EFEKTIVITAS POLA PEMBINAAN SUMBER DAYA PERPUSTAKAAN
Heryati Suryantini, Tuti Sri Sundari, dan Suni Triani Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Jalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122
ABSTRAK Pembinaan sumber daya perpustakaan dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan petugas perpustakaan/pustakawan dalam pengelolaan perpustakaan/informasi. Pengkajian hasil pembinaan perpustakaan bertujuan untuk mengetahui kemampuan sumber daya perpustakaan lingkup Departemen Pertanian, materi pembinaan yang telah diberikan dan aplikasinya di masing-masing perpustakaan, serta mengevaluasi efektivitas pola pembinaan. Pengkajian dirancang sebagai suatu survei yang bersifat deskriptif. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang disebarkan kepada 54 responden. Hasil pengkajian menunjukkan, lebih dari separuh responden (55,56%) telah dibina kurang dari 4 kali dengan durasi 1-2 hari. Materi pembinaan yang diterima meliputi pengolahan bahan pustaka, pelayanan perpustakaan, dan pengembangan pangkalan data. Materi pembinaan yang telah diaplikasikan (lebih dari 75%) meliputi pengolahan bahan pustaka, pelayanan informasi secara manual dan elektronis, dan penataan koleksi, sedangkan materi pengembangan jaringan baru sedikit diaplikasikan. Materi pembinaan yang paling dibutuhkan adalah pengembangan pangkalan data, penyebaran informasi terbaru, dan pengembangan situs/web. Sebagian besar responden (85,19%) menyatakan pembinaan dengan cara magang di PUSTAKA paling efektif. Hambatan utama yang dialami responden dalam mengaplikasikan hasil pembinaan adalah ketersediaan fasilitas.
ABSTRACT Effectiveness of Library Resources Development Pattern Development of library resources aimed at improving the capability of librarians/library officers in library/information management. The objectives of this study were to find out the capacity of library resources within The Ministry of Agriculture, the given materials of library development and its application, and all at once to evaluate the effectivity of the improvement pattern. The study designed as a descriptive survey using questionnaire which distribute to 54 respondents. More than half of respondents had been involved in the library improvement less than 4 times with duration 1-2 days. The materials
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 16, Nomor 1, 2007
of library improvement obtained by respondents were library processing, library services, and database development. The materials which were applied more than 75% by respondents were library processing, information services (manual), shelving, and electronical library services, whereas the least material applied was development of information network. The respondents required the more needed materials such as database development, current information awareness, and web development. Most of respondents (85.19%) stated that in service training method was the most effective in library development course. Constraint faced by the most of respondents in applying the course materials was the facilities availability in their library. Keywords: Library resources, improvement pattern, librarians, library management, library development, information services
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) bidang pertanian tumbuh sejalan dengan penemuan ilmiah hasil penelitian dan pengkajian di bidang pertanian dan bidang terkait lainnya. Informasi hasil penelitian perlu dihimpun dan dikelola dengan baik dan tepat serta ditata secara sistematis agar dapat ditemukan kembali dengan cepat dan mudah saat diperlukan. Penghimpunan, pengelolaan, dan penyediaan informasi merupakan tugas dan fungsi perpustakaan. Perpustakaan pada unit kerja lingkup Departemen Pertanian merupakan perpustakaan khusus yang berfungsi melaksanakan penghimpunan, pengelolaan, pelayanan, penganalisisan, dan penyebaran informasi bidang pertanian dan bidang terkait dalam rangka mendukung tugas dan fungsi instansi/lembaga induknya. Sumber daya informasi yang tersedia, baik yang dihasilkan oleh unit kerja yang bersangkutan, yang diterima dari instansi lain maupun hasil pembelian perlu dikelola dengan baik agar selalu siap saat dibutuhkan pengguna.
