Laporan Tugas Akhir (SI-40Z1) Evaluasi Performansi Angkutan Barang Peti Kemas Rute Bandung-Jakarta
BAB VI 6 6.1
ANALISIS KEBIJAKAN
Umum
Pada bab analisis dapat diketahui bahwa sebetulnya dari segi harga angkutan barang yang melalui TPKB Gedebage membutuhkan biaya lebih kecil daripada melalui jalan raya. Dengan demikian hipotesis kami yang menyatakan bahwa kurang bersaingnya TPKB Gedebage dengan angkutan jalan raya karena factor biaya transportasi yang melalui TPKB lebih besar dibanding melalui jalan raya. Melalui wawancara yang dilakukan terhadap pengguna angkutan (shipper), operator dan pemerintah selaku administrator diharapkan akan diketahui factor-faktor apa yang menyebabkan kurang diminatinya angkutan peti kemas menggunakan kerata api. Oleh karena itu pada bab analisis kebijakan ini akan diuraikan factor-faktor lain yang menyebabkan kurang bersaingnya TPKB Gedebage dengan angkutan jalan raya. Faktorfaktor yang menyebabkan moda jalan raya lebih unggul dari pada moda kereta api. Dan saran kebijakan yang dapat diberikan, baik itu untuk jangka panjang maupun jangka pendek untuk memperbaiki sistem jaringan yang ada pada moda kereta. Sehingga TPKB dapat bersaing dengan moda jalan raya. Untuk pohon akar permasalahan dapat dilihat pada LAMPIRAN H. 6.2 Shipper 6.2.1 Pertimbangan Shipper Dari wawancara yang dilakukan terhadap pengguna angkutan dapat diketahui beberapa pertimbangan dalam memilih angkutan peti kemas. Pertimbangan tersebut antara lain : x Waktu Hasil wawancara yang dilakukan terhadap shipper menunjukkan bahwa waktu menjadi pertimbangan utama dalam memilih moda transportasi. Waktu yang dimaksud ialah lama perjalanan peti kemas dari pabrik sampai ke container yard di Tanjung Priok. Dari wawancara tersebut diketahui waktu perjalanan menggunakan truk membutuhkan waktu 3 jam dari pabrik sampai CY di Tanjung Priok, sedangkan kereta api membutuhkan waktu 6-8 jam.dari TPKB Gedebage ke TPK Pasoso ditambah waktu tunggu di TPKB Gedebage dan pengangkutan peti kemas dari Pasoso ke Tanjung Priok yang menghabiskan waktu 1 jam sampai lebih dari satu hari.
Analisi Kebijakan
68
Laporan Tugas Akhir (SI-40Z1) Evaluasi Performansi Angkutan Barang Peti Kemas Rute Bandung-Jakarta
Waktu keberangkatan truk bisa kapan saja. Jadi para shipper bisa menentukan sendiri waktu pengiriman barang mereka. Sedangkan kereta api mempunyai jadwal keberangkatan tertentu dengan frekuensi 2 kali sehari ditambah fakultatif 1 kali. Dengan demikian shipper harus menyesuaikan dengan waktu keberangkatan kereta. Hal diatas menunjukan kelemahan moda kereta api dibandingkan moda jalan raya. Oleh karena itu shipper lebih memilih menggunakan moda jalan raya dibanding moda kereta api x Tarif Tarif yang harus dibayar shipper menjadi pertimbangan kedua dalam memilih moda angkutan. Tentunya yang menjadi pilihan utama ialah moda yang memberikan tariff paling murah. Dari bab analisis data diketahui perbandingan tariff moda kereta api dan jalan raya. Tabel 6.1 Biaya moda angkutan barang peti kemas Biaya Rata- Biaya RataUkuran Biaya Rata-rata rata (Rp/Teus) rata (Rp/Ton) Jenis Moda No Peti (Rp) Kemas 1 20 feet 1.715.250 1.715.250 171.525 Kereta Api 2 40 feet 2.325.800 1.162.900 116.290 1 20 feet 1.191.980 1.191.980 119.198 Jalan Raya 2 40 feet 1.550.280 775.140 77.514 Dari tabel diatas diketahui bahwa moda kereta api memberikan tarif yang lebih kecil dari moda jalan raya. Namun tarif yang lebih murah tidak dapat menarik shipper untuk menggunakan moda kereta api. Adapun alasannya adalah : x Waktu lebih utama dibanding harga. Para shipper rela membayar lebih mahal asalkan barang mereka dapat tiba di tanjung priok tepat waktu. x Pada moda kereta api pembayaran harus dilakukan tunai. Bila pembayaran belum lunas maka barang tidak akan diangkut ke kereta. Sedangkan bila menggunakan truk, pada umumnya peusahaan trucking memberikan kemudahan dalam pembayaran yaitu mengijinkan shipper untuk mencicil pembayaran. Hal tersebut tentunya memberi keringanan pada shipper. x
