BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN
VI.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri sari buah didasarkan pada arah kebijakan pembangunan nasional yang kemudian dijabarkan dalam visi dan misi pembangunan industri minuman, dibawah wewenang Direktorat Industri Minuman dan Tembakau, Departemen Perindustrian. Setelah itu ditetapkan sasaran kebijakan industri sari buah. Sasaran yang sudah ditetapkan ini harus dicapai dengan strategi tertentu, dimana strategi tersebut harus realistis, terukur dan dapat dilaksanakan.
Untuk menilai berhasil tidaknya strategi yang diterapkan, perlu ditetapkan ukuran dan indikator kinerja. Selanjutnya ditetapkan perangkat kebijakan yang akan digunakan, berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap perilaku model dasar pada bab v. Selanjutnya dilakukan pembangunan beberapa skenario kebijakan. Beberapa skenario yang ada disimulasikan dan dilihat hasilnya untuk dianalisa, kemudian dipilih mana yang paling menguntungkan pagi perkembangan industri sari buah di dalam negeri. Setelah skenario tertentu dipilih, selanjutnya dilakukan analisis implikasi skenario tersebut dalam sistem nyata. Skema proses perancangan kebijakan dapat dilihat pada Gambar VI.1.
VI.2 Arah Kebijakan Perancangan kebijakan industri sari buah diturunkan dari visi dan misi pembangunan industri sari buah nasional yang tercantum dalam Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Minuman dan Tembakau, Departemen Perindustrian.
148
Gambar VI.1 Proses Perancangan Kebijakan
149
VI.3 Penyusunan Skenario Kebijakan Penyusunan skenario kebijakan disesuaikan dengan kebijakan dan program pengembangan yang dilakukan Direktorat Industri Minuman dan Tembakau, Departemen Perindustrian.
VI.3.1 Kebijakan pengembangan Industri Minuman dan Tembakau Jangka Menengah Tahun 2005 – 2009 •
Kebijakan Pokok 1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif terhadap industri inti, pendukung dan terkait baik melalui tarif, safeguard, standard wajib, dan lain-lain. 2. Pengembangan keterkaitan industri dalam penyediaan bahan baku 3. Pengembangan kemampuan SDM dalam mendukung pengembangan klaster.
•
Kebijakan Penunjang 1. Antisipasi dan penanganan permasalahan aktual sektor Industri Minuman dan Tembakau 2. Mengkoordinasikan pelaksanaan administrasi dan urusan pemerintahan tertentu di bidang industri minuman dan tembakau
VI.3.2 Program Pengembangan Tahun 2005 - 2009 Sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan maka program yang dilaksanakan meliputi : 1. Pengembangan iklim usaha industri minuman dan tembakau melalui penerapan tarif, standar wajib maupun hambatan non tarif lainnya. 2. Pemantapan struktur industri minuman dan tembakau melalui pembentukan forum-forum komunikasi klaster industri, promosi investasi industri pendukung dan terkait. 3. Peningkatan kerjasama industri minuman dan tembakau melalui keikutsertaan pada sidang-sidang regional maupun multilateral
150
4. Peningkatan keterampilan SDM industri minuman dan tembakau melalui pendidikan dan latihan maupun bimbingan teknis. 5. Pengembangan dan penerapan standar serta monitoring penerapannya di bidang industri minuman dan tembakau. 6. Penanganan permasalahan aktual yang timbul diluar perencanaan dan memerlukan kaji tindak yang segera. 7. Koordinasi internal dan eksternal dalam kaitan pengembangan kelembagaan klaster industri minuman dan tembakau 8. Pengawasan dan pengendalian terhadap produk-produk yang dapat memberikan dampak negatif bagi pengembangan industri minuman dan tembakau.
Setelah mendapatkan pemahaman pada tahap pengembangan model serta analisis model dasar, tahap selanjutnya adalah mengidentifikasikan alat – alat kebijakan yang dapat mendukung tumbuhnya industri sari buah di Indonesia. Penyusunan skenario kebijakan disesuaikan dengan kebijakan dan program pengembangan yang dilakukan Direktorat Industri Minuman dan Tembakau, Departemen Perindustrian. Penerapan kebijakan dibedakan berdasarkan teori kebijakan pada sistem ekonomi nasional, dimana suatu kebijakan dibedakan menjadi dua bagian yaitu kebijakan di sisi permintaan dan kebijakan di sisi penawaran. Kebijakan dari sisi permintaan dapat dipandang sebagai kebijakan yang mempengaruhi pengeluaran agregat, meliputi kebijakan fiskal dan moneter. Sedangkan, kebijakan dari sisi penawaran bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan produksi sehingga industri dapat menawarkan produknya dengan harga yang lebih murah. Kedua sisi kebijakan tersebut merupakan masukan bagi pengembangan skenario kebijakan yang akan diterapkan pada model yang telah dikembangkan.