1
Agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya, perpustakaan perlu didukung tenaga pengelola dan fasilitas yang memadai untuk memberdayakan koleksi dan informasi yang dimiliki, termasuk pemanfaatan sumber informasi yang diperoleh melalui jaringan informasi. Untuk mewujudkan hal itu, perpustakaan perlu dibangun, dibina, dan dikembangkan secara berkelanjutan. Salah satu penentu keberhasilan perpustakaan adalah pustakawan/petugas perpustakaan. Hartanto (2006) menyatakan bahwa mentalitas dan wawasan keilmuan sumber daya manusia perpustakaan menjadi salah satu kendala dalam mewujudkan pelayanan prima. Oleh karena itu, pustakawan/petugas perpustakaan harus mempunyai keahlian di bidang perpustakaan, yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan atau bimbingan khusus (Tyasdjaja 1999). Pustakawan juga harus memiliki karakteristik tertentu secara komprehensif dan berkompeten. Menurut Gomes (2002), kompetensi adalah pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang berhubungan dengan karakter utama yang mendasari manusia untuk menghasilkan prestasi dan kinerja yang baik. Kemajuan teknologi menuntut pustakawan untuk terus meningkatkan pengetahuan tentang teknik perpustakaan, komputer, dan ilmu lain yang mendukung tugas dan kegiatannya, serta selalu mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Bahkan, para pengguna perpustakaan menginginkan pustakawan yang pintar, cerdas, rajin, mampu berkomunikasi secara interpersonal, berkepribadian matang, memahami perpustakaan yang dikelola, siap melayani pengguna, serta berdisiplin (Makarim 2006). Dalam upaya pengembangan perpustakaan, Tjitropranoto (1992) mengemukakan bahwa pembinaan perpustakaan khusus dapat dilakukan dengan pendekatan sistem. Dalam hal ini, perpustakaan khusus dipandang sebagai suatu sistem, sedangkan koleksi, dana, sarana, tenaga, dan komponen lainnya merupakan subsistem. Sesuai dengan sifat sistem, pembinaan suatu subsistem harus memperhatikan subsistem lainnya. Hal terpenting adalah memilih subsistem menurut prioritas, sehingga subsistem lainnya dapat terbawa secara langsung maupun tidak langsung. Pustakawan sebagai salah satu subsistem merupakan penggerak kegiatan dan komponen lain di perpustakaan. Oleh karena itu, pembinaan perpustakaan dapat dimulai dengan pembinaan subsistem ketenagaan, khususnya pustakawan/pengelola perpustakaan. Pem-
2
binaan atau pemberdayaan sumber daya manusia dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas (capacity building) yang berintikan pada penguatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan (Djuwari et al. 2003). Berdasarkan Permentan No. 299/Kpts/OT.140/7/ 2005, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) mempunyai tugas pokok dan fungsi membina perpustakaan lingkup Departemen Pertanian. Pembinaan telah dimulai sejak tahun 1997/1998 melalui Agricultural Research Management Project II (ARMP II) dengan membina perpustakaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)/Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP)/Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) di 12 provinsi (Mansjur dan Mulyani 1998). Sejalan dengan pembinaan perpustakaan, PUSTAKA mengembangkan pula jaringan informasi iptek pertanian dalam rangka pemanfaatan bersama sumber informasi melalui jaringan informasi dan pembentukan simpul-simpul jaringan di perpustakaan BPTP/LPTP/IPPTP lingkup Departemen Pertanian (Haryono 2000). Kemampuan sumber daya perpustakaan unit kerja lingkup Departemen Pertanian bervariasi. Oleh karena itu, pembinaan disesuaikan dengan kondisi masingmasing perpustakaan dan dilakukan secara berkelanjutan. Melalui upaya seperti itu, diharapkan perpustakaan dapat menjadi simpul jaringan informasi yang kuat, handal dan sekaligus mampu memberikan dukungan terhadap pelaksanaan kerja sama informasi iptek pertanian. Untuk mengetahui efektivitas pembinaan perlu dilakukan pengkajian. Pengkajian pembinaan perpustakaan bertujuan untuk mengetahui kemampuan sumber daya perpustakaan, pengelolaan dan kebijakan perpustakaan, materi pembinaan yang diberikan dan aplikasinya, serta efektivitas pola pembinaan.
METODE Pengkajian dilaksanakan pada bulan September-November 2006, dirancang sebagai suatu survei yang bersifat deskriptif. Populasi penelitian adalah pustakawan/petugas perpustakaan lingkup Departemen Pertanian. Peubah yang dikaji meliputi sumber daya manusia, materi pembinaan, dan manajemen. Peubah sumber daya manusia meliputi usia, jenjang pendidikan formal, masa kerja,
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 16, Nomor 1, 2007
jumlah pengelola perpustakaan, waktu untuk mengelola perpustakaan, serta pelatihan/kursus dan pendidikan formal yang dibiayai oleh dinas (Badan Litbang Pertanian). Materi pembinaan yang dikaji meliputi materi pembinaan yang diperoleh responden, frekuensi pembinaan, materi yang sudah diaplikasikan di perpustakaan, dan materi yang dibutuhkan untuk pengelolaan perpustakaan. Peubah manajemen mencakup efektivitas pola pembinaan, hambatan dalam mengaplikasikan hasil pembinaan, serta pendapat responden terhadap kemampuan pembina/ pelatih. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang dikirimkan kepada petugas perpustakaan/pustakawan di 65 perpustakaan lingkup Departemen Pertanian. Kuesioner yang diterima kembali dan diolah sebanyak 54 buah. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Individual Karakteristik individual yang dikaji antara lain umur, pendidikan, bidang studi, dan masa kerja. Hasil kajian mengenai karakteristik individual disajikan pada Tabel 1.
