BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya terdapat penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: Karya tulis yang diangkat oleh mahasiswi dari program seni musik, jurusan Pendidikan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas pendididikan Indonesia tahun 2008, yang bernama Aryanti Dian dengan judul “Aplikasi teknik vokal Barat dalam menyanyikan lagu-lagu Kawih”. Dalam penelitian ini Aryanti Dian mengangkat penelitian tentang teknik vokal dengan lebih mengspesifikasikannya pada teknik vokal Barat. Dalam teknik vokal Barat ini Aryanti Dian mengambil objek pada mahasiswa prodi seni musik Universitas Pendidikan Indonesia yang memiliki kemampun dalam menyanyikan lagu-lagu kawih. Penelitian ini sama-sama mengangkat tentang teknik vokal, namun dalam penelitian penulis lebih menfokuskan pada teknik Head voice, dimana penulis melakukan suatu pembelajaran teknik Head Voice melalui lagu klasik. Sementara pada pnelitian ini, Aryanti Dian lebih mengaplikasikan teknik vokal Barat pada lagu-lagu Kawih. Selain itu terdapat juga sebuah penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hanjrah Sri Mumpuni, seorang mahasiswi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang pada tahun 2007 yang mengangkat judul tentang Pelaksanaan pembelajaran vokal dengan metode solfegio di kelas IV unggulan Sekolah Dasar Negeri Ungaran 01-03-06 Kabupaten
Semarang. Penelitian Hanjrah Sri Mumpuni ini mengulas tentang bagaimana pelaksanaan pembelajaran vokal dengan metode solfegio dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran vokal dengan metode solfegio di kelas IV unggulan SDN Ungaran 01-03-06, dimana Hanjrah Sri Mumpuni melakukan pembelajaran vokal dengan menggunakan metode solfegio. Baginya dengan menggunakan metode ini para siswa akan lebih mudah dalam mempelajari musik. Sementara penulis melakukan penelitian dengan metode pembelajaran head voice pada sebuah kelompok paduan suara. Pada dasarnya penelitian ini sama-sama melakukan metode pembelajaran dalam bidang musik. 2.2 Landasan teori 2.2.1
Pembelajaran
Hasil belajar seseorang merupakan perilaku yang diukur. Hal ini sesuai dengan apa yang dipaparkan oleh (Hamalik, 1983:56) dimana hasil belajar dapat di evaluasi dengan menggunakan standar tertentu baik berdasarkan kelompok ataupun secara norma yang dilakukan secara sengaja dan sadar. Hal ini dapat dijadikan tolak ukur pada setiap anggota paduan suara untuk mengaplikasikan teknik head voice ini pada saat bernyanyi dengan kemampuan yang ia miliki selama mendapatkan ilmu pengetahuan di kelas perkuliahan maupun pada latihan rutin kelompok paduan suara ini. Maka dengan cara seperti itulah penulis dapat mengetahui bagaimana pembelajaran teknik head voice dalam lagu “ He That Shall Endure To The End” pada paduan suara Jurusan Pendididkan Sendratasik dengan menerapkan strategi pembelajaran sesuai dengan apa yang dipaparkan oleh (Ambarjaya, 2012:84) bahwa strategi dasar dalam pembelajaran adalah
merupakan hal yang sangat penting yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar mendapat hasil yang diharapkan. Maka dapat dilihat bahwa apa yang dijadikan sebagai sasaran dari kegiatan belajar mengajar harus jelas dan terarah. Dalam hal ini juga (Ambarjaya, 2012:131) berpendapat bahwa: 1. Pembelajaran merupakan upaya sadar dan disengaja. 2. Pembelajaran merupakan pemberian bantuan yang memungkinkan siswa dapat belajar. 3. Pembelajaran lebih menekankan pada pengaktifan siswa. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah upaya seseorang untuk menciptakan suatu system atau cara yang memungkinkan terjadi suatu proses belajar siswa dalam rangka mengembangkan semua aspek dalam dirinya. Oleh karena itu tujuan dari pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan konkret sehingga mudah untuk dipahami oleh peserta. Pada pembelajaran teknik head voice ini, penulis menggunakan teknik pembelajaran
Ekspositori.
