,2 Papua-Kep. Maluku Sumber: Kemenko Perekonomian, 2011
0,1
50
5
Jemb Selat Sunda 150
24
32
138
-
799
0,3
19
-
-
128
0,1
34
-
-
69
1
4
1
-
44
2
32
0,1
-
162
2.5.
Jalan
Pelabuhan
Energi & Power 76
Bandara
Total Investasi (T Rp)
KERANGKA KEBIJAKAN SISTEM LOGISTIK NASIONAL
PerPres Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) merupakan rencana induk yang menekankan pada arah dan pola pengembangan sistem logistik nasional. Cetak biru SISLOGNAS merupakan araha dan pedoman bagi pemerintah dan dunia usaha untuk membangun sistem logisik nasional yang efektif dan efisien. Salah satu tujuan dari Cetak Biru SISLOGNAS adalah mengkoordinasikan, mensinkronkan
dan
mengintegrasikan
para
pihak
terkait
dalam
melaksanakan kebijakan logistik nasional. Ruang lingkup SISLOGNAS difokuskan pada logistik komoditas strategis dan komoditas ekspor, sehingga
Laporan Akhir | Bab 4 - 40
473
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
dengan demikian, produk semen sebagai salah satu komoditas strategis perlu diatur sistem distribusi dan tata niaganya agar dalam implementasinya dapat berjalan efektif dan efisien. Bagaimana mewujudkan sistem distribusi (logistik) semen nasional yang efektif dan efisien perlu dibangun dengan mengkaitkan atau menselaraskan dengan kebijakan SISLOGNAS. Sinkronisasi tersebut diharapkan agar mampu memberi kontribusi pada upaya mendukung implementasi kebijakan pemerintah sebagaimana telah diformulasikan dalam berbagai dokumen perencanaan seperti MP3EI, disamping sebagai upaya dalam rangka peningkatan daya saing ekonomi nasional.
Gambar 2.5. Kerangka Kerja Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) Sumber: PerPres 26/2012
Dalam tataran operasional, sistem distribusi semen nasional dalam konteks SISLOGNAS adalah terletak pada level Mikro. Dalam Gambar 2.4 ditunjukkan bagaimana proses aliran barang dari Pemasok, Pengadaan, Sistem Produksi & Proyek, Distribusi, dan Konsumen berjalan, dimana di dalamnya terdapat
Laporan Akhir | Bab 4 - 41
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
aliran informasi dan finansial. Dalam konteks ini, pemasok dapat diidentikkan dengan penyedia bahan baku semen, pengadaan dapat diidentikkan dengan entitas para pemasok bahan baku pada level yang lebih tinggi, misalnya pengepul. Sistem produksi dapat diidentikkan dengan proses industri semen (dalam hal ini adalah Pabrik semen), sedangkan distribusi diidentikkan dengan proses pengangkutan/pengiriman dan pemasaran produk semen kepada konsumen akhir. 2.6.
ROAD MAP PENGEMBANGAN INDUSTRI SEMEN 2011-2014
Pengembangan industri nasional sebagaimana diamanatkan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yang mengamanatkan perlunya peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu. Industri semen merupakan salah satu basis industri manufaktur yang memerlukan peta panduan pengembangan klaster industri semen. Dengan landasan itulah dilahirkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Semen yang dituangkan dalam Permen Nomor : 104/M-Ind/Per/10/2009 Tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Semen tertanggal 14 Oktober 2009. Peraturan tersebut mencakup 4 (empat) kelompok pembahasan, yaitu: (1) ruang lingkup; (2). Sasaran; (3). Strategi dan kebijakan; (4). Dan Program /rencana aksi. RUANG LINGKUP B.1. Ruang Lingkup Industri Semen
Laporan Akhir | Bab 4 - 42
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
1.
Semen merupakan komoditi strategis yang memanfaatkan potensi sumber daya alam bahan galian non logam berupa batu kapur, tanah liat, pasir besi dan gipsum (diimpor) melalui proses pembakaran temperatur tinggi (di atas 1.0000 C).
2.
Industri semen mempunyai karakteristik : a.
Padat modal (capital intensive);
b.
Padat energi berupa batubara dalam proses pembakaran dan energi listrik;
c.
Bersifat padat (bulky) dalam volume besar sehingga biaya transportasi tinggi.
3.
Produsen semen nasional telah mampu memproduksi 11 jenis semen menurut kegunaannya, namun yang paling banyak digunakan adalah semen Portland (tipe I – V), semen komposit/campur dan semen putih.
4.
Hasil produksi diutamakan untuk memenuhi kebutuhan nasional untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan perumahan, sedangkan kelebihan produksi diekspor agar proses produksi berkesinambungan dan silo-silo tidak penuh.
5.
Industri semen nasional mempunyai daya saing yang tinggi dan termasuk kelompok komoditi yang diperdagangkan tanpa hambatan tarif
(BM = 0%) sesuai dengan kesepakatan perdagangan bebas
hambatan (FTA). B.2. Pengelompokan Industri Semen 1.
Produsen semen mampu memproduksi berbagai jenis (saat ini ada 11) semen menurut kegunaannya;
2.
Tarif Bea Masuk semen sejak tahun 1995 adalah 0% dan mulai tahun 2010 akan menjadi 5%;
3.
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk semen telah direvisi dan akan dinotifikasikan ke Sekretariat WTO bidang standardisasi untuk diberlakukan secara wajib.
Laporan Akhir | Bab 4 - 43
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 2.6. Tarif bea masuk produksi semen berdasarkan HS Tahun 2008 HS
Deskripsi
BM
2523.21.00.00 Portland Putih 0 2523.29.90.00 Portland Pozoland 0 2523.29.10.00 Portland Type I – V 0 2523.29.29.00 Portland Campur 0 2523.90.00.00 Masonry 0 2523.29.29.00 Semen Portland Komposit 0 2523.90.00.00 Oil Well Cement (OWC) 0 Sumber: Buku Tarif Bea Masuk Indonesia Tahun 2008
PPN (%)
SNI
10 10 10 10 10 10 10
15-0129-2004 15-0302-2004 15-2049-1004 15-3500-2004 15-3758-2004 15-7064-2004 15-3044-1992
Ruang lingkup menguraikan karakteristik semen sebagai komoditi industri strategi dengan berbagai komposisi material penyusunnya. Termasuk didalamnya pelaku industri yang mempunyai kemampuan produksi yang mampu mencukupi kebutuhan semen Nasional maupun Internasional. Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam road map ini terbagi atas 2 sasaran umum, yaitu: (1). Sasaran jangka menengah (2010-2014); (2). Sasaran jangka panjang (2010-2025). SASARAN B.3. Sasaran Jangka Menengah (2010 -2014) 1.
Meningkatnya utilitas produksi dari 70% menjadi 80% yang didukung kemampuan produksi berbagai jenis semen dengan spesifikasi khusus;
2.
Terpenuhinya kebutuhan semen nasional;
3.
Diterapkannya secara wajib SNI No. 35/M-IND/ PER/4/2007 tanggal 31 Agustus 2007 terhadap produk semen.
B.4. Sasaran Jangka Panjang (2010-2025) 1.
Terpenuhinya kebutuhan semen nasional di seluruh pelosok tanah air dengan harga jual yang tidak jauh berbeda di masing-masing daerah;
2.
Terjaminnya pasokan energi khususnya batubara untuk periode jangka panjang;
Laporan Akhir | Bab 4 - 44
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
3.
Tersedianya tenaga kerja operator pabrik yang kompeten;
4.
Makin menguatnya daya saing industri semen;
5.
Terwujudnya kemampuan rekayasa dan fabrikasi pembangunan pabrik semen.
Sasaran jangka pendek lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan semen nasional serta peningkatan efisiensi dengan peningkatan utilitas produksi serta penerapan standar (SNI) produk semen. Sedangkan sasaran jangka panjang telah mengakomodir faktor distribusi semen, bahan baku dan sumber daya manusia yang terlibat dalam produksi semen, serta pengembangan inovasi terkait teknologi semen indonesia. Sasaran tersebut diharapkan dapat terwujud dengan penerapan strategi dan kebijakan dengan terlebih dahulu memberikan visi dan arah pengembangan industri, strategi kebijakan, penyusunan indikator pencapaian, serta tahapan inplementasi. STRATEGI DAN KEBIJAKAN B.5. Visi dan Arah Pengembangan Industri Semen 1.
Visi Industri Semen Menjadikan industri semen nasional berdaya saing tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
2.
Arah Pengembangan Arah pengembangan industri semen adalah meningkatkan daya saing melalui efisiensi penggunaan energi dan diversifikasi produk semen.
B.6. Strategi Kebijakan 1.
Memenuhi kebutuhan nasional;
2.
Melakukan persebaran pembangunan pabrik semen ke arah luar Pulau Jawa;
Laporan Akhir | Bab 4 - 45
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
3.
Meningkatkan daya saing industri semen melalui efisiensi penggunaan energi;
4.
Meningkatkan kemampuan kompetensi sumber daya manusia dalam desain dan perekayasaanpengembangan industri semen.
B.7. Indikator Pencapaian 1.
Terpenuhinya kebutuhan nasional pada tingkat harga yang kompetitif;
2.
Makin efisiennya penggunaan batubara, listrik dan energi lainnya;
3.
Makin mandirinya dalam pembangunan pabrik baru.
B.8. Tahapan Implementasi 1.
Langkah-langkah yang telah dilakukan: a.
Membuat estimasi kebutuhan semen dalam jangka pendek (2010 – 2014) maupun jangka panjang (2010 – 2025);
b.
Meningkatkan daya saing industri semen melalui upaya efisiensi penggunaan energi;
c.
Melakukan program Diklat Standar Kompetensi SDM yang dikoordinir oleh ISBI;
d.
Menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35/MIND/PER/4/ 2007 tentang Penerapan SNI Semen secara Wajib.
2.
Langkah-langkah yang sedang dan akan dilakukan: a.
Membuat estimasi pemenuhan kebutuhan semen dalam jangka pendek (2010–2014) maupun jangka panjang (2010–2025), melalui pembangunan pabrik baru;
b.
Terus melakukan upaya peningkatan daya saing terutama pada penggunaan energi dan diversifikasi produk semen;
c.
Terus melakukan program Diklat Standar Kompetensi SDM bekerjasama dengan ISBI dan instansi terkait;
d.
Menerapkan dan melakukan pengawasan serta pembinaan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Perindustrian Nomo 35/MIND/PER/4/2007 tentang Penerapan SNI Semen secara Wajib.
Laporan Akhir | Bab 4 - 46
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Strategi dan kebijakan yang disusun kemudian diturunkan dalam program atau rencana aksi jangka pendek dan jangka panjang. PROGRAM/RENCANA AKSI B.9. Program Jangka Menengah (2010 -2014) 1.
Meningkatkan
kemampuan
SDM
persemenan
melalui
program
pendidikan dan pelatihan kompetensi SDM; 2.
Meningkatkan penggunaan semen non Portland tipe I melalui kegiatan sosialisasi dan kerjasama dengan pihak REI;
3.
Meningkatkan penghematan dalam penggunaan energi melalui: a.
Kajian audit energi;
b.
Peningkatan efisiensi energi panas dari 800 kkal per kg klinker menjadi 760 kkal per kg klinker;
c.
Penggunaan sumber energi alternatif;
d.
Penggunaan peralatan tambahan seperti Waste Heat Recovery Boiler.
B.10. Program Jangka Panjang (2010-2025) 1.
Mengembangkan industri semen di luar Pulau Jawa khususnya Kawasan Timur Indonesia melalui pembangunan unit pengepakan, cement mill sampai pabrik semen secara utuh;
2.
Meningkatkan kemampuan SDM dalam rekayasa dan pabrikasi melalui kerjasama dengan Institut Semen Beton Indonesia (ISBI) dalam program diklat dari tingkat operator hingga D3;
3.
Meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dalam penggunaan bahan baku, emisi debu dan efisiensi energi, melalui program CDM secara berkesinambungan;
4.
Meningkatkan kerjasama kemitraan antara produsen batubara dan semen;
Laporan Akhir | Bab 4 - 47
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
5.
Mendorong pengembangan teknologi yang lebih efisien melalui peningkatan kerjasama dengan NEDO maupun perusahaan permesinan dunia.
Hubungan atau keterkaitan antara kegiatan industri semen dengan aktivitas lain dalam konteks supply chain, dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Kerangka Keterkaitan Industri Semen Sumber: Kementerian Perindustrian, 2009
2.7.
KEBIJAKAN INDUSTRIALISASI YANG RESPONSIF TERHADAP ISU PERUBAHAN IKLIM
Sebagaimana diketahui bahwa selama ini proses produksi semen membutuhkan sumber energi yang diperlukan dalam proses pembakaran, yaitu batu bara. Energi panas yang dihasilkan tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas semen, yang saat ini pada kisaran 800 kkal per kg klinker. Entropi proses pembakaran dalam kegiatan produksi semen akan
Laporan Akhir | Bab 4 - 48
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
menghasilkan CO2 yang merupakan gas potensial pembentuk Gas Rumah Kaca (GRK). Dengan demikian semakin besar kebutuhan batu bara dalam proses pembakaran bahan baku semen, tentunya akan membawa implikasi terhadap meningkatnya potensi GRK di atmosfer. Apabila tidak dilakukan upaya untuk menekan laju GRK yang bersumber dari hasil kegiatan pembakaran tersebut, maka dikhawatirkan hal tersebut akan memacu laju emisi CO2 sebagai sumber GRK di kemudian hari. Pemerintah harus mempromosikan jenis-jenis pilihan energi - dalam hal ini mendorong penggunaan teknologi dengan bahanbakar gas alam lebih dari penggunaan bahan bakar fosil sama halnya dengan penggunaan teknologi berbasis energi terbarukan, seperti penggunaan pembangkit air (largehydro), pembakaran biomassa, dan geothermal. Sumber terbarukan lainnya seperti penggunaan solar pada pendingin udara, penggunaan energi gelombang dan nanotechnology pada solar sel, meskipun semuanya masih memerlukan pengembangan teknologi dan pemasaran lebih lanjut. Pilihan lainnya adalah penggunaan teknologi penangkap dan penyimpan karbon, teknologi ini diharapkan dapat memindahkan emisi CO2 ke tempat yang lebih
aman
dan
mengisolasinya
dari
atmosfer,
contohnya
adalah
mennyimpannya dalam lapisan formasi batuan dalam penangkapan CO2 sebelum dilepaskan ke atmosfer. Selain itu, penggunaan energi alternatif yang saat ini sudah mulai dikembangkan beberapa perusahaan semen nasional dengan menggantikan batu bara dengan material yang lain untuk proses pembakaran, tentunya akan menjadi salah satu opsi solusi dalam rangka mitigasi perubahan iklim. Pemerintah perlu mendorong upaya-upaya ke arah tersebut kepada seluruh pelaku industri semen nasional disamping diperkuat dengan aturan atau regulasi yang mendukung dalam implementasinya. Dalam rangka efisiensi penggunaan energi di sektor industri semen, Bank Dunia dalam sebuah studinya World Business Council for Sustainable
Laporan Akhir | Bab 4 - 49
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Development – Cement Sustainability Initiative “Sectoral Approach - Briefing Note”, sebagaimana telah dipresentasikan dalam forum COP 13 di Bali, menyampaikan peluang-peluang teknis yang dapat dilakukan untuk tujuan mitigasi emisi dari proses manufaktur, yang dapat dibagi menjadi tiga, kategori, yaitu: 1. efisiensi energi dalam rangka mengurangi konsumsi energi seperti pencahayaan, motor efisiensi, AC dan bahan bakar dalam mesin; 2. penggunaan alternatif bahan bakar - biomassa sebagai limbah pertanian, tanaman bahan bakar, limbah kota dan industri, termasuk limbah berbahaya; 3. memadukan material, yaitu semen industri tertentu - menggunakan pengganti klinker (termasuk beton daur ulang, fly-ash). Pemerintah mendorong kebijakan pengembangan industri semen campuran (blended-cement-scenario) 1 . Usulan kebijakan tersebut adalah untuk mendukung peningkatan permintaan semen campuran, melalui: 1. Mereview terhadap standar kinerja yang telah ditetapkan dalam produksi semen untuk menghindari over spesifikasi kekuatan semen yang digunakan, dan untuk itu perlu mengurangi total permintaan untuk konten klinker (2015 - 2020); 2. Meninjau ulang peraturan/standar bangunan nasional yang memerlukan komponen beton daur ulang yang meminimalkan penggunaan semen baru (2015-2020). Implementasi Blended-Cement-Scenario ini diharapkan dapat mengurangi efek GRK dari produksi klinker hingga 18,50 mega ton kumulatif CO2 selama periode 2010-2020 (3,29%) dan 108,62 mega ton kumulatif CO2 selama periode 2010-2030 (7,76%).
1
BAPPENAS (2010) dalam “Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap”
Laporan Akhir | Bab 4 - 50
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
BAB 3 METODOLOGI STUDI 3.1
KERANGKA PIKIR STUDI (MAKRO)
Untuk melaksanakan pekerjaan Kajian Rantai Pasok Semen Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur, perlu dibangun kerangka berpikir guna memberikan arah dan fokus kajian agar hasil studi dapat menjawab permasalahan yang diangkat dalam studi. Kerangka pikir studi yang dibangun disajikan dalam Gambar 3.1. [2]
- RPJPN - RPJMN-II - MP3EI - Dsb…..
Arah kebijakan pembangunan infrastruktur ke depan.
Kebijakan industrialisasi produk semen
Kebutuhan semen untuk mendukung pembangunan infrastruktur ke depan
Sisi Pasokan
Sisi Permintaan
SURPLU S/
[4], [7], [12] [1,3,5,6 bagian dari 4]
[8], [6 bagian dari 8]
Bagaimana pengelolaannya? Bagaimana formulasi kebijakannya? [10] & [11] = [9]
REKOMENDASI: Rumusan kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga semen nasional [13]
Gambar 3.1. Kerangka Pikir Studi (Makro)
Mengacu pada latar belakang, maksud, tujuan, dan sasaran kegiatan sebagaimana telah dituangkan di dalam Kerangka Acuan Kerja, hal yang
Laporan Akhir | Bab 4 - 51
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
pertama kali perlu dicermati adalah bagaimana arah kebijakan pembangunan nasional ke depan terkait dengan pembangunan infrastruktur, yang secara signifikan akan menjadi basis dalam memperkirakan kebutuhan (permintaan) akan komoditas semen sebagai material guna mendukung kegiatan pembangunan infrastruktur (fisik). Berbagai kebijakan pembangunan nasional tersebut antara lain: RPJP Nasional (2005-2025), RPJM Nasional-II (2010-2014), RPJP Kementerian PU, MP3EI, kebijakan pembangunan industri semen nasional, dan lain sebagainya. Dalam implementasinya, pembangunan infrastruktur (fisik) dapat berhasil apabila ada dukungan jaminan pemenuhan atau ketersediaan pasokan komoditas semen. Dengan kata lain perlu tercipta keseimbangan antara pasokan dan permintaan atau supply dan demand komoditas semen. Dari sisi pasokan (supply side), hal-hal yang perlu diketahui atau diidentifikasi adalah bagaimana sistem produksi semen nasional [4] dan ketersediaan produk semen nasional [7] untuk mendukung pembangunan inftrastruktur. Sistem produksi semen dalam hal ini dipengaruhi oleh: siklus hidup produk semen [1], dan pasokan bahan baku untuk produksi semen [3]. Produk-produk semen nasional tersebut perlu disusun dalam sebuah katalog produk [5] yang menyediakan informasi bagi pengguna mengenai karakteristik produk semen. Dari sisi permintaan (demand side), hal-hal yang dapat diidentifikasi adalah seberapa besar porsi penggunaan dan produksi semen untuk penyelenggaraan konstruksi/infrastruktur [6]. Dengan demikian dapat diformulasikan kebutuhan semen nasional untuk mendukung pembangunan infrastruktur [8]. Hubungan antara pasokan (supply) dan permintaan (demand) semen akan menentukan tingkat keseimbangan supply-demand produk semen nasional. Untuk itu, perlu diidentifikasi seberapa besar potensi pengembangan / peningkatan industri semen secara berkelanjutan [12] dengan mempertimbangkan tingkat kebutuhannya di masa-masa mendatang. Secara faktual, saat ini masih terdapat gap berupa kesenjangan antara supply dan demand produk semen, terutama di beberapa daerah di kawasan timur Indonesia. Pada umumnya, kesenjangan yang terjadi adalah kekurangan bahkan kadang kelangkaan produk semen. Kesenjangan tersebut diduga akibat tata niaga semen yang belum optimal dan pemetaan supply dan demand yang belum akurat untuk wilayah-wilayah tertentu. Kesenjangan ini
Laporan Akhir | Bab 4 - 52
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
dapat berdampak pada kenaikan harga serta turunnya minat investasi infrastruktur di daerah tersebut. Untuk mengatasi kesenjangan antara supply dan demand produk semen, diperlukan: formulasi tata niaga pasokan semen nasional [10] dan sistem distribusi dan logistik semen nasional [11]. Hasil formulasi tersebut perlu diawali terlebih dahulu dengan melihat seberapa besar ketersediaan dan kebutuhan akan semen di masa mendatang agar dapat mewujudkan keseimbangan supply dan demand [9]. Hasil formulasi akan menjadi bahan masukan dalam penyusunan kebijakan Pemerintah dalam rangka peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga semen nasional [13]. Kebijakan tersebut pada gilirannya diharapkan dapat mendukung pengembangan industri semen nasional yang berkelanjutan. 32
KERANGKA OPERASIONAL STUDI (MIKRO)
Kerangka operasional studi yang akan digunakan sebagai acuan dalam kegiatan Kajian Rantai Pasok Semen Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur ini menggunakan pendekatan konsep “supply chain” sebagaimana dikonsepsikan dalam Gambar 4.2. Dalam diagram tersebut diilustrasikan aliran barang (produk semen) dari titik pemasok (pabrik semen) menuju end users (pengguna produk), yang dapat dikelompokkan dalam kategori pengguna, yatu: (1) proyek berskala besar; (2) proyek skala kecil-menengah; dan (3) masyarakat. Hipotesis yang dibangun dalam kerangka konsep mikro ini adalah: a.
untuk proyek-proyek skala besar; pengguna produk semen mengambil (order) secara langsung dari pabrik penghasil produk semen;
b.
untuk proyek-proyek skala kecil-menengah dan kegiatan fisik yang dilakukan masyarakat umum; pengguna produk semen mengambil dari pabrik melalui distributor.
Supply Side
Demand Side
Pabrik Semen
Project Skala Besar
Project Skala Kecil
Distributor
Masyarakat
Laporan Akhir | Bab 4 - 53
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Sistem Produksi
Tata niaga semen
Gambar 3.2. Kerangka Operasional Studi (Mikro)
Gambar 3.2 di atas memperlihatkan dua aspek penting yang menjadi fokus kajian/studi, yaitu: (1) aspek sistem produksi, dan (2) aspek tata niaga semen. Hal-hal yang akan diamati dan dianalisis pada tiap aspek tersebut, dengan mendasarkan pada sasaran studi sebagaimana dituangkan dalam KAK, dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Komponen Kajian Aspek Sistem Produksi Sistem produksi semen, mencakup:
Ket.*) 4
Siklus hidup produk semen
1
Katalog produk semen
3
Pasokan bahan baku untuk produksi semen
5
Porsi produksi semen untuk pemenuhan pembangunan infrastruktur
6
Rumusan ketersediaan semen nasional
7
Potensi pengembangan industri semen di masa mendatang
12
Aspek Tata Niaga Rumusan kebutuhan semen nasional, mencakup: Porsi penggunaan semen untuk infrastruktur
Ket*) 8 6
Keterangan: *) indikasi sasaran kegiatan yang tertuang dalam KAK
Hasil analisis pada masing-masing komponen kajian akan menjadi dasar masukan di dalam merumuskan kebijakan sistem distribusi dan logistik serta tata niaga pasokan semen nasional yang efektif dan efisien.
Laporan Akhir | Bab 4 - 54
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
3.3.
TAHAPAN STUDI
Tahapan pelaksanaan kegiatan studi dibagi menjadi empat bagian seperti disajikan pada Gambar 3.3, yaitu:
Tahap awal (persiapan).
Tahap kompilasi dan olah data.
Tahap analisis.
Tahap formulasi rekomendasi.
TAHAP AWAL
Penyusunan metodologi dan rencana pelaksanaan studi Inventarisasi dan tinjauan regulasi/peraturan perundangan yang relevan dengan studi.
TAHAP FORMULASI REKOMENDASI
TAHAP ANALISIS
TAHAP KOMPILASI DAN OLAH DATA
Identifikasi sistem produksi semen dan tata niaga semen nasional
a. Pengumpulan data primer dan sekunder untuk mengidentifikasi sistem produksi dan tata niaga semen. b. Pengumpulan data primer dan sekunder untuk mengidentifikasi existing condition rantai pasok dengan melakukan survey ke beberapa lokasi studi (Palembang, Palu, Pontianak, dan Papua).
Analisis trend perkembangan industri semen ke depan Analisis trend supply & demand produk semen Analisis lifecycle produk industri Analisis distribution chanel untuk mengetahui pola distribusi Analisis sistem rantai pasok (supply chain) semen.
Formulasi tata niaga dan sistem distribusi dan logistik semen nasional.
Gambar 3.3.
REKOMENDASI : kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga semen nasional Laporan Akhir | Bab 4 - 55
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tahapan Pelaksanaan Studi
3.3.1. Tahap awal Kegiatan pertama kali yang dilakukan dalam tahap awal (persiapan) ini adalah menyusun metodologi dan rencana pelaksanaan kegiatan studi, mencakup mobilisasi Tim Ahli dan sarana-prasarana pendukung kegiatan. Kegiatan yang lain adalah melakukan inventarisasi dan tinjauan terhadap kebijakan dan peraturan perundangan yang terkait serta studi literatur yang terkait supply chain management dan perdagangan semen. Tinjauan terhadap studi yang pernah dilakukan atau studi literatur akan dilakukan untuk melihat state of the art penerapan Supply Chain Management di bidang komoditi semen. Kajian literatur dan studi terdahulu akan menjadi bagian dari kegiatan pada tahap persiapan untuk memperdalam pengetahuan dan informasi yang terkait dengan studi ini. Literatur atau referensi yang diacu dalam studi ini akan digali dari berbagai sumber seperti jurnal internasional dan best practices penerapan SCM perikanan di berbagai negara maju. Penyusunan metodologi dan rencana pelaksanaan studi diperlukan tim studi untuk menentukan strategi pelaksanaan pekerjaan (studi). Metodologi studi berisikan kerangka pendekatan dan kerangka analisis yang akan diaplikasikan oleh tim ahli untuk melaksanakan pekerjaan studi ini. Rencana pelaksanaan studi memuat hal-hal penting terkait dengan jadwal pelaksanaan dan mekanisme penyajian hasil studi (pelaporan). Dalam rencana pelaksanaan studi, masing-masing tim ahli yang terlibat bertugas dan bertanggung jawab terhadap substansi pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. 3.3.2. Tahap Kompilasi dan Olah Data Kegiatan kompilasi data bertujuan untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi yang terkait dengan industri semen, kegiatan rantai pasok
Laporan Akhir | Bab 4 - 56
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
semen, mencakup kegiatan proses supply, produksi hingga distribusi. Data yang dibutuhkan mencakup data primer dan sekunder yang berisi mengenai: a.
Data Primer, meliputi: 1) kondisi exsisting supply chain semen di Indonesia umumnya dan di wilayah studi khususnya melalui pengamatan langsung di lapangan proses survey dan wawancara dengan pihak terkait. 2) Data historis produksi semen Indonesia, data historis penjualan semen, data historis konsumsi semen, data historis produksi semen di wilayah kajian, data historis konsumsi semen di wilayah kajian, dan data rencana pembangunan infrastruktur. 3) kondisi rantai pasok saat ini mencakup: (a) sistem produksi, (b) proses pemasaran, (c) proses distribusi dan distribution chanel, (d) hal lain yang mendukung kegiatan produksi dan perdagangan semen di wilayah studi, menggunakan survey lapangan, wawancara dan dokumentasi; 4) kondisi jalur distribusi asal dan tujuan produk semen di wilayah studi serta biaya transportasi yang diperlukan dalam proses pendistribusian.
b.
Data Sekunder, meliputi: 1) Data indeks pembangunan infrastruktur, data pertumbuhan ekonomi, data pertumbuhan industri semen; 2) Dokumen perencanaan kegiatan pembangunan infrastruktur di lokasi studi (daerah); 3) Data sekunder lainya yang berasal dari laporan penelitian sebelumnya, artikel jurnal, buku serta berita terkait.
3.3.3. Tahap Analisis
Laporan Akhir | Bab 4 - 57
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Kegiatan analisis akan dilakukan untuk menjawab permasalahan dan hal-hal penting yang akan dikaji dalam studi ini, sebagaimana telah dituangkan dalam sasaran kegiatan dan telah diformulasikan dalam kerangka pikir dan kerangka operasional studi. Mengacu Gambar 4.2 dan Tabel 4.1, terdapat dua aspek penting yang akan dianalisis dengan komponen analisis sebagai berikut: a.
Aspek sistem produksi semen, meliputi: 1)
Siklus hidup produk semen;
2)
Katalog produk semen;
3)
Pasokan bahan baku untuk produksi semen;
4)
Porsi produksi semen untuk pemenuhan pembangunan infrastruktur; dan
5) b.
Potensi pengembangan industri semen di masa mendatang.
Aspek tata niaga semen, meliputi: 1)
porsi penggunaan semen untuk infrastruktur saat ini;
2)
trend kebutuhan semen untuk infrastruktur di masa-masa mendatang;
3)
pola rantai pasok perdagangan semen saat ini; dan
4)
hubungan antar pelaku dalam rantai pasok perdagangan semen eksisting.
Metode analisis yang akan digunakan pada tiap komponen analisis di atas ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut ini. Tabel 3.2. Metode Analisis Komponen Kajian Komponen Kajian
Metode Analisis
Aspek Sistem Produksi: Siklus hidup produk semen Katalog produk semen
Analisis industri (produksi semen), Sistem Dinamis
Pasokan bahan baku untuk produksi
Laporan Akhir | Bab 4 - 58
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
semen Porsi produksi semen untuk pemenuhan pembangunan infrastruktur Potensi pengembangan industri semen di masa mendatang Aspek Tata Niaga Porsi penggunaan semen untuk infrastruktur trend kebutuhan semen untuk infrastruktur di masa-masa mendatang pola rantai pasok perdagangan semen hubungan antar pelaku perdagangan
Analisis kebutuhan (permintaan) semen, Sistem Dinamis
Analisis supply chain
3.3.4. Tahap Formulasi Model dan Rekomendasi Model dinamis yang dibangun pada studi ini bertujuan untuk memberikan masukan mengenai kebijakan yang harus diambil sebagai solusi supply-demand semen untuk mendukung investasi konstruksi. Salah satu alat untuk memformulasikan model dalam ini adalah menggunakan model dinamis dengan bantuan perangkat (software) POWERSIM. Kerangka model dinamis yang dibangun dalam studi ini dapat dilihat pada Gambar 3.4. Dalam kerangka model yang dibangun tersebut terdapat enam tahapan yang dilakukan, yaitu: a.
b.
Identifikasi dan definisi masalah. Identifikasi masalah bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai analisis, baik kualitatif maupun kuantitatif. Penyusunan konseptual sistem yaitu penyusunan causal loop dari identifikasi hubungan masalah dan hubungan subsistem. Causal loop tersebut menunjukkan bagaimana aliran informasi dan cara kerja yang terjadi dalam sistem.
Laporan Akhir | Bab 4 - 59
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
c.
Formulasi model yaitu menterjemahkan model konseptual ke dalam media komputer untuk mempelajarinya. Formulasi model dilakukan dengan software POWERSIM. 1) Simulasi dan validasi model yaitu model yang sudah dibuat selanjutnya dijalankan pada perangkat lunak POWERSIM. Proses menjalankan model tersebut disebut dengan simulasi. Model disimulasikan untuk melihat bagaimana perilaku model tersebut yang merupakan gambaran perilaku sistem nyata. Oleh karena itu, model yang sudah dibuat untuk disimulasikan harus diuji untuk melihat kebenaran struktur model serta melihat apakah model benar-benar bisa mewakili sistem yang sebenarnya sebagai sarana untuk mempelajari sistem nyata tersebut. Dalam studi ini, model simulasi menggunakan obyek kasus rantai pasok komoditas semen untuk mendukung investasi infrastruktur. Analisis situasi Tahap
Pernyataan tentang kondisi permasalahan
I : Identifikasi dan definisi permasalahan
Diagram sub-sistem Diagram sebab-akibat Diagram struktur kebijakan II : Konseptual sistem
Diagram alir
Persamaan matematis
Simulasi dan validasi
III : Formulasi model
IV : Simulasi dan validasi
Analisis kebijakan/keputusan dan pembangunan skenario
Laporan Akhir | Bab 4 - 60 Perbaikan kebijakan/keputusan
V : Analisis keputusan/ kebijakan dan perbaikan
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 3.4. Tahapan dalam Metode Sistem Dinamis
3.4.
KONSEP PENDEKATAN DAN METODE ANALISIS 3.4.1. Supply Chain Management (SCM) Supply Chain Management (manajemen rantai pasok)merupakan sebuah jaringan dan pilihan distribusi yang melakukan fungsi dalam upaya mendapatkan bahan baku, transportasi bahan baku sampai pada tempat produksi dan distribusi hasil produksi kepada konsumen secara efektif dan efisien (Gambar 3.5).
Gambar 35. Konsep Supply Chain Management
Laporan Akhir | Bab 4 - 61
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Sumber : Bowersox et al (1996)
Konsep supply chain yang terintegrasi terdiri dari beberapa tahapan, antara lain: a.
Tahap 1 : Baseline (dasar). Posisi dari kebebasan fungsional yang lengkap di mana masing-masing fungsi bisnis seperti produksi dan pembelian melakukan aktivitas mereka secara sendiri-sendiri dan terpisah dari fungsi bisnis yang lain.
b.
Tahap 2: Integrasi fungsional. Perusahaan telah menyadari perlu sekurang-kurangnya ada penggabungan antara fungsi-fungsi yang melakukan aktivitas hampir sama, misalnya antara bagian distribusi dan manajemen persediaan atau pembelian dengan pengendalian material.
c.
Tahap 3: Integrasi secara internal. Diperlukan pengadaan dan pelaksanaan perencanaan kerangka kerja end-to-end.
d.
Tahap 4: Integrasi secara eksternal. Integrasi supply chain yang sebenarnya dengan konsep menghubungkan dan koordinasi yang dicapai pada Tahap 3, yang diperluas dengan bagian supplier dan pelanggan.
Dalam mengaplikasikan SCM, komitmen dan dukungan dari seluruh stakeholder mutlak diperlukan, karena aplikasi SCM ini mencakup tiga level penting di dalam kegiatan perusahaan yaitu: a.
Level strategis berhubungan dengan keputusan-keputusan yang mempunyai dampak jangka panjang terhadap perusahaan. Termasuk dalam level ini adalah keputusan mengenai penentuan jumlah, lokasi dan kapasitas dari fasilitas-fasilitas/aset perusahaan, serta aliran material/ jasa di seluruh sistem.
b.
Level taktis, berhubungan dengan keputusan yang harus dievaluasi setiap tiga bulan sampai dengan satu tahun. Termasuk di dalam
Laporan Akhir | Bab 4 - 62
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
katagori ini adalah keputusan tentang pengadaan, kapasitas produksi, kebijakan inventory, transportasi dan sebagainya c.
Operasional level, berhubungan dengan keputusan harian yang berdampak jangka pendek seperti penjadwalan kegiatan, bongkar muat barang dan sebagainya
Cakupan kegiatan dari SCM akan mendukung kegiatan dalam tahap inbound, core business dan
outbound, dapat diilustrasikan sebagai
berikut: Inbound: -
Raw materials Refined materials Components Finished goods
Core business: -
Process or refine Manufacture Assembled Distribute
Outbound logistics: - Supply others - Commponent/assemblies - Finished product - customer
Gambar 3.6. Cakupan Supply Chain Management Sumber : Coyle, et. al (2003)
Adapun definisi dari masing-masing cakupan kegiatan tersebut adalah: a.
Inbound Logistics adalah pergerakan material dari supplier atau vendor ke dalam fasilitas proses produksi atau penyimpanan. Material yang terlibat antara lain adalah bahan baku, bahan setengah jadi atau yang telah disempurnakan, komponen pendukung, ataupun bahan yang merupakan produk jadi.
b.
Core Business, merupakan aktivitas dari bisnis itu sendiri, terdiri atas aktivitas seperti proses produksi dan penyempurnaan, manufacturing, perakitan, dan distribusi.
c.
Outbound Logistics, merupakan proses yang dikaitkan dengan pergerakan dan penyimpanan produk dari lokasi akhir produksi hingga sampai konsumen akhir. Kegiatan yang berkaitan antara lain
Laporan Akhir | Bab 4 - 63
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
suplai komponen kepada yang lain, perakitan produk jadi untuk customer. 3.4.2. Komponen Supply Chain Management Komponen untuk mendukung aktivitas SCM meliputi beberapa aspek, antara lain : a.
Input, meliputi: 1)
Sumber daya alam;
2)
Sumber daya manusia;
3)
Sumber daya keuangan;
4)
Sumber daya informasi.
Dari komponen tersebut dapat dilihat bahwa input tidak hanya berupa input secara fisik yang digunakan sebagai masukan dalam proses pengelolaan SCM tetapi juga meliputi input non-fisik seperti informasi yang menjadi bagian penting terciptanya SCM yang efektif dan efisien. b.
Proses Pada bagian ini kegiatan manajemen logistik meliputi kegiatan untuk pengelolaan bahan baku, persediaan antar proses produksi, serta produk jadi. Manajemen logistik terdiri dari tindakan manajemen serta aktivitas logistik. Untuk upaya tindakan pengelolaan logistik terdiri atas perencanaan, implementasi, serta pengendalian berbagai bahan baku, persediaan antar proses produksi, serta produk jadi yang terlibat dalam seluruh proses. Sementara itu untuk aktivitas logistik sebagai bentuk dari tindakan manajemen logistik terdiri atas: 1)
Customer service,
2)
Peramalan permintaan,
Laporan Akhir | Bab 4 - 64
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
3)
Komunikasi distribusi,
4)
Pengendalian persediaan,
5)
Penanganan bahan,
6)
Proses pemesanan,
7)
Parts and service support,
8)
Pemilihan lokasi produksi dan gudang,
9)
Pengadaan,
10) Pengemasan, 11) Pengendalian pengembalian produk, 12) Penyelamatan dan pengaturan sampah, 13) Transportasi, 14) Pergudangan dan penyimpanan. c.
Output Dengan adanya penerapan SCM, maka diharapkan perusahaan dapat mencapai tujuan dalam hal seperti : 1)
Orientasi marketing (competitive advantage),
2)
Kegunaan dari waktu dan tempat,
3)
Pergerakan yang efisien kepada customer.
3.4.3. Struktur dan Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Supply Chain Management Adapun struktur supply chain dapat berkembang dari bentuk yang sederhana hingga bentuk yang rumit tergantung dari karakteristik industri yang dimiliki. Paradigma bisnis lama mengungkapkan bahwa struktur bisnis suatu perusahaan hanya melibatkan kegiatan yang dilakukan oleh pihak internal saja atau perusahaan itu sendiri seperti, kegiatan operasi, pemasaran, pengelolaan keuangan. Dengan kata lain
Laporan Akhir | Bab 4 - 65
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
struktur bisnis suatu perusahaan hanya terdiri dari departemen internal perusahaan, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7.
Supplier
Company
Customer
Gambar 3.7. Paradigma Lama Supply Chain Management Sumber : Coyle, et.al (2003)
Sementara itu dengan paradigma yang sekarang ini, menurut perkembangan ilmu dan teknologi Logistik dan SCM, struktur bisnis suatu perusahaan tidak hanya melibatkan internal perusahaan tetapi juga meliputi pihak ekternal perusahaan seperti, suplier, konsumen, serta service provider (logistics, finance, market research, product design, information technology). Karena menurut paradigma yang ada sekarang, kegiatan bisnis yang dijalankan oleh perusahaan akan lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan competitive advantage serta menghadapi persaingan di pasar apabila perusahaan melibatkan seluruh pihak ekternal dan internal yang terkait dalam kegiatan bisnisnya. Struktur bisnis dalam SCM disajikan dalam Gambar 3.8. Ultimate Supplier
Supplier
Service providers in area such as: - logistics - finance - market research - product design - information technology
Company
Customer
Ultimate Customer
Service Provider
Gambar 3.8. Paradigma Baru Supply Chain Management Sumber : Coyle, et.al (2003)
Diagram 3.8 menunjukkan bahwa dalam menjalankan bisnis pada sebuah perusahaan guna memenangkan persaingan pasar, tidak cukup hanya dilakukan dengan dukungan sumber daya internal perusahaan
Laporan Akhir | Bab 4 - 66
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
saja atau hanya memanfaatkan kekuatan dan pengintegrasian internal saja akan tetapi juga memerlukan suatu upaya agar perusahaan tetap konsentrasi terhadap kegitan bisnis utamanya (contoh: manufakturing) sementara untuk kegiatan pendukung lainnya (contoh: distribusi, shipment) dapat dilakukan dengan melakukan integrasi hubungan bisnis dengan pihak eksternal ataupun melibatkan penggunaan jasa layanan. Pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain management meliputi: a.
Produsen, adalah pembuat/penghasil produk,
b.
Distributor, adalah perusahaan yang membawa persediaan dalam bentuk mentah ke produsesn dan mengirimkan hasil produksi dari pabrik ke konsumen,
c.
Pengecer, adalah perusahaan yang menimbun persediaan dan menjual dalam jumlah yang lebih kecil kepada pengguna produk,
d.
Konsumen, adalah pengguna yang membeli dan menggunakan produk,
e.
Penyedia layanan, adalah perusahan yang menyediakan layanan untuk produsen, distributor, pengecer dan konsumen.
3.4.4. Pemodelan Sistem a.
Pendekatan Sistem Untuk Mempelajari, mengamati, dan memahami suatu sistem tertentu, maka pengetahuan tentang pendekatan sistem sangat membantu. Pendekatan sistem memusatkan perhatian pada keseluruhan (whole) sistem dan interaksinya. Dengan demikian, sudah semestinya jika pendekatan sistem bersifat komprehensif, holistik, dan lintas disiplin. Dua tema pokok dari pendekatan sistem adalah: (1) mengelola apa yang ada pada saat ini (managing the present) dan (2) merancang apa yang diinginkan pada masa yang akan datang (redesigning the future).
b.
Karakteristik dan Definisi Sistem
Laporan Akhir | Bab 4 - 67
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Open University (1993) mengemukakan bahwa sistem merupakan kesatuan dari elemen-elemen yang terhubunag melalui sebuah mekanisme tertentu dan terikat dalam hubungan interdependensi. Sistem memiliki sesuatu yang menjadi tujuan bersama. Dan lingkungan suatu sistem memiliki batas (Boundary) dengan sistem lain yang berada di sekitarnya. Sistem juga memiliki hubungan yang bersifat umpan balik yang menyebabkan sistem senantiasa dinamis. Lingkungan sistem adalah segala sesuatu yang tidak merupakan bagian dari sistem, tetapi keberadaannya dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi sistem. c.
Model sistem Model merupakan suatu representasi atau formalisasi dalam bahasa tertentu (yang disepakati) dari suatu sistem nyata yang disepakati. Sehingga model dapat dikatakan sebagai sebuah kesatuan yang menggambarkan karakteristik suatu sistem. Model dibuat dengan cara simplifikasi dari sistem yang ada sehingga untuk mempelajari sebuah sistem, dapat dilakukan dengan pengamatan pada model sistem tersebut. Walaupun model merupakan bentuk “sederhana” dari sebuah sistem, tapi dalam pembentukannya harus tetap memperhatikan kompetensi dari karakteristik sistem yang diamati. Beberapa model dari sebuah sistem yang sama, bisa saja berbeda, tergantung pada persepsi, kemampuan, dan sudut pandang analis sistem yang bersangkutan. Ditegaskan kembali bahwa pada dasarnya model adalah suatu representasi yang memadai dari sebuah sistem.
d.
Karakteristik Model Karakteristik model yang baik sebagai ukuran tujuan pemodelan yaitu:
Laporan Akhir | Bab 4 - 68
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
1)
Tingkat Generalisasi Tinggi. Makin tinggi tingkat generalisasi model, maka model tersebut akan dapat memecahkan masalah yang makin besar.
2)
Mekanisme Trasparansi. Dapat menjelaskan dinamika sistem secara rinci.
3)
Potensial untuk Dikembangkan. Membangkitkan minat peneliti lain untuk menyelidikinya lebih lanjut.
4)
Peka Terhadap Perubahan Asumsi. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemodelan tidak pernah selesai. Peka terhadap perubahan lingkungan
e
Prinsip-Prinsip Pemodelan Sistem 1)
Elaborasi; yang artinya pengembangan Model dilakukan secara bertahap dimulai dari model sederhana hingga diperoleh model yang lebih representatif.
2)
Sinektik; yang artinya metode yang dibuat untuk mengembangkan pengenalan masalah secara analogis. Sinektik yang mengacu pada penemuan kesamaan-kesamaan akan membantu analis mengunakan analogi yang kreatif dalam pengembangan model.
3)
Iteratif; yang artinya pengembangan model bukanlah proses yang bersifat mekanistik dan linear. Oleh karena itu dalam tahap pengembangannya sangat mungkin dilakukan Pengulangan-pengulangan dan peninjauan kembali.
f.
Pengembangan Model Pengembangan model tak lain adalah suatu usaha memperoleh model baru yang memiliki kemampuan lebih dalam beberapa aspek dibandingkan model sebelumnya.
Laporan Akhir | Bab 4 - 69
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
3.4.5. Simulasi Sistem a.
Sistem, Model dan Simulasi Ketika berbicara masalah simulasi sistem ada tiga konsep dasar yang harus dipahami terlebih dahulu, yaitu: (i) sistem, (ii) model, dan (iii) simulasi itu sendiri. Pada umumnya, literatur tentang model sepakat untuk mendefinisikan “model” sebagai suatu representasi atau formalisasi dalam bahasa tertentu dari suatu sistem nyata. Adapun sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan, sistem yang dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Model membantu memecahkan masalah yang sederhana ataupun kompleks dalam bidang manajemen dengan memperhatikan beberapa bagian atau beberapa ciri utama daripada memperhatikan semua detail sistem nyata. Model tidak mungkin berisikan semua aspek sistem nyata karena banyaknya karakteristik sistem nyata yang selalu berubah dan tidak semua faktor atau variabel relevan untuk dianalisis. Sistem didefiniskan sebagai suatu koleksi entiti, misal manusia atau mesin, yang bertindak dan berinteraksi bersama menuju penyelesaian dari beberapa logika akhir sedangkan simulasi digunakan untuk menyelesaikan persoalan dalam sistem yang sangat kompleks sehingga sangat sulit untuk diselesaikan secara matematis. Simulasi merupakan alat analisis numeris terhadap model untuk melihat sejauh mana input mempengaruhi pengukuran output atas performansi sistem. Pemahaman yang utama adalah bahwa simulasi bukan merupakan alat optimasi yang memberi suatu keputusan hasil namun hanya merupakan alat pendukung keputusan (decision support system) dengan demikian interpretasi hasil sangat tergantung kepada si pemodel.
Laporan Akhir | Bab 4 - 70
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Aplikasi simulasi dapat dilakukan pada beberapa permasalahan sistem, diantaranya: (1) desain dan analisa sistem manufaktur, (2) evaluasi suatu senjata militer baru atau taktik, (3) penetapan kebijakan pemesanan dan sistem persediaan, (4) desain sistem komunikasi, (5) desain dan operasi fasilitas transportasi, dan (6) analisa keuangan atau sistem ekonomi. b.
Model Simulasi Dalam melakukan studi sistem bahwa sebenarnya simulasi merupakan turunan dari model matematik dimana sistem sendiri dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu: sistem diskret dan sistem kontinyu. Sistem diskret mempunyai maksud bahwa jika keadaan variabel-variabel dalam sistem berubah seketika itu juga pada poin waktu terpisah, misalnya pada sebuah bank dimana variabelnya adalah jumlah nasabah yang akan berubah hanya ketika nasabah datang atau setelah selesai dilayani dan pergi. Sedangkan Sistem kontinyu mempunyai arti jika keadaan variabel-variabel dalam sistem berubah secara terus menerus (kontinyu) mengikuti jalannya waktu, misalnya pesawat terbang yang bergerak diudara dimana variabelnya seperti posisi dan kecepatannya akan terus dan bergerak.
3.4.6. Sistem Dinamik Sistem dinamik merupakan suatu metodologi untuk memahami berbagai masalah kompleks. Metode ini dikembangkan oleh Jay W. Forrester dari MIT dengan nama Industrial Dynamics pada tahun 1959, dengan menempatkan masalah-masalah dalam sistem usaha sebagai topik utama. Pada perkembangan selanjutnya, topik bahasannya meluas meliputi berbagai masalah sistem sosial, dan namanya disesuaikan menjadi sistem dinamik. Metode Sistem Dinamik mempelajari masalah dengan sudut pandang sistem, dimana elemen-elemen sistem tersebut saling berinteraksi dalam suatu hubungan umpan balik sehingga menghasilkan suatu perilaku tetentu. Interaksi dalam struktur ini
Laporan Akhir | Bab 4 - 71
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
diterjemahkan ke dalam model-model matematik yang selanjutnya dengan bantuan komputer digital disimulaiskan untuk memperoleh perilaku historisnya. Untuk mengunakan metode ini, sebelum dimulai langkah-langkah pemecahan masalah, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a.
masalah yang dihadapi menunjukkan adanya tanda-tanda dinamik, yang berarti bahwa permasalahan tersebut berkenan dengan suatu besaran yang berubah terhadap waktu yang dapat dituangkan ke dalam bentu grafik dengan variabelnya yang berupa deret waktu.
b.
masalah yang dihadapi bisa digambarkan dalam bentuk hubungan umpan balik.
Faktor-faktor metode sistem dinamik yaitu konsep umpan balik informasi dari perilaku sistem, model matematik dari interaksi dinamik, dan komputer untuk melakukan simulasi akan memungkinkan dilakukannya serangkaian eksperimen terkontrol mengenai keadaan sistem di dalam sebuah “LABORATORIUM”, (Forester, 1961). Dalam hal ini, berbagai skenario kebijaksanaan yang akan diterapkan pada sistem dapat diuji/disimulasikan, sehingga bisa mendapatkan gambaran mengenai perilaku dan performansi sistem. Kesempurnaan serta kesuksesan dari suatu simulasi melibatkan tidak hanya sekedar perancangan flowchart dari sistem, menerjemahkan flowchart ke dalam bahasa komputer, dan kemudian membuat satu atau lebih replikasi dari setiap konfigurasi sistem yang diusulkan. Penggunaan dari probabilitas dan statistik juga merupakan satu bagian dari rangkaian kegiatan simulasi yang dibutuhkan untuk memahami bagaimana memodelkan sistem probabilistik, validasi model, menentukan distribusi masukan, membangkitkan variabel random, mengerjakan analisis statistik dari hasil simulasi, dan mendesain eksperimen. Oleh karena itu, data statistik menjadi bagian penting dalam kegiatan simulasi.
Laporan Akhir | Bab 4 - 72
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
3.4.7. Implementasi Pengelolaan Supply Chain Suatu Komoditi Berbasis Sistem Dinamik Berikut ini beberapa penelitian yang terkait dengan penerapan Sistem dinamik untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam pengelolaan suatu komoditas tertentu. a.