Berdasarkan struktur serta variabel – variabel yang tercakup dalam model, dapat diidentifikasikan parameter – parameter model yang dapat diubah serta diterapkan pada sistem aktual. Parameter – parameter tersebut merupakan representasi kebijakan yang dapat digunakan dan diterapkan pada sistem aktual. Simulasi digunakan untuk
151
melakukan eksperimen dalam melihat perilaku ketika suatu atau beberapa kombinasi skenario diterapkan. Parameter – parameter kebijakan dapat diidentifikasikan dengan mengamati secara intensif hubungan umpan balik antar variabel – variabel yang ada di dalam sistem tinjauan serta melakukan hipotesis pengembangan kebijakan yang mungkin dapat dilakukan. Dengan melakukan langkah – langkah tersebut, didapatkan skenario – skenario kebijakan yang ditampilkan pada Gambar VI.2.
Sedangkan
berbagai skenario tersebut direpresentasikan pada variabel–variabel model, yang diperlihatkan pada tabel VI.1.
Gambar VI.2 Struktur Skenario Kebijakan yang Diterapkan
Tabel VI.1 Variabel Skenario Kebijakan No.
Skenario Kebijakan
1
Penggunaan bahan baku lokal
2
Tarif bea masuk produk impor
3
Penetrasi pasar ekspor
4
Promosi investasi
Hipotesis – hipotesis kebijakan yang akan diterapkan tersebut direpresentasikan dalam angka parameter model. Angka – angka parameter model yang dijadikan kebijakan ini diujicoba untuk memenuhi target nilai kriteria performansi sistem yang ingin dicapai mulai tahun 2009, antara lain: •
Peningkatan tingkat produksi
•
Penguasaan pangsa pasar produk sari buah di pasar domestik
•
Peningkatan ekspor produk sari buah
152
•
Peningkatan jumlah tenaga kerja industri sari buah
•
Peningkatan investasi industri sari buah
Target output berbagai kriteria performansi ini ditetapkan berdasarkan target rencana strategis Direktorat Industri Minuman dan Tembakau, Departemen Perindustrian untuk komoditi sari buah.
VI.3.3 Penentuan Angka Skenario Kebijakan Angka – angka parameter diujicoba pada model dengan tujuan untuk mencapai target output yang diharapkan. Angka paremeter tersebut diusahakan untuk tetap valid, artinya feasible untuk dilakukan pada sistem aktual serta tidak ada distorsi antara parameter model dengan kondisi sistem aktual. Setting angka dari setiap variabel yang digunakan dalam skenario – skenario kebijakan ditampilkan pada tabel VI.2. Unsur validitas skenario kebijakan ini dapat dijaga karena berlandaskan pada informasi tentang kondisi sistem tinjauan yang diperoleh dari literatur serta orang yang terkait (expert) dengan sistem yang ditinjau.
Tabel VI.2 Angka Variabel Skenario Kebijakan No
•
Variabel Model
Angka Awal
Angka Skenario 2009
2010
2011-2020
1
Penggunaan Bahan Baku Impor
25%
12%
5%
5%
2
Tarif bea masuk produk impor
10%
20%
30%
30%
3
Penetrasi pasar ekspor
7,44%
8.5%
10%
10%
4
Promosi investasi
0,9%
2%
3%
3%
Penggunaan Bahan Baku Impor
Pemilihan variabel penurunan penggunaan bahan baku impor sebagai skenario kebijakan mengacu pada Kebijakan Pengembangan Industri Minuman dan Tembakau
153
Jangka Menengah tahun 2005 – 2009 (Depperin, 2005), salah satunya berisi tentang pengembangan keterkaitan industri dalam penyediaan bahan baku.
Ketersediaan
bahan baku yang kontinyu sangat membantu industri dalam menaikkan tingkat produksi.
Program kemitraan yang dibuat Departemen Perindustrian antara para
petani, pengumpul, industri bahan baku, dan industri hilir diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk produksi, sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan baku impor.
Pada sektor industri sari buah, program yang sedang dijalankan Departemen Perindustrian adalah peningkatan ketersediaan puree buah (fruit pulp) yang dibuat oleh industri hulu, untuk digunakan oleh industri sari buah sebagai industri hilir produk olahan buah.
Penggunaan bahan baku impor pada industri sari buah di
Indonesia sekarang ini sekitar 25 persen. Penetapan angka skenario kebijakan yang akan diterapkan pada penelitian ini, berdasarkan angka rata – rata pertumbuhan produktivitas komoditi jeruk di Indonesia untuk tahun 2000 – 2004 yaitu sebesar 13 persen, sehingga penggunaan bahan baku impor industri sari buah dicoba diturunkan sebesar 13 persen.
Buah jeruk cukup besar penggunaannya sebagai bahan baku
industri sari buah di Indonesia. Meningkatnya produktivitas komoditi jeruk lokal, membuat ketersediaan bahan baku jeruk untuk industri sari buah juga meningkat.
•
Tarif Bea Masuk
Pemilihan variabel tarif bea masuk produk impor sebagai skenario kebijakan mengacu kesepakatan negara – negara anggota WTO yang membuat lima prinsip dasar untuk masuk menjadi anggota WTO, yaitu : 1. Most Favoured Nations Yaitu prinsip perlakuan yang sama untuk semua anggota. Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang berisi bahwa setiap angota WTO harus menerima perlakukan yang sama tanpa syarat ( azas non diskriminasi).
