BAB.II. LANDASAN KONSEP DAN TEORI 2.1. Tinjauan Penelitian Sebelumnya Tinjauan hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud adalah kajian terhadap hasil-hasil karya yang relevan dengan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut akan dijadikan sebagai referensi dalam melengkapi penelitian ini. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ari Yunani tahun 2005 di Semarang dengan judul “Perencanaan dan Pengembangan Fasilitas Wisata Alam di Taman Wisata Curug Semarang”. Fokus dari penelitian ini adalah merencanakan fasilitas-fasilitas wisata khusunya yang berkaitan dengan wisata alam, selain itu juga mengembangkan fasilitas-fasilitas yang sudah ada di Taman Wisata Alam Curug. Penelitian lainnya dilakukan oleh M. Khaerul Afhkam (2012) yang memaparkan tentang “ Perencanaan Ekowisata Taman Wisata Lemor Desa Suela Kabupaten Lombok Timur”. Menunjukkan potensi ekowisata yang terdapat di Taman Wisata Lemor adalah potensi social budaya dan dan potensi ekologis. Menyusun perencanaan ekowisata dialnalisis dengan mengidentifikasi fungsi kawasan yang ada, kemudian mengidentifikasi kondisi ekowisata yang ada, menganalisis kondisi internal dan eksternal Taman Wisata Lemor, dan menentukan strategi dan program dalam perencanaan fasilitas yang berbasis ekowisata di Taman Wisata Lemor. Penelitian dari Ari Yunani dijadikan referensi
karena focus penelitian ini adalah
perencanaan dan pengembangan fasilitas wisata alam di sebuah taman Wisata. dalam penelitian ini, merencanakan pengembangan fasilitas wisata yang sudah ada di Taman Wisata Curug. Persamaan penelitian Ari Yunani dengan penelitian ini adalah focus penelitian yaitu perencanaan fasilitas pariwisata. Perbedaannya Penelitian Ari Yunani membahas tentang perencanaan dan
pengembangan fasilitas yang sudah ada di Taman Wisata Curug, sedangkan penelitian ini membahas tentang perencanaan fasilitas pariwisata yang belum ada atau dibangun di Wae Rebo. Penelitian M. Khaerul Akham dijadikan referensi
karena penelitian ini membahas
tentang perencanaan ekowisata di sebuah taman wisata. Penelitian ini bisa dijadikan bahan perbandingan untuk perencanaan fasilitas pariwisata di Wae Rebo, yang berbasis ekowisata juga. 2.2. Landasan Konsep dan Teori 2.2.1. Tinjauan Tentang Kepariwisataan Dalam upaya mendalami kepariwisataan, perlu terlebih dahulu memahami berbagai definisi kepariwisataan secara komprehensif, sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan terutama Pasal 1 angka (1) sampai dengan (10) yang menyatakan bahwa : 1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. 2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. 3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. 4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
5. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. 6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. 7. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. 8. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata. 9.
Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
10. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. 2.2.2. Tinjauan Tentang Pola Kunjungan Wisatawan Menurut A.J. Burkat dan S. Medlik (dalam Soekadijo ; 2003), pola kunjungan wisatawan dapat dilihat berdasarkan karakteristik wisatawan yaitu : 1. Berdasarkan daerah asal wisatawan
Berdasarkan daerah asal wisatawan, yaitu wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara.
Wisatawan mancanegara adalah warga Negara suatu Negara yang melakukan perjalanan wisata ke Negara lain.
Wisatawan nusantara adalah wisatawan dalam negri atau wisatawan domestic.
2. Dari segi jumlah wisatawan, yaitu :
Individual tourism yaitu Perjalanan perorangan atau satu keluarga yang dilakukan secara bersama-sama.
Family Group tourism yaitu perjalanan wisata yang dilakukan oleh serombongan keluarga yang masih mempunyai hubungan kekerabatan satu sama lain.
