BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN
6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan Dalam rangka untuk mencapai tujuan negara, yaitu menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka diperlukan berbagai kebijakan yang bisa merangsang terjadinya pertumbuhan yang diinginkan tersebut. Tujuan dan arah pembangunan industri nasional telah tercantum dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional yang dikelurkan oleh Departemen Perindustrian tahun 2005 untuk jangka menengah dan jangka panjang. Kemudian arah kebijakan diturunkan menjadi visi misi
jangka menengah dan jangka panjang Departemen
Perindustrian dan selanjutnya diturunkan menjadi visi dan misi sektor industri Elektronika. Setelah penetapan visi dan misi kemudian ditetapkan usuran performansi dan perangkat kebijakan yang akan digunakan.
Perangkat kebijakan yang diambil adalah kebijakan-kebijakan yang bisa dikendalikan oleh Departemen Perindustrian sebagai instansi teknis pelaksana di lapangan. Alternatif-alternatif kebijakan yang diusulkan kemudian dilakukan skenario terhadap model dan dilakukan analisis lebih lanjut dampak yang akan ditimbulkannya. Urutan proses perancangan kebijakan terdapat pada Gambar 6.1.
Dengan Visi Pembangunan Industri Nasional adalah Indonesia menjadi Negara Industri Maju Tahun 2020 diterjemahkan kedalam visi dan misi Direktorat Industri Elektronika sebagai unit yang khusus menangani industri terkait. Visi dan misi Direktorat Industri Elektronika sebagai berikut:
Visi: Industri Elektronika menjadi industri elektronika berbasis ICT / digital yang memiliki daya saing tinggi dalam memproduksi Elektronika Konsumsi di ASIA, dan untuk Elektronika Bisnis/Komponen (Peralatan Kontrol serta alat medis) di ASEAN.
88
Visi dan Misi Pembangunan Industri Nasional
Visi dan Misi Sektor Industri Elektronika
Sasaran Pembanguan Industri Elektronika
Sasaran Kebijakan Jangka Menengah (2004-2009)
Sasaran Kebijakan Jangka Panjang (2010-2025)
Ukuran Performansi
Perangkat Kebijakan
Analisis Implikasi Kebijakan
Gambar 6.1 Proses Perancangan Kebijakan
89
Misi:
Memperkuat struktur industri dengan meningkatkan teknologi dan mendorong tumbuhnya industri pendukung dan komponen berbasis ICT/digital.
Memenuhi 90 % pasar domestik produk Elektronika Konsumsi, 70 % Elektronika Bisnis dan Peralatan Kontrol.
Menciptakan lapangan kerja yang luas dengan SdM berteknologi tinggi.
Menjadi negara
eksportir produk Elektronika Konsumsi, Elektronika
komponen terbesar di ASEAN
6.2 Sasaran Pembangunan Industri Elektronika Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut maka dalam jangka menengah kebijakan industri elektronika adalah menumbuhkembangkan industri komponen sebagai industri pendukung dan peningkatan ekspor. Dengan pengembangan industri pendukung diharapkan akan dapat memperkuat struktur industri sehingga akan bisa mendorong peningkatan ekspor.
Sementara untuk jangka panjang diarahkan kepada kemandirian industri komponen agar bisa mendukung pencapaian Indonesia menjadi salah satu negara pemasok produk elektronika utama dunia.
6.3 Ukuran Performansi Dengan mempertimbangkan visi dan misi pembangunan industri elektronika maka dapat ditentukan ukuran dan indikator performansi pertumbuhan industri. Ukuran performansi yang dipakai adalah:
Tingkat produksi Tingkat produksi merupakan respon dari permintaan pasar baik untuk domestik maupun ekspor. Dengan permintaan pasar yang tinggi maka akan terjadi peningkatan produksi.
90
Tingkat permintaan pasar Tingkat permintaan pasar menggambarkan daya saing industri. Tingginya kemampuan produk untuk melakukan penetrasi pasar merupakan indikator peningkatan pertumbuhan industri.
Neraca perdagangan Neraca perdagangan komoditi akan berkontribusi terhadap neraca perdagangan nasional. Oleh karena itu, peningkatan neraca perdagangan komoditi merupakan indikator pertumbuhan industri.
6.4 Perangkat Kebijakan Yang Digunakan Berdasarkan pada visi misi, sasaran pembangunan industri elektronika dan ukuran performansi maka ditetapkan skenario perangkat kebijakan sebagaimana terdapat pada Tabel 6.1.