Umur Umur responden berkisar antara 22-56 tahun (rata-rata 43,52 tahun). Jika umur responden diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu < 34, 34-45, dan > 45 tahun, lebih dari separuh responden (51,85%) berusia > 45 tahun atau berada pada puncak usia produktif. Dengan demikian, umur pustakawan/petugas perpustakaan tergolong relatif tua. Hal ini mengindikasikan bahwa perpustakaan lingkup Departemen Pertanian akan kekurangan tenaga muda pustakawan/petugas perpustakaan pada waktu pustakawan/petugas perpustakaan senior memasuki usia pensiun. Hal ini dapat menjadi masukan bagi pengambil kebijakan dalam merekrut tenaga
Tabel 1. Sebaran responden berdasarkan umur. Umur (tahun) < 34 34-45 > 45
Jumlah
Persentase
8 18 28
14,82 33,33 51,85
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 16, Nomor 1, 2007
baru pustakawan atau memotivasi staf yang mempunyai latar belakang pendidikan perpustakaan untuk menjadi pustakawan.
Pendidikan Formal Pendidikan responden dapat dikelompokkan menjadi pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan formal yang dimaksudkan dalam pengkajian ini adalah pendidikan sekolah/akademik yang dilalui responden secara reguler pada jenjang-jenjang tertentu, seperti SLTA, Diploma, S1, dan S2. Petugas perpustakaan/pustakawan lingkup Departemen Pertanian memiliki pendidikan formal yang bervariasi (Tabel 2). Sebanyak 19 orang (35,19%) berpendidikan diploma, 18 orang (33,33%) berpendidikan S1, dan 15 orang (27,78%) berpendidikan SLTA, dan hanya 2 orang (3,70%) yang berpendidikan S2. Data ini dapat menjadi masukan bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan karier pustakawan di masa mendatang dengan memprioritaskan peningkatan pendidikan pustakawan/petugas perpustakaan yang berpendidikan SLTA atau diploma ke jenjang yang lebih tinggi. Sebagaimana tercantum dalam SK Menpan No. 132/Kep/ M.PAN/12/2002, pendidikan minimal untuk pengangkatan dalam jabatan pustakawan adalah D2. Bidang studi yang dipilih responden saat menempuh pendidikan formal menentukan keterampilan dan keahlian mereka dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
Tabel 2. Pendidikan formal dan nonformal responden. Pendidikan
Jumlah
Persentase
Formal SLTA Diploma S1 S2
15 19 18 2
27,78 35,19 33,33 3,70
Nonformal Frekuensi pelatihan/kursus Tidak pernah < 3 4-6 > 6
12 38 3 1
22,22 70,37 5,56 1,85
Lama pelatihan/kursus (hari) < 6 6-20 > 20
30 8 4
71,43 19,05 9,52
3
Keahlian yang dimiliki petugas perpustakaan/pustakawan cukup beragam. Berdasarkan latar belakang pendidikan formal terakhir, yaitu lebih dari separuh responden (33 orang) sejumlah 20 orang di antaranya (51,29%) memiliki bidang keahlian perpustakaan, pertanian 5 orang (12,83%), manajemen 3 orang (7,69%), dan untuk bidang keahlian kesekretariatan, peternakan, sosial ekonomi, administrasi negara, dan komunikasi masingmasing 1 orang (2,56%). Pendidikan merupakan upaya awal dalam menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia untuk mengisi peluang kerja yang tersedia. Latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang ditekuni akan meningkatkan produktivitas (Widiasa 2004). Oleh karena itu, para petugas perpustakaan/pustakawan perlu memiliki keahlian di bidang perpustakaan untuk dapat melaksanakan kegiatan dengan sebaikbaiknya. Namun demikian, bidang keahlian lain seperti manajemen dan organisasi diperlukan untuk menunjang pengelolaan perpustakaan (Stueart dan Moran 2002), karena masalah dan tantangan yang dihadapi perpustakaan makin kompleks. Para subjek spesialis dengan latar belakang pendidikan seperti peternakan, pertanian, serta teknologi komunikasi dan informasi juga dibutuhkan.
Pendidikan Nonformal Pendidikan nonformal dalam pengkajian ini adalah jumlah kursus/pelatihan di bidang perpustakaan/informasi yang pernah diikuti oleh responden. Dari seluruh responden, 42 orang pernah mengikuti berbagai pelatihan yang diadakan PUSTAKA atau institusi lain lingkup Departemen Pertanian. Frekuensi keikutsertaan responden dan lama pelatihan/kursus disajikan pada Tabel 2. Dari seluruh responden, 42 orang (77,78%) pernah mengikuti kursus/pelatihan 1-7 kali, sedangkan sisanya belum pernah mengikuti kursus/pelatihan di bidang perpustakaan. Dari 42 orang yang pernah mengikuti kursus/pelatihan, sebagian besar responden (70,37%) mengikuti kursus/pelatihan kurang dari 3 kali. Lama pelatihan/kursus berkisar antara 2-180 hari, dengan rata-rata 8,7 hari. Sebagian besar responden (71,43%) mengikuti kursus/pelatihan kurang dari 6 hari. Jenis pelatihan/kursus di bidang perpustakaan yang pernah diikuti responden dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu pendidikan dan pelatihan dasar perpustakaan, pengelolaan perpustakaan (teknik perpus-
4
takaan dan pelayanan perpustakaan), pengembangan perpustakaan digital, dan pengembangan jaringan dan aplikasi teknologi informasi dalam perpustakaan.