Menurut
(Ambarjaya,
2012:86)
pembelajaran
Ekspositori adalah : “strategi yang menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekolompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal” Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijabarkan bahwa Ekspositori ini merupakan teknik dimana penulis melakukan pembelajaran dengan cara verbal dan lebih menekankan materi secara berulang-ulang terhadap materi pembelajaran
teknik head voice dengan maksud agar peserta lebih memahami materi secara maksimal. Model pembelajaran Ekspositori ini adalah model pembelajaran yang ditinjau dari interaksi guru dengan siswa, dimana guru menjelaskan panjang lebar dan memberi contoh dengan tujuan siswa mampu memahami materi yang disampaikan. Meskipun metode ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik, namun dengan pembelajaran Ekspositori ini penulis dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran. Dengan demikian, dapat diketahui sejauh mana peserta dapat menguasai materi yang disampaikan. Selain menggunakan metode ekspositori, pembelajaran ini juga menggunakan metode demonstrasi dan metode latihan. Menurut Ambarjaya dalam bukunya
yang berjudul “Psikologi
Pendididkan dan Pengajaran” metode pembelajaran demonstrasi adalah : “metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi, atau benda tertentu, baik sebenarnya maupun hanya sekedar tiruan.” Metode demonstrasi ini dilakukan semata-mata untuk dapat membimbing peserta ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama. Hal ini dikarenakan adanya gerakan dan proses yang dipertunjukkan, maka tidak memerlukan keterangan-keterangan yang lebih banyak lagi. Sedangkan metode latihan adalah metode yang digunakan untuk lebih mempermantap apa yang telah didapatkan dari pemberian materi. 2.2.2 Teknik Head Voice Sering terjadi kekeliruan pemahaman antara head voice dan falsetto, kekeliruan yang terjadi tidak pada pihak masyarakat yang awam musik saja
namun terjadi juga dikalangan orang-orang yang menggeluti dunia musik (baik secara serius ataupun sampingan). Kekeliruan pemahaman yang terjadi adalah adanya anggapan bahwa head voice sama dengan falsetto, pemahaman ini adalah sebuah kekeliruan yang berakibat fatal kedepannya baik secara teoritis maupun praktek. Head voice adalah teknik bernyanyi yang menggunakan resonansi kepala untuk menghasilkan suara, penggunaan teknik ini menekankan nada yang dikeluarkan dengan power. Dalam bukunya yang berjudul How To Singing Lilli Lehmann menjelaskan tentang head voice sebagai berikut: “The pure head voice…It is produced by the complete lowering of the pillars of the fauces, while the softest point of the palate-behind the nose-is thrown up very high, seemingly almost into the head, in the highest position, still higher, thinking e above the head” “Head Voice murni…dihasilkan dengan menurunkan pilar tenggorokan dengan sempurna, sedangkan titik yang paling lembut dari langit-langit mulut - posisinya berada dibelakang hidung – jika diangkat lebih tinggi yang tampaknya hampir menuju kepala dalam posisi tertinggi, bayangkan diatas kepala” Pemakaian teknik head voice lebih diarahkan pada nada-nada usaha untuk menjangkau nada-nada tinggi manusia normal. Penggunaan teknik ini dapat kita dengarkan pada karya-karya musik vokal klasik, contohnya pada sebuah lagu klasik yang berjudul “Time To Say Goodbye” yang dipopulerkan oleh seorang penyanyi bernama Sarah Brighman. Berbeda dengan head voice, falsetto juga mengolah resonansi kepala, namun penggunaan teknik ini tidak menekankan power sehingga nada yang keluar akan terdengar lebih lembut dan tipis. Penggunaan teknik falsetto dapat kita temui dalam lagu-lagu pop atau r&b yang popular di Amerika, contohnya pada seorang penyanyi yang bernama Mariah
Carrey, yang lebih cenderung menggunakan falsetto pada lagu yang berjudul “My All”. Ada beberapa kiat khusus yang dapat dilakukan bagi seorang penyanyi dalam menyiasati ketinggian suara pada saat bernyanyi. Selain melakukan simulasi nada, juga mengasah penguasaan teknik head voice. Teknik head voice merupakan murni suara palsu yang biasa digunakan dalam menjangkau nada-nada tinggi yang disertai dengan power. Selain itu juga teknik head voice digunakan untuk lebih memperindah dan memperkuat karakter lagu yang dinyanyikan, terlebih pada penyanyi seriosa dan kelompok paduan suara yang banyak menggunakan nadanada tinggi.