154
2. Tariff Binding Yaitu prinsip pengikatan tarif. Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT 1994 yaitu setiap negara anggota GATT/WTO harus memiliki daftar produk yang tarifnya terikat (legally bound), sehingga tidak ada negara yang sewenang – wenang merubah atau menaikkan tarif bea masuk. 3. National Treatment Yaitu prinsip perlakuan nasional. Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yaitu untuk satu produk yang sama, suatu negara tidak diperkenankan melakukan diskriminasi antar produk impor dengan produk dalam negeri dengan tujuan untuk melakukan proteksi. 4. Tariff Protection Yaitu perlindungan hanya dapat dilakukan dengan penerapan tarif. Prinsip ini diatur dalam pasal XI yaitu perlindungan atas industri hanya diperkenankan melalui tarif. 5. Special and Differential Treatment for Developing Countries Yaitu prinsip perlakuan khusus bagi negara berkembang. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan partisipasi negara – negara berkembang dengan cara memberikan kemudahan dalam melaksanakan persetujuan WTO.
Berdasarkan peratuan mengenai tariff protection di WTO, maka pengenaan tarif digunakan sebagai alat kebijakan untuk melindungi industri sari buah di Indonesia. Tarif bea masuk yang dikenakan untuk produk sari buah impor di Indonesia adalah sebesar 10 persen.
Sedangkan penetapan angka skenario kebijakan yang akan
diterapkan pada penelitian ini, berlandaskan pada informasi tentang kondisi sistem tinjauan yang didapat dari orang yang terkait (expert) dengan sistem yang ditinjau.
•
Penetrasi Pasar dan Promosi Investasi
Penetrasi pasar sangat erat kaitannya dengan promosi investasi, karena Departemen Perindustrian merangkum keduanya dalam satu program kegiatan yaitu pameran industri dan misi dagang baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan ini dilakukan
155
dengan tujuan untuk meningkatkan pangsa ekspor produk industri, serta untuk menarik minat para investor dalam negeri maupun asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, ternasuk di sektor industri sari buah. Penetrasi pasar ekspor pada industri sari buah diharapkan akan meningkatkan tingkat pertumbuhan ekspor produk sari buah tersebut.
Demikian pula dengan promosi investasi, dilakukan
dengan tujuan untuk menaikkan jumlah investasi industri sari buah di Indonesia yang masih sangat rendah.
Tingkat pertumbuhan ekspor sari buah Indonesia sakarang
sekitar 7,44 persen, sedangkat tingkat pertumbuhan investasi industri sari buah sebesar 0,9 persen. Penetapan angka skenario kebijakan yang akan diterapkan pada penelitian ini, berdasarkan pada informasi tentang kondisi sistem tinjauan yang didapat dari orang yang terkait (expert) dengan sistem yang ditinjau.
Setelah melakukan setting pada variabel model dengan angka – angka yang telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah melakukan simulasi skenario – skenario tersebut untuk melihar perilaku model apabila kebijakan tersebut diterapkan. Hanya skenario
yang
memberikan
pengaruh
signifikan
pada
sistem
yang
akan
direkomendasikan untuk dijadikan kebijakan pada sistem aktual. Selain itu, akan dilakukan pula simulasi dengan gabungan beberapa skenario. Apabila perilaku sistem menunjukkan hasil yang lebih baik, maka disimpulkan bahwa kombinasi beberapa kebijakan tersebut saling mendukung dalam memperbaiki performansi sistem yang dimodelkan.
Idealnya semua skenario yang memberikan pengaruh positif dan saling mendukung tersebut diterapkan intuk memperbaiki performansi sistem. Akan tetapi dalam sistem nyata, hal yang ideal tersebut tidak dapat dilakukan sekaligus dengan sempurna, karena terbentur akan sumber daya yang dimiliki pembuat dan pelaksana kebijakan. Oleh karena itu, diperlukan penentuan atas prioritas – prioritas kebijakan yang perlu dilakukan. Skenario kebijakan yang memberikan perilaku yang lebih baik dibanding skenario kebijakan lainnya yang akan mendapat prioritas yang lebih besar.
156
VI.3.4 Skenario Kebijakan Bahan Baku Dalam bagian ini, pada model akan diterapkan skenario kebijakan bahan baku yaitu penggunaan bahan baku domestik, dengan cara menurunkan nilai parameter pengunaan bahan baku impor menjadi 12% pada tahun 2009, dan 5% pada tahun 2010 sampai tahun 2020. Pada skenario kebijakan bahan baku, peningkatan penggunaan bahan baku domestik memberikan perbaikan terhadap perilaku sistem. Kebijakan penggunaan bahan baku domestik terkait erat dengan penyediaan bahan baku dari sektor industri pendukung yaitu industri puree dan konsentrat buah, serta kerjasama antar sektor industri. Dengan menggunakan bahan baku domestik, maka biaya distribusi bahan baku manjadi lebih murah. Selain itu, tingkat produksi sektor industri pemasok dapat terdongkrak
akibat
peningkatan
permintaan
domestik
dari
sektor
industri
pengordernya.
