83
VI. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN VI LADA PUTIH
Secara umum tujuan kebijakan pemerintah dapat dibagi kedalam tiga tujuan tuju utama yaitu,peningkat efisiensi (efficiency), pencipta pemerataan (equity) ddaan ketahanan (security)serta menjaga stabilitas ekonomi (Pearson et al, 2005). dan Kee K Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan meningkatkan ekspor ataupun uussa dalam melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk usaha llu ua negeri. Kebijakan tersebut biasanya diberlakukan untuk input dan output. luar Kee K Kebijakan ini menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan output yan diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnya terjadi jika ya yang dalam dal da kondisi perdagangan bebas (harga sosial). Kebijakan tersebut terdiri dari sub su subsidi dan pajak, sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota. 66..1 6.1.
Kebijakan terhadap Input Pada penelitian ini, kebijakanpemeritah yang berkenaan dengan
pen pengembangan lada putih di Provinsi Bangka Belitung yaitu subsidi dan pajak. Su Subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah, apabila dibayar untuk pem pemerintah disebut pajak dan apabila dibayar dari pemerintah maka disebut ssu ub subsidi. Namun dalam penelitian ini hanya terdapat subsidi terhadap input pupuk, sseed sedangkan pajak tidak ada dalam input produksi yang digunakan oleh petani. Suu S Subsidi hanya berlaku pada pupuk urea, TSP/SP36, dan pupuk organik, sed se sedangkan untuk input tenaga kerja, bibit, pupuk kandang, tiang panjat hidup dan ppeer peralatan lainnya tidak terdapat subsidi. Pada tahap awal pupuk merupakan input uta yang memperoleh prioritas pemberian subsidi terbesar diantara input utama ut utama
84
sektor pertanian lainnya (benih, pestisida, kredit dan irigasi). Pemberian subsidi sek dimaksudkan untuk mendorong adaposi teknologi pemupukan sampai pada dim tingkat yang dianjurkan sehingga akan diperoleh peningkatan produksi yang tin optimal. Secara bertahap (sejak tahun 1987) besaran subsidi pupuk dikurangi, opt akhirnya dihapus pada tahun 1992 untuk pupuk kalium, tahun 1994 untuk hiin hhingga pu ppupuk up phospate dan tahun 1996 untuk pupuk urea. Tahun 2001-2002, pemerintah memberikan Insentif Gas Domestik (IGD) untuk produsen agar harga pupuk urea mee m sebesar Rp. 1 150 per kg, sedangkan pupuk non urea masih mengikuti mekanisme seb se paas (Darwis dan Nurmanaf, 2004). Pada tahun 2003 sampai saat ini, pemerintah ppasar DPR RI memberlakukan kembali subsidi pupuk untuk sektor pertanian beer bbersama e dengan tujuan untuk membantu petani dalam penyediaan dan penggunaan pupuk ddee den ses se sesuai azas 6 tepat, agar dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil peer ppertanian serta pendapatan usahataninya. Tahun 2009 ditetapkan alokasi kebutuhan dan HET pupuk, seperti yang ter tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/09/2008. Ha Harga Eceran Tertinggi untuk masing-masing pupuk tersebut adalah : urea Rp Rp. 1 200 per kg, NPK (phonska) Rp. 1 750 per kg, NPK (pelangi) Rp. 1 830 per kg kg, Superphos (SP-18) atau TSP Rp. 1 550 per kg, ZA Rp. 1 050 per kg dan pu ppupuk up organik Rp. 500 per kg. Namun, dalam perkembanganya terjadi kenaikan haar hharga a subsidi pupuk yang mengacu pada peraturan Menteri Pertanian Noo N No.32/Permentan/SR.130/4/2010. Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk masing m ma masing pupuk tersebut adalah : urea Rp. 1 600 per kg, NPK (phonska) Rp. 2300 peer kg, NPK (pelangi) Rp. 2 300 per kg, superphos (SP-18) atau TSP Rp. 2 000 pper pe er kg, ZA Rp. 1 400 per kg dan pupuk organik Rp. 700 per kg. Besarnya subsidi per
