BAB VI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA 6.1 Kebijakan Terkait dengan Pengembangan Ekowisata Kota Depok memiliki beberapa objek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan, diantaranya meliputi : 1. Potensi wisata alam
: arung jeram Sungai Ciliwung
2. Potensi Wisata Tirta
:
a. Situ Tujuh Muara Kelurahan Sawangan dan Bojongsari b. Situ Kancil Kel. Curug c. Situ Pengasinan Kel. Pengasinan d. Situ Asih Kel. Rangkapan Jaya e. Situ Citayam, Situ Cilodong Kel. Cilodong, dll 3. Potensi Wisata Budaya a. Kawasan kampus UI b. Kawasan studio alam RRI 4. Potensi Wisata Belanja a. Margo City b. Detos, dll 5. Potensi Wisata Agro
: Wisata Agro Belimbing dan Tanaman Hias
6. Potensi Wisata Religi
: Kubah Emas
7. Wisata buatan : Water Boom, Padang Golf Diantara keseluruhan objek wisata tersebut, terdapat 4 obyek wisata unggulan, yaitu Wisata Religi Mesjid Kubah Emas, Wisata Aquatik (Setu Pengasinan, Setu Citayam, Setu Cilodong), Wisata Belanja (Margocity, ITC, Detos, dll), dan Wisata Agro (belimbing dan tanaman hias). Dalam perencanaan pembangunan, disajikan roadmap pengembangan tiap-tiap obyek wisata tersebut, dan inilah yang akan menjadi prioritas sambil mendorong pula tumbuhnya potensi wisata lainnya. Program Pemerintah Kota Depok untuk meningkatkan potensi wisata saat ini adalah penguatan kawasan wisata, perluasan akses dan pembangunan sarana, peningkatan promosi dan pameran, peningkatan dan penyediaan SDM terampil
melalui pelatihan, dan peningkatan peran pelaku usaha masyarakat melalui pendirian koperasi dan pembentukan wadah bersama. Hasil yang dicapai bahwa selama ini pemerintah kurang melakukan sosialisasi kepada publik seputar pariwisata, akibatnya potensi pariwisata di Depok belum dikenal dengan baik. Selain itu, promosi dilakukan secara sepihak yakni oleh pemerintah Kota Depok sendiri, sedangkan para pelaku pariwisata tidak terlalu dilibatkan. Kemudian program pariwisata juga disusun dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah daerah sehingga hasilnya banyak yang tidak tepat sasaran. Program pemerintah Kota Depok dalam pengembangan pariwisata yang secara langsung melibatkan partisipasi masyarakat di lokasi studi hanya dapat diwujudkan dalam bentuk pelatihan. Program yang lebih mengarah pada upaya pengelolaan kawasan justru lebih ditekankan pada kegiatan yang lain seperti Adipura, kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup, Gerakan Penanaman Pohon, yang di dalamnya terdapat berbagai kegiatan untuk rehabilitasi lahan, pembuatan sumur resapan, pengelolaan sampah rumah tangga, perlombaan kebersihan, sosialisasi pengelolaan sampah dengan mesin UPS (Unit Pengolah Sampah), kampanye lingkungan, dan sebagainya. Ditinjau dari adanya upaya masyarakat di lokasi studi yang mampu menyediakan fasilitas secara swadaya seperti dalam hal pembangunan fasilitas jalan, pengadaan penerangan jalan, dan pembangunan fasos/fasum. Pada hakekatnya masyarakat di Kelurahan Kalimulya Kota Depok, mau dan mampu (dalam batas-batas tertentu) untuk berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata. Salah satu upaya Pemerintah Kota Depok untuk menjembatani aspirasi masyarakat dengan penyusunan program pariwisata ke depan, yaitu dengan membangun Tourist Information Centre (TIC) atau Pusat Informasi Pariwisata. Lokasi TIC berada di Kampung Rusa, Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat, berdekatan dengan Masjid Dian Al-Mahri atau yang dikenal dengan nama Masjid Kubah Emas. Pusat informasi pariwisata ini diharapkan efektif dan mampu menjadi wadah yang memberi kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi, diberi motivasi dan diajak berkomunikasi. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Nomor : PM.37/UM.001/MKP/07, tentang : Kriteria dan Penetapan
Destinasi Pariwisata Unggulan, Tanggal 2 Januari 2007, yang dijelaskan bahwa penetapan destinasi pariwisata unggulan, sekurang-kurangnya meliputi : a. Ketersediaan sumber daya dan daya tarik wisata; b. Fasilitas pariwisata dan fasilitas umum; c. Aksesibilitas; d. Kesiapan dan keterlibatan masyarakat; e. Potensi Pasar; f. Posisi Strategis pariwisata dalam pembangunan daerah. Pada batas tertentu potensi-potensi wisata di Kota Depok sudah dimulai dikembangkan dan bermunculan. Pemerintah Kota Depok telah menyusun kajian yang mendorong berkembangnya sektor pariwisata yaitu Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kota Depok (RIPDA) yang memuat rencana kebijakan pemerintah untuk pariwisata. Berdasarkan dokumen kajian tersebut, potensi wisata Kota Depok masih jauh dari optimal mengacu pada 6 (enam) indikator kriteria wisata unggulan. Hasil wawancara dan studi lapangan dapat dibuat matriks sebagai berikut : Tabel 26 Penilaian indikator potensi objek wisata di Kota Depok Alam/Buatan No
Indikator
1.