Gambar VI.3 Hasil Simulasi Penerapan Skenario Kebijakan Bahan Baku Terhadap Tingkat Produksi 1 – Model Acuan 2 – Skenario Kebijakan Penurunan Penggunaan Bahan Baku impor
157
VI.3.5 Skenario Kebijakan Pasar Domestik Pada bagian ini, pada model akan diterapkan skenario kebijakan pasar domestik yaitu berupa peningkatan bea masuk terhadap produk sari buah impor secara bertahap dengan cara mengubah nilai parameter tarif bea masuk produk impor menjadi 20% pada tahun 2009, dan 30% pada tahun 2010 sampai tahun 2020. Skenario peningkatan bea masuk pada produk impor ilegal ternyata memberikan perbaikan yang signifikan pada kriteria performansi permintaan domestik sari buah. Pada periode awal penerapan kebijakan, pangsa pasar produk domestik lokal beranjak naik secara bertahap. Namun kebijakan dari sisi permintaan harus tetap diimbangi dengan kebijakan dari sisi penawaran. Apabila tidak adanya perbaikan dari sisi penawaran menyebabkan daya saing produk lokal pada jangka panjang akan kembali menurun dibanding produk impor.
Gambar VI.4 Hasil Simulasi Penerapan Skenario Kebijakan Pasar Domestik Terhadap Permintaan Sari Buah Domestik 1 – Model acuan (permintaan sari buah domestik) 2 – Penerapan skenario kebijakan peningkatan tarif bea masuk pada produk impor
158
Pada kriteria tingkat produksi, skenario kebijakan peningkatan bea masuk pada produk impor ilegal juga memberikan perbaikan. Perbaikan kebijakan pada sektor pasar domestik sari buah dapat memacu tingkat produksi pada sektor ini yang selanjutnya dapat meningkatkan permintaan dan tingkat produksi pada sektor di bagian hulu industri sari buah.
Gambar VI.5 Hasil Simulasi Penerapan Skenario Kebijakan Pasar Domestik Terhadap Tingkat Produksi Sari Buah 1 – Model acuan (tingkat produksi sari buah) 2 – Penerapan skenario kebijakan peningkatan tarif bea masuk pada produk impor
VI.3.6 Skenario Kebijakan Ekspor Pada bagian ini, pada model diterapkan skenario kebijakan ekspor yang berupa perubahan setting parameter model yaitu penetrasi pasar potensial ekspor yang baru yang direpresentasikan dengan menaikkan nilai parameter pertumbuhan permintaan potensial ekspor menjadi 8.5% pada tahun 2009 dan 10% pada tahun 2010 sampai tahun 2020.
159
Gambar VI.6 Hasil Simulasi Penerapan Skenario Kebijakan Ekspor Terhadap Permintaan Ekspor 1 – Model acuan (permintaan ekspor sari buah) 2 – Penerapan skenario kebijakan peningkatan penetrasi pasar ekspor
Gambar VI.7 Hasil Simulasi Penerapan Skenario Kebijakan Ekspor Terhadap Tingkat Produksi 1 – Model acuan (tingkat produksi sari buah) 2 –Penerapan skenario kebijakan peningkatan penetrasi pasar ekspor
160
Pada kriteria permintaan ekspor dan tingkat produksi, skenario kebijakan penetrasi pasar potensial untuk ekspor memberikan perbaikan terhadap perilaku sistem. Meskipun demikian, kenyataannya di lapangan ijin kegiatan ekspor yang kompleks, salah satunya adalah penerapan health certificate untuk setiap kali melakukan ekspor produk, dapat menghambat peningkatan ekspor produk sari buah Indonesia. Selain itu, lamanya waktu yang dibutuhkan dalam pengurusan prosedur ekspor yaitu selama 25 hari, dapat menghambat tingkat pertumbuhan ekspor produk sari buah Indonesia.
VI.3.7 Skenario Kebijakan Investasi Pada bagian ini, pada model diterapkan skenario kebijakan investasi yang berupa peningkatan promosi investasi yang direpresentasikan dengan menaikkan nilai parameter pertumbuhan investasi menjadi 2% pada tahun 2009 dan 3% pada tahun 2010 sampai tahun 2020.
Gambar VI.8 Hasil Simulasi Penerapan Skenario Kebijakan Investasi Terhadap Jumlah Investasi Industri Sari Buah 1 – Model Acuan (jumlah investasi industri sari buah) 2 – Penerapan skenario kebijakan promosi investasi
161
Pada Gambar VI.8 terlihat bahwa skenario kebijakan promosi investasi memberikan perbaikan yang cukup besar terhadap perilaku sistem. Promosi investasi dilakukan pemerintah dengan mengadakan pameran industri baik di dalam maupun di luar negeri dalam rangka
menarik minat para investor untuk menanamkan modal,
terutama di sektor industri pengolahan buah.
Sejak terjadinya krisis ekonomi yang
dimulai pada tahun 1997, iklim investasi di Indonesia masih belum pulih. Pada tahun 1996 investasi di Indonesia dapat memberikan sumbangan terhadap PDB sebesar 29,6%, sedangkan pada tahun 2004 turun menjadi 21,%. Skenario kebijakan investasi harus didukung dengan peningkatan permintaan dan produksi, agar tingkat utilisasi kapasitas industri pengolahan buah di Indonesia tidak menurun .
6.4 Analisa Hasil Penerapan Kebijakan VI.4.1 Kriteria Pertumbuhan Produksi
Gambar VI.9 Analisis Perangkat Kebijakan Berdasarkan Tingkat Produksi 1 – Model dasar (tingkat produksi sari buah) 2 – Penurunan penggunaan bahan baku impor 3 – Peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor 4 – Peningkatan penetrasi pasar ekspor 5 – Promosi investasi
162
Tingkat produksi timbul sebagai akibat adanya permintaan pasar, oleh karena itu skenario kebijakan yang diukur dari kriteria tingkat produksi memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan tingkat permintaan. Dari hasil simulasi pada Gambar VI.9 menunjukkan bahwa skenario penurunan penggunaan bahan baku impor dan peningkatan penetrasi pasar ekspor memberikan hasil yang paling signifikan dalam meningkatkan produksi sari buah.