Pemodelan Simulasi Dinamika Sistem Industri Tepung Terigu Nasional. Penelitian ini dilakukan oleh Pasdak (2011) dalam menganalisis pengelolaan tepung terigu di pasar domestik (Indonesia). Pengelolaan
komoditas
ini
sangat
tergantung
kepada
keseimbangan permintaan dan pasokan serta kestabilan harga biji gandum di pasar dunia. Pembahasan dalam Penelitian ini meliputi perkembangan suplai bahan baku gandum, kinerja industri tepung terigu terkait dengan pemberlakuan BMAD, baik bidang produksi, ekspor maupun impor, serta industri pemakai tepung terigu, seperti industri mie instan, biskuit, dan industri roti baik yang dikelola pabrikan skala besar maupun UKM. Penelitian ini membahas suplai dan demand untuk pasar lokal maupun ekspor, serta upaya-upaya yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta dalam mengembangkan industri tepung terigu di masa mendatang. Penelitian ini juga dilengkapi profil perusahaan tepung terigu, dan direktori perusahaan makanan dan minuman terkait dengan industri tepung terigu. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model simulasi sistem dinamik yang dapat menelusuri setiap permasalahan dari setiap aktifitas perlakuan yang selalu berubah dari waktu kewaktu dan dapat digambarkan melalui diagram sebab akibat untuk melihat seluruh aktifitas yang terlibat dalam rantai pasoknya. Objek yang dilakukan dalam penelitian ini adalah produk tepung terigu nasional. Metode yang dipakai adalah yang biasa dikenal
Laporan Akhir | Bab 4 - 73
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
sebagai pendekatan sistem dinamik. Untuk menyelesaikan masalah sistem dinamik ada beberapa perangkat lunak yang dapat dipakai, antara lain Dynamo, Vensim, Stella, Ithink, Powersim,Simile, dsb. Dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak Powersim dengan alasan perangkat lunak powersim lebih user friendly dari pada perangkat lunak lainnya. Formulasi permasalahan dilakukannya setelah analisa kebutuhan. Pada tahapan ini dilakukan formulasi permasalahan untuk pengembangan sistem ketersediaan tepung terigu. Masalah utama yang timbul dalam sistem ketersediaan tepung terigu adalah tidak tersedianya kuantitas bahan baku secara kontinyu dan terjadinya fluktuasi harga tepung terigu pada tingkat petani sehingga mempengaruhi minat petani untuk menanam gandum sebgai hasil pengolahan dari tepung terigu. Kedua hal tersebut akhirnya dapat menimbulkan ketidakstabilan dalam persediaan tepung terigu. Faktor penting yang berpengaruh dalam pemodelan sistem dinamik ketersediaan tepung terigu adalah delay (waktu tunda). Ini terjadi karena tepung terigu yang berbahan baku gandum merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki umur panen cukup lama rata-rata 4-5 bulan dan memiliki sifat barang mudah rusak tanpa adanya penanganan khusus. Faktor penyebab lainnya adalah adanya kelancaran informasi, terutama dalam hal ini informasi pasar yang dapat mempengaruhi sistem. Semua faktor tersebut perlu dimasukkan dalam model dinamik sistem yang dibuat agar model dapat mewakili keadaan yang sebenarnya. Diagram input output dari sistem ini dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Laporan Akhir | Bab 4 - 74
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 3.9. Diagram Input - Output Sumber : Pasdak (2011)
Pada penggunaan metode sistem dinamis, proses identifikasi sistem harus dilakukan untuk menggambarkan rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan
tersebut.Berdasarkan
kepentingan
komponen-
komponen yang terlibat, keterkaitan komponen dalam sistem dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Laporan Akhir | Bab 4 - 75
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 3.10. Big Picture Mapping Supply Chain pada Industri Semen Sumber : Pasdak (2011)
Berdasarkan Big Picture Mapping Supply Chain Industri tepung Terigu , kemudian dibuat model causal loop aktual yang dibangun berdasarkan kondisi aktual dalam pengelolaan tepung terigu (Gambar 3.11).
Laporan Akhir | Bab 4 - 76
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 3.11. Causal Loop aktual Sumber : Pasdak (2011)
Dari model causal loop terlihat ada 18 link positif dan 3 link negatif, total jumlah link sebanyak 21. Bentuk model diatas menunjukkan bahwa industri penggilingan tepung terigu nasional masih tergantung terhadap Negara penghasil gandum sebagai bahan baku tepung terigu. Loop ini dinamakan balanching karena terdiri dari 4 link positif dan 1 link negatif. Demikian halnya pada industri penggilingan terhadap industri pengolahan, terdiri dari 5 link positif dan 1 link negatif. Loop ini juga dikatakan balanching. Untuk sektor konsumen antara penduduk dan pertumbuhan penduduk dinamakan loop reinforching karena memiliki 2 link positif. Berdasarkan model causal loop aktual, kemudian dilakukan pemodelan causal loop diagaram untuk proses analisis secara kuantitatif seperti yang terdapat pada gambar berikut ini.
Laporan Akhir | Bab 4 - 77
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 3.12. Causal Loop Diagram
Sumber : Pasdak (2011) Keterangan Gambar : i. Tanda + pada kepala panah dapat berarti sebab mempengaruhi akibat dengan perubahan yang sama, atau sebab akan menambah akibat. ii. Tanda - pada kepala panah dapat berarti sebab mempengaruhi akibat dengan perubahan yang berlawanan, atau sebab akan mengurangi akibat .
1) Dari Gambar 3.12 dapat dilihat bahwa persediaan tepung terigu dipengaruhi oleh produksi tepung terigu dan import tepung terigu menyebabkan adanya export dan pangsa pasar yang akan menghasilkan pertumbuhan
PDRB
dan
industri
PAD dan
sehingga
menyebabkan
mempengaruhi
tingkat
permintaan.Loop ini dinamakan Balanching karena memiliki umpan balik dari pesanan. 2) Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan akan menyebabkan tingkat kematian. Memiliki dua bentuk loop yang dinamakan Rainforching dan Balanching. 3) Produksi tepung terigu dipengaruhi oleh teknologi dan kebutuhan akan bahan baku gandum serta kapasitas produksi sehingga pesanan akan tepung terigu dapat terpenuhi. Membentuk loop yang dinamakan Rainforching karena tidak memiliki umpan balik.
Laporan Akhir | Bab 4 - 78
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
4) Negara penghasil gandum disebabkan adanya luas lahan dan produksi gandum yang tentunya dipengaruhi oleh iklim yang akan menyebabkan adanya ketersediaan bahan baku gandum. Memiliki loop yang dinamakan Rainforching karena tidak memiliki umpan balik. 5) Impor tepung terigu dan bahan baku gandum dipengaruhi oleh harga dan biaya import karena permintaan yang sudah tidak dapat terpenuhi akibat dari permintaan yang melebihi tingkat produksi. 6) Kebutuhan untuk industri gandum disebabkan karena adanya perkembangan industri yang dijadikan objek penelitian terdiri dari lima sector industri yaitu BFM, SRR, EFM, PK, PM. 7) Pangsa pasar tepung terigu itu sendiri selain penduduk juga industri pengolahan tepung terigu yang menjadikan turunan produk tepung terigu yaitu : Industri Biscuit, Mie kering, Mie basah, Roti dan Snak. 8) Sektor
pemerintah
pembinaan
dan
disebabkan
aspek
keuangan
oleh yang
adanya
program
nantinya
dapat
menghasilkan sumber daya manusia dan teknologi. 9) Penjualan tepung terigu disebabkan adanya harga jual dan pangsa pasar serta biaya produksi yang nantinya akan menghasilkan pendapatan / keuntungan. Dari proses analisis diketahui perilaku sistem ketersediaan pangan nasional pada produk tepung terigu bahwa konsumsi tepung terigu terus mengalami peningkatan sebesar 4,5% pertahun, import tepung terigu meningkat sebesar 1,1% pertahun, persediaan tepung terigu hanya 3% dari jumlah permintaan, kapasitas produksi yang beroperasi hanya 75% pertahun.Kebijakan yang dapat diambil dari analisis ini adalah mulai menanam bahan baku
Laporan Akhir | Bab 4 - 79
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
tepung terigu yaitu gandum dengan memanfaatkan lahan yang tersedia sebesar 706 ha, sehingga mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat 1,1% hingga 3,3% pertahun, sehingga mampu mengurangi import hingga 87% pertahun, dengan jumlah persediaan tersedia 3,3% pertahun. b.
Pemodelan Sistem Dinamis Sistem Distribusi Minyak Solar Dalam Situasi Kelangkaan Penelitian ini dilakukan oleh Hidayat (2009) yang bertujuan untuk memahami fenomena kelangkaan minyak solar di Indonesia dengan studi kasus di Jawa Timur. Distribusi minyak solar, menyimpan dinamika kompleksitas yang tinggi dengan adanya keterkaitan banyak faktor dan kepentingan. Sebagai mata rantai dalam sistem saluran distribusi fisik, Distributor mengutamakan volume dan waktu pasokan untuk persediaan guna menjaga kelancaran distribusi. Sedangkan faktor yang non fisik dari konsumen adalah faktor ketersediaan (availability),dan bagi penyeleweng adalah faktor keuntungan (profitability). Faktorfaktor tesebut akan menjadi dinamis dan menyebabkan kelangkaan bila faktor volume dan waktu pasok terganggu. Hal tersebut dianalisis dengan menggunakan dinamika sistem (system dynamics) dan QPID (qualitative politicised influence diagram) serta pilihan rasional (rational choice). Untuk memahami mental models ini digunakan gagasan teori pilihan rasional (rational choice theory) yang menjelaskan mengapa dinamika sistem distribusi minyak solar mudah berfluktuasi dan menimbulkan kepanikan masyarakat, penimbunan, pengoplosan, dan penyelundupan. Fenomena kelangkaan minyak solar di Jawa Timur dapat dipahami melalui model dinamika sistem distribusi dan mental model para aktornya.
Ada
empat
subsistem
dalam
dinamika
sistem
distribusinya yang digambarkan melalui causal loop diagram, yaitu:
Laporan Akhir | Bab 4 - 80
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
(1)
Subsistem
pengadaan
dengan
mental
model
menjaga
keseimbangan antara pengadaan dan permintaan minyak solar; (2) Subsistem konsumsi dengan mental model menjaga ketersediaan dan menekan biaya bahan bakar minyak solar bagi dirinya; (3) Subsistem pengawasan dengan mental model mencari keuntungan melalui keseimbangan antara sanksi hukum dan keuntungan ekonomi yang bisa diperoleh; dan (4) Subsistem penyelewengan dengan mental model mencari keuntungan ekonomi semata. Selain faktor fisik dan non fisik tersebut, faktor penting lainnya yang ikut mendorong sistem distribusi menjadi semakin kompleks dan sulit dikendalikan, ialah disparitas harga beberapa jenis BBM bersubsidi, yaitu premium, solar, dan minyak tanah. Secara simultan, faktorfaktor itu menjadi leverage dinamika sistem distribusi minyak solar. Artinya, ketika salah satu faktor tersebut berubah maka lima sub sistem akan berinteraksi dinamis sehingga memunculkan kejadian-kejadian
seperti
harga
minyak
solar
melambung,
penegakan hukum melemah, pengoplosan meningkat, kolusi bertambah, dan menurunnya kegiatan produksi. Penelitian ini mengusulkan model solusi penanggulangan kelangkaan minyak solar dapat didasarkan pada skenario simulasi model solusi pada Gambar 4.13.
Laporan Akhir | Bab 4 - 81
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 3.13. Model Dinamika Sistem Distribusi Minyak Solar Sumber : Hidayat (2009)
Berdasarkan model hubungan sebab akibat pada Gambar 3.13, terlihat beberapa simpul (loop). Dinamika sistem sebagaimana tergambar pada Gambar 3.13 di atas dapat dijelaskan kaitannya bahwa perilaku rasional dari pihak-pihak terkait telah mewarnai tindakan pelaku. Ketika terjadi disparitas harga, apalagi jika perbedaannya semakin besar, akan menaikkan potensi keuntungan pelaku penyelundup. Keuntungan yang semakin besar akan mendorong kemampuan untuk meningkatkan jumlah atau nilai sogokan pada pihak-pihak yang berwenang. Semakin besar nilai sogokan dan jumlah pihak berwenang yang terlibat, maka semakin menurun
penegakan
hukum
(law
enforcement).
Semakin
menurunnya penegakan hukum dapat menyebabkan semakin besar tingkat penyelundupan, yang pada gilirannya mengakibatkan tersendatnya distribusi minyak solar.
Laporan Akhir | Bab 4 - 82
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Di satu sisi, ketika semakin besar tingkat keuntungan, sebagai sebab dari meningkatnya disparitas harga, perilaku pilihan rasional yang
bermain
dalam
mata
rantai
distribusi
cenderung
memperlemah pengendalian. Hal ini disebabkan oleh peluang keuntungan di pasar regional bagi pelaku. Semakin lemah kontrol internal terhadap distribusi minyak solar pada berbagai titik distribusi, maka akan semakin besar jumlah penyelundupan. Adanya perbedaan harga minyak solar antara harga dalam negeri yang lebih rendah dari luar negeri, dalam hal ini harga di negaranegara sekitar Indonesia (regional ASEAN), akan menimbulkan peluang permintaan minyak solar regional. Permintaan minyak solar dengan harga yang lebih rendah rendah akan menimbulkan kesenjangan antara permintaan dan penawaran di pasar regional. Kesenjangan ini pada akhirnya meningkatkan lagi disparitas harga di tingkat regional. Distribusi minyak solar nasional, termasuk di Surabaya, dipengaruhi oleh tingkat produksi nasional, impor dan penyelundupan itu sendiri. Semakin besar produksi nasional dan impor, yang didasarkan pada perhitungan permintaan dalam negeri, akan menambahkan tingkat stok nasional. Namun semakin besar stok nasional, akan semakin mendorong
potensi
jumlah
minyak
solar
yang
dapat
diselundupkan. Akhirnya, semakin besar penyelundupan, akan semakin memperkecil distribusi untuk kebutuhan dalam negeri. Bertambahnya permintaan minyak solar dalam negeri disebabkan oleh pertumbuhan industri dan rumah tangga. Secara umum penyebab ini diakibatkan oleh dinamika populasi. Meskipun demikian, permintaan dalam negeri ini bisa juga disebabkan oleh permintaan dummy yang dilakukan oleh penyelundup karena menaiknya permintaan regional, seperti pertumbuhan industri di
Laporan Akhir | Bab 4 - 83
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
China dan India, yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap permintaan dalam negeri. Di lain pihak, secara simultan Subsistem lain berkerja manakala sistem keuangan Pertamina diambil alih oleh Departemen Keuangan. Jika pada tahun sebelum 2002, kegiatan pembelian dapat dilakukan langsung oleh Pertamina, maka sejak tahun itu pembayaran diambil alih dan dilakukan oleh Departemen Keuangan. Peralihan ini mengakibatkan potensi delay atas pembayaran
yang
terjadi
untuk
pembelian
minyak
solar.
Keterlambatan pembayaran ini akan berakibat pada penundaan pengiriman minyak solar impor. Semakin lama penundaan pengiriman impor, akan semakin kecil cadangan minyak solar nasional sehingga kemudian memicu tindakan penyimpangan untuk mencari keuntungan. Tabel 4.3 memperlihatkan fluktuasi kelangkaan minyak solar, yang dalam keseharian dapat diamati melalui panjang antrian di SPBUSPBU. Kelangkaan pada satu waktu cenderung akan diikuti oleh situasi kelangkaan di waktu kemudian Kelangkaan cenderung berulang dalam tempo dua bulan setelah kejutan kelangkaan pertama. Pola tersebut dimungkinkan karena sistem mengalami penyesuaian akibat penundaan. Pola penyesuaian tersebut nampak sebagai osilasi
Laporan Akhir | Bab 4 - 84
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 3.3. Situasi Kelangkaan Minyak Solar
Sumber: Hidayat (2009)
Penelitian ini menghasilkan sebuah model distribusi minyak solar yang digunakan untuk memecahkan masalah kelangkaan minyak solar di di jawa timur. Model solusi untuk menangani kelangkaan minyak solar dalam perspektif distribusi adalah membangun mekanisme informasi dan pembuatan keputusan yang terfokus pada faktor profitability dan availability. Model ini mensyaratkan bahwa Pertamina harus mampu mengidentifikasi sekaligus menilai tingkat profitabilitas di pasar. Semakin besar margin keuntungan yang tersedia, maka semain besar pula kecenderungan aktoraktor dengan mental model mencari keuntungan akan mendorong terjadinya
Laporan Akhir | Bab 4 - 85
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
kelangkaan. Faktor kedua yang penting untuk dikendalikan dalam penanganan masalah kelangkaan ialah availability. Mekanisme penyaluran minyak solar yang mampu menjamin ketersediaan pada mata rantai minyak solar, baik dari bunker, depo hingga SPBU, dapat mengatasi kejutan perubahan harga internasional yang pada gilirannya dapat memicu kelangkaan dalam negeri.
Laporan Akhir | Bab 4 - 86
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
BAB 4 PENGUMPULAN DATA
Bab ini berisikan informasi mengenai kegiatan pengumpulan data yang dilakukan melalui survey di 4 (empat) lokasi studi, yaitu: Palembang, Palu, Papua dan Pontianak, serta pengumpulan data/informasi yang dilaksanakan melalui kegiatan focussed group discussion dengan melibatkan stakeholders terkait. 4.1.
PERSIAPAN KEGIATAN SURVEY
Maksud dari kegiatan survey adalah untuk melakukan pengumpulan data dan/atau informasi yang mencakup sistem produksi dan sistem tata niaga semen nasional. Tujuan dari kegiatan pengumpulan data ini adalah mendapatkan data atau informasi yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan studi dengan melibatkan stakeholders dari pemerintah, swasta / BUMN pelaku industri semen, pelaku jasa distribusi semen (freight forwarder), dan asosiasi yang terkait dengan kegiatan mata rantai produksi dan distribusi semen sebagai responden atau informan. Sedangkan sasaran dari kegiatan survei ini adalah identifikasi dan inventarisasi sistem produksi dan distribusi semen di lokasi studi, yaitu: Palembang, Palu, Papua, Pontianak. Data yang dibutuhkan terdiri dari: •
Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui survei langsung melalui kegiatan wawancara/diskusi dengan stakeholder yang terkait, pengisian angket/kuesioner, dokumentasi, dan lain sebagainya.
Laporan Akhir | Bab 4 - 87
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
•
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi stakeholders bersangkutan. Data sekunder berupa data statistik, laporan perencanaan, profil perusahaan, laporan tertulis maupun data digital.
Secara umum realisasi pelaksanan survei lapangan disajikan pada tabel berikut. Terdapat beberapa konstrain dalam pelaksanaan survei lapangan, dimana konstrain tersebut adalah masalah waktu, yaitu permulaan puasa ramadhan (yaitu tanggal 20 Juli 2012) dan hari raya lebaran pada tahun 2012. Oleh karena itu, pelaksanaan survey ke empat lokasi studi dilakukan setelah hari lebaran. 4.2.
GAMBARAN UMUM LOKASI SURVEY
Berdasarkan panduan studi yang tertuang dalam TOR kegiatan, lokasi kegiatan survey adalah:
Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan
Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat
Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah
Kota Jayapura, Provinsi Papua
Deskripsi singkat masing-masing lokasi survey tersebut di atas akan diuraikan berikut ini.
Laporan Akhir | Bab 4 - 88
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 4.1. Jadwal Pelaksanaan Survei Lapangan No
Lokasi
Nama Instansi
September
Oktober
Minggu ke-4
Minggu ke-3
24
1
Palembang
25
26
15
16
Minggu ke-4 17
18
19
20
24
25
Industri Semen: PT. Semen Baturaja Pemerintah Daerah o Bappeda Provinsi Sumsel o Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sumsel PT Semen Baturaja Distributor Semen Batu Raja GAPENSI
2
Papua
Pemerintah Daerah o Bappeda Provinsi Papua o Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua o Badan Pengelola Infrastruktur o BKPM o Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM Distributor semen: o CV Cipta Jaya o CV Lianta Surya
Konsep Laporan Akhir | Bab 4 - 89
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No
Lokasi
Nama Instansi
September
Oktober
Minggu ke-4
Minggu ke-3
24
3
Palu
25
26
15
16
Minggu ke-4 17
18
19
20
24
25
KADIN Papua Asosiasi Rekanan dan Distributor Papua GAPENSI Papua Real Estate Indonesia Papua
Pemerintah Daerah o Bappeda Provinsi SulTeng o Dinas Pekerjaan Umum Provinsi SulTeng o Dinas Perhubungan SulTeng o Dinas Perdagangan, Perindustrian Koperasi dan UKM Distributor semen: o PT Hasjrat Abadi o CV Garindo o PT Permata Indah Utama o Distributor Semen Bosowa
KADIN Sulteng REI Sulteng GAPENSI Kota Palu PT Bumi Tadulako PT Teman Property Indonesia CV Tulus Karya Pratama
Laporan Akhir | Bab 4 - 90
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No
Lokasi
Nama Instansi
September
Oktober
Minggu ke-4
Minggu ke-3
24
25
26
15
16
Minggu ke-4 17
18
19
20
24
25
CV Surya Mahakam 4
Pontianak
Pemerintah Daerah o Bappeda Provinsi Kalbar o Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalbar o Dinas Perindustrian Kalbar GAPENSI Kalbar
Laporan Akhir | Bab 4 - 91
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
4.2.1. Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan
Kota Palembang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki luas wilayah kurang lebih 400,61 km2. Kota Palembang secara geografis terletak antara 2o 52’ - 3 o 5’ Lintang Selatan dan 104 o 37’ - 104 o
52’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah:
o Batas Utara: Kabupaten Banyuasin o Batas Selatan: Kabupaten Ogan Komering Ilir o Batas Timur: Kabupaten Banyuasin o Batas Barat: Kabupaten Banyuasin Secara administratif, Kota Palembang terdiri dari 16 kecamatan dan 107 kelurahan. Posisi Kota Palembang jika ditinjau dalam konstelasi wilayah Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada peta Gambar 4.1.
KOTA PALEMBANG
Gambar 4.1. Posisi Kota Palembang dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Sumatera Selatan Sumber : Bakosurtanal
Laporan Akhir | Bab 4 - 92
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Ditinjau dari demografi wilayahnya, Kota Palembang saat ini (tahun 2009) memiliki jumlah penduduk sekitar 1.438.000 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 1,54% per tahun. Komposisi penduduk Kota Palembang didominasi oleh kelompok usia 15-64 tahun (69,12%). Perekonomian Kota Palembang dapat dilihat dari PAD Kota Palembang. Pada tahun 2009, PAD Kota Palembang mencapai 165 Milyar rupiah. Sumbangan DAU pada tahun 2009 mencapai 689 Milyar rupiah. Sementara APBD Kota Palembang pada tahun yang sama mencapai 1,23 Trilyun rupiah. Indikator perekenomian Kota Palembang yang lainnya dapat dilihat dari PDRB-nya. PDRB Kota Palembang atas dasar harga konstan mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2007-2009). Pada tahun 2007 PDRB atas dasar harga konstan sebesar 14,9 Trilyun rupiah, dan meningkat menjadi 16,9 Trilyun rupiah pada tahun 2009. PDRB/kapita atas dasar harga konstan pada tahun 2007 mencapai 10,75 juta rupiah dan meningkat menjadi 11,77 juta rupiah. Perkembangan kesejahteraan penduduk Kota Palembang, ditinjau dari tingkat pendapatannya, selama 2008-2009 mengalami peningkatan dari Rp630.940 menjadi Rp633.020. Persentase pengeluaran masyarakat yang paling besar (di atas 50%) adalah pengeluaran untuk nonmakanan. Perkembangan pembangunan konstruksi di Kota Palembang selama 2007 hingga 2009 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2007, nilai konstruksi terbesar adalah jenis konstruksi terbesar adalah jalan, jembatan, dan pelabuhan. Pada 2008, nilai kontruksi terbesar adalah bangunan tempat tinggal.
Laporan Akhir | Bab 4 - 93
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 4.2. Nilai Konstruksi Menurut Kelompok Jenis Bangunan di Kota Palembang (Milyar Rp) Uraian 2007 2008 2009 Bangunan Tempat tinggal dan non tempat tinggal
69,3
107,4
72,4
Bangunan PU untuk pertanian
13,2
11,5
2,4
Bangunan PU jenis Jalan, Jembatan, dan Pelabuhan
72,5
72,8
77,1
Bangunan dan instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi
31,5
13,3
1,3
-
-
5,0
Bangunan lainnya
4.2.2. Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat
Kota Pontianak merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki luas wilayah kurang lebih 107,82 km2 atau sekitar 0,07% dari total luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Kota Pontianak secara geografis terletak antara 0o 02’ 24’ - 0o 01’ 37” Lintang Selatan dan 109o 16’ 25” - 109o 23’ 04” Bujur Timur dengan batas-batas wilayah: o Batas Utara: Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Landak o Batas Selatan: Kabupaten Pontianak o Batas Timur: Kabupaten Melawi o Batas Barat: Selat Karimata Secara administratif, Kota Pontianak terdiri dari 6 kecamatan dan 29 kelurahan. Posisi Kota Palembang jika ditinjau dalam konstelasi wilayah Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada peta Gambar 4.2.
Laporan Akhir | Bab 4 - 94
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
KOTA PONTIANAK
Gambar 4.2. Posisi Kota Pontianak dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Sumber : Bakosurtanal
Saat ini (2009), Kota Pontianak memiliki jumlah penduduk sebanyak 527.102 jiwa. Komposisi penduduk Kota Pontianak didominasi oleh kelompok usia 15-64 tahun (68,34%). Kepadatan penduduk secara ratarata mengalami peningkatan dari 4.773 jiwa/km2 pada 2007 menjadi 4.889 jiwa/km2 pada 2009. Perekonomian Kota Pontianak dapat dilihat dari PAD-nya. Pada tahun 2009, PAD Kota Pontiank mencapai 65,85 Milyar rupiah. Sumbangan DAU pada tahun 2009 mencapai 404,24 Milyar rupiah. Sementara APBD Kota Pontianak pada tahun 2009 mencapai 701,27 Milyar rupiah. Indikator perekenomian Kota Pontianak yang lainnya dapat dilihat dari
Laporan Akhir | Bab 4 - 95
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
PDRB-nya. PDRB Kota Pontianak atas dasar harga konstan mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2007-2009). Pada tahun 2007 PDRB atas dasar harga konstan sebesar 5,7 Trilyun rupiah, dan meningkat menjadi 6,3 Milyar rupiah pada tahun 2009. PDRB/kapita atas dasar harga konstan pada tahun 2007 mencapai 11,00 juta rupiah dan meningkat menjadi 11,88 juta rupiah pada tahun 2009. Secara ratarata, pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak 5% per tahun selama 20072009. Pengeluaran mayoritas penduduk Kota Pontianak (42%) per bulan pada tahun 2009 hampir mencapai satu juta rupiah. Proporsi pengeluaran penduduk Kota Pontianak yang terbesar adalah untuk non-makanan, yakni sekitar 52% dari total pengeluaran. Angka tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu sekitar 57,8%. 4.2.3. Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah
Kota Palu, sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, memiliki luas wilayah kurang lebih 395,06 km2. Secara geografis, Kota Palu terletak antara 0o36” - 0o56” Lintang Selatan dan 119 o45” - 121 o 1” Bujur Timur, tepat berada di bawah garis Katulistiwa dengan ketinggian 0 - 700 meter dari permukaan laut. Batas-batas administratif Kota Palu adalah: o Sebelah Utara : Kecamatan Tanantovea, Kab. Donggala o Sebelah Selatan : Kecamatan Marawalo dan Sigi Biromaru o Sebelah Timur : Kecamatan Parigi, Kab. Parigi Mouting dan Kecamatan Tanantovea, Kab. Donggala o Sebelah Barat : Kecamatan Finembani, Kecamatan Kinovaro, Kecamatan Marawola, Kab. Donggala Secara administratif, Kota Palu terdiri dari 4 kecamatan, yaitu: Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Palu Selatan, Kecamatan Palu Timur, dan Kecamatan Palu Utara, serta memiliki 43 kelurahan. Posisi Kota Palu
Laporan Akhir | Bab 4 - 96
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
dalam konstelasi wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dapat dilihat pada peta Gambar 4.3.
KOTA PALU
Gambar 4.3. Posisi Kota Palu dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Sumber : Bakosurtanal
Laporan Akhir | Bab 4 - 97
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Penduduk Kota Palu pada tahun 2008 mencapai 309.032 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 782 jiwa/km2.
Komposisi penduduk
Kota Palu ditinjau dari kelompok usianya, hampir 70% didominasi oleh kelompok usia muda (0-34 tahun). Angka ketergantunan pada tahun 2008 sebesar 0,4, artinya setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung 40 penduduk usia non produktif (0-14 tahun) dan 65 tahun ke atas. Perekonomian Kota Palu, ditinjau dari PAD-nya, pada tahun 2008 mencapai 489,82 Milyar rupiah. Sumber penerimaan terbesar berasal dari dana perimbangan yang tercatat sebesar 436,49 Milyar rupiah (89,11% dari total PAD). Indikator perekenomian Kota Palu yang lainnya dapat dilihat dari PDRB-nya. PDRB Kota Palu atas dasar harga konstan mengalami peningkatan dalam kurun waktu empat tahun terakhir (2005-2008). Pada tahun 2005 PDRB atas dasar harga konstan sebesar 1,9 Trilyun rupiah, dan meningkat menjadi 2,4 Trilyun rupiah pada tahun 2008. PDRB/kapita atas dasar harga konstan pada tahun 2005 mencapai 6,52 juta rupiah dan meningkat menjadi 7,66 juta rupiah. Perkembangan pembangunan konstruksi di Kota Palu tidak terlepas dari perkembangan harga semen Tonasa. Selama 2004 hingga 2008, perkembangan harga semen Tonasa mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2004, harga semen Tonasa di Kota Palu sebesar Rp26.855 dan pada tahun 2008 mengalami peningkatan hampir dua kali lipat, yaitu sebesar Rp50.488. Tabel 4.3. Rata-rata Harga Semen Tonasa di Kota Palu (Rp) Tahun
Harga
2004
26.855
2005
29.000
2006
33.968
Laporan Akhir | Bab 4 - 98
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
2007
33.968
2008
50.488
Sumber: BPS Kota Palu , 2009
4.2.4. Kota Jayapura, Provinsi Papua
Kota Jayapura merupakan ibukota Provinsi Papua dengan luas wilayah kurang lebih 940 km2. Secara geografis, Kota Jayapura terletak antara 1o27’ - 3o49’ Lintang Selatan dan 137 o27’ - 141o41’ Bujur Timur. Batasbatas administratif Kota Jayapura adalah: o Sebelah Utara : Lautan Pasifik o Sebelah Selatan : Distrik Arso, Kab. Keerom o Sebelah Timur : Papua New Guinea o Sebelah Barat : Distrik Depapre, Kab. Jayapura Secara administratif, Kota Jayapura terdiri dari 5 Distrik (setingkat kecamatan), yaitu: Mara Tami, Heram, Abepura, Jayapura Selatan, dan Jayapura Utara, serta terdiri dari 24 kelurahan dan 15 kampung. Posisi Kota Jayapura dalam konstelasi wilayah Provinsi Papua dapat dilihat pada peta Gambar 4.4. Berdasarkan data BPS Kota Jayapura, jumlah penduduk Kota Jayapura pada tahun 2009 telah mencapai 242.225 jiwa dengan kepadatan tertinggi di wilayah Distrik Jayapura Selatan, yaitu 1.485 jiwa/km2. Struktur demografi Kota Jayapura didominasi oleh kelompok usia 15-64 atau usia produktif. Perekonomian Kota Jayapura, ditinjau dari PAD-nya, pada tahun 2009 mencapai 42,99 Milyar rupiah. Sumber penerimaan terbesar berasal dari pajak daerah (19,93 Milyar rupiah) disusul retribusi daerah (18,06 Milyar rupiah). Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus untuk Kota
Laporan Akhir | Bab 4 - 99
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Jayapura mencapai 105,06 Milyar rupiah, sementara untuk DAU tercatat sebesar 335,19 Milyar rupiah dan DAK sebesar 56,17 Milyar rupiah. Indikator perekenomian Kota Jayapura juga dapat dilihat dari kondisi PDRB Kota Jayapura. PDRB Kota Jayapura atas dasar harga konstan mengalami peningkatan dalam kurun waktu empat tahun terakhir (2007-2010). Pada tahun 2007 PDRB atas dasar harga konstan sebesar 2,19 Trilyun rupiah, dan meningkat menjadi 3,37 Trilyun rupiah pada tahun 2010. PDRB/kapita Kota Jayapura pada tahun 2007 mencapai 18,67 juta rupian, dan meningkat menjadi 31,20 juta rupiah pada tahun 2010.
KOTA JAYAPURA
Laporan Akhir | Bab 4 - 100
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 4.4. Posisi Kota Jayapura dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Papua Sumber : Bakosurtanal
Pertumbuhan ekonomi Kota Jayapura pada tahun 2010 sebesar 7,93%. Angka ini mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Sektor bangunan merupakan sektor dengan pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 19,99%. 4.3.
DATA HASIL SURVEY LAPANGAN
Secara garis besar, jenis data yang terinventarisasi dari hasil survey lapangan, baik yang dilakukan di tingkat pusat maupun di tiap lokasi survey, mencakup beberapa hal berikut (lihat Tabel 4.4). Tabel 4.4. Jenis Data Hasil Survey Lapangan No Jenis Data 1
Siklus hidup produk semen
2
Katalog produk semen
3
Pasokan bahan baku untuk produksi semen
4
Porsi produksi semen untuk pemenuhan pembangunan infrastruktur
5
Potensi pengembangan industri semen di masa mendatang
6
Porsi penggunaan semen untuk
Sumber Data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) dan industri semen yang terkait
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Industri semen yang terkait
Laporan Akhir | Bab 4 - 101
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No Jenis Data
Sumber Data
infrastruktur
Bappeda dan Dinas PU Provinsi di wilayah studi Asosiasi di bidang konstruksi: Real Estate Indonesia (REI), GAPENSI
7
Trend kebutuhan semen untuk infrastruktur di masa-masa mendatang
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Industri semen yang terkait Bappeda dan Dinas PU Provinsi di wilayah studi Asosiasi di bidang konstruksi: Real Estate Indonesia (REI), GAPENSI
8
Pola rantai pasok perdagangan semen
9
Hubungan antar pelaku perdagangan
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Distributor semen terkait Dinas Perindustrian dan Perdagangan di wilayah studi
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Industri semen yang terkait Distributor semen terkait Dinas Perindustrian dan Perdagangan di wilayah studi
Sedangkan data primer diperoleh dari hasil wawancara dan diskusi serta pengisian kuesioner dengan stakeholder yang terkait, baik di tingkat pusat maupun di lokasi studi, mencakup pihak pemerintah (dalam hal ini BAPPEDA dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi bersangkutan), pihak industri, pihak developer / kontraktor yang diwakili oleh asosiasi terkait di tingkat provinsi (REI dan Badan Usaha Jasa Konstruksi). Inti yang ingin didapat dari data primer ini adalah problematika sistem produksi dan distribusi / tata niaga semen di lokasi studi. Hasil interview dengan stakeholders di lokasi survey, secara umum mencakup beberapa hal pokok terkait dengan sistem produksi dan konsumsi serta distibusi komoditas semen nasional, antar lain:
Aspek Kuantitas (ketersediaan)
Aspek Produksi
Laporan Akhir | Bab 4 - 102
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Aspek Kualitas
Aspek Market (Demand)
Aspek Distribusi
Adapun hasil interview dengan stakeholders terkait di setiap lokasi studi, dapat dicermati pada tabel berikut ini.
Laporan Akhir | Bab 4 - 103
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 4.5. Hasil Survey Lapangan (interview) di wilayah Palembang ASPEK
Kuantitas (ketersediaan)
Produksi
RESPONDEN
Bappeda
Dinas PU Pengairan
Dinas PU Cipta Karya
Pada semester 2, ketersediaan semen menurun diakibatkan pelaksanaan proyek Pemerintah yang diadakan secara bersamaan di semester tersebut.
Pada semester 2, ketersediaan semen menurun diakibatkan pelaksanaan proyek Pemerintah yang diadakan secara bersamaan di semester tersebut.
Tidak ada permasalahan dengan faktor ketersediaan
GAPENSI Isu kenaikan harga BBM menyebabkan terjadinya kelangkaan semen untuk Sementara.
PT. Semen BatuRaja Kapasitas PT. Semen Baturaja belum mampu memenuhi permintaan di Palembang. Terdapat rencana pengembangan kapasitas melalui strategi berikut : 1. Pembangunan semen Mill yang akan mulai beroperasi pada tahun 2013 2. Pembangunan Pabrik baru di Baturaja yang diperkirakan akan beroperasi pada tahun 2016 1. Produksi dilakukan di lokasi pabrik di Baturaja, Palembang dan Panjang. Pusat Produksi terletak di Baturaja yaitu produksi terak. Sedangkan proses penggilingan dan pengantongan semen selain dilaksanakan di Pabrik Baturaja sendiri juga dilaksanakan di Pabrik Palembang dan Panjang (lampung) yang selanjutnya siap untuk didistribusikan ke daerah-
Laporan Akhir | Bab 4 - 104
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN Bappeda
Dinas PU Pengairan
Dinas PU Cipta Karya
GAPENSI
PT. Semen BatuRaja daerah pemasaran 2. Aspek energi sangat berpengerauh terhadap harga jual semen 3. Aspek energi (harga BBM, tarif dasar listrik) mempunyai porsi 40-60% terhadap harga jual semen
Kualitas
Seluruh jenis semen telah terstandarisasi SNI, sehingga tidak ada perbedaan kualitas antar jenis semen
Seluruh jenis semen telah terstandarisasi SNI, sehingga tidak ada perbedaan kualitas antar jenis semen
Seluruh jenis semen telah terstandarisasi SNI, sehingga tidak ada perbedaan kualitas antar jenis semen
Seluruh jenis semen telah terstandarisasi SNI, sehingga tidak ada perbedaan kualitas antar jenis semen
Seluruh jenis semen telah terstandarisasi SNI, sehingga tidak ada perbedaan kualitas antar jenis semen
Market (Demand)
Pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat serta MP3EI berpengaruh terhadap meningkatkatnya konsumsi semen
Pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat serta MP3EI berpengaruh terhadap meningkatkatnya konsumsi semen
Pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat serta MP3EI berpengaruh terhadap meningkatkatnya konsumsi semen
Pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat serta MP3EI berpengaruh terhadap meningkatkatnya konsumsi semen
1. Pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat serta MP3EI berpengaruh terhadap meningkatkatnya konsumsi semen 2. Market share di Sumsel pada tahun 2007 adalah sebesar 60 %, sedangkan pada Tahun 2012 adalah 55 %. Penurunan ini diakibatkan adanya permintaan yang sangat besar oleh user,
Laporan Akhir | Bab 4 - 105
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN Bappeda
Dinas PU Pengairan
Dinas PU Cipta Karya
GAPENSI
PT. Semen BatuRaja walaupun dari sisi pasokan telah ditingkat oleh PT. Baturaja. Selain itu, adanya jenis (merk) lain yang beredar di pasaran wilayah Sumsel. 3. Daerah pemasaran PT. Baturaja lebih diutamakan untuk wilayah Sumsel, hal ini dikarenakan tingginya biaya transportasi jika harus memasarkan di luar wilayah Sumsel, terutama wilayah Jawa, Kalimantan, dan KT (Kawan Timur Indonesia)
Distribusi
Kapasitas dan kualitas sarana dan prasarana Pelabuhan mempunyai peranan penting dalam proses bongkar muat semen yang berasal dari luar Sumsel.
Terdapat kendala dalam mendistribusikan semen ke lokasi pembangunan (Talang). Moda yang digunakan adalah motor dan kuda. Moda tersebut mempunyai keterbatasan kapasitas angkut (2-3 sak semen). Hal ini menyebabkan tingginya biaya transportasi.
Penentuan jadwal serta rute pengiriman dari satu lokasi ke beberapa lokasi tujuan sangat penting dalam mengirimkan semen dari satu lokasi (misalnya gudang) ke berbagai toko yang tersebar di wilayah
1.
2.
Kontraktor hanya boleh pesan semen lewat Toko Pengambilan semen dari toko lebih diutamakan menggunakan truk sendiri, dikarenakan lebih cepat dan tidak menunggu natrian pengiriman. Biaya transportasi dibebankan Rp. 1000
1. Pengiriman semen menggunakan moda kereta api dan truk. Moda kereta api digunakan untuk mengirimkan semen dari Baturaja ke Palembang. Sedangkan truk digunakan untuk transportasi dari Baturaja ke Lampung. 2. Pemasaran melalui distributor dengan jaringan di wilayah Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bengkulu, Banten dan sekitarnya. Sebagian besar
Laporan Akhir | Bab 4 - 106
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN Bappeda
Dinas PU Pengairan
Dinas PU Cipta Karya Sumsel.
GAPENSI per sak semen.
PT. Semen BatuRaja penjualan atau transaksi perusahaan dilakukan dalam bentuk tunai, sedangkan untuk penebusan semen secara kredit para distributor diwajibkan untuk menyediakan jaminan dalam bentuk bank garansi dan/atau bentuk jaminan lainnya. 3. Biaya transportasi mempunyai porsi kurang lebih 30% terhadap harga jual semen
Tabel 4.7. Hasil Survey Lapangan (interview) di wilayah Papua ASPEK RESPONDEN: Pemerintah Daerah Bappeda Kuantitas (Ketersediaan)
Kebutuhan semen di kampung tidak terlalu tinggi, hanya di kota-kota besar dan proyek
DPU Program pembangunan infrastruktur oleh pemerintah dan
Dishub Belum ada perlakukan khusus untuk kangkutan semen sebagai barang
BPI Ketersediaan semen cukup dengan mengandalkan distrbutor yang ada Dunia usaha menjalankan
BKPM Ketersediaan semen cukup namun dipengaruhi beberapa hal: o Ketersediaan di gudang-
Laporan Akhir | Bab 4 - 107
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
Kualitas
Produksi
RESPONDEN: Pemerintah Daerah Bappeda
DPU
infrastruktur tertentu. Semen selalu tersedia Kelangkaan terjadi pada akhir tahun dimana kebutuhan semen meningkat untuk finishing project-project infrastruktur Semen yang beredar dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa) dan terstandarisasi
kebutuhan untuk pengembangan bisnis pihak swasta membutuhkan semen terus menerus
Beberapa kajian untuk pembangunan pabrik semen papua sudah dilakukan Pemda merencanakan pengembangan cement plant di Timika dengan memanfaatkan limbah tailing dari PTFI Pemda menyiapkan modal dan menggandeng investor untuk pendirian semen Kebutuhan semen di Papua di masa
Semen yang beredar dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa) dan terstandarisasi Papua memeliki suber daya mineral yang sangat banyak, bahkan limnah mineral bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku semen (tailing dari pertambangan emas) Jumlah bahan baku tailing sangat banyak, selama ini belum dimanfaakan untuk apapun, beberapa riset telah dilakukan untuk memanfaatkan
Dishub strategis
BPI
BKPM
bisnis secara mandiri menyuplay kebutuhan semen hingga pedalaman
gudang distributor o Cuaca o Kelangkaan alat transportasi/distribusi
Semen yang beredar dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa) dan terstandarisasi
Semen yang beredar dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa) dan terstandarisasi
Semen yang beredar dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa) dan terstandarisasi
Pemda telah sering membahas rencana investasi pembangunan pabrik semen dengan menggunakan limbah tailing dari pertambangan emas di Timika Kebutuhan akan semen yang semakin meningkat akan membawa keuntungan besar bagi industri semen yang akan didirikan
Rencana pemda membanguan pabrik semen di Timika telah didukung oleh semua stakeholder di daerah Hasil produksi semen papua dengan sumber bahan baku yang sangat melimpah bisa memenuhi kebutuhan semen di kawsan timur Indonesia dan juga export
Saat ini telah dibangun cement packing plant sambil menunggu AMDAL dan penyiapan cement plant Pemda telah menyiapkan BUMD untuk membangun cement plant di Timika Bahan baku Semen Papua berasal dari limbah tailing PTFI yang tersedia sangat melimpah Pembangunan infrastruktur pendukung pengembangan industri semen (PLTA Urumuka) sudah mlai
Laporan Akhir | Bab 4 - 108
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN: Pemerintah Daerah Bappeda
DPU
mendatang bisa dipenuhi oleh semen Papua
Market (Demand)
Sesuai dengan RTRWN sebenarnya sebagian besar kawasan di Papua merupakan kawasan hutan yang tidak boleh dibangun Pembangunan infrastruktur difokuskan pada pusat-pusat kota dan pusat-pusat pertumbuhan seperti Sorong, Jayapura, Merauke dan ibu kota kabupaten Pembangunan infrastruktur mendapat tantangan dari faktor alam dan semangat menjaga kelestarian alam Infrastrutur yang
limbah tailing tersebut sabaai bahan baku beton dan semen Pemerintah daerah memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk pengembangan industri semen papua Dinas PU (pemerintah) tidak secara langsung memnadi konsumen semen, semua pekerjaan konstruksi diserahan kepada perusakaan kontraktor Dinas tidak memiliki data kebutuhan semen, karena tidak mesti bisa diturunkan dan dihitung pada saat penyusunan program PU merencanakan membangun beberapa infrastruktur besar, salah satuya adalah ring road Jayapura
Dishub
BPI
BKPM dikerjakan
Pembangunan infrastrutur yang membutuhan banyak semen adalah perhubungan laut terutama untuk pembangunan dermaga dermaga perintis di daerah pantai Pemda mengalokasikan dana cukup besar untuk pembangunan infrastruktur transportasi seperti jalan, jembatan dan kelengkapannya (saluran air) yang membutuhkan semen dalam jumlah banyak Pembangunan terminal
Rencana Induk pengembangan infrastrutur yang sudah disusun akan dijadikan panduan pembangunan selama 5 tahun ke depan Beberapa infrastruktur dasar mulai dari pusat kota hingga kampung membutuhkan semen dalam jumlah yang sangat besar Infrastruktur transportasi seperti dermaga, bandara, dan jembatan merupakan jenis infrastruktur yang sangat membutuhkan semen dalam jumlah yang sangat besar Rencana pengembangan dan perluasan pusat-pusat
Pembangunan infrastruktur digalakkan untuk mendukung pencapaian target pembangunan ekonomi di Papua Pembangunan infrastruktur akan terus dilakukan untuk menarik investasi Pembukaan bisnis/investai baru Pertumbuhan ekonomi dan aktivitas ekonomi seperti industri perkebunan, perhotelan dan perdagangan Kebutuhan akan semen akan meningkat dengan pemekaran wilayah dan pembangunan kawasan ekonomi seperti MIFEE (Merauke Integrated
Laporan Akhir | Bab 4 - 109
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN: Pemerintah Daerah Bappeda
Distribusi
membutuhkan semen sebaiknya hanya dibangun di daerah tertentu seperti dermaga dan bandara, tidak di tengah kawasan hutan Semen dibutuhkan untuk pengembangan pusat kota seperti pembangunan ring road Jayapura Pembangunan perkantoran dan perumahan pada kabupaten pemekaran juga membutuhkan semen dalam jumlah yang tidak sedikit Pembangunan infrastruktur di kawasan timur indonesia (tidak hanya papua) membutuhkan semen yang banyak Kebutuhan akan semen akan semakin meningkat Masalah utama distribusi adalah jarak yang terlalu
DPU dan jalan akses/tembus ke Kabupaten
kendala cuaca dan keterlambatan
Dishub
BPI
di beberapa kota juga membutuhkan semen Rencana pembukaan akses di beberapa kabupaten baru memerlukan semen yang banyak Pemekaran kabupaten berimplikasi pada pembanguna infrastruktur transportasi perkantoran dan permukiman, semen merupakan material yang sangat dibutuhkan Pemekaran kabupaten membutuhkan banyak bangunan Pembangunan infrastruktur transportasi seperti jalan jembatan, bandara dan dermaga
pertumbuhan membutuhkan investasi infrastruktur yang sangat banyak Program pembangunan infrastruktur yang terus digalakan oleh pmerintah dari perkotaan hingga tingkat kampung Infrastruktur fisik masih menjadi rencana peembangunan utama di provinsi papua dan papua barat, kebutuhan akan semen akan semakin meningkat
Tenaga angkut semen terutama di pedalaman
Kendala di hadapi: Transportasi, cuaca,
BKPM Food and Energy Estate)
Kegiatan distribusi dipengaruhi oleh:
Laporan Akhir | Bab 4 - 110
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN: Pemerintah Daerah Bappeda jauh dengan pabrik dan transportasi. Hal ini sangat berpengaruh dalam bentukan harga semen di Papua terutama di Pegunungan, dimana harga semen bisa mencapai 1 juta per zak.
DPU
Dishub
pasokan dari pabrik
bisa menaikan harga semen dan bahkan lebih mahal dari harga semen itu sendiri
BPI
BKPM
kebutuhan/permintaan, supply dr produsesn
o Ketersediaan di gudang2 distributor o Cuaca o Kelangkaan alat transportasi/distribusi
Lanjutan ASPEK
RESPONDEN: Asosiasi/Kontraktor/Pengembang KADIN
Kuantitas (Ketersediaan)
ARDIN
Kebutuhan semen semakin hari semakin meningkat, namun masih bisa dipenuhi oleh distributor yang ada Ketersediaan semen di pasar sangat ditentukan oleh permintaan dan bisnis yang dilakukan oleh distributor Untuk saat ini kebutuhan semen di dan melalui Kota Jayapura dipenuhi oleh beberapa distributor besar Kebutuhan semen selama ini masih terpenuhi, kekurangan semen hanya terjadi pada periode tertentu tertutama pada periode finishing project (akhir tahun)
GAPENSI
Distributor REI
Pemenuhan kebutuhan semen untuk pembangunan infrastruktur dilakukan melalui toko bangunan, distributor dan pabrik semen Kontraktor tidak menjalin kerjasama adalam bentuk kontrak dengan toko bangunan/distributor, melainkan menggunakan mekanisme bisnis biasa (ada uang ada barang, siapa cepat dia dapat) Untuk proyek yang sangat besar,kontraktor membeli langsung ke pabrik atau distributor besar di Makassar dan Surabaya
LIANTA SURYA
CIPTA JAYA
Kontrak pengadaan dilakukan oleh distributor dengan pabrik untuk menjamin pasokan Disributor memiliki gudang-gudang penyimpanan di Jayapura untuk menjaga ketersediaan Ketersediaan dipengaruhi oleh pasokan yang ditentukan oleh kapasitas angkut kapal yang berubah dan cuaca untuk pelayaran Selama ini tidak ada kendala berarti untuk kota Jayapura, pasokan lancar
Laporan Akhir | Bab 4 - 111
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN: Asosiasi/Kontraktor/Pengembang KADIN
ARDIN
GAPENSI
Distributor REI
LIANTA SURYA
CIPTA JAYA
Kualitas
Semen yang beredar adalah Portland Composite Cement (PCC) dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa) yang terstandarisasi dalam zak can curah
Semen yang beredar adalah Portland Composite Cement (PCC) dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa) yang terstandarisasi dalam zak can curah
Semen yang beredar adalah Portland Composite Cement (PCC) dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa) yang terstandarisasi dalam zak can curah
Produksi
Papua memiliki sumber daya alam yang dapat digunakan untuk membuat semen, sudah selayaknya memiliki pabrik semen sendiri karena kebutuhan sangat besar
Mendorong upaya pemerintah daerah untuk pengembangan pabrik semen Papua sehingga harga semen di Papua dapat ditekan
Saat ini Pemda sedang menyiapkan cement packing plant dimana sumber cement nya bisa berasal dari mana saja
Market (Demand)
Potensi pengembangan infrastruktur di Papua sangat besar, kebutuhan semen akan semakin meningkat dimasa yang akan datang Dalam rangka mendukung pengembangan wilayah dan pemekaran daerah dibutuhkan banyak semen Infrastruktur besar seperti bandara dan dermaga akan banyak dibanguun di Papua untuk membuka isolasi Pertambahan pusat-pusat kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk akan meningkatkan permintaan akan semen Perubahan pola hidup masyarakat di pedalaman (pemukiman) dan penyediaan layanan/fasilitas umum juga akan meningkatkan permintaan
Potensi pengembangan infrastruktur di Papua sangat besar, kebutuhan semen akan semakin meningkat dimasa yang akan datang Dalam rangka mendukung pengembangan wilayah dan pemekaran wilayahh dibutuhkan banyak semen Infrastruktur besar seperti bandara dan dermaga akan banyak dibanguun di Papua untuk membuka isolasi Pertambahan pusat-pusat kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk akan meningkatkan permintaan akan semen Perubahan pola hidup masyarakat di pedalaman (pemukiman) dan penyediaan layanan/fasilitas umum juga akan
Kebutuhan semen semakin meningkat, ditandai dengan adanya peningkatan penjualan dan permintaan
Laporan Akhir | Bab 4 - 112
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN: Asosiasi/Kontraktor/Pengembang KADIN
ARDIN
GAPENSI
smen
Distribusi
REI
LIANTA SURYA
CIPTA JAYA
meningkatkan permintaan smen
Wilayah papua yang sangat luas membuat pemenuhan kebutuhan semen dilakukan sendiri-sendiri oleh masing-masing pengusaha di daerah Pengusaha di kota-kota besar selain jayapura seperti Biak,Nabire, Timika, dan Merauke tidak harus mengambil semen dari Jayapura, bisa saja mereka mendapat/membeli semen dari Surabaya atau Makassar langsung
Tabel 4.8. Hasil Survey Lapangan (interview) di wilayah Palu ASPEK Bappeda Kuantitas
Distributor
Pemerintah daerah belum terlibat banyak dalam mengurusi semen, sebagian
Transportasi, untuk kabupaten tertentu bisa 8 kali lupat harga dasar semen Biaya transportasi semen melekat pada harga semen, misalnya harga semen di pegunungan tengah adalah termasuk ongkos/biaya pengangkutan Kapasitas angkut pesawat udara yang terbatas dalam beberapa kasus membuat semen menjadi terbatas
Angkutan semen dilakukan dengan kapal laut hingga Jayapura. Untuk beberapa kabupaten yang memiliki jalan tembus sudah menggunakan truk sedangkan untuk wilayah pegunungan menggunakan pesawat. Jarak pelabuhan dan bandara yang cukup jauh juga mempengaruhi proses dan biaya distribusi semen Distributor di kota jayapura hanya melayani kebutuhan semen di kota jayapura dan beberapa kabupaten yang dapat dijangkau dengan ransportasi darat dan udara
RESPONDEN: Pemerintah Daerah DPU
PU tidak secara langsung membutuhkan semen,
Dishub
Disperindagkop UKM Pemda (Disperindag) tidak terlau banyak mencampuri urusan bisnis semen.
