BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN
6.1 Proses Perancangan Kebijakan
Proses perancangan kebijakan industri tepung tapioka di Propinsi Lampung pada dasarnya mengacu pada kebijakan pembangunan daerah Propinsi Lampung dan kebijakan pembangunan industri dari Departemen Perindustrian yang selanjutnya dijabarkan dalam visi dan misi pembangunan industri oleh Diskoperindag Propinsi Lampung. Berdasarkan visi dan misi itu ditentukan sasaran pembangunan agroindustri Propinsi Lampung. Dari sasaran pembangunan agroindustri Lampung di turunkan menjadi arah dan kebijakan pembangunan industri tepung tapioka di Propinsi Lampung. Arah dan kebijakan yang telah ada dijadikan acuan untuk menentukan ukuran dan indikator kinerja sistem industri. Ukuran dan indikator kinerja sistem selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam penyusunan skenario-skenario kebijakan.
Dari
skenario-skenario yang dibuat kemudian dipilih alternatif-alternatif skenario kebijakan yang dapat memperbaiki kinerja sistem industri. Dari skenario yang dirancang selanjutnya dianalisa implikasi skenario tersebut dalam sistem nyata. Skema proses perancangan kebijakan dapat dilihat Gambar 6.1.
91
Gambar 6.1 Proses Perancangan Kebijakan Industri Tepung Tapioka
92
6.2 Arah Kebijakan
Arah kebijakan pembangunan industri tapioka didasarkan pada visi dan misi pembangunan industri yang telah dibuat oleh Diskoperindag Propinsi berdasarkan kebijakan pemerintah daerah dan kebijakan Departemen Perindustrian. Adapun visi dari pembangunan industri di Propinsi Lampung adalah mewujudkan industri yang tangguh, unggul dan berdaya saing bertumpu pada sumber daya setempat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi rakyat. Sedangkan
misinya adalah menumbuhkembangkan industri yang tangguh, unggul dan berdaya
saing
serta
berwawasan
lingkungan
sehingga
mampu
meningkatkan perekonomian rakyat.
Dari visi dan misi ditentukan sasaran pembangunan industri Lampung, yaitu
di Propinsi
peningkatan usaha agroindustri. Strategi yang digunakan
untuk mencapai sasaran di atas adalah mengembangkan industri berbasis pertanian daerah serta mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar serta ramah lingkungan. Strategi di atas untuk industri tepung tapioka dapat
dirinci sebagai berikut -
Pengembangan industri
-
Penyerapan tenaga kerja industri tepung tapioka
-
Perkembangan beban pencemar yang dihasilkan industri
6.3 Ukuran dan Indikator Kinerja yang digunakan
Berdasarkan strategi diatas maka ditentukan ukuran dan indikator kinerja yang digunakan dalam pembangunan industri tepung tapioka Propinsi Lampung, yaitu : -
Perkembangan produksi Perkembangan produksi diukur dengan indikator tingkat produksi yang mampu dilakukan oleh industri.
Tingkat
produksi setiap tahunnya
menunjukkan perkembangan produksi dari sistem industri tepung tapioka. -
Penyerapan tenaga kerja
93
Penyerapan tenaga kerja diukur dengan indikator jumlah tenaga kerja pada industri tepung tapioka. Peningkatan jumlah tenaga kerja setiap tahunnya menunjukkan adanya penyerapan tenaga kerja dari industri. -
Perkembangan beban pencemar Perkembangan beban pencemar diukur dengan indikator konsentrasi COD dalam limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi. Peningkatan jumlah COD dalam limbah cair menunjukkan perkembangan yang buruk bagi kinerja sistem industri.
6.4 Penentuan Skenario Kebijakan
Setelah mendapatkan pemahaman dari tahap analisa perilaku model dasar dan skenario pengendalian harga bahan baku, selanjutnya dilakukan identifikasi skenario kebijakan lain yang dapat meningkatkan kinerja sistem. Berdasarkan struktur model, dapat diidentifikasi beberapa parameter yang dapat diubah
dengan
cara
simulasi.