Tumbuhnya permintaan terhadap industri akan
berkesinambungan apabila tingkat produksi industri dapat dapat memenuhi permintaan pasar, karena apabila naiknya permintaan tidak diimbangi dengan tingkat produksi, maka konsumen akan beralih ke kompetitor lain yaitu produk sari buah impor. Ketersediaan dan kontinyuitas bahan baku juga merupakan faktor pendukung peningkatan produksi pada industri sari buah, sehingga kemitraan yang dibuat antara petani, pengumpul, dan industri pengolah harus lebih ditingkatkan lagi.
VI.4.2 Kriteria Pertumbuhan Pasar Domestik
Gambar VI.10 Analisis Perangkat Kebijakan Berdasarkan Pertumbuhan permintaan Domestik 1 – Model dasar (permintaan domestik sari buah) 2 – Penurunan penggunaan bahan baku impor 3 – Peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor 4 – Peningkatan penetrasi pasar ekspor 5 – Promosi investasi 163
Dari hasil simulasi pada Gambar VI.10 menunjukkan bahwa skenario peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor memberikan hasil yang paling signifikan dalam meningkatkan permintaan sari buah dalam negeri.
Peningkatan tarif bea
masuk tidak dapat dijadikan kebijakan untuk jangka panjang, karena kedepannya tarif bea masuk produk impor akan diturunkan menjadi 0%. Oleh karena itu, peningkatan daya saing produk merupakan cara yang paling tepat agar permintaan sari buah di dalam negeri dapat terus meningkat.
Gambar VI.11 Analisis Perangkat Kebijakan Berdasarkan Pertumbuhan Output Industri Domestik 1 – Model dasar (jumlah output industri domestik) 2 – Penurunan penggunaan bahan baku impor 3 – Peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor 4 – Peningkatan penetrasi pasar ekspor 5 – Promosi investasi Dari hasil simulasi pada Gambar VI.11 menunjukkan bahwa skenario penurunan penggunaan bahan baku dan peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor memberikan hasil yang paling signifikan dalam meningkatkan output industri yang dialokasikan untuk pasar domestik.
164
VI.4.3 Kriteria Pertumbuhan Ekspor
Gambar VI.12 Analisis Perangkat Kebijakan Berdasarkan Pertumbuhan permintaan Ekspor 1 – Model dasar (permintaan ekspor sari buah) 2 – Penurunan penggunaan bahan baku impor 3 – Peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor 4 – Peningkatan penetrasi pasar ekspor 5 – Promosi investasi
Dari hasil simulasi pada Gambar VI.12 menunjukkan bahwa skenario peningkatan penetrasi pasar ekspor memberikan hasil yang paling signifikan dalam meningkatkan permintaan ekspor sari buah. Tingkat permintaan merupakan ukuran kinerja industri yang sangat penting, mengingat industri akan berkembang apabila permintaan terhadap produk industri tersebut senantiasa tumbuh.
Sedangkan dari hasil simulasi pada Gambar VI.13 menunjukkan bahwa skenario penurunan penggunaan bahan baku impor dan peningkatan penetrasi pasar ekspor memberikan hasil yang paling signifikan dalam meningkatkan output industri yang dialokasikan untuk ekspor sari buah.
165
Gambar VI.13 Analisis Perangkat Kebijakan Berdasarkan Pertumbuhan Output Ekspor 1 – Model dasar (jumlah output industri sari buah untuk ekspor) 2 – Penurunan penggunaan bahan baku impor 3 – Peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor 4 – Peningkatan penetrasi pasar ekspor 5 – Promosi investasi
VI.4.4 Kriteria Pertumbuhan Tenaga Kerja Dari hasil simulasi pada Gambar VI.14 menunjukkan bahwa skenario peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor dan peningkatan penetrasi pasar ekspor memberikan sedikit perbaikan dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri sari buah. Peningkatan penetrasi pasar ekspor akan meningkatkan permintaan ekspor, sehingga industri sari buah harus akan meningkatkan produksi. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya tenaga – tenaga kerja baru untuk merealisasikan peningkatan produksi. Meskipun industri sari buah termasuk katagori industri padat modal, tingkat penyerapan tenaga kerja tenaga kerja masih merupakan indikator yang ingin dicapai mengingat rendahnya penciptaan tenaga kerja di Indonesia
166
Gambar VI.14 Analisis Perangkat Kebijakan Berdasarkan Pertumbuhan Tenaga Kerja 1 – Model dasar (jumlah tenaga kerja industri sari buah) 2 – Penurunan penggunaan bahan baku impor 3 – Peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor 4 – Peningkatan penetrasi pasar ekspor 5 – Promosi investasi
VI.4.5 Kriteria Pertumbuhan Investasi Dari hasil simulasi pada Gambar VI.15 menunjukkan bahwa skenario promosi investasi memberikan hasil yang sangat signifikan dalam meningkatkan jumlah investasi industri sari buah.