85
yang diterima petani lada putih di Provinsi Bangka Belitung berdasarkan yan perbedaan harga subsidi dan non subsidi, untuk pupuk urea sebesar Rp. 3 000 per per kg dan pupuk SP36/TSP sebesar Rp. 4 800 per kg. Selain subsidi pupuk, terdapat juga kebijakan pemerintah dalam bidang energi yaitu BBM, secara tidak langsung jug membantu proses pemasaran lada putih. Keberadaan subsidi BBM sangat mee m me me membantu mengurangi biaya pemasaran oleh petani dan pedagang. 6..2 66.2. .2
Kebijakan Perdagangan Output Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor
atta ekspor suatu komoditas. aatau
Pembatasan dapat diterapkan baik pada harga
yang diperdagangkan (dengan suatu pajak perdagangan) atau dengan ko kkomoditas o om pembatasan jumlah komoditas (dengan kuota perdagangan) untuk menurunkan pem pe ju jjumlah um yang diperdagangkan secara internasional dan mengendalikan antara harga int in international (harga dunia) dengan harga domestik (harga dalam negeri). Untuk baar bbarang a yang diimpor misalnya dapat dilakukan dengan menekan tarif per unit (pajak impor) maupun pembatasan kuantitas (kuota impor) untuk membatasi (pa kua kuantitas yang diimpor dan meningkatkan harga domestik diatas harga int internasional. Kebijakan perdagangan ekspor dimaksudkan untuk membatasi jum jumlah yang diekspor melalui penekanan baik pajak ekspor maupun pembatasan jum ju jumlah ekspor sehingga harga domestik lebih rendah bila dibandingkan dengan haar dipasar dunia atau harga internasional. hharga Pada kasus perdagangan lada putih di Indonesia mekanisme perdagangan mee m melalui pajak dan kuota ekspor maupun impor tidak ada atau nol persen. Artinya bah ba bahwa pemerintah tidak ikut intervensi dalam perdagangan output lada putih, seeeh ssehingga mekanisme harga lada putih domestik lebih ditentukan oleh mekanisme
86
pasar. Mengingat output lada putih iniberorientasi ekspor, dan belum pas berkembangnyaindustri pengolahan lada putih di dalam negeri, sehingga lada ber putih lebih cenderung digunakan sebagai produk pelengkap dari industri restoran put dan rumah tangga. Oleh karena itu, harga lada putih lebih ditentukan oleh mekanisme pasar, supply demandmempengarui fluktuasinya harga lada di pasar mee m iin nt internasional. Selain supply- demand mempengaruhi harga di tingkat petani, pada ppa ad saat ini juga terkait erat dengan faktor subsitusi komoditas lada putih. Komoditas substitusi sebagai kompetitor utama lada putih adalah ladah hitam, Ko K o harga hha ar lada hitam jauh lebih rendah dibandingkan lada putih (Marwoto, 2003). Dengan tidak adanya intervensi pemerintah berupa pajak dan pembatasan (kuota) ekspor maupun impor, sebenarnya berpengaruh langsung terhadap ((k ku ppe en pendapatan petani. Jika pajak ekspor diterapkan, maka dalam hal ini petani yang ddi ir dirugikan, dimana harga domestik lada putih lebih rendah dibandingkan dengan hha a ar harga dipasar dunia dan yang diuntungkan adalah konsumen, karena membeli lada putih dengan harga murah. Jadi keberadaan pajak dan pembatasan (kuota) ekspor put ma maupun impor merupakan upaya pemerintah melindungi produsen dan konsumen dom domestik lada putih. Sementara pajak dan kuota impor tidak mempengaruhi lan langsung pendapatan petani lada putih, karena impor lada putih cenderung dalam bbe en bentuk olahan seperti bubuk lada, minyak atau oleoresin lada. 66. .3 6.3.