1. Peningkatan local content Tingkat pemakaian bahan baku impor yang tinggi akan mengakibatkan ongkos produksi yang tinggi. Untuk itu perlu adanya kebijakan untuk meningkatkan komposisi bahan baku lokal pada produk komponen sehingga akan dapat meningkatkan daya saing produk di dalam maupun di luar negeri. Dalam penelitan ini akan dilihat pengaruh kebijakan penggunaan bahan baku lokal (local content) lebih besar terhadap performansi industri. Tingkat pemakaian bahan baku impor Negara-negara kawasan ASEAN juga tinggi dengan ratarata 60%. Singapura sebesar 67%, Vietnam sebesar 70% dan Malaysia di atas 50%. Dengan pertimbangan bahwa Indonesia mempunyai kandungan mineral dan bahan baku berupa bahan mentah yang cukup besar tetapi belum mampu mengolah, maka proporsi pemakaian bahan baku lokal yang sekarang rata-rata 23% akan ditingkatkan menjadi 50%.
2. Peningkatan produktivitas tenaga kerja Tenaga kerja memegang peranan penting dalam industri sebagai faktor yang menggerakkan barang kapital. Tingkat utilisasi kapital akan tergantung kepada
91
tingkat keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja tercermin pada kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas. Tingkat keahlian tenaga kerja diperoleh dengan pelatihan. Pada penelitian ini kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas adalah 5e-11 orang/rupiah/tahun.
3. Tarif bea masuk Tarif bea masuk merupakan salah satu perangkat kebijakan untuk melakukan proteksi produk domestik terhadap industri impor. Besaran tarif bea masuk untuk produksi komponen saat ini 10 %. Untuk negara-negara pesaing Indonesia di kawasan ASEAN, seperti Thailand menerapkan besaran tarif bea masuk untuk produk komponen antara 15 – 20 %. Oleh karena itu pada model akan diterapkan skenario tarif bea masuk sebesar 20%.
Tabel 6.1 Skenario Kebijakan
Skenario Benchmarking
Model Dasar
Skenario
Singapura: 33 Vietnam : 30 Malaysia:
23
50
3.10-11
5.10-11
10
20
Parameter Local content (%) Produktivitas tenaga kerja (orang/rupiah/tahun) Tarif bea masuk (%)
-12
2,19. 10
Thailand: 15-20
6.5 Analisis Perangkat Kebijakan Tingkat Produksi Kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada tingkat produksi terlihat pada Gambar 6.2. Ketiga kebijakan yang diterapkan dapat memberikan perbaikan terhadap model. Kebijakan peningkatan tarif bea masuk berdampak paling besar dibandingkan dengan dua kebijakan lainnya. Dengan terjadinya peningkatan tarif masuk terhadap produk impor maka daya saing produk domestik akan meningkat.
92
20 18
20 16
20 14
20 12
20 10
20 08
20 06
20 04
20 02
20 00
Tingkat Produksi (Rupiah)
4E+13 4E+13 3E+13 3E+13 2E+13 2E+13 1E+13 5E+12 0
Tahun Model Dasar
Peningkatan Tarif Bea Masuk
Peningkatan Produktivitas Labor
Local Content
Gambar 6.2 Output simulasi dengan perangkat kebijakan (Tingkat produksi)
Peningkatan local content juga memberikan perbaikan terhadap model. Dengan rendahnya kandungan impor pada bahan baku akan mengakibatkan penurunan ongkos produksi sehingga harga jual produk domestik juga akan lebih rendah. Penurunan harga ini menyebabkan terjadinya peningkatan daya saing produk domestik terhadap produk impor. Harga produk domestik yang rendah akan meningkatkan permintaan pasar yang kemudian akan mendorong peningkatan produksi.
Sementara peningkatan produktivitas tenaga kerja juga memberikan perbaikan terhadap model dasar. Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi mempunyai peran yang besar. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja. Pada saat produktivitas ditingkatkan maka berdampak terhadap peningkatan tingkat produksi.
Fenomena yang sama juga terjadi pada ukuran performansi permintaan pasar seperti yang terlihat pada Gambar 6.3.