Parameter-parameter
tersebut
merupakan
representasi dari kebijakan yang dapat diterapkan pada sistem aktual. Selain pengubahan nilai parameter, skenario yang diterapkan dilakukan dengan cara mengubah struktur dari model. Penerapan skenario akan dilakukan pada tahun 2009. Adapun beberapa skenario kebijakan yang akan diterapkan pada model adalah sebagai berikut : 1. Skenario pengendalian biaya bahan baku (S-1) 2. Skenario peningkatan tarif impor (S-2) 3. Skenario penghapusan PPN (S-3) 4. Skenario penurunan biaya pengumpul (S-4) 5. Skenario penggantian sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) (S-5) Adapun perumusan untuk setiap skenario adalah sebagai berikut : 1. Skenario Pengendalian Biaya Bahan Baku
Perumusan skenario ini didasarkan pada pembentukan biaya produksi tepung tapioka yang dipengaruhi oleh biaya bahan baku. Secara umum pada sistem nyata
94
harga ubikayu meningkat sebesar 10 persen setiap tahun.
Pada skenario
pengendalian biaya bahan baku, peningkatan harga ubikayu diset sebesar 7 persen setiap tahun. Nilai 7 persen diambil sebagai contoh untuk skenario pengendalian biaya bahan baku sebagai dampak dari kebijakan perluasan lahan tanam ubikayu dan peningkatan produktivitas tanaman ubikayu yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Lampung. 2. Skenario Peningkatan Tarif Impor
Perumusan skenario peningkatan tarif impor didasarkan pada pengaruh harga terhadap permintaan. Penerapan skenario peningkatan tarif impor didasari oleh salah tujuan dari pengenaan tarif masuk, yaitu melindungi produsen dalam negeri. Selain itu perumusan skenario ini berdasar pada perlakuan khusus yang diberikan oleh WTO
untuk negara-negara berkembang. Pembolehan WTO untuk
membentuk kerjasaka bilateral antar anggota WTO dapat dimanfaatkan dengan meninjau ulang besaran tarif impor produk yang berasal dari hubungan bilateral perdagangan antara Indonesia dengan Thailand. Hal ini yang juga dilakukan oleh Philipina. Untuk melindungi produsen dalam negeri, Philipina mengenakan tarif impor sebesar 40 persen untuk produk ubikayu dan turunannnya yang berasal dari Thailand (Pasadilla, 2006). Tarif impor dinaikkan dari 10 persen menjadi 30 persen. Nilai 30 persen dipilih dengan membandingkan tarif impor yang dikenakan Philipin terhadap produk ubikayu dan turunannya yang berasal dari Thailand yaitu sebesar 40 persen. 3. Skenario Penghapusan PPN
Pengenaan PPN
akan mempengaruhi pembentukan
harga jual minimum
ditingkat podusen yang selanjutnya akan meningkatkan harga di tingkat konsumen. Dengan penghapusan PPN maka harga jual minimum ditingkat produsen dapat diturunkan sehingga harga di tingkat konsumen akan ikut turun.
95
Skenario ini didasarkan dari proses yang terjadi pada industri tepung tapioka. Pada proses pengolahan tepung tapioka sebenarnya merupakan proses pengambilan pati dari tanaman ubikayu. Dalam pengenaan PPN, suatu produk dapat terbebas dari PPN jika barang tersebut adalah hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Contoh beberapa produk yang tidak dikenakan PPN karena dianggap diambil dari sumbernya langsung adalah produk sari buah dan teh botol. Dengan memperhatikan bahwa tepung tapioka
merupakan hasil dari
pengambilan pati ubikayu, maka tepung tapioka sebenarnya dapat dibebaskan dari pengenaan PPN. 4. Skenario Penurunan Biaya Pengumpul
Skenario penurunan biaya pengumpul pada dasarnya adalah skenario yang dirancang untuk memperpendek rantai penjualan ubikayu. Skenario ini dirumuskan berdasarkan perbandingan rantai penjualan ubikayu di Negara Thailand dengan di Propinsi Lampung. Untuk memperpendek rantai penjualan, Pemerintah Thailand membentuk suatu organisasi, yaitu Thai Trade Tapioca Association (TTTA) yang salah satu fungsinya membantu proses pembentukan harga jual dan harga beli ubikayu yang sama-sama menguntungkan baik untuk petani ataupun industri.