Keamanan Komoditi ekpor utama dari Bandung ialah produk garmen dan tekstil. Nilai ekpornya pun mencapai ratusan juta rupiah. Oleh karena itu pengiriman barang memerlukan jaminan keamanan keselamatan barang sampai tujuan dalam hal ini sampai Tanjung Priok. PT KAI selaku operator dalam angkutan barang moda kereta api telah memberikan asuransi pada barang yang diangkut. Sedangkan perusahaan trucking tidak memberikan asuransi tetapi mereka menyediakan pengawal dari kepolisian untuk mengawal barang sampai Tanjung Priok. Dari dua hal tersebut, tentunya moda kereta api memberikan jaminan keamanan lebih bagi barang
Analisi Kebijakan
69
Laporan Tugas Akhir (SI-40Z1) Evaluasi Performansi Angkutan Barang Peti Kemas Rute Bandung-Jakarta
shipper. Tapi kebanyakan shipper lebih mengutamakan dua pertimbangan sebelumnya dan merasa cukup aman dengan pengawal saja. 6.2.2
Perilaku Shipper
Dari wawancara yang dilakukan terhadap Administrator di TPKB Gedebage dan operator PT. JICT diketahui beberapa perilaku shipper Kota Bandung yang membuat moda kereta api kurang peminat. Perilaku tersebut antara lain : x Deadline oriented Pada umumnya eksportir Bandung selalu menyelesaikan order pada saat terakhir batas waktu pengiriman. Sehingga walaupun PT JICT memberikan tarif yang sama untuk 1-5 hari penyimpanan barang di CY, tapi jarang ada pengusaha Bandung yang memanfaatkan kemudahan tersebut. x Ada beberapa oknum shipper yang melanggar closing time Di Pelabuhan Tanjung Priok diberlakukan paraturan closing time yaitu sembilan jam sebelum kapal sandar di dermaga kontainer sudah harus masuk CY Tanjung Priok. Bila lewat closing time kontainer tidak akan dimuat ke dalam kapal. Pada prakteknya masih ada shipper yang rela membayar berapa pun agar kontainer nya dimuat karena telah lewat closing time. Dan kebanyakan dari mereka menggunakan moda jalan raya. 6.3 Operator 6.3.1 Persaingan Tarif yang Tidak Sehat Pada perhitungan perbandingan biaya di bab 5, tariff yang digunakan merupakan tariff yang ditetapkan ORGANDA. Namun pada prakteknya banyak perusahaan trucking tidak mematuhi tarif tersebut melainkan menurunkan tarif dengan perbedaan sampai Rp 400.000 dari tarif resmi. Tentunya hal tersebut akan menimbulkan persaingan tarif yang tidak sehat dan akan menurunkan daya saing moda kereta api dari segi harga. Oleh karena itu pada prakteknya tarif angkutan barang yang menggunakan moda kereta api lebih besar daripada moda jalan raya. 6.3.2
Kurangnya Pengawasan Dalam Penegakkan Peraturan
Pada awalnya di TPKB Gedebage diberlakukan aturan on train on board, artinya begitu barang dinaikkan ke kereta maka seolah-olah barang sudah ada di atas kapal oleh karena itu semua peti kemas yang memakai moda kereta api tidak dikenakan aturan closing time 9 jam. Namun pada perkembangannya keuntungan yang diberikan disalah gunakan oleh oknum PT MTI di Pasoso dengan memberikan surat jalan dari PT KAI pada angkutan barang yang menggunakan moda jalan raya tentunya dengan tujuan agar tidak dikenai
Analisi Kebijakan
70
Laporan Tugas Akhir (SI-40Z1) Evaluasi Performansi Angkutan Barang Peti Kemas Rute Bandung-Jakarta
aturan closing time. Oleh sebab itu PT. JICT mencabut keuntungan tersebut. Dengan demikian nilai lebih moda kereta api terhadap moda jalan raya jadi hilang. 6.3.3
Kurangnya Koordinasi Antar Operator
Pada awalnya PT. JICT bersama PT. MTI berada dibawah koordinasi PT. Pelindo II. Tetapi semenjak tahun 1999 PT. JICT berubah menjadi perusahaan swasta dibawah kepemilikan Grosbeak Pte. Ltd Hongkong. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya koordinasi antara pihak PT. MTI selaku penangungjawab kegiatan di Pasoso dengan PT. JICT yang mengurus bongkar muat peti kemas di Dermaga Tanjung Priok. Beberapa indikasi kurangnya koordinasi antar operator antara lain : x Tidak adanya kemajuan proyek perpanjangan rel dari Pasoso sampai dermaga. x Tidak ada persetujuan dari pihak PT. JICT untuk memberlakukan kembali sistem on train on board. x Kurangnya kontribusi dari pihak PT. JICT untuk mengembangkan angkutan barang peti kemas rute Bandung-Jakarta karena output peti kemas dari koridor ini sangat kecil yaitu sebesar 0,01% dari seluruh volume peti kemas yang masuk ke Dermaga. Sehingga PT. JICT merasa pengembangan koridor tersebut kurang menguntungkan bagi mereka.