Group tourism yaitu perjalanan wisata yang dilakukan oleh banyak orang yang bergabung dalam satu rombongan yang biasa diorganisir oleh sekolah atau instansi tertentu dan organisasi atau tour operator.
3. Jarak Perjalanannya
Jarak dekat ( short-haul ) ; pada umunya jarak perjalanan dinilai dari lamanya perjalanan yang ditempuh. Dalam hal jarak dekat tidak lebih dari 3 jam.
Jarak menengah ( medium-haul ), lama perjalanan antara 3 jam – 6 jam.
Jarak jauh ( long-haul ), lama perjalanan lebih dari 6 jam.
4. Moda transportasi yang digunakan
Transportasi darat
Transportasi laut
Transportasi udara ( air transport )
5. Motivasi perjalanan
Motivasi Fisik ( Physical Motivation ) Wisatawan melakukan perjalanan wisata bertujuan untuk mengembalikan keadaan fisik yang sudah lelah karena bekerja terus, membutuhkan waktu istirahat dan bersantai, melakukan kegiatan olahraga, agar sekembali dari perjalanan wisata bisa bergairah kembali untuk bekerja.
Motivasi Budaya ( Cultural Motivation ) Orang tergerak hatinya untuk melakukan perjalan wisata disebabkan ingin melihat dan menyaksikan tingkat kemajuan kebudayaan suatu bangsa atau ingin mengenal adat-istiadat dan cara hidup masyarakat setempat.
Motivasi Scientific ( Scientific motivation ) Wisatawan yang datang ke suatu destinasi bertujuan untuk melakukan penelitian dan memperoleh pengetahuan tertentu.
Motivasi Bisnis ( Bussiness motivation ) Wisatawan datang untuk berbisnis atau yang berkaitan dengan pekerjaan dan jabatannya. Sehingga tidak memberi kesempatan kepada wisatawan untuk memilih destinasi yang dikunjunginya.
Motivasi untuk mendapatkan Status dan Prestise ( Status and Prestige Motivation) Wisatawan melakukan perjalanan wisata bertujuan untuk memperlihatkan kepada orang lain tentang keberadaannya diantara orang banyak yang ada di lingkungannya. Dengan melakukan perjalanan wisata seakan-akan statusnya lebih dari orang lain, atau semakin sering ia bepergian ke luar negeri prestisenya akan naik.
6. Kelompok Jenis Kelamin ( gender )
Wisatawan wanita ( female tourist )
Wisatawan pria ( male tourist )
7. Kelompok usia
Wisatawan muda atau remaja ( youth tourist )
Wisatawan dewasa ( adult tourist )
Wisatawan lansia ( senior tourist )
8. Lokasi destinasi
Wisata domestik ( domestic tourism )
Wisata regional ( regional tourism )
Wisata internasional ( international tourism )
Wisata desa ( rural tourism )
Wisata kota ( urban tourism ).