Jenjang Pendidikan melalui Tugas Belajar Berbagai upaya telah dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian untuk meningkatkan kemampuan pustakawan/ petugas perpustakaan, antara lain melalui tugas belajar. Dari seluruh responden, 22 orang (40,74%) menerima tugas belajar ke perguruan tinggi, yaitu Institut Pertanian Bogor (13 orang), Universitas Padjadjaran (7 orang), Universitas Indonesia (1 orang), dan sisanya di perguruan tinggi lain. Jenjang pendidikan yang ditempuh yaitu D2 sebanyak 11 orang (50%), D3 7 orang (31,82%), S1 3 orang (13,64%), dan S2 1 orang (4,54%). Biaya pendidikan berasal dari ARMP II (9 orang), Participatory Assessment of Agricultural Technology Project (PAATP) (8 orang), dan National Agricultural Research (NAR) (5 orang).
Masa Kerja Masa kerja petugas perpustakaan/pustakawan menentukan pengalaman kerja mereka. Responden memiliki masa kerja 0-33 tahun dengan rata-rata 11 tahun. Bila masa kerja tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu < 8, 8-20, dan > 20 tahun, hampir separuh responden (48,15%) memiliki masa kerja kurang dari 8 tahun, 17 orang (31,48%) dengan masa kerja 8-20 tahun, dan 11 orang (20,37%) lebih dari 20 tahun (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cukup memiliki pengalaman bekerja di bidang perpustakaan. Namun demikian, bila dikaitkan dengan usia responden, tiga orang petugas perpustakaan/pustakawan telah berusia di atas 50 tahun tetapi masa kerjanya kurang dari 8 tahun, karena mereka baru bertugas di perpustakaan menjelang usia pensiun.
Tabel 3. Sebaran responden berdasarkan masa kerja. Masa kerja (tahun) < 8 8-20 > 20
Jumlah 26 17 11
Persentase 48,15 31,48 20,37
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 16, Nomor 1, 2007
Masa kerja petugas perpustakaan/pustakawan akan menentukan pengalaman kerja sehingga mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Menurut Sturman dalam Widiasa (2004), pengalaman kerja merupakan akumulasi pengetahuan akan satu pekerjaan yang diperoleh dari bekerja, pelatihan maupun persepsi terhadap tugas-tugas yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut.
Sumber Daya Manusia Perpustakaan Sumber daya manusia di perpustakaan berkaitan dengan jumlah tenaga yang tersedia, jenis pekerjaan yang ditangani, serta alokasi waktu untuk melakukan kegiatan perpustakaan. Jumlah tenaga perpustakaan di unit kerja lingkup Departemen Pertanian dan alokasi waktu untuk kegiatan perpustakaan disajikan pada Tabel 4. Jumlah pengelola perpustakaan lingkup Departemen Pertanian berkisar antara 1-7 orang. Sebagian besar responden (70,37%) menyatakan bahwa perpustakaan mereka mempunyai pengelola < 4 orang, dan hanya 1 orang (1,85%) yang menyatakan memiliki pengelola > 6 orang. Selain mengelola perpustakaan, pustakawan/petugas perpustakaan ada yang mempunyai pekerjaan lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi unit kerjanya. Lebih dari separuh responden (57,41%) memiliki tugas lain di luar kegiatan perpustakaan. Alokasi waktu untuk mengelola perpustakaan berkisar antara < 50-100%. Sebanyak 24 orang (44,44%) menggunakan 100% waktu kerjanya untuk mengelola perpustakaan, 26 orang (48,15%) menggunakan 50-75% waktunya, dan 4 orang (7,41%) menggunakan waktunya < 50% (Tabel 4).
Tabel 4. Jumlah tenaga perpustakaan dan alokasi waktu untuk kegiatan perpustakaan. Jumlah tenaga/alokasi waktu
Jumlah
Persentase
Jumlah tenaga (orang) < 4 4-6 > 6
38 15 1
70,37 27,78 1,85
Alokasi waktu (%) 100 50-75 < 50
24 26 4
44,44 48,15 7,41
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 16, Nomor 1, 2007
Pembinaan Perpustakaan Frekuensi Pembinaan Pembinaan yang diperoleh responden selama 5 tahun terakhir meliputi praktek dan teori. Frekuensi pembinaan yang diterima responden dan durasi pembinaan selama 5 tahun terakhir disajikan pada Tabel 5. Sebagian besar responden (68,52%) mendapat 1-3 kali pembinaan, dan hanya 4 responden (7,41%) yang belum pernah mendapat pembinaan. Pembinaan dengan durasi 1-2 hari paling banyak diikuti responden (57,41%) dan pembinaan selama 1 bulan diikuti oleh 1 orang (1,85%).