Kebijakan Revitalisasi Lada Sebagai negara produsen utama lada dunia, Indonesia mengalami
kke em kemunduran yang sangat berarti dalam dua dasawarsa terakhir, dilihat dari bbe e er berbagai sisi seperti luas areal, produksi, ekspor, bahkan produktivitas, me m e menybabkan posisi Indonesia tergeser ke posisi kedua.
Sedangkan posisi
87
Vietnam yang pada dua dasawarsa yang lalu masihmenempati urutan keempat Vie atau kelima melejit ke posisi pertama pada dasawarsa terakhir. Kemajuan yang ata diraih Vietnam harus dijadikan pelajaran berharga agar kita tidak semakin dir tertinggal. Perlu dipelajari dari fakta tersebut adalah bagaimana Vietnam dapat ter mencapai kemajuan dan mengapakita mengalami kemunduran, sehingga pada mee m giil ggilirannya
dapat
diambil
langkah-langkah
strategis
untuk
mengatasi
keet kketertinggalan. Peranan lada Indonesia menurun sejak terjadinya kehancuran pertanaman laad selama masa penjajahan Jepang, serta terjadinya hama dan penyakit terutama llada Busuk Pangkal Batang (BPB). Namun demikian, sampai saat ini lada peen ppenyakit masih merupakan komoditas ekspor yang cukup potensial menyumbangkan ma ma deev ddevisa negara. Harga lada yang tidak menentu (seringkali sangat rendah) dan peer ppermintaan lada yang cenderung bersifat inelastis menyebabkan meningkatnya per persaingan yang ketat di pasar dunia. Disamping itu di dalam negeri, tanaman lad lada menghadapai tekanan dan persaingan dengan berbagai produk (misalnya pen penambangan timah di Bangka Belitung) dan komoditas pertanian lainnya (kelapa saw sawit dan karet), sehingga kondisi pertanaman lada saat ini cukup memprihatikan. Untuk mengembalikan peluang Indonesia sebagai produsen utama lada di dun du u dunia dimasa mendatang, diperlukan kebijakan yang tepat dalam pengembangan aggr aagribisnis lada di Indonesia. Kebijakan tersebut meliputi kebijakan dari pusat dan daae ddaerah/lokal. Kebijakan daerah/lokal dibuat oleh pemerintah daerah setempat, sifa si f sifatnya spesifik untuk setiap daerah seyogyanya juga berdasarkan kebijakan nnaa nas nasional, sehingga memacu terciptanya agribisnis lada yang bersinergi dengan
88
program lainnya, ramah lingkungan dan berkesinambungan. Serangkaian pro kebijakan agribisnis lada yang harus dilakukan : keb Kebijakan Peningkatan Produktivitas dan Mutu Lada Secara Bertahap 1. K yang Diimplementasikan Melalui : a. Mendorong iklim investasi yang mempermudah aliran dana khususnya dalamagribisnis lada di daerah pengembangan lada. Hal ini, berkaitan dengan sifat tanaman lada yang menjadi unggulan pada beberapa propinsi sentra produksi lada. bb.. Percepatan adopsi teknologi anjuran (inovasi), yaitu budidaya lada berdasarkan Good Agriculture Practices (GAP). cc.. Penyediaan bibit lada toleran terhadap hama dan penyakit (terutama BPB). dd.. Perakitan lada hibrida tahan terhadap serangan hama dan penyakit utama lada. e. Peremajaan dan atau penanaman kembali pada areal yang termasuk e. kategoriamat sesuai dan sesuai. f. Peningkatan ketrampilan petani. g. Kredit bank dengan bunga rendah untuk petani. 2. Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Melalui Diversifikasi Produk Lada. Dengan terciptanya produk-produk diversifikasi lada diharapkan pada ma m a mendatang akan menambah jenis produk lada yang mampu bersaing di masa ppa as dalam negeri dan luar negeri (internasional). Upaya yang perlu dilakukan pasar aad da : adalah a. Pengembangan a.
model
mediasi
(perantara)
untuk
mempertemukan
keinginan/kebutuhan buyer akan produk lada yang dihasilkan. bb.. Peningkatan aktivitas penelitian untuk menciptakan diversifikasi produk lada.