Laporan Akhir | Bab 4 - 113
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN: Pemerintah Daerah Bappeda
(Ketersediaan)
besar diserahkan kepada pihak pengusaha/swasta Persaingan antar produsen, namun tidak terlalu signifikan Pembangunan infrastruktur menumpuk pada akhir tahun sehingga kebutuhan semen akan meningkat pada tiap akhir tahun (tahap penyelesaian proyek infrastruktur) Masih mengandalkan semen dari Makassar (Bosowa dan Tonasa) juga Tiga Roda
DPU untuk kegiatan pembangunan infrastruktur sepenuhnya tanggungjawab rekanan PU hanya mengetahui harga standardengan melakukan survey harga sebelum penyusunan program dilakukan
Dishub
Disperindagkop UKM
Sepenuhnya diserahlan pada mekanisme pasar yang dikembangkan oleh dunia usaha Pemerintah hanya sesekali mengumpulkan distributor untuk mengantisipasi kenaikan harga barang strategis termasuk semen Untuk wilayah Sulteng tidak pernah ada gejolak harga atay kelangkaan semen yang parah. Perubahan harga, misalnya hanya 1000 rupiah per zak tidak akan mengganggu proyek infrastruktur dan menimbulkan gejolak di masyarakat karena semen bukan kebutuhan sehari hari dan pokok Kontraktor dapat berhubugan langsung dengan dostributor atau toko bangunan
Laporan Akhir | Bab 4 - 114
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN: Pemerintah Daerah Bappeda
DPU
Dishub
Disperindagkop UKM Pemda belum memiliki kebijakan khusus untuk mengemankan ketersediaan dan harga untuk semen
Kualitas
Produksi
Market (Demand)
Semen yang beredar Semen yang beredar adalah adalah Portland Portland Composite Cement Composite Cement (PCC) (PCC) dari cement plant besar dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa, Tiga Roda) (Tonasa, Bosowa, Tiga yang terstandarisasi dalam zak Roda) yang can curah terstandarisasi dalam zak can curah Rencana pengembangan semen Donggala , namun sepertinya baru sebatas wacana Semen yang beredar adalah Portland Composite Cement (PCC) dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa, Tiga Roda) yang terstandarisasi dalam zak can curah
Pembangunan infrastruktur di Sulteng masih berjalan normal tidak ada rencana pembangunan yang besar kecuali pngembangan bandara Mutiara Rencana pembangunan infrastruktur di kabupatenkabupaten baru sepergi kabupaten Sigi Pengembangan infrastruktur pariwisata di Poso dan kepulauan Togian
Semen yang beredar adalah Portland Composite Cement (PCC) dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa, Tiga Roda) yang terstandarisasi dalam zak can curah
Indsutri packing semen akan bertumbuh dengan main meningkatnya kebutuhan semen Untuk proyek besar yang membutuhkan semen curah hanya dilayani perusahaan Utama Beton, memungkinkan untuk pengembangan usaha sejenis Semakin meningkat dengan adanya rencana pengembangan perkotaan di teluk palu
Laporan Akhir | Bab 4 - 115
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN: Pemerintah Daerah Bappeda
Distribusi
DPU
Dishub
Disperindagkop UKM
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan pusat pertumbuhan/aktivitas ekonomi serta pariwisata bisa meningkatkan kebutuhan akan semen Pertumbuhan usaha sektor propersi seperti perumahan, ruko dll di Palu dan kota kota kabupaten
Keterlambatan kapal angkutan Antrian di packing plant Pantoloan
Sistem distribusi dan angkutan semen dilakukan secra tradisional dengan mngguakan armada milik distributor/toko dan juga konsumen Tidak semua semen yang beredar di Sulteng melalui Palu, namun bisa langsung masuk ke daerah dengan angkutan yang ada Packing Plant cement Tonasa di Pantoloan menyuplai semen di beberapa kabupaten sekitar palu, namun beberapa kabupaten malah mendapta limpahan supply dari ilayah lain (Sulsel)
Di Palu sedikitnya ada 5 distributor besar yang memasarkan semen zak yaitu : o CV Garindo (Tonasa) o UD. Pelita Indah (Tonasa) o PT. Hasjrat Abadi (Tonasa) o PT. Arta Lestari ( Bosowa) o PT. Permata Lestari Utama (tiga roda)
Laporan Akhir | Bab 4 - 116
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN: Pemerintah Daerah Bappeda
DPU
Dishub
Disperindagkop UKM
Kelangkaan alat transportasi ke wilayah pedesaaan/pegunungan
Lanjutan ASPEK
RESPONDEN: Asosiasi/Kontraktor/Pengembang Kadin SulTeng
Kuantitas
(Ketersediaan)
Gapensi SulTeng
Gapensi Palu
REI SulTeng
PT. Bumi Tadulako
Selama ini tidak pernah terjadi permasalaahan akibat kelangkaan semen, karena distributor dan toko bangunan selalu memiliki stok yang cukup Untuk kota Palu dan sekitarnya sangat terbantu dengan adanya packing plant cement Tonasa di Pantoloan Ada hubungan yang cukup baik antara pengusaha konstruksi dengan distributor dan toko bangunan Untuk project yang sangat besar pengembang langsung perhubungan dengan pabrik Untuk semen curah di Palu dan sekitarnya dilayani oleh satu perusahaan besar yaitu PT. Utama Beton
Semen yang beredar adalah Portland Composite Cement (PCC) dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa, Tiga Roda) yang terstandarisasi dalam zak can curah
Kualitas
PT. Teman Property Indonesia
CV Tulus Karya Pratama
CV. Surya Mahakam
Sebagai pengembang perumahan, jenis semen yang sering digunakan adalah semen zak dengan merk Bosowa, Tonasa dan Tiga Roda Semen diperoleh dari toko bahan bangunan yang menjadi langganan Merk yang sering digunakan adalah Bosowa dengan alasan: harga lebih murah dan stok melimpah Harga semen akan naik pada saat akhir tahun dimana kebutuhan untuk penyelesaian proyek pemerintah sangat tinggi. Hal itu menyebabkan kelangkaan semen di toko bangunan, namun tidak sampai benar-benar langka Keterlambatan pasokan/kiriman dari pabrik juga dapat mengakibatkan perubahan harga, namun tidak signifikan dan tidan berpengauh pada penyelesaian proyek infrastruktur Semen yang beredar adalah Portland Composite Cement (PCC) dari cement plant besar (Tonasa, Bosowa, Tiga Roda) yang terstandarisasi dalam zak can curah
Laporan Akhir | Bab 4 - 117
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK
RESPONDEN: Asosiasi/Kontraktor/Pengembang Kadin SulTeng
Gapensi SulTeng
Gapensi Palu
REI SulTeng
PT. Bumi Tadulako
PT. Teman Property Indonesia
CV Tulus Karya Pratama
CV. Surya Mahakam
Produksi Market (Demand)
Distribusi
Kebutuhn semen akan semakin meningkat dengan adanya pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat Pemerintah akan mengembangkan dan memperbaharui inrastruktur yang ada sehinngga membuthkan banyak semen Pembukaan jalan akses hingga tingkat desa di pegunungan juga membutuhkan semen Pengembangan perumahan dan permukiman terutama di sekitar kota sangat pesat sehingga membutuhkan semen yang banyak. Banyak program pemerintah daerah untuk membangun infrastruktur, hal tersebut juga membuat kebutuhan semen akan semakin meningkat. (infra struktur sebagai komoditas politik-harus dibangun oleh kepala daerah.
Untuk jumlah yang kecil, kontraktor/pengembang menggunakan kendaraan sendiri Untuk pembelian semen dalam jumlah besar biasanya diangkut oleh distributor semen ko lokasi proyek Untuk beberapa lokasi dengan jalan yang buruk seringkali mengganggu proses distribusi semen, namun jga berlaku umum bagi barang yang lain. Tidak semua kontraktor/pengembang memiliki kendaraan sendiri untuk itu perlu upaya untuk memperlancar distribusi semen, berharap
Pertumbuhan penduduk dan kegiaan ekonomi bertumbuh membutuhkan banyak pembangunan infrastrktur yang mengunakan semen. Sektor usaha properti terus berkembang Perbaikan kondisi ekonomi masyarakat membuat daya beli meningkat termasuk untuk membangun rumah beton
Persoalan ketidaklancaran distribusi dapat mempengaruhi penjualan semen
Tabel 4.9.
Laporan Akhir | Bab 4 - 118
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Hasil Survey Lapangan (interview) di wilayah Pontianak ASPEK Bappeda Disperindag Kuantitas (ketersediaan)
RESPONDEN Dinas PU 1.
1.
Produksi Kualitas
TIDAK ADA PABRIK SEMEN DI PONTIANAK Seluruh jenis semen telah Seluruh jenis semen telah terstandarisasi SNI, sehingga terstandarisasi SNI, sehingga tidak ada perbedaan kualitas tidak ada perbedaan kualitas antar jenis semen antar jenis semen
Seluruh jenis semen telah terstandarisasi SNI, sehingga tidak ada perbedaan kualitas antar jenis semen
Market (Demand)
Tergantung proyek-proyek fisik dari pemerintah. Menggunakan angkutan jalur sungai dalam bentuk kontainer untuk kemudian disalurkan ke distributor.
Tergantung proyek-proyek fisik dari pemerintah. Menggunakan angkutan jalur sungai dalam bentuk kontainer untuk kemudian disalurkan ke distributor.
Distribusi
Tergantung proyek-proyek fisik dari pemerintah. Menggunakan angkutan jalur sungai dalam bentuk kontainer untuk kemudian disalurkan ke distributor..
GAPENSI
Tergantung dengan pasangsurut air sungai sebagai jalur angkutan utama semen ke Pontianak.
2.
Tergantung dengan pasang-surut air sungai sebagai jalur angkutan utama semen ke Pontianak. Untuk proyek yang berbatasan dengan LN, dimungkinkan menggunakan semen yang berasal dari LN. Namun harus ada syarat SNI terhadap semen tersebut. Syarat SNI terdapat pada perjanjian kontrak antara kontraktor dengan pemilik (PEMDA).
Seluruh jenis semen telah terstandarisasi SNI, sehingga tidak ada perbedaan kualitas antar jenis semen. 2. Tergantung terhadap proyek-proyek fisik pemerintah. 3. Jenis produk semen tergantung permintaan pasar. Pertumbuhan ekonomi sangat berpengaruh terhadap permintaan/konsumsi semen 1. Menggunakan angkutan jalur sungai dalam bentuk kontainer untuk kemudian disalurkan ke distributor. 2. Untuk pekerjaan yang memerlukan semen dalam jumlah banyak, kontraktor telah menandatangani kerjasama dengan produsen semen dalam penyediaan semen tersebut. 3. Karena pertimbangan waktu layanan dan biaya pelabuhan, terdapat beberapa produsen yang memanfaatkan pelabuhan rakyat untuk melakukan bongkat muat dari kapal ke truck. 4. Bahan bakar solar untuk truck sulit didapat (harus mengantri beberapa jam), sehingga menjadi masalah tersendiri dalam distribusi semen.
SUMBER: Survey Lapangan, 2012
Laporan Akhir | Bab 4 - 119
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
4.4.
KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN SURVEY
Kendala utama yang dihadapi selama pelaksanaan survey antara lain:
Kendala birokratif-administratif, yaitu bahwa dalam pelaksanaan survey, pihak stakeholder yang akan dikunjungi, terutama dari pihak swasta/industri, membutuhkan proses persetujuan dari pimpinan (direksi) yang memakan waktu cukup lama, sehingga berdampak pada terlambatnya waktu pelaksanaan survey sebagaimana telah direncanakan di awal.
Kesulitan memperoleh data dari pihak industri (pabrik) semen secara langsung.
Tidak semua industri semen berada di lokasi survey, misalnya: industri PT Semen Gresik berada di Jawa Timur (tidak termasuk daerah yang dikunjungi), hal ini berdampak pada sulitnya Konsultan mendapatkan data/informasi rinci terkait dengan aspek produksi mengingat kewenangan untuk mengeluarkan data berada di kantor pusat industri bersangkutan bukan pada pihak representasi industri yang berada di Jakarta.
4.5.
PELAKSANAAN FOCUSSED GROUP DISCUSSION
Untuk mendapatkan data dan informasi secara langsung dari para stakeholders yang terlibat, baik dari sisi Pemerintah, pihak industri dalam hal ini produsen semen nasional, maupun pengguna produk yang diwakili oleh asosiasi bidang konstruksi, maka dilaksanakan kegiatan focus group discussion (FGD). Tujuannya adalah untuk menggali berbagai hal yang terkait dengan permasalahan rantai pasok semen di daerah dari aspek produksi, konsumsi, distribusi, dan kondisi infrastruktur pendukung kegiatan rantai pasok semen.
Laporan Akhir | Bab 4 - 120
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Selain itu, kegiatan FGD ini dimaksudkan pula untuk membangun kesepahaman bersama diantara pemangku kepentingan yang terkait (stakeholders) tersebut untuk mengatasi memahami permasalahan yang terkait dengan penyelenggaraan rantai pasok dan permintaan akan komoditas semen nasional untuk mendukung kegiatan pembangunan infrastruktur yang berlangsung selama ini. Mengingat bahwa, ke depan, Pemerintah telah mencanangkan program akselerasi pembangunan infrastruktur yang berbasis pada potensi wilayah yang membutuhkan dukungan kepastian jaminan pasokan material atau komoditas semen nasional sebagai salah satu komponen material pokok selain baja. Beberapa hal pokok atau point penting yang telah didiskusikan dalam kegiatan FGD tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Laporan Akhir | Bab 4 - 121
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 4.10. Butir-butir Masukan Stakeholders dalam Kegiatan FGD Rantai Pasok Semen
No Stakeholders A
Butir Masukan
Pihak PEMERINTAH
1. Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi, Kementerian Pekerjaan Umum
B
Semen merupakan komoditas strategis dalam pembangunan nasional. Masih terdapat “gap” atau disparitas harga produk di tingkat konsumen, terutama diwilayah Indonesia bagian timur. Apakah semen berpotensi sebagai pengganti material konstruksi jalan (aspal), terutama pada daerah-daerah yang secara geografis/geologis lebih efektif menggunakan semen. Pemerintah mendorong produk semen yang ramah lingkungan, saat ini terdapat 2 (dua) jenis produk semen yaitu: PPC dan PCC. Terkait dengan proram akselerasi pembangunan infrastruktur secara nasional, Pemerintah memerlukan kepastian jaminan pasokan material semen untuk mendukung keberhasilan implementasinya ke depan, khususnya dalam konteks implementasi kebijakan MP3EI. Pihak industri diharapkan dapat memprediksi kapan kapasitas produksi perlu untuk ditingkatkan guna mengantisipasi permintaan di masa-masa mendatang. Pusbin PU telah mengindikasikan kebutuhan semen dalam kerangka RPJMN-2 dan MP3EI yang dapat diakses secara on-line. Perlu dikaji isu-isu perubahan iklim terkait dengan pengembangan industri semen nasional ke depan.
Pihak ASOSIASI
1. Asosiasi Semen Indonesia (ASI)
Permasalahan pokok yang dihadapi industri adalah terkait delivery produk ke lokasi tujuan
Laporan Akhir | Bab 4 - 122
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No Stakeholders
Butir Masukan
2. Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI)
pendistribusian dikarenakan terbatasnya sarana dan prasarana pengangkutan, dalam hal ini kapal laut (sarana) dan fasilitas bongkar muat di sisi pelabuhan. Ketidakefisienan dikarenakan sisi transportasi telah meningkatkan harga akhir produk di tangan konsumen. Transport cost kurang lebih mencapai 21% dari harga akhir produk. Angkutan semen menggunakan sarana truk dipandang lebih fleksibel dibandingkan KA, seperti kasus yang terjadi di Palembang. Upaya peningkatan efisiensi yang dilakukan oleh industri antara lain: o Mendirikan packing plant di daerah-daerah lokasi pemasaran yang saat ini memiliki keterbatasan sarana prasarana pendistribusian. o Shifting dari zak ke bentuk curah (bulk) terutama untuk memenuhi pasokan semen bagi proyek skala besar. o Penggunaan semen ready mix dapat membantu produsen dalam menekan biaya produksi. Konsumsi semen di wilayah KTI masih relatif rendah dibandingkan daerah-daerah di wilayah Indonesia bagian barat (KBI). Diharapkan ke depan, permintaan semen di wilayah KTI mampu menyerap 400 ton per hari. Trend kebutuhan/konsumsi semen hingga 2015 sebesar 8%/tahun, sementara pasca 2015 diperkirakan naik hingga 10%/tahun. Import semen saat ini dilakukan dalam bentuk bulk atau curah, sementara packaging dilakukan di Indonesia. Semen diperlukan “kapan” dan “di mana” saja dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat (konsumen). Saat ini, perolehan/pembelian produk semen dipersyaratkan harus melalui retail terdekat, yang pada umumnya harga produk di level konsumen sudah naik. Misalnya dari harga standard sebesar 50 ribu
Laporan Akhir | Bab 4 - 123
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No Stakeholders
Butir Masukan rupiah menjadi 58 ribu rupiah karena adanya biaya tambahan yaitu transport cost.
C
Pihak SWASTA
1. PELINDO-II, Jakarta
Jadwal pengiriman semen ke pelabuhan Tanjung Priok masih banyak yang tidak sesuai dengan rencana/bahkan kadang tidak direncanakan, sehingga hal ini membawa implikasi terhadap layanan angkutan barang secara menyeluruh di wilayah pelabuhan. Informasi mengenai kedatangan/keberangkatan kapal pengangkut semen harus dipastikan kepada pihak pelabuhan. Keterlambatan bongkar muat kapal disebabkan oleh tidak jelasnya skedul kedatangan/ keberangkatan kapal sehingga terpaksa harus menunggu kapal pengangkut komoditas yang lain. Shifting dari zak ke curah (menggunakan sistem kontainerisasi dalam penanganan produk) dapat dilakukan khususnya untuk tujuan antarpulau. Kasus: pengiriman berupa curah yang dilakukan Semen Padang mampu menurunkan harga jual produk di tingkat konsumen akhir. Untuk pelabuhan-pelabuhan tujuan yang belum memiliki fasilitas bongkar muat, disarankan untuk menggunakan kapal yang telah dilengkapi alat “crane”. Perlu adanya jaringan sistem logistik secara nasional (dari Sabang hingga Merauke) untuk mengatasi masalah pengangkutan semen dengan dukungan kapal berdaya muat besar. Perlu didorong penggunaan teknologi handling yang lebih efisien (cepat) sehingga dapat menekan biaya logistik. Ketersediaan sistem informasi perjalanan kapal akan sangat membantu pihak pelabuhan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan.
Laporan Akhir | Bab 4 - 124
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No Stakeholders 2. PT. BOSOWA
Butir Masukan
Selama ini, pihak industri menggunakan jasa pihak ketiga melalui distributor dalam pengiriman produk semen dari pabrik ke lokasi pendistribusi. Terkait aspek produksi, untuk menghasilkan 1 ton semen diperlukan 95-100 kwH ton energi (batubara). Permasalahan yang dihadapi, kekhawatiran kekurangan pasokan batubara yang akhir-akhir ini banyak diekspor ke China. Persoalan tingginya harga jual produk di tingkat konsumen akhir, khususnya di wilayah Papua, disebabkan oleh tingginya transport cost yang selama ini masih memanfaatkan angkutan udara untuk mengangkut produk semen. Keterbatasan infrastruktur pelabuhan menyebabkan proses kegiatan bongkar muat banyak dilakukan secara manual. Batu bara rendah kalori sangat cocok untuk pembuatan semen ready mix.
3. PT. Indocement
Sarana pengangkutan semen di Jawa mayoritas menggunakan truk, pihak industri kesulitan mendapatkan kapal.
4. PT. Semen Padang
Peningkatan kapasitas produksi melalui pembangunan pabrik baru terkendala faktor perijinan yang selama ini membutuhkan waktu 3-4 tahun. Disamping itu, isu ketersediaan lahan juga masih menjadi kendala dalam pembangunan pabrik semen baru. Tahapan implementasi pembangunan infrastruktur dalam konteks MP3EI harus jelas sehingga akan memudahkan pihak industri dalam mengantisipasi kebutuhan semen ke depan. Dari sisi bisnis, pengembangan pabrik semen di lokasi proyek memang sangat efektif untuk menekan harga jual produk di lokasi setempat.
Laporan Akhir | Bab 4 - 125
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No Stakeholders
Butir Masukan
Pengangkutan menggunakan KA terkendala aspek teknis yaitu double handling yang pada akhirnya akan menaikkan transport/logistics cost. Perlu diidentifikasi “pintugerbang” (pelabuhan) mana yang paling cocok (efisien) untuk transhipment point dalam proses delivery produk semen.
Disamping informasi di atas, selama kegiatan FGD tersebut telah terjaring informasi penting terkait beberapa hal pokok berikut, seperti disajikan pada Tabel 4.11.
Laporan Akhir | Bab 4 - 126
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 4.11. Respon Pihak Industri terhadap Permasalahan Sistem Produksi dan Distribusi Semen Nasional No
1
2
Pertanyaan
Asosiasi Semen Indonesia
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
PT. Semen Padang
PT. Semen Bosowa
Apakah faktor bahan baku menjadi permasalahan dalam sistem produksi semen
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Pengaruh kenaikan harga BBM terhadap harga jual
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Terhadap:
Terhadap: kenaikan biaya transportasi
Terhadap:
Terhadap: kenaikan harga bahan baku, biaya transportasi, dan biaya produksi
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Terhadap:
Terhadap: kenaikan biaya produksi dan biaya transportasi
Terhadap: kenaikan harga bahan baku, biaya produksi, dan biaya transportasi
Terhadap: kenaikan harga bahan baku, biaya transportasi, dan biaya produksi
Alasan: menjadi masalah ketika menghadapi masalah ijin penambangan dari LH terkait isu-isu lingkungan.
kenaikan harga bahan baku, biaya produksi, dan biaya transportasi 3
Pengaruh kenaikan tarif dasar listrik terhadap harga jual:
kenaikan harga bahan baku, biaya produksi, dan biaya transportasi
Alasan: deposit bahan baku utama masih cukup untuk produksi
Laporan Akhir | Bab 5 - 127
kenaikan harga bahan baku, biaya produksi, dan biaya transportasi
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No
Pertanyaan
Asosiasi Semen Indonesia
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
4
Bagaimana kapasitas industri semen saat ini terhadap permintaan?
Memerlukan peningkatan kapasitas
Perlu peningkatan kapasitas produksi
5
Antisipasi industri untuk menghadapi permintaan tambahan semen dalam kerangka MP3EI maupun RPJMN-2?
Meningkatkan kapasitas produksi
meningkatkan kapasitas produksi
pengaturan sistem distribusi
pengaturan sistem distribusi produk
PT. Semen Padang
PT. Semen Bosowa
Melakukan import
-
Telah sesuai
Telah sesuai
perbaikan sarana infrastruktur lainnya 6
Sinkronisasi perencanaan produksi semen dengan pemerintah untuk kegiatan pembangunan infrastruktur (MP3EI, RPJMN ke-2)
Diperlukan dan sudah dilakukan
diperlukan dan sudah dilakukan
7
Kesesuaian jenis semen
Belum sesuai
telah sesuai
Laporan Akhir | Bab 5 - 128
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No
Pertanyaan
Asosiasi Semen Indonesia
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
PT. Semen Padang
PT. Semen Bosowa
yang diproduksi dengan yang dibutuhkan
Diperlukan sosialisasi mengenai jenis-jenis semen terutama untuk jenis Portland Composite Cement (PCC)
8
Standarisasi semen
tidak terdapat perbedaan kualitas
terdapat perbedaan kualitas walaupun telah SNI, selain itu, adanya range yang cukup luas pada SNI
kualitas yang diproduksi di atas persyaratan SNI
mengacu kebijakan masingmasing pabrikan tetap mengacu ke SNI
9
Peran pemerintah dalam tata niaga semen nasional
Subsidi BBM dan subsidi biaya transportasi
stabilisasi harga produk, subsidi BBM, subsidi biaya transportasi
stabilisasi harga, subsidi BBM, subsidi biaya transportasi
subsidi BBM, subsidi biaya transportasi
10
Infrastruktur transportasi yang sangat dibutuhkan untuk mendukung efektifitas dan efisiensi distribusi
infrastuktur jaringan jalan, ketersediaan kapal pengangkutan muatan, fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan kontainer, dan gudang di pelabuhan
infrastruktur jaringan jalan, ketersediaan kapal angkut, fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukkan dan pergudangan di pelabuhan
infrastuktur jaringan jalan, ketersediaan kapal pengangkutan muatan, fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan kontainer, dan gudang di pelabuhan
infrastruktur jaringan jalan, ketersediaan kapal pengangkut muatan, fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan kontainer, dan gudang di pelabuhan
11
Jenis fasilitas dasar yang diperlukan dari layanan
transportasi, material handling, pergudangan,
transportasi, material handling, pergudangan,
transportasi, material handling, pergudangan, teknologi sistem informasi,
transportasi, pergudangan, teknologi sistem informasi
Perusahaan saat ini memproduksi jenis semen yang penggunaannya secara umum
Laporan Akhir | Bab 5 - 129
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No
Pertanyaan
Asosiasi Semen Indonesia
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
PT. Semen Padang
3PL (third party logistic)
teknologi sistem informasi
teknologi, packaging
packaging.
Laporan Akhir | Bab 5 - 130
PT. Semen Bosowa
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
BAB 5 PERKEMBANGAN INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA 5.1.
PROFIL PELAKU INDUSTRI SEMEN NASIONAL
5.1.1. Semen Gresik Group
Semen Gresik (Persero) Tbk merupakan BUMN pertama yang go public (pada tanggal 8 Juli 1991 Semen Gresik tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya) dengan menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat. Komposisi pemegang saham pada saat pertama kali adalah: Negara RI 73% dan masyarakat 27%. Komposisi kepemilikan saham hingga saat ini berubah menjadi Negara RI 51,01% Blue Valley Holdings PTE Ltd. 24,90% dan masyarakat 24,09%.
Laporan Akhir | Bab 5 - 131
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 5.1. Komposisi Saham PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Sumber : Capricorn Industrial Consultant, 2009
Blue Valley Holding Pte. Ltd. adalah anak perusahaan Rajawali Group, group perusahaan swasta nasional yang memiliki bidang usaha cukup luas, antara lain telekomunikasi, pertanian/perkebunan, properti, hotel, penerbangan, retail dan lain-lain. PT Semen Gresik Tbk menguasai saham dua perusahaan semen nasional, yakni PT Semen Padang (sebesar 99,9%) dan PT Semen Tonasa (sebesar 99,9%). Semen Gresik juga memiliki enam anak perusahaan lain seperti PT Kawasan Industri Gresik, Industri Kemasan Semen Gresik, PT United Tractor Semen Gresik, PT Swadaya Graha, PT Varia Usaha dan PT Eternit. Semen Gresik Group terdiri dari tiga perusahaan, yaitu Semen Gresik, PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa. Group ini merupakan perusahaan BUMN yang sebagian sahamnya sejak tahun 1998 dibeli oleh Cemex. Akan tetapi kepemilikan Saham Cemex sejak tahun 2006 sudah beralih ke rajawali Group, melalui anak perusahaan yaitu Blue Valley Holding Pte Ltd, yang bergerak dibidang keuangan. Rajawali Group menjadi pemegang saham baru di Semen Gresik Group dengan jumlah saham sebesar 24,9% sejak juli 2006. Pada tahun 2008, produksi Semen Gresik Group meningkat rata-rata 4,8% per tahun sedangkan penjualan meningkat rata-rata 6,1% per tahun. Produksi pada tahun 2007 sebesar 16,3 juta ton dan pada tahun 2008 meningkat 10,5% menjadi 18,13 juta ton. Angka penjualan dalam negeri juga meningkat lebih tinggi dibandingkan produksinya dari 10.56 juta ton menjadi 12,05 juta ton pada 2008, yang berarti naik 14,1%. Pesatnya pertumbuhan pasar dalam negeri menyebabkan ekspornya mengalami penurunan tajam, dari 1,79 juta ton pada 2007 menjadi hanya 1,0 juta ton pada 2008 atau turun 43,9%.
Laporan Akhir | Bab 5 - 132
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 5.1. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Gresik Group, 2002-2008 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Awal Stok Tahun 654.889 539.081 636.736 422.545 421.745 432.674 224.664
Produksi
Impor
Ekspor
14.191.236 13.214.877 14.213.677 15.722.573 16.199.201 16.360.308 18.133.261
-
2.267.577 1.095.879 841.843 1.285.808 .808 1.206.302 1.788.9881 1.044.177
Penjualan Dalam Negeri
Stok Akhir Tahun
12.039.467 12.021.343 13.586.025 14.437.565 14.981.968 14.779.330 16.655.241
539.081 636.736 422.545 421.745 432.674 224.664 440.848
Sumber : CIC, 2009
Total penjualan semen oleh Semen Gresik Group pada tahun 2008 (domestik dan ekspor) mencapai 17,66 juta ton. Kontribusi dari Semen Gresik adalah 47,3% sedangkan Semen Padang dan Semen Tonasa masing-masing 34,1% dan 18,6%. Lokasi pabrik dari Semen Gresik Group yang strategis menyebabkan perusahaan ini mampu memenuhi kebutuhan semen di seluruh wilayah Indonesia. Semen Gresik untuk Jawa dan Indonesia bagian tengah, Semen Padang untuk Indonesia bagian barat dan ekspor serta Semen Tonasa untuk Indonesia bagian timur. a. Unit Semen Gresik Produksi semen dari unit Gresik pada tahun 2007 turun sekitar dua persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2006, produksi semen dari unit Gresik mencapai 8,02 juta ton, sedangkan pada tahun 2007 turun menjadi 7,87 juta ton. Penurunan angka produksi tersebut berdampak pada turunnya angka penjualan domestik sebesar 2,7%, dari 8,04 juta ton menjadi 7,83 juta ton. Pada tahun 2008, angka produksinya meningkat sebesar 9,7% menjadi 8,63 juta ton, demikian pula penjualan domestiknya meningkat sebesar 6,7% menjadi 8,35 juta ton. Unit Gresik juga melakukan ekspor semen meskipun tidak kontinyu. Pada tahun 2007, ekspor semen oleh unit Gresik tersebut mencapai 112 ribu ton, namun pada tahun 2008 tidak ada ekspornya. Selama periode 2002 - 2008, produksi dari unit Gresik tersebut
Laporan Akhir | Bab 5 - 133
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
meningkat rata-rata 4,8% per tahun, sedangkan penjualannya juga meningkat 5,4% per tahun. Tabel 5.2. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Gresik, 2002-2008 Tahun
Awal
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
237.40 6 249.26 8 337.99 3 200.36 8 189.60 4 166.78 5 93.387
Produksi 6.560.194 6.431.939 7.193.416 7.912.589 8.021.565 7.868.834 8.634.179
Impor -
Ekspor
Penjualan Dalam Negeri
391.635 33.000 5.353 112.191 -
6.156.697 6.310.214 7.325.688 7.923.353 8.044.384 7.830.041 8.351.054
Stok Akhir Tahun 249.268 337.993 200.368 189.604 166.785 93.387 230.465
Sumber : CIC, 2009
Program de-bottlenecking/optimisasi produksi yang berakhir pada Juni 2008 telah berhasil memberikan penambahan kapasitas sehingga kapasitas terpasangnya menjadi 8,6 juta ton per tahun. Utilitas produksi yang dicapai pada tahun 2007 mencapai 91,5%, sedangkan pada tahun 2008 lalu realisasi produksinya mencapai lebih dari 100%. b. Unit Semen Padang Unit ini memiliki 5 pabrik, yaitu Indarung I-V, akan tetapi Indarung I tidak lagi beroperasi karena mesin-mesinnya sudah tua. Pada tahun 2008, PI Semen Padang mampu memasarkan 6,02 juta ton semen dengan total pendapatan mencapai Rp. 3,75 triliun. Denegan pendapatan sebesar itu, laba bersih yang diperoleh sebesar Rp. 480 milyar. Dari 6,02 juta ton semen yang berhasil dipasarkan oleh Semen Padang pada tahun 2008, sebesar 5,12 juta ton dipasarkan di dalam negeri dan sisanya sebesar 895 ribu ton diekspor. jika dibandingkan dengan kinerja ekspor tahun sebelumnya (2007), terjadi penurunan volume ekspor sebesar 39,2%. Sebagian besar ekspor semen dari Semen Gresik Group memang dilakukan oleh Semen Padang. Hal ini karena lokasi pelabuhan ekspor semen milik PT Semen Padang paling strategis
Laporan Akhir | Bab 5 - 134
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
dibandingkan dengan anak perusahaan yang lain. Dari sisi produksi, kinerja perusahaan selama tahun 2008 memperlihatkan peningkatan sebesar 366 ribu ton. Angka produksi pada tahun 2008 sebesar 5,84 juta ton yang berarti utilisasinya mencapai 102%. Tabel 5.3. Perkembangan produksi dan penjualan Semen Padang, 2002-2008 Tahun
Stok Awal Tahun
Produksi
Impor
Ekspor
Penjualan Dalam Negeri
Stok Akhir Tahun
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
239.873 134.726 182.204 100.070 147.515 196.730 111.669
5.012.923 4.521.856 4.600.916 5.112.440 5.402.822 5.473.573 5.840.189
-
1.445.37 0 918.543 801 1.130 996.585 1.556.40 7 894.806
3.672.700 3.555.835 3.881.812 3.934.561 4.357.020 3.992.227 5.124.201
134.726 182.204 100.070 147.515 196.730 111.669 155.827
Sumber : CIC, 2009
c. Unit Semen Tonasa Semen Tonasa pada tahun 2008 hanya mengoperasikan 3 pabrik dari 4 pabrik yang dimiliki. Satu pabrik yaitu pabrik pertama tidak dioperasikan, karena tidak lagi efisien. Oleh sebab itu, perusahaan ini akan membangun pabrik baru (Tonasa 5) di lokasi pabrik yang ada dengan kapasitas 2,3 juta ton per tahun. Untuk pembiayaan pembangunannya Semen Tonasa telah memperoleh kredi sindikasi dari Bank Mandiri senilai Rp 3,55 trilyun yang diharapkan dapat beroperasi secara komersial pada 2011 atau 2012. Produksi semen pabrik ini selama beberapa tahun terakhir cenderung terus meningkat. Pada tahun 2007, produksinya mencapai 3,02 juta ton dan pada tahun 2008 lalu mencapai 3,66 juta ton. Selama tahun 2008, PT Semen Tonasa mampu memasarkan 3,29 juta ton semen, dimana sebanyak 3,18 juta ton dipasarkan di dalam negeri dan sebanyak 109,4 ribu ton diekspor. Tabel 5.4. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Tonasa, 2002-2008
Laporan Akhir | Bab 5 - 135
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tahun
Stok Awal Tahun
Produksi
177.610 155.087 116.539 122.107 84.626 69.159 19.608
2.618.119 2.261.082 2.419.345 2.697.544 2.774.814 3.017.901 3.658.893
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Impor
Ekspor 430.572 144.336 35.252 155.374 209.717 110.390 109.371
Penjualan Dalam Negeri
Stok Akhir Tahun
2.210.070 2.155.294 2.378.525 2.579.651 2.580.564 2.957.062 3.179.986
155.087 116.539 122.107 84.626 69.159 19.608 54.556
Sumber : CIC, 2009 5.1.2. PT. Holcim Indonesia Tbk.
PT Holcim Indonesia didirikan pada tahun 1971 dengan nama Semen Cibinong. Produsen semen ini merupakan salah satu perusahaan pertama yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 1977. Pemegang saham PT Holcim Indonesia adalah Holderfin B.V. 77,33%, investor asing 14,83%, serta publik 7,84%. PT HI memiliki anak perusahaan yang memproduksi ready-mix concrete yakni Holcim Beton, yang memiliki batching plant di Jakarta, Surabaya dan beberapa lokasi lain di Jawa. Holcim juga mengoperasikan penambangan agregat di Maloko (Jawa Barat) dan Jeladri (Jawa Timur) untuk memasok Holcim Beton dan proyek infrastruktur lainnya. PT Holcim juga melakukan ekspor semen ke berbagai negara seperti ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 5.5. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen PT Holcim Indonesia, 2008 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Stok Awal Tahun 93.449 108.22 84.33 105.129 107.751 103.462 60.482
Produksi 4.118.464 5.120.331 5.410.541 5.647.850 4.557.317 5.517.564 5.733.650
Impor
Ekspor 809.175 736.976 783.084 794.352 452.847 643.146 537.078
Penjualan Dalam Negeri 3.294.505 4.407.249 4.606.663 4.851.576 4.108.759 4.917.398 5.372.601
Sumber : CIC, 2009
Laporan Akhir | Bab 5 - 136
Stok Akhir Tahun 108.229 84.335 105.129 107.051 103.462 60.482 60.482 79.399
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
5.1.3. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (PT. ITP) memiliki sejumlah anak perusahaan yang umumnya bergerak pada industri pendukung dan terkait dari induk perusahaanya, misalnya pada industri ready-mix concrete, agregrat perdagangan Semen pertambangan, terminal, kawasan industri dan lain-lain. Sejak tahun 2006, produksi semen PT. ITP cenderung terus meningkat. Apabila pada tahun 2006 produksinya hanya 10,2 juta ton, maka pada tahun 2007 meningkat sebesar 8,4% menjadi 11,08 juta ton dan pada tahun 2008 meningkat lagi sebesar 10,5% menjadi 12,24 juta ton. Jumlah semen yang dipasarkan di dalam negeri pada tahun 2008 mencapai 12,05 juta ton. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, 10,56 juta ton pada 2007, terjadi peningkatan penjualan sebesar 14.1%. PT. ITP juga melakukan ekspor semen ke berbagai negara, namun dalam lima tahun terakhir volumenya cenderung terus merosot. Selama periode 2003 -2005 volume ekspor semen rata-rata di atas satu juta ton per tahun, namun dua tahun berikutnya tinggal separuhnya dan pada tahun 2008 lalu hanya sekitar 80 ribu ton saja. Lebih jelasnya lihat tabel berikut. Tabel 5.6. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen PT Indocement Tunggal Prakarsa, 2002-2008 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Awal Stok Tahun 390.980 368.523 287.690 223.579 315.466 196.792 223.772
Sumber : CIC, 200
Produksi
Impor
Ekspor
Penjualan Dalam Negeri
Stok Akhir Tahun
9.368.766 9.043.750 10.232.07 3 10.634.63 0 10.226.77 3 11.084.59 7 12.243.05 8
-
862.91 0 1.045.1 37 1.227.7 17 1.202.6 59 580.04 8 536.95 7 79.936
8.528.313 8.079.446 9.068.467 9.340.084 9.765.399 10.561.045 12.050.892
368.523 287.690 223.579 315.466 196.792 183.387 316.062
Laporan Akhir | Bab 5 - 137
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
5.1.4. Semen Andalas Indonesia
Perusahaan semen di Aceh ini dimiliki 100% oleh perusahaan asing. Lafarge group melalui Cementia Holding AG, saat ini menguasai 100% dari saham perusahaan M Lafarge Kepemilikan saham oleh Lafarge Group ini dilakukan secara bertahap sejak tahun 1994 dan sebelumnya IFC juga ikut menjadi pemilik saham di perusahaan ini, tetapi saat ini IFC sudah melepas seluruh sahamnya. Perubahan-perubahan kepemilikan saham di perusahaan ini berlangsung dengan masuknya investor lokal, yaitu PT. Intermatra Comperta, PT. Mandaraka buana Sakti dan PT Tridaya Upaya Manunggal yang ketiganya menguasai 34,65% sedangkan yang lainya dikuasai oleh lafarge melalui Cementia Holding, CDC (inggris) dan DEG (jerman). Pada pertengahan 1998, Lafarge telah menguasai 100% saham perusahaan ini, melalui Cementia Holding AG of Switzerland (99,999%) dan PT. Lafarge Indonesia (0,0001%). Pabrik Semen Andalas terletak di Lhok Nga, Kabupaten Aceh Barat. Pabrik ini dibangun tahun 1980 oleh Circle Industries PLC dari Inggris dan Cementia Holding AG dari Swiss. Operasi komersialnya dimulai tahun 1983 dengan kapasitas terpasang 1 juta ton per tahun. Dalam perkembangannya, kapasitas produksi kemudian ditingkatkan menjadi 1,4 juta ton per tahun. Perusahaan semen yang merupakan bagian dari grup Lafarge - Perancis tersebut, selain memiliki pabrik semen terpadu di Lhoknga, Aceh Besar, juga didukung oleh tiga terminal pengantongan dan distribusi semen di Lhokseumawe, Belawan, dan Batam. Untuk memenuhi permintaan pasar, PT. SAI melakukan suplai pasar secara penuh, melalui dua unit packing plant di Lhokseumawe dan Medan. Suplai semen ke Banda Aceh melalui Terminal Lhoksumawe telah dilakukan sejak 11 Januari 2005. Perusahaan juga membangun silo dan unit packing plant terapung untuk melayani kebutuhan semen untuk wilayah pemasaran Banda Aceh dan sekitarnya serta wilayah pemasaran Barat dan Selatan Aceh. Silo tersebut akan dijadikan tempat pengepakan
Laporan Akhir | Bab 5 - 138
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
semen-semen yang didatangkan dari luar sehingga SAI tetap memasok kebutuhan di Aceh, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau. Penjualan semen dalam negeri oleh SAI pada tahun 2007 mencapai 1,42 juta ton dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 1,55 juta ton. Perkembangan produksi dan pemasaran semen oleh PT SAI dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.7. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Andalas, 2002-2008 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Awal Stok Tahun
Produksi
29.112 24.301 13.426 19.769 26.838 59.054 20.225
1.116.522 1.122.646 1.235.597 -
Impor
1.054.577 1.261.086 1.409.632 1.583.816
Ekspor
30.427 57.974
Penjualan Dalam Negeri
Stok Akhir Tahun
1.121.333 1.103.094 1171280 1047508 1.228.870 1.421.901 1.551.128
24.301 13.426 19.769 26.838 59.054 46.785 52.913
Sumber : CIC, 2009 5.1.5. Semen Baturaja
Kepemilikan saham PT semen Baturaja ini 100% dimiliki oleh pemerintah. Terkait dengan program privatisasi pada tahun 2009, kementrian BUMN menyiapkan 20 perusahaan BUMN masuk dalam program Tahunan Privatisasi 2008. PT Semen Baturaja merupakan salah satu BUMN yang akan dilepas sahamnya melalui pola penjualan strategis (strategic sales) maksimal 35% saham. PT Semen Baturaja (persero) berdiri pada november 1974 dengan pemegangan saham PT Semen Padang (55%) dan PT Semen Gresik (45%). Pada Tahun 1978, pemerintah memberikan penyertaan modal yang merubah status hukum perusahaan menjadi PT (persero) dengan susunan modal Pemerintah RI (88%), PT Semen Gresik (Persero) 7% dan PT semen Padang (persero) 5%. Pembangunan fisik pabrik selesai pada
Laporan Akhir | Bab 5 - 139
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
akhir tahun 1980, diresmikan pengoperasianya pada April 1981 dan beroperasi secara komersil sejak Juni 1981. Produksi PT Semen Baturaja cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2002 - 2008, produksi dan penjualan dalam negeri rata-rata meningkat 5,7% per tahun. Pada tahun 2007, produksi perusahaan tersebut telah mencapai 1,01 juta ton dan pada tahun 2008 sedikit meningkat menjadi 1,05 juta ton. Penjualan dalam negerinya berturut-turut sebesar 1,02 juta ton pada 2007 dan 1,06 juta ton pada 2008. PT Semen Baturaja tidak melakukan ekspor sehingga seluruh produksinya dipasarkan di dalam negeri. Saat ini 76% produksi semen Baturaja diserap oleh dua pasar utama yaitu Sumatera Selatan yang market sharenya mencapai 66% dan Lampung yang mencapai 30,5%. Pasar lainnya adalah Jambi, Bengkulu, BangkaBelitung, Riau, Banten dan Jawa Barat serta Jakarta perusahaan bersaing dengan PT Indocement, Semen Padang dan Bosowa. Perkembangan produksi dan penjualan semen oieh perusahaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.8. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Baturaja, 2002-2008 Tahun
Stok Awal Tahun
Produksi
Impor
Ekspo r
Penjualan Dalam Negeri
Stok Akhir Tahun
2002
9.242
756.993
-
-
766.235
-
2003 2004 2005 2006 2007 2008
7.190 11.200 12.388 8.293 2.766
821.475 914.369 893.630 925.274 1.010.227 1.049.849
-
-
814.285 910.359 892.442 929.369 1.015.754 1.062.524
7.190 11.200 12.388 8.293 2.766 11.296
Sumber : CIC, 2009 5.1.6. Semen Kupang
Pabrik semen ini pada awalnya dimiliki oleh PT semen Gresik dan Bapindo. Komposis pemegangan saham PT Semen Kupang saat ini
Laporan Akhir | Bab 5 - 140
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
adalah: Pemerintah pusat sebesar 61,48%, menyusul PT Bank Mandiri Tbk 37,39% dan perusahaan daerah (PD) Flobamor milik Pemda NTT sebesar 1,12%. PT Semen Kupang termasuk salah satu BUMN yang masuk dalam Program Tahunan Privatisasi (PTP) 2009 yang merupakan limpahan dari program privatisasi 2008. saham perusahaan ini akan dilepas melalui pola penjualan strategis (strategic sales) maksimal sebesar 61,48%. Pabrik Semen Kupang diresmikan pada 14 April 1984 sebagai salah satu langkah untuk menggerakkan investasi ke wilayah timur Indonesia dengan kapasitas desain pabrik sebesar 120.000 ton per tahun. Melalui optimalisasi
kapasitas
"cement
mill",
pihak
manajemen
terus
meningkatkan produksinya menjadi 180.000 ton per tahun dan terus bergerak naik menjadi 270.000 ton per tahun sampai akhirnya membangun Pabrik Semen Kupang II pada akhir 1997. Pabrik Semen Kupang II dengan desain tungku Tegak yang menggunakan teknologi produksi dari China dan Jerman itu mampu memproduksi 300.000 ton per tahun. Kapasitas produksinya terus ditingkakan menjadi 570.000 ton per tahun sebagai langkah untuk memenuhi permintaan semen di kawasan timur Indonesia yang terus meningkat. Kinerja pabrik semen yang berlokasi di Osmo Kupang, NTT ini tergolong berat. Hal ini terkait dengan rendahnya pemanfaatan kapasitas karena seringnya 'down time' pabrik, mahalnya biaya energi serta besarnya kredit macet yang dimiliki oleh perusahaan. Rendahnya produksi menyebabkan penjualan dalam negerinya juga rendah. Pada tahun 2006, perusahaan ini berhasil memasarkan semen sebanyak 81.276 ton, tahun 2007 sebesar 66.683 ton dan pada tahun 2008 hanya 20.968 ton.
Laporan Akhir | Bab 5 - 141
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 5.9. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Kupang, 2002-2008 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Awal Stok Tahun
Produksi
4.194 2.603 1.947 1.811 1.375 2.212 1.103
98.264 72.338 91.548 68.974 82.113 65.574 24.363
Impor -
Ekspor
Penjualan Dalam Negeri
11.997 5.688 80 -
87.858 72.994 85.996 69.330 81.276 66.683 20.968
Stok Akhir Tahun 2.603 1.947 1.811 1.375 2.212 1.103 -
Sumber : CIC, 2009 5.1.7. Semen Bosowa Maros
PT Semen Bosowa Maros merupakan satu-satunya perusahaan swasta nasional di Indonesia di bidang industri semen. Pendiri Bosowa Corporation adalah H.M. Aksa Mahmud. Bisnis produksi dan pemasaran semen, yang merupakan usaha inti dari Bosowa Corporation diawali dengan pembangunan pabrik PT Semen Bosowa Maros yang mulai beroperasi tahun 1999 dengan kapasitas produksi sebesar 1,8 juta ton. Untuk mengamankan jalur distribusi dengan mendirikan usaha jasa perdagangan dan transportasi melalui PT Bosowa Trading International, PT Bosowa Lloyd dan PT Mallomo Transporindo. Pada tahun 2007, Bosowa melebarkan sayap ke Indonesia bagian barat dengan membangun pabrik semen PT Bosowa Semen Batam yang berkapasitas produksi 1.2 juta ton per tahun. PT Semen Bosowa Maros dan PT Semen Bosowa Batam adalah pabrik semen termuda di Indonesia dan satu-satunya yang keseluruhan sahamnya dimiliki oleh perusahaan swasta nasional. Secara operasional produksi, kinerja perusahaan selama ini tergolong cukup baik. Meskipun berfluktuasi namun produksinya masih dalam kisaran satu juta ton per tahun. Pada tahun 2006, produksi Semen Bosowa tercatat sebesar 1,04 juta ton, yang kemudian turun
Laporan Akhir | Bab 5 - 142
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
menjadi 994 ribu ton pada tahun 2007. Pada tahun 2008, angka produksinya melonjak 35,7% menjadi 1,35 juta ton. Tabel 5.10. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Bosowa Maros, 2002-2008 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Stok Awal Tahun 26.060 6.539 5.322 22.392 8.599 15.918 4.026
Produksi
Impor
1.069.932 1.251.541 1.132.338 949.323 1.041.776 994.256 1.349.154
-
Ekspor 231.924 164.867 29.227 6.400 6.200 11200
Penjualan Dalam Negeri
Stok Akhir Tahun
857.529 1.087.891 1.086.041 956.716 1.028.257 1.006.148 1.358.264
6.539 5.322 22.392 8.599 15.9] 8 4.026 5.926
Sumber : CIC, 2009
Semen produksi PT Bosowa sebagian besar ditujukan untuk pasar dalam negeri. Dalam beberapa tahun terakhir, volume ekspor sangat kecil dan tidak kontinyu. Pada awalnya, ekspor termasuk sasaran pasar penting, artinya sebagian besar produksinya diarahkan ke pasar ekspor, seperti ke Philipina, Madagaskar, Afrika Selatan dan Bangladesh. Tetapi melihat situasi pasar ekspor yang kurang menguntungkan, maka strategi pasar dirubah dengan memperbesar pasar lokal. Penjualan semen dalam negeri pada tahun 2006 dan 2007 sekitar 1 juta ton per tahun dan pada tahun 2008 tahun lalu mencapai 1,36 juta ton. Disamping itu berusaha mencoba menguasai pasar di wilayah indonesia bagian timur, perusahaan ini juga mencoba bersaing di Pulau Jawa. Untuk memperkuat pasar di Pulau Jawa, perusahaan ini telah membangun unit pengemasan di tanjungwangi, banyuwangi ( Jawa timur) dan juga di Ciwadan, Cilegon ( Jawa Barat dan pasar diwilayah Bali. Bila dibandingkan dengan kapasitas terpasang pabrik sebesar 1,8 juta ton, maka pencapaian produksi tahun 2006 sebesar 57,9%, yang
Laporan Akhir | Bab 5 - 143
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
kemudian turun menjadi 55,3% pada tahun berikutnya. Pada tahun 2008, pemanfaatan kapasitas mengalami peningkatan menjadi 74,9%.