Ketersediaan sumber daya dan daya tarik wisata Fasilitas pariwisata dan fasilitas umum Aksesibilitas Kesiapan dan keterlibatan masyarakat Potensi Pasar
2. 3. 4. 5. 6.
Posisi Strategis pariwisata dalam pembangunan
Baik
Rohani dan Budaya • Masjid Kubah Emas • Legenda Gong Sibolong • Rumah Kuno Baik
Cukup
• Taman Hutan Rakyat • Hutan Kampus UI • Arung jeram
Objek Wisata Belanja • Area Mall sepanjang Jalan Margonda
Agro
Tirta
• Kebun Belimbing • Tanaman Hias • Kebun Sekar Peni
• Situ Pengasinan • Situ Citayam, dll
Baik
Baik
Cukup
Cukup
Baik
Kurang
Kurang
Baik Cukup
Baik Cukup
Baik Cukup
Kurang Cukup
Kurang Cukup
Cukup
Cukup
Baik
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Cukup
Cukup
Berdasarkan hasil survey di lapangan terdapat beberapa kendala yang dihadapi pemerintah Kota Depok dalam pengembangan sektor pariwisata, antara lain : 1. Aksesibilitas :beberapa objek wisata seperti Kubah Emas, Wisata Tirta, Wisata Agro masih menghadapi permasalahan aksesibilitas yaitu kemacetan seperti jalan ke Kubah Emas, dan masih terbatasnya sarana angkutan umum menuju ke Wisata Agro Belimbing dan Taman Hias. Sebaliknya di beberapa objek wisata khususnya wisata belanja dan budaya justru padat lalu lintas yang menyebabkan kemacetan. 2. Keterbatasan informasi dan promosi, potensi obyek wisata di Kota Depok belum banyak diketahui oleh wisatawan. Informasi yang didapatkan pengunjung biasanya dari mulut ke mulut, bukan dari kegiatan promosi. Promosi obyek wisata di Kota Depok masih sangat terbatas, belum bisa menjangkau daerah lain dan masih dilakukan secara konvensional, belum menggunakan teknologi berbasis WEB. 3. Keterbatasan SDM trampil. Obyek-obyek wisata seharusnya menyediakan tenaga tenaga terampil yang mampu menjadi pemandu wisata dengan baik, mampu menjelaskan sejarah dan kaitan obyek wisata tersebut dengan yang lainnya. Namun di seluruh obyek wisata yang ada masih belum dilengkapi dengan tenaga pemandu yang handal. 4. Keterbatasan atraksi. Obyek-obyek wisata masih belum dilengkapi dengan peruntukan/atraksi yang menarik yang dikemas untuk para pengunjung yang dapat memperlama waktu kunjungan wisatawan. 5. Keterbatasan Sarana Hotel dan Restoran, di beberapa obyek wisata yang ada, hampir semuanya belum dilengkapi dengan sarana hotel dan restoran yang cocok/representatif, misalnya rumah makan atau sarana jajan yang ada masih dikemas secara tradisional dan belum hygienis. 6. Belum ada komunikasi dan jaringan antara obyek wisata yang satu dengan lainnya, kemasan yang dilakukan masih secara sendiri-sendiri dan kemasannya kurang menarik. 7. Dukungan kebijakan dari pemda terhadap pengembangan obyek wisata di Kota Depok belum maksimal.