Jika pemerintah daerah Propinsi Lampung dapat
mendorong terbentuknya organisasi seperti ini akan membantu industri mengurangi biaya bahan baku yang terbentuk dari proses produksi tepung tapioka. Pada skenario ini biaya pengumpul diturunkan dari dari 23 persen menjadi 5 persen dikarenakan subsidi pemerintah untuk membiayai organisasi yang menjadi penghubung antara petani dan industri. Nilai 5 persen sendiri adalah nilai yang menggambarkan biaya transportasi ubikayu dari lahan tanam ke industri yang masih tetap ada pada rantai penjualan ubikayu dalam bentuk apapun. 5. Skenario Penggantian Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
96
Penggantian sistem pengolahan limbah cair dari bentuk kolam terbuka menjadi bentuk reaktor tertutup akan meningkatkan
efisiensi pengolahan limbah cair
industri tepung tapioka. Dengan sistem reaktor tertutup akan dihasilkan gas metana yang dapat digunakan sebagai energi alternatif pada sistem produksi. Hal ini akan membantu industri mengurangi penggunaan bahan bakar konvensional yang berarti akan mengurangi biaya bahan bakar yang dikeluarkan.
Nilai
peningkatan efisiensi pengolahan limbah cair sebesar 95 persen yang digunakan pada model berdasar pada penelitian Prasanna (1996) mengenai efisiensi yang dapat dicapai oleh sistem pengolahan limbah cair dengan reaktor tertutup. Pada skenario penggantian sistem IPAL diasumsikan penggantian dilakukan sekaligus pada semua IPAL konvensional. Perincian skenario-skenario kebijakan yang akan diterapkan dapat dilihat pada tabel 6.1. Tabel 6.1 Skenario Kebijakan
N Skenario o Kebijakan
Biaya bahan baku
1 Model Dasar 2 Pengendalian Peningkatan biaya biaya bahan bahan baku 7% baku pertahun 3 Peningkatan tarif impor 4 Penghapusan PPN 5 Penurunan biaya pengumpul 6 Penggantian sistem IPAL -
Tarif Impor
PPN Biaya pengumpul
Sistem IPAL
-
-
-
-
-
-
-
-
30%
-
-
-
-
0%
-
-
-
-
5%
-
-
95%
-
-
6.5 Analisa Hasil Penerapan Skenario Kebijakan a.
Tingkat Produksi
97
Output hasil simulasi dari model sebelum dan sesudah diterapkan skenarioskenario kebijakan untuk indikator tingkat produksi dapat dilihat pada gambar 6.2.
-1-2-3-4-5-5-
Model dasar Pengendalian harga bahan baku Peningkatan tarif impor Penghapusan PPN Penurunan biaya pengumpul Penggantian sistem IPAL
Gambar 6.2 Penerapan Skenario untuk Indikator Produksi Produksi yang bisa dilakukan sangat ditentukan oleh permintaan yang datang ke industri. Permintaan dipengaruhi oleh harga yang ditawarkan oleh industri. Harga yang ditawarkan pada agroindustri seperti industri tapioka sangat dipengaruhi oleh biaya variabel, terutama biaya bahan baku. Skenario pengendalian harga bahan baku akan membantu industri dalam menjaga kestabilan harga tepung tapioka yang akan berdampak positif pada permintaan. Penerapan skenario perubahan tarif impor berdampak positif pada pertumbuhan produksi. Pada dasarnya skenario peningkatan tarif impor berfungsi untuk menjaga pertumbuhan permintaan tapioka Lampung. Peningkatan tarif impor
98
yang tinggi akan menyebabkan harga impor meningkat sehingga harga tepung tapioka Lampung menjadi lebih kompetitif terhadap harga tapioka impor. Skenario perubahan PPN dan perubahan efisiensi pengolahan limbah cair juga memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan produksi dari industri, meski hasilnya tidak sebaik dua skenario sebelumnya. Dari hasil simulasi terlihat bahwa skenario penurunan biaya pengumpul memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan produksi. Skenario penurunan biaya pengumpul akan membantu pengurangan biaya bahan baku yang akhirnya akan mengurangi biaya variabel. Penurunan biaya variabel akan mempengaruhi harga jual dan permintaan tepung tapioka Lampung. Skenario penggantian sistem IPAL akan membantu industri mengurangi rasioguna energi konvensional, sehingga akan mengurangi biaya bahan bakar yang harus dikeluarkan oleh industri. Dari skenario penggantian sistem IPAL dapat dikatakan bahwa pengelolaan terhadap lingkungan ternyata berdampak positif terhadap pertumbuhan produksi tepung tapioka. b. Jumlah Tenaga Kerja
Output hasil simulasi penerapan skenario-skenario kebijakan untuk indikator tenaga kerja dapat dilihat pada gambar 6.2.