6.4 6.4.1
Pemerintah Lemahnya Penegakkan Hukum
Beberapa indikasi yang menunjukkan lemahnya penegakkan hukum antara lain : x Adanya berat kontainer yang tidak sesuai dengan dokumen, padahal hal tersebut dapat mengakibatkan kelebihan muatan pada saat diangkut oleh kereta atau kapal. x Masih banyak praktek pungli di lapangan yang berakibat mahalnya biaya angkutan barang 6.4.2
Kurangnya Dukungan Pemerintah
Beberapa indikasi yang menunjukkan kurangnya dukungan pemerintah pada pengembangan angkutan barang moda kereta api : x Tidak selesai-selesainya proyek pembuatan rel dari pasoso ke tepi dermaga. Padahal apabila proyek itu selesai akan mengurangi biaya dan mempersingkat waktu
Analisi Kebijakan
71
Laporan Tugas Akhir (SI-40Z1) Evaluasi Performansi Angkutan Barang Peti Kemas Rute Bandung-Jakarta
6.5
Kebijakan Optimasi
Untuk meningkatkan performansi moda kereta dalam kegiatan pengangkutan peti kemas mka dibutuhkan beberapa kebijakan untuk mengoptimalkan jaringan multi moda tersebut agar dapat bersaing dan menjadi pilihan utama para shipper dalam hal pengangkutan barang mereka. Berdasarkan faktor-faktor yang sudah dijelaskan di subbab-subbab sebelumnya akan didapat kekurangan dan kelebihan tiap moda angkutan. Dan agar moda kereta dapat bersaing adalah dengan cara mengimplementasikan keunggulan dari moda jalan raya pada moda kereta, terutama dari segi waktu. Tetapi untuk merealisasikan kebijakan tersebut akan menemukan kendala. Berikut akan ditampilkan kebijakan optimasi beserta kendala yang akan dihadapi dalam merealisasikan kebijakan tersebut pada Tabel 6.2 dibawah.
No. 1.
2.
Tabel 6.2 Kebijakan Optimasi Jaringan Moda Kereta Masalah yang dihadapi Kebijakan optimasi Usulan kebijakan Adanya biaya tambahan untuk proses haulage dari pabrik ke TPKB Waktu perjalanan kereta api yang membutuhkan waktu lama
Mengimplementasik an sistem door to door pada moda kereta. Optimasi waktu tempuh kereta api.
Menambah fasilitas x penunjang terutama dalam kegiatan haulage dari pabrik ke TPKB
Biaya
x
Jaringan terbatas Adanya tumpah tindih dalam penggunaan rel kereta antara kereta penumpang dengan kereta barang Biaya Terbatasnya lokomotif dan gerbong Prioritas kereta barang kalah oleh kereta penumpang
x
3.
Masalah fleksibilitas
Menyesuaikan waktu x pemberangkatan kereta dengan kebutuhan shipper x x
Analisi Kebijakan
Kendala Yang Dihadapi
Mengatur jadwal penggunaan rel antara kereta penumpang dengan kereta barang peti kemas Membuat jaringan baru (double track)
x x
x x
Mengatur kembali jadwal keberangkatan kereta x Menambah jadwal keberangkatan Memberlakukan kembali on train-on board dan menambah jadwal keberangkatan pada
72
Laporan Tugas Akhir (SI-40Z1) Evaluasi Performansi Angkutan Barang Peti Kemas Rute Bandung-Jakarta
4.
Adanya proses double handling yang membutuhkan biaya dan waktu tambahan
Mengurangi proses handling peti kemas.
x
x
Adanya kewajiban membayar tunai yang memberatkan shipper
Mengubah system pembayaran
x
x x
Biaya Kurangnya koordinasi antar operator
x
Banyak pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan Kurangnya koordinasi
x
Dengan diberlakukannya salah satu optimasi diatas, yaitu merealisasikan rel kereta sampai sisi dermaga maka akan menurunkan nilai Biaya gabungan dari moda menggunakan dryport. Untuk lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 6.1 dan Gambar 6.2.
Fungsi Biaya Transportasi Ukuran 40 Kaki (OPTIMASI) Total Cost (Rp/kontainer)
5.
pukul 15.00 agar dapat menyesuaikan dengan keberangkatan kapal Merealisasikan jaringan rel kereta api sampai sisi Dermaga Tanjung Priok Mengubah sistem lift on-lift off menjadi roll on-roll off Mengijinkan shipper untuk membayar pengangkutan secara mencicil
3000000 2500000 Alternatif A1
2000000
Alternatif A2 Alternatif B1 Alternatif B2
1500000 1000000 500000 0 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
Stationing (Km)
Gambar 6.1 Fungsi Biaya Gabungan 40 kaki setelah di optimasi
Analisi Kebijakan
73
Laporan Tugas Akhir (SI-40Z1) Evaluasi Performansi Angkutan Barang Peti Kemas Rute Bandung-Jakarta
Total Cost (Rp/kontainer)
Fungsi Biaya Transportasi Ukuran 20 Kaki (OPTIMASI) 2500000 2000000 Alternatif A1 Alternatif A2 Alternatif B1 Alternatif B2
1500000 1000000 500000 0 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
Stationing (Km)
Gambar 6.2 Fungsi Biaya Gabungan 20 kaki setelah dioptimasi.
Analisi Kebijakan
74