8. Kemacetan yang luar biasa di ruas Jalan Margonda Raya pada setiap hari Sabtu dan Minggu, sehingga mengurangi minat wisatawan untuk memasuki kawasan tersebut. Dalam hal penentuan kebijakan saat penyusunan dan pengesahan program anggaran seringkali dipengaruhi oleh berbagai hal, sehingga apa yang telah menjadi aspirasi masyarakat dapat bergeser, baik volume maupun waktu pelaksanaannya. Pada setiap jangka pendek pembangunan selama 5 tahun, tentunya terdapat program unggulan yang ingin dicapai sebagai indikator keberhasilan kepemimpinan dalam masanya, yang dalam pelaksanaannya belum tentu akan berkelanjutan tergantung pada pemegang kekuasaan itu sendiri. Namun apabila masyarakat sudah bertekad kuat untuk memberikan dukungan yang partisipatif dalam perencanaan pembangunan, bukan tidak mungkin akan mengarahkan Kota Depok pada kemajuan. Berdasarkan kendala yang dijumpai, maka dunia pariwisata membutuhkan peran serta berbagai pihak untuk memajukannya sehingga antara pelaku usaha dengan pemerintah harus saling bersinergi untuk memajukan dunia pariwisata di Kota Depok. Pemerintah dan pelaku usaha harus duduk bersama membahas persoalan pariwisata guna mencari solusi yang tepat bagi daerah ini.
6.2 Harapan Masyarakat terhadap Ekowisata Harapan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata tidak lepas dari peningkatan taraf hidup, majunya pembangunan, peningkatan manfaat alam dan sumber daya, peningkatan pengetahuan dan kreativitas, serta mampu membawa nama baik dan kinerja Pemerintah Kota yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi khususnya di tingkat regional maupun nasional. Masyarakat di lokasi studi yang terpilih sebagai responden sebagai wakil masyarakat menyimpan harapan dari adanya kegiatan pengembangan ekowisata yang ada di daerahnya. Dengan adanya pengembangan ekowisata ini mereka mengharapkan dapat memperoleh manfaat ekonomi (economical benefit) dari adanya aktifitas ekonomi yang dikembangkan. Kehadiran wisatawan khususnya ekowisatawan ke tempattempat yang masih alami itu memberikan peluang bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter,
membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka atau meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil, kulturil maupun intelektual. Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan dapat teridentifikasi harapan masyarakat antara lain seperti tabel berikut ini. Tabel 27 Harapan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata No.
HARAPAN
Frekuensi
1. 2. 3. 4. 5.
Meningkatkan Peluang Kerja dan Usaha Meningkatkan Pendapatan dan Kesejahteraan Keluarga Meningkatkan Kegiatan Ekonomi Lokal dan Wilayah Meningkatkan Ketersediaan Fasilitas Umum Meningkatkan Pengetahuan
30 15 23 4 16
6.