2.2.3.Tinjauan Tentang Perencanaan Menurut Erly Suandy (2001:2), perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan) dan kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategistrategi (program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program) dan operasi (tindakan) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Menurut Wilson, perencanaan merupakan salah satu proses lain, atau merubah suatu keadaan untuk mencapai maksud yang dituju oleh perencanaan atau oleh orang atau badan yang diwakili oleh perenacanaan itu. Perencanaan itu meliputi : analisis, kebijakan dan rancangan. Perencanaan ( planning ) adalah suatu kegiatan berpikir yang lingkupnya menyuluruh dan mencakup bidang yang sangat luas, kompleks, dan berbagai komponennya saling kait mengkait ( paturusi ; 2008 ). Adapun syarat-syarat perencanaan :
1. Logis, bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang berlaku. 2. Luwes ( fleksibel ) dan tanggap mengikuti dinamika perkembangan. 3. Objektif, didasari tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang bersistem dan ilmiah. 4. Realitas, dapat dilaksanakan, memiliki tentang rencana jangka panjang, menengah dan pendek. Untuk mengoptimalkan keuntungan dari pengembangan pariwisata dibutuhkan suatu perencanaan yang baik dan matang. Tujuan ini hanya dapat dicapai jika direncanakan dengan baik dan terintegrasi. Jadi perencanaan adalah suatu proses yang sistematis yang berupa kegiatan-kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam penelitian ini perencanaan yang dimaksud adalah menentukkan jenis fasilitas, jumlah, serta titik lokasi yang akan dibangun di Wae Rebo. 2.2.4.Tinjauan Tentang Fasilitas Menurut Medlik ( dalam Ariyanto 2005), Fasilitas sarana yang memang menjadi salah satu syarat Daerah TujuanWisata (DTW) dimana wisatawan dapat dengan kerasan tinggal lebih lama di Daerah tersebut. Fasilitas pada unsur ini penting pembentuk produk pariwisata setelah aksesibilitas adalah fasilitas wisata, yang berperan menunjang kemudahan dan kenyamanan wisatawan, seperti; ketersediaan sarana akomodasi, prasarana wisata dalam radius tertentu dan sarana wisata pendukung lainnya. Fasilitas pariwisata tidak akan terpisah dengan akomodasi perhotelan. Fasilitas wisata merupakan hal-hal penunjang terciptanya kenyamanan wisatawan untuk dapat mengunjungi suatu daerah tujuan wisata.
Soekadijo (2000 : 196) mendefinisikan fasilitas pariwisata sebagai berikut
yaitu
prasarana (infrastructure) adalah semua hasil konstruksi fisik, baik yang ada di atas dan di bawah tanah, diperlukan sebagai prasyarat untuk pembangunan, diantaranya dapat berupa pembangkit tenaga listrik, fasilitas kesehatan, dan pelabuhan. Sarana (suprastructure) adalah segala sesuatu yang dibangun dengan memanfaatkan prasarana. Sarana tersebut merupakan kebutuhan penting bagi para wisatawan, apabila tersedia dengan baik, para wisatawan akan merasa nyaman dalam melakukan berbagai aktifitas. Sementara menurut Yoeti (1990 : 81 ) definisi fasilitas pariwisata sebagai berikut : a. Prasarana kepariwisataan
(tourism infrastructure) adalah semua fasilitas yang
memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan pelayanan wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang beraneka ragam. Prasarana wisata dapat berupa : 1) Prasarana umum: jalan, air bersih, terminal, lapangan udara, kominikasi dan lstrik. 2) Prasarana yang berkaitan dengan ketertiban dan keamanan agar kebutuhan terpenuhi dengan baik seperti apotik, kantor pos, bank, rumah sakit, polisi, dan lain-lain. b. Sarana Kepariwisataan (tourism superstructure) adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak tergantung pada kedatangan wisatawan. Sarana kepariwisataan dapat berupa :
1) Sarana Pokok
Sarana pokok kepariwisataan adalah perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat tergantung pada arus kedatangan wisatawan. Seperti : travel agent, transportasi, akomodasi dan restaurant. 2) Sarana Pelengkap Sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan atau tempat-tempat yang menyediakan fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah untuk membuat agar wisatawan dapat lebih lama tingggal pada suatu daerah tujuan wisata. 