Promosi investasi dapat meningkatkan minta para
investor untuk menanamkan modalnya di sektor industri pengolahan buah. Meskipun demikian, kebijakan promosi investasi ini juga harus didukung dengan kebijakan investasi yang lain. Seperti prosedur ijin investasi yang sangat kompleks sebaiknya lebih disederhanakan agar investor tidak mengalami kesulitan untuk menanamkan investasi di Indenesia.
167
Gambar VI.15 Analisis Perangkat Kebijakan Berdasarkan Pertumbuhan Investasi 1 – Model dasar (jumlah investasi industri sari buah) 2 – Penurunan penggunaan bahan baku impor 3 – Peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor 4 – Peningkatan penetrasi pasar ekspor 5 – Promosi investasi
VI.5 Skenario Kebijakan Gabungan Pada bagian ini pada model diterapkan skenario kebijakan hasil gabungan beberapa skenario kebijakan. Output simulasi penerapan skenario gabungan akan dibandingkan dengan output kriteria perormansi yang diharapkan untuk melihat sejauh mana gabungan kebijakan di berbagai bidang tersebut dapat mencapai target yang diharapkan. Hasil simulasi ini juga akan menggambarkan perilaku variabel – variabel yang menjadi kriteria performansi sistem, sehingga dapat terlihat apakah skenario – skenario kebijakan tersebut dapat saling mendukung atau justru sebaliknya.
VI.5.1 Kriteria Pertumbuhan Produksi Tingkat produksi timbul sebagai akibat dari adanya permintaan pasar. Dari hasil simulasi pada Gambar VI.16 menujukkan bahwa skenario kebijakan gabungan memberikan perbaikan terhadap perilaku sistem. 168
Gambar VI.16 Penerapan Skenario Gabungan Terhadap Tingkat Produksi Sari buah 1 – Tingkat produksi sari buah ( model dasar) 2 – Tingkat produksi sari buah dengan penerapan skenario gabungan
VI.5.2 Kriteria Pertumbuhan Permintaan Domestik
Gambar VI.17 Penerapan Skenario Gabungan Terhadap Permintaan Sari Buah Domestik 1 – Permintaan domestik ( model dasar) 2 – Permintaan domestik dengan penerapan skenario gabungan
169
Target pertumbuhan tingkat permintaan domestik yang diharapkan yaitu penguasaan pangsa pasar domestik yang dimulai pada tahun 2009. Pada kriteria ini, perbandingan dilakukan pada variabel tingkat permintaan domestik yang merupakan fungsi dari pangsa pasar dan permintaan domestik.
Dari hasil simulasi pada Gambar VI.17
menujukkan bahwa skenario kebijakan gabungan memberikan perbaikan terhadap perilaku sistem.
VI.5.3 Kriteria Pertumbuhan Permintaan Ekspor
Gambar VI.18 Penerapan Skenario Gabungan Terhadap Permintaan Sari Buah Ekspor 1 – Permintaan ekspor (model dasar) 2 – Permintaan ekspor dengan penerapan skenario gabungan
Target pertumbuhan tingkat permintaan ekspor yang diharapkan yaitu penguasaan pangsa pasar ekspor yang dimulai pada tahun 2009. Pada kriteria ini, perbandingan dilakukan pada variabel tingkat permintaan ekspor yang merupakan fungsi dari pangsa pasar ekspor. Dari hasil simulasi pada Gambar VI.18 menujukkan bahwa skenario kebijakan gabungan memberikan perbaikan terhadap perilaku sistem.
170
VI.5.4 Kriteria Pertumbuhan Tenaga Kerja Tingkat pertumbuhan tenaga kerja industri sari buah diharapkan dapat meningkat untuk membantu pemerintah menekan tingkat pengangguran di Indonesia.
Pada
kriteria ini, perbandingan dilakukan pada variabel jumlah tenaga kerja. Dari hasil simulasi pada Gambar VI.19 menujukkan bahwa skenario kebijakan gabungan memberikan perbaikan terhadap perilaku sistem.
Gambar VI.19 Penerapan Skenario Gabungan Terhadap Jumlah Tenaga Kerja Industri Sari Buah 1 – Jumlah tenaga kerja industri sari buah (model dasar) 2 – Jumlah tenaga kerja industri sari buah dengan penerapan skenario gabungan
VI.5.4 Kriteria Pertumbuhan Investasi Tingkat pertumbuhan investasi industri sari buah di Indonesia masih sangat rendah yaitu belum mencapai satu persen sehingga pemerintah harus membuat kebijakan yang tepat, yang dapat menarik minat investor untuk menanamkan modal di Indonesia, termasuk pada sektor industri pengolahan buah.
Pada kriteria ini,
perbandingan dilakukan pada variabel jumlah investasi. Dari hasil simulasi pada Gambar VI.20 menujukkan bahwa skenario kebijakan gabungan memberikan perbaikan terhadap perilaku sistem. 171
Gambar VI.20 Penerapan Skenario Gabungan Terhadap Jumlah Investasi Industri Sari Buah 1 – Jumlah investasi industri sari buah (model dasar) 2 – Jumlah investasi industri sari buah dengan penerapan skenario gabungan
VI.6 Rangkuman Hasil Kebijakan Untuk mengetahui seberapa jauh efektifitas kebijakan yang diterapkan terhadap ukuran performansi yang ingin dicapai pada industri sari buah maka seluruh skenario kebijakan yang diterapkan dirangkum menjadi satu, yang dapat di lihat padat tabel VI.3.