Meningkatkan Kerjasama Antar Warga Masyarakat
9
Frekuensi Harapan Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata
Frekuensi
30 25
Meningkatkan Peluang Kerja dan Usaha
20
Meningkatkan Pendapatan dan Kesejahteraan Keluarga
15
Meningkatkan Kegiatan Ekonomi Lokal dan Wilayah Meningkatkan Ketersediaan Fasilitas Umum
10
Meningkatkan Pengetahuan
5
Meningkatkan Kerjasama Antar Warga Masyarakat
0 Harapan Masyarakat
Gambar 22 Grafik frekuensi harapan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata
Harapan masyarakat tentunya bersifat jamak, tidak tunggal, sehingga responden diperbolehkan memilih lebih dari satu. Sebagaimana gambar di atas dan
berdasarkan
urutannya,
sebagian
besar
masyarakat
mengharapkan
peningkatan peluang kerja dan usaha, peningkatan kegiatan ekonomi, peningkatan pengetahuan yang dapat mencakup tataran pendidikan, adanya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, kerjasama antar warga hingga penyediaan fasilitas umum. Pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup sebagai upaya sadar dan berencana yang mengelola sumber daya secara bijaksana pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin. Oleh karena itu, sebagai perencana tentunya perlu mengetahui prakiraan dampak positif dan negatif yang diakibatkan dari pengembangan ekowisata tersebut. Manfaat yang diharapkan sebagai dampak positif dari pengembangan ekowisata berdasarkan hasil forum diskusi dengan masyarakat antara lain : 1. Dapat
memberikan
keuntungan
ekonomi
bagi
pengelola
kawasan,
penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat. 2. Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal, regional mapun nasional. 3. Dapat menjamin kesinambungan usaha yang berkembang. 4. Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh kabupaten/kota, propinsi bahkan nasional. 5. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 6. Meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta untuk berperan serta dalam program konservasi. Manfaat tersebut telah dipahami dan disepakati oleh peserta forum untuk selanjutnya menjadi bahan dalam rumusan program kebijakan. Sedangkan kekurangan/kerugian pengembangan kawasan ekowisata yang harus diantisipasi diantaranya :
1. Memungkinkan terjadinya pengrusakan lingkungan oleh wisatawan yang tidak bertanggung jawab. 2. Pengembangan kawasan wisata dapat menimbulkan dampak kemacetan dan ketidaknyamanan suasana tempat tinggal penghuni yang terdekat. 3. Pemanfaatan sumber daya alam dapat mengakibatkan penurunan kualitas daya dukung lingkungan. 6.3 Analisis Hasil Studi AHP 6.3.1
Landasan Aspek dan Kriteria yang Menjadi Bahan Pertimbangan dalam Pengembangan Ekowisata di Kota Depok Perumusan
kebijakan
dalam
pengembangan
ekowisata
dilakukan
pendekatan dengan metode AHP (Analytical Hirarchy Process). Penyusunan hirarki dan penentuan komponen didasari oleh Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan di wilayah studi dengan melibatkan unsur masyarakat dan pemerintah. Melalui FGD yang diselenggarakan ditujukan untuk menentukan elemen atau alternatif kebijakan untuk pengambilan keputusan, sehingga diharapkan data tersebut dapat mendekati kondisi yang sesungguhnya. Strategi
pengembangan
ekowisata
dijabarkan
dalam
faktor-faktor
pendukungnya yaitu kondisi daya dukung ekowisata, konservasi kawasan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, serta pengembangan usaha produktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal. Uraian faktor yang berperan dalam pengembangan ekowisata di Kota Depok adalah sebagai berikut : 1. Daya Dukung Ekowisata Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumber daya alam dan lingkungan yang lestari, melalui ukuran kemampuannya. Kemampuan daya dukung diketahui terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu sumber daya alam dan lingkungan sehingga kelestarian keberadaan dan fungsinya dapat tetap terwujud, pada saat dan ruang yang sama, serta pengguna atau masyarakat pemakai sumber daya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera dan atau tidak dirugikan. 2. Konservasi
Pengembangan kawasan berlandaskan pada prinsip konservasi yaitu memanfaatkan sumber daya untuk pembangunan / pemanfaatan berkelanjutan, perlindungan sistem penyangga kehidupan, dan pengawetan keanekaragaman hayati. Sedangkan sasarannya adalah terjaganya kawasan konservasi sehingga kawasan tersebut dapat berperan dan berfungsi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Peran Serta dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam
hal
mengharuskan
pengelolaan
lingkungan
pemerintah
mewujudkan
dan
pembangunan
setiap
kebijakan
saat
ini
dengan
mengutamakan pola-pola keberpihakan pada masyarakat. Tanpa partisipasi masyarakat, tidak akan ada strategi yang mampu bertahan lama. Peran masyarakat harus dipandang sebagai hal yang dinamis dan memberikan peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup 4. Pengembangan Usaha Produktif Usaha produktif dikembangkan dengan tujuan untuk peningkatan ekonomi lokal masyarakat, yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat setempat. Potensi usaha produktif dapat dikolektifkan sampai ke tingkat kecamatan yang lebih tinggi dengan pengembangan yang lebih terkonsentrasi ke wilayah studi. Sedangkan alternatif kebijakan untuk pengembangan ekowisata adalah : 1. Penataan Kawasan Diperlukan dalam rangka menjaga kualitas lingkungan, mempertahankan fungsi perlindungan ekosistem, pengamanan lingkungan dari pencemaran, penciptaan iklim mikro, perlindungan tata air, dan meningkatkan citra estetika lingkungan. Penataan di darat untuk objek wisata keluarga, seperti sarana bermain, balai pertemuan atau auditorium mini yang dilengkapi maket-maket rencana, restoran, sarana ibadah, penjualan oleh-oleh/kerajinan/ciri khas kota. Penataan di daratan intinya difokuskan pada pengembangan kawasan untuk usia sekolah, sehingga ada penataan ekosistem dan pengkayaan vegetasi. Sasaran pengunjung juga bisa untuk kelompok peminatan sebagai peneliti ataupun hanya berekreasi.