5.2.
SISTEM PRODUKSI SEMEN NASIONAL 5.2.1 Siklus Hidup Semen
Ketidakpastian dalam proses pengadaan baku semen hingga distribusi produk jadi ke konsumen dapat terjadi setiap saat pada semua entitas dalam mata rantai pasok (supply chain). Oleh karena itu, usaha mewujudkan ketahanan pangan meliputi semua aktivitas dari ulu hingga hilir seperti poduksi, pengolahan, distribusi, transportasi dan hingga konsumsi ditangan end user. Proses ini terkait erat dengan konsep supply chain management (SCM). Konsep ini merupakan sebuah jaringan dan pilihan distribusi yang melakukan fungsi dalam upaya mendapatkan bahan baku, transportasi bahan baku sampai pada tempat produksi dan distribusi hasil produksi kepada konsumen secara efektif dan efisien. Komponen utama dari sistem rantai pasok adalah transportasi dan inventori.
Komponen
memindahkan
transportasi
sejumlah
barang
identik yang
dengan
aktivitas
dilakukan
dengan
mempertimbangkan beberapa hal, seperti: (1) lokasi asal dan tujuan, (2) volume dan karakteristik barang, (3) kebutuhan jumlah dan moda transportasi yang tentu saja didukung oleh fasilitas material handling (penanganan barang). Sementara, komponen inventori identik dengan aktivitas penyimpanan barang di dalam suatu gudang. Secara umum sistem rantai pasok semen terdapat pada Gambar 5.2.
Laporan Akhir | Bab 5 - 144
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
2
1
3
4
5
6
7
Gambar 5.2. Siklus Hidup Semen Nasional Sumber : diadaptasi dari Deperin (2009) dan Mustakin (2010)
Berikut ini adalah penjelasan aktivitas-aktivitas dari rantai pasok semen berdasarkan pada Gambar 5.2. 1. Pengadaan bahan Baku dari Supplier
Laporan Akhir | Bab 5 - 145
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Bahan baku utama yang digunakan dalam memproduksi semen adalah batu kapur, pasir silika, tanah liat, pasir besi dan gipsum. Batu kapur, tanah liat dan pasir silika di tambang dengan cara pengeboran dan peledakan dan kemudian dibawa ke mesin penggiling yang berlokasi tidak jauh dari tambang. Bahan yang telah digiling kemudian dikirim melalui ban berjalan atau dengan menggunakan truk. Dalam sistem proses basah, bahan baku dimasukkan ke dalam tanur dengan wujud aslinya yang masih basah, sehingga membutuhkan konsumsi panas yang relatif tinggi. Dalam sistem proses kering, bahan baku telah dikeringkan dan dimasukkan ke tanur dalam bentuk bubuk. Ini memberikan keuntungan sehingga digunakan oleh produsen semen saat ini. 2. Pengeringan dan Penggilingan Semua bahan yang sudah dihancurkan dikeringkan di dalam pengering yang berputar untuk mencegah pemborosan panas. Kadar air dari material tersebut menjadi turun sesuai dengan kontrol kualitas yang telah ditentukan sesuai standar yang telah ditetapkan. Setelah disimpan di Raw Mill Feed Bins, campuran material yang telah mengikuti standar dimasukkan ke dalam penggilingan. Dalam proses penggilingan ini, pengambilan contoh dilakukan setiap satu jam untuk diperiksa agar komposisi masing-masing material tetap konstan dan sesuai dengan standar. Setelah itu tepung yang telah bercampur itu dikirimkan ke tempat penyimpanan. 3. Pembakaran dan Pendinginan Dari tempat penyimpanan hasil campuran yang telah digiling, material yang telah halus itu dikirim ke tempat pembakaran yang berputar dan bertemperatur sangat tinggi sampai menjadi klinker. Setelah klinker ini didinginkan, dikirim ke tempat penyimpanan. Selama proses ini berlangsung, peralatan yang canggih digunakan untuk memantau proses pembakaran
yang
diawasi
secara
terus
menerus
Laporan Akhir | Bab 5 - 146
dari
Pusat
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Pengendalian. Bahan bakar yang dipergunakan adalah batu bara, kecuali untuk semen putih dan oil well cement digunakan gas alam. 4. Penggilingan Akhir Klinker yang sudah didinginkan kemudian dicampur dengan gipsum yang masih diimpor, kemudian digiling untuk menjadi semen. Penggilingan ini dilaksanakan dengan sistem close circuit untuk menjaga efisiensi serta mutu yang tinggi. Semen yang telah siap untuk dipasarkan ini kemudian dipompa ke dalam tangki penyimpanan. 5. Pengantongan Dari silo tempat penampungan, semen dipindahkan ke tempat pengantongan untuk kantong maupun curah. Pengepakan menjadi efisien dengan menggunakan mesin pembungkus dengan kecepatan tinggi. Kantong-kantong yang telah terisi dengan otomatis ditimbang dan dijahit untuk kemudian dimuat ke truk melalui ban berjalan. Sedangkan semen curah dimuat ke lori khusus untuk diangkut ke tempat penampungan di pabrik, atau langsung diangkut ke Tanjung Priok untuk disimpan atau langsung dikapalkan. 6. Sistim Distribusi Penyaluran semen dari pabrik ke konsumen akhir, ditempuh melalui beberapa sistim, yang pada prinsipnya adalah untuk mencapai mekanisme pasar yang paling efisien. Selama ini produsen semen menunjuk main distributor untuk memasarkan semen melalui dealer di propinsi, lalu dealer kabupaten hingga ke pengecer dan terakhir ke konsumen akhir atau ke masyarakat. Sedangkan konsumen besar seperti perusahaan ready mix concrete bisa langsung memperoleh dari distributor utama atau dealer propinsi, karena konsumsi mereka pada umumnya adalah kondisi curah (bulk). Berikut pola jalur distribusi semen yang berlaku pada umumnya (lihat Gambar 5.3).
Laporan Akhir | Bab 5 - 147
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Pabrik
Distributor tunggal
Dealer (Provinsi) Distrik/ kabupaten
Sub Distrik Retailer End users
Gambar 5.3. Pola Saluran Distribusi Semen Sumber : CIC, 2009
Setelah tidak berlakunya sistem pemasaran melalui HPS (Harga Pedoman Setempat) sejak November 1997, sistem pendistribusian semen secara teoritis menjadi bebas. Tetapi pada kenyataannya, pendistribusian semen hingga saat ini tidak jauh berbeda, dan wilayah pasar masing-masing produsen selama ini tidak banyak mengalami perubahan. Ada beberapa produsen yang memang mencoba untuk menggeser merk lain di beberapa wilayah dan berhasil tetapi dominasi merk di daerah dekat pabrik tetap sulit digeser. Secara umum, produsen semen dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yakni pemain utama dan pemain lainnya. Pemain utama, yang terdiri dari tiga
Laporan Akhir | Bab 5 - 148
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
produsen, yakni Semen Gresik Group, Indocement, dan Holcim memiliki jaringan distribusi yang luas dan mencakup sebagian besar atau seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan pemain lainnya, meskipun sebagian telah mencoba untuk memperluas pemasarannya, akan tetapi hampir seluruh produknya dipasarkan di wilayah sendiri. Karakter semen yang bersifat bulky sehingga nilainya sangat rendah dibandingkan dengan beratnya, menyebabkan masalah distribusi menjadi komponen yang sangat penting dalam pemasaran komoditi tersebut. Unsur transportasi atau pengangkutan menjadi masalah yang krusial dan menurut studi dari LPEM-UI biaya angkutan semen (termasuk pergudangan) mencapai 35% dari harga jualnya. Karena sifatnya yang bulky tersebut maka angkutan laut dan darat menjadi moda utama untu transportasi produk tersebut. Penggunaan angkutan udara hanya dilakukan apabila penggunaan kedua jenis angkutan tidak memungkinkan. Penggunaan angkutan udara jelas tidak ekonomis karena mahal dan daya angkut yang terbatas. Transportasi semen yang dimaksud disini adalah angkutan semen yang berasal dari pabrik. Sedangkan angkutan yang digunakan yaitu dari toko atau pelabuhan bongkar, tidak termasuk dalam definisi ini. Angkutan ini dapat berupa angkutan danau, angkutan sungai, angkutan dengan truk mini (pick up), angkutan perahu dan sebagainya. Berbagai jenis angkutan yang
dipakai
selain
angkutan
tersebut
di
atas,
khususnya
mendistribusikan lebih lanjut ke konsumen akhir adalah angkutan sungai, ferry, angkutan dengan gerobak dan sebagainya dan bahkan menggunakan angkutan udara apabila jalan darat atau jalan laut/sungai tidak memungkinkan. Berikut ini dibahas tentang masing-masing sektor transportasi yang digunakan dalam angkutan semen. a) angkutan kereta Api
Laporan Akhir | Bab 5 - 149
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Penggunaan angkutan kereta api untuk jarak jauh (lebih dari 50 km) akan lebih efisien mengingat kapasitas muat dalam satu trip lebih besar daripada menggunakan truck dan tarifnya pun pada umumnya lebih murah bila dibandingkan dengan truck. Saat ini tidak seluruh pabrik semen menggunakan Kereta Api untuk angkutan semen, baik ke pusat-pusat distribusi maupun ke pelabuhan-pelabuhan muat. Pabrik yang belum menggunakan kereta Api untuk mengangkut semen adalah pabrik-pabrik yang berada di daerah yang tidak mempunyai sarana angkutan kereta api, seperti Semen Tonasa, PT semen Andalas Indonesia dan Semen Kupang. Pabrik-pabrik semen yang saat ini sudah menggunakan kereta api untuk mengangkut semen sebagai berikut: 1) PT. Semen Padang; untuk mengangkut semen curah dari pabrik ke pelabuhan teluk bayur dan disimpan di silo yang selanjutnya dikemas di pelabuhan dan kemudian dimuat ke kapal atau langsung dimuat keatas kapal curah tanpa dikemas.
Untuk
mengangkut semen dalam kantong dari gudang ke bukit putus ke kota-kota yang dilewati jalur kereta api maupun pelabuhan teluk bayur untuk selajutnya dimuat ke kapal. 2) PT. Semen Gresik; untuk mengangkut semen ke daerah-daerah pemasaran di Jawa Tengah (Semarang, Solo, Yogyakarta) dan Jawa Timur (Madiun, Malang, Kediri, Surabaya, Mojokerto, Banyuwangi, Bojonegoro dan Blitar). 3) PT. Indocement Tunggal Prakarsa; untuk mengangkat semen ke Jawa Tengah (Semarang) dan Jawa Timur, karena belum ada fasilitas kereta api di pabrik, maka semenya masih harus diangkut ke stasiun terdekat (bekasi atau kerawang) dan kemudian baru dimuat ke kereta api. Cara pengangkutan ini ditunjukkan baru dimuat untuk mengurangi beban angkutan teruk meskipun kurang
Laporan Akhir | Bab 5 - 150
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
efisien (memerlukan bongkar muat tiga kali lipat dari pabrik ke truck, dari truck ke kereta api, dari kerat api ke truck dan terakhir dari truck ke gudang pembeli). 4) PT. Holcim; untuk mengangkut semen ke Jawa Tengah (Semarang) dan Jawa Timur. Situasi yang sama dengan PT ITP juga dihadapi oleh pabrik ini. Kurangnya rencana pembangunan jalan kereta api melalui kedua pabrik hingga saat ini belum ada realisasinya. 5) PT. Semen Baturaja; kereta api digunakan untuk mengangkut klinker dari unit pabrik di Baturaja ke unit-unit pabrik di Palembang dan Panjang dimana klinker tersebut diolah menjadi semen dan kemudian dikemas kedalam kantong ukuran 40kg. Semen yang sudah dikantongi dibawa kembali ke Baturaja dan kota-kota yang dilalui oleh kereta api yang menjadi daerah pemasaran PT. Semen Baturaja. Dalam jangka panjang kereta api akan lebih efisien menggantikan angkutan truck terutama untuk jarak jauh. Kesulitan utama adalah investasi. Untuk mengadakan/menambah jaringan kereta api akan memerlukan invetsasi yang sangat besar yang tidak mungkin dipikul oleh pabrik semen sendiri. Hingga saat ini pembangunan moda transportasi ini masih kecil porsinya karena keterbatasan jaringan klereta api, sehingga jadwal perjalanan masih tidak menjamin kepastian. b) angkutan truck Moda angkutan ini merupakan yang paling penting dan seluruh pabrik semen
yang
ada
menggunakan
sarana
angkutan
ini
untuk
menyalurkan produksinya ke distributor atau agen. Di Pulau Jawa, walaupun tersedia jaringan rel kereta api, tetapi penggunaan truck masih dominan. Akan tetapi, di luar Jawa sering terjadi masalah dalam pengangkutan semen melalui truck. Di samping belum tersedianya
Laporan Akhir | Bab 5 - 151
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
prasarana jalan yang memadai untuk kendaraan truck, juga minimnya jaringan kereta api. Untuk itu, penggunaan moda transportasi jenis lain seperti, angkutan sungai dan angkutan perahu cukup penting dalam mendukung kelancaran pengadaan semen di luar Pulau Jawa. c) Angkutan laut Angkutan laut merupakan moda transportasi utama untuk semen. Hal imi terlihat dari fakta keseluruhan pabrik semen beroperasi di Indonesia memiliki akses ke laut. Kondisi geografis indonesia yang luas dan berpulau-pulau menyebabkan angkutan laut menjadi moda utama untuk transportasi semen. Dari seluruh sarana transportasi yang diperlukan untuk angkutan semen, maka sekitar 20 % dari total angkutan semen untuk kebutuhan dalam negeri menggunakan angkutan laut. Semen yang diangkut melalui laut dapat berupa semen curah maupun semen dalam kantong. Pabrik-pabrik yang mengangkut semen dalam curah dewasa ini adalah PT. SAI, PT. SP, dan PT. ITP. Pengangkutan semen curah memerlukan sarana khusus untuk pemuatan dan pembongkaran di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar serta menggunakan kapal khusus semen curah. Sarana bongkar muat tersebut termasuk silo-silo dan unit pengantongan di pelabuhan bongkar. Dalam waktu dekat, PT. ST juga akan membangun fasilitas bongkar muat semen curah diberbagai tempat di Indoensia Timur dan Kalimantan untuk menampung hasil produksi dari unit perluasan pabrik ini. Dengan makin banyaknya silo yang dibangun di berbagai tempat diharapkan kelancaran distribusi lebih terjamin. Pada saat ini banyak menggunakan sarana angkutan laut adalah PT. SP dan PT. ST karena lebih dari 60% hasil produksinya diangkut melalui laut. Lebih dari 50 pelabuhan besar dan kecil menjadi tujuantujuan kapal-kapal yang dimuat dari kedua pabrik semen tersebut. PT. SP untuk mensupply ke daerah pemasaran PT. ST yang mencakup
Laporan Akhir | Bab 5 - 152
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTT, NTB dan Papua. Dengan pola distribusi semacam ini jelas memperlihatkan adanya efisiensi dalam distribusi semen melalui laut. Pendirian pabrik baru atau perluasan pabrik yang sudah ada di Indonesia Timur diharapkan memecahkan masalah kerawanan pasokan dan sekaligus meningkatkan efisiensi distribusi semen melalui laut. d) Pelabuhan Pelabuhan bongkar muat semen dalam rangka distribusi semen ke daerah-daerah pada umumnya belum memiliki fasilitas yang memadai. Hal ini sering menyebabkan terlambatnya kelancaran distribusi semen. Apalagi jika pelabuhan tersebut merupakan jalan masuk satu-satunya ke pasaran di daerah yang bersangkutan. Pelabuhan muat, kongesti sering terjadi baik karena memang jumlah kapal yang melaksanakan bongkar muat meningkat sangat banyak melampaui kemampuan pengembangan sarana pelabuahan. Masih sering terjadi kapal harus menunggu kesiapan dermaga baik untuk muat maupun bongkar semen dalam waktu lebih dari 2 minggu. Pabrik-pabrik baru terpaksa membangun dermaga khusus semen apabila kapal-kapalnya tidak ingin terkena kongesti.
Laporan Akhir | Bab 5 - 153
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 5.4. Wilayah Distribusi Dari Tiga Pemain Utama Semen, 2008 Sumber : CIC, 2009
Dari Gambar 5.4 terlihat bahwa Semen Gresik Group memiliki wilayah distibusi ke seluruh Indonesia, berkat lokasi pabriknya yang stategis, yakni Semen Padang untuk wilayah Indonesia Barat, Semen Gresik untuk wilayah Indonesia Tengah dan Semen Tonasa untuk wilayah Indonesia Timur. Terlihat pula bahwa SGG menguasai pasar di hampir seluruh wilayah nusantara. PT Indocement juga memiliki wilayah distribusi yang luas ke seluruh Indonesia dan memiliki pangsa yang berimbang dengan SGG untuk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Sementara itu, Holcim baru memiliki jaringan distribusi yang terdapat di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. e) Gudang Pada umumnya pabrik-pabrik di Indonesia menurut ASI tidak mempunyai gudang sendiri untuk menyimpan semen-semen yang sudah dikantongkan, baik pusat-pusat distribusi maupun di daerahdaerah pemasarannya. Gudang-gudang yang ada di daerah-daerah pemasaran atau di pusat-pusat distribusi, biasanya dimiliki atau disewa oleh Distributor/Sub-Distributor. Keharusan memiliki gudang bagi Distributor dan Sub-Distributor memang dipersyaratkan oleh Kementerian Perdagangan agar dapat ditunjuk atau diangkat sebagai Distributor/Sub-Distributor semen. Pemilikan gudang sendiri oleh pabrik-pabrik semen hanya akan menyebabkan tambahan terhadap biaya penjualan. Gudang untuk semen curah yang berwujud silo umurnnya ada dipabrik. Dewasa ini silo-silo tersebut mulai dikembangkan di pusat-pusat pemasaran seperti di Batam yang dimiliki oleh PT SP dan PT SAI, di Jakarta yang
Laporan Akhir | Bab 5 - 154
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
dimiliki oleh PT SP, di Surabaya yang dimiliki oleh PT ITP dan tempattempat lain sedang dibangun oleh PT ST (Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara). Pada proyek-proyek besar, penggunaan silo-silo kecil adalah untuk menampung semen curah yang dikirim langsung dari pabrik.untuk daerah-daerah tertentu dimana transportasi menjadi kesulitan umum, adanya gudang-gudang penumpukan memang bisa menghindari terjadinya kerawanan stock semen. Tetapi hal ini tidak akan memecahkan persoalan untuk jangka panjang karena masalah utamanya adalah kesulitan transportasi. Dengan pembangunan silo-silo yang dilengkapi dengan unit-unit pengepakan diharapkan dapat diatasi masalah kerawanan stock semen di daerah-daerah, akan tetapi pembangunan silo ini membutuhkan investasi yang cukup besar, oleh karenanya hanya dapat dilaksanakan apabila kebutuhan di daerah yang bersangkutan cukup tinggi agar pembangunan silo tersebut layak (sekitar 100150.000 ton semen setahun). 7. Konsumen Konsumen atau pasar dari hasil produksi semen di Indonesia adalah konsumen dalam negeri dan luar negeri. 5.2.2. Katalog Produk Semen
Berikut ini adalah beberapa jenis semen yang secara umum banyak terdapat di pasaran dan diproduksi oleh pabrikan di Indonesia serta beberapa informasi tentang kegunaannya: 1. Semen Portland Tipe I (SNI 15-2049-2004). Dikenal pula sebagai Ordinary Portland Cement (OPC), merupakan semen hidrolis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi umum, seperti konstruksi bangunan yang tidak memerlukan
Laporan Akhir | Bab 5 - 155
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
persyaratan khusus, antara lain: bangunan, perumahan, gedunggedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya. 2. Semen Portland Tipe II (SNI 15-2049-2004). Dikenal sebagai semen yang mempunyai ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Misalnya untuk bangunan di pinggir laut, tanah rawa, dermaga, saluran irigasi, beton massa dan bendungan. 3. Semen Portland Tipe III (SNI 15-2049-2004). Semua jenis ini merupakan semen yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal yang tinggi setelah proses pengecoran dilakukan dan memerlukan penyelesaian secepat mungkin. Misalnya digunakan untuk pembuatan jalan raya, bangunan tingkat tinggi dan bandar udara. 4. Semen Portland Tipe IV (SNI 15-2049-2004). Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Jenis ini khusus untuk penggunaan panas hidrasi serendah-rendahnya. 5. Semen Portland Tipe V (SNI 15-2049-2004). Semen jenis ini dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan pada tanah/air yang mengandung sulfat tinggi dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. 6. Portland Pozzolan Cement (SNI 15-2049-2004). Semen portland pozollan adalah campuran semen portland dan bahan-bahan yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan
Laporan Akhir | Bab 5 - 156
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
hasil residu PLTU. Semen jenis ini biasanya digunakan untuk beton yang diekspos terhadap sulfat. Jenis semen ini digunakan untuk bangunan umum dan bangunan yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang. Misalnya, jembatan, jalan raya, perumahan, dermaga, beton massa, bendungan, bangunan irigasi dan fondasi pelat penuh. 7. White Cement / Semen Putih (SNI 15-0129-1987). Semen jenis ini hanya diproduksi oleh pabrik PT. Indocement Tunggal Prakarsa dan secara khusus dipergunakan untuk pembuatan ubin, pemasangan keramik dan beberapa pekerjaan dekorasi interior. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni. 8. Portland Composite Cement (SNI 15-7064-2004). Semen hidrolis yang dihasilkan dari penggilangan secara bersamasama terak semen portland dan gipsum dengan satu atau lebih bahan anorganik lain. Semen jenis ini juga disebut semen portland komposit yang dapat digunakan untuk konstruksi umum seperti pekerjaan beton, pasangan bata, selokan, jalan, pagar dinding dan pembuatan elemen bangunan khusus seperti beton pracetak, beton pratekan, panel beton, bata beton (paving block) dan sebagainya. 9. Oil Well Cement (Class G-HSR)/Semen sumur minyak (SNI 153044-1992). Semen jenis ini adalah semen portland yang dicampur dengan bahan retarder khusus seperti lignin, asam borat, casein, gula, atau organic hidroxid acid. Semen Sumur Minyak digunakan antara lain untuk melindungi ruangan antara rangka sumur minyak dengan karang atau
Laporan Akhir | Bab 5 - 157
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
tanah sekelilingnya, sebagai rangka sumur minyak dari pengaruh air yang korosif. 10. Masonry Cement (SNI 15-3785-2004 dan ASTM C 91-1995). Merupakan semen
hidraulik yang digunakan sebagai adukan
konstruksi masonry, mengandung satu atau lebih blast furnance slag cement (semen kerak dapur tinggi), semen portland pozzolan, semen alam atau kapur hidraulik dan bahan penambahnya mengandung satu atau lebih bahan–bahan seperti: kapur padam, batu kapur, chalk, calceous shell, talk, slag, atau tanah liat yang dipersiapkan untuk keperluan ini. Sifat semen ini mempunyai penyerapan air yang baik, berdaya plastissitas yang tinggi dan kuat tekan yang rendah. 11. Portland Mixed Cement (SNI-2049-2004). Tipe ini digunakan untuk konstruksi umum yang tidak membutuhkan persyaratan khusus, dan pada saat tanah dan air pada daerah tersebut mengandung sulfat dengan rentang 0.0-0.10%. Contoh konstruksi umum adalah yang digunakan yaitu, segala high-rise buiding, paving, pavement concretes, base concrete, water tanks, railway sleepers, auxillary highway structure. Dari kesebelas tipe produk semen tersebut di atas, tipe nomor lima dan enam, yaitu semen portland dan portland pozzolan cement (PPC) yang paling banyak digunakan. Hal ini tidak terlepas dari mayoritas jenis konstruksi bangunan yang dikerjakan di Indonesia, seperti bangunan rumah tinggal, jembatan, dermaga, dan bangunan irigasi, yang memang dalam penggunaan jenis semennya lebih cocok menggunakan kedua tipe tersebut. 5.2.3. Bahan Baku Produksi Semen
Laporan Akhir | Bab 5 - 158
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Pada umumnya, semua produsen semen menggunakan bahan yang sama, yakni batu kapur atau batu gamping dan tanah liat atau tanah lempung. Batu kapur merupakan hasil tambang yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO). Sedangkan tanah lempung mengandung silica dioksida (SiO2) serta alumunium oksida (Al2O3). Kedua bahan ini kemudian mengalami proses pembakaran hingga meleleh. Semakin baik mutu semen bila semakin lama proses pengerasannya (dalam kondisi semen sudah dicampur dengan air), dengan angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus: (%SiO2 + %Al2O3 + Fe2O3) : (%CaO + %MgO). Angka hidrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga > 0,5 (keras sekali). Namun demikian, dalam industri semen, angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 0,5. Bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan semen adalah batu kapur, pasir silika, tanah liat dan pasir besi. Total kebutuhan bahan mentah yang digunakan untuk memproduksi semen yaitu: 1. Batu kapur digunakan sebanyak ± 81 %. Batu kapur merupakan sumber utama oksida yang mempumyai rumus CaCO3 (Calcium Carbonat),pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur yang baik dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5% 2. Pasir silika digunakan sebanyak ± 9 % Pasir silika memiliki rumus SiO2 (silikon dioksida). Pada umumnya pasir silika terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih warna pasir silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau coklat, disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi. Pasir
Laporan Akhir | Bab 5 - 159
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90% 3. Tanah liat digunakan sebanyak ± 9 %. Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen SiO2Al2O3.2H2O. Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar air ± 20 %, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46 % 4. Pasir besi digunakan sebanyak ± 1%. Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada umumnya
selalu
tercampur
dengan
SiO2
dan
TiO2
sebagai
impuritiesnya. Fe2O3 berfungsi sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan terak semen. Kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe3O2 ± 75% – 80%. Pada penggilingan akhir digunakan gipsum sebanyak 3-5% total pembuatan semen. 5.3.
KAPASITAS PRODUKSI SEMEN NASIONAL
Produksi semen nasional tumbuh sebesar 10,0% pada tahun 2008, dari 35,32 juta ton pada 2007 menjadi 38,53 juta ton. Penjualan semen dalam negeri pada tahun 2008 juga terus tumbuh sebesar 12,7%, dari 33,77 juta ton menjadi 38,07 juta ton. Tingginya konsumsi dalam negeri menyebabkan ekspornya mengalami penurunan sebesar 45,0% dari 2,97 juta ton menjadi hanya 1,63 juta ton meskipun impornya meningkat sebesar 12,4%.
Laporan Akhir | Bab 5 - 160
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 5.5. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen, 2002-2008 Sumber : CIC, 2009
Dari Gambar 5.5 terlihat bahwa selama periode 2002 - 2008, konsumsi semen dalam negeri tumbuh pesat (dengan laju rata-rata 6,2% per tahun) yang menyebabkan produksi dan impor semen cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan konsumsi yang jauh lebih besar daripada produksi (hanya 3,9% per tahun) menyebabkan impor semen cenderung meningkat dan sebaliknya ekspornya terus menurun
Tabel 5.11. Perkembangan Produksi dan Penjualan Semen Nasional, 2002-2008 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Stok Awal Tahun 1.207.926 1.049.276 1.036.646 806.425 894.162 818.405 53738
Produksi
Impor
30.720.177 30.646.958 33.230.143 33.916.980 33.032.454 35.032.526 38.533.335
1.054.577 1.261.086 1.409.632 1.583.816
Ekspor 4.183.583 3.073.286 2.945.533 3.289.299 2.245.397 2.969.091 1.632.391
Penjualan Dalam Negeri
Stok Akhir Tahun
26.695.240 27.586.302 30.514.831 31.595.221 32.123.898 33.768.259 38.071.618
1.049.276 1.036.646 806.425 893.462 818.405 523.213 906.444
Sumber : CIC, 2009
Selama tiga tahun terakhir, hampir tidak ada perubahan yang mencolok yang dialami oleh pabrik-pabrik semen yang ada, terutama dilihat dari kinerjanya.
Laporan Akhir | Bab 5 - 161
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Apa yang terjadi selama 2008, tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan yang dicapai selama tahun 2006. Kondisi yang demikian ini terkait dengan situasi pasar yang kelihatanya juga tidak banyak bergerak. Pasokan semen berbagai wilayah juga tidak ada masalah, sehingga tidak ada kelangkaan semen. Sejak tahun 2006 hingga 2008 yang lalu, belum ada perubahan yang berarti dalam jumlah pabrik maupun kapasitas produksi semen di Indonesia jumlah perusahaan semen masih tetap 9 buah yang mengelola pabrik-pabrik di 12 lokasi, yaitu Pulau Jawa (Cibinong/Jawa Barat, cirebon/ Jawa Barat, Cilacap/ Jawa Tengah, Tuban/Jawa Timur, Lhok Nga/Aceh, Padang/Sumatera Barat, Baturaja/Sumatera Selatan, Maros/Sulawesi Selatan, Pangkep/Sulawesi Selatan dan Tarjun/Kalimantan Selatan.
Laporan Akhir | Bab 5 - 162
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Keterangan NO. 1 2 3
PERUSAHAAN PT. Semen Andalas Indonesia (SAI) PT. Semen Padang (SP) PT. Semen Baturaja (SB)
4
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. PT. Holcim Indonesia Tbk. (HI) PT. Semen Gresik Tbk. (SG) PT. Semen Tonasa (ST) PT. Semen Bosowa Maros (SBM) PT. Semen Kupang (SK)
5 6 7 8 9
LOKASI Lhok Nga - Nanggroe Aceh Darussalam Indarung - Sumatera Barat Baturaja-Sumsel, Palembang-Sumsel, PanjangLampung Citeureup-Jabar, Palimanan-Jabar, Tarjun-Kalsel Narogong-Jabar, Cilacap-Jateng Gresik-Jatim, Tuban-Jatim Pangkep-Sulsel Maros-Sulsel Kupang-NTT
Gambar 5.6. Sebaran Pabrik Semen di Indonesia pada tahun 2008 Sumber: CIC, 2009
Sampai dengan akhir tahun 2011, total kapasitas industri semen nasional mencapai 43,257 juta ton untuk klinker dan 56,920 juta ton untuk semen.
Laporan Akhir | Bab 5 - 163
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 5.12. Perkembangan Kapasitas Produksi Semen Nasional 2001-2008 Tahun
Kapasitas Design (000 ton) Clinker
Cement
Produksi (000 ton) Clinker
Utility (%)
Cement
Penjualan (000 ton) Utility (%)
Dalam Negeri
Export Clinker
Cement
Total
Import Cement (000 ton)
Konsumsi Dalam Negeri (000 ton)
Konsumsi per kapita (kg)
2002
44.425
47.490
33.248
75%
30.720
65%
27.173
4.184
3.791
35.148
60
27.233
130
2003
44.425
47.490
32.629
73%
30.647
65%
27.528
4.270
3.073
34.871
11
27.539
130
2004
43.340
47.490
34.886
80%
33.230
70%
30.192
4.673
2.946
37.811
17
30.208
140
2005
42.690
46.090
34.004
80%
33.917
74%
30.432
3.407
3.289
37.128
1.055
31.487
144
2006
40.730
44.890
34.970
86%
33.032
74%
30.695
5.023
2.245
37.963
1.280
31.975
145
2007
40.730
44.890
35.914
88%
35.033
78%
32.763
4.873
2.929
40.565
1.410
34.172
152
2008
40.730
44.890
37.630
92%
38.533
86%
36.539
3.301
1.641
41.481
1.532
38.072
152
2009
40.941
43.257
35.639
87%
36.884
85%
37.667
2.797
1.219
41.683
1.383
39.050
169
2010
43.257
53.010
34.515
80%
39.475
74%
39.180
2.141
763
42.084
1.597
40.778
172
2011
43.670
56.820
37.537
86%
45.237
80%
46.990
959
228
48.177
1.009
47.999
200
Sumber: ASI, 2012
Laporan Akhir | Bab 5 - 164
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Industri semen nasional dikuasai tiga pemain besar, yaitu Semen Gresik Group, Indocement Group dan Holcim Group. PT Semen Gresik TBK atau semen gresik group yang merupakan gabungan dari tiga pabrik semen milik pemerintah (BUMN) adalah yang terbesar, dengan total kapasitas produksi mencapai 18 juta ton. Tabel 5.13 dan Tabel 5.14 berikut ini menunjukkan besaran kapasitas dan produksi masing-masing perusahaan untuk produk klinker dan semen di Indonesia pada tahun 2010-2011.
Tabel 5.13. Kapasitas dan Produksi klinker di Indonesia Perusahaan
2010 Kapasitas
2011
PT. Lafarge Cment Indonesia
1.200.000
-
Utilitas (%) 0%
PT. Semen Padang
5.577.000
5.122.655
92%
PT. Semen Baturaja
Produksi
Kapasitas
Produksi
1.200.000
-
Utilitas (%) 0%
5.610.000
5.288.630
94%
1.200.000
1.062.101
89%
1.200.000
1.056.948
88%
15.600.000
11.173.048
72%
15.600.000
12.223.211
78%
PT. Holcim Indonesia
6.400.000
5.587.293
87%
6.400.000
6.406.923
100%
PT. Semen Gresik
7.568.000
6.791.430
90%
7.880.000
7.616.212
97%
PT. Semen Tonasa
3.612.000
3.267.825
90%
3.680.000
3.127.981
85%
PT. Semen Bosowa Maros
1.800.000
1.510.676
84%
1.800.000
1.818.073
101%
300.000
-
0%
300.000
-
0%
43.257.000
34.515.028
80%
43.670.000
37.537.978
86%
PT. Indocement Tunggal Prakarsa
PT. Semen Kupang Total
Sumber: ASI, 2012
Tabel 5.14. Kapasitas dan Produksi Semen di Indonesia Perusahaan
PT. Lafarge Cment Indonesia PT. Semen Padang PT. Semen Baturaja PT. Indocement Tunggal Prakarsa PT. Holcim Indonesia PT. Semen Gresik PT. Semen Tonasa PT. Semen Bosowa Maros PT. Semen Kupang
2010 Kapasitas
Produksi
1.600.000 6.300.000 1.250.000 18.600.000 8.300.000 9.100.000 4.290.000 3.000.000 570.000
5.676.227 1.131.299 12.637.968 5.618.469 8.939.142 3.660.595 1.811.847 -
2011 Utilitas (%) 0% 90% 91% 68% 68% 98% 85% 60% 0%
Kapasitas
Produksi
1.600.000 6.300.000 1.250.000 21.100.000 8.700.000 9.700.000 4.600.000 3.000.000 570.000
6.151.635 1.241.043 15.102.254 7.130.625 9.791.522 3.887.693 1.933.186 -
Laporan Akhir | Bab 5 - 165
Utilitas (%) 0% 98% 99% 72% 82% 101% 85% 64% 0%
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Total
53.010.000
39.475.547
74%
56.820.000
45.237.958
Sumber: ASI, 2012
Industri semen nasional dikuasai tiga pemain besar, yaitu Semen Gresik Group, Indocement Group dan Holcim Group. PT Semen Gresik TBK atau semen gresik group yang merupakan gabungan dari tiga pabrik semen milik pemerintah (BUMN) adalah yang terbesar, dengan total kapasitas produksi mencapai 18 juta ton. Terbesar kedua adalah PT Indocement Tunggal Prakarsa yang pabriknya terletak di Cibinong (Jawa Barat) dan satu unit di Tarjun (Kalimantan Selatan) dengan kapasitas seluruhnya sebesar 15.650 ribu ton per tahun. sedangkan PT Holcim Indonesia Tbk (yang sebelumnya bernama PT Semen Cibinong) memiliki kapasitas produksi sebesar 9700 ribu ton dari pabrik yang berlokasi di Cibinong (Jawa Barat) dan Cilacap ( Jawa Tengah).
Gambar 5.7. Kapasitas Pabrik Semen Terbesar di Indonesia, 2008 Sumber: CIC, 2009
Laporan Akhir | Bab 5 - 166
80%
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
5.4.
PANGSA PASAR SEMEN NASIONAL 5.4.1. Pangsa Pasar Semen Dalam Negeri
Konsumsi semen dalam negeri dapat didekati dari penjualan semen dalam negeri, yang angkanya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002, penjualan semen dalam negeri baru mencapai 26,7 juta ton. Angka tersebut meningkat menjadi 30,6 juta ton pada tahun 2004 mencapai 33,8 juta ton pada tahun 2007. Pada tahun 2008 lalu, penjualan semen dalam negeri telah mencapai 38,1 juta ton. Lebih jelasnya, lihat tabel berikut. Tabel 5.15. Perkembangan Penjualan Semen Dalam Negeri, 2002-2008 Tahun
Produksi
Impor
Ekspor
2002
Stok Awal Tahun 1.208
4.184
Penjualan Dalam Negeri 26.695
Stok Akhir Tahun 1.049
30.720
0
2003 2004
1.049 1.037
30.647 33.230
0 0
3.073 2.946
27.586 30.515
1.037 806
2005 2006 2007 2008
806 894 818 537
33.917 33.032 35.033 38.533
1.055 1.261 1.410 1.584
3.289 2.245 2.969 1.632
31.595 32.124 33.768 38.072
893 818 523 906
Sumber : CIC, 2009
Kecenderungan konsumsi domestik semen yang mendekati angka produksi nasional menyebabkan menurunnya ekspor dari tahun ke tahun yang diikuti dengan meningkatnya impor semen ke Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Laporan Akhir | Bab 5 - 167
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 5.8. Perkembangan Produksi, impor, Ekspor Dan Penjualan Dalam Negeri Semen, 2002-2008 Sumber : CIC, 2009
Semen Gresik menjadi pemasok utama semen di dalam negeri dengan pangsa 43,7% pada tahun 2008 lalu. Pada posisi kedua. adalah Indocement dengan pangsa 31,7%, disusul oleh Holcim (14,1%). Tiga besar pemasok semen tersebut mampu menguasai pasar domestik hampir 90%, yang berarti bahwa produsen semen lainnya hanya menguasai pasar sekitar 10%. Posisi berikutnya, berturut-turut adalah Semen Andalas, Semen Bosowa, Semen Baturaja serta Semen Kupang, Semen Andalas, dengan mengandalkan semen impor seluruhnya, mampu menempati
posisi
keempat
dengan
pangsa
4,1%,
lebih
tinggi
dibandingkan Semen Bosowa (3.6%). Apabila dilihat dari volumenya, penjualan Semen Gresik Group pada tahun 2008, mencapai 16,66 juta ton, meningkat 12,7% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 14,78 juta ton. Sementara itu, penjualan Indocement mengalami peningkatan sebesar 14,1%, dari 10,56 juta ton pada 2007 menjadi 12,05 juta ton pada 2008, sedangkan
Laporan Akhir | Bab 5 - 168
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Holcim meningkat 9,3% dari 4,92 juta ton menjadi 5,37 juta ton. Diantara semua produsen semen di Indonesia, hanya Semen Kupang yang mengalami pertumbuhan penjualan negatif (-68,6%), dari 66,68 ribu ton menjadi tinggal 20,97 ribu ton, akibat kesulitan keuangan dan pasokan energi pada tahun 2008, seperti yang tercantum pada tabel berikut. Tabel 5.16. Perkembangan Penjualan Semen Dalam Negeri menurut Produsen, 2002-2008 Produsen
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
SMGR
12.039.467
12.021.343
13.586.025
14.437.565
14.981.968
14.779.330
16.655.241
ITP
8.528.313
8.079.446
9.068.467
9.340.084
9.765.399
10.561.045
12.050.892
Holcim
3.294.505
4.407.249
4.606.663
4.851.576
4.108.759
4.917.398
5.372.601
S Andalas
1.121.333
1.103.094
1.171.280
1.047.508
1.228.870
1.421.901
1.551.128
Baturaja
766.235
814.285
910.359
892.442
1 929.369
1.015.754
1.062.524
Kupang
87.858
72.994
85.996
69.330
81.276
66.683
20.968
Bosowa
857.529
1.087.891
1.086.041
956.716
.028.257
1.006.148
1.358.264
TOTAL
26.695.240
27.586.302
30.514.831
31.595.221
32.123.898
33.768.259
38.071.618
Trend (%)
--
3,3%
10,6%
3,5%
1,7%
5,1%
12,7%
Sumber : CIC, 2009
Berdasarkan data dari ASI, konsumsi semen domestik pada bulan Januari 2009 mengalami penurunan sebesar 3,8% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi di seluruh wilayah Indonesia kecuali Sulawesi. Pada bulan Januari tersebut, ekspor semen juga merosot sebesar 28,1% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jika dihitung dengan klinker, maka total penurunan ekspor mencapai 56,1%. Pada bulan Februari, pasar semen domestik masih lemah, terlihat dari angka konsumsi yang -3,2% dibandingkan dengan jumlah bulan yang sama tahun 2008. Ekspor semen, meskipun memperlihatkan kenaikan sebesar 12% namun total (dengan klinker) masih -43,4%. Secara keseluruhan, hingga akhir mei 2009, konsumsi semen nasional mengalami penurunan sebesar 8,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Wilayah Maluku dan Papua mengalami penurunan terbesar, yakni 15,6%, disusul oleh Jawa (-9,3%), Sumatera (-
Laporan Akhir | Bab 5 - 169
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
8,3%), dan Nusa Tenggara (-8,1%). Dari sisi ekspor, ekspor semen mengalami penurunan sebesar 18,7%, sedangkan ekspor klinker turun 26,0%, sehingga secara total ekspor semen dan klinker turun 23,6%. Selama periode tahun 2004 hingga tahun 2008, sektor konstruksi mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yakni rata-rata delapan persen pertahun. Hal ini seharusnya mampu mendorong kenaikan konsumsi semen seirama dengan pertumbuhan sektor konstruksi tersebut. Namun pada kenyataannya, laju pertumbuhan konsumsi semen lebih rendah dari angka pertumbuhan sektor nampak pada angka pada tahun 2005 dan 2006, dimana sektor konstruksi tumbuh sebesar 7,5% dan 8,3% sementara konsumen semen hanya tumbuh sebesar 3,5% dan 1,7%. Hal itu memperlihatkan bahwa pembangunan sektor konstuksi dalam periode tersebut sebagai besar adalah pembangunan infrastruktur yang tidak banyak menggunakan semen. Sedangkan kegiatan pembangunan yang bayak menyerap semen, terutama pembangunan perumahan oleh rakyat, terlihat mengendor. Situasi ekonomi makro yang kondusif, ditambah dengan adanya kenaikan harga BBM telah berpengaruh terhadap kemampuan dan daya beli masyarakat. Seperti diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi makro selama beberapa tahun terakhir ini amat dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat. Sekitar 60% dari pembentukan produk domestik bruto (PDB) merupakan pengeluaran rumah tangga, sehingga peranan masyrakat dalam mengkonsusmsi berbagai jenis barang dan jasa hingga saat ini masih sangat besar. Hal ini juga termasuk kemampuan masyarakat untuk membangun rumah ataupun renovasi rumah berkaitan dengan semen juga ikut menentukan bahkan berperan besar dalam pemasaran semen. Selama ini konsumsi semen oleh masyarakat secara retail jauh lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi oleh proyek-proyek dalam
Laporan Akhir | Bab 5 - 170
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
bentuk curah atau bulk. Pada tahun 2008 lalu, porsi penjualan semen dalam bentuk curah hanya sekitar 15% saja dari total penjualan semen nasional, sebagian besar dalam bentuk karung (sak). Pada tahun 2007 dengan pertumbuhan PDB sebesar 8,6%, konsumsi smen dalam negeri tumbuh sekitar lima persen pertumbuhan konsumsi semen yang tinggi justru terjadi pada tahun 2008 lalu. Pengembangan gencar membangun proyek-proyek besar sperti perumahan real estate dan
bangunan
tinggi
pemicunya
antara
lain
adalah
kondisi
perekonomian nasional yang yang memburuk akibat krisi global pada kuartal keempat ternyata tak menyurutkan proyek-proyek yang tengah berjalan sehingga konsumsi semen tetap menunjukkan pertumbuhan sampai akhir tahun.
Gambar 5.9. Porsi Penjualan Semen Menurut Kemasan 2008 Sumber: CIC, 2009
Laporan Akhir | Bab 5 - 171
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
5.4.2. Pangsa Pasar Semen Per Pulau
Sampai dengan tahun 2008 lalu, Jawa dan Sumatera masih merupakan pasar utama semen di dalam negeri. Dari total konsumsi semen nasional sebesar 36 juta ton pada tahun 2008, sebanyak 28,13 juta ton diserap oleh kedua wilayah tersebut. Dengan demikian, konsumsi semen untuk wilayah lainnya di Indonesia hanya mencapai 7,91 juta ton.
Gambar 5.10 Perkembangan Konsumsi Semen Per Wilayah, 1999 - 2008 Sumber: CIC, 2009
Meskipun jawa merupakan konsumen semen terbesar di Indonesia, namun laju pertumbuhan terutama dalam tiga tahun terakhir paling rendah dibandingkan dengan wilayah lainya. Laju konsumen pulau jawa pada tahun 2006-2008 hanya sebesar 3,2%, sebagian angka rata-rata nasional mencapai 7,2%. Kalimantan memiliki laju konsumen tertinggi (16,0% per tahun), disusul oleh maluku dan papua (15,8%) dan bali dan nusa tenggara (14,6%). Seperti terlihat pada grafik berikut.
Laporan Akhir | Bab 5 - 172
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 5.11. Laju Pertumbuhan Konsumsi Semen Perwilayah, 1999 – 2008 Sumber: CIC, 2009
Laju pertumbuhan konsuinsi semen menurut wilayah selama tahun 1999-2008, secara rinci dapat dilhat pada tabel berikut. Tabel 5.17. Pertumbuhan Konsumsi Semen Per Wilayah di Indonesia, 1999 – 2008 (000) Wilayah
1999
2000
2001
Sumatera
3.889,1
4.682,2
5.283,2
(%) Jawa (%) Kalimantan
(%) Maluku & Papua (%)
2004
2005
2006
2007
2008
5.767,5
6.293,6
6.496,7
7.024,8
8.042,8
8.921,2
--
20,4%
12,8%
5,4%
3,6%
9,1%
3,2%
8,1%
14,5%
10,9%
13.920,0
15.992,4
16.959,2
15.676,8
17.020,4
17.561,7
16.793,7
17.680,6
19.205,4
-
20,4%
14,9%
6,0%
-7,6%
8,6%
3,2%
-4,4%
5,3%
8,6% 2.438,5
680,8
832,0
1.009,6
1.242,8
1.342,5
1.454,9
1.571,4
1.654,2
1.985,6
22,2%
21,3%
23,1%
8,0%
8,4%
8,0%
5,3%
20,0%
22,8%
1.214,6
1.296,7
1.372,5
1.51'1,5
'1.597,2
1.755,0
1.738,3
1.927,9
2.072,6
2.596,4
6,8%
5,8%
10,1%
5,7%
9,9%
-1,0%
10,9%
7,5%
25,3%
1.136,1
1.379,5
1.596,4
1.429,1
1.275,8
1.443,0
1.460,2
1.499,4
1.662,8
2.022,6
-
21,4%
15,7%
-10,5%
-10,7%
13,1%
1,2%
2,7%
10,9%
21,6%
(%) Nusa Tenggara
5.565,9
2003
11.562,9
(%) Sulawesi
2002
231,9
218,3
275,4
371,4
478,8
473,5
550,2
597,7
750,2
848,6
-5,9%
26,2%
31,8%
28,9%
4,1%
16,2%
8,6%
25,5%
13,1%
Laporan Akhir | Bab 5 - 173
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Wilayah
1999
2000
2001
Jumlah
18.715,4
22.328,8
25.529,6
27.079,9
26.138,6
28.440,4
29.378,3
29.497,7
32.194,6
36.032,7
19,3%
14,3%
6,1%
-3,5%
8,8%
3,3%
0,4%
9,1%
11,9%
(%)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: CIC, 2009
Melambatnya laju konsumsi semen di Jawa menyebabkan pangsa konsumsi semen di pulau tersebut mengalami penurunan, d.ari 61,8% pada tahun 1999 menjadi 53,3% pada tahun 2008 lalu. Sementara pangsa Sumatera meningkat dari 20,8% menjadi 24,8%, Sulawesi meningkat dari 6,5% menjadi 7,2% dan Kalimantan meningkat dari 3,6% menjadi 6,8%.
Gambar 5.12. Pangsa Konsumsi Semen Menurut Wilayah, 1999 - 2008 Sumber: CIC, 2009
Pangsa konsumsi semen menurut wilayah secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.18. Tabel 5.18. Konsumsi Semen Per Wilayah dan Pangsanya, 1999 - 2008 (dalam ribu ton) Wilayah
1999
20010
2002
2002
2003
2004
2005
2001
Laporan Akhir | Bab 5 - 174
2006
2007
2008
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Wilayah
1999
Sumatera (%)
3.889,1
4.682,2
20.8%
21.0%
Jawa (%)
11.562,9 61.8% 680,8
Kalimantan (%)
20010
2002
2003
2004
2005
2007
2008
5.283,2
5.565,9
5.767,5
6.293,6
6.496,7
7.024,8
8.042,8
8.921,2
20.7%
206%
22.1%
22.1%
22.1%
23.8%
25.0%
24.8%
13.920,0
15.992,4
16.959,2
25.676,8
17.020,4
1 7.561,7
16.793,7
17.680,6
19.205,4
62.3%
62.6%
62.6%
60.0%
59.8%
59.8%
56.9%
54.9%
53.3%
832,0
1.009,6
1.242,8
1.342,5
1.454,9
1.571,4
1.654,2
1.985,6
2.438,5
2001
2002
2006
3.6%
3.7%
4.0%
4.6%
5.1%
5.1%
3.3%
5.6%
6.2%
6.8%
Sulawesi (%)
1.214,6
1.296,7
1.372,5
1.511,5
1.597,2
1.735,0
1.748,3
1.927,9
2.072,6
2.596,4
6.5%
5.8%
5.4%
5.6%
6.1%
6.2%
5.9%
6.5%
6.4%
7.2%
Nusa Tenggara (%)
1.136,1
1.379,5
1.596,4
1.429,1
1.275,8
1.443,0
1.460,2
1.499,4
1.662,8
2.022,6
6.1%
6.2%
6.3%
5.3%
4.9%
5.1%
5.0%
5.1%
5.2%
5.6%
Maluku & Papua (%)
231,9
218,3
275,4
371,4
478,8
473,5
550,2
597,7
750,2
848,6
Jumlah (%)
1.2%
1.0%
1.1%
1.4%
1.8%
1.7%
1.9%
2.0%
2.3%
2.4%
18.715,4
22.328,8
25.529,6
27.079,9
26.138,6
28.440,4
29.378,3
29.497,7
32.194,6
36.032,7
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Sumber: CIC, 2009
Berikut ini adalah penjelasan konsumsi semen per wilayah, yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Selawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Karakteristik wilayah-wilayah tersebut dalam mengkonsumsi semen pada umumnya hampir sama. Semen terutama digunakan untuk membangun rumah, selain untuk pembuatan bahan bangunan serta pekerjaan konstruksi lainya. Tingkat konsumsi semen per kapita di masing-masing wilayah tersebut berbeda-beda tergantung dari kondisi ekonomi serta tingkat pendapatan penduduk di wilayah tersebut. 1.