89
c. Pengembangan teknologi pengolahan yang mengacu pada GMP (Good Manufacturing Practices). d. Pengembangan kemitraan antara petani lada dengan industri pengolahan di dalam negeri, serta pengusaha yang mampu menjual produk tersebut di pasar dalam dan luar negeri. ee.. Memberi kemudahan petani mengakses lembaga finansial. 33.. K Kebijakan Kelembagaan Pengembangan dan pemantapan hubungan kerja (net working) Asosiasi Petani Peet Lada Indonesia (APLI) dengan pemerintah setempat dan pusat, pengusaha P serta sseer eksportir (Asosiasi Ekspor Lada Indonesia/AELI). 4. Kebijakan Pengolahan dan Pemasaran Hasil 4. K a. Mempercepat adopsi teknologi pengolahan hasil yang higienis (mutu tinggi). a. b. Fasilitasi penyediaan sarana pengolahan hasil di daerah sentra produksi lada. b. c. Pemanfaatan limbah pengolahan (kulit buah) lada putih sebagai bahan c. minyaklada. d. Promosi
produk-produk
lada
Indonesia
dengan
memfokuskan
pada
keunggulannya seperti rasa dan aroma yang prima. e. Pengembangan jaringan pemasaran dalam negeri dan ekspor. 6.4 6. 6.4.
Kebijakan Pemerintah Daerah Sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat di daerah, pemerintah
pprro provinsi Bangka Belitung melaksanakan program revitalisasi lada putih, adapun ttu ujjuu dari revitaslisasi lada putih yaitu ; mengembalikan kejayaan Muntok White tujuan Pep Pe Pepper di Provinsi Bangka Belitung, mengembangkan luas areal perkebunan lada, me meningkatkan produktivitas lada dan menjaga kestabilan harga. Upaya
90
mengembalikan kejayaan Muntok White Pepper diperlukan beberapa langkah me yang fundamental. Langkah tersebut antara lain adalah peningkatan produktivitas, yan mutu hasil, efisiensi biaya produksi dan pemasaran, serta manajemen stok melalui mu pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan. pen Demikian halnya pemberdayaan kelembagaan petani lada di Bangka Bee B Belitung perlu dilakukan karena umumnya petani yang mengusahakan tanaman laad memiliki banyak keterbatasan. Pemberdayaan kelompok tani akan menjadi llada salah sal satu faktor penting dalam upaya meningkatkan daya saing produk yang sa mereka hasilkan. mee m
Pemberdayaan kelompok tani selain diharapkan akan
menunjang produktivitas kebun lada juga dapat meningkatkan mutu dan m me mengurangi masalah keragaman produk yang dihasilkan oleh masing-masing mee m peet kecil, khususnya dari segi mutu. ppetani Langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi kebun-kebun lada yan yang rusak/tidak produktif. Sebagian besar petani dengan tingkat kemampuan yan yang dimilikinya, umumnya tidak akan mampu melakukan rehabilitasi secara sw swadaya. Keberpihakan pemerintah ke petani tetap diperlukan baik secara lan langsung maupun tak langsung melalui kebijakan subsidi atau intermediasi den dengan lembaga keuangan dan stakeholder lainnya. Artinya, pemerintah harus beer bberbuat secara efektif dalam membantu rehabilitasi tanaman lada rakyat sehingga daal ddalam a waktu 3 - 4 tahun ke depan, produktivitas perkebunan lada di Provinsi Baa B Bangka Belitung akan meningkat kembali secara signifikan. Langkah lainnya yang tidak kalah penting adalah mencari pasar ekspor taam ttambahan atau alternatif dengan tetap menjaga pasar yang ada dalam kerangka peen ppenetrasi pasar. Sebagaimana kita ketahui bahwa negara - negara tujuan ekspor
91