2. Pembiayaan Pembangunan selalu membutuhkan alokasi anggaran, karena tidak semua fasilitas yang diperlukan dapat diakomodir dari swadaya masyarakat, apalagi banyak golongan masyarakat yang secara ekonomi masih lemah, sehingga bertolak dari tujuan pengelolaan lingkungan alokasi anggaran untuk itu dapat ditingkatkan. Apabila terbatas pada anggaran yang dimiliki pemerintah maka diperlukan usaha pro aktif untuk menggalang dana baik melalui swasta, investor atau kerjasama dengan program Pemerintah Pusat. 3. Pengembangan Kapasitas Unsur Masyarakat Pengembangan Kapasitas SDM tidak hanya ditujukan untuk masyarakat saja, karena perlu dukungan pemikiran dari tenaga ahli yang memahami masalah penataan kawasan sempadan dan jenis tanaman, juga ahli sosial yang memahami karakteristik masyarakat. Pengembangan kapasitas masyarakat lokal sebagai bagian yang tidak terpisahkan perlu difasilitasi karena tingkat pendidikan umumnya hanya sampai tingkat SLTA, pengetahuan mereka terhadap teknologi ataupun wawasan dalam pengelolaan lingkungan masih kurang, hal ini terlihat pada jenis-jenis kegiatan pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan. Sebagian besar masyarakat belum terampil memanfaatkan sumber daya sehingga bisa dikelola menjadi barang yang bernilai ekonomis, contohnya daur ulang sampah. Melalui peningkatan kapasitas SDM yang ditujukan untuk masyarakat ini dapat menjadikan masyarakat lebih mandiri, merubah budaya dan perilaku yang lebih ramah lingkungan. 4. Pengadaan Sarana dan Prasarana Wisata : Sarana yang dibutuhkan yaitu yang berkaitan dengan fasos dan fasum, seperti tempat peribadatan, tempat istirahat, penangkaran satwa, dsb. Penyediaan sarana dan prasarana tidak terbatas di lingkungan perencanaan namun meningkat pada transportasi yang berupa kendaraan antar jemput wisatawan dan transportasi air. Responden yang dipilih untuk menilai dan memberi pembobotan dalam penilaian kuesioner AHP berjumlah 8 orang, yang terdiri dari Badan Perencanaan Daerah; Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Seni dan Budaya; Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah; Badan Lingkungan Hidup; LSM (Yayasan Depok Hijau); Swasta sebagai pengembang; Akademisi; dan Masyarakat. Analisis pendapat gabungan para responden menunjukkan bahwa aspek peran serta dan pemberdayaan masyarakat (nilai bobot 0,344) merupakan aspek paling penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ekowisata di Kota Depok. Aspek berikutnya yang perlu diperhatikan adalah aspek daya dukung ekowisata (nilai bobot 0,229); aspek konservasi (nilai bobot 0,226), dan aspek pengembangan usaha produktif (nilai bobot 0,202). Hirarki pemilihan kebijakan untuk pengembangan ekowisata beserta nilai bobot untuk masing-masing faktor dapat dilihat pada Gambar 23.
STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA
FOKUS
FAKTOR
DAYA DUKUNG EKOWISATA
KONSERVASI
0,229
0,226
PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
0,344
USAHA PRODUKTIF
0,202
ALTERNATIF
PENATAAN KAWASAN (DARAT DAN AIR)
PEMBIAYAAN
PENGEMBANGAN KAPASITAS UNSUR MASYARAKAT
PENGADAAN SARANA DAN PRASARANA WISATA
Gambar 23 Hirarki pemilihan kebijakan pengembangan ekowisata beserta bobot faktornya Pada hirarki yang ditampilkan di atas, peran aktor menjadi penting apabila dilihat dari peran-peran mereka dalam partisipasi untuk pengembangan ekowisata. Pada penelitian ini, perumusan kebijakan terhadap setiap aktor yang memiliki peran secara normatif dilaksanakan sesuai porsi dan kewengangannya masingmasing untuk pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Sedangkan hasil pengolahan data untuk setiap aspek faktor tersebut disajikan pada Gambar 24.
Gambar 24 Grafik perbandingan aspek bobot faktor untuk pengembangan ekowisata
Terpilihnya aspek peran serta dan pemberdayaan masyarakat sebagai prioritas utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan ekowisata di Kota Depok mencerminkan bahwa peranan masyarakat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengalaman dan pelaksanaan demokrasi. Dari sudut pandang lain, pendekatan peran serta masyarakat dapat dianggap sebagai salah satu cara untuk meminimasi ketidakpuasan masyarakat terhadap program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, selain untuk meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam bernegara dan bermasyarakat (Chesterman & Stone, 1992). Apabila informasi mengenai program pembangunan dapat disampaikan dan dimengerti oleh masyarakat luas, maka anggota masyarakat menjadi lebih kooperatif terhadap pemerintah dalam melaksanakan pembangunan dan memelihara hasil-hasilnya. Ada dua hal pokok yang menjadi alasan penting bagi perencana pembangunan
untuk
melibatkan
masyarakat
dalam
menyusun
program
pembangunan. Alasan pertama, setiap anggota masyarakat berhak untuk mengetahui dan menyampaikan pendapatnya terhadap isu pembangunan, sedangkan alasan kedua yaitu pemerintah selaku perencana dapat menggali aspirasi masyarakat.
Daya dukung ekowisata menjadi prioritas kedua dalam penempatan kebijakan oleh para perencana dengan bobot 0,229. Kemampuan daya dukung lingkungan ekowisata harus tetap dipertahankan karena jika daya tampung obyek wisata alam tersebut dilampaui, maka akan terjadi kemerosotan sumberdaya, kepuasan pengunjung tidak terpenuhi, dan akan memberikan dampak merugikan terhadap masyarakat, ekonomi dan budaya. Kebijakan untuk mempertahankan kapasitas daya dukung perlu dikedepankan karena proses pembangunan yang dilakukan harus berkelanjutan. Agar pembangunan dapat senantiasa berkelanjutan maka dalam penerapan pembangunan diperlukan kajian mengenai dampak dari kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. Kajian tersebut diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan /atau kegiatan. Aspek konservasi dengan bobot 0,226 adalah prioritas selanjutnya setelah daya dukung ekowisata. Konservasi dilakukan dalam rangka pengelolaan sumber daya alam hayati di kawasan ekowisata agar pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan sumber daya alam dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman sumber daya alam hayatinya. Konservasi sumber daya alam hayati dilakukan berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dalam ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Dengan dilakukannya konservasi sumber daya alam hayati di kawasan ekowisata diharapkan akan terwujud kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia yang terkait dengan kegiatan ekowisata tersebut. Dengan demikian diharapkan nilai ekonomi dari ekowisata tidak akan terputus, tetapi tetap berkesinambungan yang dapat dinikmati dari generasi ke generasi berikutnya. Aspek terakhir yang menjadi prioritas adalah kegiatan atau usaha produktif dengan bobot 0,202. Adanya kegiatan-kegiatan usaha produktif akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perkembangan kegiatan ekowisata. Tumbuhnya kegiatan usaha produktif akan menghidupkan kegiatan-kegiatan lainnya yang terkait pada sektor ekowisata, sehingga diharapkan akan
meningkatkan Peningkatan
nilai ekonomi
ekonomi
masyarakat
masyarakat
dapat
pendukung ditandai
sekitar
dengan
ekowisata.
meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraan, dengan demikian kegiatan ekowisata dengan sendirinya akan terus berkembang. Menurut pilihan para pembuat keputusan, pengembangan upaya produktif dapat dilakukan dengan peran serta masyarakat yang aktif, kondisi daya dukung yang baik dan kawasan konservasi yang terpelihara. Sehingga pergerakan usaha produktif dapat dilakukan secara optimal. Faktor pengembangan ekowisata yang telah dijelaskan di atas mencakup empat alternatif, yaitu : 1) Penataan kawasan, 2) Pembiayaan, 3) Pengembangan Kapasitas Unsur Masyarakat, 4) Pengadaan Sarana dan Prasarana. Dari keempat alternatif tersebut diperoleh bobot yang mengacu pada keempat faktor pengembangan ekowisata.
6.3.2
Faktor Daya Dukung Ekowisata Faktor daya dukung menjadi dasar dalam pengembangan suatu kawasan,
dimana setelah dijabarkan pada keempat alternatif dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 25 Grafik perbandingan alternatif pengembangan kawasan untuk faktor daya dukung Berdasarkan grafik diatas, kriteria yang dipandang utama oleh para responden dalam pengembangan kawasan ekowisata adalah sumber daya manusia itu sendiri, sebagaimana pada pengembangan kapasitas unsur masyarakat (nilai
bobot 0.309). Kriteria selanjutnya adalah penataan kawasan yang sesuai dengan daya dukung (nilai bobot 0.272), yang difasilitasi dengan pengadaan sarana dan prasarana (nilai bobot 0.230), dan yang terakhir adalah pembiayaan (nilai bobot 0.190).
6.3.3
Faktor Konservasi Alternatif pengembangan kawasan yang dinilai pada matriks skala
perbandingan berdasarkan prinsip konservasi agar kawasan yang terbangun tetap memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang, memperoleh data sebagai berikut :
Gambar 26 Grafik perbandingan alternatif pengembangan kawasan untuk faktor konservasi Berdasarkan grafik diatas, faktor konservasi juga menekankan pada pengembangan kapasitas unsur masyarakat sebagai faktor signifikan (nilai bobot 0.298). Kriteria selanjutnya yaitu penataan kawasan (nilai bobot 0.250); pembiayaan (nilai bobot 0.228), dan pengadaan sarana dan prasarana (nilai bobot 0.224).
6.3.4
Faktor Peranserta dan Pemberdayaan Masyarakat Kualitas pembangunan sangat ditentukan oleh sumber daya manusianya,
hal ini yang menjadikan faktor dan alternatif pengembangan kapasitas paling
menonjol diantara yang lainnya, sebagaimana dapat kita lihat pada gambar berikut :
Gambar 27 Grafik perbandingan alternatif pengembangan kawasan untuk faktor peran serta dan pemberdayaan masyarakat Pengembangan kapasitas unsur masyarakat ditinjau dari faktor peranserta menghasilkan bobot paling tinggi dan menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap alternatif lainnya. Berdasarkan penilaian kriteria dari para responden, pengembangan kapasitas unsur masyarakat adalah sangat penting (nilai bobot 0.400), yang kedua adalah pembiayaan (nilai bobot 0.225), penataan kawasan (nilai bobot 0.197) dan yang terakhir adalah pengadaan sarana dan prasarana (nilai bobot 0.178).
6.3.5
Faktor Pengembangan Usaha Produktif Tujuan pembangunan pada akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang dalam penelitian ini ditandai dengan adanya pengembangan usaha produktif dari rencana pengembangan kawasan ekowisata. Penilaian responden terhadap keempat alternatif pengembangan kawasan dilihat dari faktor pengembangan usaha produktif padat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 28 Grafik perbandingan alternatif pengembangan kawasan untuk faktor pengembangan usaha produktif Pada gambar diatas terdapat dua alternatif terdepan dari kedua lainnya, yaitu pengembangan kapasitas unsur masyarakat (nilai bobot 0.339) dan pembiayaan (nilai bobot 0.314). Pengembangan usaha produktif tentunya membutuhkan keahlian, pengetahuan dan kreatifitas masyarakat setempat, selain itu juga memerlukan biaya khususnya bagi penduduk yang tingkat ekonominya masih rendah.