Materi Pembinaan Materi pembinaan perpustakaan meliputi pengembangan koleksi, pengolahan bahan pustaka, penataan koleksi, penataan ruangan, pelayanan penelusuran, pengembangan pangkalan data elektronis/otomasi, penyusunan publikasi bibliografis, pengembangan situs/web, dan pengembangan jaringan. Materi pembinaan disesuaikan dengan sumber daya masing-masing perpustakaan. Materi pembinaan yang paling banyak diperoleh responden (30 orang) adalah pengolahan bahan pustaka yang mencakup katalogisasi, klasifikasi, dan penentuan kata kunci. Materi pelayanan perpustakaan telah diperoleh oleh 28 orang (51,85%), mencakup sirkulasi, penelusuran informasi manual dan elektronis, serta pe-
Tabel 5. Frekuensi dan durasi pembinaan perpustakaan selama 5 tahun terakhir. Frekuensi/durasi
Jumlah
Persentase
Frekuensi 1-3 4-6 > 6 Tidak pernah
37 12 1 4
68,52 22,22 1,85 7.41
Durasi (hari) 1-2 3-4 5-6 1 bulan Tidak menjawab
31 16 2 1 4
57,41 29,63 3,70 1,85 7,41
5
nyebaran informasi terbaru dan terseleksi. Sebanyak 26 orang menyatakan memperoleh materi tentang pengembangan pangkalan data elektronis/otomasi, dan masingmasing 23 responden (42,59%) memperoleh bimbingan mengenai pengembangan dan penataan koleksi (Tabel 6).
Frekuensi Pemberian Materi Pembinaan Frekuensi pemberian materi dalam berbagai pelatihan dan bimbingan teknis yang dilakukan PUSTAKA disajikan pada Tabel 7. Materi yang sering diberikan (skor 2,6) adalah pengolahan bahan pustaka secara manual. Hal ini dapat dimengerti karena petugas perpustakaan ada yang tidak memiliki latar belakang pendidikan perpustakaan. Selain itu, sebagian besar perpustakaan masih diseleng-
garakan secara manual, sehingga diperlukan bimbingan dalam pengolahan bahan pustaka. Materi bimbingan yang cukup sering diberikan adalah pengembangan bahan pustaka, layanan perpustakaan/informasi secara manual maupun elektronis, dan penyebaran informasi terseleksi. Hal ini karena dalam upaya memenuhi kebutuhan informasi pengguna, pustakawan harus kreatif dalam mencari informasi, tidak hanya memanfaatkan koleksi sendiri, tetapi juga sumber-sumber informasi dari luar perpustakaan, misalnya PUSTAKA atau internet. Materi yang jarang diberikan adalah pengembangan situs/web dan jaringan, karena perpustakaan lingkup Departemen Pertanian masih banyak yang belum memiliki fasilitas komputer sehingga belum banyak yang terhubung dalam jaringan.
Aplikasi Materi Pembinaan Tabel 6. Materi pembinaan perpustakaan yang diperoleh responden. Materi pembinaan Pengolahan bahan pustaka Pelayanan perpustakaan Pengembangan pangkalan data/ otomasi Pengembangan koleksi Penataan koleksi Penataan ruangan Pengembangan jaringan Pengembangan situs/web Penyusunan publikasi bibliografis
Jumlah
Persentase
30 28 26
55,55 51,85 48,15
23 23 19 16 15 9
42,59 42,59 35,18 29,63 27,78 16,67
Tabel 7. Frekuensi pemberian materi pembinaan. Materi pembinaan
Rata-rata skor
Pengolahan bahan pustaka secara manual Pengembangan bahan pustaka/koleksi Pelayanan informasi secara manual Pelayanan informasi secara elektronis Penyebaran informasi terseleksi Penyebaran informasi terbaru Penataan koleksi Penataan ruangan Pengembangan pangkalan data elektronis Penyusunan publikasi bibliografis Pengembangan situs/web Pengembangan jaringan Keterangan skor: 1 = jarang, 2 = sedang, 3 = sering.
6
2,6 2,4 2,4 2,4 2,4 2,3 2,2 2,2 2,2 1,8 1,7 1,6
Materi pembinaan meliputi teori dan praktek agar petugas perpustakaan/pustakawan dapat mengaplikasikan materi tersebut di unit kerja masing-masing. Tingkat aplikasi materi pembinaan di perpustakaan dapat dilihat pada Tabel 8. Materi tentang pengelolaan perpustakaan yang telah diaplikasikan lebih dari 75% responden adalah pengolahan bahan pustaka, yang dinyatakan oleh 18 responden (33,33%). Hal ini menunjukkan dalam pengelolaan perpustakaan, pengolahan bahan pustaka merupakan kegiatan pokok yang sangat menentukan kegiatan pelayanan perpustakaan. Pemahaman dan kemampuan responden dalam pengolahan bahan pustaka yang tepat dan sistematis, sesuai standar yang berlaku, akan mendukung kecepatan dan ketepatan dalam pelayanan informasi. Materi pembinaan yang paling banyak diaplikasikan responden adalah pengembangan bahan pustaka/ koleksi dan penataan koleksi. Hal ini berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan pengguna perpustakaan sehingga diperlukan pengembangan sumber daya bahan pustaka, baik melalui pembelian, hadiah maupun pertukaran. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa materi pengembangan bahan pustaka dan penataan koleksi sudah diaplikasikan sekitar 51-75% di perpustakaan, berturut-turut dinyatakan oleh 17 responden (31,48%) dan 15 responden (27,78%). Koleksi yang ditata secara baik dan sistematis akan menentukan kecepatan dan ketepatan pelayanan perpus-
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 16, Nomor 1, 2007
Tabel 8. Persentase materi pembinaan yang diaplikasikan responden di perpustakaan. Persentase aplikasi
Materi Pembinaan > 75%
51-75%
25-50%
< 25%
16,67 33,33 14,81 11,11 11,11 11,11 29,63 12,96 7,41 11,11 5,56 3,70
31,48 16,67 27,78 20,37 9,26 9,26 18,52 18,52 16,67 11,11 3,70 1,85
14,81 14,81 12,96 16,67 12,96 18,52 12,96 14,81 14,81 9,26 16,67 7,41
9,26 16,67 12,96 16,67 31,48 31,48 3,70 20,37 29,63 31,48 35,19 50,00
Pengembangan bahan pustaka/koleksi Pengolahan bahan pustaka secara manual Penataan koleksi Penataan ruangan Pengembangan pangkalan data elektronis Penyusunan publikasi bibliografis Pelayanan informasi secara manual Pelayanan informasi secara elektronis Penyebaran informasi terbaru Penyebaran informasi terseleksi Pengembangan situs/web Pengembangan jaringan
takaan. Dengan demikian, implikasi dari pengembangan sumber daya informasi dan penataan koleksi adalah untuk meningkatkan kinerja pelayanan perpustakaan dan pemberian informasi kepada pengguna. Pemberian materi pembinaan yang berkaitan dengan hal itu diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan perpustakaan. Aplikasi pemberian pelayanan informasi secara manual telah diterapkan > 75% oleh 16 responden (29,63%). Materi pembinaan yang paling sedikit diaplikasikan adalah pengembangan jaringan. Separuh responden menyatakan aplikasi pengembangan jaringan di perpustakaan mereka baru di bawah 25%. Hanya 7 responden (12,96%) yang sudah mengaplikasikan materi ini antara 25-75%, sedangkan sisanya belum mengaplikasikan. Hal ini menunjukkan pengembangan jaringan informasi secara menyeluruh pada perpustakaan lingkup Departemen Pertanian belum terealisasi, antara lain karena keterbatasan fasilitas komputer dan jaringan, termasuk kendala sistem jaringan dari provider dan letak geografis institusi induknya yang berada di luar jangkauan jaringan.
Kebutuhan Materi Pembinaan Pembinaan perpustakaan akan efektif jika materi yang diberikan sesuai dengan yang dibutuhkan petugas perpustakaan/pustakawan. Materi utama pembinaan yang diberikan PUSTAKA dan materi pendukung yang di-
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 16, Nomor 1, 2007
ajukan dapat dilihat dalam Tabel 9 dan 10. Sebagian besar responden menyatakan membutuhkan materi-materi tersebut. Materi pengembangan pangkalan data elektronis dibutuhkan oleh 48 responden (88,89%), penyebaran informasi terbaru 47 responden (87,04%), pengembangan situs web 47 responden (87,04%), dan pengembangan jaringan 46 responden (85,19%). Data ini menunjukkan responden sangat membutuhkan pembinaan untuk mendukung pengembangan perpustakaan ke arah otomasi perpustakaan atau perpustakaan digital. Selain materi tersebut, materi mengenai teknik penyusunan program perpustakaan, teknik pembuatan proposal pusdokinfo, komunikasi dalam pelayanan perpustakaan, dan penulisan laporan dibutuhkan oleh responden dalam rangka meningkatkan pengelolaan perpustakaan.
Manajemen Pembinaan Perpustakaan Pembinaan perpustakaan diawali dengan pengumpulan data tentang keadaan perpustakaan, tenaga yang perlu dibina, sumber informasi, dan fasilitas yang dimiliki, agar dapat disusun strategi pembinaan yang tepat (Mansjur dan Mulyani 1998). Tahap berikutnya adalah pelaksanaan pembinaan berdasarkan kondisi dan kemampuan perpustakaan yang akan dibina. Dalam pembinaan tersebut, diberikan materi berupa teori dan praktek. Sebagian besar responden menyatakan teori dan praktek yang diberikan setiap kali pembinaan dengan komposisi 50-75%. Selain
7
Tabel 9. Materi utama yang dibutuhkan responden untuk pengembangan perpustakaan. Materi pembinaan
Dibutuhkan
Pengembangan bahan pustaka/koleksi Pengolahan bahan pustaka secara manual Penataan koleksi Penataan ruangan Pengembangan pangkalan data elektronis Penyusunan publikasi bibliografis Pelayanan informasi secara manual Pelayanan informasi secara elektronis Penyebaran informasi terbaru Penyebaran informasi terseleksi Pengembangan situs/web Pengembangan jaringan
40 27 32 31 48 45 27 45 47 39 47 46
(74,07) (50,00) (59,26) (57,41) (88,89) (83,33) (50,00) (83,33) (87,04) (72,22) (87,04) (85,19)
Kurang dibutuhkan
Tidak dibutuhkan
3 (5,56) 1 4 (25,93) 9 (16,67) 1 0 (18,52) 0 3 (5,56) 1 1 (20,37) 3 (5,56) 4 (7,41) 5 (9,26) 0 0
3 (5,56) 6 (11,11) 4 (7,41) 4 (7,41) 0 0 5 (9,26) 0 0 0 0 0
Angka dalam kurung adalah persentase.