Konsumsi Semen di Pulau Sumatera
Pasaran di wilayah Sumatera, belakangan ini masih terus naik, bahkan boleh dikatakan sudah pulih kembali seperti sebelum terjadi krisis. Seperti diketahui pada saat terjadi krisis ekonomi mencapai puncaknya (1998), konsumsi semen di wilayah ini merosot hingga 21,6%, dari 4,86 juta ton menjadi hanya 3,81 juta ton tahun 1998. Setelah itu mulai merambat naik dan pada tahun 2001 lalu mencapai 5,28 juta ton. Pada tahun 2006, konsumsi semen di wilayah tersebut telah mencapai 7,02 juta ton dan pada tahun 2007 konsumsinya naik lagi menjadi 8,04 juta
Laporan Akhir | Bab 5 - 175
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ton. Pada tahun 2008, konsumsi semen untuk wilayah Sumatera telah mencapai 8,92 juta ton, yang berarti sejak tahun 1999 meningkat ratarata 9,8%. Tabel 5.19. Perkembangan Konsumsi Semen di Pulau Sumatera 1999 – 2008 Provinsi Aceh
1999 279.048
2000 236.653
2001 94.071
2002 312.367
2003 323.834
2004 417.427
2005 461.528
2006 916.680
2007 1.027.009
2008 1.044.379
Sumatera Utara
954.312
1.385.145
1.495.764
1.495.182
1.537.787
1.688.723
1.783.554
1.678.390
1.936.536
2.181.622
Sumatera Barat
412.948
504.629
588.604
625.253
584.642
557.937
560.062
500.733
564.859
800.607
Riau
898.776
1.044.683
1.194.638
1.378.372
888.997
907.618
786.319
827.793
978.980
894.135 760.406
Kep. Riau
-
-
-
575.622
587.210
628.411
631.872
680.048
Jambi
151.946
203.782
221.328
235.986
265.920
265.658
257.680
345.553
401.011
369.632
Sumatera Selatan
479.875
566.02
592.013
670.472
593.004
715.908
781.412
820.949
965.511
1.110.342
Bengkulu
134.876
139.833
142.268
22.811
172.888
261.728
282.144
333.494
370.842
428.027
Lampung
577.339
601.501
754.537
710.190
664.788
722.960
751.603
739.983
895.976
1.069.109
Bangka Belitung Total Sumatera
-
-
133.399
160.000
168.442
203.937
229.349
222.061
262.972
3.889.120
4.682.246
5.283.223
5.565.931
5.767.482
6.293.611
6.496.650
7.024.796
8.042.833
8.921.231
20.4%
12.8%
5.4%
3.6%
9.1%
3.2%
8.1%
14.5%
10.9%
Perubahan (%)
Sumber: CIC, 2009
Konsumsi semen per kapita untuk wilayah Sumatera pada tahun 2008 telah mencapai 184 kg/ kapita, yang berarti telah meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan angka konsumsi pada tahun 1999. Wilayah yang memiliki angka konsumsi per kapita tinggi adalah Propinsi Bangka-Belitung (259 kg/kapita), Aceh (karena adanya proyek rekonstruksi paska tsunami, mencapai 256 kg/kapita) serta Bengkulu (249 kg/kapita), Sedangkan yang memiliki angka konsumsi per kapita rendah antara lain adalah Riau (130 kg/kapita), Jambi (132 kg/kapita) serta Lampung (140 kg/kapita). Tabel 5.20. Konsumsi Semen Per Kapita di Pulau Sumatera, 1999-2008 Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat
1999 72,4
2000 60,2
2001 74,43
2002 78,63
2003 81,07
2004 103,93
2005 114,30
2006 226,18
2007 252,47
2008 255,79
83,4
118,0
126,76
125,02
126,87
137,47
143,23
133,18
151,84
169,03
98,5
118,8
137,57
145,10
134,72
127,66
127,23
113,07
126,79
178,63
Riau
185,5
21'1
231,48
256,08
260,88
155,01
128,73
130,17
147,86
129,72
Jambi
63,8
84,6
90,14
94,23
104,10
101,96
96,97
127,68
145,48
131,66
Sumatera Selatan
70,7
82,0
93,73
104,37
90,77
107,751
115,661
119,63
138,50
156,80
Laporan Akhir | Bab 5 - 176
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Provinsi Bengkulu Lampung
1999 87,6
2000 89,4
2001 95,71
2002 15,03
2003 111,50
2004 165,28
2005 174,44
2006 202,17
2007 220,42
2008 249,45
87,0
89,4
110,33
102,20
94,15
100,70
103,08
100,02
119,35
140,35
-
-
143,76
169,81
176,061
209,92
232,68
222,04
259,17
91,37
108,21
122,29
126,65
129,00
138,3
140,33
149,32
168,21
183,56
0
18,4%
13,0%
3,6%
1,9%
7,2%
1,4%
6,4%
12,7%
9,1%
Bangka Belitung Sumatera Perubahan (%)
Sumber : CIC, 2009
2.
Konsumsi Semen di Pulau Jawa
Permintaan semen di Pulau Jawa, belakangan ini juga terus meningkat setelah tahun 1998 dan 1999 mengalami kemerosotan cukup tajam. Akan tetapi pemulihan permintaan semen di wilayah ini berjalan lebih lamban dibandingkan dengan trend pemintaan di wilayah lainnya. Pada tahun 2003 lalu konsumsi semen di Pulau Jawa ini masih belum bisa melampaui besarnya konsumsi yang terjadi pada saat sebelum terjadi krisis (1997). Pada saat itu. (1997) konsumsi semen di wilayah ini mencapai 18,84 juta ton yang kemudian merosot drastis hingga hanya 11,56 juta ton tahun 1999 dan setelah itu mulai meningkat lagi sehingga pada tahun 2002 mencapai 17.061.264 ton. Baru pada tahun 2008 konsumsi semen wilayah tersebut mencapai 19,21 juta ton. Trend konsumsi di wilayah Pulau Jawa yang tergolong lamban terutama terjadi di DKI Jakarta. Pada tahun 2003 lalu, konsumsi di wilayah ini hanya 3,37 juta ton, padahal pada tahun 1997, konsumsi di wilayah ini telah mencapai 5,18 juta ton. Keadaan ini menggambarkan bahwa kegiatan pembangunan fisik di DKI Jakarta masih berjalan lambat setelah hampir terhenti, pada tahun 1999. Pada tahun 2008 lalu, konsumsi semen di DKI Jakarta juga belummampu menyamai konsumsi tahun 1997, hanya mencapai 3,63 juta ton. Pasaran semen di Jawa Tengah termasuk yang cepat pulih. Pada tahun 2002, konsumsi di wilayah ini mencapai 3,46 juta ton, yang berarti telah diatas konsumsi tahun 1997 yang besarnya 3,01 juta ton. Konsumsi pada
Laporan Akhir | Bab 5 - 177
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
tahun 2003 sedikit menurun, namun setelah itu terus meningkat hingga mencapai 4,35 juta ton tahun 2008. Perkembangan konsumsi semen untuk wilayah-wilayah lainnya di Pulau Jawa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.21. Perkembangan Konsumsi Semen di Pulau Jawa, 1999 - 2008 Propinsi
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
DK1 Jakarta
1.642.774
2.401.505
2.822.770
3.071.435
3.374.170
3.540.246
3.666.752
3.294.108
3.392.884
3.632.756
Jawa Barat
3.798.515
4.505.259
5.291.746
5.650.043
4.351.758
4.971.484
5.223.285
5.022.596
4.792.657
5.335.909
Jawa Tengah
2.482.394
2.918.490
3.238.988
3.441.768
3.292.481
3.544.053
3.559.998
3.575.353
3.795.264
4.350.186
DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Total Jawa Perubahan (%)
492.402
549.262
569.949
566.534
576.583
591.700
600.018
805.174
985.261
720.089
3.146.791
3.545.497
4.068.945
4.229.411
4.081.852
4.372.960
4.511.634
4.096.457
4.714.515
5.166.468
--
--
--
73.843
1.400.434
1.768.082
2.108.707
1.877.605
1.977.810
2.039.541
11.562.876
13.920.013
992.398
16.959.191
15.676.844
17.020.443
19.670.394
16.793.688
17.680.581
19.205.408
--
20.4%
14,9%
6.0%
-7.6%
8.6%
3.2%
-4.4%
5.3%
8.6%
Sumber : CIC, 2009
Dari Tabel 5.21 terlihat bahwa selama 8 tahun terakhir ini konsumsi semen di Pulau Jawa rata-rata meningkat 6,1% per tahun. Konsumsi semen per kapita di Pulau Jawa pada tahun 2008 mencapai 145,9 kg. DKI Jakarta adalah wilayah yang memiliki konsumsi per kapita semen tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Pulau Jawa. Pada tahun 2008, konsumsi semen per kapita DKI Jakarta mencapai 409,7 kg. Daerah lainnya yang konsumsi per kapitanya cukup tinggi adalah DI Yogyakarta (213,4 kg), walaupun masih jauh di bawah angka konsumsi per kapita di DKI Jakarta, disusul oleh Banten pada posisi ketiga sebesar 201,9 kg. Sedangkan wilayah yang memiliki angka konsumsi per kapita rendah adalah Jawa Barat (129,7 kg) dan Jawa Tengah (135,0 kg). Tabel 5.22. Konsumsi Semen per kapita di Pulau Jawa, 1999 - 2008
Laporan Akhir | Bab 5 - 178
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
DKI Jakarta
Propinsi
199.02
287.23
334.93
361.54
394.03
410.14
421.49
376.24
385.06
409.66
Jawa Barat
107.68
126.11
145.50
152.58
115.43
129.53
133.70
126.38
118.54
129.73
Jawa Tengah
80.43
93.47
103.30
109.31
104.13
111.62
111.64
111.73
118.19
135.00
DI Yogyakarta
158.38
175.98
180.80
177.94
179.30
182.18
182.92
243.15
294.74
213.39
91.06
101.98
116.51
120.57
115.84
123.54
126.91
114.77
131.56
143.60
Jawa Timur Banten Jawa Pertumbuhan (%)
-
-
--
8.62
159.04
195.27
226.52
196.30
201.24
201.97
96.32
114.76
130.49
136.95
125.28
134.59
137.42
130.12
135.63
145.86
19.1%
13.7%
4.9%
-8.5%
7.4%
2.1%
-5.3%
4.2%
7.5%
-
Sumber : CIC, 2009
3.
Konsumsi Semen di Pulau Kalimantan
Pasaran semen di wilayah ini telah pulih sejak tahun 200 dan tahun tersebut permintaannya sudah diatas posisi tahun 1997. Apabila tahun 1997 konsumsi semen diwilayah ini mencapai 761 ribu ton, maka tahun 2000 mencapai 832 ton atau 9,4% di atas konsumsi tahun 1997. Pada tahun 2005, konsumsi semen naik menjadi 1,57 juta ton dan tahun 2008 lalu diperkirakan telah mencapai 2,44 juta ton. Konsumsi terbesar di wilayah ini terjadi di Kalimantan Timur dan trend pertumbuhan konsumsinya juga tergolong tinggi. Pada tahun 2006 lalu konsumsi di wilayah ini mencapai 697,74 ribu ton, yang berarti jauh diatas konsumsi tahun 1997 yang 278,32 ribu ton. Pada tahun. 2008, konsumsi semen Kalimantan Timur telah mencapai 926,52 ribu ton. Wilayah lainnya yang juga tergolong tinggi kenaikan konsumsi semennya adalah Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Tabel 5.23. Perkembangan Konsumsi Semen di Wilayah Kalimantan, 1999 - 2008 Propinsi Kalimantan Barat
1999 160,367
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
223,005
283,44
322,899
306,388
343,292
366,151
390,165
446.396
560,711
Kalimantan Tengah
62,294
90,049
71,272
85,269
84,675
121,975
149,260
181,413
263,434
363,067
Kalimantan Selatan
203,217
217,174
252,974
284,683
289,935
295,802
376,307
384,882
468,858
588,208
Laporan Akhir | Bab 5 - 179
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Kalimantan Timur
254,894
301,777
401,949
548,917
661,465
693,792
679,637
697,744
806,866
926,518
Total Kalimantan
680,772
832,005
1,009,635
1,242,768
1,342,463
1,454,861
1,571,355
1,654,204
1,985,554
2,438,504
Pertumbuhan (%)
0
22.2%
21.3%
23.1%
8.0%
8.4%
8.0%
5.3%
20.0%
22.8%
Sumber : CIC, 2009
Dari tabel diatas terlihat bahwa selama tahun 1999 - 2008, konsumsi semen di Kalimantan naik rata-rata 15,5% per tahun. Konsumsi semen per kapita di wilayah ini pada tahun 2008 lalu mencapai 182,5 kg, yang berarti masih berada dibawah konsumsi per kapita di Jawa atau Sumatera. Akan tetapi kenaikan konsumsi per kapita di wilayah ini lebih tinggi dibanding dengan kedua wilayah tersebut.
Tabel 5.24. Konsumsi Semen per kapita di Wilayah Kalimantan, 1999 - 2008 Propinsi
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Kalimantan Barat
40,59
55,53
69,31
77,55
72,27
79,53
83,32
87,34
98,29
121,45
Kalimantan Tengah
34,19
48,53
37,34
43,42
41,92
58,70
69,82
82,64
116,87
156,87
Kalimantan Selatan
68,96
72,78
83,39
92,31
92,48
92,81
116,14
116,95
140,27
173,25
Kalimantan Timur
105,74
123,08
159,52
211,97
248,55
253,67
241,79
242,01
272,84
305,46
Kalimantan
61,16
73,58
87,40
105,31
111,35
118,12
124,88
128,87
151,62
182,53
20,3%
18,8%
20,5%
5,7%
6,1%
5,7%
3,2%
17,7%
20,4%
Pertumbuhan (%)
Sumber : CIC, 2009 4.
Konsumsi Semen di Pulau Sulawesi
Pasaran semen di wilayah Sulawesi belakangan ini juga terus meningkat. Sampai dengan tahun 2001, permintaan semen di wilayah ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan posisi tahun 1997. Ini berarti kegiatan pembangunan fisik di wilayah ini hingga tahun tersebut belum seplenuhrtya pulih. Apabila pada tahun 1997 konsumsi semen diwilayah ini mencapai 1,45 juta ton, maka pada tahun 2001 lalu hanya 1,37 juta
Laporan Akhir | Bab 5 - 180
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ton. Tetapi mulai tahun 2002 lalu, konsumsi semen telah melampui angka tahun 1997, yaitu sebesar 1,51 juta ton. Pada tahun 2008, konsumsi semen untuk wilayah Sulawesi telah mencapai 2,60 juta ton. Sulawesi Selatan yang selama ini merupakan pemakai semen terbesar di wilayah ini, hingga 2005 belum sembuh dari penglaruh resesi ekonomi. Hal ini terbukti dari masih rendahnya konsumsi semen pada. tahun 2005 lalu yang hanya 894 ribu ton. Padahal pada tahun 1997, konsumsi semen di wilayah ini telah mencapai 931 ribu ton. Baru pada pada tahun 2007, konsumsi semen Sulsel melampaui angka satu juta ton dan pada tahun 2008 mencapai 1,37 juta ton. Sejak tahun 2003, konsumsi semen di wilayah Sulawesi tumbuh rata-rata 9,7% per tahun, dimana pada tahun 2008 konsumsi semen tumbuh sebesar 25%. Perkembangan konsumsi semen di Sulawesi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.25. Perkembangan Konsumsi Semen di Pulau Sulawesi, 1999 - 2008 Provinsi
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah
266.332 146.649
287.451 150.178
304.980 195.020
316.034 243.732
283.197 232.515
378.027 263.269
343.923 254.628
389.192 274.600
401.885 333.752
474.047 363.687
Sulawesi Selatan
690.235
727.678
747.021
805.780
840.532
843.683
894.060
963.708
1.006.614
1.374.347
Sulawesi Tenggara
111.431
131.439
125.457
145.954
160.027
196.328
174.392
215.178
231.425
253.920
--
-
-
-
80.972
73.670
71.250
85.200
98.960
130.437
Total Sulawesi
1.214.647
1.296.746
1.372.478
1.511.500
1.597.243
1.754.977
1.738.253
1.927.878
2.072.636
2.596.438
Perubahan (%)
-
6,8%
5,8%
10,1%
5,7%
9,9%
-1,0%
10,9%
7,5%
25,3%
Gorontalo
Sumber : CIC, 2009
Konsumsi semen per kapita di wilayah Sulawesi pada tahun 1999 adalah sebesar 87,7 kg, yang meningkat menjadi 111,3 kg pada 2004 dan pada tahun 2008 lalu telah mencapai 155,9 kg. Apabila dilihat menurut propinsinya, maka Sulawesi Utara memiliki konsumsi semen per kapita
Laporan Akhir | Bab 5 - 181
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
tertinggi (213 kg), disusul oleh Sulawesi Selatan (157 kg) dan Gorontalo (146 kg). Sedangkan Sulawesi Tenggara adalah yang terrendah konsumsi per kapitanya, hanya mencapai 113 kg. Tabel 5.26. Konsumsi Semen per kapita Pulau Sulawesi, 1999 - 2008 Propinsi
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sulawesi Utara
134,6
143,7
150,4
153,7
135,9
178,9
160,6
179,5
183,1
213,4
Sulawesi Tengah
68,3
69,0
87,9
107,6
100,7
111,7
105,9
112,1
133,7
143,0
Sulawesi Selatan
87,0
90,4
91,8
98,0
101,1
100,4
105,3
112,3
116,2
157,0
Sulawesi Tenggara
62,4
72,2
67,1
75,9
81,0
96,7
83,6
100,6
105,5
112,9
--
--
--
94,5
85, 2
81,7
96,9
111,7
146,1
Gorontalo Sulawesi
87,7
Perubahan (%)
87,1
90,9
98,7
102,8
111,3
108,7
118,9
126,1
155,9
-0,7%
4,3%
8,6%
4,2%
8,3%
-2,4%
9,4%
6,1%
23,6%
Sumber: CIC, 2009 5.
Konsumsi Semen di Nusa Tenggara dan Bali
Dalam sepuluh tahun terakhir, konsumsi semen di wilayah ini telah meningkat dua kali lipat, dari 1,13 juta ton (1999) menjadi 2,02 juta ton pada tahun 2008 lalu. Bali merupakan konsumen terbesar dengan menyerap 53,5% dari total konsumsi semen wilayah tersebut. Konsumsi dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur masing-masing sebesar 28,2% dan 18,3%. Secara umum, konsumsi semen dalam tahun 2002 - 2008 hanya tumbuh sekitar empat persen saja per tahun. Rendahnya angka pertumbuhan tersebut terutama karena pada tahun 2002 - 2003 konsumsinya mengalami pertumbuhan negatif sekitar sepuluh persen per tahun. Pertumbuhan cukup tinggi baru terjadi pada tahun 2007 dan2008, di mana konsumsinya tumbuh 10,9% dan 21,6%. Tabel 5.27. Perkembangan Konsumsi Semen di Nusa Tenggara dan Bali, 1999 - 2008 Propinsi Bali
1999
2000
698,726
840,888
2001 8,803
2002
2003
2004
2005
2006
827,232
660,673
716,890
788,887
763,183
Laporan Akhir | Bab 5 - 182
2007
2008
858,341
1,082,190
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
NTB
328,439
387,136
50,168
403,269
393,647
380,036
364,592
424,488
493,580
NTT
108,929
151,509
87,436
198,590
221,451
346,076
306,732
311,726
310,877
570,657 369,715
Total Bali+NTT
1,136,094
1,596,407
1,429,091
1,275,771
1,443,002
1,460,211
1,499,397
-
15,7%
-10,5%
-10,7%
13,1%
1,2%
2,7%
1,662,79 8 10,9%
2,022,562
Perubahan %
1,379,53 3 21,4%
21,6%
Sumber: CIC, 2009
Konsumsi semen per kapita wilayah Bali - Nusa Tenggara pada tahun 2008 lalu mencapai 163,5 kg. Konsumsi per kapita tertinggi adalah Bali yang mencapai 308,5 kg, sedangkan yang terendah adalah Nusa Tenggara Timur yang hanya sebesar 86,0 kg. jelasnya lihat tabel berikut ini. Tabel 5.28. Konsumsi Semen per kapita di Nusa Tenggara dan Bali, 1999 - 2008 Propinsi
1999
Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara dan Bali Perubahan %
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
224,1
266,9
300,1
255,4
201,1
215,2
233,5
223,1
247,8
308,5
83,2
96,6
110,5
97,3
93,4
88,7
83,7
96,0
109,9
125,1
28,9
39,6
48,3
50,4
55,3
85,4
104,9
25,6
143,2
126,2
110,9
1234
123,1
124,7
136,3
163,5
19,8%
14,0%
-11,8%
-12,1%
11,4°4
-0,4%
1,3%
9,4%
20,0%
--
Sumber: CIC, 2009 6.
Konsumsi Semen di Maluku dan Papua
Permintaan semen di wilayah ini masih rendah, namun pertumbuhannya cukup tinggi meskipun nampak fluktuatif. Dalam tahun 2002-2008, konsumsi semen wilayah tersebut tumbuh rata-rata 18,0% per tahun sehingga konsumsinya meningkat dari 371 ribu ton pada 2002 menjadi 849 ribu ton pada tahun 2008 lalu. Konsumsi semen antara Maluku dan Papua relatif berimbang. Pada tahun 2008, konsumsi semen Maluku mencapai 396 ribu ton atau 46,6% dari total, sedangkan konsumsi Papua mencapai 453 ribu ton atau 53,4% dari total. Tabel 5.29. Perkembangan Konsumsi Semen di Maluku dan Papua, 1999 - 2008 Propinsi
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Laporan Akhir | Bab 5 - 183
2006
2007
2008
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Maluku Papua Total
96.802
77.361
104.443
154.376
210.013
211.428
250.964
309.721
346.096
395.530
135.121
140.894
170.969
216.995
268.768
262.074
299.190
287.976
404.128
453.033
231.923
218.255
275.412
371.371
478.781
473.502
550.154
597.697
750.224
848.563
--
-5,9%
26,2%
34,8%
28,9%
-1,1%
16,2%
8,6%
25,5%
13,1%
Pertumbuhan (%)
Sumber: CIC, 2009
Meskipun pendapatan per kapita Papua lebih tinggi daripada Maluku, konsumsi semen per kapita Maluku ternyata lebih tinggi dibandingkan Papua. Sampai dengan tahun 2005, konsumsi semen per kapita Maluku masih lebih rendah dibandingkan Papua (116 kg dibandingkan dengan 119 kg), namun sejak tahun 2006 konsumsi semen per kapita dari Maluku telah melampaui Papua. Pada tahun 2008, konsumsi semen per kapita dari Maluku telah mencapai 175 kg, sedangkan Papua baru mencapai 168 kg. konsumsi semen per kapita untuk Maluku dan Papua pada tahun tersebut rata-rata sebesar 171 kg. Tabel 5.30. Konsumsi Semen per kapita di Maluku dan Papua, 1999 - 2008 Propinsi
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Maluku
51,6
39,0
51,8
75,3
100,7
99,7
116,4
141,3
155,4
174,7
Papua
62,4
63,6
75,3
93,1
112,4
106
118,8
111,8
153,4
168,1
57,4
52,0
64,2
84,8
107,0
103,5
117,7
125,4
154,3
171,1
Maluk dan Papua
Sumber: CIC, 2009 5.4.3. Konsumen Semen Berbasis Provinsi di Indonesia Berdasarkan Tabel 5.31 berikut ini dapat diketahui bahwa provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur menjadi konsumen terbesar dari tahun 2007 hingga 2011.
Laporan Akhir | Bab 5 - 184
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 5.31. Pasokan Semen ke Provinsi di Indonesia Provinsi
2007 (Tons) 1.027.009
Growth (%) 12,0%
2008 (tons) 1.044.379
Growth (%) 1,7%
2009 (tons) 958.480
Growth (%) -8,2%
Sumatera Utara
1.936.536
15,4%
2.181.622
12,7%
2.317.067
6,2%
Sumatera Barat
564.859
12,8%
800.607
41,7%
704.837
-12,0%
Riau
978.980
18,4%
894.135
-8,7%
875.694
-2,1%
Kepulauan Riau
680.048
7,6%
760.406
11,8%
700.649
-7,9%
Jambi
401.011
16,0%
369.632
-7,8%
383.006
3,6%
Sumatera Utara
965.511
17,6%
1.110.342
15,0%
1.159.339
4,4%
Bangka Belitung
222.061
-3,2%
262.972
18,4%
262.784
20,8%
Bengkulu
370.842
10,9%
428.027
15,4%
490.488
14,6%
Lampung
895.976
21,1%
1.069.109
19,3%
1.020.138
-4,6%
1.
SUMATERA
8.042.833
14,5%
8.921.231
10,9%
8.872.482
-0,5%
9.6
Jakarta
3.392.884
3,0%
3.632.756
7,1%
3.528.616
-2,9%
3.
Banten
1.977.810
5,3%
2.039.541
3,1%
1.837.419
-9,9%
2.
Jawa Barat
4.792.657
-4,6%
5.335.909
11,3%
5.479.321
2,7%
5.
Jawa Tengan
3.795.264
6,2%
4.350.186
14,6%
4.765.997
9,6%
4.
Yogyakarta
985.261
22,4%
720.089
-26,9%
600.831
-16,6%
Jawa Timur
4.714.515
0,4%
5.166.468
9,6%
5.548.776
7,4%
5.
19.658.391
2,0%
21.244.949
8,1%
21.760.960
2,4%
21.9
Kalimantan Barat
446.396
14,4%
560.711
25,6%
553.584
-1,3%
Kalimantan Selatan
468.858
21,8%
588.208
25,5%
631.077
7,3%
Kalimantan Tengah
263.434
45,2%
363.067
37,8%
326.516
-10,1%
Kalimantan Timur
806.866
15,6%
926.518
14,8%
924.764
-0,2%
1.
1.985.554
20,0%
2.438.504
22,8%
2.435.941
-0,1%
2.8
Aceh
JAWA
KALIMANTAN Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara
7,6%
253.290
-74,8%
297.061
17,3%
Sulawesi Selatan
1.006.614
4,5%
1.374.347
311,8%
1.668.947
21,4%
Sulawesi Tengah
333.752
21,5%
363.687
-9,5%
396.126
8,9%
Sulawesi Utara
401.885
3,3%
474.047
379,0%
472.293
-0,4%
Gorontalo
98.960
16,2%
130.437
-93,7%
130.669
0,2%
SULAWESI
2.072.636
7,5%
2.595.808
202,4%
3.002.689
15,7%
Bali
858.341
12,5%
1.082.190
26,1%
1.105.213
2,1%
Nusa Tenggara Barat
493.580
16,3%
570.657
15,6%
647.218
13,4%
Nusa Tenggara Timur
310.877
-0,3%
369.715
18,9%
424.104
14,7%
1.662.798
10,9%
2.022.562
21,6%
2.176.535
7,6%
346.096
11,7%
395.530
14,3%
329.767
-16,6%
Maluku
2.
1.
37.593 231.425
BALI & NUSA TENGGARA
2 (
Laporan Akhir | Bab 5 - 185
1.
3.0
1.
2.3
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Provinsi
2007 (Tons)
Growth (%)
2008 (tons)
Growth (%)
Maluku Utara
2009 (tons) 42.240
Papua Barat
11.521
Growth (%)
2 (
Papua
404.128
40,3%
453.033
12,1%
418.783
-7,6%
MALUKU & PAPUA
750.224
25,5%
848.563
13,1%
802.311
-5,5%
9
TOTAL INDONESIA
34.172.436
6,9%
38.071.617
11,4%
39.050.918
2,6%
40.7
Sumber: ASI, 2012
Laporan Akhir | Bab 5 - 186
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
5.4.4. Daerah Tujuan Ekspor Semen Nasional Ekspor semen nasional hampir ke seluruh negara di dunia ini, namun mayoritas adalah ke negara-negara di kawasan Asia dan Afrika, seperti diperlihatkan pada Tabel 5.30 berikut ini. Negara Srilangka menjadi negara tujuan ekspor semen terbesar pada tahun 2007-2009. Pada tahun 2010-2011, Bangladesh menjadi daerah penyerap semen nasional yang terbesar. Tabel 5.32. Negara Tujuan Ekspor Klinker dan Semen Nasional Region
Negara
Export Clinker & Cement ('000 ton) 2007
ASIA
2009
2010
2011
Bangladesh
861,5
923,0
631,7
451,1
520,6
Brunei
192,0
180,9
167,8
14,9
-
India
73,3
-
200,0
25,1
-
Kuwai
113,7
-
-
-
-
Malaysia
444,5
491,7
556,0
651,8
136,1
Maldives
139,7
56,1
14,0
5,5
-
Mauritius
400,1
227,3
284,0
240,0
-
Oman
57,9
-
-
-
-
Qatar
-
36,4
-
-
-
189,5
118,6
12,0
92,2
67,8
1.631,1
1.020,6
731,0
440,5
61,2
47,6
78,3
69,0
98,8
121,6
293,8
-
248,6
-
-
Vietnam
26,0
-
-
-
Yaman
13,5
-
-
-
4.484,2
3.132,9
2.914,1
2.019,9
907,3
Angola
27,1
-
-
-
-
Benin
403,9
127,0
122
75,9
-
Comoro
4,7
-
3,5
-
-
Djibouti
-
-
-
-
-
Gabon
-
-
-
-
-
Ghana
1.163,6
756,9
235,0
286,4
-
Guinea
68,8
-
21,0
20,0
-
Honiara
0,8
3,5
-
-
-
-
-
-
-
26,7
21,7
-
-
-
-
Singapore Srilangka Timor Leste U.A.E
Sub Total AFRIKA
2008
Kenya Liberia
Laporan Akhir | Bab 7 - 187
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Region
Negara
Export Clinker & Cement ('000 ton) 2007
Madagaskar
2009
2010
2011
260,7
191,4
177,3
112,9
7,4
21,9
9,5
32,0
-
-
417,7
91,5
35,0
-
-
0,5
-
-
-
-
177,0
-
-
-
-
-
8,5
-
5,8
1,1
28,8
25,7
-
-
-
142,5
-
-
-
-
Somalia
8,2
3,2
-
-
-
Tanzania
78,5
123,8
165,8
-
-
Togo
-
47,4
-
-
-
Others
-
-
61,0
-
-
2.826,4
1.388,4
852,6
501,0
35,2
408,9
332,1
222,5
322,0
218,3
24,4
-
56,0
-
-
Brazil
-
-
-
-
-
Macedonia
-
20,0
-
-
-
2,0
-
-
-
-
New Zealand
-
1,1
2,8
39,3
7,3
Rusia
-
0,1
-
-
-
19,4
21,0
-
-
-
Spain
-
-
-
-
-
Tahiti
29,4
45,5
21,9
22,5
24,2
Tonga
1,8
1,4
-
-
-
-
-
-
-
-
5,7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
491,6
421,2
303,2
383,8
249,8
7.802,2
4.942,5
4.069,9
2.904,7
1.192,3
Mayotte Mozambique Namibia Nigeria Port Villa Seychelles Sierra Leone
Sub Total OTHERS
2008
Australia Austria
New Caledonia
Samoa
USA Vanuatu Wes Samoa Sub Total GRAND TOTAL
Sumber: ASI, 2012
Laporan Akhir | Bab 7 - 188
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
5.5.
PERKEMBANGAN PRODUKSI,
KONSUMSI
DAN UTILISASI
SEMEN
NASIONAL 5.5.1. Perkembangan Produksi dan Utilisasi Semen Nasional
Setelah krisis sekonomi tahun 1998, perekonomian Indonesia mulai menunjukkan pemulihan pada tahun 2003. Sektor konstruksi, yang sering menjadi penggerak konsumsi semen dalam negeri mulai tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Demikian pula industri semen dalam negeri tumbuh seiring dengan meningkatnya kebutuhan nasional. Momentum kebangkitan industri semen mulai merasakan pada tahun 2004 yang ditandai dengan pertumbuhan produksi semen sebesar 8,4%. Namun pada tahun berikutnya, pertumbuhan produksinya melemah lagi, terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005. Produksi semen pada tahun 2005 masih meningkat meskipun dengan pertumbuhan yang lebih rendah, hanya 2,1% dari 33,2 ribu ton menjadi 33,9 ribu ton. Hal ini dikarenakan kenaikan harga BBM dilakukan menjelang akhir tahun 2005. Pada tahun 2006, ketika dampak dari kenaikna harga BBM secara efektif lebih besar produksi semen melorot menjadi 33,03 ribu ton atau mengalami kontraksi sebesar 2,6%. Sektor properti menjadi konsumen terbesar semen banyak menunda proyek pada tahun tersebut. dengan demikian, pertumbuhan produksi semen nasional antara tahun 2004 hingga 2006 tidak terlalu signifikan. Tahun 2007, produksi semen kembali meningkat cukup tinggi mencapai 35 juta ton. Tingginya produksi ini didorong oleh permintaan yang meningkat terutama oleh sektor properti dan mulai berjalannya proyekproyek infrastruktur pemerintah yang mulai dicanangkan pada tahun 2006. Sektor properti dinilai sangat cepat pulih dari dampak kenaikan harga BBM sebesar 150 persen pada akhir tahun 2005.
Laporan Akhir | Bab 7 - 189
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Pada tahun 2008, industri semen nasional mengalami pertumbuhan produksi tertinggi, sekitar 38,5 juta ton atau 10% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan produksinya mengalami pelemahan pada kuartal keempat 2008 akibat dampak dari resesi global yang melanda Amerika Serikat. Penyerapan anggaran pemerintah yang masih rendah juga membuat proyek-preoyek yang yang membutuhkan semen tersendat sehingga kurang mendorong produksi semen nasional.
Gambar 5.12. Perkembangan Produksi dan Utilisasi Industri Semen Nasional, 2001 – 2008 Sumber : CIC, 2009
Jika dibandingkan dengan kapasitas produksi secara nasional, maka pemanfaatan kapasitas pada tahun 2007 mencapai 79,1% dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 83,2%. Tingkat pemanfaatan kapasitas dari industri semen nasional memperlihatkan trend yang terus
Laporan Akhir | Bab 7 - 190
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 - 2003, tingkat pemanfaatan kapasitas tersebut baru sekitar 69%. Peningkatan pemanfaatan kapasitas tersebut, selain memperlihatkan tingkat produksi yang terus meningkat juga minimnya penambahan kapasitas terpasang dari industri tersebut. Tabel 5.33. Perkembangan Produksi dan Pemanfaatan Kapasitasnya, 2001-2008 Tahun
Produksi
Kapasitas
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
31.099 30.720 30.647 33.230 33.917 33.032 35.033 38.533
44.740 44.740 44.740 45.690 44.290 44.090 44.290 46.320
Pertumbuhan Produksi (%) --1,2 -0,2 8,4 2,1 -2,6 6,1 10,0
Utilisasi (%) 69,5 68,7 68,5 72,7 76,6 74,9 79,1 83,2
Group Semen Gresik merupakan, produsen semen terbesar di Indonesia. BUMN yang memiliki dua anak perusahaan, yakni PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa tersebut pada tahun 2007 memproduksi semen sebesar 16,36 juta ton dan pada tahun 2008 mencapai 18,13 juta ton. Produsen terbesar kedua adalah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., yang memproduksi semen sebanyak 11,08 juta ton pada 2007 dan 12,24 juta ton pada tahun 2008 lalu. Pada posisi ketiga, Holcim Indonesia Tbk. memproduksi semen sebanyak 5,52 juta ton pada 2007 yang meningkat menjadi 5.73 juta ton pada 2008. Total produksi dari tiga produsen utama tersebut mencapai 32,96 juta ton pada tahun 2007 yang meningkat menjadi 36,11 juta ton pada tahun 2008. Produsen terbesar keempat adalah Semen Bosowa Group, yang pada tahun 2008 berhasil menggeser kedudukan Semen Baturaja. Pada tahun 2008, angka produksi Semen Bosowa mencapai 1,35 juta ton, sedangkan
Laporan Akhir | Bab 7 - 191
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Semen Baturaja hanya mencapai 1.05 juta ton seperti yang terdapat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.34. Perkembangan Produksi Semen Menurut Produsen, 2001-2008 Produsen
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
SMGR
14.191.236
13.214.877
14.213.677
15.722.573
16.199.201
16.360.308
18.133.261
ITP
9.368.766
9.043.750
10.232.073
10.634.630
10.226.773
11.084.597
12.243.058
4.557.317
5.517.564
5.733.650
-
-
1.010.227
1.049.849
Holcim
4.118.464
5.120,331
5.410.541
5.647.850
S Andalas
1.116.522
1.122.646
1.235.597
-
Baturaja
756.993
821.475
914.369
893.630
925.274
Kupang
98.264
72.338
91.548
68.974
82.113
65.574
24.363
Bosowa
1.069.932
1.251.541
1.132.338
949.323
1.041.776
994.256
1.349.154
TOTAL
30.720.177
30.646.958
33.230. 143
33.916.980
33.032.454
35.032.526
38.533.335
Sumber : CIC, 2009
Jika dilihat dari pangsanya, angka produksi dari tiga produsen utama tersebut mencapai 94% dari angka produksi nasional. Pada tahun 2008, Semen Gresik Group memiliki kontribusi sebesar 47,1%, Indocement sebesar 31,5% dan Holcim sebesar 14,9%. Sementara itu, kontribusi dan dari Semen Bosowa adalah sebesar 3,5% dan Semen Baturaja sebesar 2,7%. 5.5.2. Perkembangan Impor Semen
Sejak tahun 2005 impor semen dilakukan oleh PT Semen Andalas untuk memasok kebutuhan semen di wilayah pemasarannya setelah fasilitas produksi hancur diterjang tsunami pada akhir tahun 2004. Semen Andalas mengimpor semen dari Malaysia yang diproduksi oleh pabrik milik lafarge yang juga merupakan pemilik saham mayoritas dari perusahaan tersebut. Sehubungan dengan tidak beroperasinya pabrik semennya, maka sejak tahun 2005 Semen Andalas mengoperasikan
Laporan Akhir | Bab 7 - 192
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
terminal terapung atau packing plant lepas pantai. Lokasi packing plant terapung itu jauh dari lokasi pabrik semen PT SAI di Lhok Nga. Impor semen oleh Semen Andalas tersebut ternyata terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, volume impornya sekitar satu juta ton namun pada tahun berikutnya meningkat menjadi 1,26 juta ton serta meningkat lagi pada tahun 2007 menjadi 1,41 juta ton. Pada tahun 2008 lalu, volume impor semen oleh Semen Andalas tersebut mencapai 1,58 juta ton, seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 5.35. Perkembangan Impor Semen, 2005-2008 Tahun 2005 2006 2007 2008 Sumber : CIC, 2009
Volume (ton) 1.054.557 1.261.086 1.409.632 1.583.816
5.5.3. Perkembangan Ekspor Semen
Pasar ekspor yang semula diharapkan bisa ikut mengatasi lemahnya pasar domestik, ternyata sulit diandalkan. Pasar ekspor sangat kompetitif
dan
harganyapun
sangat
tertekan,
sehingga
tidak
menguntungkan. Ketatnya pasar ekspor ditambah dengan terus meningkatnya pasar domestik menyebabkan ekspor semen dari Indonesia cenderung terus menurun dari tahun ke tahun.
Laporan Akhir | Bab 7 - 193
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 5.13. Perkembangan Ekspor Semen, 2002-2008 Sumber : CIC, 2009
Tidak semua produsen semen mengekspor produknya. Tercatat empat perusahaan yang secara rutin melakukan ekspor semen ke berbagai wilayah di dunia, yakni Semen Gresik, Indocement, Holcim dan Semen Bosowa. Semen Gresik merupakan eksportir terbesar, dimana volume ekspornya pada tahun 2008 lalu mencapai satu juta ton. Angka tersebut lebih rendah dari pada tahun sebelumnya yang mencapai 1,79 juta ton. Penurunan volume ekspor yang cukup besar terjadi pada Indocement. Selama periode 2002-2007, perusahaan tersebut secara rutin melakukan ekspor dengan volume antara 500 ribu ton hingga 1,2 juta ton per tahun. Namun pada tahun 2008, ekspornya merosot drastis dan hanya mencapai 80 ribu ton saja. Sementara itu, ekspor oleh Bosowa juga masih relatif kecil, hanya sekitar 11 ribu ton saja pada tahun 2008, seperti yang terlihat pada tabel berikut. Tabel 5.36. Perkembangan Volume Ekspor Semen melalui Produsen, 2002-2008 Produsen
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
SMGR ITP Holcim S Andalas Baturaja Kupang Bosowa
2.267.577 862.910 809.175 11.997 231.924
1.095.879 1.045.137 736.976 30.427 164.867
841.843 1.227.717 783.084 57.974 5.688 29.227
1.285.808 1.202.659 794.352 80 6.400
4.206.302 580.048 452.847 6.200
1.788.988 536.957 643.146 -
1.004.177 79.936 537.078 11.200
TOTAL
4.183.583
3.073.286
2.945.533
3.289.299
2.245.397
2.969.091
1.632.391
Sumber : CIC, 2009 5.5.4. Perkembangan Terkini Produksi dan Konsumsi Semen Nasional
Laporan Akhir | Bab 7 - 194
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Krisis ekonomi global, suku bunga
yang
tinggi
serta
peristiwa politik dalam negeri membuat
konsumsi
domestik
terpuruk
semen dan
mengalami kontraksi 7% yoy pada
semester
I-2009.
Memasuki semester II-2009, mulai
terlihat
tanda
perbaikan pada konsumsi semen setelah meredanya krisis ekonomi global. Bahkan di bulan Oktober 2009, volume penjualan semen tercatat sebagai yang tertinggi sepanjang sejarah hingga tahun 2009, yakni sebesar 3.8 juta ton. Secara keseluruhan, konsumsi semen domestik sepanjang tahun 2009 lalu tercatat naik 0.9% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, masih lesunya perekonomian global justru menyebabkan ekspor semen turun cukup tajam, yakni sebesar 18.3% di tahun 2009. Pada perkembangannya, ekspor semen dari Indonesia pun mengalami banyak kesulitan karena ketatnya kompetisi dari negara-negara lain, seperti China, begitu pula dengan harganya yang tertekan, sehingga kebanyakan produsen semen di Indonesia lebih berorientasi kepada pasar dalam negeri. Dominasi pulau Jawa dalam penggunaan tidak
semen
tergoyahkan
masih dengan
menyumbangkan sekitar 55% dari total penjualan semen di Indonesia. Namun jika dilihat dari
tingkat
pertumbuhan,
pada tahun 2009 lalu Sulawesi menjadi mesin pendorong pertumbuhan permintaan semen nasional dengan mencatatkan pertumbuhan yang cukup
Laporan Akhir | Bab 7 - 195
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
impresif yakni sebesar 15.7% yoy, dan kembali tumbuh positif 19.1% yoy pada kuartal I 2010. Namun pada kuartal I-2010 ini, tidak hanya Sulawesi, daerah lain di luar Pulau Jawa seperti Nusa Tenggara dan Kalimantan juga mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi, masing-masing mencapai 37.2% yoy dan 30.6% yoy. Pertumbuhan konsumsi semen di Indonesia mulai bergeser ke luar Jawa karena proyek-proyek infrastruktur yang menggunakan semen dalam jumlah besar
di
Jawa
semakin
berkurang. Hal ini disebabkan oleh
pengalihan
fokus
pembangunan infrastruktur dari Jawa
ke
pemberian pengelolaan
luar
Jawa
dan
kewenangan uang
dari
pemerintah pusat ke daerah. Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya aliran dana alokasi umum dan dana alokasi khusus ke daerah setiap tahunnya. Konsentrasi dana yang besar di daerah telah mendorong pembangunan infrastruktur ke luar Jawa sehingga permintaan atas semen meningkat. Mengacu
pada
tingkat
konsumsi sebesar itu, prospek industri semen diperkirakan masih cerah untuk beberapa tahun ke depan. Pertumbuhan ini masih dimotori oleh sektor properti
(terutama
perumahan) dan mega proyek infrastruktur yang didanai oleh pemerintah pusat.
Laporan Akhir | Bab 7 - 196
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Saat ini terdapat 9 (sembilan) produsen
semen
yang
beroperasi di Indonesia, dengan pangsa pasar penjualan semen terbesar dikuasai oleh Semen Gresik sekitar
Group
(SGG)
45%.
yakni
Sementara
produsen lain yaitu Indocement memiliki pangsa pasar penjualan sekitar 30% dan Holcim Indonesia sekitar 15%. Sisanya produsen semen lainnya yang terdiri atas Semen Andalas, Semen Baturaja, Semen Bosowa, dan Semen Kupang, menguasai sekitar 10% pangsa pasar secara total. Dilihat dari penguasaan pangsa pasar tersebut, terdapat hanya tiga pelaku usaha yang mempunyai pangsa pasar sebagai market leader, yaitu SGG, Indocement dan Holcim. Berdasarkan struktur pasar tersebut, pasar semen Indonesia adalah pasar oligopoli. Total kapasitas terpasang industri semen nasional tahun 2009 tercatat sekitar 47.6 juta ton dengan tingkat utilisasi 79%. Kapasitas terpasang diperkirakan
akan
bertambah
sekitar 3 juta ton pada tahun 2010 yang antara lain berasal dari: (1) mulai
beroperasinya
pabrik
penggilingan (cement mill) baru milik Indocement, berlokasi di Cirebon dan berkapasitas 1.5 juta ton, dan (2) rekonstruksi pabrik semen berkapasitas 1.6 juta ton milik Semen Andalas yang hancur karena bencana tsunami Aceh direncanakan selesai dan siap beroperasi tahun 2010.
Laporan Akhir | Bab 7 - 197
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Sejak tahun 2007, sejumlah produsen
besar
Indonesia
telah
semen
di
menyusun
program peningkatan kapasitas dengan
cara
membangun
pabrik baru sebagai langkah antisipasi
meningkatnya
permintaan semen yang sejalan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Beberapa dari pabrik baru tersebut seperti Tonasa V yang berkapasitas 2.5 juta ton milik Semen Tonasa (bagian dari grup usaha Semen Gresik) dan pabrik penggilingan semen berkapasitas 2-2.5 juta ton di Citeureup milik Indocement yang akan siap beroperasi pada tahun 2011. Sehingga kapasitas terpasang industri semen nasional tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 54.2 juta ton. 5.6.
TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI SEMEN NASIONAL KE DEPAN
Ada sejumlah faktor yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kinerja industri semen, antara lain: (1) kenaikan tajam harga bahan energi seperti minyak dan batubara akan menambah biaya produksi dan distribusi semen secara signifikan, (2) biaya produksi juga bisa meningkat akibat dari pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD mengingat kurang lebih 50% biaya produksi berdenominasi USD. (3) dari sisi supply, gangguan pada pasokan listrik dari PLN seperti pemadaman bergilir atau kerusakan berat pada salah satu pabrik yang dimiliki oleh produsen besar tentu akan memperketat ketersediaan/supply semen di pasar, (4) prospek BI melaksanakan kebijakan uang ketat tahun 2010 dengan cara menaikkan suku bunga secara perlahan akan memperlambat tingkat permintaan semen dalam negeri.
Laporan Akhir | Bab 7 - 198
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Berdasarkan analisis statistik oleh Asosiasi Semen Indonesia (ASI) diatas, sudah sepantasnya Pemerintah sebagai regulator perkembangan industria di Indonesia memberikan dukungan yang layak untuk pencapaian target-target yang ada. Hal ini kemudian diwujudkan oleh Kementerian Perindustrian pada
tahun
2009
dengan
mengeluarkan
Permen
Nomor:
104/M-
Ind/Per/10/2009 Tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Semen pada tanggal 14 Oktober 2009. Permen ini sebagai kelanjutan dari Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Semen merupakan komoditi strategis yang memanfaatkan potensi sumber daya alam bahan galian non logam berupa batu kapur, tanah liat, pasir besi dan gipsum (diimpor) melalui proses pembakaran temperatur tinggi (di atas 1.000 oC). Produsen semen nasional telah mampu memproduksi 11 jenis semen menurut kegunaannya, namun yang paling banyak digunakan adalah semen Portland (tipe I – V), semen komposit/campur dan semen putih. Hasil produksi
diutamakan
untuk
memenuhi
kebutuhan
nasional
untuk
mendukung pembangunan infrastruktur dan perumahan, sedangkan kelebihan produksi diekspor agar proses produksi berkesinambungan dan silo-silo tidak penuh. Meskipun dengan laju pertumbuhan yang fluktuatif, namun kebutuhan semen terus meningkat terutama di Jawa dan Sumatera. Peningkatan kebutuhan semen diasumsikan 5% / tahun didasarkan pada 2 faktor penting yaitu: a. b.
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (PDB) yang diestimasi sekitar 4% – 5%; Kebutuhan semen per kapita masih relatif rendah (150 kg/kapita) di antara negara ASEAN.
Laporan Akhir | Bab 7 - 199
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 5.13. Proyeksi Kapasitas, Produksi dan Konsumsi Tahun 2010–2020 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2009
Pada jangka panjang, maka dengan laju pertumbuhan kebutuhan 5% per tahun diprediksi akan terjadi kondisi marginal antara pasokan dan kebutuhan semen pada tahun 2018. Dengan demikian perlu dilakukan upaya perluasan atau pembangunan pabrik baru pada tahun 2015. Namun di sisi lain, industri Semen dihadapkan pada permasalahan antara lain sebagai berikut:
Mulai terbatasnya potensi batu kapur di lokasi pabrik di Jawa yang mengkonsumsi semen paling banyak (lebih dari 60 persen);
Kontinuitas pasokan batubara yang tidak terjamin untuk waktu jangka panjang;
Kemungkinan masuknya impor semen dari RRC dalam jumlah besar;
Masih terdapatnya masalah pengamanan bahan baku jangka menengah dan jangka panjang;
Efisiensi energi pada proses pembuatan klinker belum optimal;
Laporan Akhir | Bab 7 - 200
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Terdapat beberapa pabrik yang sudah tua dan perlu pembaharuan teknologi yang disesuaikan dengan ketersediaan kualitas bahan baku, energi dan bahan bakar;
Bahan bakar batu bara dan energi lainnya untuk jangka panjang perlu diperlukan pengamanan;
Kemampuan penanganan/pengelolaan gas buang/emisi perlu terus ditingkatkan untuk menekan pencemaran lingkungan; dan
Fasilitas pelabuhan khususnya di wilayah KTI yang belum memadai mengakibatkan sering terjadinya demorage bagi kapal pengangkut semen yang sandar, sehingga berakibat tingginya biaya distribusi.
Pengembangan industri semen perlu segera mengambil langkah-langkah antisipatif sejak dini, agar kemungkinan terjadinya kekurangan suplai semen pada tahun-tahun mendatang bisa dihindari. Meskipun pada saat ini utilisasi pemanfaatan kapasitas pabrik baru mencapai sekitar 70%, dengan memperhatikan pertumbuhan permintaan yang diperkirakan mencapai sekitar 5%, akan menyebabkan terjadinya kekurangan pasokan semen bila tidak ada penambahan kapasitas/pembangunan pabrik baru.
Laporan Akhir | Bab 7 - 201
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
BAB 6
6.1.