6.4 Ikhtisar Kebijakan pengembangan kawasan yang diterapkan dalam pembangunan kota hendaknya berdasarkan dari perencanaan pembangunan partisipatif, dimana proses perencanaan tersebut harus dilakukan melalui serangkaian forum musyawarah (Forum OPD, musrenbang, dll) dengan melibatkan seluruh unsur pelaku pembangunan di wilayah setempat. Adapun perencanaan partisipatif tersebut bertujuan melibatkan kepentingan rakyat dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik langsung maupun tidak langsung). Partisipatif itu sendiri tidak selamanya terjadi karena adanya program pemerintah yang disusul dengan respon dari masyarakat, atau sebaliknya yaitu program masyarakat kemudian respon pemerintah. Saat ini masyarakat, pemerintah, swasta, beserta unsur lainnya dapat duduk bersama merencanakan suatu program pembangunan yang disebut sebagai stakeholder partsipatif.
Beberapa kondisi yang terjadi di Kota Depok berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, masih sering dijumpai pelaksanaan program dengan metode sosialisasi yang belum optimal, sehingga terjadi penolakan warga ataupun warga yang belum siap dengan perubahan. Salah satu metoda sosialisasi yang banyak diprotes warga yaitu pada saat pembangunan dilaksanakan tanpa ijin lingkungan, pelibatan pihak LPM, kelurahan dan kecamatan, sehingga pembangunan proyek dihentikan. Perlu diperhatikan juga dalam hal penetapan lahan, yang diperkuat dengan Surat Ketetapan Walikota sehingga terdapat dasar yang kuat untuk mengatasi permasalahan di lapangan. Apabila proses pembangunan terhenti (cut off), tidak hanya merugikan pihak pemerintah saja, tetapi juga warga masyarakat itu sendiri, pihak swasta, bahkan terjadi perusakan lingkungan. Di samping itu juga adanya kepentingan kelompok tertentu, sehingga aspirasi masyarakat dapat tertunda pelaksanaannya atau bergeser ke tahun berikutnya. Demikian halnya dalam pengembangan ekowisata pada penelitian ini, selama ini pemerintah kota belum melakukan sosialisasi secara optimal kepada publik seputar pariwisata, akibatnya potensi pariwisata di Depok belum dikenal dengan baik. Selain itu, promosi dilakukan secara sepihak yakni oleh pemerintah Kota Depok sendiri, sedangkan para pelaku pariwisata tidak terlalu dilibatkan. Kemudian program pariwisata juga disusun dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah daerah sehingga hasilnya banyak yang tidak tepat sasaran. Berdasarkan analisis dengan metode AHP yang telah dilakukan, dapat diperoleh faktor maupun alternatif mana yang perlu untuk dijadikan prioritas. Nilai bobot untuk faktor pengembangan ekowisata menunjukkan faktor peran serta dan pemberdayaan masyarakat adalah yang tertinggi yaitu 0,344. Sedangkan ringkasan pengolahan data dari metode AHP untuk setiap bobot alternatif dapat dilihat pada Tabel 28 berikut ini.
Tabel 28 Perbandingan bobot alternatif terhadap faktor pengembangan ekowisata No.
Alternatif
1
Penataan Kawasan Pembiayaan Pengembangan Kapasitas Unsur Masyarakat Pengadaan Sarana dan Prasarana
2 3 4
Daya Dukung Ekowisata 0,272
Faktor Peranserta dan Konservasi Pemberdayaan Masyarakat 0,250 0,197
Usaha Produktif 0,163
0,190 0,309
0,228 0,298
0,225 0,400
0,314 0,339
0,230
0,224
0,178
0,184
Pada Tabel 28, nilai bobot alternatif untuk pengembangan kapasitas unsur masyarakat adalah terbesar dan selalu berada di urutan tertinggi dari setiap faktor. Hal ini menunjukkan alternatif ini sangat penting dan perlu menjadi prioritas untuk perencanaan pengembangan ekowisata. Selanjutnya pada alternatif penataan kawasan dan pembiayaan menjadi prioritas kedua karena nilai bobotnya yang berimbang. Sedangkan alternatif pengadaan sarana dan prasarana wisata menjadi prioritas ketiga atau keempat.