Tabel 10. Materi pendukung yang dibutuhkan responden dalam pengelolaan perpustakaan. Materi pembinaan
Dibutuhkan
Komunikasi dalam layanan perpustakaan Penulisan ilmiah bidang pusdokinfo Metode penelitian bidang pusdokinfo Teknik penyusunan program pusdokinfo Penulisan laporan Teknik pembuatan proposal pusdokinfo Lainnya
39 33 33 43 39 41 7
(72,22) (61,11) (61,11) (79,63) (72,22) (75,93) (12,96)
Kurang dibutuhkan 6 (11,11) 7 (12,96) 2 (3,70) 1 (1,85) 4 (7,41) 1 (1,85) 0
Tidak dibutuhkan 0 1 3 0 0 1 0
(1,85) (5,56)
(1,85)
Angka dalam kurung adalah persentase.
petugas perpustakaan/pustakawan, responden menyatakan materi pembinaan juga perlu dipahami oleh peneliti, bagian tata usaha, penyuluh, pengguna lain, dan pimpinan unit kerja agar mereka juga memahami kegiatan perpustakaan atau cara memperoleh informasi. Pernyataan ini berturut-turut dikemukakan oleh 32 orang responden (59,26%), 22 orang (40,74%), 19 orang (35,19%), 18 orang (33,33%), dan 18 orang (33,33%).
Efektivitas Pola Pembinaan Pembinaan perpustakaan dilaksanakan melalui tiga cara, yaitu: (1) petugas perpustakaan/pustakawan dikumpulkan di suatu tempat pertemuan, (2) PUSTAKA mendatangi perpustakaan unit kerja yang akan dibina, dan (3) petugas perpustakaan/pustakawan dibina di PUSTAKA
8
(magang). Sebagian besar responden (85,19%) menyatakan pembinaan di PUSTAKA (magang) lebih efektif dibanding metode lainnya. Hal ini karena curahan waktu pembina/pembimbing lebih banyak, dan materi yang diberikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan peserta magang sehingga lebih tepat sasaran (Tabel 11). Hasil pembinaan akan efektif jika petugas perpustakaan/pustakawan yang telah dibina ditempatkan di tempat yang semestinya sehingga dapat mengaplikasikan keterampilan/pengetahuan yang mereka peroleh. Berdasarkan ketepatan penugasan, 33 responden (61,11%) menyatakan penugasannya sesuai dan 13 responden (24,07%) menyatakan sangat sesuai. Pimpinan unit kerja juga responsif dan sangat responsif terhadap pembinaan perpustakaan, masing-masing ditunjukkan oleh 29 responden (53,70%) dan 11 responden (20,37%), tetapi 10 responden (18,52%) menyatakan kurang responsif.
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 16, Nomor 1, 2007
Tabel 11. Efektivitas berbagai pola pembinaan perpustakaan yang dilakukan PUSTAKA. Efektivitas
Cara pembinaan Efektif PUSTAKA mendatangi perpustakaan yang akan dibina Petugas perpustakaan dikumpulkan di suatu tempat pembinaan/pelatihan Petugas perpustakaan dibina di PUSTAKA (magang)
Kurang efektif
Tidak
efektif
3 4 (62,96)
1 0 (18,52)
1 (1,85)
3 7 (68,52)
9 (16,67)
1 (1,85)
4 6 (85,19)
4
0
(7,41)
Angka dalam kurung adalah persentase.
Hambatan Pengaplikasian Materi Pembinaan Beberapa materi pembinaan belum dapat diaplikasikan atau telah diaplikasikan secara terbatas karena adanya berbagai hambatan. Sebagian besar responden (70,37%) menyatakan ketersediaan fasilitas merupakan hambatan utama, diikuti oleh keterbatasan anggaran (dinyatakan 66,67% responden), dan ketersediaan sumber daya informasi (dinyatakan 31,48% responden). Hambatanhambatan tersebut saling terkait. Hambatan dana mengakibatkan ketersediaan fasilitas terbatas, selanjutnya hambatan fasilitas berakibat pada ketersediaan sumber daya informasi terutama yang bersifat otomasi atau digital. Hambatan sumber daya informasi mengakibatkan rendahnya kemampuan pelayanan informasi dan juga perhatian pengguna terhadap perpustakaan.