KONDISI TATA NIAGA NASIONAL SAAT INI
SEMEN
POLA SUPPLY-DEMAND PRODUK SEMEN NASIONAL
Semen adalah komoditas yang sangat strategis bagi Indonesia. Sebagai negara berkembang yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi sesuatu kebutuhan yang mutlak. Hal ini diperkuat dengan pembangunan infrastruktur akan terus dilakukan diberbagai daerah dalam beberapa tahun kedepan. Oleh karena itu, industri semen dituntut mampu memenuhi permintaan semen yang semakin naik dengan penyebaran yang semakin meluas. Hingga saat ini produksi semen nasional diutamakan untuk memenuhi kebutuhan semen dalam negeri, sedangkan kelebihannya untuk ekspor. Oleh karena itu jumlah produksi disesuaikan dengan permintaan pasaran dalam negeri dan potensi ekspor. Beberapa pabrik semen tersebut dalam rangka diversifikasi produk, juga memproduksi semen tipe khusus yang produksinya masih terbatas sesuai dengan permintaan (seperti tipe II, V, OWC dan Fly Ash Cement, Pozzolan Cement, Blended Cement, dan lain sebagainya). Semen merupakan salah satu komoditi bahan bangunan yang mempunyai peran penting terhadap kelancaran pembangunan, khususnya pembangunan sektor konstruksi. Sampai saat ini semen sebagai bahan bangunan belum mempunyai substitusi barang lain yang ekonomis, oleh karena itu perkembangan industri semen dan permintaan semen akan tumbuh sejalan dengan pertumbuhan ekonomi wilayah atau negara.
Laporan Akhir | Bab 7 - 202
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Pola supply-demand semen nasional yang terjadi saat ini dapat menunjukkan gambaran mengenai produksi (pasokan) dan konsumsi (permintaan) di Indonesia. Secara teoritis, produksi semen sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsinya. Artinya bahwa makin tinggi tingkat konsumsi masyarakat terhadap semen akan makin menarik bagi perusahaan untuk meningkatkan produksinya. 6.1.1.
Karakterisik Supply-Demand Semen Nasional
Secara nasional, selama kurun waktu 2007-2011, karakteristik produksi semen nasional memiliki pola yang hampir mirip dari tahun ke tahun. Hal ini juga terjadi pada tingkat wilayah (pulau). Pola yang terjadi di tiap wilayah (pulau) dapat dicermati pada gambar berikut ini. 1. Sumatera Grafik berikut (Gambar 6.1) memperlihatkan fluktuasi pasokan (supply) semen nasional di Sumatera selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Gambar 6.1. Pola Supply Semen Nasional di wilayah Sumatera (2007-2011) Sumber: ASI, 2012
Laporan Akhir | Bab 7 - 203
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Pola yang berlaku dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa volume pasokan semen yang tertinggi terjadi dalam kuartal terakhir pada setiap tahunnya. Secara parsial, pola supply semen yang terjadi pada tahun 2011 menunjukkan kondisi yang sangat fluktuatif dengan volume puncak hampir mencapai 1,1 juta ton pada akhir tahun. 2. Jawa Perkembangan supply semen nasional di Jawa memperlihatkan pola yang hampir mirip dengan Sumatera (lihat Gambar 6.2). Kondisi puncak supply semen nasional terjadi dalam kuartal terakhir, di mana pada tahun 2011, volume puncak supply semen terjadi pada bulan Oktober yang mencapai angka di atas 2,6 juta ton. Pola yang spesifik terjadi adalah bahwa selama bulan Agustus hingga Oktober, volume pasokan semen nasional di Jawa menurun. Kondisi ini juga di alami di wilayah Sumatera.
Gambar 6.2. Pola Supply Semen Nasional di wilayah Jawa (2007-2011) Sumber: ASI, 2012
Laporan Akhir | Bab 7 - 204
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
3. Bali dan Nusa Tenggara Di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, perkembangan supply semen nasional memperlihatkan pola yang hampir mirip dengan Sumatera dan Jawa (lihat Gambar 6.3). Kondisi puncak supply semen nasional di Bali dan Nusa Tenggara terjadi dalam kuartal terakhir antara bulan Oktober dan November. Volume puncak pasokan semen nasional di wilayah ini terjadi pada bulan Oktober tahun 2011 dengan angka volume mencapai sekitar 300 ribu ton.
Gambar 6.3. Pola Supply Semen Nasional di wilayah Bali dan Nusa Tenggara (2007-2011) Sumber: ASI, 2012
4. Kalimantan Gambar 6.4 memperlihatkan grafik fluktuasi pasokan (supply) semen nasional di wilayah Kalimantan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Pola yang berlaku dari tahun ke tahun menunjukkan kondisi yang masih mirip dengan yang berlaku di wilayah Sumatera dan Jawa, di mana volume pasokan semen yang tertinggi terjadi dalam kuartal terakhir pada setiap tahunnya dan pada bulan-bulan Agustus hingga Oktober terjadi penurunan pasokan meskipun tidak sedrastis di Jawa. Secara parsial, pola supply semen yang terjadi pada tahun 2011
Laporan Akhir | Bab 7 - 205
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
menunjukkan kondisi volume puncak pasokan terjadi pada bulan Oktober, sepertinya halnya yang terjadi di wilayah Jawa dengan volume pasokan mencapai 320 ribu ton.
Gambar 6.4. Pola Supply Semen Nasional di wilayah Kalimantan (2007-2011) Sumber: ASI, 2012
5.
Sulawesi
Perkembangan supply semen nasional di Sulawesi selama kurun waktu lima tahun terakhir (2007-2011) mengindikasikan pola fluktuatif namun cenderung meningkat terutama pada tahun 2011 (lihat Gambar 6.5).
Gambar 6.5. Pola Supply Semen Nasional di wilayah Sulawesi (2007-2011)
Laporan Akhir | Bab 7 - 206
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Sumber: ASI, 2012
Kondisi puncak supply semen nasional yang berlaku di Sulawesi terjadi dalam kuartal terakhir antara bulan Oktober hingga Desember, di mana pada tahun 2011, volume puncak supply semen terjadi pada bulan Oktober dengan capaian volume mencapai 360 ribu ton dengan pola yang hampir mirip dengan wilayah Jawa. 6.
Maluku dan Papua
Pola supply semen nasional di wilayah Maluku dan Papua selama kurun waktu lima tahun terakhir (2007-2011) mengindikasikan pola yang fluktuatif dan cenderung berbeda dengan kelima wilayah yang lain. Di wilayah ini, kondisi puncak pasokan semen nasional justru terjadi kurun semester pertama (lihat Gambar 6.6). Secara parsial, pada tahun 2011, kondisi puncak supply semen nasional yang berlaku di Maluku dan Papua terjadi antara bulan Maret dan April, dengan volume puncak supply semen hampir mencapai 100 ribu ton. Pada tengah tahun, kondisi supply semen nasional di Maluku dan Papua cenderung menurun dan meningkat kembali antar bulan Oktober dan November.
Gambar 6.6. Pola Supply Semen Nasional di wilayah Maluku dan Papua (2007-2011) Sumber: ASI, 2012
Laporan Akhir | Bab 7 - 207
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
6.1.2.
Market Share Semen Nasional
Perkembangan market share semen nasional di wilayah Indonesia menunjukkan pola yang tidak jauh berbeda selama kurun waktu dua tahun terakhir (2010-2011) baik berbasis wilayah maupun berbasis perusahaan. Market share semen nasional berbasis wilayah menujukkan bahwa Pulau Jawa masih mendominasi dalam hal konsumsi semen. Pada tahun 2010, market share di Jawa mencapai 53,8% dari total penjualan, dan meningkat menjadi 55,2% pada tahun 2011. Posisi kedua terjadi di wilayah Sumatera dengan market share berkisar pada angka 23%. Kondisi tersebut terjadi mengingat penduduk Indonesia mayoritas berada di Jawa dan sebagian di Sumatera.
Gambar 6.7. Perkembangan Market share Semen Nasional berbasis wilayah (2010-2011) Sumber: ASI, 2012
Laporan Akhir | Bab 7 - 208
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Jika ditinjau dari perusahaan semen yang beroperasi saat ini, market share terbesar dimiliki oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. disusul PT. Semen Gresik Tbk., dengan market share masing-masing adalah 31,5% dan 20,8%. (pada tahun 2011). Market share PT. Semen Gresik Tbk. mengalami penurunan dari tahun sebelumnya (2010), dimana pada tahun 2010, market share PT Semen Gresik Tbk sebesar 21,9%. Selain PT Semen Gresik Tbk., perusahaan PT Semen Tonasa juga mengalami penurunan market share yang cukup berarti dari 8,5% menjadi 7,9% atau turun sekitar 0,6%.
Gambar 6.8. Perkembangan Market share Semen Nasional berbasis Perusahaan (20102011) Sumber: ASI, 2012
6.2.
MEKANISME DISTRIBUSI (LOGISTIK) SEMEN NASIONAL SAAT INI
Menurut Asosiasi Semen Indonesia (ASI), saat ini ada 9 pabrik semen di Indonesia. Namun pangsa pasar dalam negeri dikuasai oleh tiga pabrik, yakni
Laporan Akhir | Bab 7 - 209
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Semen Gresik sebesar 43%, Semen Tiga Roda (Indocement) sebesar 31,7%, dan Holcim sebesar 14,1%. Dari semua industri semen yang ada, saat ini pendistribusian semen dibagi menjadi 2 (dua) jenis. Pertama secara curah yang dilayani oleh kapal jenis bulk carrier. Kedua secara pack dalam bentuk cement bag yang dilayani oleh kapal jenis general cargo. Dalam penerapan proses bongkar muat semen yang dilakukan di pelabuhan industri semen, terdapat perbedaan waktu yang sangat jauh antara proses bongkar muat curah dan proses bongkar muat cement bag, dimana secara umum waktu bongkar muat curah sekitar 15 jam untuk kapasitas 6.000 ton sedangkan waktu bongkar muat cement bag bisa mencapai 3 hari untuk kapasitas 2.500 ton, bahkan bisa lebih dari itu bilamana kondisi cuaca yang tidak mendukung (misalnya hujan). Hal ini terjadi karena perbedaan penanganan muatan. Dimana penanganan muatan curah dilakukan dengan sistem belt conveyor dan tidak terpengaruh oleh cuaca. Sedangkan penanganan muatan cement bag menggunakan jala yang dibantu tenaga manusia untuk memindahkan muatan dari truk ke kapal dan proses ini tergantung cuaca. Perbedaan penanganan semen tersebut sedikit banyak menjadi masalah dalam upaya meningkatkan upaya distribusi semen untuk menyesuaikan dengan peningkatan permintaan semen nasional. Untuk skala nasional, pendistribusian cement bag lebih tinggi dari pada curah. Hal ini terjadi karena tidak semua wilayah di Indonesia memiliki gudang packer untuk mengemas semen curah. Namun, banyak kekurangan dalam proses bongkar muat cement bag. antara lain kecepatan bongkar muat yang rendah sehingga mengakibatkan kapal memiliki waktu sandar yang cukup lama di pelabuhan, ketergantungan terhadap cuaca dimana proses bongkar muat tidak dapat terjadi bilamana kondisi hujan, banyaknya jumlah bongkar muat sangat tergantung dari jumlah gang yang tersedia dan kinerja gang yang ada. Pada saat ini beberapa pabrik semen telah membuat unit pengantongan semen (packing plant) di beberapa wilayah penjualan semen. Pembuatan
Laporan Akhir | Bab 7 - 210
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
packing plant tersebut memudahkan produsen semen dalam mendukung kecepatan distribusi sekaligus menghemat biaya untuk mendistribusikan semen ke wilayah di luar wilayah produsen. 6.2.1. Pola Distribusi (Asal-Tujuan) Semen Nasional Lokasi industri pabrik semen Indonesia tersebar meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Kalimantan. Pabrik semen yang ada di wilayah Sumatera antara lain PT. Semen Andalas di Aceh, PT. Semen Padang di Sumatera Barat dan PT. Semen Baturaja di Sumatera Selatan. Untuk pabrik semen di Pulau Jawa antara lain pabrik semen yang dibangun PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk di Citeurup dan Cirebon Jawa Barat, PT. Holcim Indonesia di Narogong Jawa Barat dan di Cilacap Jawa Tengah dan PT. Semen Gresik Tbk di Gresik Jawa Timur. Pabrik semen yang ada di Sulawesi antara lain PT. Semen Bosowa Maros dan PT. Semen Tonasa di Sulawesi Selatan. Di Pulau Nusa Tenggara terdapat pabrik semen yang dibangun oleh PT. Semen Kupang di Nusa Tenggara Barat, sedangkan di Kalimantan terdapat pabrik semen yang dimiliki oleh PT. Semen Indokodeko yang saat ini sudah masuk dalam grup PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk di Kalimantan Timur. Pola distribusi pada umumnya, masing-masing produsen memiliki jaringan distribusi sendiri. Aliran distribusi semen dapat dilakukan secara langsung dari produsen ke konsumen (untuk kegiatan proyek/semen curah). Namun sebagian besar harus melewati distributor dan sub distributor sebelum sampai ke tangan konsumen akhir (end user). Jalur distribusi atau pola distribusi semen secara umum digambarkan dalam skema sebagai berikut.
Laporan Akhir | Bab 7 - 211
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 6.9. Skema Jalur Distribusi Semen Sumber: CIC, 2009
Pola distribusi asal tujuan semen nasional saat ini sudah menyebar disemua wilayah. Hal ini dikarenakan adanya perubahan regulas tata niaga semen dimana tidak ada lagi pengalokasian pemasaran yang diatur oleh pemerintah. Sehingga semua produsen semen dapat melakukan penetrasi pasar ke berbagai wilayah di Indonesia yang dianggap dapat memberikan potensi keuntungan. Wilayah distribusi atau pemasaran produk semen PT. Semen Andalas relatif terbatas, dimana sekitar 94 persen produksinya dipasarkan di Aceh dan Sumatera Utara. Sedangkan sisanya dipasarkan di Riau, Kepulauan Riau dan DKI Jakarta. Wilayah pemasaran PT. Semen Padang ke seluruh wilayah propinsi di Pulau Sumatera, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Untuk Sumatera prosentase produksi yang terdistribusi sekitar 83 persen, sedangkan untuk wilayah Jawa sekitar 17 persen dan untuk wilayah Kalimantan sekitar 0,5 persen. Wilayah pemasaran PT. Semen Baturaja di Sumatera bagian selatan terutama Lampung dan Sumatera Selatan yang merupakan wilayah basis pemasarannya,
dengan
prosentase
sekitar
95
persen.
Wilayah
Laporan Akhir | Bab 7 - 212
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
pemasaran lainnya mencakup Bengkulu (dengan prosentase sekitar 2,0 persen), Jambi (dengan prosentase sekitar 1,3 persen), Bangka-Belitung (dengan prosentase sekitar 0,9 persen), Riau (dengan prosentase sekitar 0,4 persen) dan sedikit distribusi ke wilayah Banten (dengan prosentase sekitar 0,9 persen). Wilayah pemasaran PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia, meskipun pasar utamanya tetap Pulau Jawa. Sekitar 70 persen produksi PT. Indocement dipasarkan di Jawa, dimana pasar di Jawa Barat sekitar 26 persen, di Jawa Tengah 16 persen, DKI Jakarta 13,8 persen, Banten 9 persen, Jawa Timur 5,4 persen. Sedangkan di wilayah Sumatera sekitar sebelas persen produknya dipasarkan di daerah ini (Sumatera Utara 2,7 persen, Kep. Riau 1,9 persen, Bangka Belitung 1,5 persen, Sumatera Selatan 1,3 persen, Sumatera Barat 0,1 persen, Bengkulu 0,4 persen, Jambi 0,2 persen, Riau 0,1 persen dan NAD 0,05 persen). Untuk Kalimantan dan Sulawesi produk semen yang dipasarkan sekitar sembilan persen dan sisanya dipasarkan ke wilayah lain seperti Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. PT. Holcim Indonesia Tbk memiliki wilayah pemasaran atau distribusi produknya cukup luas, dengan wilayah distribusinya meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali hingga Papua. Pangsa pasar terbesar produk Holcim Indonesia tetap Pulau Jawa yang mencapai sekitar 82 persen dari produksi yang dipasarkan, dimana Jawa Barat merupakan pangsa terbesar produk Holcim yaitu sekitar 20,9 persen, diikuti oleh DKI Jakarta sebesar 20,6 persen, sedangkan DI Yogyakarta merupakan pangsa produk Holcim yang paling rendah yaitu sekitar 6 persen (hal ini dikarenakan salah satunya wilayah DIY merupakan propinsi dengan luas wilayah yang paling kecil dibandingkan dengan propinsi lainnya di Pulau Jawa), Untuk wilayah Sumatera, pangsa pasar produk ini sekitar 12
Laporan Akhir | Bab 7 - 213
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
persen, sedangkan untuk wilayah Kalimantan sekitar 4,4 persen. Sisanya Sulawesi Utara 0,03 persen, Bali 1,5 persen dan Papua 0,2 persen. PT. Semen Gresik mempunyai daerah yang menjadi jangkauan pemasaran yang cukup banyak. Walaupun Pulau Jawa masih merupakan konsumen terbesar dari produk semen Gresik, yaitu sekitar 85,3 persen, dengan Jawa Timur sebagai pangsa pasar terbesar di Pulau Jawa yaitu sekitar 46,7 persen dan pangsa pasar semen Gresik yang paling kecil di Pulau Jawa adalah DI Yogyakarta yaitu sekitar 3,5 persen dari keseluruhan produksi. Pangsa pasar untuk wilayah Kalimantan sekitar 7,4 persen, dengan Kalimantan Selatan merupakan pangsa pasar terbesar di kawasan ini yaitu sekitar 3,2 persen. Untuk kawasan Bali dan Nusa Tenggara, pangsa pasar semen Gresik sekitar 5,6 persen, dengan Bali merupakan pangsa pasar terbesar di kawasan ini sebesar 4,1 persen. Sedangkan pangsa pasar semen Gresik lainnya yaitu Papua dan Maluku, masing-masing sebesar 0,9 persen dan 0,8 persen dari keseluruhan hasil produk semen Gresik yang dipasarkan di dalam negeri. Untuk produk PT. Semen Bosowa Maros pasar utamanya adalah Sulawesi Selatan yang mencapai 27 persen dari total produksinya, sedangkan untuk kawasan Sulawesi pangsa pasar semen ini sekitar 40,9 persen. Pangsa pasar semen Bosowa untuk kawasan Jawa sekitar 20 persen, dengan DKI Jakarta merupakan pangsa terbesar yaitu sekitar 8,7 persen. Pulau Kalimantan merupakan salah satu wilayah pemasaran dari produk semen Bosowa sebesar 10,4 persen dari total produksi. Sedangkan wilayah pemasaran lainnya adalah NTT sekitar 7,4 persen, NTB sekitar 5,5 persen, Bali sekitar 4,5 persen, Papua sekitar 4,1 persen dan Maluku sekitar 2 persen dari total produksi semen Bosowa. Daerah pemasaran PT. Semen Tonasa (Persero) antara lain Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT),
Laporan Akhir | Bab 7 - 214
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Bali, dan Kalimantan Tengah. Dari 11 (sebelas) daerah pemasaran PT. Semen Tonasa terdapat 5 (lima) daerah di mana pangsa pasarnya selalu berada di atas 50% atau lebih dari setengah pasar keseluruhan, yaitu di Maluku dan seluruh wilayah Sulawesi kecuali Gorontalo. Rata-rata pangsa pasar di kelima daerah itu adalah sekitar 69 %. Sulawesi Tengah memiliki rata-rata pangsa pasar tertinggi yakni 77,72% sedangkan Sulawesi Selatan memiliki rata-rata pangsa pasar sebesar 64,42%. Sedangkan di Gorontalo dan Papua, memiliki rata-rata pangsa pasar diatas 40%. Rata-rata pangsa pasar di Nusa Tenggara Timur adalah 29,82% sedangkan di Nusa Tenggara Barat, Bali, dan Kalimantan tengah rata-rata pangsa pasarnya dibawah 20%. Produksi semen PT. Semen Kupang didistribusikan atau dipasarkan hanya di Nusa Tenggara Timur. 6.2.2.
Sistem Pengangkutan Produk Semen Nasional
Sistem pengangkutan yang efisien dan efektif sangat menentukan keberhasilan pemasaran suatu produk. Karakteristik produk semen yang bersifat bulky menyebabkan jenis angkutan yang digunakan untuk distribusi menjadi komponen yang sangat penting dalam pemasaran komoditi ini. Secara umum pengangkutan yang digunakan untuk distribusi semen menggunakan angkutan laut dan darat, sedangkan penggunaan angkutan udara hanya dilakukan apabila penggunaan kedua jenis angkutan tidak memungkinkan, yang mana penggunaan angkutan udara sangat tidak ekonomis karena mahal dan daya angkutnya yang terbatas. Pada saat ini beberapa perusahaan semen nasional sudah memanfaatkan angkutan kereta api sebagai salah satu moda transportasi dalam distribusi produknya. Hal ini mengingat untuk jarak jauh akan lebih efisien menggunakan kereta api karena kapasitas muat dalam satu kali
Laporan Akhir | Bab 7 - 215
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
perjalanan lebih besar dari pada menggunakan truk. Beberapa perusahaan yang belum memanfaatkan moda kereta api sebagai angkutan untuk distribusi produknya lebih dikarenakan belum tersedianya sarana angkutan kereta api, seperti PT. Semen Tonasa, PT. Semen Andalas Indonesia dan PT. Semen Kupang. Untuk angkutan laut, saat ini pendistribusian semen dibagi menjadi 2 (dua) jenis. Pertama secara curah yang dilayani oleh kapal jenis bulk carrier. Kedua secara pack dalam bentuk cement bag yang dilayani oleh kapal jenis general cargo. Dalam penerapan proses bongkar muat semen yang dilakukan di pelabuhan industri semen, terdapat perbedaan waktu yang sangat jauh antara proses bongkar muat curah dan proses bongkar muat cement bag. Waktu bongkar muat curah biasanya sekitar 15 jam untuk kapasitas 6.000 ton sedangkan waktu bongkar muat cement bag bisa mencapai 3 hari untuk kapasitas 2.500 ton, bahkan bisa lebih dari itu bilamana kondisi cuaca yang tidak mendukung (misalnya hujan). Hal ini terjadi karena perbedaan penanganan muatan. Ilustrasi sistem pengangkutan produk semen berupa secara umum disajikan dalam gambar berikut.
1
PABRIK
2
3
SILO
4
5
PACKING PLANT
KONSUMEN
Gambar 6.10. Proses Pengangkutan Produk Semen Sumber: wawancara dengan ASI, 2012
Laporan Akhir | Bab 7 - 216
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Penjelasan gambar diatas adalah sebagai berikut: 1) Produk semen diangkut dari pabrik ke silo dengan menggunakan truk atau kereta api; 2) Setelah pengisian silo di pelabuhan selanjutnya diangkut ke packing plant dengan menggunakan kapal; 3) Proses operasional kapal; 4) Setelah proses unloading selanjutnya dilakukan proses packing; 5) Distribusi ke konsumen setelah proses packing selesai.
Laporan Akhir | Bab 7 - 217
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
BAB 7 ANALISIS
7.1.
KECENDERUNGAN PERMINTAAN PRODUK SEMEN NASIONAL DI
MASA MENDATANG Dalam periode 2010-2014, secara nasional, konsumsi semen terus mengalami pertumbuhan dari 7,7% pada tahun 2010 meningkat menjadi 8,6% pada tahun 2014 (lihat Gambar 7.1). Secara parsial, konsumsi semen di wilayah Jawa diperkirakan akan meningkat dari 18,68 juta ton menjadi 21,17 juta ton. Konsumsi semen di Sumatera diperkirakan juga akan mengalami peningkatan dari 9,34 juta ton menjadi 14,27 juta ton. Demikian halnya di wilayah Sulawesi dan Kalimantan juga diperkirakan akan meningkat, di Sumatera meningkat menjadi 5,33 juta ton dan di Kalimantan meningkat menjadi 4,95 juta ton (lihat Gambar 7.2). 8.6%
Gambar 7.1. Proyeksi Semen dan Laju Pertumbuhannya, 2009-2014
Laporan Akhir | Bab 7 - 218
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Sumber: CIC, 2009
Gambar 7.2. Proyeksi Konsumsi Semen menurut Wilayah, 2009 – 2014 Sumber: CIC, 2009
Laju pertumbuhan konsumsi semen berbeda-beda menurut wilayahnya. Oleh karena itu, meskipun Jawa merupakan konsumen terbesar, namun pangsanya
diperkirakan
akan
semakin
berkurang
karena
laju
pertumbuhan konsumsi wilayah di luar Jawa diindikasikan mulai meningkat
seperti
diperlihatkan
pada
Gambar
7.3.
Pergeseran
permintaan semen dari Jawa ke luar Jawa dapat disebabkan oleh kebijakan Pemerintah yang terus-menerus mendorong pengembangan wilayah di wilayah luar Jawa, terutama di kawasan timur Indonesia (KTI). Disamping itu, kebijakan otonomi daerah juga turut mempengaruhi permintaan semen, dimana daerah-daerah di luar Jawa (wilayah KTI) mulai melakukan pengembangan wilayah melalui pembangunan dan peningkatan infrastruktur.
Laporan Akhir | Bab 7 - 219
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 7.3. Proyeksi Pangsa Konsumsi Semen Menurut Wilayah, 2009 – 2014 Sumber: CIC, 2009.
Dengan adanya kebijakan Pemerintah dalam rangka percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah yang telah diamanatkan dalam MP3EI, diperkirakan konsumsi semen akan makin meningkat atau dengan kata lain laju pertumbuhannya dapat di atas angka estimasi awal yang telah diprediksi oleh ASI, yaitu 8% per tahun. Terlebih lagi dengan adanya fakta bahwa berdasar pengamatan pihak ASI, yang mencatat pertumbuhan semen nasional pada tahun 2011 meningkat begitu signifikan sebesar 18% dengan pencapaian 91% dari total kapasitas terpasang saat ini. Sebagaimana diketahui bahwa kapasitas terpasang untuk industri semen hingga saat ini adalah 53 juta ton dari 9 pabrik semen di Indonesia. Berdasarkan data ASI (2011), tercatat bahwa pertumbuhan tertinggi pada tahun 2011 terjadi di wilayah Jawa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 21%. Hal ini terjadi karena fokus dari pembangunan masih berpusat di Jawa
Laporan Akhir | Bab 7 - 220
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, seperti pembangunan beberapa ruas jalan tol yang, properti, serta perumahan yang terus semakin marak. Di beberapa wilayah lainnya juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, seperti di Sumatera 14%, Kalimantan 17%, Sulawesi 16%, serta Bali-Nusa Tenggara 19%. Perkembangan permintaan produk semen yang begitu pesat pada tahun 2011 disebabkan oleh adanya kegiatan pembangunan beberapa proyek infrastruktur secara besar-besaran dan dalam waktu yang bersamaan pada pertengahan tahun 2011. Kondisi tersebut menyebabkan permintaan semen meningkat begitu signifikan. Jika dicermati dari data perkembangan fluktuasi pasokan semen nasional selama lima tahun terakhir (2007-2011), menunjukkan bahwa pola yang terjadi adalah bahwa penjualan semen terbanyak berada pada periode 3 bulan terakhir setiap tahunnya, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7.4. Kondisi ini diperkirakan memiliki kaitan erat dengan pola pembangunan suatu proyek, dimana pada umumnya menjelang akhir tahun anggaran, seluruh kegiatan pembangunan fisik diharapkan telah selesai atau menunjukkan progres kemajuannya. Indikatornya adalah terserapnya anggaran pembangunan fisik untuk kebutuhan belanja material (semen, baja, kayu, dan lain sebagainya).
Laporan Akhir | Bab 7 - 221
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 7.4. Pola Fluktuasi Pasokan Semen Nasional selama 2007-2011 Sumber: ASI, 2012
Pola fluktuasi pasokan semen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.4 di atas berlaku di wilayah Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara, untuk wilayah Papua dan Maluku memiliki pola yang berbeda dimana volume pasokan semen yang tertinggi berlangsung pada kwartal pertama setiap tahunnya (Gambar 7.5). Perbedaan kondisi tersebut diperkirakan akibat terlambatnya waktu pengiriman komoditas (semen) karena faktor jarak dan waktu tempuh yang dibutuhkan disamping faktor limitasi ketersediaan fasilitas bongkar muat di sisi pelabuhan di wilayah Papua dan Maluku.
Gambar 7.5. Pola Fluktuasi Pasokan Semen Nasional di Wilayah Papua dan Maluku selama 2007-2011 Sumber: ASI, 2012
Pola pasokan semen nasional yang berlaku selama ini memiliki korelasi yang kuat dengan pola penjualan semen yang berlaku di tingkat perusahaan. Hal ini dapat ditunjukkan dari pola penjualan semen pada perusahaan PT. Semen Gresik dan PT. Holcim, seperti disajikan pada Gambar 7.6 dan 7.7. Dari kedua data (grafik) tersebut menunjukkan bahwa pada bulan-bulan tertentu, khususnya selama bulan puasa ramadhan dan lebaran, penjualan semen mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun, pasca lebaran,
Laporan Akhir | Bab 7 - 222
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
penjualan semen meningkat kembali hingga menjelang akhir tahun. Pola tersebut berlangsung setiap tahun.
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 7.6. Pola Fluktuasi Penjualan Semen Gresik secara Nasional selama 2007-2011 Sumber: PT. Semen Gresik, 2012 (hasil survey diolah)
2010
2011
Jan- Agust 2012
Laporan Akhir | Bab 7 - 223
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 7.7. Pola Fluktuasi Penjualan Semen Holcim secara Nasional selama 2010 – Agustus 2012 Sumber: PT. Holcim, 2012 (hasil survey diolah)
Berdasarkan data serta informasi dari ASI, bahwa pada tahun 2012 ini, penjualan atau konsumsi semen secara nasional diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 48 juta ton pada 2011 menjadi 53 juta ton. Perkiraan ini didasarkan pada kondisi perkembangan utilisasi kapasitas produksi semen yang mencapai 60,8 juta ton pada tahun 2012. 7.2.
ESTIMASI KEBUTUHAN PASOKAN BERBASIS ANGGARAN BIAYA MATERIAL SEMEN DALAM KERANGKA RPJM NASIONAL-II DAN MP3EI
Terkait dengan pembangunan infrastruktur dalam kerangka RPJMN-II 20102014 dan MP3EI 2025, Pemerintah telah mengestimasi kebutuhan material dan alat konstruksi berupa semen, baja, aspal, dan alat berat. Tabel 7.1 berikut ini memberikan gambaran kebutuhan untuk masing-masing material dan alat berat pada tahun 2012 hingga 2014. Tabel 7.1. Estimasi Kebutuhan Material dan Alat Berat untuk Mendukung Pembangunan Infrastruktur dalam Kerangka RPJMN-II dan MP3EI (selama 2012-2014)
No
Jenis MPK
Kebutuhan Berdasarkan RPJMN - II
Berdasarkan MP3EI
2012
2013
2014
2012
2013
2014
1
Semen (Juta Ton)
12,1
13,9
16,0
12,1
18,6
21,4
2
Baja (Juta Ton)
5,3
6,0
7,0
7,6
10,1
12,6
3
Aspal (Juta Ton)
1,25
1,7
2,0
2,8
3,7
4,7
4
Alat berat (ribu unit)
42
50
60
38,1
51
64
Sumber: Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian PU (2012)
Laporan Akhir | Bab 7 - 224
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel di atas menunjukkan bahwa kebutuhan material dan alat berat konstruksi untuk pembangunan dalam kerangka MP3EI lebih besar dibandingkan kebutuhan pembangunan dalam kerangka RPJMN-II. Menurut informasi yang diperoleh dari ASI, bahwa harga material semen untuk setiap 1 ton semen adalah sebesar 1 juta rupiah. Dengan berdasar pada estimasi kebutuhan semen untuk pembangunan dalam kerangka RPJMN-II maupun MP3EI, maka dapat diperoleh estimasi biaya yang diperlukan untuk kebutuhan material semen, seperti ditunjukkan dalam Tabel 7.2 berikut. Tabel 7.2. Estimasi Kebutuhan Anggaran Pengadaan Material Semen dalam Kerangka RPJMN-II dan MP3EI (Selama 2012-2014)
No
Tahun
Estimasi Kebutuhan Anggaran (M Rp) RPJMN - II
MP3EI
1
2012
12.100
12.100
2
2013
13.900
18.600
3
2014
16.000
21.400
Keterangan: asumsi harga semen 1 ton = 1 juta Rp (berdasarkan informasi ASI)
Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional kedua (RPJMN-2) tahun 2010-2014 telah merencanakan program pembangunan infrastruktur berbasis Kementerian dan Lembaga yang terkait. Indikasi kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur dalam kerangka RPJMN-II, dalam kajian ini didasarkan atas kelompok program kegiatan yang menjadi kewenangan kementerian / lembaga yang terkait, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan. Berdasarkan matrik program kegiatan pembangunan yang telah disusun oleh BAPPENAS melalui hasil koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, dapat diidentifikasi kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur yang berada di bawah kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan sebesar 294,76 Trilyun rupiah, dengan rincian
Laporan Akhir | Bab 7 - 225
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
untuk bidang PU sebesar 230,18 Trilyun rupiah dan Perhubungan sebesar 64,58 Trilyun rupiah. Adapun rincian program kegiatan per bidang tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.3. Pemerintah juga telah berencana melakukan percepatan dan perluasan pembangunan di seluruh Koridor Ekonomi sebagaimana dituangkan dalam kerangka kebijakan MP3EI. Pembangunan infrastruktur dipandang penting untuk mendukung keberhasilan implementasi MP3EI tersebut. Berdasarkan hasil koordinasi Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, dapat diidentifikasi program kegiatan pembangunan infrastruktur di enam Koridor Ekonomi (KE), yaitu: KE Sumatera, KE Jawa, KE Bali dan Nusa Tenggara, KE Kalimantan, KE Sulawesi, dan KE Maluku-Papua dengan dukungan pendanaan dari Pemerintah, BUMN, dan campuran. Berdasarkan dokumen kebijakan MP3EI dapat diidentifikasi kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur hingga tahun 2025, yang dapat diklasifikasikan ke dalam jenis pekerjaan sesuai dengan domain kementerian terkait, yaitu: Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan sebesar 551,04 Trilyun rupiah atau sekitar 31% dari total anggaran infrastruktur MP3EI (1.768 Trilyun rupiah). Kebutuhan anggaran tersebut dapat dikelompokkan sesuai domain kementerian/lembaga terkait, yaitu: 357,01 Trilyun rupiah untuk bidang Pekerjaan Umum dan 194,03 Trilyun rupiah untuk bidang Perhubungan. Adapun rincian program kegiatannya dapat dicermati pada Tabel 7.3.
Laporan Akhir | Bab 7 - 226
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 7.3. Estimasi Kebutuhan Anggaran Pembangunan Infrastruktur dalam Kerangka RPJMN-II 2010-2014 No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
I 1
PROGRAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Pengelolaan dan Konservasi Waduk, Embung,
Jumlah waduk dan embung/situ yang dibangun sebanyak 12 waduk dan 158 embung/situ Jumlah waduk, embung/situ yang direhabilitasi sebanyak 29 waduk dan 298 embung/situ Jumlah waduk/embung/situ yang dioperasikan dan dipelihara sebanyak 182 waduk/embung/situ Jumlah kawasan sumber air yang di konservasi sebanyak 15 kawasan Jumlah waduk yang dibangun di DAS Bengawan Solo (7 waduk )
Prasarana sumber daya air di DAS Bengawan Solo yang direhabilitasi
2014
1 waduk selesai dibangun; 5 waduk dalam pelaksanaan pembangunan; 20 embung/situ selesai dibangun 2 waduk selesai di rehabilitasi, 9 waduk dalam pelaksanaan rehabilitasi dan 37 embung/situ selesai direhabilitasi 182 waduk/embung/situ
11 waduk selesai dibangun; 1 waduk dalam pelaksanaan (angka komulatif 5 Tahun (20102014) pembangunan; 158 embung/situ selesai dibangun 29 waduk selesai di rehabilitasi, dan 298 embung/situ selesai direhabilitasi (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014)
6.481,30
166 waduk/embung/situ
1.320,00
9 kawasan
15 kawasan (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014) 1 Waduk Bendo (Ponorogo)
645,00
1 Wadung Gondang (sragen) 1 Waduk Gonggang
306,00 20,00
1 Waduk Kresek (Madiun) 1 Waduk Kedung Bendo (Pacitan) 1 Waduk Kendang (Blora)
457,00 553,00
1 Waduk Bendo (Ponorogo) 1 Wadung Gondang (Sragen) Penyelesaian 1 Waduk Gonggang 1 Waduk Kresek (Madiun) 1 Waduk Kedung Bendo (Pacitan)
1.845,30
900,00
107,00
1 Waduk Pidekso (Wonogiri)
1 Waduk Pidekso (Wonogiri)
1.350,00
Penanganan Sedimen Waduk Wonogiri dan Konservasi DAS
Tertanganinya Sedimen Waduk Wonogiri dan Konservasi DAS
1.060,00
Konsep Laporan Akhir | Bab 7 - 227
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
terpeliharanya waduk di DAS Bengawan Solo
Keduang
Keduang
Rehabilitasi 7 Waduk (Prijetan, Cengklik, Tlogo Ngebel, Banjar Anyar, Tlego Sarangan, Kedung Uling, Gonggang) Rehabilitasi Embung / Waduk Lapangan Operasi WS dan Pemeliharaan Infrastruktur SDA Bengawan Solo
2,315 juta hektar
Rehabilitasi 7 Waduk (Prijetan, Cengklik, Tlogo Ngebel, Banjar Anyar, Tlego Sarangan, Kedung Uling, Gonggang) Terehabilitasi Embung / Waduk Lapangan Terlaksananya operasi WS dan Pemeliharaan Infrastruktur SDA Bengawan Solo Terkonservasinya 2 Kali (Kali Tirtomoyo & Kali Asin) Terkonservasinya arboretum Sumber Daya Air Bengawan Solo 129,38 ribu hektar (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014) 1,34 juta hektar (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014) 2,315 juta hektar
10 ribu hektar
10 ribu hektar
85 ribu hektar
70 sumur air tanah
450 ribu hektar (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014) 1,2 juta hektar (angka komulatif 5 Tahun (20102014) 70 sumur air tanah
230 sumur air tanah
1.875 sumur air tanah
terlaksananya konservasi di DAS Bengawan Solo 2
Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya
Luas layanan jaringan irigasi yang ditingkatkan (129,38 ribu hektar) Luas layanan jaringan irigasi yang direhabilitasi (1,34 juta hektar) Luas layanan jaringan irigasi yang dioperasikan dan dipelihara (2,315 juta hektar) Luas layanan jaringan rawa yang ditingkatkan (10 ribu hektar) Luas layanan jaringan rawa yang direhabilitasi (450 ribu hektar) Luas layanan jaringan rawa yang dioperasikan dan dipelihara (1,2 juta hektar) Jumlah sumur air tanah yang dibangun (70 sumur air tanah) Jumlah sumur air tanaha yang
2014
115 ribu hektar 200 ribu hektar
800 ribu hektar
106,00
105,00 180,00 130,00 60,00 2.924,50 13.000,00 2.000,00 60,00 1.700,00 1.000,00 77,00 615,80
Laporan Akhir | Bab 7 - 228
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
3
Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku
direhabilitasi (1.875 sumur air tanah) untuk mengairi areal seluas 37.500 hektar Jumlah sumur air tanah yang dioperasikan dan dipelihara (2.192 sumur air tanah) untuk mengairi areal seluas 43.840 hektar Luas layanan jaringan tata air tambak yang dibangun / ditingkatkan (seluas 1.000 hektar) Luas layanan jaringan tata air tambak yang direhabilitasi (seluas 175 ribu hektar) berkembangnya daerah irigasi dan drainase di DAS Bengawan Solo Kapasitas air baku yang ditingkatkan sebesar 43,4 m3/det Kapasitas parasarana air baku yang direhabilitasi sebesar 12,3 m3/det Kapasitas prasarana air baku yang terjaga sebesar total 44,8 m3/det
2014 (angka komulatif 5 Tahun (20102014)
425 sumur air tanah
2.192 sumur air tanah (angka komulatif 5 Tahun (20102014)
1.000 hektar
1.000 hektar
4.000 hektar
175.000 hektar (angka komulatif 5 Tahun (20102014) Berkembangnya DI & Drainase Bengawan Jero / rawa Jero
525,00
7,6 m3/det
43,4 m3/det (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014)
5.549,40
2,5 m3/det
12,3 m3/det (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014) 44,8 m3/det (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014)
700,00
5,5 m3/det
219,20
7,50
380,00
100,00 15.465,60
Panjang sarana/prasarana pengendali banjir yang dibangun (216 km) Panjang sarana/prasarana pengendali banjir yang direhabilitasi (386 km) Panjang sarana/prasarana pengendali banjir yang dioperasikan dan dipelihara (2.000 km) untuk mengamankan kawasan seluas 35,7 ribu hektar
168 km 139 km 700 km
216 km (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014) 386 km (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014) 2.000 km
2.508,60 3.745,00 927,50
(angka komulatif 5 Tahun (20102014)
Laporan Akhir | Bab 7 - 229
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
Jumlah sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen yang dibangun (28 buah) untuk mengendalikan lahar/sedimen dengan volume 16 juta m3 Jumlah sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen yang direhabilitasi (85 unit) untuk mengendalikan lahar/sedimen dengan volume 6 juta m3 Jumlah sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen yang dioperasikan dan dipelihara (150 unit) untuk mengendalikan lahar/sedimen dengan volume 12 juta m3 Panjang sarana/prasarana pengaman pantai yang dibangun (30 km) Panjang sarana/prasarana pengaman pantai yang direhabilitasi (50 km) Panjang sarana/prasarana pengaman pantai yang dipelihara (50 km ) Diselesaikannya pembangunan kanal timur paket 22 s/d 29 Diselesaikannya kegiatan supervisi konstruksi Banjir Kanal Timur Terbangunnya bangunan akhir / jetty di muara Banjir Kanal Timur Terbangunnya jalan inspeksi
2014
28 buah
28 buah
116,50
4 buah
85 buah
145,00
(angka komulatif 5 Tahun (20102014) 10 buah
150 buah
75,00
(angka komulatif 5 Tahun (20102014) 30 km
30 km
200,00
3 km
278,50
7 Paket
50 km (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014) 50 km (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014) 7 paket
1 kegiatan
1 kegiatan
5,70
800 meter
196,10
19 km
76,40
Terbangunnya perkuatan tebing
17 km
59,30
Diselesaikannya normalisasi Kali Blencong Terbangunnya inlet Cakung
1 km
79,50
1 buah
14,20
30 km
50,00 613,70
Laporan Akhir | Bab 7 - 230
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
2014
Terbangunnya Saluran Gendong
7 km
17,80
Terbangunnya Utilitas (PGN Jaktim, PLN Jaktim, TPJ) Terbangunnya Jembatan penyeberangan orang (BKT 226) Terbangunnya Jembatan BKT 207
3 unit
20,20
1 buah
5,10
1 buah
5,10
Terbangunnya drain inlet
2 buah
2,20
Terbangunnya perkuatan bronjong
18.000 m3
41,80
Tebangunnya jalan oprit
2 buah
7,30
Diselesaikanya pekerjaan galian dan timbunan hulu Kali Sunter Diselesaikannya Pemasangan Grass Block terbangunnya prasarana pengendali banjir
100 meter
0,90
23,5 meter
28,20
pompa banjir di 5 lokasi
pompa banjir di 5 lokasi
40,00
kawasan retensi di 3 Sungai di Ponorogo 1 Bendung Gerak/Bojonegoro Barrage Jabung Ring Dike
kawasan retensi di 3 Sungai di Ponorogo 1 Bendung Gerak/Bojonegoro Barrage Jabung Ring Dike
50,00 260,00
Remaining Works LSRIP-phase I 1 Bendung Gerak Sembayat
Remaining Works LSRIP-phase I
100,00
1 Bendung Gerak Sembayat
650,00
Tanggul Kota Ngawi
Tanggul Kota Ngawi
61,00
Pengaturan kawasan rawan banjir Bojonegoro Flood Forecasting Warning System
Pengaturan kawasan rawan banjir Bojonegoro Flood Forecasting Warning System (FFWS) Bengawan Solo
40,00
460,00
40,00
Laporan Akhir | Bab 7 - 231
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
2014
(FFWS) Bengawan Solo
terehabilitasinya prasarana pengendali banjir
II
PROGRAM PENYELENGGARAAN JALAN
1
Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan dan Jembatan Nasional
Jumlah jalan yang dipreservasi sepanjang 171.695 Km Jumlah jembatan yang dipreservasi sepanjang 602.944,40 Meter Jumlah jalan yang ditingkatkan kapasitasnya (pelebaran) sepanjang 19.370 Km Jumlah jalan lingkar/bypass yang dibangun sepanjang 36,65 Km Jumlah jembatan yang bangun sepanjang 16.157,83 meter
Tanggul Kiri Bengawan Solo Rengel-Centini pintu air Demangan
480,00
Rp 170,00
Normalisasi Kali Lamong
Normalisasi Kali 3 sungai (Mungkung, Kali Grompol dan Kali Sawur) Perbaikan dan Pengaturan Kali Madiun (Kwadungan-Ngawi) Normalisasi Kali Lamong
Perbaikan Sungai Bengawan Solo Hulu (Jurug-Sragen) Rehabilitasi Pasca Banjir Kali Madiun
Perbaikan Sungai Bengawan Solo Hulu (Jurug-Sragen) Rehabilitasi Pasca Banjir Kali Madiun
31.227,80 Km
171.695 Km (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014)
47.545,90
118.837,54 Meter
602.944,4 Meter (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014)
5.426,10
3.660,30 Km
19.370 Km (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014)
67.021,50
0,24 Km
36365 Km (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014) 16.157,83 Meter (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014)
pintu air Demangan Normalisasi 3 Sungai (Kali Mungkung, Kali Grompol dan Kali Sawur)
3.170,42 Meter
130,00
Rp 540,00 Rp 1.100,00 Rp 2.005,00 Rp 120,00
534,50 4.000,90
Laporan Akhir | Bab 7 - 232
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
2
Pembinaan Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan dan Fasilitasi Jalan Bebas Hambatan dan Perkotaan Penyusunan kebijakan, program dan anggaran serta evaluasi pelaksanaan program Penyiapan standar pedoman, penyusunan desain supervisi dan keselamatan jalan serta pengelolaan peralatan bahan jalan/jembatan Pembinaan dan monitoring evaluasi pelaksanaan jalan dan jembatan wilayah barat Pembinaan dan monitoring evaluasi pelaksanaan jalan dan jembatan wilayah timur Dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya Direktorat Jenderal Bina Marga Penyelenggaraan jalan tol
3 4
5 6 7 8
2014
Jumlah flyover/underpass yang dibangun sepanjang 10.800 meter Jumlah jalan strategis di lintas Selatan Jawa, perbatasan, terpencil dan terluar yang dibangun sepanjang 1.377,94 Km Jumlah jalan tol yang dibangun sepanjang 120,35Km
4.345,00 Meter
10.800 Meter (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014)
2.437,00
113,43 Km
1.377,94 Km (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014)
7.403,90
5,05 Km
29,40 Km (angka komulatif 5 Tahun (2010-2014)
8.815,00
Jumlah kebijakan, program dan evauasi penyelenggaraan jalan
1
1
1.308,50
Jumlah dokuen NSPK dan SPM yang disusun
0,9
0,9
Jumlah kegiatan monitoring, evaluasi dan pembnaan pelaksanaan teknis jalan daerah wilayah barat Jumlah kegiatan monitoring, evaluasi dan pembnaan pelaksanaan teknis jalan daerah wilayah timur Jumlah dukungan manajemen dan teknis penyelenggaraan jalan
1
1
1.046,80
1
1
1.046,80
1
1
523,40
Jumlah panjang jalan tol yang dibangun oleh swasta
1
1
523,40
785,10
SUBTOTAL BIDANG PU I
230.183,40
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT 1
PROGRAM PENGELOLAAN DAN
Jumlah pembangunan terminal
15 Lokasi
117 Lokasi
609,60
Laporan Akhir | Bab 7 - 233
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI DARAT
transportasi jalan Jumlah pembangunan jembatan timbang
2
II 1
2
2014
-
40 Lokasi
155,00
Jumlah Lintas Keperintisan Angkutan Jalan yang terlayani Pembangunan Sarana & Jumlah Prasarana Dermaga Prasarana Transportasi Penyeberangan SDP dan pengelolaan prasarana Jumlah Prasarana Dermaga Sungai & lalulintas SDP Danau Jumlah Break Water Dermaga Penyeberangan Jumlah Dermaga Penyeberangan yang mengalam peningkatan Jumlah Dermaga Sungai Danau yang mengalami peningkatan DIREKTORAT JENDERAL PERKERETAAPIAN
175 lintas
190 lintas
284,90
56 dermaga
258 dermaga
2.791,00
10 dermaga
236 dermaga
390,30
4 paket
20 paket
351,00
5 unit
92 unit
111,50
14 Paket
58 Paket
68,40
Pembangunan dan pengelolaan prasarana dan fasilitas pendukung kereta api
Panjang km jalur KA yang direhabilitasi
13,06 km
238,65 km jalur KA
525,70
Jumlah unit jembatan KA yang direhabilitasi
-
53 Jembatan KA
123,70
Jumlah paket pekerjaan peningkatan persinyalan Jumlah paket pekerjaan peningkatan telekomunikasi Jumlah unit peningkatan fasilitas pintu perlintasan sebidang Jumlah paket Pembangunan/rehabilitasi bangunan operasional Panjang km jalur KA yang ditingkatkan kondisinya/keandalannya
16 Paket
128 paket peningkatan persinyalan
2.446,60
-
49 paket peningkatan telekomunikasi 206 unit peningkatan fasilitas pintu perlintasan sebidang 73 paket Pembangunan/ rehabilitasi bangunan operasional 1.396,19 km jalur KA
450,00
Pembangunan dan pengelolaan prasarana dan fasilitas pendukung kereta api
13 unit 19 paket 371,48 km
359,00 455,80 3.234,50
Laporan Akhir | Bab 7 - 234
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
3
Pembangunan dan pengelolaan bidang keselamatan dan teknis sarana
2014
Panjang km jalur KA yang diaktifkan kembali (reaktivasi) Jumlah unit jembatan KA yang ditingkatkan Panjang km jalur KA baru yang dibangun termasuk jalur ganda
15,00 km
534,32 km jalur KA
1.791,10
67 unit
295 unit jembatan KA
1.318,00
68,67 km
14.751,70
Jumlah km'sp pengadaan rel
157 km
954,43 km jalur KA baru/ jalur ganda, termasuk pembangunan MRT dan Monorail 2.457 km'sp material rel
Jumlah unit pengadaan wesel
164 unit
1.364 unit wesel
1.247,50
Jumlah paket pekerjaan peningkatan pelistrikan Jumlah paket pengadaan peralatan/fasilitas prasarana perkeretaapian Jumlah unit pengadaan lokomotif, KRDI, KRDE, KRL, Tram, Railbus Jumlah unit modifikasi sarana KA
13 Paket
71 paket peningkatan pelistrikan
2.088,40
14 paket
474,90
7 paket
148 paket pengadaan peralatan/fasilitas prasarana perkeretaapian 186 unit Sarana KA
5 unit
25 unit modifikasi Sarana KA
84,00
unit (menara suar; rambu suar; pelampung suar) unit (menara suar; lampu suar; bouy)
18; 23 ; 30
unit suku cadang
170
SBNP terdiri 93 menara suar; 185 rambu suar; 153 pelampung suar; SBNP sebanyak 71 tower mensu, 215 unit lampu suar, 50 unit buoy 922 unit suku cadang SBNP
unit SROP
42
188 SROP
588,10
unit Perangkat Radio
200
600 unit radio
54,00
PAKET
-
3 VTS
204,00
unit VTIS
3
7 VTS
59,00
III
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
1
Pengelolaan dan Penyelenggaraan kegiatan di Bidang Kenavigasian
-
2.847,60
880,80
1.127,60 567,80 154,00
Laporan Akhir | Bab 7 - 235
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
4
5
IV 1
Pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut Pengelolaan dan Penyelenggaraan kegiatan di bidang Pelabuhan dan Pengerukan
unit VTIS
6
9 VTS
Rp
218,90
unit VTIS
-
4 VTS
Rp
288,10
unit VTIS
-
9 VTS
Rp
255,00
unit
5
22 unit
Rp
44,00
unit
5
10 unit CCTV
Rp
18,00
unit AIS
7
15 unit AIS K)
Rp
11,30
Dermaga
2
7 dermaga
Rp
55,00
lokasi pelabuhan
1 Lokasi (Kantor Pusat)
14 lokasi
Rp
151,00
Jumlah lokasi yang dibangun dan di rehab
5 Lokasi
23 lokasi
Rp
4.792,00
lokasi
-
1 lokasi
Rp
1.500,00
lokasi
-
1 lokasi
Rp
2.000,00
25 Lokasi
125 lokasi
Rp
1.750,00
30 Lokasi
150 lokasi
1.750,00
205 paket Bandara
6.976,30
28 paket bandara
1.066,10
Jumlah pelabuhan ynag direhabilitasi/ditingkatkan/dibangun Jumlah pelabuhan ynag direhabilitasi/ditingkatkan/dibangun DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan Prasarana Bandar Udara
2014
Jumlah bandar udara yang dikembangkan, direhabilitasi Jumlah Bandar udara yang dikembangkan didaerah perbatasan dan rawan bencana Jumlah bandar udara baru yang dibangun Jumlah bandar udara yang dikembangkan, direhabilitasi Jumlah Bandar udara yang dikembangkan didaerah perbatasan dan rawan bencana
205
4
Laporan Akhir | Bab 7 - 236
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No.