99
Gambar 6.3 Penerapan Skenario untuk Indikator Tenaga Kerja Dari hasil simulasi terlihat bahwa sebenarnya semua skenario memberikan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja. Namun jika dilihat dari keefektifan skenario terlihat bahwa skenario pengendalian harga bahan baku, peningkatan tarif impor, dan penurunan biaya pengumpul adalah tiga skenario terbaik untuk meningkatakan jumlah tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja sangat terkait dengan kapasitas produksi dari industri tepung tapioka terkait dengan kebutuhan tenaga kerja untuk pengoperasiannya. Penerapan dari skenarioskenario di atas akan mempengaruhi produksi harapan yang yang bisa dilakukan oleh industri. Produksi harapan industri adalah
faktor yang mempengaruhi
kapasitas produksi yang akan dijalankan. c. Jumlah Beban Pencemar
Output hasil simulasi penerapan skenario-skenario kebijakan untuk indikator beban pencemar dapat dilihat pada gambar 6.4.
100
Gambar 6.4 Penerapan Skenario untuk Indikator Beban Pencemar Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk semua skenario kecuali skenario penggantian sistem IPAL memberikan dampak jelek terhadap beban pencemar yang ditandai dengan peningkatan jumlah beban pencemar dari industri. Tidak efektifnya semua skenario kebijakan kecuali skenario penggantian sistem IPAL terhadap penurunan beban pencemar disebabkan karakteristik beban pencemar yang sangat dipengaruhi sisi produksi. Perbaikan terhadap indikator beban pencemar harus dilakukan dari sisi produksi. 6.6 Analisa Skenario Gabungan
Dengan memperhatikan hasil yang didapat dari analisa masing-masing skenario, maka akan dicoba untuk menggabungkan beberapa skenario yang mempunyai dampak signifikan terhadap perbaikan kinerja sistem. Skenario kebijakan yang akan dikombinasikan adalah skenario penstabilan harga bahan baku, skenario peningkatan tarif impor, skenario penurunan biaya pengumpul dan skenario penggantian sistem IPAL. Kombinasi setiap skenario gabungan dapat dilihat pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Kombinasi Skenario Gabungan
N Skenario
Skenario
Skenario
Skenario
Skenario
101
o Kebijakan
gabungan dua (SG-2)
gabungan tiga (SG-3)
gabungan empat (SG-4)
gabungan lima (SG-5)
1 Pengendalian biaya bahan baku 2 Peningkatan tarif impor 3 Penurunan biaya pengumpul 4 Penggantian sistem IPAL
a. Tingkat Produksi
Output
simulasi hasil penerapan masing-masing skenario gabungan untuk
indikator produksi dapat dilihat pada gambar 6.5.
-1-2-3-4-5-
Model dasar Skenario gabungan dua Skenario gabungan tiga Skenario gabungan empat Skenario gabungan lima
Gambar 6.5 Penerapan Skenario Gabungan untuk Indikator Produksi
102
Dari hasil simulasi terlihat bahwa skenario gabungan kedua memberikan dampak positif berupa perbaikan perilaku dibanding model dasar. Skenario penstabilan harga
dan
peningkatan efisiensi limbah akan membantu industri dari sisi
produksi atau sisi penawaran. Sedangkan skenario peningkatan tarif impor akan mendorong harga produk menjadi lebih kompetitif sebagai konsekuensi peningkatan harga produk impor. Dengan demikian pertumbuhan permintaan akan dapat terjaga yang kemudian akan mendorong peningkatan produksi. Hasil simulasi dari skenario gabungan ketiga menunjukkan bahwa skenario ini dapat digunakan mendorong produksi. Ketiga skenario ini adalah skenario kebijakan dari sisi penawaran. Penerapan ketiga skenario akan membuat industri memiliki kemampuan lebih dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki sebagai usaha meningkatkan produksi. Hasil simulasi untuk skenario gabungan keempat memperlihatkan bahwa skenario ini memberikan dampak positif bagi peningkatan produksi. Kebijakan pengurangan biaya