Skenario kebijakan yang diterapkan pada tahun 2009 baru memberikan hasil
yang nyata pada tahun 2010. Hal ini disebabkan karena adanya delay yang terjadi sejak skenario diterapkan sampai tercapai ukuran performansi yang diinginkan.
Tingkat produksi sari buah memberikan hasil yang paling baik setelah diterapkan skenario kebijakan bahan baku berupa penurunan penggunaan bahan baku impor. Penerapan skenario kebijakan bahan baku meningkatkan pertumbuhan produksi mencapai 11,05 persen.
172
Tabel VI.3 Rangkuman Hasil Skenario Kebijakan Skenario Kebijakan Bahan Baku Tingkat Produksi (kg/tahun) Tingkat Permintaan Domestik (kg/tahun) Tingkat Permintaan Ekspor (kg/tahun) Tingkat penyerapan Tenaga Kerja (orang/tahun) Tingkat Investasi (rupiah/tahun)
Kebijakan Pasar Domestik Tingkat Produksi (kg/tahun) Tingkat Permintaan Domestik (kg/tahun) Tingkat Permintaan Ekspor (kg/tahun) Tingkat penyerapan Tenaga Kerja (orang/tahun) Tingkat Investasi (rupiah/tahun)
Tahun 2009
2010
2011
2020
Growth (%)
120.716.995
148.558.102
173.018.840
267.493.899
11.05
143.964.582
148.328.331
152.780.707
197.106.414
3.36
55.314.412
61.370.163
65.936.103
125.781.646
11.58
3.238
3.359
3548
5.870
7.39
80.151.458.632.138
80.813.097.136.340
81.494.143.737.488
88.844.750.605.832
0.99
2009
2010
2011
2020
Growth (%)
120.716.995
120.842.380
141.516.075
220.279.459
7.50
138.237.776
149.929.416
167.299.007
215.836.854
5.10
55.314.412
61.370.163
65.936.103
125.781.646
11.58
3.238
3.359
3.548
6.081
7.98
80.151.458.632.138
80.813.097.136.340
81.494.143.737.488
89.062.927.326.482
1.01
173
Skenario Kebijakan Ekspor Tingkat Produksi (kg/tahun) Tingkat Permintaan Domestik (kg/tahun) Tingkat Permintaan Ekspor (kg/tahun) Tingkat penyerapan Tenaga Kerja (orang/tahun) Tingkat Investasi (rupiah/tahun)
Kebijakan Investasi Tingkat Produksi (kg/tahun) Tingkat Permintaan Domestik (kg/tahun) Tingkat Permintaan Ekspor (kg/tahun) Tingkat penyerapan Tenaga Kerja (orang/tahun) Tingkat Investasi (rupiah/tahun)
Tahun 2009
2010
2011
2020
Growth (%)
120.716.995
126.612.019
137.783.132
245.004.240
9.36
143.964.582
148.328.331
152.780.707
197.106.414
3.36
55.314.412
61.977.879
68.262.882
162.823.025
17.67
3.238
3.359
3.548
6.078
7.97
80.151.458.632.138
80.813.097.136.340
81.494.143.737.488
89.054.665.514.319
1.01
2009
2010
2011
2020
Growth (%)
120.716.995
126.612.019
136.593.821
211.179.394
6.81
143.964.582
148.328.331
152.780.707
197.106.414
3.36
55.314.412
61.370.163
65.936.103
125.781.646
11.58
3.238
3.359
3.548
5870
7.39
80.151.458.632.138
81.540.899.490.962
83.720.248.614.635
107.242.190.593.340
3.07
174
Tingkat permintaan domestik sari buah memberikan hasil yang paling baik setelah diterapkan skenario kebijakan pasar domestik berupa peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor. Penerapan skenario kebijakan pasar domestik meningkatkan pertumbuhan permintaan domestik mencapai 5,10 persen.
Sedangkan tingkat
permintaan ekspor sari buah memberikan hasil yang paling baik setelah diterapkan skenario kebijakan pasar ekspor berupa peningkatan penetrasi pasar ekspor sari buah.
Penerapan skenario kebijakan ekspor meningkatkan pertumbuhan permintaan ekspor mencapai 17,67 persen. Tingkat penyerapan tenaga kerja pada industri sari buah memberikan hasil yang paling baik setelah diterapkan
skenario kebijakan pasar
domestik berupa peningkatan tarif bea masuk produk sari buah impor. Penerapan skenario kebijakan pasar domestik meningkatkan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja mencapai 7,98 persen. Sedangkan tingkat pertumbuhan investasi industri sari buah memberikan hasil yang paling baik setelah diterapkan skenario promosi investasi.
Penerapan skenario promosi investasi meningkatkan pertumbuhan
investasi mencapai 3,07 persen.
VI.7 Analisis Implementasi Kebijakan Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap implementasi setiap skenario kebijakan yang telah disusun dan apabila diterapkan pada sistem aktual (dunia nyata).