PROGRAM/KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR
TARGET
TOTAL ALOKASI 2010-2014 (Rp Miliar) 2010
2014
Jumlah bandar udara baru yang dibangun
2
VI
Jumlah bandar udara yang dikembangkan, direhabilitasi Jumlah Bandar udara yang dikembangkan didaerah perbatasan dan rawan bencana Jumlah bandar udara baru yang dibangun Pembangunan, rehabilitasi dan Jumlah fasilitas keamanan yang dibangun 473 pemeliharaan dan yang direhabilitasi Prasarana Keamanan Jumlah fasilitas keamanan yang dibangun 165 Penerbangan dan yang direhabilitasi Jumlah fasilitas keamanan yang dibangun 300 dan yang direhabilitasi Jumlah fasilitas keamanan yang dibangun 11000 dan yang direhabilitasi Jumlah fasilitas keamanan yang dibangun 48000 dan yang direhabilitasi PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
1
1 paket bandara
1.861,70
1.423 Paket
865,30
522 Unit
174,70
1020 Set
12,70
57.000 Kg
1,20
193.000 Liter
3,40 188,50
SUBTOTAL PERHUBUNGAN TOTAL`
64.578,70 294.762,10
Sumber: diolah dari RPJMN-II 2010-2014, Bappenas
Laporan Akhir | Bab 7 - 237
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 7.4. Estimasi Kebutuhan Anggaran Pembangunan Infrastruktur dalam Kerangka MP3EI 2011-2025 Koridor Ekonomi
Bidang
Jenis Infrastruktur
Nama Program / Proyek
KE Sumatera
PU
Jembatan
Jembatan selat sunda (29 km)
KE Sumatera
PU
Bangunan air
Pembangunan bendung karian (kap 14,6 m3/dt)
KE Sumatera
PU
Gedung
pembangunan SMK
Estimasi Anggaran (M Rp) 150.000 1.300 200
SUBTOTAL
151.500
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
perluasan pelabuhan Dumai
1.250
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
perluasan pelabuhan Lhokseumawe
1.250
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
perluasan pelabuhan Belawan
830
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
pembangunan pengarah arus bakauheni sisi timur
550
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
pelabuhan Tg Api-api
516
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
pembangunan pengarah arus bakauheni sisi barat
450
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
dermaga penyeberangan 5000 GT
320
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
pengembangan pelabuhan Panjang
282
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
pengembangan Pelabuhan Pekanbaru
265
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
pembangunan breakwater sisi selatan Merak
200
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
pembangunan dermaga Merak VI
180
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
pembangunan dermaga Bakauheni VI
155
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
Satker Sementara Pembangunan Faspel Laut Pulau Terluar
138
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
Satker Pembangunan Faspel Laut Cerocok Painan
118
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
115
KE Sumatera
Perhubungan
Bandara
Satker Sementara Pembangunan Dermaga Penumpang Dumai Pengembangan Sector Private di Bandara Kualanamu
1.600
Laporan Antara | Bab 7 - 238
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Koridor Ekonomi
Bidang
Jenis Infrastruktur
Nama Program / Proyek
Estimasi Anggaran (M Rp) 282
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
Pengembangan Pelabuhan di Palembang
KE Sumatera
Perhubungan
Pelabuhan
267
KE Sumatera
Perhubungan
Bandara
KE Sumatera
Perhubungan
Bandara
Penambahan dermaga dan fasilitas bongkar muat serta perluasan areal pelabuhan Merak dan Bakauheni Pengembangan Terminal di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pengembangan Terminal di Bandara Sultan Thaha
KE Sumatera
Perhubungan
Bandara
105
KE Sumatera
Perhubungan
Bandara
Pengembangan Terminal di Bandara Raja Haji Fisabilillah Bandara Banten Selatan
2.000
SUBTOTAL
11.145
TOTAL KE Sumatera
162.645
165 107
KE Jawa KE Jawa
PU PU
Bangunan air Bangunan air
Pembangunan Umbulan Water Supply- 4000 l/s Pembangungan Bendungan Jati Barang (1.050 l/s)
1.900 559
KE Jawa KE Jawa
PU PU
Bangunan air Bangunan air
Pembangunan Waduk Sentosa (1.400 l/s) Pembangunan Citarum Water Management Program
457 10.220
KE Jawa KE Jawa
PU PU
Bangunan air gedung
Pembangunan Kanal Banjir Timur sepanjang 23,5 km Pembangunan Infrastruktur Kota Baru Maja
4.900 130.000
KE Jawa
PU
Bangunan air
Percepatan pengembangan hidro skala besar (4x250 MW) Upper Cisokan di Jawa Barat SUBTOTAL
8.000 156.036
KE Jawa
Perhubungan
Pelabuhan
Pengembangan Pelabuhan Lamongan
2.216
KE Jawa
Perhubungan
Pelabuhan
Pengembangan Adpel Probolinggo
406
KE Jawa
Perhubungan
Pelabuhan
Pengembangan Pelabuhan Brantas
158
KE Jawa
Perhubungan
Stasiun
Pembangunan MRT North-South thp I-II
40.000
Laporan Akhir | Bab 7 - 239
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Koridor Ekonomi
Bidang
Jenis Infrastruktur
Nama Program / Proyek
Estimasi Anggaran (M Rp) 8.299
KE Jawa
Perhubungan
Bandara
Pembangunan Bandara Kertajati
KE Jawa
Perhubungan
Pelabuhan
Pembangunan dermaga Kali Baru Utara (Tahap 1)
22.000
KE Jawa
Perhubungan
Pelabuhan
11.700
KE Jawa
Perhubungan
Stasiun
KE Jawa KE Jawa KE Jawa KE Jawa
Perhubungan Perhubungan Perhubungan Perhubungan
Bandara Bandara Pelabuhan Bandara
Proyek pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok sampai dengan Kalibaru (pembangunan gudang, pembangunan dermaga peti kemas, perkuatan dan peningkatan lapangan penumpukan, perkuatan dan pemasangan Rel Gantry Luffing Crane). Pembangunan monorail: Green Line (14,7 km) dengan 15 stasiun Pengembangan Bandara Soekarno-Hatta Perbaikan Bandara Djuanda, Surabaya Modernisasi Pelabuhan Tanjung Emas Semarang Pengembangan destinasi Borobudur-Yogya dan sekitarnya (pembangunan bandara internasional di Propinsi DI Yogyakarta) SUBTOTAL
9.100 3.640 530 400 3.700 102.149
TOTAL KE Jawa
258.185,0
KE Bali-NT KE Bali-NT
PU PU
Bangunan air Bangunan air
Pembangunan IPA Ayung (400 l/s) dan Paned (300 l/s) Pembangunan IPA Petanu (Tukad Petanu, Kabupaten Gianyar, Badung, dan Denpasar) 300 l/s Pembangunan IPA Kab. Kupang (100 l/s) SUBTOTAL
160 110
KE Bali-NT
PU
Bangunan air
KE Bali-NT
Perhubungan
Bandara
Pengembangan Bandara Ngurah Rai
KE Bali-NT
Perhubungan
Bandara
Pembangunan dan Persiapan Pengoperasian Bandara Internasional Lombok SUBTOTAL
2.879
TOTAL KE Bali-NT
3.254
105 375 2.050 829
Laporan Akhir | Bab 7 - 240
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Koridor Ekonomi
Bidang
Jenis Infrastruktur
KE Kalimantan
PU
jembatan
KE Kalimantan
PU
jembatan
KE Kalimantan
PU
jembatan
KE Kalimantan
PU
Bangunan air
KE Kalimantan
Perhubungan
Pelabuhan
KE Kalimantan
Perhubungan
Bandara
KE Kalimantan
Perhubungan
Bandara
KE Kalimantan
Perhubungan
Pelabuhan
KE Kalimantan
Perhubungan
Pelabuhan
KE Kalimantan
Perhubungan
Pelabuhan
KE Kalimantan
Perhubungan
Pelabuhan
KE Kalimantan
Perhubungan
KE Kalimantan
Nama Program / Proyek Pembangunan Jembatan Pulau Balang bentang panjang 1,314 meter Pembangunan Jembatan Tayan Pembangunan Jembatan Pulau Balang bentang pendek 470 m Pembangunan Waduk Wain untuk kebutuhan air baku SUBTOTAL
Estimasi Anggaran (M Rp) 3.600 575 488 290 4.953
Pengembangan kapasitas Pelabuhan Maloy (Kalimantan Timur) Percepatan pembangunan bandara Samarinda baru (Pengembangan Destinasi Pulau Parai KumalaTenggarong) Pengembangan Pelabuhan Internasional Balikpapan yaitu Terminal Peti Kemas Kariangau Satker Sementara Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Penajam Pasir dan Kariangau/Balikpapan Satker Sementara Pembangunan Faspel Laut Palaihari Pelabuhan Teluk Melano
6.300
357
Pelabuhan
Satker Sementara Pembangunan Faspel Laut Maloy/ Sangkulirang Adpel Pulau Pisau
Perhubungan
Pelabuhan
Kanpel Sei Nyamuk
192
KE Kalimantan
Perhubungan
Bandara
Pengembangan Pangkalan Bun (58,5 Km)
178
KE Kalimantan
Perhubungan
Pelabuhan
Pelabuhan Tongkang Bangkuang (17 Km)
176
KE Kalimantan
Perhubungan
Pelabuhan
Pelabuhan Tongkang Tanjung Isuy (90 Km)
176
1.200
713 598 460 432
345
Laporan Akhir | Bab 7 - 241
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Koridor Ekonomi
Bidang
Jenis Infrastruktur
Nama Program / Proyek
Estimasi Anggaran (M Rp) 163 152
KE Kalimantan KE Kalimantan
Perhubungan Perhubungan
Pelabuhan Pelabuhan
Pelabuhan Tanah Grogot Kanpel Nunukan
KE Kalimantan
Perhubungan
Pelabuhan
Pengembangan Pelabuhan Pontianak (55 Km)
116
KE Kalimantan KE Kalimantan
Perhubungan Perhubungan
Bandara Pelabuhan
1.600 400
KE Kalimantan
Perhubungan
Pelabuhan
Bandara Balikpapan Pengembangan kapasitas Pelabuhan Kumai di Kabupaten Kumai, Kalimantan Tengah Pengembangan fasilitas TPK Banjarmasin
KE Kalimantan
Perhubungan
Pelabuhan
Pengembangan Pelabuhan Bumiharjo
KE Sulawesi
PU
Gedung
KE Sulawesi
Perhubungan
Pelabuhan
KE Sulawesi
Perhubungan
Pelabuhan
KE Sulawesi
Perhubungan
Pelabuhan
KE Sulawesi
Perhubungan
Pelabuhan
KE Sulawesi KE Sulawesi
Perhubungan Perhubungan
Pelabuhan Pelabuhan
KE Sulawesi
Perhubungan
Pelabuhan
KE Sulawesi
Perhubungan
pelabuhan
350 105
SUBTOTAL
14.013
TOTAL KE Kalimantan
18.966
Pembangunan dan pengembangan Backhaul, Access, NOC, Service Center, Ecosystem Development, Infrastructure SUBTOTAL
19.110 19.110
Satker Sementara Pembangunan Faspel Laut Garongkong Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Gorongkong, Sulawesi Selatan Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Tahuna
252
Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Bungkutok, Sulawesi Tenggara Unit Penyelenggara Pelabuhan Lirung Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Bitung, Sulawesi Utara Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Pantoloan, Sulawesi Tenggara Satker Sementara Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Bitung - Sulut
186
217 215
182 173 161 155
Laporan Akhir | Bab 7 - 242
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Koridor Ekonomi
Bidang
Jenis Infrastruktur
KE Sulawesi
Perhubungan
Pelabuhan
KE Sulawesi
Perhubungan
Pelabuhan
KE Sulawesi
Perhubungan
Pelabuhan
KE Sulawesi KE Sulawesi KE Sulawesi
Perhubungan Perhubungan Perhubungan
Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan
KE Sulawesi
Perhubungan
Pelabuhan
KE Maluku-Papua
PU
Bangunan air
KE Maluku-Papua
PU
Jembatan
KE Maluku-Papua
PU
Bangunan air
KE Maluku-Papua
PU
Gedung
KE Maluku-Papua
PU
Gedung
Nama Program / Proyek
Estimasi Anggaran (M Rp) 142
Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Anggrek, Gorontalo Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Gorontalo Pelabuhan Bau - Bau
135 126
Pelabuhan Raha Perluasan Pelabuhan Makassar Pembangunan infrastruktur penunjang ekspor hasil perikanan Bitung Perluasan Pelabuhan Bitung
114 2.220 500
SUBTOTAL
5.192
TOTAL KE Sulawesi
24.302
Pembangunan sarana irigasi di Pulau Buru dan Seram Timur Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan pendukung Trans Maluku
1.111
Pembangunan prasarana air baku di Pulau Ambon dan Lease, dan pulau-pulau terselatan Maluku Pembangunan jaringan backhaul, access/lastmile, NOC, Sub-sistem Service Control, OSS/BSS, platform aplikasi, pengembangan ekosistem skala nasional maupun unik, perencanaan, optimasi, dan pemasaran, serta pembangunan regional center, support center, dan infrastruktur lain Pembangunan jaringan Backbone Nasional (Palapa Ring) berbasiskan active network sharing dan jaringan core SUBTOTAL
414
784 760 14.790
7.590 25.035
Laporan Akhir | Bab 7 - 243
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Koridor Ekonomi
Bidang
Jenis Infrastruktur
Nama Program / Proyek
Estimasi Anggaran (M Rp) 159 567 363 328 318
KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua
Perhubungan Perhubungan Perhubungan Perhubungan Perhubungan
Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan
Pelabuhan Agats Pelabuhan Serui Adpel Ambon Adpel Jayapura Satker Sementara Pembangunan Faspel Laut Raja Ampat dan Arar - Sorong
KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua
Perhubungan Perhubungan
Pelabuhan Pelabuhan
306 300
KE Maluku-Papua
Perhubungan
Pelabuhan
Pelabuhan Waren Lanjutan pembangunan Pelabuhan Samudera Perikanan Merauke Pelabuhan Teminabuan
KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua
Perhubungan Perhubungan Perhubungan Perhubungan Perhubungan Perhubungan
pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan
237 226 210 210 201 201
KE Maluku-Papua
Perhubungan
pelabuhan
KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua
Perhubungan Perhubungan Perhubungan Perhubungan Perhubungan
pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan
Pelabuhan Bade Pelabuhan Buli Pelabuhan Jailolo Adpel Merauke Pelabuhan Tobelo Satker Sementara Pembangunan Faspel Laut Falabisahaya - Malut Pembangunan Dermaga Terminal Penumpang dan Peti Kemas Pelabuhan Depapre Pelabuhan Kaimana Pelabuhan Labuha/Babang Pelabuhan Sarmi Adpel Biak Pelabuhan Nabire
KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua
Perhubungan Perhubungan Perhubungan Perhubungan
pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan
Pelabuhan Saunek Adpel Ternate Pelabuhan Kokas Unit Penyelenggara Pelabuhan Amamapare
153 150 145 135
261
200 188 180 169 168 160
Laporan Akhir | Bab 7 - 244
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Koridor Ekonomi
Bidang
Jenis Infrastruktur
KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua
Perhubungan Perhubungan Perhubungan
pelabuhan pelabuhan pelabuhan
KE Maluku-Papua
Perhubungan
pelabuhan
KE Maluku-Papua
Perhubungan
bandara
KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua KE Maluku-Papua
Perhubungan Perhubungan Perhubungan
pelabuhan bandara bandara
Nama Program / Proyek Pelabuhan Gebe Pengembangan pelabuhan di Sorong Pembangunan Dermaga General Cargo 100 meterPelabuhan Sofifi Pembangunan Dermaga General Cargo 100 meterPelabuhan Merauke Jayapura Port
Estimasi Anggaran (M Rp) 134 129 100 100 43.000
Pelabuhan Merauke Peningkatan kapasitas kargo Pelabuhan Laut Timika Rehabilitasi Bandara termasuk Perpanjangan Runway Bandar Udara Morotai SUBTOTAL
9.000 500 150 58.648
TOTAL KE Maluku- Papua
83.683
Sumber : diolah dari MP3EI, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Laporan Akhir | Bab 7 - 245
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Dengan mengacu pada Tabel 7.4, maka dapat diestimasi kebutuhan pasokan semen setiap tahun baik untuk konsumsi domestik yang berlaku selama ini maupun adanya tambahan kebutuhan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dalam kerangka MP3EI dapat dicermati pada Tabel 7.5. Tabel 7.5. Estimasi Tambahan Kebutuhan Semen selama 2011-2025 Tahun Implementasi
Konsumsi Semen Domestik (juta ton)
2011 48.0 2012 53.0 2013 57.2 2014 61.8 2015 66.8 2016 73.4 2017 80.8 2018 88.9 2019 97.8 2020 107.5 2021 118.3 2022 130.1 2023 143.1 2024 157.4 2025 173.2 Sumber: Analisis Konsultan, 2012,
EstimasiTambahan Kebutuhan Semen dalam konteks MP3EI (juta ton)
Total kebutuhan semen
8.8 39.8 14.1 13.3 8.6 4.4 2.7 2.7 2.6 2.1 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
56.8 92.8 71.4 75.1 75.3 77.8 83.5 91.6 100.4 109.7 120.3 132.1 145.1 159.4 175.2
(juta ton)
Keterangan: 1) Laju konsumsi semen domestik 8%/tahun hingga 2015, sedangkan pasca 2015 10%/tahun. 2) Estimasi kebutuhan semen dalam kerangka MP3EI didasarkan atas rencana tahapan implementasi pembangunan infrastruktur di seluruh Koridor Ekonomi dengan asumsi kebutuhan material semen diperkirakan 20% dari total anggaran.
Estimasi kebutuhan pasokan semen nasional untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur secara nasional hingga tahun 2025, mengacu pada Tabel 7.4 di atas, dapat dilihat pada Gambar 7.8.
Laporan Akhir | Bab 7 - 246
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
180 160
juta ton semen
140 120 100 80 60 40 20 0 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
konsumsi semen domestik non-MP3EI
tambahan kebutuhan semen untuk MP3EI
Gambar 7.8. Grafik Perkiraan Laju Konsumsi Semen Nasional selama 2011 - 2025 Sumber: Analisis Konsultan, 2012
Dengan melihat serta mencermati berbagai indikator yang menyebabkan penguatan permintaan semen masih terus berlangsung, salah satunya adalah program MP3EI yang dicanangkan oleh Pemerintah dengan percepatan pembangunan
infrastrukturnya,
maka
sangat
dimungkinkan
bahwa
pertumbuhan antara 8% hingga 10% masih dapat tercapai di tahun 2012 ini dengan kesiapan dan kemampuan dari industri semen di Indonesia untuk mendukung program tersebut. Namun demikian, yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana kesiapan dari sisi industri untuk menghadapi kenaikan kebutuhan atau konsumsi semen nasional hingga tahun 2025, mengingat bahwa pada tahun 2012, kapasitas produksi sudah mencapai 80%. Adapun rincian tambahan kebutuhan pasokan semen untuk pemenuhan pembangunan infrastruktur dalam kerangka MP3EI menurut masing-masing Koridor Ekonomi dapat dilihat pada Tabel 7.6 berikut ini.
Laporan Akhir | Bab 7 - 247
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 7.6. Estimasi Tambahan Kebutuhan Semen dalam Kerangka MP3EI menurut Koridor Ekonomi (2011-2025) – dalam Juta Ton Koridor Ekonomi (KE)
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
TOTAL
KE Sumatera
2.22
2.58
2.62
2.56
2.19
2.04
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
32.21
KE Jawa
3.15
30.75
4.88
4.72
3.03
2.34
0.74
0.74
0.62
0.13
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
51.15
KE Bali - Nusa Tenggara
0.32
0.16
0.14
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.63
KE Kalimantan
0.64
0.68
0.82
0.40
1.10
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.64
KE Sulawesi
0.25
1.53
1.53
1.51
0.05
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4.87
KE Maluku - Papua
2.18
4.12
4.12
4.12
2.19
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
16.73
8.76
39.82
14.11
13.32
8.56
4.38
2.74
2.74
2.62
2.13
2.01
2.01
2.01
2.01
2.01
109.23
TOTAL
Sumber: analisis Konsultan, 2012 Secara total, kebutuhan tambahan pasokan semen untuk pemenuhan pembangunan infrastruktur dalam kerangka MP3EI adalah 109,23 juta ton selama kurun waktu 15 tahun (2011-2025). Kebutuhan terbesar masih terkonsentrasi di KE Jawa, disusul KE Sumatera dan KE Maluku-Papua. Kebutuhan pasokan semen untuk KE Jawa mencapai 50% lebih dari total kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur.
Laporan Akhir | Bab 7 - 248
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
7.3.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SEMEN NASIONAL
Keberhasilan pengelolaan suatu industri, umumnya dipengaruhi oleh 4 (empat) hal akibat perkembangan
2
pasar dan isu-isu global yang
mempengaruhinya, sebagaimana disajikan dalam diagram berikut.
Environmental Focus Customization Focus
Era 2005-2010an
Quality Focus
Era 1995 - 2005an
Cost Focus
Era 1980 – 1995an
Era 1770-1980an
Industri, disamping memperhatikan aspek biaya (cost), sudah mulai memikirkan aspek kualitas/mutu produk.
Industri mulai mempertimbangkan halhal yang terkait dengan kebutuhan untuk menyesuaikan dengan perkembangan pasar, teknologi, gaya hidup, dan lain-lain.
Perkembangan isu global terkait ancaman perubahan iklim menjadi perhatian dunia, termasuk industri yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam sebagai material produksi.
Industri masih terfokus pada persoalan: bagaimana upaya untuk menekan biaya produksi sehingga berdampak pada harga yang ”murah.”
Gambar 7.9. Evolusi Fokus Manajemen Operasi di bidang Industri Sumber: dimodifikasi dari Heizer and Rencer (2008)
Pada umumnya, tujuan awal pengembangan sebuah industri adalah bagaimana menjual produk semaksimal mungkin dengan harga yang terjangkau masyarakat luas (pasar) dengan biaya produksi seminimal mungkin. Perkembangan berikutnya adalah tidak hanya berorientasi pada harga paling rendah yang masih dapat ditolerir oleh industri tersebut, namun sudah memikirkan kualitas seiring dengan meningkatnya perekonomian masyarakat. Semua industri mulai bersaing untuk mendapatkan pasar yang terbanyak untuk sebuah produk yang berkualitas. Semakin banyak masyarakat yang meningkat daya belinya, keinginan untuk memperoleh sebuah produk sesuai dengan yang diinginkan juga makin 2
Dikutip dari Operations Management (Jay Heizer and Barry Render, 2008), halaman 8-9.
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
meningkat. Tidak sekedar kualitas, produk-produk yang ditawarkan industri juga mulai beradaptasi dengan apa yang diinginkan pasar. Hal ini ditangkap oleh industri sebagai suatu peluang untuk mengembangkan produknya agar makin
banyak
diterima
masyarakat
(pasar).
Inovasi-inovasi
mulai
berkembang dalam era ini. Demikian halnya dalam industri semen, di mana industri mengeluarkan ragam atau jenis produk sesuai dengan kebutuhan penggunaan, sebagaimana saat ini terdapat sebelas jenis produk semen nasional yang telah distandarisasikan dalam SNI. Perkembangan isu terkini adalah terkait dengan isu-isu lingkungan akibat maraknya eksploitasi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Permintaan yang semakin meningkat tersebut dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan alam. Isu yang lain masih terkait dengan dampak industri terhadap lingkungan akibat mass product yang tidak sedikit dalam berkontribusi terhadap peningkatan gas rumah kaca. Banyak industri merespon isu lingkungan ini dan bahkan menjadi komoditas yang turut diperdagangkan. Pelabelan sebuah produk ”ramah lingkungan” makin mengglobal dan nampaknya akan terus didorong di masa-masa mendatang. Tidak terkecuali di bidang industri semen, dimana bahwa produk-produk semen yang ramah lingkungan mulai dikembangkan terkait dengan isu-isu tersebut di atas terlebih dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku produksi semen. Disamping beberapa hal yang dikemukakan di atas, produksi semen sangat dipengaruhi oleh faktor permintaan atau konsumsi masyarakat akan komoditas semen sebagai material konstruksi bangunan. Terdapat tiga pendekatan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi semen, yaitu: (1) pendekatan trend/kecenderungan; (2) pendekatan yang digunakan oleh ASI (mewakili industri); dan (3) pendekatan alokasi 3 .
3
Perencanaan Produksi Dan Distribusi Semen Indonesia Tahun 1998 -2010; Gatot Kustayadi, Tesis.
Laporan Akhir | Bab 7 - ccl
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Pendekatan trend biasanya untuk mengestimasi kebutuhan semen dalam kondisi minimum. Sementara pendekatan alokasi untuk mengestimasi kebutuhan semen pada kondisi maksimum. Selama ini, tingkat konsumsi semen seringkali dikaitkan dengan jumlah penduduk sebagai faktor yang dipandang paling berpengaruh. Padahal, terdapat faktor-faktor yang lain yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi semen, yaitu: harga semen itu sendiri dan harga barang saingan semen seperti harga material baja, harga kayu, dan tingkat pendapatan per kapita. Faktor yang lain seperti ketersediaan bahan baku dan batubara sebagai bahan pendukung produksi juga memiliki peranan penting dalam penentuan kapasitas produksi. Jaminan keberlanjutan pasokan bahan baku dan batubara sangat diperlukan bagi pihak industri dalam pengembangan bisnis semen. Namun demikian, kondisi perekonomian masyarakat menjadi faktor utama yang menjadi perhatian dari para pelaku industri semen. Faktor tersebut dapat diasumsikan sebagai potensial demand (permintaan) akan produk semen sebagaimana yang dinyatakan pihak industri (perusahaan semen) melalui penjaringan informasi. Selain itu, inflasi dan consumer confidence index (CCI) juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi permintaan akan produk semen. Hal tersebut dinyatakan oleh pihak industri, dimana tingkat inflasi yang tinggi dapat mengurangi tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk semen. CCI adalah indikator ekonomi yang mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Makin tinggi angka index mencerminkan makin tinggi tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Sebagai ilustrasi, berikut disajikan perkembangan CCI Indonesia selama beberapa tahun terakhir, berdasarkan data dari BPS.
Laporan Akhir | Bab 7 - ccli
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Gambar 7.10. Grafik Perkembangan Consumer Confidence Index Indonesia Januari 2008Januari 2012 Sumber: www.tradingeconomics.com dan BPS-Indonesia
Hasil survei Global Consumer Confidence Index dari Nielsen (dalam situs www.bisnis.com) mengindikasikan kondisi serupa yang menggambarkan optimisme perilaku konsumen Indonesia dalam melihat dan membeli sejumlah produk barang, serta jasa. Hasil survei memperlihatkan Indonesia dengan indeks 199 atau sama dengan India yang indeksnya juga tertinggi di antara 58 negara yang diteliti. Konsumen Indonesia tetap menjadi yang paling optimistis dengan keuangan pribadi di kawasan Asia Pasifik, diikuti oleh Filipina, India, dan Thailand. CCI merupakan salah satu indikator penting bagi pihak perusahaan untuk menjalankan bisnisnya, seperti yang diterapkan oleh PT. Holcim dalam penjualan produknya. Kondisi CCI Indonesia yang menggambarkan optimisme pasar menjadi masukan penting bagi PT. Holcim untuk pengembangan usahanya. 7.4.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM SISTEM PRODUKSI SEMEN NASIONAL SAAT INI
Permasalahan yang dihadapi industri secara umum dapat dibagi ke dalam permasalahan yang bersumber dari sektor industri eksternal dan permasalahan di dalam sektor industri itu (internal) sendiri. Masalah
Laporan Akhir | Bab 7 - cclii
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
eksternal industri mencakup antara lain: keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas), arus barang impor ilegal yang tinggi (penyelundupan), masalah perburuhan, masalah kepastian hukum, dan suku bunga perbankan yang masih tinggi. Dalam hal sistem produksi semen, pihak industri dihadapkan pada masalahmasalah berikut4:
kurangnya sarana dan prasarana produksi,
terbatasnya bahan baku,
tidak stabilnya kontinuitas pasokan batubara,
biaya energi listrik yang tinggi, dan
adanya potensi impor semen dalam jumlah besar yang dikhawatirkan tidak memenuhi standar dan mengganggu pangsa pasar semen domestik.
Menurut pandangan pelaku industri semen nasional, keberlanjutan produksi semen sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku terutama untuk pasokan energi selama proses produksi semen. Kekhawatiran perusahaan ke depan adalah masalah ketersediaan pasokan batubara dengan spesifikasi kualitas kalori sesuai untuk proses produksi. Akhir-akhir ini, terjadi ekspor batubara ke negara China. Hal ini dapat mempercepat berkurangnya pasokan batubara ke depan. Sebagaimana informasi yang diperoleh dari para pelaku usaha semen nasional, menyatakan bahwa komponen energi menyumbang 40%-60% dari harga jual produk. Artinya bahwa, komponen energi sangat esensial bagi keberlanjutan usaha atau industri semen nasional ke depan. Dengan adanya perkembangan kegiatan
ekspor batubara ke China, hal tersebut
dikhawatirkan akan mempengaruhi perkembangan industri terkait dengan produksi semen ke depan.
4
BAPPENAS: Daya saing industri manufaktur.
Laporan Akhir | Bab 7 - ccliii
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Isu pembatasan subsidi BBM dan kenaikan tarif TDL akan berdampak sangat signifikan bagi industri, seperti halnya industri semen nasional yang saat ini masih sangat bergantung pada pasokan energi dari dua komponen bahan baku tersebut. Terlebih diperkuat dengan adanya indikasi kecenderungan produksi BBM domestik yang cenderung terus menurun dan impor BBM yang makin meningkat, hal ini diperkirakan akan membawa dampak pada kegiatan industri semen nasional ke depan. 45,000
40,000 Ribu kilo Liter
35,000
30,000 25,000
20,000 15,000
10,000 5,000 2005
2006
2007
2008
produksi BBM domestik
2009
2010
2011
impor BBM
Gambar 7.11. Grafik Perkembangan Produksi BBM domestik dan impor 2005-2011 Sumber: Kementerian ESDM dalam media online (diolah)
Upaya peningkatan kapasitas produksi melalui pengembangan pabrik baru masih menghadapi masalah perijinan terkait dengan isu-isu lingkungan misalnya AMDAL. Untuk membuka sebuah pabrik semen, paling tidak dibutuhkan waktu antara tiga hingga empat tahun. Disamping itu, pembukaan pabrik baru juga menghadapi masalah ketersediaan lahan di wilayah setempat.
Laporan Akhir | Bab 7 - ccliv
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Terkait dengan implementasi kebijakan MP3EI, peningkatan kapasitas produksi merupakan hal yang mutlak dilakukan untuk mengantisipasi naiknya kebutuhan pasokan semen nasional ke depan hingga tahun 2025. Oleh karena itu, diperlukan strategi dan langkah nyata serta dukungan dari Pemerintah untuk mengatasi permasalahan administratif seperti perijinan usaha baru, yang dapat menghambat pengembangan industri semen di masamasa mendatang. Pemerintah dapat memberikan dukungan berupa kebijakan yang bersifat insentif guna mendorong iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan industri semen nasional ke depan. Dalam hal kualitas produk, Pemerintah telah mendorong jenis-jenis produksi yang ramah lingkungan, seperti jenis Portland Composite Cement (PCC) dan Portland Pozzolan Cement (PPC). Selain kedua jenis produksi semen tersebut saat ini memang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat (sekitar 80% dari total penjualan produksi), jenis semen PCC dan PPC secara prinsip telah mengakomodasi kebijakan blended-cement-scenario, melalui pengembangan teknologi produksi semen yang mengurangi porsi penggunaan bahan baku tertentu dengan menambah material lain sebagai substitusi namun tetap memperhatikan kualitas produk. 7.5.
KONDISI DAN PERMASALAHAN SISTEM DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL 7.5.1. Sistem Distribusi Semen Nasional yang Berlaku Saat Ini
Sistem distribusi yang dimaksud dalam konteks ini adalah sistem pengiriman/pengangkutan produk semen dari titik asal (lokasi pabrik semen)
menuju
titik
akhir
tujuan
(lokasi
distribusi)
dengan
memanfaatkan sarana angkut (transportasi). Pada umumnya, terdapat berbagai skema pola pengiriman semen yang dilakukan pihak industri yang mayoritas menggunakan lebih dari satu moda/sarana transportasi terutama untuk pengiriman antarpulau atau pengiriman dalam jarak jauh, meskipun ada yang dapat ditempuh dengan menggunakan satu
Laporan Akhir | Bab 7 - cclv
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
jenis moda saja. Secara skematis, pola pengiriman semen menggunakan moda transportasi dapat diilustrasikan pada gambar berikut.
Stasiun Pelabuhan
Gudang Proyek
Stasiun
Pelabuhan
Gudang Toko
Lokasi Pabrik
Jalur Distribusi
Lokasi Pemasaran
Gambar 7.12. Pola Jaringan Distribusi Semen dari Lokasi Pabrik ke Lokasi Pemasaran Sumber: analisis konsultan, 2012
Mekanisme pengangkutan produk semen dari lokasi pabrik ke lokasi pemasaran, pada umumnya memanfaatkan jasa angkutan berupa trucking, kereta api, atau kapal laut. Pengangkutan semen dikoordinir oleh pihak distributor yang terikat kontrak dengan perusahaan semen bersangkutan. Sebagai salah satu contoh, berikut disajikan alur distribusi semen Holcim, yang diperoleh dari hasil identifikasi di lapangan. Pada kasus perusahan Holcim, jalur distribusi bahan baku maupun produk menggunakan beragam moda transportasi, seperti disajikan pada Gambar 7.13.
Laporan Akhir | Bab 7 - cclvi
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Bahan Baku
Wilayah Jawa
Pabrik
Luar Jawa
Distributor
Konsumen (retail)
Gambar 7.13. Pola Jaringan Distribusi Semen dari Lokasi Pabrik ke Lokasi Pemasaran pada Perusahaan Semen Holcim Sumber: survey, 2012
Bahan baku yang diangkut ke lokasi pabrik pada perusahaan semen Holcim menggunakan tiga jenis sarana transportasi, yaitu angkutan KA, kapal dan truk. Sementara, pengiriman produk dari pabrik menuju distributor, untuk wilayah Jawa pada umumnya menggunakan sarana angkutan truk dan KA, sedangkan untuk wilayah luar Jawa menggunakan kapal dimana pelabuhan sebagai transhipment point. Dari distributor menuju ke konsumen berupa retail pada umumnya menggunakan sarana truk. Dalam hal pengangkutan menggunakan lebih dari satu jenis sarana angkut, diperkirakan terjadi double handling akibat transfer barang (semen) antarmoda tersebut, misalnya dari truk ke kereta api atau kapal ataupun sebaliknya. Bila kondisi tersebut yang berlaku maka implikasinya adalah kebutuhan waktu pengiriman menjadi lebih lama dan ada biaya tambahan jasa bongkar muat akibat terjadinya transfer barang (semen) antarmoda tersebut. Selain membawa implikasi pada tambahan waktu, tentunya akan berimplikasi pada tambahan biaya yang harus dikeluarkan pihak pemilik barang (produsen semen). Hal ini kemudian berdampak pada harga akhir produk yang diterima oleh
Laporan Akhir | Bab 7 - cclvii
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
konsumen dimana harga akhir produk telah mengalami penambahan karena adanya tambahan biaya transportasi. Proses order semen yang berlaku di salah satu perusahaan semen nasional, yaitu PT. Holcim, secara skematis ditunjukkan seperti pada Gambar di bawah ini.
Gambar 7.14. Skema Alur Sistem Monitoring Aktivitas Order dan Pengangkutan Semen pada Perusahaan Semen Holcim Sumber: Holcim, 2009
Skema di atas menunjukkan betapa pentingnya peran masing-masing pelaku yang bekerja di dalamnya, mulai dari customer care, scheduler, dispatcher, transporter, dan distributor. Mereka bekerja dalam suatu sistem yang terpadu untuk memberikan layanan terbaik bagi konsumen. 7.5.2. Kendala Distribusi Semen Nasional Saat Ini
Sistem distribusi semen nasional saat ini menghadapi masalah antara lain: (1) terbatasnya sarana kapal pengangkut, terutama untuk lintas atau antar pulau, (2) terbatasnya prasarana/fasilitas bongkar muat di
Laporan Akhir | Bab 7 - cclviii
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
sisi pelabuhan di daerah tujuan; dan (3) terkendalanya akses (jalan) menuju lokasi konsumen dikarenakan kondisi kualitas jalan di wilayahwilayah tertentu yang hingga saat ini belum bisa dijangkau dengan kendaraan pengangkut semen. Sarana angkut berupa kapal barang untuk mengirim semen dari pusat pabrik menuju lokasi tujuan, masih sangat terbatas dalam hal jumlah ketersediaanya.5 Selain dari sisi jumlahnya, kondisi kapal juga masih terbatas dalam hal ketersediaan fasilitas bongkar-muat seperti peralatan crane untuk memindahkan muatan (dalam kontainer) dari dan ke kapal angkut. Disamping itu, pengangkutan komoditas semen kadang mengalami penundaan akibat harus bersaing dengan komoditas yang lain, seperti komoditas sembako. Hal ini dikarenakan tidak jelasnya jadwal kedatangan kapal pengangkut muatan semen dari pihak pengangkut. Dari sisi prasarana, banyak pelabuhan bongkar-muat komoditas semen yang tidak dilengkapi dengan fasilitas crane. Hal ini memaksa para pihak industri semen menggunakan kapal angkut yang telah dilengkapi dengan fasilitas alat bongkar-muat. Selain itu, di sisi jalur darat, beberapa wilayah memiliki kondisi infrastruktur jalan yang kurang mendukung proses distribusi/pengiriman semen dari pelabuhan ke distributor maupun ke lokasi retail (toko). Kondisi di atas membawa implikasi terhadap peningkatan biaya transportasi yang ditanggung perusahaan semen sebagai akibat dari terlambatnya pengangkutan maupun keterlambatan dalam hal bongkar muat semen di pelabuhan tujuan. Pada gilirannya, peningkatan biaya transprotasi yang dikeluarkan untuk pengiriman semen membawa dampak terhadap harga akhir semen di tingkat pasar.
5
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan ASI
Laporan Akhir | Bab 7 - cclix
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Sebagai ilustrasi, biaya transportasi menyumbang 20% hingga 30% dari harga jual produk di tingkat konsumen. Hal tersebut dikarenakan proses pengangkutan semen yang masih terkendala dari sisi sarana dan prasarana baik di sisi darat (jalan) maupun sisi pelabuhan. Di sisi darat, masih terdapat daerah-daerah yang sulit dilalui menggunakan sarana transportasi dengan muatan yang
lebih banyak. Beberapa kasus di
daerah, seperti Palembang, masih terdapat daerah yang tidak dapat dijangkau menggunakan kendaraan roda 4 (empat), sehingga proses pengiriman semen menggunakan kendaraan roda 2 (dua) dan tenaga hewan (kuda) dengan kapasitas muat yang sangat rendah. Tingginya biaya transportasi tersebut di atas menggambarkan fakta kondisi logistik nasional yang belum efektif dan efisien yang dicerminkan dari biaya logistik nasional Indonesia yang diperkirakan mencapai 27% dari pendapatan nasional (GDP) 6. Sebagai ilustrasi, komparasi biaya logistik nasional saat ini, jika dibandingkan dengan beberapa negara lain dapat dilihat pada Tabel 7.7. Apa yang saat ini berlaku atau terjadi di lapangan mengilustrasikan kondisi tata niaga semen yang masih membutuhkan penataan yang lebih baik lagi terkait dengan sistem distribusi/logistik. Tabel 7.7. Biaya Logistik Nasional dan Komparasinya dengan Negara lain
Negara Amerika Serikat Jepang Korea Selatan Indonesia
% Biaya Logistik terhadap PDB 9,9 10,6 16,3 27*)
% Biaya Logistik terhadap biaya penjualan 9,4 5,9 12,5 14
Sumber: Pusat Pengkajian Logistik dan Rantai Pasok-ITB
Penggunaan sarana angkut melalui jaringan rel kereta api masih sangat terbatas terutama dari sisi frekuensi perjalanan angkutan kereta api
6
Lampiran PerPres No 26/ 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
Laporan Akhir | Bab 7 - cclx
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
barang. Dengan kondisi demikian, pihak industri lebih memilih menggunakan sarana angkutan berbasis jalan seperti truk yang memang sangat fleksibel dari sisi jadwal pengangkutan, meskipun tarifnya lebih tinggi dibandingkan kereta api. 7.5.3. Dampak
Ketidakefisienan
Akibat
Sistem
Distribusi
yang
Terkendala
Indikasi ketidakefisienan akibat sistem distribusi yang terkendala dapat diamati dari perbandingan harga akhir produk semen yang diterima konsumen (masyarakat) pada suatu daerah dengan daerah yang lain. Sebagai contoh, harga semen di wilayah Jawa rata-rata Rp 50 ribu per zak, sedangkan di Papua bisa mencapai Rp 1 juta lebih. Hal tersebut dikarenakan adanya biaya transportasi untuk mengirimkan produk semen dari pabrik ke lokasi pemasaran menggunakan moda transportasi udara. Padahal, harga semen sendiri dapat dikatakan tidak berbeda jauh, yaitu Rp 80 - 90 ribu per zak (berdasarkan hasil survey). Namun dengan adanya biaya transportasi yang sangat mahal menyebabkan masyarakat harus membayar lebih besar dari harga semen sesungguhnya. Sebagaimana diketahui bahwa, berdasarkan informasi yang diperoleh dari ASI, sumbangan biaya transportasi terhadap harga akhir produk diperkirakan mencapai 20%. Apabila angka tersebut digunakan sebagai referensi untuk menghitung biaya transportasi untuk total konsumsi semen nasional pada tahun 2011, yang mencapai angka sebesar 48 juta ton, maka dapat diestimasi total biaya transportasinya, sebagai berikut: Asumsi total pendapatan dari penjualan semen tahun 2011 sebagai berikut: = 48.000.000 ton semen X Rp 1.000.000,- per ton semen = Rp 48.000.000.000.000,- atau 48 Trilyun rupiah Asumsi jumlah zak semen yang terjual pada tahun 2011 sebagai berikut: = 48.000.000 ton semen = 960.000.000 zak semen, dimana 1 ton semen ekuivalen dengan 20 zak semen (1 zak = 50 kg)
Laporan Akhir | Bab 7 - cclxi
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Dengan berasumsi bahwa setiap penjualan 1 zak semen (dengan harga rata-rata Rp 50 ribu per zak), di dalamnya terdapat komponen biaya transportasi sebesar 20% atau sebesar Rp 10 ribu. Dengan jumlah zak yang terjual pada tahun 2011 sebanyak 960.000.000 zak, maka sesungguhnya terdapat komponen biaya transportasi secara total sebesar: = 960.000.000 zak X Rp 10.000,- = Rp 9.600.000.000.000,- atau Rp 9,6 trilyun. Apabila dapat dilakukan efisiensi 10% dari biaya transportasi atau sebesar Rp 1000,- per zak, maka diperoleh penghematan sebesar Rp 1000,- X 960.000.000 zak atau 960 Milyar Rupiah. Nilai tersebut setara dengan pembangunan infrastruktur jalan baru dengan lebar jalan 7 meter sepanjang 48 kilometer (dengan asumsi biaya pembangunan jalan baru per kilometer Rp 20 M, sumber: Pusat Komunikasi Publik, KemenPU). Atau, nilai tersebut setara dengan pembangunan jalan rel KA sepanjang 38,4 kilometer (asumsi berdasarkan studi kelayakan pembangunan jalan rel KA baru rute Makassar-Parepare per kilometer Rp 25 M). 7.6.
KONDISI DAN PERMASALAHAN TEKNOLOGI YANG TERKAIT DENGAN PRODUKSI DAN PENGGUNAAN SEMEN NASIONAL
Permasalahan
produksi
semen
tidak
dapat
dilepaskan
dari
penggunaan/pemanfaatan produk semen tersebut. Industri semen nasional telah melakukan suatu costumized dalam artian mencoba untuk memahami kebutuhan di sisi pengguna. Pada awalnya, industri semen nasional lebih banyak memproduksi semen tipe Ordinary Portland Cement/OPC guna mengakomodir kebutuhan pengguna untuk pelaksanaan konstruksi berat. Dengan munculnya isu-isu lingkungan secara global, industri semen melakukan suatu terobosan teknologi produksi yang mampu memproduksi
Laporan Akhir | Bab 7 - cclxii
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
semen dengan material (bahan baku) pembentuk semen dapat direduksi dengan menggantikan bahan baku yang lain tanpa mengurangi kualitas dari sisi penggunaannya. Produk-produk tersebut dipandang sebagai produk semen yang ramah lingkungan, yaitu semen tipe: Portland Podzolan Cement/PPC dan Portland Composite Cement/PCC. Kendala yang dihadapi dalam kegiatan produksi semen (sisi hulu) bahwasannya saat ini masih terdapat penggunaan mesin produksi yang sudah berusia “tua”, sehingga tidak dapat bekerja optimal. Industri semen membutuhkan terobosan baru di sisi teknologi produksi yang mampu menghasilkan produk semen secara lebih efisien dalam penggunaan bahan baku yang sekaligus mampu memproduksi dalam kapasitas yang lebih besar. Di sisi penggunaan semen (sisi hilir), perkembangan teknologi di bidang konstruksi (bangunan) di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak mengalami perkembangan cukup signifikan. Nampaknya penggunaan semen yang jauh lebih efisien perlu didorong melalui aplikasi teknologi konstruksi bangunan yang mendorong ke arah efisiensi penggunaan material (semen) dalam implementasinya. 7.7.
KONKLUSI PERMASALAHAN SISTEM PRODUKSI DAN TATA NIAGA KOMODITAS SEMEN NASIONAL
Berdasarkan hasil analisis permasalahan dalam sistem produksi dan tata niaga semen nasional, berikut disarikan butir-butir pokok masalah dan alternatif solusinya, sebagaimana disajikan pada Tabel 7.8.
Tabel 7.8. Pokok-pokok Masalah dalam Sistem Produksi dan Tata Niaga Semen Nasional
Laporan Akhir | Bab 7 - cclxiii
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
ASPEK YANG DITINJAU Aspek Produksi (sisi supply)
POKOK-POKOK MASALAH
Keberlanjutan produksi semen sangat bergantung pada ketersediaan sumber bahan baku energi terutama batu bara.
Terindikasi komponen biaya energi terhadap biaya akhir produk sebesar 40%-60%. Peningkatan kapasitas produksi, melalui pembangunan pabrik semen baru, terkendala aspek perijinan di daerah.
Aspek Konsumsi (sisi demand)
Aspek Distribusi
ALTERNATIF SOLUSI MASALAH
Meskipun sudah ada ketentuan kualitas produk untuk mengacu pada standar SNI, faktanya masih terdapat perbedaan kualitas di antara perusahaan semen nasional.
Kelangkaan semen menjadi penghambat selama masa konstruksi, kondisi ini dimanfaatkan para penjual (tingkat retail) untuk memainkan harga semen di pasaran.
Kejelasan perencanaan kebutuhan semen nasional untuk mendukung pembangunan infrastruktur di daerah
Pembangunan infrastruktur dalam kerangka MP3EI belum secara eksplisit menjelaskan kebutuhan pasokan semen per tahun mengingat informasi tersebut sangat dibutuhkan pihak industri guna membantu dalam proses penyediaan pasokan semen.
Biaya transportasi dalam sistem distribusi semen masih tinggi (20%30% dari harga akhir produk).
Penggunaan bahan baku energi alternatif sebagai pengganti batu bara yang lebih murah dan ramah lingkungan, sehingga dapat menekan biaya produksi dari komponen energi. Perlunya regulasi (pusat/daerah) yang dapat mendorong iklim berinvestasi di daerah dalam rangka pengembangan usaha industri semen di daerah. Mekanisme quality control perlu dilakukan melalui pihak Asosiasi (ASI) berkolaborasi dengan instansi yang berwenang melakukan hal tersebut. Perlunya sistem monitoring di daerah untuk mengontrol fluktuasi harga semen di pasaran dengan melibatkan peran instansi yang berwenang di daerah. ASI dapat berkoordinasi dengan pihak instansi di daerah mapun para pelaku konstruksi yang selama ini diwadah seperti GAPENSI dan REI melalui Dinas Perindustrian untuk pemetaan kebutuhan pasokan semen. Pemerintah perlu berkoordinasi dengan pihak ASI terkait dengan perencanaan kebutuhan pasokan semen per tahun untuk mendukung implementasi kebijakan MP3EI. Perlunya upaya untuk menekan biaya transportasi pada level yang masih layak dalam skala bisnis/ekonomis perusahaan. Subsidi layanan
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Kendala kelancaran distribusi disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur transportasi, seperti: terbatasnya sarana bongkar-muat di sisi pelabuhan, terbatasnya angkutan kapal barang untuk semen, kondisi aksesibilitas di sisi darat (jaringan jalan) yang belum menjangkau ke seluruh wilayah pemasaran terutama di wilayah KTI seperti Papua dan Maluku.
Sarana transportasi di darat masih berbasis truk, hal ini dikarenakan aspek fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan sarana Kereta Api.
Aspek Teknologi
Masih ada penggunaan mesin produksi yang sudah berusia “tua”, sehingga kinerjanya kurang optimal
Perkembangan teknologi di bidang konstruksi (bangunan) yang efisien dalam penggunaan material (semen) dlm implementasinya, masih sangat jarang/minim.
transportasi dapat berupa angkutan keperintisan yang dikembangkan pada daerah-daerah yang secara aksesibilitas sulit dijangkau dan biaya transportasinya tinggi. Penyediaan fasilitas bongkar muat di sejumlah titik pelabuhan utama simpul distribusi semen. Peningkatan atau pun pembangunan jaringan jalan yang dapat diakses angkutan barang sepanjang tahun.
Pemerintah perlu mendorong penggunaan sarana transportasi yang lebih efisien dengan karakteristik daya muat besar dan ongkos/tarif angkutan lebih rendah dibandingkan truk. Dukungan sistem penjadwalan dan frekuensi perjalanan KA perlu ditingkatkan untuk menarik minat industri menggunakan angkutan KA. Di sisi Hulu (pabrik/industri) perlu dikembangkan teknologi mesin produksi yang efisien dalam penggunaan bahan baku namun sekaligus mampu memproduksi dlm kapasitas yg lebih besar Di sisi Hilir (konsumen), perlu didorong aplikasi konstruksi bangunan (gedung) yang efisien dalam penggunaan semen.