pengumpul akan membantu industri menekan harga bahan baku yang merupakan kontributor terbesar dalam biaya variabel. Sedangkan efisiensi pengolahan limbah membantu industri untuk berhemat dari sisi biaya bahan bakar. Penerapan kedua skenario sangat membantu industri mengontrol biaya variabel yang akan berimbas pada harga produk untuk kemudian mempengaruhi permintaan. Dengan bantuan dari skenario penerapan tarif impor akan semakin mendorong industri menjaga pertumbuhan permintaan. Untuk skenario gabungan kelima memberikan hasil positif untuk perbaikan perilaku produksi. Pada skenario gabungan semua skenario bekerja dengan target yang berbeda-beda. Namun jika dilihat pada akhir periode simulasi, dampak skenario gabungan kelima sama dengan dampak dari skenario gabungan kedua ketiga dan keempat. Hal ini dipengaruhi oleh delay dari realisasi kapital dan waktu pelatihan tenaga kerja. Sebenarnya terjadi peningkatan permintaan sebagai dampak penerapan skenario gabungan kelima, namun karena utilitas kapasitas telah
mencapai nilai maksimum pada akhir periode simulasi dan untuk
103
meningkatkan kapasitas terdapat pengaruh dari delay realisasi kapital, maka produksi aktual akan menyesuaikan dengan utilitas maksimum dari kapasitas. b. Jumlah Tenaga Kerja
Output
simulasi hasil penerapan masing-masing skenario gabungan untuk
indikator tenaga kerja dapat dilihat pada gambar 6.6. Penerapan semua skenario secara umum berdampak positif terhadap perbaikan perilaku tenaga kerja. Dengan penerapan skenario-skenario di atas akan membantu industri untuk bersaing melalui strategi harga. Strategi harga secara umum merupakan strategi terbaik untuk industri tepung tapioka mengingat produk tapioka merupakan produk yang dijadikan bahan baku oleh industri lain. Harga yang bersaing akan mempengaruhi permintaan yang pada akhirnya akan menggerakkan kapasitas produksi. Peningkatan kapasitas produksi akan berimpas pada peningkatan kebutuhan akan tenaga kerja industri.
-1-2-3-4-5-
Model dasar Skenario gabungan dua Skenario gabungan tiga Skenario gabungan empat Skenario gabungan lima
Gambar 6.6 Penerapan Skenario Gabungan untuk Indikator Tenaga Kerja
104
c. Jumlah Beban Pencemar
Output
simulasi hasil penerapan skenario gabungan untuk indikator beban
pencemar dapat dilihat pada gambar 6.7. Hasil simulasi menunjukkan bahwa skenario gabungan yang memberikan dampak paling baik untuk meminimukan beban pencemar adalah skenario gabungan ketiga. Namun dalam menilai perilaku beban pencemar tidak bisa dilepaskan dari penilaian
perilaku produksi. Jika
diperhatikan, skenario ketiga memang memberikan dampak terbaik pada perilaku beban pencemar. Namun jika dilihat dari perilaku produksi, terlihat bahwa skenario ini juga memberikan dampak terjelek. Mengingat bahwa tujuan utama dari sistem adalah peningkatan produksi, maka skenario kebijakan yang dianggap terbaik
adalah
kebijakan
yang
bisa
meningkatkan
produksi
dengan
meminimumkan beban pencemar ,yaitu skenario gabungan kelima.
-1-2-3-4-5-
Model dasar Skenario gabungan dua Skenario gabungan tiga Skenario gabungan empat Skenario gabungan lima
Gambar 6.7 Penerapan Skenario Gabungan untuk Indikator Beban Pencemar 6.7 Analisa Output Simulasi Hasil Penerapan Skenario Kebijakan
105
Adapun dampak dari masing-masing skenario yang diukur dari perbandingan nilai antara output model sebelum dan sesudah penerapan skenario untuk setiap indikator dapat dilihat pada Tabel 6.3 sampai Tabel 6.8. Untuk nilai rata-rata pertumbuhan setiap indikator sebagai dampak penerapan skenario dapat dilihat pada Gambar 6.8 sampai Gambar 6.12. Tabel 6.3 Pertumbuhan Tingkat Produksi
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Model dasar 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 Rata-rata Rata-rata (%)