utama lada putih saat ini terimbas krisis finansial global, yang dikhawatirkan akan uta menurunkan impor mereka. Dengan demikian untuk mempertahankan kinerja me ekspor lada putih diperlukan upaya mencari pasar - pasar alternatif di negara eks negara lain. neg Selain itu, dalam rangka memperkuat posisi pasar ekspor ke depan, maka paas domestik juga perlu digarap secara maksimal termasuk industri hilirnya ppasar mengembangkan berbagai ragam produk lada putih yang sesuai dengan deen ddengan e selera pasar. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena konsumsi lada Indonesia sel se saat saa ini sekitar 70 gram per kapita, berarti kebutuhan lada penduduk Indonesia sa 230 juta jiwa adalah 16 100 ton per tahun. seeb ssebanyak Sejauh ini pelaksanaan dari kegiatan revitalisasi lada putih di Provinsi Baa B Bangka Belitung telah melaksanakan beberapa kegiatan adalah pembentukan lem le lembaga yang konsen menangani lada putih di Bangka Belitung yaitu Badan Pen Pe Pengelolaan, Pengembangan dan Pemasaran Lada Putih, pembuatan kebun induk bagi kelompok tani di setiap kabupaten, dan peningkatan kapasitas petani melalui bag SL SLPHT serta pengembangan kebun induk sebagai upaya untuk menyediakan sum sumber benih yang bersertifikat. Salah satu persoalan penting yang menjadi kunci strategis dalam peen ppengembangan lada putih kedepan adalah dalam pengadaan dan distribusi benih. Tiid T Tidak tersedianya bibit lada dalam jumlah, kualitas dan dalam waktu yang mee m memadai akan berdampak pada rendahnya produktivitas, menurunya produksi dan tiid mampu memenuhi jumlah dan kualitas lada yang diminta pasar. Untuk ttidak leeb jelasnya kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan lada llebih pu pputih ut secara singkat dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.
92
Tabel 6. Identifikasi Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan lada Putih Ta Kebijakan Ke
Instrumen
Subsidi Positif Keb Kebijakan Input IIn nppuu Subsidi Negatif
Impor
Bentuk Pupuk (Urea, TSP/SP36, Pupuk Organik), bahan bakar minyak
Pajak
Pajak (tarif) impor dan kuota impor
Kebijakan Ke K e eb Perdagangan P Pe erd r ((output) (o out
Ekspor
Pajak ekspor dan kuota ekspor
Kondisi sekarang Masih berlanjut sesuai dengan peraturan Menteri Pertanian No.32/Permentan/ SR.130/4/2010. Terdapat pajak (PPN) pada input domestik lada putih
Kebijakan K Ke PemerintahD P Pe em aerah
Pemasaran
Penguatan kelembagaan
Subsidi pupuk membuat biaya produksi menjdi rendah, sehingga pendapatan meningkat
Pajak pada input produksi lada, membuat biaya produksi meningkat, sehingga pendapatan berkurang.
Tarif dan kuota impor nol persen. (tidak adanya intervensi pemerintah dalam hal impor lada)langsung dan tidak langsung berdampak pada konsumen dan produsen (industri) Tarif dan kuota ekspor nol persen. (tidak adanya intervensi pemerintah dalam hal ekspor lada) langsung dan tidak langsung berdampak pada produsen (petani) dan konsumen
Untuk itu, harga output lada putih lebih ditentukan oleh mekanisme pasardunia (supply demand) yang mempengarui fluktuasi harga lada di pasar domestik dan internasional
Sedang berjalan
x Teknologi budidaya x Pembuatan kebun induk ladaputih x Intensifikasi x Ekstensifikasi x Rehabilitasi x Pengembangan jaringan pemasaran dalam negeri dan ekspor x Diversifikasi produk x Efisiensi rantai pemasaran x Good Manufacturing Practices (GMP) x Pembinaan SLPHT x Pemberdayaan PPL x Pembinaan kelembagaan pemasaran x Kelompok Tani
Peningkatan produksi & produkstivitas, efisiensi Revitalisai Perkebunan Lada & Kebijakan Gerbang Latih
Implikasi