Kompetensi Para Pembina Kemampuan responden dalam memahami, menyerap dan mengaplikasikan materi pembinaan antara lain ditentukan oleh kemampuan pembina/pelatih dalam mentransfer materi-materi pembinaan. Sebanyak 32 responden (59,26%) menyatakan bahwa kemampuan tenaga pelatih/ pembina cukup memadai, 22 responden (40,74%) menyatakan tenaga pelatih/pembina cukup menguasai materi dan teknik pembinaan, sedangkan pelatih/pembina yang jelas dalam memberikan materi pembinaan dinyatakan oleh 21 responden (38,89%).
KESIMPULAN Petugas perpustakaan/pustakawan lingkup Departemen Pertanian berusia 22-56 tahun, 35,19% berpendidikan diploma dan 33,33% berpendidikan S1. Latar belakang
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 16, Nomor 1, 2007
keahlian bervariasi, namun sebagian besar (59,38%) memiliki bidang keahlian perpustakaan. Masa kerja berkisar antara 0-33 tahun. Jumlah pengelola perpustakaan berkisar antara 1-7 orang, dan hampir seluruhnya mencurahkan sebagian besar waktu kerjanya untuk mengelola perpustakaan. Dalam 5 tahun terakhir, sebagian besar dari mereka mengikuti empat kali pembinaan, namun ada yang lebih dari 6 kali. Pembinaan umumnya berlangsung 1-2 hari. Materi pembinaan yang diterima meliputi: (1) pengolahan bahan pustaka (katalogisasi, klasifikasi, dan penentuan kata kunci), (2) pelayanan perpustakaan (sirkulasi, penelusuran manual dan elektronis, penyebaran informasi terbaru dan terseleksi, (3) pengembangan pangkalan data elektronis/otomasi, serta (4) pengembangan dan penataan koleksi. Materi pembinaan yang sering dan cukup sering diberikan serta sebagian besar telah diaplikasikan adalah pengolahan bahan pustaka secara manual, pengembangan bahan pustaka, pelayanan perpustakaan secara manual dan elektronis, serta penyebaran informasi terseleksi. Materi mengenai pengembangan situs/web dan jaringan informasi jarang diberikan dan diaplikasikan. Untuk pengembangan perpustakaan berbasis teknologi informasi, materi tentang pengembangan pangkalan data elektronis, situs web, dan jaringan informasi perlu lebih banyak diberikan. Selain materi tersebut, materi mengenai penyusunan program perpustakaan, pembuatan proposal, komunikasi dalam pelayanan perpustakaan, dan penulisan laporan juga penting untuk mendukung pengelolaan perpustakaan dan karier pustakawan. Pembinaan perpustakaan dilaksanakan melalui tiga cara, yaitu mengumpulkan petugas perpustakaan/pustakawan dari berbagai unit kerja di suatu tempat, melakukan pembinaan di perpustakaan unit kerja, dan membina
9
petugas perpustakaan/pustakawan di PUSTAKA (magang). Pembinaan dengan magang di PUSTAKA lebih efektif daripada cara lain. Penempatan dan penugasan pengelola perpustakaan di unit kerja masing-masing telah sesuai dengan pelatihan yang diikuti. Materi pembinaan juga telah diaplikasikan, meskipun ada beberapa hambatan, seperti keterbatasan fasilitas dan anggaran.
DAFTAR PUSTAKA Djuwari, S.P. Wastuningsih, H. Iswanto, A. Prayoto, A.B. Raya, Mariyanto, C. noomasari, D. Mulyadi. 2003. Pemberdayaan sumber daya manusia pertanian: laporan pengkajian. Jakarta: Pusat Pengkajian Sumberdaya Manusia Pertanian. 76 hlm. Gomes, F.C. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi. Hartanto. 2006. Revitalisasi peran perpustakaan umum. http:/ /hartanto.blogspot.com/2006/04/html. [25 Maret 2007].
10
Haryono, T. 2000. Kebijaksanaan pengembangan jaringan informasi iptek pertanian. Jurnal Perpustakaan Pertanian 9(1): 9-17. Makarim, L. 2006. Pustakawan idaman pemakainya: sebuah studi di Perpustakaan Nasional RI. Media Pustakawan 13 (3&4): 11-18. Mansjur, S. dan E.S. Mulyani. 1998. Pembinaan perpustakaan dan informasi: Studi kasus perpustakaan BPTP/LPTP/ IPPTP lingkup Badan Litbang Pertanian. Jurnal Perpustakaan Pertanian 7(2): 43-47. Stueart, R.D. and B.B. Moran. 2002. Library and information center management. Connecticut: Libraries Unlimited. Tjitropranoto, P. 1992. Sistem pembinaan perpustakaan khusus dan masalahnya. Jurnal Perpustakaan Pertanian 1(1): 1-6. Tyasdjaja, A. 1999. Pengaruh kemajuan teknologi informasi terhadap tugas pustakawan. Jurnal Perpustakaan Pertanian 8(1): 1-3. Widiasa, I M. 2004. Kinerja staf perpustakaan perguruan tinggi ditinjau dari tingkat pendidikan dan pengalaman kerja: survai di perpustakaan Universitas Udayana. Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 16, Nomor 1, 2007