S-1 0.00039 0.00848 0.03752 0.08644 0.12863 0.16099 0.18152 0.08628 8.62815
S-2 0.00570 0.05032 0.10217 0.13563 0.14697 0.1584 0.16926 0.10978 10.9777
S-3 0.00000 0.00284 0.02444 0.05462 0.06823 0.07788 0.08411 0.04459 4.45887
S-4 0.00000 0.00441 0.03678 0.08217 0.10726 0.12337 0.13363 0.06966 6.96591
S-5 0.00000 9.5E-05 0.00368 0.01182 0.01218 0.01591 0.01836 0.00886 0.88635
Rata-rata pertumbuhan (%)
12 10 S-1 8
S-2 S-3
6
S-4 S-5
4 2 0
Gambar 6.8 Rata-Rata Pertumbuhan Produksi Hasil Penerapan setiap Skenario Tabel 6.4 Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Model dasar 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000
S-1 0.00052 0.00968 0.03816 0.08532 0.13186
S-2 0.00723 0.05474 0.10361 0.13201 0.14801
S-3 0.00000 0.00352 0.02491 0.05153 0.06934
S-4 0.00000 0.00549 0.03833 0.08011 0.10905
S-5 0.00000 0.00017 0.00259 0.00773 0.01278
106
2014 2015
0.00000 0.00000 Rata-rata Rata-rata (%)
0.16304 0.18284 0.08734 8.73462
0.15922 0.07845 0.17011 0.08454 0.11070 0.04461 11.0703 4.461163
0.12432 0.13437 0.07023 7.02377
0.01612 0.01853 0.00827 0.82746
Rata-rata pertumbuhan (%)
12 10 S-1 8
S-2 S-3
6
S-4 S-5
4 2 0
Gambar 6.9 Rata-Rata Pertumbuhan Tenaga Kerja Hasil Penerapan setiap Skenario Tabel 6.5 Penurunan Beban Pencemar Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Model dasar 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 Rata-rata Rata-rata (%)
S-1 0.00039 0.00848 0.03692 0.08644 0.12863 0.16099 0.18152 0.0862 8.61964
S-2 0.00570 0.05031 0.10217 0.13563 0.14697 0.15840 0.16926 0.10978 10.9778
S-3 0.00000 0.00284 0.02444 0.05462 0.06823 0.07788 0.08411 0.04459 4.45887
S-4 0.00000 0.00441 0.03678 0.08217 0.10726 0.12337 0.13363 0.06966 6.96592
S-5 -0.22360 -0.22350 -0.22060 -0.21420 -0.2140 -0.21120 -0.20930 -0.21660 (21.6630)
107
Rata-rata penurunan (%)
15 10 S-1
5
S-2
0
S-3
-5
S-4
-10
S-5
-15 -20 -25
Gambar 6.10 Rata-Rata Penurunan Beban Pencemar Hasil Penerapan setiap Skenario Tabel 6.6 Pertumbuhan Produksi Hasil Skenario Gabungan
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Model dasar 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 Rata-rata Rata-rata (%)
SG-2 SG-3 SG-4 0.00606 0.00039 0.00570 0.05767 0.01247 0.05411 0.13356 0.06833 0.13337 0.20735 0.15430 0.20607 0.23605 0.21692 0.23496 0.23611 0.23570 0.23587 0.22795 0.23015 0.22800 0.15782 0.13118 0.15687 15.78211 13.11807 15.68684
SG-5 0.00606 0.06099 0.15722 0.22833 0.24046 0.23532 0.22706 0.16506 16.50623
Rata-rata pertumbuhan (%)
18 16 14 12 10 8 6
SG-2 SG-3 SG-4 SG-5
4 2 0
108
Gambar 6.11 Rata-Rata Pertumbuhan Produksi Hasil Penerapan setiap Skenario Gabungan Tabel 6.7 Pertumbuhan Tenaga Kerja Hasil Skenario Gabungan
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Model dasar 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 Rata-rata Rata-rata (%)
SG-2 0.00770 0.06316 0.13758 0.20637 0.23716 0.23559 0.22726 0.15926 15.92602
SG-3 0.00052 0.01467 0.07233 0.15550 0.22047 0.23592 0.22941 0.13269 13.26889
SG-4 0.00723 0.05951 0.13766 0.20496 0.23612 0.23543 0.22735 0.15832 15.83220
SG-5 0.00770 0.06731 0.16277 0.22593 0.24124 0.23468 0.22644 0.16658 16.65804
Rata-rata pertumbuhan (%)
18 16 14
SG-2
12
SG-3
10
SG-4
8
SG-5
6 4 2 0
Gambar 6.12 Rata-Rata Pertumbuhan Tenaga Kerja Hasil Penerapan setiap Skenario Gabungan Tabel 6.8 Penurunan Beban Pencemar Hasil Skenario Gabungan Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Model dasar 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 Rata-rata Rata-rata (%)