93
4E+13 4E+13 3E+13 3E+13 2E+13 2E+13 1E+13 5E+12
20 18
20 16
20 14
20 12
20 10
20 08
20 06
20 04
20 02
0 20 00
Permintaan Pasar (Rupiah)
Permintaan Pasar
Ta hun Model Dasar Peningkatan Produktivitas Labor
Peningkatan Tarif Bea Masuk Local content
Gambar 6.3 Output simulasi dengan perangkat kebijakan (Permintaan pasar total)
Kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada neraca perdagangan terlihat pada Gambar 6.4. Dari ketiga skenario kebijakan yang diterapkan terhadap model dengan ukuran performansi neraca perdagangan hanya peningkatan tarif bea masuk yang memberikan perbaikan pada model dasar. Dengan peningkatan tarif bea masuk mengakibatkan produk impor akan terhambat. Hal ini akan menguntungkan produk domestik sehingga akan terjadi penurunan impor. Karena terjadi peningkatan permintaan pasar yang kemudian direspon oleh produksi, maka produk domestik akan memasok kebutuhan domestik sekaligus ekspor. Peningkatan local content akan menyebabkan ongkos produksi turun dan harga jual produk domestik juga turun. Faktor harga merupakan penentu daya saing produk selain kualitas dan persediaan produk di pasaran.
94
4E+13 4E+13 3E+13 3E+13 2E+13 2E+13 1E+13 5E+12
20 18
20 16
20 14
20 12
20 10
20 08
20 06
20 04
20 02
0 20 00
Neraca Perdagangan Komoditi (Rupiah)
Neraca Perdagangan Komoditi
Ta hun Model Dasar Peningkatan Produktivitas Labor
Peningkatan Tarif Bea Masuk Local content
Gambar 6.4 Output simulasi dengan perangkat kebijakan (Neraca perdagangan komoditi)
6.6 Implikasi Kebijakan Dengan penerapan berbagai perangkat kebijakan di atas akan berimplikasi terhadap dunia industri. Kebijakan peningkatan tarif bea masuk sangat efektif untuk melindungi industri dalam negeri dan akan merangsang tumbuhnya jumlah industri. Akan tetapi kecenderungan kerjasama perdagangan dunia menuju pada penghilangan perdagangan, maka untuk jangka panjang hal ini tidak bisa diterapkan terus-menerus. Dampak negatif lain akibat penerapan hambatan tarif adalah industri domestik menjadi tidak efisien. Pada saat tarif bea masuk dinaikkan harus diikuti dengan upaya penguatan industri sehingga pada saat tarif bea masuk diturunkan industri sudah bisa mandiri. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan kemampuan inovasi pada produk sehingga akan tercipta kompetensi inti.
95
Kebijakan peningkatan local content akan mendorong tumbuh berkembangnya industri pendukung seperti industri karet, industri plastik dan industri logam. Apabila skenario tersebut berjalan maka akan terjadi keterkaitan yang tinggi antara industri di bagian hulu dengan industri di bagian hilirnya dan memperbaiki struktur industri. Semakin panjang keterkaitan yang terjadi maka akan meningkatkan nilai tambah industri. Dengan semakin besarnya nilai tambah industri maka penyerapan tenaga kerja juga akan meningkat yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Selain memperkuat struktur industri, pemakaian bahan baku domestik akan memperkecil ketergantungan terhadap impor dan akan meningkatkan neraca perdagangan nasional. Untuk meningkatkan local content adalah dengan menerapkan standar produk sehingga produk impor akan sulit masuk ke domestik. Akan tetapi perlu diperhatikan juga kemampuan industri domestik. Seiring penerapan standar, maka pemerintah juga harus bisa membantu industri untuk dapat meningkatkan kualitasnya sehingga bisa memenuhi standar yang akan diterapkan.
Dalam rangka globalisasi maka peningkatan sumber daya manusia menjadi penting. Perlu adanya pelatihan dan pendidikan terhadap tenaga kerja untuk meningkatkan keterampilannya. Melalui pendidikan dan pelatihan tenaga kerja akan memiliki nilai tambah dengan penciptaan teknologi dan rekayasa agar memiliki daya saing dengan tenaga kerja negara lain. Dengan pelatihan dan pendidikan juga akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga industri akan dapat memenuhi permintaan pasar. Upaya lain adalah dengan lebih memperhatikan tingkat kesejahteraan tenaga kerja. Perlu adanya kebijakan yang mengatur tentang struktur ketenaga kerjaan yang tidak berat sebelah antara tenaga kerja dan pengusaha.
Semua kebijakan tersebut di atas harus bersinergi dengan instansi teknis terkait sehingga hasil yang akan diperoleh akan bisa maksimal.
96