3) Sarana Penunjang Sarana penunjang kepariwisataan adalah perusahaan yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok serta berfungsi tidak hanya membuat wisatawan lebih lama tinggal di suatu destinasi, tetapi agar wisatawanlebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan uangnya di suatu destinasi wisata yang dikunjungi. Jadi, fasilitas merupakan sarana yang disediakan di suatu daerah tujuan wisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama berada di daerah tersebut. Perencanaan adalah suatu proses yang sistematis yang berupa kegiatan-kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan fasilitas adalah sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, seperti, penginapan, rumah makan, restaurant, tempat parkir dan lain-lain. Jadi dapat disimpulkan perencanaan fasilitas adalah sebuah proses secara sistematis yang berupa kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, selama berada di sebuah tempat wisata. Perencanaan fasilitas dalam penelitian ini adalah menentukan Jenis fasilitas, jumlah dan titik lokasi yang akan dibangun disekitar Wae Rebo. 2.2.5. Tourism Area Life Cycle ( TALC ) sebagai Teori Perencanaan Pariwisata
Dalam mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan penelitian Perencanaan dan pengembangan fasilitas (amenities) pariwisata di Wae Rebo. Desa Satarlenda, Kabupaten Manggarai Tengah, Nusa Tenggara Timur,diperlukan teori yang relevan dengan penelitian ini. Teori siklus hidup destinasi pariwisata dikemukakan oleh Butler pada tahun 1980 yang lebih dikenal dengan destination area lifecycle. Siklus hidup area wisata mengacu pada pendapat Butler dalam Pitana (2005) terbagi atas tujuh fase yaitu: 1. Exploration yang berkaitan dengan discovery yaitu suatu tempat sebagai potensi wisata baru ditemukan baik oleh wisatawan, pelaku pariwisata, maupun pemerintah, biasanya jumlah pengunjung sedikit, wisatawan tertarik pada daerah yang belum tercemar dan sepi, lokasinya sulit dicapai namun diminati sejumlah kecil wisatawan yang justru menjadi minat karena belum ramai dikunjungi. 2. Involvement phase (keterlibatan). Pada fase ini, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mengakibatkan sebagian masyarakat local mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang khusus diperuntukkan bagi wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat local masih tinggi dan masyarakat mulai mengubah pola-pola social yang ada untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Disinilah muali suatu daerah menjadi suatu destinasi wisata yang ditandai oleh mulai adanya promosi. 3. Development phase. Pada fase ini, investasi mulai masuk serta mulai munculnya pasar wisata secara sistematis. Daerah semakin terbuka secara fisik, advertensi (promosi) semakin intensif, fasilitas local sudah tersisih atau digantikan oleh fasilitas yang benar-benar touristic dan atraksi buatan sudah mulai dikembangkan untuk menambahkan atraksi yang asli alami. 4. Consolidation phase (konsolidasi). Pada fase ini, peristiwa sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah dan dominasi ekonomi dipegang oleh jaringan internasional atau major
chains and fanchise. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk mengisi berbagai fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan. 5. Stagnation phase. Pada fase ini, kapasitas berbagai factor sudah terlampaui di atas daya dukung sehingga menimbulkan masalah ekonomi, social, dan lingkungan. Kalangan industry sudah mulai bekerja berat untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki khususnya dengan mengharapakan repearter guests atau wisata konvensi/bisnis. Selain itu, atraksi buatan sudah mendominasi atraksi asli alami (baik budaya maupun alam), citra awal sudah mulai meluntur, dan destinasi sudah tidak lagi popular. 6. Decline fase (penurunan). Pada fase ini, wisatawan sudah beralih ke destinasi wisata baru, khusunya wisatawan yang hanya berakhir pekan. Banyak fasilitas pariwisata sudah berlatih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan. Partisipasi local mungkin meningkat lagi terkait dengan harga yang merosot turun dengan melemahnya pasar. Destinasi bisa berkembang menjadi destinasi kelas rendah (a tourism slum) atau sama sekali secara total kehilangan siri sebagai destinasi wisata. 7. Rejuvenation phase ( peremajaan). Pada fase ini, perubahan secara dramatis bisa terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha dari berbagai pihak) menuju perbaikan atau peremajaan. Peremajaan ini bisa terjadi karena adanya inovasi dalam pengembangan produk baru dan menggali atau memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebelumnya belum dimanfaatkan. Siklus hidup pariwisata tersebut secara visual seperti pada grafik 2.1 :
Grafik 2.1: Siklus Hidup Area Wisata Sumber : Butler dalam Pitana (2005).