SG-2 SG-3 SG-4 SG-5 -0.21890 -0.22330 -0.21918 -0.21890 -0.17871 -0.21381 -0.18148 -0.17614 -0.11991 -0.17055 -0.12006 -0.10154 -0.06261 -0.10380 -0.06361 -0.04633 -0.04033 -0.05519 -0.04118 -0.03691 -0.04029 -0.04061 -0.04047 -0.04090 -0.04662 -0.04492 -0.04658 -0.04731 -0.10105 -0.12174 -0.10179 -0.09543 (10.10538) (12.17384) (10.17942) (9.54320)
109
Rata-rata penurunan (%)
11 SG-2 SG-3
9
SG-4 SG-5 7
5
Gambar 6.13 Rata-Rata Penurunan Beban Pencemar Hasil Penerapan setiap Skenario Gabungan 6.8 Rekomendasi Kebijakan
Secara umum hasil penerapan skenario kebijakan menunjukkan bahwa untuk memperbaikai kinerja sistem industri tepung tapioka dapat dilakukan dari dua sisi yaitu sisi permintaan seperti kebijakan peningkatan tarif impor dan sisi penawaran seperti penurunan harga bahan baku dan penggantian sistem IPAL. Namun untuk perbaikan perilaku terbaik diberikan
oleh
skenario kebijakan dari sisi
permintaan dan penawaran yang diterapkan secara simultan. Skenario kebijakan sisi permintaan seperti peningkatan tarif impor dapat diterapkan ketika kondisi permintaan pasar terhadap industri pengolahan tepung tapioka Propinsi Lampung mengalami penurunan sementara industri memiliki kemampuan yang lebih untuk berproduksi seperti yang terjadi sekarang. Kebijakan dari sisi penawaran seperti kebijakan penstabilan harga bahan baku, penurunan biaya pengumpul dan peningkatan efisiensi pengolahan limbah cair dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi produksi . Peningkatan efisiensi produksi akan berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi dan harga produk. Hal ini
akan mendorong indutri menjadi lebih kompetitif dalam
menghadapai tuntutan pasar yang semakin tinggi dan tuntutan berkaitan dengan tanggung jawab industri terhadap lingkungan hidup.
110
6.9 Implikasi Skenario Kebijakan
Dilaksanakannya berbagai skenario kebijakan membawa implikasi pada sistem nyata. Implementasi dari skenario penstabilan harga bahan baku akan berimplikasi pada jaminan ketersediaan dan kesinambungan penyediaan faktor produksi untuk sektor pertanian. Hal ini dapat diatasi dengan pengembangan industri pendukung sektor pertanian seperti industri alsintan dan industri pupuk serta pemberian subsidi kepada petani ubikayu. Implementasi skenario penurunan biaya pengumpul berimplikasi pada penyediaan penghubung antara petani dan industri. Industri tepung tapioka adalah industri yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan bahan baku. Oleh karena itu sebaiknya dibentuk organisasi semacam TTTA di Propinsi Lampung. Organisasi ini akan membantu terbentuknya kemitraaan antara petani dan industri. Dengan adanya kemitraan akan membantu industri untuk mendapatkan jaminan kesinambungan bahan baku dan harga bahan baku yang lebih murah. Di sisi lain kemitraan akan membantu petani untuk mendapatkan jaminan pembelian ubi kayu dan harga jual ubikayu yang lebih baik. Kebijakan penggantian sistem pengolahan limbah cair berimplikasi pada penyediaan dan investasi peralatan pengolahan limbah cair. Hal ini dapat diatasi oleh
dengan aktif menyebarkan informasi
kepada industri mengenai CDM,
memberikan bimbingan kepada industri mengenai pembuatan proposal untuk mendapatkan bantuan melalui CDM, serta mencarikan negara-negara donor yang bersedia melakukan kerjasama melalui mekanisme CDM. Kebijakan penurunan tarif impor akan meningkatkan permintaan tepung tapioka dari Propinsi Lampung. Salah satu implikasi dari kondisi ini adalah peningkatan akan kebutuhan mesin-mesin pemproses tepung tapioka yang selama ini kebanyakan masih diimpor sehingga berdampak pada realisasi kapital industri. Hal ini dapat diatasi dengan mengembangkan industri pembuatan mesin-mesin pemproses tepung tapioka serta industri perbengkelan untuk keperluan pemeliharaan dan perbaikan mesin-mesin pemproses tepung tapioka.
111