Notasi 1: contoh notasi yang menggunakan tekhnik head voice pada suara tenor dalam lagu He that shall endure to the end karya Felix Madelssohn
Pada umunya suara tenor sudah memakai suara head voice setiap menyanyikan nada c1 sampai nada-nada berikutnya pada register atas, pada partitur diatas hanya nada b saja yang tidak dinyanyikan dengan tekhnik head voice, sedangkan c1-d1-e1 dan f1 sudah menggunakan tekhnik head voice. Nadanada yang disebutkan diatas sebenarnya dapat dinyanyikan tanpa menggunakan tekhnik head voice dan hal tersebut biasanya dapat ditemukan pada penyanyi rock maupun pop, sedangkan untuk lagu-lagu klasik nada-nada diatas dinyanyikan
dengan tekhnik head voice. Karena pada dasarnya, teknik head voice ini digunakan pada lagu-lagu yang berkarakter lembut. Jenis suara head voice umunya dikatakan jenis suara kepala, yaitu jenis suara yang pada saat bernyanyi menggunakan sarana kepala, sehingga jenis suara ini bentuknya menjadi tebal dan tinggi. Teknik ini digunakan oleh penyanyi pria dan wanita. Melakukannya memang sulit, dan perlu latihan yang ekstra. Karena melakukan pemaksaan untuk mencapai teknik ini justru akan mengakibatkan suara rusak karena energi vokal yang kurang memadai. 2.2.3
Paduan suara
Bernyanyi secara berkelompok atau yang kita kenal dengan paduan suara adalah konsep bernyanyi yang syarat akan aturan, dimana dalam paduan suara ini dibutuhkan sebuah kekompakkan dalam bernyanyi, berbeda dengan penyanyi solo yang lebih bebas mengekpresikan kualitas suaranya melalui teknik-tenik vokal seperti vibarsi dan improvisasi. Paduan suara pada umumnya memilki seorang dirigen yang memimpin semua anggota dalam kelompok paduan suara, dalam hal ini memimpin bukan hanya sebagai pemberi dan pengatur tempo tetapi juga sebagai pusat pengaturan untuk menyatukan seluruh peserta paduan suara dalam satu persepsi dalam menyanyikan karya-karya musik yang akan dibawakan dan nilai estetis seorang dirigen adalah pada saat proses latihan, dimana seorang dirigen harus mengolah dan mengatur seluruh peserta paduan suara untuk membawakan sebuah karya musik. Suara manusia dibagi dalam empat jenis berdasarkan registernya masingmasing yaitu soprano, alto, tenor, dan bass. Keempat jenis suara ini dapat
dipadukan dalam bermacam-macam kombinasi. Hal ini sesuai dengan apa yang dipaparkan (Karl-Edmund, 2009:94) bahwa terdapat beberapa komposisi padauan suara berdasarkan jenis suara, yaitu : - Bila dalam aransemen hanya dipergunakan suara S dan A, maka disebut aransemen untuk koor wanita atau koor anak. - Bila dalam aransemen hanya dipergunakan suara pria, maka disebut aranseman koor pria atau mannen koor. - Bila untuk suara wanita saja atau untuk suara pria saja disebut aransemen untuk suara sejenis. Aransemen ini selalu kurang sempurna, karena wilayah suara cukup terbatas. - Bila dalam aransemen dipergunakan suara pria maupun wanita, maka disebut aransemen koor campuran. Susunan inilah sejak dulu dianggap sempurna. Wilayah yang dapat dipakai cukup luas, sehingga setiap suara dapat memperlihatkan semua register suara. Semua jenis suara mempunyai karakter yang berbeda-beda. Jenis suara soprano, adalah jenis suara perempuan yang mempunyai jangkauan suara paling tinggi dari jenis suara lainnya. Berdasarkan pemaparan (Okatara, 2011:104) dalam bahasa Italia soprano yng artinya melampaui, sedangkan dalam bahasa Latin supra memiliki arti super. Selain sopran juga ada yang disebut dengan mezzosopran yang berarti suara sedang wanita atau lebih dikenal dengan pertengahan sopran. Biasanya dalam kelompok paduan suara sopran dibagi atas dua, yaitu soprano dan mezzosoprano.
Notasi 2: wilayah jangkauan nada pada suara sopran (c1-a2)
Alto, ini merupakan jenis suara rendah wanita, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan (Simanungkalit, 2008:51) bahwa dalam paduan suara partitur, alto juga disebut dengan contralto, yaitu ambitus suara perempuan paling rendah, dan berkarakter berat. Selain sopran dan alto, ada juga yang disebut dengan tenor. Tenor merupakan jenis suara tertinggi dalam kelompok laki-laki, Tenor merupakan suara yang berada 1 oktaf dibawah soprano. Jenis suara tenor ini adalah jenis suara yang mengimbangi jenis suara soprano.