Laporan Akhir | Bab 7 - cclxv
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
BAB 8 KONSEP PENGEMBANGAN SISTEM RANTAI PASOK DAN DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN 8.1.
PENDEKATAN
DAN
ANALISIS
YANG
DIGUNAKAN
DALAM
PENGEMBANGAN SISTEM RANTAI PASOK SEMEN NASIONAL Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan sistem rantai pasok semen nasional adalah keseimbangan antara pasokan dan permintaan (supply and demand). Pendekatan ini digunakan dengan maksud untuk mengetahui sejauhmana kemampuan industri semen nasional dalam menjamin pasokan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan permintaan produk (semen) ke depan. Selain itu, dengan adanya kebijakan program percepatan pembangunan infrastruktur nasional yang telah disusun dan mulai diimplementasikan, tentunya akan membawa implikasi yabg signifikan terhadap permintaan semen di masa-masa mendatang. Untuk menjawab hal tersebut di atas, maka dalam kajian ini telah dilakukan analisis model dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kemampuan industri semen nasional dalam menjamin pasokan semen kepada pengguna untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur yang bersifat konstruksi dan non-konstruksi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model dinamis dengan bantuan perangkat (software) Powersim. Untuk menyusun sebuah model dinamis dalam rangka rantai pasok semen, maka langkah awal yang dilakukan adalah memformulasikan sebuah hubungan sebab akibat yang menggambarkan pengaruh masing-masing aspek terhadap distribusi semen yang berlangsung. Secara skematis, hubungan causal loop yang digunakan sebagai panduan dalam menyusun program dinamis melalui Powersim disajikan dalam Gambar 8.1.
Laporan Akhir | Bab 8 - 266
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Laju Produksi
Laju Konsumsi
Ekspor
+
+ Persediaan semen
produksi semen +
+
kapasitas industri
+
+
konsumsi semen + +
non konstruksi
konstruksi
+ jumlah industri
-
Gambar 8.1. Causal Loop Supply and Demand Semen Nasional Sumber : analisis konsultan, 2012
Keterangan Gambar 8.1 di atas sebagai berikut:
Tanda + pada kepala panah dapat berarti sebab mempengaruhi akibat dengan perubahan yang sama, atau sebab akan menambah akibat.
Tanda - pada kepala panah dapat berarti sebab mempengaruhi akibat dengan perubahan yang berlawanan, atau sebab akan mengurangi akibat.
Hasil pemodelan (analisis dinamis) tersebut di atas memberikan kesimpulan berikut: 1.
Jumlah produksi semen dipengaruhi oleh kapasitas produksi masingmasing industri semen di Indonesia. Secara logis dapat dikatakan bahwa semakin banyak industri semen, maka akan semakin banyak jumlah semen yang diproduksi. Faktor lain yang mempengaruhi produksi semen adalah laju produksi, dimana jumlah persediaan/pasokan/stok semen secara nasional diperkirakan akan terus bertambah. Jika persediaan semen berkurang, maka faktor produksi harus ditingkakan untuk memenuhi permintaan. Apabila produksi telah ditingkatkan, tetapi permintaan tidak dapat dipenuhi maka diperlukan adanya pengembangan kapasitas atau pembangunan pabrik baru.
2.
Persediaan semen secara nasional di pengaruhi aspek produksi dan konsumsi. Pada aspek konsumsi, terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi, diantaranya adalah: jumlah konsumsi dalam negeri yang terdiri dari konsumsi jenis konstruksi dan non konstruksi. Selain itu, jumlah semen yang diekspor juga dapat mempengaruhi persediaan semen dalam negeri.
Laporan Akhir | Bab 8 - 267
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Semakin besar konsumsi variabel-variabel tersebut, maka akan semakin besar tingkat konsumsi secara nasional. Pengelolaan rantai pasok semen dilakukan untuk memperediksi kecenderungan produksi-konsumsi di masa mendatang dengan menggunakan model dinamis melalu software Powersim. Gambar 8.2 berikut ini merupakan flow diagram yang merupakan keterhubungan antar variabel dalam causal loop. Pembuatan flow diagram supply and demand semen menggunakan nilai dasar yang dipergunakan dalam perhitungan, seperti: kapasitas produksi, tingkat produksi, laju produksi dan konsumsi dengan mengacu pada kondisi historis pada masing-masing industri semen dari tahun 2002 hingga 2011.
data historis indocement
data historis holcim
data historis bosowa
bosowa
forcast forcast kapasitas
holcim produksi holcim
kupang
laju
produksi indocement
Indocement
skenario 2
produksi bosowa total Produksi semen
data historis kupang
produksi kupang
Kapasitas
baturaja persediaan semen
data historis baturaja
data kapasitas
laju produksi
tonasa
Selisih Prod
Selisih Produksi dan konsumsi
produksi baturaja
gresik
kapasitas maksimum
padang
Produksi gresik data historis gresik
produksi tonasa
export produksi padang andalas
data historis data historis tonasa padang
produksi andalas
forcast export semen
konsumsi semen
export cement
non konstruksi data historis andalas
non konstrusi
Konsumsi Dalam Negeri
Konstruksi
Gambar 8.2. Diagram Alir Supply and Demand Semen Nasional Berbasis Skenario 1 dan 2 Sumber : analisis konsultan, 2012
Berdasarkan data ASI (2012) diketahui bahwa hingga akhir tahun 2011, total kapasitas industri semen nasional mencapai 56,82 juta ton untuk semen dengan tingkat utilisasi sebesar 80%.
Laporan Akhir | Bab 8 - 268
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 8.1. Perkembangan Utilisasi Semen Nasional (2002-2011) Tahun Kapasitas Design Produksi (000 ton) (000 ton) Semen Semen 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
47.490 47.490 47.490 46.090 44.890 44.890 44.890 43.257 53.010 56.820
Utilisasi (%)
30.720 30.647 33.230 33.917 33.032 35.033 38.533 36.884 37.844 45.238
65% 65% 70% 74% 74% 78% 86% 85% 71% 80%
Sumber : ASI (2012)
Berdasarkan data pada Tabel 8.1, disusun 3 (tiga) skenario kebijakan yang ditempuh untuk meramalkan persediaan semen nasional dengan mempertimbangkan kebutuhan untuk pemenuhan implementasi kebijakan MP3EI, yaitu: 1.
Skenario pertama: peramalan jumlah persediaan semen didasarkan pada data historis utilisasi kapasitas semen dari tahun 2002-2011 yang dimodelkan menggunakan bilangan random pada software Powersim.
2.
Skenario kedua: peramalan jumlah persediaan semen dilakukan dengan menaikkan utilisasi kapasitas semen hingga 100%.
3.
Skenario ketiga: pemodelan dengan melakukan perubahan atas angka persentase laju produksi semen untuk mengetahui perubahan persediaan semen.
Kedua skenario tersebut di atas (Gambar 8.2) digunakan sebagai basis dalam pemodelan dinamis untuk mengetahui kapan (pada tahun berapa) terjadi defisit atau kekurangan semen berdasarkan variabel-variabel yang saling terhubung pada causal loop dengan kondisi industri semen saat ini. Berikut ini adalah hasil pemodelan untuk kedua skenario tersebut. Sementara, pada Gambar 8.3, disajikan pemodelan dinamis menggunakan skenario ketiga dan hasil dari ketiga skenario tersebut dapat dicermati pada Tabel 8.2.
Laporan Akhir | Bab 8 - 269
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
data historis indocement
data historis holcim
data historis bosow a
bosow a
Laju Max
forcast
forcast kapasitas
data kapasitas
laju produksi Indocement Laju Max Capacity
produksi bosow a total Produksi semen
data historis kupang
laju
holcim produksi holcim
kupang
produksi indocement
produksi kupang
baturaja
Prod Semen Jumlah
skenario 2 Prod max Semen
Produksi Max capacity
Jumlah Max
Rencana Prod Rencana Prod Max
data historis baturaja
produksi baturaja
gresik
tonasa
persediaan semen padang
Selisih Produksi dan konsumsi
Persediaan dengan Max capacity
Produksi gresik data historis gresik
produksi tonasa
Selisih Prod
produksi padang
data historis data historis tonasa padang
konsumsi semen
export
andalas
export cement non konstrusi
produksi andalas
forcast export semen
Konsumsi Dalam Negeri
data historis andalas non konstruksi Konstruksi
laju
0.1500
0.1505
0.1510
0.1515
0.1520
0.1525
0.1530
0.1535
0.1540
0.1545
0.1550
0.0885
0.0890
0.0895
0.0900
Laju Max
0.0850
0.0855
0.0860
0.0865
0.0870
0.0875
0.0880
Gambar 8.3. Diagram Alir Supply and Demand Semen Nasional Berbasis Skenario 3 Sumber : analisis konsultan, 2012
Berikut adalah algoritma yang digunakan dalam pemodelan dinamis semen nasional.
Laporan Akhir | Bab 8 - 270
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 8.2. Peramalan Ketersediaan Semen Nasional (2012-2025) Tahun Jumlah Persediaan (ton) Skenario Kebijakan 1 (produksi berdasarkan kondisi existing)
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Skenario Kebijakan 2 (kapasitas produksi 100%)
Skenario Kebijakan 3 (Perubahan Laju Produksi) Laju produksi Laju Produksi dengan berdasarkan kondisi kondisi kapasitas existing dinaikkan produksi 100% 15,05% dinaikkan sebesar 8,55%
-59.497.371,75
76.335.416,50
4.612.929,27
82.876.003,42
-82.544.587,52
62.433.771,37
15.618.487,93
71.359.862,73
-109.582.130,18
44.635.673,65
35.262.626,05
61.189.876,63
-136.957.276,17
26.575.570,62
69.035.807,82
56.425.260,39
-166.983.836,83
5.925.674,29
116.749.996,69
55.202.788,46
-202.840.561,20
-20.503.631,40
177.681.020,20
54.840.006,41
Laporan Akhir | Bab 8 - 271
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tahun
Jumlah Persediaan (ton) Skenario Kebijakan 1 (produksi berdasarkan kondisi existing)
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Skenario Kebijakan 2 (kapasitas produksi 100%)
Skenario Kebijakan 3 (Perubahan Laju Produksi) Laju produksi Laju Produksi dengan berdasarkan kondisi kondisi kapasitas existing dinaikkan produksi 100% 15,05% dinaikkan sebesar 8,55%
-246.870.001,79
-55.063.470,93
252.317.310,57
53.538.717,42
-299.757.689,80
-98.446.223,53
343.235.980,55
51.208.766,93
-362.011.523,12
-151.165.319,54
453.687.338,63
47.992.150,93
-434.961.303,85
-214.555.075,43
586.669.113,47
43.267.475,66
-519.798.383,22
-289.810.559,04
745.971.848,97
36.614.798,50
-617.695.385,11
-378.107.478,51
936.157.151,02
27.700.883,00
-729.945.987,98
-480.742.090,09
1.162.530.720,08
16.144.903,21
-857.974.750,88
-599.141.121,17
1.431.262.394,84
1.514.635,78
Sumber : Hasil Analisis
Hasil pemodelan diperoleh indikasi berikut:
Berdasarkan Skenario-1, hasil analisis mengindikasikan bahwa pada tahun 2012 diperkirakan permintaan semen sudah melebihi total produksi yang dapat dipenuhi oleh pihak industri semen nasional, dimana terdapat kekurangan semen sebesar 59,5 juta ton, dengan catatan jika proyek pembangunan fisik infrastruktur dalam kerangka MP3EI telah dijalankan. Berdasarkan Skenario-2, hasil analisis mengindikasikan bahwa pada tahun 2017, setelah tingkat utilisasi semen dinaikkan hingga 100%, diperkirakan pasokan semen nasional masih mampu memenuhi permintaan hingga tahun 2016. Pasca 2016, pasokan semen mulai mengalami defisit. Berdasarkan Skenario-3, hasil analisis mengindikasikan bahwa dengan penambahan kapasitas dari laju produksi hingga 15,05% berdasarkan kondisi kapasitas eksisting, maka pasokan semen masih mencukupi hingga tahun 2025. Demikian juga dengan peningkatakan laju produksi sebesar 8,55% pada kondisi kapasitas maksimal, tidak terjadi kekurangan (defisit) semen hingga tahun 2025.
8.2.
KERANGKA KEBIJAKAN SISTEM RANTAI PASOK DAN DISTRIBUSI SEMEN NASIONAL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN
Keberhasilan sistem rantai pasok yang efektif dan efisien kiranya dapat diukur dari indikator keseimbangan supply and demand komoditas semen nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari sejauhmana pihak penyedia pasokan (industri semen nasional) dapat memenuhi permintaan atau kebutuhan konsumen dengan harga produk yang terjangkau oleh masyarakat dengan variasi gap harga antardaerah yang seminimal
Laporan Akhir | Bab 8 - 272
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
mungkin. Pencapaian kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan industri dalam memproduksi semen, sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar seperti kebijakan pemerintah terkait dengan penyelenggaraan pembangunan infrastruktur, sistem distribusi komoditas, dan tingkat konsumsi/permintaan masyarakat akan semen. Kedua faktor tersebut akan bekerja secara bersama-sama dalam membentuk sistem rantai pasok dan distribusi semen nasional yang efektif dan efisien. Berdasarkan fakta permasalahan dan hasil analisis yang telah dilakukan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, maka terdapat 2 (dua) kebijakan utama yang kiranya dapat ditempuh untuk mewujudkan sistem rantai pasok dan distribusi semen nasional yang efektif dan efisien adalah: 1. Mewujudkan keseimbangan pasokan dan permintaan semen nasional di seluruh wilayah Indonesia Sasaran kebijakan ini adalah terwujudnya jaminan kepastian pasokan semen sejalan dengan laju permintaan atau kebutuhan masyarakat. Dalam konteks ini, Pemerintah perlu mendorong pihak industri (perusahaan semen nasional) untuk meningkatkan kapasitas produksi semen. Mengingat bahwa kebutuhan atau permintaan masyarakat (konsumen) akan semen terus meningkat. Selain itu, dengan adanya kebijakan Pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia, membawa implikasi pada meningkatnya permintaan akan komoditas semen. 2. Mendorong manajemen industri semen supaya lebih memperhatikan aspek keberlanjutan Sasaran dari kebijakan ini adalah untuk mendukung keberlangsungan industri semen nasional agar mampu bertahan dalam memberikan pelayanan yang baik kepada para pengguna (masyarakat luas, pihak swasta, maupun pihak Pemerintah). Hal ini dapat dikaitkan dengan dinamika kebutuhan di sisi pengguna yang perlu mendapat respon dari pihak industri agar produksinya dapat dimanfaatkan oleh semua pihak, baik masyarakat luas, pihak swasta maupun Pemerintah. semen Untuk itu, ke depan, komunikasi dan pembinaan kepada industri semen perlu ditingkatkan/diintensifkan agar dalam menjalankan industrinya dapat berjalan secara komprehensif dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan customization di samping minimasi biaya dan pengendalian kualitasnya.
Laporan Akhir | Bab 8 - 273
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
3. Mewujudkan sistem distribusi semen yang efektif dan efisien Sasaran dari kebijakan ini adalah terwujudnya sistem distribusi komoditas semen yang mampu menciptakan efisiensi dan menekan disparitas harga akhir produk di tingkat konsumen. Hal ini didasarkan atas kondisi dimana komoditas semen pada beberapa wilayah, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur, sulit diakses akibat kinerja sistem layanan transportasi yang masih menghadapi hambatan. Dampak dari rendahnya kinerja sistem transportasi yang dirasakan langsung oleh konsumen adalah harga akhir produk (semen) yang mengalami peningkatan (pembengkakan) dari harga yang wajar atau masyarakat (konsumen) mengalami kesulitan untuk mengakses semen karena “kelangkaan” di pasar. 4. Peningkatan efisiensi penggunaan material semen dalam pelaksanaan fisik dengan tetap memperhatikan aspek mutu konstruksi Sasaran dari kebijakan ini adalah untuk mendukung upaya efisiensi dalam penggunaan semen terkait dengan isu-isu global seperti isu ramah lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia terikat dengan komitmen global dalam rangka penurunan emisi CO2, dimana salah satu upayanya dapat dilakukan melalui intervensi kebijakan di sisi penggunaan semen nasional. Dalam kaitan ini, Kementerian Pekerjaan Umum sebagai wakil Pemerintah perlu melakukan intervensi melalui regulasi yang mendorong upaya ke arah tersebut, misalnya kegatan inovasi teknologi bangunan yang efisien dalam penggunaan material semen, re-use struktur utama bangunan (pondasi, tiang) dalam kegiatan renovasi bangunan/gedung.
8.3.
STRATEGI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Dalam konteks rantai pasok semen nasional, kebijakan yang kiranya perlu ditempuh ke depan harus memperhatikan sisi hulu (produksi) dan sisi hilir (konsumsi). Kondisi keseimbangan di antara pasokan dan permintaan perlu diciptakan agar tidak menimbulkan kesenjangan yang berdampak pada terhambatnya proses pembangunan infrastruktur. Untuk mencapai sasaran kebijakan rantai pasok dan distribusi semen nasional yang efektif dan efisien, secara umum akan mencakup tiga komponen utama dalam siklus perencanaan produksi dan distribusi serta konsumsi semen nasional, seperti disajikan pada Gambar 8.4. Pada sisi produksi, berdasarkan hasil analisis dan memperhatikan tujuan dari kajian ini, maka berikut ini adalah strategi yang dapat ditempuh dalam rangka pengembangan kapasitas industri semen nasional.
Laporan Akhir | Bab 8 - 274
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
8.3.1. Aspek Produksi (supply) 1. Penyediaan bahan baku energi alternatif yang ramah lingkungan untuk mendukung keberlanjutan produksi semen Tujuan dari stategi kebijakan ini adalah untuk memastikan proses produksi semen nasional dapat berjalan secara berkelanjutan seiring dengan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat akan komoditas semen nasional. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini proses produksi semen masih bergantung pada batu bara sebagai bahan baku energi. Oleh sebab itu, ketersediaannya harus dipastikan dapat menjamin keberlangsungan proses produksi semen ke depan. Namun dengan adanya kegiatan ekplorasi batu bara untuk pemenuhan sumber energi yang lain seperti pembangkit tenaga listrik, bahan bakar untuk rumah tangga dan lain sebagainya, maka hal ini akan mengurangi porsi pasokan batu bara untuk proses produksi semen. Selain itu, adanya isu lingkungan yang terkait dengan aktivitas ekplorasi batu bara di sejumlah wilayah di Indonesia, hal tersebut secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap aktivitas produksi semen nasional ke depan. Kecenderungan peningkatan permintaan atau konsumsi semen domestik dari tahun ke tahun perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah manakala pasokan batu bara dikhawatirkan akan mengalami degradasi di masa-masa mendatang. Untuk itu, agar proses produksi semen dapat terus berjalan dan berkelanjutan, maka perlu upaya pengembangan bahan baku alternatif yang ramah lingkungan sebagai pengganti batu bara yang selama ini digunakan. Pengembangan dapat dilakukan melalui inovasi-inovasi dengan melibatkan peran lembaga-lembaga riset di Indonesia yang terkait dengan masalah energi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan semen di masa-masa mendatang dan mendukung keberhasilan implementasi kebijakan MP3EI dalam rangka pengembangan wilayah.
Laporan Akhir | Bab 8 - 275
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Kegiatan Koordinasi/Komunikasi terkait Perkembangan Permintaan Pasokan Semen Nasional
Kegiatan Perencanan Produksi Semen
Kegiatan Produksi Semen
Kegiatan Distribusi Semen
Proses perencanaan kapasitas produksi semen
Asosiasi Semen Indonesia Pihak perusahaan semen nasional
Kegiatan Evaluasi Tingkat Konsumsi/Permintaan Semen Nasional
Kegiatan Konsumsi Semen
Proses montoring trend/laju konsumsi semen di tiap daerah pemasaran produk
Proses pengangkutan/ pengiriman komoditas (semen)
Dinas Perhubungan Dinas Pekerjaan Umum Distributor Retailer Jasa Pengangkutan (freight forwarders/transporter)
Dinas Perindustrian Asosiasi dan Pelaku Pengembang/ kontraktor di daerah YLKI di daerah Masyarakat
Gambar 8.4. Siklus Perencanaan, Distribusi, dan Konsumsi Komoditas Semen Nasional
Laporan Akhir | Bab 8 - 276
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Manfaat yang lain dari adanya penggunaan bahan baku energi alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan dalam proses produksi semen adalah untuk menekan harga akhir produksi pada tingkat kelayakan usaha yang masih dapat ditolerir pihak industri. Seperti diketahui bahwa porsi penggunaan batu bara sebagai bahan baku dalam proses produksi semen masih berkisar antara 40%60%. Dengan kata lain, harga akhir produk semen di tingkat konsumen dapat direduksi salah satunya melalui komponen energi. 2. Mendorong minat investasi dalam pengembangan industri semen di daerah Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi pihak industri melakukan pengembangan usahanya dalam rangka peningkatan kapasitas produksi semen. Hal ini perlu didorong agar pihak industri mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah dalam rangka peningkatan kapasitas produksi atau pun upaya untuk menekan harga akhir produk di tingkat konsumen di daerah-daerah pemasaran produk, khususnya pada daerah-daerah yang secara infrastruktur distribusi masih terkendala namun memiliki potensi sumber daya (raw material maupun SDM) yang cukup besar seperti Kalimantan. Sebagaimana diketahui bahwa proses pembangunan atau pengembangan usaha suatu industri semen di daerah harus melewati proses administrasi perijinan yang memakan waktu cukup lama sehingga hal tersebut dirasakan menjadi kendala bagi pihak industri. Apabila hal tersebut tidak mendapatkan perhatian dari daerah, maka upaya pihak industri untuk berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur di daerah menjadi terhambat. Terlebih lagi dalam kondisi Pemerintah telah mencanangkan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur di daerah yang membutuhkan dukungan dari pihak industri semen nasional untuk dapat berkontribusi dalam penyediaan pasokan semen secara berkelanjutan. Hambatan atau kendala yang masih dihadapi oleh pihak industri semen untuk melakukan peningkatan kapasitas produksi guna mengantisipasi kebutuhan semen yang terus meningkat, harus dapat diminimalisir. Bentuk-bentuk peraturan / perijinan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah setempat yang sekiranya masih dirasakan sebagai penghambat bagi pihak industri perlu secara bertahap mulai dikurangi atau dihapuskan. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan pihak asosiasi semen perlu melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam rangka pengembangan investasi di bidang industri semen nasional ke depan.
Laporan Akhir | Bab 8 - 277
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
3. Mekanisme quality control produk semen nasional yang efektif Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk memastikan kualitas produk semen yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan semen nasional telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang menjadi rujukan bagi pihak perusahaan. Dalam kenyataannya, meskipun produk semen telah distandarisasi, masyarakat pengguna masih merasakan adanya perbedaan kualitas diantara produk semen yang dijual di pasaran. Oleh karena itu, mekanisme kontrol terhadap kualitas produk semen perlu dilakukan dengan melibatkan peran institusi terkait di daerah, misalnya Dinas Perindustrian. Disamping itu, peran asosiasi (ASI) juga penting untuk ikut dalam proses pengendalian dan pengawasan kualitas produk semen nasional. Selain itu, perlu diciptakan mekanisme kualitas kontrol terhadap kualitas produk semen dimana masyarakat diberikan ruang untuk turut berperan serta dalam hal tersebut. Yayasan lembaga konsumen Indonesia (YLKI) dapat turut berperan sebagai media untuk memfasilitasi hal tersebut. 4. Pemetaan kapasitas industri semen nasional dalam kerangka kebijakan pembangunan MP3EI Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk memastikan kapasitas industri semen nasional guna mendukung implementasi pembangunan infrastruktur dalam kerangka kebijakan MP3EI yang telah dicanangkan hingga 2025. Sebagaimana diketahui bahwa implementasi MP3EI berbasis pada kewilayahan yang disebut Koridor Ekonomi/KE (terdapat 6 KE), dimana masing-masing KE tersebut memiliki rencana pembangunan infrastruktur hingga 2025 dan sangat bervariasi dalam kebutuhan semennya antara KE yang satu dan KE yang lainnya. Dalam konteks tersebut di atas, kebijakan klasterisasi industri semen kiranya dapat disinergikan dengan rencana pembangunan infrastruktur dalam kerangka MP3EI. Dengan mengetahui estimasi kebutuhan semen di tiap KE, maka hal tersebut dapat disinergikan dengan peta kapasitas industri semen nasional yang keberadaannya pun sudah mulai berkembang di setiap regional. Disamping itu, dengan mengetahui perkiraan kebutuhan semen di tiap KE, hala tersebut dapat disinkronkan dengan peta kapasitas produksi pabrik semen yang ada di tiap KE, sehingga dapat diperkirakan kebutuhan peningkatan produksi semen (jika masih kurang) yang diperlukan hingga 2025. 5. Peningkatan produksi semen yang ramah lingkungan Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk mendorong para pelaku industri semen nasional untuk meningkatkan produksi semen yang ramah lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan data dari
Laporan Akhir | Bab 8 - 278
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Intergovernmental Panel on Climate Change, pada tahun 2005, pabrik semen ternyata merupakan “penyumbang” gas CO2 yang cukup besar, yaitu sekitar 930 juta ton/tahun, menempati urutan kedua setelah pembangkit listrik, atau menyumbang sekitar 7 % dari total emisi gas CO2 yang berkisar 13.470 ton/tahun. Untuk itu, ke depan, salah satu bentuk konkrit dari industri semen untuk mengurangi kadar emisi gas CO2 adalah melalui alternatif beton hemat energi. Tentu saja pengurangan kadar semen di dalam beton tidak boleh mengurangi kekuatan beton atau kinerja lainnya. Langkah yang dapat dilakukan adalah meningkatkan produksi berupa blended semen, dimana kadar semen OPC dapat dikurangi dan digantikan dengan jenis PCC atau PPC. 8.3.2.
Aspek Konsumsi (demand)
1. Mekanisme monitoring kebutuhan pasokan semen di daerah Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk memastikan pasokan semen nasional dapat memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen di seluruh wilayah Indonesia. Kondisi geografis wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga Merauke memiliki keragaman populasi dalam aspek sosial, ekonomi dan budaya. Sebagaimana diketahui bahwa kebutuhan konsumsi semen memiliki korelasi erat dengan jumlah penduduk dan tingkat ekonomi masyarakat di suatu daerah atau wilayah. Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen, maka kondisi tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap keragaman kebutuhan pasokan semen antardaerah/wilayah. Informasi mengenai kebutuhan semen di tingkat masyarakat merupakan hal penting bagi pihak industri dalam perencanaan produksi. Dinas Industri di tiap daerah dapat melakukan koordinasi dengan pihak perusahaan semen nasional melalui asosiasi dalam rangka information sharing mengenai trend kebutuhan di daerahnya masing-masing. Selain itu, Gapensi dan REI atau asosiasi pengembangan dan kontraktor juga dapat berkontribusi untuk memberikan masukan kepada pihak industri semen. Dengan demikian maka pihak perusahaan semen nasional dapat melakukan perencanaan produksi secara efektif. Gambaran mengenai perkembangan fluktuasi permintaan pasokan semen di tiap daerah dapat diinformasikan secara online di dalam situs internet Pemerintah Daerah setempat sehingga hal ini dapat dengan mudah diakses oleh pihak produsen secara efisien.
Laporan Akhir | Bab 8 - 279
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
2. Pemetaan
kebutuhan
pasokan
semen
untuk
mendukung
implementasi kebijakan pembangunan infrastruktur dalam kerangka MP3EI Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk membantu perencanaan produksi bagi pihak perusahaan semen nasional secara efektif guna mendukung implementasi pembangunan infrastruktur dalam kerangka MP3EI hingga tahun 2025. Pasokan semen untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur selama kurun waktu implementasi kebijakan MP3EI merupakan hal yang krusial ketika dihadapkan pada kondisi keterbatasan kapasitas industri semen nasional. Disamping itu, informasi kepastian jumlah kebutuhan pasokan semen dalam kurun waktu 15 tahun ke depan hingga 2025 menjadi informasi penting dalam pengambilan keputusan bagi pihak perusahaan untuk perencanaan peningkatan kapasitas produksi. Untuk itu, pemetaan kebutuhan semen per tahun selama kurun waktu implementasi pembangunan proyek infrastruktur dalam kerangka MP3EI perlu dilakukan melalui koordinasi dengan stakeholders terkait yaitu: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Kementerian Perhubungan. Mengingat proyek infrastruktur dalam kerangka MP3EI yang membutuhkan dukungan pasokan material semen dalam pelaksanaan konstruksinya, mayoritas merupakan domain dari instansi teknis tersebut, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan. 3. Ekstensifikasi penggunaan semen yang ramah lingkungan Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk membantu upaya Pemerintah dalam rangka memperluas implementasi kebijakan produksi semen nasional yang berwawasan lingkungan. Meskipun produksi semen nasional sudah cukup banyak (80%) yang bertipe PCC dan PPC, namun hal ini perlu disosialisaikan kepada masyarakat (pengguna) secara luas. Disamping itu, dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Pemerintah perlu mengeluarkan suatu kebijakan yang mendorong para pelaku jasa konstruksi untuk menggunakan semen jenis tersebut dalam setiap pelaksanaan fisik konstruksi bangunan. Ke depan, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan porsi penggunaan semen jenis PCC dan PPC hingga mencapai 100% dari total konsumsi semen di Indonesia. 8.3.3.
Aspek Distribusi
1. Peningkatan
kinerja
layanan
transportasi
untuk
mendukung
kelancaran proses distribusi komoditas semen Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk mendukung upaya menekan biaya transportasi yang mengakibatkan distribusi semen terkendala. Wujud
Laporan Akhir | Bab 8 - 280
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
dari strategi kebijakan ini dapat berupa: (1) penyediaan fasilitas bongkar muat di sisi pelabuhan yang menjadi tujuan distribusi komoditas semen; (2) peningkatan aksesibilitas pada daerah yang selama ini sulit dijangkau moda angkutan barat berbasis jalan raya; (3) penyediaan angkutan keperintisan pada daerah-daerah yang secara ekonomi tidak menguntungkan bagi bisnis pengangkutan komoditas semen. Ketiga hal tersebut diharapkan dapat menjadi solusi masalah dalam hal kendala kelancaran distribusi komoditas semen yang selama ini dihadapi. Penyediaan fasilitas bongkar muat di sisi pelabuhan diharapkan dapat menjadi solusi bagi upaya meningkatkan kelancaran distribusi. Ketersediaan fasilitas bongkar muat seperti crane, diperkirakan akan mereduksi kebutuhan waktu untuk bongkar muat komoditas semen, sehingga diharapkan akan mempercepat proses pengiriman dari pelabuhan ke titik distribusi atau pemasaran produk. Pada daerah-daerah yang masih sulit dijangkau oleh moda transportasi barang, perlu disediakan infrastruktur jaringan jalan yang memadai. Dengan tersedianya akses berupa jaringan jalan, proses pengiriman semen dari titik distribusi ataupun penjualan semen menuju ke konsumen diharapkan dapat berjalan lancar tanpa membutuhkan waktu yang relatif lama. Selain itu, pada daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh moda transportasi darat, Pemerintah dapat menyediakan bantuan sarana angkutan laut atau sungai keperintisan. Hal ini untuk membuka akses bagi masyarakat guna pemenuhan kebutuhan akan material semen. Mekanisme angkutan keperintisan dapat dikembangkan sesuai dengan aturan yang berlaku. 2. Penggunaan sarana transportasi yang lebih efisien dengan kapasitas angkut/muat massal Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk menciptakan efisiensi dalam distribusi produk semen. Sebagaiman diketahui bahwa kebutuhan atau konsumi semen masyarakat Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Terlebih lagi dengan adanya kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur di daerah, akan menambah tingkat konsumsi semen nasional. Dalam kondisi dimana kapasitas industri semen telah meningkat, maka tentunya produksinya pun akan meningkat. Untuk mendistribusikan hasil produksi tersebut secara efisien, maka dibutuhkan sarana angkutan yang mampu menciptakan efisiensi (biaya transportasi murah) dengan kapasitas angkut yang bersifat massal.
Laporan Akhir | Bab 8 - 281
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
3. Pengembangan sistem informasi angkutan barang untuk mendukung kelancaran pergerakan komoditas semen secara efektif dan efisien Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi pergerakan komoditas semen nasional. Dengan adanya kendala keterbatasan sarana kapal angkut dan belum sinkronnya informasi perjalanan kapal yang berakibat pada pergeseran waktu kedatangan/keberangkatan, maka keberadaan sistem informasi dapat menjadi sebuah solusi. Ketersediaan sistem informasi yang dapat diakses secara online oleh pihak-pihak yang bersangkutan diharapkan dapat memfasilitasi kebutuhan akan komunikasi antara pihak pemilik barang (produsen semen) dan pihak jasa pengangkutan (freight forwarders) 8.3.4.
Aspek Teknologi
1. Pengembangan teknologi produksi berkapasitas besar Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk memacu peningkatan produksi semen nasional dalam rangka mendukung jaminan pasokan semen nasional untuk kebutuhan pembangunan konstruksi dan infrastruktur di masa mendatang. Sebagaimana diketahui bahwa implementasi kebijakan pembangunan MP3EI membutuhkan dukungan material konstruksi, salah satunya semen, dalam volume yang sangat besar disamping kebutuhan semen untuk pembangunan yang sifatnya umum, misalnya bangunan permukiman untuk masyarakat, fasilitas komersil/perdagangan dan lain-lain. Disamping itu, teknologi produksi semen ke depan diharapkan mampu merespon isu-isu lingkungan yang mengutamakan blended cement scenario dalam proses produksinya. 2. Fasilitas kegiatan inovasi teknologi bangunan yang ramah lingkungan Tujuan dari strategi kebijakan ini adalah untuk membantu upaya Pemerintah dalam rangka pengurangan emisi gas CO2 melalui penggunaan teknologi bangunan yang ramah lingkungan. Wujud konkritnya adalah penggunaan metode pelaksanaan konstruksi bangunan yang efisien dalam penggunaan material semen ataupun penggunaan material semen yang sudah terbukti lebih ramah lingkungan seperti jenis PCC dan PPC. Dalam konteks ini, Pemerintah perlu mendorong para pelaku konstruksi untuk senantiasa berinovasi dalam pelaksanaan konstruksi bangunan yang ramah terhadap lingkungan. Untuk mewujudkan hal tersebut, peran dan keterlibatan pihak akademik atau perguruan tinggi untuk melakukan riset-riset yang mendukung ke arah tersebut perlu didorong dan difasilitasi. Hasil-hasil riset tersebut perlu mendapatkan dukungan untuk bisa diapresiasi dalam
Laporan Akhir | Bab 8 - 282
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
aplikasinya yang tentunya perlu melalui tahapan pengujian hasil dari riset tersebut sehingga lebih meyakinkan kepada masyarakat luas.
8.4.
TAHAPAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Untuk mewujudkan kebijakan penyelenggaraan industri semen nasional yang berdaya saing, berikut seperti pada Tabel 8.3, disajikan kerangka tahapan implementasi strategi kebijakan yang telah diformulasikan di atas.
Laporan Akhir | Bab 8 - 283
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Tabel 8.3. Tahapan Implementasi Kebijakan KEBIJAKAN 1.
STRATEGI
Mewujudkan a. Penyediaan bahan baku energi alternatif keseimbangan yang ramah lingkungan untuk mendukung pasokan dan keberlanjutan produksi semen permintaan semen b. Mendorong minat investasi dalam nasional di pengembangan industri semen di daerah yg seluruh wilayah belum terdapat industri semen tetapi Indonesia punya bahan baku dan energi, khususnya pada daerah-daerah konsumsi (KTI) yg ke depan menjadi prioritas pembangunan nasional.
KERANGKA WAKTU IMPLEMENTASI
INSTANSI YANG TERLIBAT
Jangka menengah-panjang Kemen-ESDM, Kemen-ristek, lembaga perguruan tinggi Jangka pendek-menengah Kemen-Perindustrian, KADIN, Pemda
c. Mekanisme quality control produk semen nasional yang efektif
Jangka pendek-menengah Kemen-Perindustrian, Kemen-PU, YLKI
d. Pemetaan kapasitas industri semen nasional dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan MP3EI
Jangka pendek-menengah Kemenko-perekonomian, KemenPU, Kemen-Perhubungan
e. Peningkatan produksi semen yang ramah lingkungan (tipe PCC / PPC)
Jangka panjang
Kemen-Perindustrian, ASI, pihak Industri
Laporan Akhir | Bab 8 - 284
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
KEBIJAKAN
STRATEGI
KERANGKA WAKTU
INSTANSI YANG TERLIBAT
IMPLEMENTASI 2.
Mendorong manajemen industri semen supaya lebih memperhatikan aspek sustainability
Meningkatkan komunikasi dan Jangka menengah-panjang pembinaan kepada industri semen supaya dalam menjalankan industrinya secara komprehensif mempertimbangkan aspek lingkungan dan customization disamping minimasi biaya dan pengendalian kualitasnya.
Kemen Perindustrian, ASI, Industri Semen terkait
3.
Mewujudkan sistem distribusi semen yang efektif dan efisien
a. Peningkatan kinerja layanan transportasi untuk mendukung kelancaran proses distribusi komoditas semen
Jangka pendek-menengah Kemen-Perhubungan, Transporter dan Jasa Logistik (3PL)
b. Penggunaan sarana transportasi yang lebih efisien dengan kapasitas angkut/muat massal
Jangka menengah-panjang Kemen-Perhubungan, Transporter dan Jasa Logistik (3PL)
c. Pengembangan sistem informasi angkutan barang untuk mendukung kelancaran pergerakan komoditas semen secara efektif dan efisien
Jangka menengah-panjang Kemen-Perhubungan, Transporter dan Jasa Logistik (3PL)
Laporan Akhir | Bab 8 - 285
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
KEBIJAKAN
STRATEGI
KERANGKA WAKTU
INSTANSI YANG TERLIBAT
IMPLEMENTASI
4.
Peningkatan efisiensi penggunaan material semen dalam pelaksanaan fisik dengan tetap memperhatikan aspek mutu konstruksi.
d. Mendorong sinkronisasi distribusi dengan permintaan yang sifatnya “tidak pasti” menjadi lebih “pasti” melalui schedulling (penjadwalan) yang lebih optimal.
Jangka pendek-menengah Industri Semen terkait, Jasa Layanan Logistik dan Transporter
a. Mekanisme monitoring kebutuhan pasokan semen di daerah
Jangka pendek-menengah Kemen-Perindustrian, Kemen-Dagri, Asosiasi Kontraktor dan Pengembang di Daerah, Pemda
b. Fasilitasi kegiatan inovasi teknologi bangunan yang efisien dalam penggunaan material semen. c. Mendorong penggunaan kembali (re-use) struktur utama bangunan dalam kegiatan renovasi dlm rangka efisiensi penggunaan material semen dan material konstruksi yang lain. d. Pemetaan kebutuhan pasokan semen dalam kerangka pembangunan MP3EI
Jangka menengah- panjang Kemen-PU, Perguruan Tinggi, institusi penelitian
Jangka pendek- menengah Kemen-PU, Asosiasi Kontraktor/Konsultan
Jangka panjang
Kemen-PU, KemenHub, Kemen-Industri, ASI
Laporan Akhir | Bab 8 - 286
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Keterkaitan sistem rantai pasok semen dalam konteks Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) adalah sebagai bagian dari key driver komoditas kunci (key commodities) yang perlu mendapat dukungan dari 5 (lima) key drivers yang lain, yaitu: (1) regulasi; (2) infrastruktur transportasi; (3) sistem informasi dan komunikasi; (4) pelaku dan penyedia jasa logistik; dan (5) sumber daya manusia. Implementasi rantai pasok semen nasional yang efektif dan efisien akan menjadi salah satu dari bagian dari upaya untuk memperkuat implementasi SISLOGNAS ke depan. Untuk itu, dukungan dari 6 key drivers akan mewujudkan efektivitas dan efisiensi rantai pasok dan distribusi (logtisik) semen nasional. Selain itu, dukungan dari masing-masing key drivers dan peran stakeholders terkait juga akan memperkuat pengembangan kapasitas industri semen nasional serta meningkatkan daya saing industri semen nasional di masa mendatang, terlebih dalam konteks globalisasi perdagangan dan realisasi dari Komunitas Ekonomi ASEAN yang akan mulai diberlakukan secara efektif pada tahun 2015. Tabel berikut menjelaskan kaitan antara key drivers dan kondisi yang diharapkan serta stakeholders yang terkait untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem rantai pasok dan distribusi (logistik) semen nasional ke depan dalam konteks kebijakan SISLOGNAS.
No
Tabel 8.4. Kondisi yang Diharapkan dalam Implementasi Rantai Pasok dan Distribusi Semen Nasional dalam Kerangka Implementasi SISLOGNAS Key driver Kondisi yang diharapkan Stakholders terkait
1
Komoditas kunci
• Klasterisasi industri semen • Tata niaga yang efektif dan efisien • Perencanaan produksi semen yang sejalan dengan tingkat permintaan
2
Infrastruktur transportasi
• Tersedianya sarana dan prasarana pendukung yg memadai dan handal dlm proses pengangkutan semen, baik di sisi darat maupun laut.
• Kementerian Perindustrian • Kementerian Perdagangan • Industri Semen • Kementerian Perhubungan • Kementerian PU • Jasa Logistik
3
Sistem Informasi dan Komunikasi
• Terselenggaranya sistem komunikasi antarpelaku dlm rantai pasok semen yg efektif dan efisien, baik di level nasional maupun lokal. • Tersedianya sistem informasi supply-demand semen yg dapat diakses masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
• Industri Semen • Kemenkominfo • Pelaku konstruksi (asosiasi kontraktor/ developer) • Kementerian Perindustrian
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
No
Key driver
Kondisi yang diharapkan
Stakholders terkait
4
Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik
Tersedianya pelaku usaha nasional di bidang jasa logistik dg kompetensi berstandar internasional (bersertifikasi)
Penyedia jasa logistik (freight forwarders, warehousing operator, dll)
5
Sumber Daya Manusia
• Tersedianya SDM yang profesional di bidang logistik (bersertifikat) • Tersedianya SDM industri semen yang produktif
• Industri semen • Penyedia Jasa Logistik
6
Peraturan dan Kebijakan
• Tersedianya kebijakan yang mendorong terciptanya tata niaga yang efektif dan efisien. • Tersedianya kebijakan yg mendorong investasi industri semen di daerah.
• Kementerian Perdagangan • Kementerian Perindustrian • Pemda setempat
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
BAB 9 PENUTUP
9.1.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dalam kajian ini kiranya dapat disimpulkan beberapa hal pokok berikut:
Sistem
rantai
pasok
semen
nasional
yang
berlaku
saat
ini
mengindikasikan adanya permasalahan baik dari sisi produksi, konsumsi, maupun distribusi.
Kegiatan produksi semen nasional menghadapi ancaman berupa terbatasnya batubara sebagai bahan baku energi dalam proses produksi dan memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan harga akhir produk (sebesar 40-60%).
Meskipun produk sudah berstandar SNI, namun faktanya masih terdapat keragaman kualitas yang disebabkan oleh kebijakan masing-masing perusahaan semen.
Pelaku industri semen nasional saat ini telah melakukan upaya untuk mendukung kebijakan Pemerintah merespon isu-isu lingkungan melalui peningkatan produk semen jenis PCC dan PPC yang dipandang sangat ramah terhadap lingkungan dengan demikian diharapkan dapat membantu langkah Pemerintah dalam merespon isu-isu lingkungan.
Kegiatan konsumsi semen nasional cenderung terus mengalami pertumbuhan yang diperkirakan 8-10% per tahun, disamping itu adanya tambahan kebutuhan pasokan semen untuk mendukung implementasi pembangunan infrastruktur dalam kerangka MP3EI hingga 2025 dengan total kebutuhan mencapai 110 juta ton.
Mekanisme distribusi semen antarpulau menghadapi kendala berupa keterbatasan sarana angkutan kapal dengan kapasitas muat yang besar,
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
disamping terbatasnya fasilitas bongkar muat pada sisi pelabuhan tujuan distribusi.
Kendala transportasi menyebabkan tambahan biaya yang berdampak pada harga akhir produk dengan sumbangan komponen biaya transportasi mencapai 20-30%.
Ke depan perlu dikembangkan teknologi produksi yang mampu memproduksi semen dalam volume yang lebih besar dalam rangka merespon kebutuhan semen yang semakin meningkat, baik kebutuhan untuk masyarakat luas, pihak swasta maupun Pemerintah.
Di sisi teknologi konstruksi, kiranya perlu dikembangkan teknologi konstruksi bangunan yang efisien dalam penggunaan semen namun tetap memperhatikan aspek kualitas bahan maupun kekuatan struktur bangunannya.
9.2.
REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan di atas, kiranya dapat direkomendasikan beberapa hal berikut:
Perlunya kebijakan sistem rantai pasok semen nasional yang mampu mendorong terciptanya keseimbangan pasokan dan permintaan semen di seluruh wilayah Indonesia, yang dapat dilakukan melalui strategi berikut: o
Penyediaan bahan baku energi alternatif yang ramah lingkungan untuk mendukung keberlanjutan produksi semen
o
Mendorong minat investasi dalam pengembangan industri semen di daerah yg belum terdapat industri semen tetapi punya bahan baku dan energi, khususnya pada daerah-daerah konsumsi (KTI) yg ke depan menjadi prioritas pembangunan nasional.
o
Mekanisme quality control produk semen nasional yang efektif
o
Pemetaan
kapasitas industri
semen
nasional dalam rangka
mendukung kebijakan pembangunan MP3EI
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
o
Peningkatan produksi semen yang ramah lingkungan (tipe PCC / PPC)
o
Meningkatkan komunikasi dan pembinaan kepada industri semen supaya dalam menjalankan industrinya secara komprehensif mempertimbangkan aspek lingkungan dan customization disamping minimasi biaya dan pengendalian kualitasnya.
o
Peningkatan
kinerja
layanan
transportasi
untuk
mendukung
kelancaran proses distribusi komoditas semen o
Penggunaan sarana transportasi yang lebih efisien dengan kapasitas angkut/muat massal
o
Pengembangan sistem informasi angkutan barang untuk mendukung kelancaran pergerakan komoditas semen secara efektif dan efisien
o
Mendorong sinkronisasi distribusi dengan permintaan yang sifatnya “tidak pasti” menjadi lebih “pasti” melalui schedulling (penjadwalan) yang lebih optimal.
o
Mekanisme monitoring kebutuhan pasokan semen di daerah
o
Fasilitasi kegiatan inovasi teknologi bangunan yang efisien dalam penggunaan material semen.
o
Mendorong penggunaan kembali (re-use) struktur utama bangunan dalam kegiatan renovasi dlm rangka efisiensi penggunaan material semen dan material konstruksi yang lain.
o
Pemetaan kebutuhan pasokan semen dalam kerangka pembangunan MP3EI.
Perlunya kebijakan yang mampu mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien yang pada akhirnya mampu menciptakan kestabilan harga akhir produk di tingkat konsumen dengan disparitas harga antardaerah seminimal mungkin, yang dapat dilakukan melalui strategi berikut: o
Peningkatan
kinerja
layanan
transportasi
kelancaran proses distribusi komoditas semen
untuk
mendukung
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
o
Penggunaan sarana transportasi yang lebih efisien dengan kapasitas angkut/muat massal
o
Pengembangan sistem informasi angkutan barang untuk mendukung kelancaran pergerakan komoditas semen secara efektif dan efisien.
Berkaitan dengan isu-isu lingkungan, beberapa hal yang dapat dan saat ini sudah mulai dikembangkan/dilaksanakan oleh pelaku industri semen nasional, antara lain: o
Fasilitasi kegiatan inovasi teknologi bangunan yang efisien dalam penggunaan material semen
o
Mendorong penggunaan struktur utama bangunan dalam kegiatan renovasi dlm rangka efisiensi penggunaan material semen dan material konstruksi yang lain
o
Mendorong pelaku industri semen nasional untuk meningkatkan kapasitas produksi semen yang ramah lingkungan seperti PCC dan PPC.
Dalam konteks implementasi SISLOGNAS, perlu diciptakan kondisi yang ideal atau diharapkan dari 6 (enam) aspek pemacu (key drivers), yaitu: o
Komoditas kunci; yaitu: (a) klasterisasi
industri semen; (b) tata
niaga yang efektif dan efisien; (c) perencanaan produksi semen yang sejalan dengan tingkat permintaan; o
Infrastruktur transportasi; yaitu: (a) tersedianya
sarana dan
prasarana pendukung yang memadai dan handal dalam proses pengangkutan semen, baik di sisi darat maupun laut. o
Sistem Informasi dan Komunikasi; yaitu: (a) terselenggaranya sistem komunikasi antarpelaku dalam rantai pasok semen yang efektif dan efisien, baik di level nasional maupun lokal; (b) tTersedianya sistem informasi supply-demand semen yang dapat diakses masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
o
Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik; yaitu: (a) tersedianya pelaku usaha nasional di bidang jasa logistik dengan kompetensi berstandar internasional (bersertifikasi).
o
Sumber Daya Manusia; yaitu: (a) tersedianya SDM yang profesional di bidang logistik (bersertifikat); (b) tersedianya SDM industri semen yang produktif.
o
Peraturan dan Kebijakan; yaitu: (a) tersedianya kebijakan yang mendorong terciptanya tata niaga yang efektif dan efisien; (b) tersedianya kebijakan yg mendorong investasi industri semen di daerah.
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
DAFTAR BACAAN
Asosiasi Semen Indonesia. 2012. “Indonesia Cement Statistic 2011”. Jakarta. Badan Pembinaan Konstruksi-Kementerian Pekerjaan Umum, 2012, Supply– Demand Material dan Peralatan Konstruksi dalam Rangka Mendukung Investasi Infrastruktur Nasional, Disampaikan dalam rangka Conbuild, Mining And Renewable Indonesia 2012 Public Works Day : Seminar Nasional “Peluang Pasar Material Dan Peralatan Konstruksi Untuk Mendukung Penyelenggaraan Infrastruktur Nasional”, Jakarta, 4 Mei 2012. BAPPENAS. 2009. Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Jakarta. BAPPENAS. 2010. “Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR)”. Jakarta Bowersox, D.J. and D.J. Closs (1996). “Logistical management: The integrated supply chain process”. New York: Macmillan. Coyle, John J.; Bardi, Edward J. and Langley Jr., C. John. (2003). “The Management of Business Logistics. A Supply Chain Perspective”. 7th ed. South-Western, Mason. Direktorat Jenderal Industri Agro Dan Kimia. (2009). Road Map Industri Semen .Departemen Perindustrian. Forester, Jay W. 1961. “Industrial Dynamics”. MIT Press. Cambridge. Mass Heizer, Jay and Render, Barry. 2008. “Operations Management”. Edisi ke-9. Hidayat, L, M. 2009. “Dinamika sistem distribusi minyak solar dalam situasi kelangkaan: Studi kasus di Jawa Timur”. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Pascasarjana Ilmu Administrasi Kekhususan Administrasi Bisnis. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Kementerian Perindustrian. 2009. “Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Prioritas Basis Industri Manufaktur”. Jakarta. Mustakin, A. 2010. “Pengukuran kinerja manajemen rantai pasokan dengan pendekatan scor model 9.0 (studi kasus di PT Indocement Tunggal
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
prakarsa Tbk)”. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Natsir, M. “Sistem Rantai Pasok Material dan Peralatan Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur”, Paper. Jakarta Pasdak, A, M. 2011. “Pemodelan Simulasi Dinamika Sistem Industri Tepung Terigu Nasional”. Universitas Islam Negeri Kalijaga: Fakultas Sains dan teknologi Industri, Jurusan teknik Industri. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 23/PRT/M/2010 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Nomor: 02/PRT/M/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian PU 2010-2014. World Business Council for Sustainable Development. 2007. “Cement Sustainability Initiative Sectoral Approach - Briefing Note”, as presented to the COP 13 Bali Conference.
kajian rantai pasok semen untuk mendukung investasi infrastruktur
Laporan Akhir | Bab 7 - 296