VI.7.1 Implementasi Kebijakan Bahan Baku Pada kriteria bahan baku, kebijakan penggunaan bahan baku domestik melalui simulasi dapat memberikan pengaruh yang lebih baik pada performansi sistem. Selama ini industri sari buah masih menggunakan bahan baku impor karena pasokan bahan baku dalam negeri yang kurang lancar.
Supaya kebijakan ini dapat
dilaksanakan, perlu upaya dari pemerintah untuk mendukung berdirinya industri hulu yang memproduksi puree buah, agar pasokan bahan baku selalu lancar. 175
VI.7.2 Implementasi Kebijakan Bidang Pasar Domestik Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan penerapan bea impor terhadap produk impor ilegal memberikan perbaikan yang signifikan terhadap perilaku variabel kriteria performansi sistem, terutama permintaan domestik sari buah.
Setelah
kebijakan ini diterapkan, permintaan domestik naik secara signifikan..
Penyelundupan produk impor ilegal dengan harga murah selalu meningkat dari tahun ke tahun karena selama ini produk lokal sendiri kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, dari 35 merek minuman sari buah impor yang dijumpai di supermarket, hanya 10 merek yang mencantumkan nomor registrasi ML dari Departemen Kesehatan/BPOM.
Persaingan tidak sehat ini,dipicu karena
pengawasan di lapangan yang semakin lemah,
Industri juga harus melakukan efisiensi dan produktifitas industri guna menekan biaya produksi, karena pasar tidak bisa menyerap kenaikkan harga produk. Padahal biaya produksi meningkat tajam, terutama dari segi energi, transportasi, dan kemasan (karena kebanyakan menggunakan kemasan plastik yang membumbung tinggi biayanya akibat kenaikkan harga minyak bumi).
Berdasarkan data dari asosiasi
minuman ringan Indosesia (ASRIM), apabila kenaikan BBM mencapai 80% maka industri minuman akan menaikkan harga jualnya hingga 20%.
Dengan penerapan kebijakan bea masuk sebesar 10% yang berlaku sekarang, masih banyak terjadi penyelundupan sari buah impor. Oleh karena itu dengan menaikkan bea masuk impor sari buah menjadi 20% pada tahun 2009 dan 30% tahun 2010, harus diimbangi dengan peningkatan usaha pemerintah untuk mencegah penyelundupan sari buah impor ke dalam negeri.
Implementasi kebijakan pengurangan
penyelundupan produk impor adalah pengawasan terhadap penegakan undang – undang verifikasi impor.
Namun kenyataannya masalah utama mengapa
penyelundupan bisa dengan mudah dilakukan adalah bukan pada peraturannya, tetapi tidak disiplinnya aparat yang bertanggung jawab untuk menegakkan peraturan 176
tersebut. Sehingga perlu adanya kerjasama dalam pengawasan dari pihak bea cukai, Depperin, serta asosiasi – asosiasi yang terkait dengan industri sari buah untuk bersama – sama menangani kasus impor sari buah selundupan tersebut.
VI.7.3 Implementasi Kebijakan Bidang Ekspor Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan penetrasi pasar potensial ekspor memberikan perbaikan terhadap perilaku variabel kriteria performansi sistem, sedangkan kebijakan penurunan tarif ekspor kurang memberikan perbaikan yang signifikan terhadap perilaku sistem. Untuk melakukan implementasi kebijakan penetrasi pasar potensial, langkah pertama adalah memetakan wilayah yang merupakan negara potensial untuk ekspor, yaitu negara – negara yang memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi. Persaingan global diantara negara – negara di pasar ekspor yang semakin ketat, serta penetrasi produk sari buah dari negara China, Thailand, Afrika Selatan dengan sistem dumping mengakibatkan terganggunya industri sari buah dalam negeri. Selain itu kemampuan yang belum merata di antara industri sari buah, sehingga menghambat kegiatan pemasaran global menghadapi restriksi peraturan negara Eropa dan Amerika Serikat, sehingga produk Indonesia sering ditolak karena tidak memenuhi standar keamanan pangan.
Kondisi terakhir yaitu, produk Indonesia yang ditolak pasar Amaerika
meningkat dari 15 kategori menjadi 24 kategori.
Pemilihan negara tujuan ekspor harus dilakukan dengan cermat dan hati – hati karena kesalahan pemilihan pasar dapat menyebabkan produk ekspor tersebut kalah bersaing dengan produk sari buah pesaing.
Untuk membangun industri, semua potensi
sumber daya alam harus dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi produk industri secara optimal. Jadi, yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan review kembali peraturan perundangan yang ada, tidak hanya di lingkungan departemen perindustrian, melainkan juga di bidang lain yang bersentuhan dengan industri.
177
VI.7.4 Implementasi Kebijakan Bidang Investasi Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan dibidang investasi memberikan perbaikan terhadap perilaku variabel kriteria performansi sistem. Promosi investasi ternyata cukup untuk menarik para investor untuk melakukan investasi di Indonesia. Namun prosedur perijinan yang kompleks untuk mendirikan pabrik di Indonesia, serta untuk melakukan investasi penambahan kapasitas membuat investor mengalami hambatan dalam melakukan investasi. Sehingga pemerintah harus meninjau kembali prosedur – prosedur perijinan yang ada. Pengembangan investasi juga memerlukan adanya iklim perekonomian makro yang stabil.
178