Notasi 3: wilayah jangkauan nada pada suara alto (f - c2)
Notasi 4 : wilayah jangkauan nada pada suara tenor (c - f1)
Jenis suara bass, yaitu jenis suara terendah dari semua jenis suara dalam paduan suara. Suara bass ini terbagi atas beberapa jenis, yaitu bass buffo, bas profondo, bass baritone dan bass cantante (Okatara, 2011:103). Sifat dari jenis suara bass yang sangat rendah ini sering dijadikan dasar, atau landasan dari garisgaris harmoni. Dari beberapa jenis suara. Terdapat range vokal yang dapat dicapai
oleh masing-masing suara tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan (Ottman, 1962:51) dimana masing-masing suara mempunyai kisaran normal dalam bernyanyi.
notasi 5 : wilayah jangkauan nada pada suara bass (E - c1)
Soprano adalah jenis suara wanita berambitus tinggi yaitu antara nada c1 sampai a2. Dengan melakukan latihan rutin, tingkat ambitus tersebut kemungkinan dapat ditingkatkan. Alto adalah jenis suara wanita yang berambitus rendah yaitu antara nada f sampai c2. Kemudian jenis suara laki-laki yang berambitus tinggi atau yang disebut dengan tenor, merupakan jenis suara yang mempunyai rentang ambitus dari nada c sampai g1. Sementara bass merupakan jenis suara terendah pada suara laki-laki yang memiliki kisaran nada dari E sampai c1. Range vokal seperti ini harus dipahami oleh seorang penyanyi, agar penyanyi dapat mengetahui apakah lagu yang dinyanyikan melebihi atau kurang dari kemampuan asli penyanyi tersebut. Paduan suara merupakan penyajian musik vokal yang terdiri atas 15 orang atau lebih (Pramayuda, 2010:63). Dimana sekolompok orang yang ada dalam padun suara ini dapat memadukan berbagai warna suara menjadi satu kesatuan yang utuh dan dapat menampakkan jiwa lagu yang dibawakan. Musik vokal itu sendiri terbagi dalam beberapa jenis, salah satunya anthem, sebuah karya musik vokal untuk solo dan koor, dalam bentuk aslinya anthem dinyanyikan dalam
bentuk acappela. Kemudian ada yang disebut dengan Aria1, sebuah bentuk koor yang berhubungan dengan opera dibawakan dengan tarian dan sangat menjiwai. Ada juga bentuk musik vokal berupa iringan orkestra yaitu Oratorio2, sebuah komposisi yang didalamnya terdapat solois dan kelompok paduan suara, namun pertunjukkan ini tidak melakukan latar belakang panggung. Selain itu ada juga yang disebut dengan Kantata3, komposisi ini hampir mirip dengan oratorio pendek, tanpa menggunakan permainan peran. 2.2.4
Konsep Lagu
Mendelsshon mampu menulis dan menciptakan karya-karya musik yang efektif dan mengguggah hati, salah satunya lagu yang berjudul He That Shall Endure to The End, karya ini diciptakan untuk paduan suara yang diiringi orkestra, karya-karya Mandelssohn memiliki unsur-unsur kontrapung (karyakarya Mandelssohn tidak terlepas dari pengaruh J.S Bach, sebab Mandelssohn banyak mempelajari karya-karya Bach terutama karya-karya untuk paduan suara). Lagu ini merupakan lagu yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan mengundang kekaguman. Bukan hanya sebuah inspirasi yang patut didengarkan tetapi komposisinya yang membuat karya ini agung (Carlson, 2003:134). Karya ini (He That Shall Endure To The End) seperti pada format paduan suara pada umumnya dibuat dalam empat suara yaitu sopran, alto, tenor dan bass. Masing-masing suara
1 2
3
Aria adalah nyanyian tunggal yang berada dalam sebuah adegan opera atau oratorio (karya musik semacam opera namun dengan menggunakan syair-syair yang dikutip dari Alkitab, pembawaan karya-karya semacam ini juga tidak menggunakan akting dan gerakan seperti yang ada pada opera-opera, seluruh penyanyi baik solis maupun paduan suara hanya ditempatkan (duduk atau berdiri) pada posisi tertentu tanpa harus bergerak. Dalam bahasa Italia disebut cantata, berasal dari kata cantare (bernyanyi) sebagai lawannya sonata (memainkan musik instrumental)
menonjolkan karakternya, memainkan nada-nada standar untuk paduan suara profesional, terutama soal jangkauan wilayah nada atau register, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi.