BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
84
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM 6.1. Arah Kebijakan Umum
Sesuai dengan agenda utama pembangunan Kota Samarinda yaitu: 1. Meningkatkan kesejahteraan rakyat Kota Samarinda yang lebih baik. 2. Meningkatkan Kota Samarinda yang lebih aman dan damai 3. Meningkatkan Kota Samarinda yang lebih adil dan demokratis. Maka ditetapkan 6 prioritas utama pembangunan Kota Samarinda untuk tahun 2005-2010 yaitu: 1. Terwujudnya pemanfaatan ruang kota dengan fungsinya, bersamaan dengan terwujudnya peningkatan fasilitas perhubungan, peningkatan pariwisata, penataan manajemen pertanahan, peningkatan penanganan sungai dan drainase, serta peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan air bersih. 2. Terwujudnya pengembangan industri dan perdagangan yang kompetitif. 3. Terwujudnya pengembangan agribisnis terpadu bersamaan dengan terwujudnya peningkatan investasi dan ekspor non migas, pengembangan usaha mikro dan usaha kecil menengah serta koperasi, termasuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). 4. Terwujudnya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. 5. Terwujudnya peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, bersamaan dengan peningkatan kualitas ketaqwaan kehidupan beragama dalam masyarakat dan peningkatan pembinaan olahraga, kepemudaan dan perempuan, terwujudnya peningkatan tata pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) dalam pelayanan administrasi umum dan peningkatan pemberdayaan pelaku pembangunan. 6. Terwujudnya peningkatan lingkungan hidup dan kebersihan kota, bersamaan dengan peningkatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
85
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Untuk mencapai prioritas tersebut maka arah kebijakan pembangunan sesuai dengan misi Kota Samarinda adalah sebagai berikut : 6.1. Misi:
Meningkatkan Fasilitas dan utilitas penunjang sektor jasa, industri, perdagangan dan pemukiman maka arah kebijakan pada masing-masing prioritas adalah sebagai berikut :
6.1.1. Prioritas 1: Terwujudnya pemanfaatan ruang kota dengan fungsinya, bersamaan dengan terwujudnya peningkatan fasilitas perhubungan, peningkatan
pariwisata,
penataan
manajemen
pertanahan,
peningkatan penanganan sungai dan drainase, serta peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan air bersih. 6.1.2. Permasalahan: Prioritas diatas merupakan kebijakan didalam menghadapi persoalanpersoalan dalam lingkup tata ruang kota, fasilitas perhubungan, pariwisata, manajemen pertahanan, penanganan sungai dan drainase, dan kualitas dan kuantitas pelayanan air bersih. Adapaun permasalahan masing-masing lingkup adalah sebagai berikut : a. Permasalahan Tata Ruang Beberapa permasalahan yang dihadapi daerah dalam Tata Ruang Kota antara lain : 1. Perkembangan kawasan yang mengalami pertumbuhan pesat belum diikuti dengan Rencana Detail Tata Ruang ( RDTRK ) pada kawasan tersebut. Perencanaan RDTR Kawasan IKK ( Ibu Kota Kecamatan) yang sudah ada memiliki radius perencanaan yang terbatas hanya disekitar Ibu Kota Kecamatan dan tidak menjangkau kawasan sekitar yang mengalami pertumbuhan cepat. Selain itu beberapa produk
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
86
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
RDTR tersebut sudah lama (lebih 10 tahun) sehingga perlu diadakan tinjauan ulang. 2. Belum adanya Rencana Teknik Ruang (RTR) yang lebih rinci khususnya pada kawasan tumbuh cepat seperti, kawasan Kecamatan Samarinda Utara, Samarinda Seberang dan Palaran dan kawasan aglomerasi perkotaan di wilayah Kelurahan Sidodadi, Pasar Pagi dan Kecamatan Palaran. 3. Perencanaan Tata Ruang yang telah dilakukan kurang memperhatikan infrastruktur yang ada seperti jaringan irigasi teknis dan kelas jalan. 4. Adanya
pemanfaatan
ruang
yang
tidak
sesuai
dengan
peruntukkannya. Kondisi ini secara umum disebabkan antara lain : a.
Ketidaktahuan masyarakat terhadap fungsi kawasan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang.
b.
Tingkat ekonomi masyarakat yang relatif masih rendah, sehingga eksploitasi terhadap lahan – lahan yang memiliki nilai ekonomis menjadi pilihan dalam meningkatkan kesejahteraan.
c.
Pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan perijinan yang telah dikeluarkan.
5. Belum adanya pelaporan system pengendalian pemanfaatan ruang dalam bentuk laporan tahunan perubahan penggunaan lahan. Laporan tersebut meliputi luasan dari perubahan penggunaan tanah, lokasi dan bentuk perubahan yang terjadi. 6. Belum semua stakeholders mempunyai perhatian yang sama terhadap pemanfaatan ruang.
b. Permasalahan Pariwisata Beberapa permasalahan yang dihadapi daerah ini di sektor pariwisata antara lain : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
87
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
1. Keterbatasan infra stuktur sarana dan prasarana transportasi 2. Keterbatasan sumber daya manusia bidang pariwisata, termasuk pemandu profesional wisata minat khusus. 3. Belum tergarapnya tipe akomodasi yang mendukung wisata minat khusus. 4. Belum optimalnya data potensi obyek dan industri jasa kepariwisataan.
c. Permasalahan Transportasi Transportasi
secara
umum
berfungsi
sebagai
katalisator
dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah antara pusat kota dengan wilayah daerah pinggiran kota. Infrastruktur transportasi mencakup transportasi jalan, angkutan sungai, danau dan transportasi udara di dalam program pembangunan di Kota Samarinda. Pada umumnya infrastruktur transportasi mengemban fungsi pelayanan publik dan misi pembangunan di wilayah Kota Samarinda dan di sisi lain sebagai tujuan untuk mendukung perwujudan masyarakat dalam lalu lintas perekonomian barang, jasa dan manusia. Pembangunan transportasi diharapkan dapat menunjang kesejahteraan masyarakat
yang
disediakan
melalui
ketersediaan
infrastruktur
transportasi yang akan menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan. Demikian pula dengan adanya pemerataan transportasi secara adil dan merata di dalam wilayah Kota Samarinda, maka masyarakat bisa mendapatkan kebutuhan pelayanan jasa transportasi secara mudah dan terjangkau. Secara umum kendala yang dihadapi sektor transportasi meliputi aspek kapasitas, kondisi, jumlah dan kuantitas prasarana dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
88
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
sarana fisik, teknologi, sumber pembiayaan serta manajemen, operasi dan pemeliharaan. c.1. Permasalahan Prasarana Jalan Secara umum kondisi jaringan jalan di wilayah Kota Samarinda beberapa tahun terakhir ini terjadi peningkatan kuantitas dan kualitasnya, tetapi di sisi lain untuk mempertahankan kondisi fisiknya memerlukan biaya yang besar dari segi pemeliharaan dari jalan tersebut. Hal ini sangat menjadi beban biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Samarinda. Di dalam jaringan jalan di wilayah Kota Samarinda terdapat kewenangan penanganannya yaitu terdiri : jalan nasional, jalan propinsi dan jalan kota dalam Kota Samarinda. Dari ketiga kewenangan tersebut jalan di dalam Kota Samarinda atau jalan lokal yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Samarinda adalah yang terbesar, sehingga diperlukan dana pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan dari jalan tersebut. Masalah lainnya adalah tingkat kerusakan jalan akibat kualitas jalan/beban jalan yang ada tidak sesuai dengan beban kendaraan yang melalui jalan tersebut, sehingga berakibat rusaknya jalan sebelum umur teknis jalan tersebut tercapai. c.2. Permasalahan Lalu Lintas Angkutan Jalan Beberapa permasalahan lalu lintas angkutan jalan yang terjadi di wilayah Kota Samarinda antara lain : 1) Masih rendahnya kondisi pelayanan prasarana jalan akibat ketidakcukupan kapasitas jalan, terutama dilihat dari perkembangan kapasitas prasarana jalan, dibandingkan dengan perkembangan/peningkatan jumlah kendaraan bermotor baik kendaraan pribadi maupun kendaraan untuk jasa niaga dan angkutan umum. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
89
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
2) Kondisi kualitas dan kuantitas sarana dan pelayanan angkutan umum yang masih terbatas, walaupun tiap tahun terjadi peningkatan jumlah armadanya. 3) Masih tingginya kerusakan jalan akibat pelanggaran muatan lebih atau beban kendaraan yang melayani kelas/kapasitas dari jalan tersebut. 4) Masih tingginya jumlah dan fatalitas kecelakaan akibat disiplin pengguna jalan, rendahnya tingkat kelaikan armada, rambu dan fasilitas keselamatan di jalan yang masih kurang, penegakan/tindakan terhadap pelanggaran dan pendidikan berlalu lintas yang masih belum optimal. c.3. Permasalahan Transportasi Sungai Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintahan daerah adalah diperlukan perluasan dermaga angkutan sungai baik di Dermaga Mahakam Ulu maupun Dermaga Mahakam Ilir yang diperlukan alokasi dana baik untuk pembangunannya serta biaya pemeliharaan fisik nantinya. Sehingga dengan demikian peran pemerintah daerah dalam menjaga dapat lancarnya dan berkesinambungan pelayanan transportasi sungai yang nyaman, cepat dan aman, maka diperlukan biaya pembangunan, pemeliharaan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan publik angkutan sungai kepada masyarakat serta dunia usaha jasa angkutan sungai. c.4. Permasalahan Transportasi Laut Berdasarkan kondisi prasarana dan sarana Pelabuhan Samarinda saat sekarang ini, maka diperlukan pengembangan dan yang sangat mendesak adalah dengan membangun pelabuhan baru yang masih berlokasi dalam wilayah Kota Samarinda.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
90
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Diperlukannya pembangunan pelabuhan baru tersebut dikarenakan sudah tidak mencukupinya prasarana dan sarana pelabuhan yang ada sekarang baik dari segi kuantitas dan kualitas, khususnya bongkar muat barang-barang baik untuk yang datang maupun dikirim/ekspor dalam bentuk kontainer. Adapun lokasi baru untuk pembangunan pelabuhan tersebut berada di Kecamatan Palaran dengan luasan lahan sebesar 50 ha, dan direncanakan pembangunan dimulai tahun 2005 dan dapat selesai pada tahun 2007. c.5. Permasalahan Transportasi Udara Transportasi udara adalah salah satu modal yang menuntut ketelitian dan akurasi paling tinggi dibanding modal transportasi yang lain untuk menjaga keselamatan baik selama penerbangan maupun saat ada di bandara. Kondisi dan permasalahan transportasi udara di Kota Samarinda adalah prasarana dan sarana Bandar Udara Temindung sudah tidak memenuhi persyaratan baik dari segi keselamatan penerbangan maupun untuk melayani jumlah penumpang dan barang yang dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat. Dari kondisi Bandara Temindung tersebut dapat ditemui pula permasalahan lain yaitu bandara tersebut sudah tidak dapat ditingkatkan perluasan pembangunannya karena lahan yang ada sudah dipenuhi dan dekat dengan permukiman penduduk. Berdasarkan kondisi tersebut, maka Pemerintah Kota Samarinda bersama dengan Pemerintah Propinsi Kalimantan
Timur
sudah
merencanakan
dan
menetapkan
pembangunan bandara baru di Kelurahan Sungai Siring dengan luas lahan 300 ha.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
91
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Adapun persiapan dokumen perencanaan yang telah selesai dibuat adalah Detail Engineering Design (DED) serta dokumen pendukung lainnya, dan diharapkan pembangunannya dapat dilaksanakan pada tahun 2005.
d. Permasalahan Drainase Beberapa permasalahan drainase yang terjadi di wilayah Kota Samarinda antara lain: 1) Terjadinya peningkatan jumlah sampah yang berasal dari rumah tangga. Meningkatnya
jumlah/volume
sampah
yang
dihasilkan
dari
masyarakat/ rumah tangga dari tahun ke tahun, hal ini mengakibatkan pembuangan sampah belum optimal dan prosentasenya mencakup 90%
sampah
yang
dapat
terangkat
Pembuangan Akhir (TPA). Sedangkan
sampai
dengan
Tempat
10% sampah lainnya yang
tidak terangkut dikelola swadaya oleh masyarakat dengan cara dibakar atau ditanam ditanah. 2) Menurunnya kualitas manajemen Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Berubahnya sistem pengelolaan TPA yang semula memakai sistem sanitary landfill atau control landfill menjadi open dumping dapat menjadi penurunan kinerja tersebut. Dengan kondisi ini akan memperburuk kualitas lingkungan disekitarnya akibat pencemaran udara dari sampah yang terbakar sehingga tidak terkendalinya gas methane dan proses pembusukkan sampah, rusaknya air tanah/air permukaan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
92
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
3) Belum optimalnya fungsi saluran drainase sebagai penyaluran air hujan akibat kesadaran masyarakat yang belum mendukung secara optimal untuk mengamankan fungsi drainase dari tempat pembuangan sampah, maka hal ini akan mengakibatkan terjadinya peningkatan kawasan tergenang dan akan menghambat fungsi drainase. Belum optimalnya fungsi drainase diperparah pula dengan terjadinya perubahan fungsi lahan yang semula sebagai daerah tangkapan air/catchment
area
yang
berubah
fungsi
menjadi
pemukiman
penduduk sehingga mengakibatkan terjadinya banjir atau genangan air pada beberapa wilayah permukiman penduduk.
e. Permasalahan Pertanahan Beberapa permasalahan pertanahan yang terjadi di wilayah Kota Samarinda antara lain : 1) Masih banyaknya tumpang tindih kepemilikan tanah, 2) Sertifikasi tanah belum maksimal. 3) Peralihan penggunaan lahan masih belum terkoordinasi dengan baik. 4) Sistem pelayanan yang diberikan masih belum memenuhi kriteria pelayanan prima. 5) Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat pengguna lahan akan arti pentingnya penata gunaan tanah karena semuanya mempunyai konsekuensi hukum. f. Permasalahan Air Bersih Kota besar dengan jumlah penduduk yang besar pula tentu memerlukan air bersih, karena air merupakan salah satu kebutuhan utama makhluk hidup. Persoalannya di kota-kota di Indonesia, apalagi kota besar yang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
93
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
merupakan ibukota propinsi masalah ketersediaan air bersih masih menjadi sesuai dambaan yang sulit untuk diwujudkan. Penyebabnya, karena umumnya kota-kota besartidak memiliki sumber air bersih sendiri. Karena sumber-sumber air bersih tersebt justru ada di daerah-daerah di sekitarnya. Bagi kota besar yang memiliki sungai yang besar secara kuantitas, justru mengalam masalah dari sisi kualitas air, karena air sungai di perkotaan umumnya mengalami pencemaran dan tidak dikonsumsi.
Kalaupun
dengan
perlakuan
khusus
layak
akhirnyadapat
dikonsumsi, biayanya menjadi terlalu besar. Penanggulangan air bersih yang dibutuhkan masyarakat perkotaan dapat diantisipasi pemerintah kota. Masalah utama tersedianya sumber air bersih yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota yang cukup banyak. Seandainya kota tidak memiliki sumber air itu, harus ada kerjasama jangka panjang dengan pemerintah daerah pemilik sumber air bersih tersebut yang berada di sekitar kota. Setelah itu diperoleh tentu langkah berikutnya berupa tersedianya saluran air bersih dari pusat penampungan ke rumah-rumah penduduk kota. Kenyataan di berbagai kota, pipa saluran air tersebut masih banyak yang merupakan sisa-sisa peninggalan pemerintah Hindia-Belanda, sehingga banyak yang sudah rusak. Guna mewujudkan harapan masyarakat terhadap air bersih yang layak pakai, perlu program pipanisasi guna mengganti pipa masa lalu yang sudah out off date tersebut. 6.1.3. Sasaran: Untuk memberikan pemecahan atas permasalahan dan kondisi diatas maka sasaran untuk mencapai prioritas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Terwujudnya pemanfaatan ruang kota sesuai dengan fungsinya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
94
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
b. Terwujudnya peningkatan fasilitas perhubungan c. Terwujudnya peningkatan pariwisata d. Terwujudnya penataan manajemen pertahanan e. Terwujudnya peningkatan penanganan sungai dan drainase f. Terwujudnya peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan air bersih
6.1.4. Arah Kebijakan Untuk mencapai sasaran tersebut maka arah kebijakan dari masing-masing sasaran adalah sebagai berikut: 1. Terwujudnya pemanfaatan ruang kota sesuai dengan fungsinya, dengan arah kebijakan: a. Melaksanakan kegiatan penataan ruang kota yang terpadu, termasuk merancang pemekaran kecamatan bersamaan dengan membentuk kawasan lingkungan bisnis (central district business) baru, juga dengan mengikuti kawasan segi tiga emas Kota Samarinda. b. Melaksanakan pengendalian dengan sinergis
pembangunan
seraca
terpadu
c. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan tata ruang d. Menyediakan pedoman rencana tata ruang e. Menyusun perencaaan ruang kota f.
Meningkatkan peran swasta dalam pembiayaan pembangunan jangka menengah
g. Membangun dan memperbaiki perumahan dengan pola swadaya masyarakat
2. Terwujudnya peningkatan fasilitas perhubungan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
95
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
a. Meningkat kondisi kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana b. Mengingkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur pelayanan perhubungan 3. Terwujudnya peningkatan pariwisata a. Meningkatkan kualitas & kuantitas prasarana & sarana pada objek pariwisata b. Meningkatkan partisipasi swasta berinvestasi di bid. Pariwisata c. Meningkatkan kuantitas dan kualitas kunjungan ke objek pariwisata 4. Terwujudnya penataan manajemen pertanahan a. Meningkatkan pelayanan pertanahan yang lebih efektif b. Menata penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan c. Memperkuat kelembagaan pertanahan. 5. Terwujudnya peningkatan penanganan sungai dan drainase a. Mewujudkan manajemen sungai yang efisien dan efektif b. Mewujudkan manjemen drainase yang efisien dan efektif 6. Terwujudnya peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan air bersih a. Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan air bersih b. Terwujudnya peningkatan pelayanan distribusi air bersih
6.2. Misi: Meningkatkan kualitas produksi unggulan dan mencari alternatif komoditi yang dapat dikembangkan untuk ekspor guna meningkatkan PAD 6.2.1. Prioritas 2: Terwujudnya pengembangan industri dan perdagangan yang kompetitif. 6.2.2. Permasalahan: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
96
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Permasalahan Pembangunan Industri dan Perdagangan Perkembangan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh perkembangan nilai tambah bruto sektor-sektor pada PDRB, sektor perdagangan dan industri pengolahan merupakan sektor-sektor yang memiliki peran yang mendominasi pembentukan PDRB yang selanjutnya memberikan sumbangan paling besar pada pertumbuhan ekonomi. Sektor industri pengolahan dan perdagangan juga mempunyai peran dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui penyediaan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui peningkatan penerimaan pajak daerah dan retribusi dalam upaya membiayai pembangunan infratruktur kota. PERKEMBANGAN NILAI TAMBAH BRUTO DAN KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN PADA PDRB ADH KONSTAN KOTA SAMARINDA TAHUN 2000-2004 URAIAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN a. Nilai Tambah Bruto ( Juta Rp) - Pertumbuhan (%) - Pertumbuhan Rata-Rata (%) b. Kontribusi Pada PDRB (%) - Pertumbuhan (%) - Pertumbuhan Rata-Rata (%) SEKTOR PERDAGANGAN a. Nilai Tambah Bruto ( Juta Rp) - Pertumbuhan (%) - Pertumbuhan Rata-Rata (%) b. Kontribusi Pada PDRB (%) - Pertumbuhan (%) - Pertumbuhan Rata-Rata (%)
TAHUN 2000
2001
2002
895.903 -
r)
922.670 r) 2,99
942.663 2,17
29,47 -
r)
28,45 r) (1,02)
744.857 -
r)
810.777 r) 8,85
893.800 10,24
24,50 -
r)
25,00 r) 2,04
25,17 0,68
26,55 (1,90)
2003 964.349 *) 2,30 2,49 24,88 *) (1,67) (1,53)
1.006.790 12,64 10,58 25,97 3,18 25,38
*)
*)
Keterangan : r) Revisi *) Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Samarinda
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
97
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Walaupun sektor industri pengolahan memiliki peran besar pada pembentukan PDRB dengan nilai tambah bruto yang semakin meningkat dari Rp. 895.903 Juta pada tahun 2000 menjadi Rp. 964.349 Juta pada tahun 2003 dengan pertumbuhan 2,49 % per tahun, tetapi peran sektor industri pengolahan mengalami penurunan dari 29,47 % pada tahun 2000 menjadi 24,88 % pada tahun
2003 dengan pertumbuhan –1,53 per tahun, selain itu
apabila dilihat tren pertumbuhan nilai tambah brutonya mengalami penurunan dari tingkat pertumbuhan sebesar 2,99% pada tahun 2001 menurun menjadi 2,30% pada tahun 2003. Sedangkan sektor perdagangan mengalami peningkatan yang sangat tajam terutama pada pertumbuhan nilai tambah brutonya, dari Rp. 744.857 Juta pada tahun 2000 meningkat menjadi Rp. 1.006.790 Juta pada tahun 2003 dengan tingkat pertumbuhan 10,58 % per tahun. Selain terjadi pertumbuhan pada nilai tambah brutonya, peran sektor perdagangan terhadap pembentukan PDRB juga mengalami peningkatan, dari kontribusinya pada PDRB sebesar 24,50% pada tahun 2000 meningkat menjadi 25,97% pada tahun 2003 dengan tingkat pertumbuhan 1,97% per tahun.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
98
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
PERKEMBANGAN PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TERHADAP ANGKATAN KERJA DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2000-2004 ANGKATAN KERJA TAHUN
TK. SEKTOR INDUSTRI
JUMLAH
PERTUMBUHAN
JUMLAH
PERTUMBUHAN
(Orang)
(%)
(Orang)
(%)
2000 217.740 2001 225.124,00 2002 231.436,00 2003 239.183,00 2004 237.173,00 RATA-RATA Keterangan : r) Revisi *) Angka Sementara
3,39 2,80 3,35 (0,84) 2,18
43.350 53.546,00 42.170,00 41.492,00 38.754,00
PENYERAPAN %
PERTUMBUHAN
(%)
23,52 (21,25) (1,61) (6,60) (1,48)
19,91 23,79 18,22 17,35 16,34
3,88 (5,56) (0,87) (1,01) (0,89)
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Samarinda
Menurunnya pertumbuhan nilai tambah bruto dan peran sektor industri pengolahan pada PDRB memberikan dampak pada semakin menurunnya kemampuan sektor industri pengolahan dalam menyerap tenaga kerja, tercermin pada data statistik dimana pada tahun 2000 sektor industri pengolahan dapat menyerap tenaga kerja sebesar
19,91% dari total
angkatan kerja menurun menjadi 16,34% pada tahun 2004 dengan tingkat pertumbuhan kemampuan menyerap tenaga kerja dari total angkatan kerja sebesar –0,89%. Hal ini menunjukan bahwa peran dari sektor industri dan pengolahan dalam menyediakan lapangan kerja di Kota Samarinda semakin menurun. Kondisi ini terbentuk di sebabkan oleh adanya kelemahan dalam: 1) Pola pikir masyarakat dalam mengembangkan ekonomi masih banyak didominasi sektor migas dan berorientasi pada pola pertanian tradisional yang masih belum memanfaatkan pola pengembangan pertanian berwawasan bisnis dan berwawasan industri, 2) Ketrampilan dan profesionalisme para Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
99
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
pengusaha dalam menangani usaha industri dan perdagangan khususnya ekonomi lemah masih rendah sehingga terdapat kurangnya kemandirian usaha, efisiensi, desain, diversivikasi produk dan pemanfaatan peluang pasar. Hal ini tidak terlepas dari tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki relatif rendah sehingga menyulitkan dalam usaha pembaharuan dan transfer teknologi, 3) Masih rendahnya minat usaha industri serta belum didukung sumberdaya manusianya yang trampil dalam mengolah sumberdaya alam baik untuk produk-produk pangan maupun produk lain khususnya yang berskala kecil,
4) Belum optimalnya keterkaitan antar industri besar,
menengah dan kecil serta industri rumah tangga. 5) Masih tingginya ketergantungan dengan daerah lain dalam hal pasokan beberapa kebutuhan pokok, barang-barang penting dan strategis lainnya yang dalam hal pengadaannya sangat dipengaruhi oleh kelancaran transportasi dari daerah produsen, 6) Pada beberapa hasil jenis industri masih dihadapkan masalah kurangnya efisiensi pemanfaatan bahan baku yang disebabkan oleh tertinggalnya teknologi proses produksi, serta kondisi mesin-mesin pabrik yang sudah tua dan masih belum melakukan re-enggenering secara berencana, 7) Masih lemahnya managemen sentra dan lingkungan industri kecil yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang sehingga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, juga sering terjadi perubahan fungsi lahan yang digunakan, 8) Hasil produksi pertanian di wilayah KUD di dalam pelaksanaan tata niaganya masih dikuasai para pedagang pengumpul dengan tingkat harga rendah yang diterima oleh petani, 9) Belum dimanfaatkannya secara optimal kegiatan pameran baik yang yang dilaksanakan di dalam maupun diluar negeri oleh para eksportir serta tingkat partisipasi para pengusaha dalam kegiatan identifikasi potensi ekspor masih rendah. Faktor penyebab yang paling mendasar atas menurunnya pertumbuhan nilai tambah sektor industri pengolahan adalah lemahnya daya saing sektor Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
100
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
industri pengolahan, kurang kondusifnya lingkungan usaha memiliki implikasi besar terhadap penurunan daya saing ekonomi, terutama bagi sektor-sektor industri sebagai lapangan kesempatan kerja utama dan sektor manufaktur yang merupakan salah satu motor bagi pertumbuhan ekonomi. Menurut catatan World Economic Forum (WEF) tahun 2004, posisi daya saing Indonesia masih berada pada urutan ke-69 dari 104 negara yang diteliti, lebih buruk dari Malaysia urutan ke-31, Thailand di posisi ke-34 dan lebih baik dari vietnam di posisi 76. Rendahnya kondisi daya saing industri pengolahan, disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian Kota Samarinda dalam 4 (empat) hal pokok, yaitu: (a) Buruknya kinerja perekonomian Kota Samarinda yang tercermin dalam kinerjanya di perdagangan internasional, investasi, ketenagakerjaan, dan stabilitas harga, (b) Buruknya efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan daerah dan kebijakan fiskal, pengembangan berbagai peraturan dan perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya koordinasi akibat kerangka institusi publik yang masih banyak tumpang tindih, dan kompleksitas struktur sosialnya, (c) Lemahnya efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara bertanggung jawab yang tercermin dari tingkat produktivitasnya yang rendah, pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional, dan (d) Keterbatasan di dalam infrastruktur, baik infrastruktur fisik, teknologi, dan infrastruktur dasar yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan kesehatan. Selain permasalahan berkenaan dengan kondisi ekonomi, faktor-faktor penting di luar ekonomi juga belum menunjukkan perbaikan kinerja secara nyata adalah, pengembangan dan penerapan iptek terutama
untuk
kepentingan
produksi
masih
sangat
terbatas,
iklim
ketenagakerjaan, pengembangan infrastruktur, dan pengembangan SDM. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
101
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Berbagai permasalahan di tingkat makro di atas, membawa pengaruh negatif pada kondisi pada tataran bisnis atau industri. Pengembangan kelembagaan dan kemampuan untuk peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pada tingkat perusahaan tidak berjalan sesuai harapan. Sebagai contoh, peningkatan produktivitas pekerja tidak tercipta. Dari indikasi sederhana seperti pertumbuhan upah riil dibandingkan dengan pertumbuhan nilai tambah per pekerja untuk sektor industri manufaktur, kondisinya menunjukan penurunan untuk seluruh skala usaha. Contoh lain, mekanisme hubungan industrial yang terjadi belum secara proporsional menampung kepentingan pengusaha dan pekerja. Sementara itu, standardisasi produk industri, pengembangan infrastruktur yang efisien dan sesuai dengan kebutuhan sektor industri, serta peningkatan kompetensi tenaga kerja belum sepenuhnya berjalan optimal karena keterbatasan sumberdaya. Terpuruknya
daya
saing
sektor
industri
disebabkan
karena
membengkaknya biaya overhead produksi. Penelaahan terhadap tingginya pos pembiayaan di atas menyimpulkan beberapa permasalahan spesifik di sektor industri manufaktur, yaitu sebagai berikut: 1) Pelayanan publik yang buruk mengakibatkan tingginya biaya overhead, 2) Cost of money yang relatif tinggi,
3)
Administrasi
perpajakan
yang
belum
optimal.
Pengusaha
menganggap administrasi perpajakan terutama dalam kaitannya dengan restitusi produk-produk industri ekspor sangat tidak efisien. Hal tersebut mengakibatkan daya saing produk ekspor menjadi berkurang karena pengusaha pada akhirnya membebankan ke harga jualnya. Selain itu, hal tersebut juga tidak kondusif untuk integrasi antar industri terkait untuk pengadaan bahan antaranya. Pada umumnya mereka memilih untuk impor bahan baku atau produk antara karena sejak awal tidak berurusan dengan PPN 10 persen, 4) Kandungan impor sangat tinggi. Tingginya kandungan impor ini mengakibatkan rentannya biaya produksi terhadap fluktuasi nilai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
102
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
tukar rupiah dan kecilnya nilai tambah sektor industri pengolahan , 5) Lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi, 6) Kualitas SDM relatif rendah. Peningkatan daya saing industri manufaktur tidak terlepas peran dari industri kecil dan menengah (IKM), peranan industri kecil dan menengah (termasuk RT) masih minim. Industri kecil dan menengah terkonsentrasi
di
sub-sektor makanan dan kayu. Industri-industri pada segmen ini umumnya melayani konsumen akhir atau memproduksi komponen untuk ”after sales market”, dengan segmen kelas terendah. Sangat sedikit diantara mereka yang memproduksi bahan baku dan/atau barang intermediate serta memasoknya ke industri hilir. Dengan kondisi ini, industri kecil dan menengah belum berada dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan industri berskala besar, karena: 1) Sumberdaya manusia industri manufaktur khususnya industri menengah ke bawah belum berorientasi pada kompetensi bidang khusus untuk mendalami keahlian teknis / teknologis dan
desain
tertentu,
2) Penguasaan teknologi dan desain produk serta upaya inovasi kearah perbaikan mutu masih sangat terbatas, Agresivitas untuk mengakses kebutuhan dan selera (persyaratan) pasar masih lemah, 3) Industri manufaktur di Kota Samarinda sebagian besar masih bersifat home industri, yang belum mengarah pada disiplin industri modern, 4) Faktor hygiene serta fungsi kemasan yang mengarah pada clener production masih belum di perhatikan, 5) Belum adanya pusat pemasaran bagi produk-produk industri menengah ke bawah, 6) Sarana promosi belum di jadikan salah satu modal untuk meningkatkan volume penjualan. Apabila kondisi ini tetap bertahan, ke depan : 1) Kota Samarinda akan menjadi kota tujuan pasar/kota konsumen bukan sebagai kota produsen, tidak sesuai dengan visi Kota Samarinda yaitu sebagai kota industri, jasa
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
103
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
dan
perdagangan.
Hendaknya
untuk
mencapai
visi
tersebut
pertumbuhan sektor industri pengolahan dan perdagangan harus signifikan, 2) Akan menurunkan pertumbuhan investasi di Kota Samarinda, 3) Akan terjadi pergeseran ekonomi dalam struktur ekonomi di Kota Samarinda yang mengarah
pada
kemerosotan
tingkat
pendapatan
masyarakat,
4)
Pengangguran meningkat dan bermunculan sektor informal baru yang berdampak pada munculnya permasalahan kota lainnya.
6.2.3. Sasaran: Terwujudnya pengembangan industri dan perdagangan yang kompetitif.
6.2.4. Arah Kebijakan: a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas perdagangan dan produkproduk manufaktur. b. Meningkatnya
akses
pasar
perdagangan
dan
produk-produk
manufaktur c. Meningkatnya pertumbuhan industri manufaktur.
6.2.5. Prioritas 3: Terwujudnya pengembangan agribisnis terpadu bersamaan dengan terwujudnya peningkatan investasi dan ekspor non migas, pengembangan usaha mikro dan usaha kecil menengah serta koperasi, termasuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
104
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
6.2.6. Permasalahan: a.
Permasalahan pembangunan Pertanian Sektor
pertanian
mencakup
pertanian
tanaman
pangan,
perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Sesuai tugas pokok dan fungsinya institusi Pemerintah Kota Samarinda yang bertugas melaksanakan pembangunan tanaman pangan,
perkebunan, dan
kehutanan adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan, pembangunan perikanan dilakukan oleh Kantor Perikanan dan untuk pembangunan peternakan dilakukan oleh Kantor Peternakan. Komoditi tanaman pangan mencakup padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, sayursayuran, buah-buahan, dan tanaman lainnya. Komoditi tanaman perkebunan mencakup karet, kelapa, kopi, teh, tebu, tembakau, cengkeh, pala, kakau, lada, kayu manis, jarak dan kapas serta tanaman perkebunan lainnya. Komoditi kehutanan mencakup semua hasil kegiatan penebangan segala jenis kayu serta pengambilan daun-daunan, getah-getahan,
akar-akaran
serta
perburuan.
Komoditi
perikanan
termasuk semua hasil kegiatan perikanan yang terdiri atas penangkapan, pembenihan dan budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya. Komoditi peternakan termasuk semua hasil kegiatan peternakan yang terdiri
atas
pemeliharaan
ternak,
dengan
tujuan
di
besarkan,
dikembangkan, digemukan baik untuk bibit serta dimanfaatkan untuk dipotong dan keperluan lainnya seperti ternak besar, ternak kecil, unggas dan hasil ikutan lainnya termasuk kulit, tulang dan tanduk. Sektor pertanian mempunyai peran pada pertumbuhan ekonomi, penyediaan pangan dan penyediaan lapangan pekerjaan dalam rangka mendukung, peningkatan penghasilan masyarakat dan ketahanan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
105
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
pangan di Kota Samarinda, yang tercermin pada pendapatan domestik regional bruto (PDRB), ketersediaan stok pangan serta penyerapan tenaga kerja. PERKEMBANGAN NILAI TAMBAH BRUTO DAN KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN PADA PDRB ADH BERLAKU KOTA SAMARINDA TAHUN 2000-2004 TAHUN URAIAN 2000 2001 2002 2003 a. Nilai Tambah Bruto ( Juta Rp) - Pertumbuhan (%) - Pertumbuhan Rata-Rata (%) b. Kontribusi Pada PDRB (%) - Pertumbuhan (%) - Pertumbuhan Rata-Rata (%)
41,559 1.37 -
2004
43,446 47,317 r) 49,312 r) 56,067 *) 4.54 8.91 4.22 13.70 7.84 1.34 1.33 r) 1.27 r) 1.32 *) (0.03) (0.01) (0.06) 0.05 (0.01)
Keterangan : r) Revisi *) Angka Sangat Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Samarinda
Nilai tambah bruto sektor pertanian atas harga konstan tahun 20002004 menunjukan peningkatan dari Rp. 41.559 Juta pada tahun 2000 menjadi Rp. 56.057 Juta pada tahun 2004 dengan pertumbuhan sebesar 7,84 % per tahun, tetapi kontribusi sektor pertanian pada PDRB Kota Samarinda justru mengalami penurunan dari 1.37 % pada tahun 2000 menjadi 1.32 % dengan pertumbuhan sebesar –0,01 %. Hal ini menunjukan walaupun terjadi peningkatan produksi pada sektor pertanian yang secara langsung mempengaruhi nilai tambah brutonya tetapi peran sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB sangat rendah dan cenderung menurun dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
106
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
PERKEMBANGAN PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN TERHADAP ANGKATAN KERJA DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2000-2004 ANGKATAN KERJA TK. SEKTOR PERTANIAN PENYERAPAN TAHUN JUMLAH PERTUMBUHAN JUMLAH PERTUMBUHAN % PERTUMBUHAN (Orang) (%) (Orang) (%) (%) 2000 217.740 19.228 - 8,83 2001 225.124,00 3,39 19.314,00 0,45 8,58 (0,25) 2002 231.436,00 2,80 19.932,00 3,20 8,61 0,03 2003 239.183,00 3,35 20.880,00 4,76 8,73 0,12 2004 237.173,00 (0,84) 18.310,00 (12,31) 7,72 (1,01) RATA-RATA 2,18 (0,98) (0,28)
Keterangan : r) Revisi *) Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Samarinda
Penyerapan tenaga kerja oleh sektor pertanian tahun 2000-2004 menunjukan perkembangan yang memprihatinkan, karena pada tahun 2000-2004 kemampuan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja menurun sebesar –0,28 % per tahun dari total angkatan kerja. Semakin menurunnya kemampuan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja disebabkan oleh perkembangan jumlah angkatan kerja yang tidak signifikan dengan perkembangan kemampuan sektor pertanian dalam menyediakan lapangan pekerjaan, dimana pada tahun 2000-2004 perkembangan angkatan kerja mengalami peningkatan sebesar 2,18 % tetapi perkembangan sektor pertanian dalam menyediakan lapangan pekerjaan justru semakin menurun terlihat dari perkembangan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian menurun sebesar –0,98 % per tahun. Kondisi ini menggambarkan bahwa perkembangan peran sektor pertanian dalam penyediaan lapangan pekerjaan sangat kecil dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
107
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
cenderung menurun bila dibandingkan dengan perkembangan angkatan kerja. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2000-2004
TAHUN
2000 2001 2002 2003 2004
NILAI TAMBAH BRUTO TENAGA KERJA PRODUKTIVITAS PERTUMBUHAN ADH KONSTAN SEK. PERTANIAN (Rp.) (%) SEK. PERTANIAN (Org) (Rp.) 41.559.000.000 19.228 2.161.379,24 43.446.000.000 19.314 2.249.456,35 4,08 19.932 2.373.921,33 5,53 47.317.000.000 r) 49.312.000.000 r) 20.880 2.361.685,82 (0,52) 18.310 3.062.097,21 29,66 56.067.000.000 *) RATA-RATA 9,69
Keterangan : r) Revisi *) Angka Sementara
Walaupun pada tahun 2000-2004 kemampuan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja menurun tetapi produktivitas tenaga kerja sektor pertanian riel (nilai tanpa dipengaruhi inflasi) meningkat sebesar 9,69 % per tahun. Peningkatan produktivitas ini disebabkan karena adanya nilai tambah bruto yang semakin meningkat per tahunnya dan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang justru menurun per tahunnya. Meningkatnya nilai tambah bruto dan menurunnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian disebabkan oleh adanya pergeseran struktur ekonomi agraris tradisional menjadi struktur ekonomi yang lebih maju, yaitu ekonomi yang didukung oleh sektor jasa-jasa dan perdagangan, serta adanya penerapan teknologi pertanian yang lebih efektif dan efisien.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
108
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Kemampuan penyediaan pangan dilihat dari perbandingan antara produksi dari komoditi-komoditi pangan dari sektor pertanian (tanaman pangan, perikanan dan peternakan) yang dapat dikonsumsi dengan kebutuhan pangan penduduk Kota Samarinda pada tahun yang sama. Pada tahun 2000 produksi komoditi-komoditi sektor pertanian Kota Samarinda belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan pangan penduduknya, sektor pertanian hanya mampu menyediakan 47,70 % dari seluruh kebutuhan pangan penduduknya. Dan pada tahun 2004 sektor pertanian hanya mampu menyediakan pangan penduduknya sebesar 46,31%, bila di bandingkan antara tahun 2000 dengan tahun 2004 kemampuan penyediaan pangan sektor pertanian menurun sebesar –1,39 %. Perkembangan ini menunjukan peran sektor pertanian terhadap pemenuhan kebutuhan pangan penduduk masih belum seperti yang diharapkan dan justru mengalami penurunan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
109
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
PERKEMBANGAN KEMAMPUAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYEDIAAN STOK PANGAN DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2000 DAN 2004 TAHUN NO
KOMODITI
2000 B1
A1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
TANAMAN PANGAN Beras 8.834,00 Jagung 1.145,60 Ubi Kayu 10.789,56 Ubi Jalar 2.390,08 Kacang Tanah 86,24 Kacang Kedelai 34,30 Kacang Hijau 13,78 Sayur-Sayuran 14.831,20 Buah-Buahan 15.801,60 PERIKANAN Ikan Darat+Laut 7.400 PETERNAKAN Daging Sapi 196,57 Daging Kerbau 1,83 Daging Kambing 21,12 Daging Domba 0,52 Daging Ayam Buras 116,81 Daging Ayam Ras 945,42 Daging Itik Daging Babi 242,74
58.926,22 2.492,63 6.476,67 2.654,29 2.044,17 3.598,15 709,20 30.041,94 23.476,62 8.395,68 1.965,65 36,5 140,8 5,21 166,87 1.277,60 255,52
C1
14,99 45,96 166,59 90,05 4,22 0,95 1,94 49,37 67,31 88,14 10,00 5,00 15,00 10,00 70,00 74,00 50,00 95,00
A2
25.519,35 92,80 6.473,82 1.584,88 51,88 10,84 2,84 59.665,80 12.750,80 10.716 151,67 1,17 41,28 0,59 295,69 888,32 2,93 272,60
2004 B2
63.582,39 2.689,59 6.988,44 2.864,02 2.205,69 3.882,46 765,24 32.415,76 25.331,67 14.179,44 1.516,72 23,42 275,23 5,85 422,42 1.200,43 5,85 286,95
RATA-RATA 47,70 Keterangan : A 1 dan A2 : Produksi lokal untuk dikonsumsi (Ton) B1 dan B2 : Kebutuhan pangan (Ton) C1 dan C2 : Kemampuan penyediaan pangan (Ton) D : Pertumbuhan kemampuan penyediaan pangan (Ton) Sumber : Kantor Pertanian Tanaman Pangan dan Kehutanan, Perikanan serta Peternakan
Kondisi-kondisi
pada gambaran diatas
D C2
40,14 3,45 92,64 55,34 2,35 0,28 0,37 184,06 50,34
25,14 (42,51) (73,96) (34,71) (1,87) (0,67) (1,57) 134,70 (16,97)
75,57
(12,57)
10,00 5,00 15,00 10,00 70,00 74,00 50,00 95,00
-
46,31
(1,39)
disebabkan oleh adanya
kendala-kendala dan permasalahan-permasalahan : 1) Perkembangan jumlah penduduk yang tidak diikuti dengan perkembangan produksi komoditi-komoditi pertanian, 2) Selain itu semakin banyak terbangun bangunan-bangunan di bekas lahan subur pertanian, 3) Kondisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
110
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
ekonomi, moneter, politik dan keamanan yang belum kondusif, 4) Diberlakukannya perdagangan bebas Asean tahun 2003 (AFTA, APEC dan ASPEC), 5) SDM pertanian relative rendah, 6) Belum tergarapnya lahan tidur disebabkan intensifikasi tanaman padi dan palawija masih belum optimal, 7) Terbatasnya infrastruktur yang mendukung usaha pertanian, 8) Rendahnya produk pertanian tanaman pangan dan hortikultura serta mobilitas penyuluhan di lapangan. 9) Pendistribusian benih, pupuk dan pestisida belum tepat waktu, jumlah, jenis, mutu, dan harga, 10) Meningkatnya gangguan/serangan organisme pengganggu tanaman dan iklim yang kurang mendukung kegiatan usaha tani, 11) Belum
terbangunnya
pemukiman
nelayan
sehingga
pembinaan
terhadap nelayan belum maksimal, 12) Belum optimalnya managemen usaha peternakan, 13) Koordinasi instansi terkait belum optimal, 14) Hasil hutan rakyat belum dimanfaatkan secara optimal, 15) Akses ke sumberdaya produktif yang terbatas yang diiringi dengan rendahnya kualitas SDM pertanian, dukungan kredit untuk sektor pertanian dalam mendukung kebutuhan modal usaha petani dan nelayan masih terbatas. Keterbatasan modal kurang mendorong petani dan nelayan untuk menerapkan
teknologi
baru
membatasi
peningkatan
untuk
nilai
meningkatkan
tambah
dan
produktivitas, mengakibatkan
ketergantungan pada penyediaan modal informal (pengijon). Akses petani dan nelayan terhadap prasarana dan sarana transportasi juga menghambat pemasaran produk pertanian dan perikanan sehingga menekan harga produk, 16) Penguasaan teknologi masih rendah, 17) Perkembangan industri hasil pertanian dan perikanan belum optimal, yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat utilisasi industri hasil pertanian dan perikanan. Peningkatan nilai tambah produk pertanian dan perikanan melalui proses pengolahan memerlukan investasi dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
111
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
teknologi pengolahan yang lebih modern. Kondisi ini diperberat oleh semakin tingginya persaingan produk dari luar negeri, baik yang masuk melalui jalur legal maupun ilegal, pengembangan sumberdaya perikanan belum optimal karena usaha budidaya perikanan masih terbatas. Pengembangan budidaya air tawar, tambak dan laut masih terbatas, karena adanya permasalahan penyediaan bahan baku pakan ikan, benih ikan unggul, jaringan irigasi yang kurang memadai, kurangnya informasi dan jaringan pemasaranan, terbatasnya akses permodalan, serta kurangnya
penyuluhan
perikanan.
Sementara
sumberdaya
perikanan masih belum dimanfaatkan secara optimal, karena rendahnya ketersediaan sarana dan prasarana penanganan hasil tangkapan ikan di Kota Samarinda dan sumber daya manusia perikanan yang terbatas serta belum tersedianya data dan infomasi perikanan yang memadai, sehingga berakibat pada menurunnya jumlah tangkapan, semakin kecilnya ukuran ikan, menurunnya jumlah species, yang akhirnya berdampak pada menurunnya penghasilan nelayan, 18) Rendahnya nilai hasil hutan non kayu yang sebenarnya berpotensi untuk meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat sekitar kawasan hutan. Hasil hutan nonkayu yang cukup potensial antara lain adalah rotan, tanaman obat-obatan, dan madu. Sementara itu, tanaman obat dan hasil hutan non kayu lainnya belum cukup dihargai dan belum terdokumentasi dengan baik karena tidak muncul dalam transaksi di pasar resmi. Sebagian besar masyarakat ini hidup dari kegiatan perladangan berpindah, memancing, berburu, menebang dan menjual kayu, serta mengumpulkan hasil hutan non kayu. Dengan pola pengusahaan yang masih tradisional ini, potensi hasil hutan non kayu tidak dapat berkembang secara optimal sehingga berakibat pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
112
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar dan bergantung dari hutan.
b. Permasalahan Investasi dan Ekspor Penyelenggaraan fasilitas ekspor-impor yang efisien dan efektif, serta perbaikan iklim investasi akan meningkatkan lingkungan usaha yang sehat dan selanjutnya kedepan akan meningkatkan daya tarik investasi. PERKEM BANGAN PEM BENTUKAN M ODAL TETAP BRUTO P A D A P D R B A D H K O N ST A N M E N U R U T P E N G G U N A A N D I K O T A SA M A R IN D A T A H U N 200 0-2004 M O D A L TE TA P B R U T O TA H U N
N ILA I
P E R TU M B U H A N
K O N TR IB U SI
P E R TU M B U H A N
(Juta R p .)
(% )
(% )
(% )
199 3
512,6 14
-
25 .54
-
199 4
571,7 74
11.54
26 .45
3.56
199 5
627,6 85
9.78
27 .32
3.29
199 6
708,0 43
12.80
28 .70
5.05
199 7
755,9 66
6.77
29 .01
1.08
199 8
770,7 86
1.96
29 .42
1.41
199 9
823,3 60
6.82
28 .69
(2.48)
R A TA -R A TA 200 0
9.93 883,0 86
-
2.38 29 .05
-
200 1
960,0 41
8.71
29 .60
1.89
200 2
1,158,4 52
20.67
32 .62
10.20
200 3
1,430,6 71
23.50
36 .91
13.15
R A TA -R A TA
13.22
6.31
Sum b er : Badan Pu sat Statistik K ota Sam arin da
Pada periode tahun 1993-1999 perkembangan investasi di Kota Samarinda berupa pembentukan modal tetap riel mengalami peningkatan, dari Rp. 512.614 Milyar pada tahun 1993 meningkat menjadi Rp. 823.360 Milyar pada tahun 1999 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 9,93% per tahun, dan pada periode ini kontribusi pembentukan modal tetap pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
113
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
PDRB juga mengalami peningkatan dari 25,54% pada tahun 1993 menjadi 28,69 % pada tahun 1999 dengan tingkat pertumbuhan 2,38% per tahun. Selanjutnya pada periode tahun 2000-2003 pembentukan modal tetap riel mengalami peningkatan yang sangat tajam dan lebih tinggi dari periode tahun 1993-1999, dari Rp. 883.086 Milyar pada tahun 2000 meningkat menjadi Rp. 1.430.671 Milyar pada tahun 2003 dengan tingkat pertumbuhan 13,22% per tahun, dan pada periode ini kontribusi pembentukan modal tetap pada PDRB juga mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari periode tahun 1993-1999, dari 29,05% pada tahun 2000 menjadi 36,91% pada tahun 2003 dengan tingkat pertumbuhan 6,31% per tahun. Hal ini menunjukan bahwa peran pembentukan modal tetap pada PDRB di Kota Samarinda semakin meningkat, pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan periode tahun 1993-1999. Sebenarnya meningkatnya investasi yang sangat tajam ini semu sifatnya, karena sebagian besar disebabkan oleh persiapan Pemerintah Kota Samarinda sebagai tuan rumah PON ke XVII tahun 2008. Pengembangan investasi ke depan di Kota Samarinda menghadapi tantangan yang tidak ringan Secara
eksternal
baik secara
semakin
internal maupun eksternal.
meningkatnya
persaingan
antara
kota/kabupaten di Indonesia untuk menarik investasi, dimana masingmasing daerah berlomba untuk meningkatkan daya tarik investasi di daerahnya. Selain itu dalam era globalisasi ini semakin meningkat daya tarik investasi pada beberapa negara Asia Timur seperti antara lain RRC, Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Pengembangan ekonomi ke depan perlu diciptakan lingkungan usaha yang kondusif serta penyederhanaan berbagai perangkat peraturan dan formulasi sistem insentif di bidang investasi. Adapun permasalahan internal yang dihadapi dalam upaya peningkatan investasi adalah sebagai berikut: 1) Prosedur perijinan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
114
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
investasi yang panjang dan lama dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN, 2) Rendahnya kepastian hukum ini tercermin antara lain dari berlarutnya perumusan RUU Penanaman Modal dan lemahnya penegakan hukum yang terkait dengan kinerja pengadilan niaga. Rendahnya kepastian hukum juga tercermin dari banyaknya tumpang tindih kebijakan antar pusat dan daerah dan antar sektor. Belum mantapnya
pelaksanaan
program
desentralisasi
mengakibatkan
kesimpangsiuran kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam kebijakan investasi. Kesemuanya ini mengakibatkan ketidakjelasan kebijakan investasi yang pada gilirannya akan menurunkan minat investasi. Berdasarkan penelitian LPEM UI Tahun 2003, pengeluaran perusahaan untuk biaya “tambahan atau pungutan liar” telah mencapai 11 persen dari biaya produksi, 3) lemahnya insentif investasi. Dibandingkan dengan negara-negara lain, masih relatif tertinggal dalam menyusun insentif
investasi,
termasuk
insentif
perpajakan,
dalam
menarik
penanaman modal, 4) Kualitas SDM rendah dan terbatasnya infrastruktur. Kurang bergairahnya iklim investasi juga disebabkan oleh keterbatasan dari daya saing produksi dan kapasitas dari sistem dan jaringan infrastruktur karena sebagian besar dalam keadaan kurang memadai. Pengembangan manufaktur yang belum berbasis pada kemampuan penguasaan teknologi dan masih relatif rendahnya kemampuan SDM tenaga kerjanya memiliki implikasi yang tidak ringan. Sementara itu, keterbatasan kapasitas infrastruktur berpengaruh pada peningkatan biaya distribusi yang pada gilirannya justru memperburuk daya saing produkproduknya. Di samping jaringan transportasi darat, satu contoh lain yang juga merupakan masalah kunci adalah bottleneck di pelabuhan ekspor karena ketidakefisiensian pengelolaan pelabuhan dan urusan-urusan kepabeanan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
115
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Kinerja ekspor ditentukan oleh seberapa besar pertumbuhan kontribusi ekspor terhadap PDRB, semakin meningkatnya pertumbuhan kontribusi ekspor pada PDRB menunjukan semakin besar peranan ekspor pada PDRB atau kinerja ekspor semakin meningkat. Pertumbuhan ekspor dan kontribusinya pada PDRB di Kota Samarinda pada periode 2000-2003 dibandingkan dengan periode tahun 1993-1999 mengalami penurunan, dimana pertumbuhan ekspor pada periode tahun1993-1999 sebesar 6,41% per tahun menurun menjadi 4,39% per tahun pada periode tahun 2000-2003 dan pertumbuhan kontribusi ekspor pada PDRB periode tahun 1993-1999 sebesar -0,52% per tahun menurun menjadi-1,80% per tahun pada periode tahun 2000-2003. Hal ini menggambarkan bahwa peran ekspor pada PDRB periode tahun 2000-2003 mengalami penurunan. Kondisi
ini
bertolak
belakang
dengan
perkembangan
impor
dan
kontribusinya pada PDRB yang semakin meningkat pada periode tahun 2000-2003 dibandingkan dengan periode tahun 1993-1999, dimana pada periode tahun 1993-1999 pertumbuhan impor sebesar 6,92% per tahun meningkat menjadi 10,09% per tahun pada periode tahun 2000-2003, dan kontribusinya pada PDRB sebesar 0,10% per tahun pada periode tahun 1993-1999 meningkat menjadi 3,47% per tahun pada periode tahun 20002003. Apabila kondisi ini tetap bertahan dimana pertumbuhan impor lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor, ke depan; 1) Kota Samarinda hanya menjadi kota tujuan pasar produk-produk baik dari daerah-daerah lain dan luar negeri, 2) Selain itu pertumbuhan ekonomi akan menurun, 3) Neraca pembayaran lebih besar dari pada penerimaan dan
cadangan
devisa
akan
semakin
menurun,
4)
Mendorong
meningkatnya inflasi, 5) Keuntungan perusahaan semakin menurun karena perusahaan kesulitan dalam menjual produknya karena kalah bersaing dengan produk impor sehingga selanjutnya akan terjadi stagnan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
116
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
pertumbuhan perusahaan dan bahkan perusahan cenderung mengarah pada kebangkrutan, 6) tingkat pengangguran akan semakin meningkat yang kemudian akan timbul permasalahan kota lainnya.
PERKEMBANGAN NILAI DAN KONTRIBUSI EKSPOR, IMPOR PADA PDRB ADH KONSTAN MENURUT PENGGUNAAN DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2000-2004 TAHUN NILAI (Juta Rp.)
EKSPOR PERTUM- KONTRI- PERTUM- NILAI BUHAN BUSI BUHAN (%) (%) (%) (Juta Rp.)
IMPOR PERTUM- KONTRI- PERTUMBUHAN BUSI BUHAN (%) (%) (%)
1993
1,156,951
-
57.65
-
697,837
-
34.77
-
1994
1,265,091
8.55
58.52
1.49
785,099
11.11
36.32
4.46
1995
1,296,974
2.46
56.45
(3.67)
798,104
1.63
34.73
(4.38)
1996
1,352,614
4.11
54.82
(2.97)
863,242
7.55
34.99
0.75
1997
1,406,816
3.85
53.99
(1.54)
930,003
7.18
35.69
2.00
1998 1,431,985 1999 1,614,979 RATA-RATA
1.76
54.65
1.21
940,621
1.13
35.90
0.59
11.33
56.27
2.88
1,000,623
6.00
34.86
(2.90)
2000
6.41
1,719,510
-
(0.52) 56.56
-
6.92 1,071,180
-
0.10 35.23
-
2001
1,752,480
1.92
54.03
(4.47) 1,191,301
11.21
36.73
4.26
2002
1,833,310
4.61
51.63
(4.44) 1,322,165
10.98
37.23
1.36
2003
2,035,338
11.02
52.51
18.14
40.30
8.25
RATA-RATA
1.70
4.39
1,562,041
(1.80)
10.09
3.47
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Samarinda
Secara
rinci,
terdapat
5
(lima)
permasalahan
pokok
yang
menyebabkan penurunan kinerja ekspor di Kota Samarinda, yaitu berkenaan dengan: 1. Belum optimalnya pelaksanaan pemberian insentif dan fasilitasi terutama
kepada
eksportir
kecil
dan
menengah.
Terbatasnya
kemampuan SDM dan kecilnya akses mereka kepada informasi pasar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
117
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
dan sumber pembiayaan pada UKM ekspor masih tetap merupakan problema
pokok
UKM
yang
sangat
memberatkan
di
dalam
menghasilkan produk yang memenuhi kuantitas pemesanan dan kualitas yang konsisten dengan standard teknisnya. 2. Masih besarnya ketergantungan pasar ekspor pada tiga negara utama, yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura. Dominasinya mencapai sekitar 42 persen dari total ekspor nasional dan kondisinya praktis tidak berubah selama lebih dari 10 tahun. Hal ini tentu kurang menguntungkan bagi upaya menjaga kesinambungan ekspor ke depan. 3. Meningkatnya hambatan non tarif. Dalam kerangka pelaksanaan Cargo Inspection Security, sejak serangan teroris WTC 2001, Amerika menerapkan war risk surcharge atas impornya dari Indonesia mulai Desember 2002 lalu. Muatan cargo 20 kaki dikenakan biaya 500 USD, sedangkan untuk cargo 40 kaki mencapai 1.000 USD. Sementara itu, untuk alasan yang serupa, kenaikan tarif per peti kemas ukuran 20-40 kaki tujuan negara-negara eropa mencapai maksimal 600 dollar AS. Disamping itu, terdapat kecenderungan meningkatnya kerugian akibat meningkatnya biaya dari tahun ke tahun akibat pengenaan peraturan Automatic Detention (HACCP) bagi beberapa produk ekspor seperti kakao (akibat terkontaminasi serangga & infeksi jamur) dan CPO. 4. Masih tingginya biaya transaksi ekspor-impor sebagai akibat dari rendahnya efisien pelayanan kepabeanan dan kepelabuhanan. Hal ini sangat mempengaruhi daya saing produk ekspor Kota Samarinda, walaupun secara relatif tarif pelabuhan di Kota Samarinda rendah, ekspotir umumnya tidak dapat melakukan pengiriman langsung ke negara pembeli karena harus melalui regional hub-nya di Singapura atau Malaysia. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
118
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Rendahnya kinerja daya saing pariwisata di Kota Samarinda disebabkan oleh beberapa permasalahan yang berkenaan dengan: 1. Masih lemahnya pengelolaan sebagian besar daerah tujuan wisata dan aset-aset warisan budaya sehingga kurang atraktif dan kurang mampu bersaing dengan obeyk-obyek wisata terutama dengan negara-negara ASEAN. 2. Belum efektifnya kelembagaan pengelolaan pemasaran dan promosi pariwisata. Dengan dasar permasalahan-permasalahan di atas, penciptaan iklim investasi dan peningkatan daya saing ekspor non-migas merupakan tantangan yang mendesak bagi Pemerintah Kota Samarinda ke depan. Dengan stabilitas ekonomi dan politik yang telah berhasil diperkuat, membawa ke arah terciptanya perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan, dan pada akhirnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena sebagian besar peraturan perundangan yang esensial untuk mewujudkan tujuan di atas telah diformalkan, prioritas seyogyanya diletakkan pada perkuatan upaya penegakan hukum demi terciptanya kepastian usaha serta pengembangan kapasitas kelembagaan pelayanan publik terkait dalam rangka menjawab tuntutan kebutuhan dunia usaha. Untuk itu, komitmen yang kuat dari pemerintah di segala tingkatan akan menjadi faktor penentu utama
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
119
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
c.
Permasalahan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah Serta Koperasi) Perkembangan ekonomi rakyat telah berlangsung dalam beberapa dekade.
Wujud
perkembangan
perhatian ekonomi
Pemerintah kerakyatan
Kota
Samarinda
adalah
dengan
terhadap melakukan
pengembangan kegiatan usaha KUKM (koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah). Pengembangan usaha ini dilakukan dengan tujuan agar KUKM
dapat:
a)
Meningkatkan
kemampuan
berkembang, b) Meningkatkan peranan
dalam
agar
mandiri
pembentukan
serta produk
daerah, c) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha, d) Peningkatan ekspor, e) Serta peningkatan pemerataan pendapatan. Pencapaian tujuan ini dilakukan melalui program;
a) Pemberdayaan,
b) Pembinaan dan
pengembangan, c) dan bantuan permodalan, selain itu Pemerintah Kota Samarinda berusaha menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui penetapan peraturan daerah dan kebijakan lainnya yang meliputi; a) Penyediaan prasarana informasi, b) Membentuk kemitraan antara usaha besar dan kecil, c) Penyederhanaan perizinan usaha, d) dan perlindungan.
Pemerintah
Kota
Samarinda
dalam
mewujudkan
terbentuknya struktur perekonomian regional yang kuat menitikberatkan pada pertumbuhan KUKM baik kualitatif maupun kuantitatif, dengan pertimbangan KUKM mempunyai peran yang sangat besar dalam; a) Perluasan lapangan kerja dan berusaha, b) Memberikan pelayanan ekonomi pada masyarakat luas, c) Proses peningkatan dan pemerataan pendapatan
masyarakat,
d)
Mewujudkan
stabilitas
ekonomi
dan
keamanan regional.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
120
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
PERKEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH, KOPERASI DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2000-2004 TAHUN URAIAN 2000 2001 2002 2003 2004 UKM A. Formal (Unit) 851 1.031 1.319 1.583 - Pertumbuhan 21 28 20 B. Informal (Unit) 6.099 7.624 8.970 10.764 - Pertumbuhan 25 18 20 KOPERASI A. Aktif (Unit) 465 612 643 689 - Pertumbuhan 32 5 7 B. Tidak Aktif (Unit) 136 131 147 126 - Pertumbuhan (4) 12 (14) Sumber : Kantor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Samarinda
1.715 8 11.518 7 762 11 126 -
RATA-RATA (%)
19,36 17,42
13,61 (1,44)
Perkembangan UKM formal dan Koperasi aktif Pada tahun 20002004 di Kota Samarinda menggembirakan, tetapi perlu diwaspadai karena walaupun terjadi peningkatan jumlah UKM formal pada tahun 2000 sebesar 851 unit meningkat menjadi 1.715 unit pada tahun 2004 dan koperasi aktif dari 465 unit pada tahun 2000 meningkat menjadi 762 unit, dengan tingkat pertumbuhan 19,36% per tahun untuk UKM formal dan 13,61% per tahun untuk koperasi aktif, tetapi bila dilihat
dari tren
pertumbuhannya selama lima tahun terakhir mengalami penurunan dari tingkat pertumbuhan sebesar 21% pada tahun 2001 menurun menjadi 8% pada tahun 2004 untuk UKM formal dan dari tingkat pertumbuhan sebesar 32% pada tahun 2001 menurun menjadi 11% pada tahun 2004 untuk koperasi aktif. Kondisi ini menunjukan bahwa tingkat persaingan usaha di Kota Samarinda semakin meningkat dan apabila kondisi ini tetap berlangsung kedepan tujuan pengembangan KUKM tidak akan tercapai dan akan menimbulkan permasalahan baru seperti semakin meningkat jumlah sektor informal yang mempunyai reputasi buruk terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
121
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
pemanfaatan fungsi lahan, pengangguran dan merosotnya pendapatan masyarakat. PERKEMBANGAN PENYERAPAN TENAGA KERJA UKM DAN KOPERASI TERHADAP ANGKATAN KERJA DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2000-2004 TENAGA KERJA PENYERAPAN TENAGA KERJA ANGKATAN UKM KOPERASI UKM KOPERASI KERJA FORMAL INFORMAL (Orang) FORMAL INFORMAL PERTUMTAHUN (Orang) (Orang) (Orang) PERTUMPERTUM- (%) BUHAN (%) BUHAN (%) BUHAN (%) (%) (%) 2000 217,740 5,326 11,425 1,028 2.45 - 5.25 0.47 2001 225,124 5,889 13,513 1,168 2.62 0.17 6.00 0.76 0.52 0.05 2002 231,436 6,930 15,900 1,315 2.99 0.38 6.87 0.87 0.57 0.05 2003 239,183 8,662 19,426 1,459 3.62 0.63 8.12 1.25 0.61 0.04 2004 237,173 10,826 22,346 1,563 4.56 0.94 9.42 1.30 0.66 0.05 RATA-RATA 0.53 1.04 0.05 Sumber : Kantor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Samarinda
Perkembangan penyerapan tenaga kerja oleh UKM dan koperasi mengalami peningkatan dari 217.740 angkatan kerja yang ada pada tahun 2000 dapat diserap oleh UKM formal sebesar 2,45 % dan UKM informal sebesar 5,25% serta koperasi sebesar 0,47%, dan pada tahun 2004 tenaga kerja yang diserap oleh UKM formal meningkat sebesar 4,56%, UKM informal sebesar 9,42% dan koperasi sebesar 0,66% dari 237.173 orang angkatan kerja, dengan tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja UKM informal sebesar 1,04% per tahun lebih tinggi dari UKM formal sebesar 0,53% per tahun dan koperasi sebesar 0,05 per tahun. Hal ini menunjukan walaupun terjadi peningkatan kemampuan menyerap tenaga kerja oleh UKM dan koperasi tetapi peran sektor informal (UKM informal) dalam menyerap tenaga kerja lebih tinggi dari pada sektor formalnya (UKM formal dan koperasi),
ke depan apabila kondisi ini tetap
berlangsung maka tujuan pengembangan KUKM tidak akan tercapai, dan bahkan akan menimbulkan permasalahan baru bagi penataan kota dan semakin menurun peran KUKM terhadap pembentukan PAD. Sedangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
122
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
yang diharapkan dalam pengembangan KUKM adalah pertumbuhan kemampuan menyerap tenaga kerja sektor formal (UKM formal dan koperasi ) lebih tinggi di bandingkan dengan sektor informalnya (UKM informal).
PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA UKM DAN KOPERASI DI KOTA SAMARINDA TAHUN 2000-2004 OMSET TENAGA KERJA PRODUKTIVITAS UKM KOPERASI UKM KOPERASI UKM KOPERASI TAHUN (Rp. Juta) (Rp. Juta) (Orang) (Orang) NOMINAL PERTUM- NOMINAL PERTUM(Rp. Juta) BUHAN (Rp. Juta) BUHAN (%) (%) 2000 2001 2002 2003 2004
53.556 65.360 81.700 96.118 116.523
81.244 85.651 97.695 104.583 109.425
16.751 19.402 22.830 28.088 33.172
1.028 1.168 1.315 1.459 1.563
RATA-RATA
Produktivitas
3,20 3,37 3,58 3,42 3,51
5,37 6,23 (4,38) 2,65 2,47
79,03 73,33 74,29 71,68 70,01
(7,21) 1,31 (3,52) (2,33) (2,94)
tenaga kerja UKM pada tahun 2000 sebesar
Rp. 3,2 Juta meningkat menjadi Rp. 3,51 Juta pada tahun 2004 dengan pertumbuhan produktivitas sebesar 2,47% per tahun, kebalikannya dengan koperasi walaupun produktivitas tenaga kerjanya lebih tinggi dari produktivitas UKM tetapi selama lima tahun terakhir mengalami penurunan produktivitas tenaga kerjanya, dari Rp. 79,03 Juta pada tahun 2000 menurun menjadi Rp. 70,01 Juta pada tahun 2004 dengan pertumbuhan produktivitas sebesar –2,94% per tahun. Lebih tingginya produktivitas tenaga kerja koperasi dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja UKM disebabkan oleh kemampuan
tenaga kerja koperasi menjual
produknya lebih tinggi dari pada tenaga kerja UKM, tetapi apabila dilihat dari pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dapat dikatakan bahwa, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
123
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
selama lima tahun terakhir kemampuan tenaga kerja koperasi mengalami penurunan dalam menjual produknya kebalikan dengan kemampuan tenaga kerja UKM yang semakin meningkat dalam menjual produknya. Kondisi ini menggambarkan bahwa tenaga kerja UKM mempunyai peran yang semakin meningkat terhadap pertumbuhan sektor perdagangan, dan kebalikan dengan tenaga kerja koperasi walaupun saat ini perannya lebih besar dari UKM tetapi cenderung menurun selama lima tahun terakhir. Perkembangan yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UKM yang memadai khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Keadaan ini secara langsung berkaitan dengan: (a) Rendahnya kualitas sumber daya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (b) Lemahnya rata-rata kompetensi kewirausahaan; dan (c) Terbatasnya kapasitas UKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Kemajuan UKM sangat mendukung upaya mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan dan antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan. UKM juga masih menghadapi berbagai permasalahan yang terkait dengan iklim usaha seperti: (a) Besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perijinan dan timbulnya berbagai pungutan; dan (b) Praktik usaha yang tidak sehat. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi KUKM, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi
peraturan-peraturan
yang
menghambat
sekaligus
berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dan bahkan telah meningkatkan pelayanan kepada KUKM dengan mengembangkan pola Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
124
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
pelayanan satu atap. Namun masih terdapat
daerah lain yang
memandang KUKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru bagi KUKM sehingga biaya usaha KUKM meningkat. Aspek kelembagaan pendukung yang belum mapan menjadi masalah mendasar untuk diatasi. Tantangan ke depan UKM untuk mampu bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor, sangat ditentukan oleh dua kondisi utama. Pertama, lingkungan internal UKM harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama kewirausahaan (entrepreneurship), penguasaan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintah, aspek hukum,
kondisi
persaingan
pasar,
kondisi
ekonomi-sosial-
kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global. Secara nasional, pilihan strategi dan kebijakan untuk memberdayakan UKM dalam memasuki era pasar global menjadi sangat penting bagi terjaminnya kelangsungan hidup dan perkembangan UKM sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pertumbuhan dan pemerataan pendapatan.
d. Permasalahan Peningkatan Pengelolaan BUMD Pemerintah Kota Samarinda dalam kegiatan pembangunannya berupaya
meningkatkan
kesejahteraan
langkah
peningkatan
kesejahteraan
masyarakatnya, masyarakat
salah ini
satu
dengan
mengimplementasikan UUD 1945 pasal 33. Wujud nyata UUD 1945 tersebut adalah terbentuknya BUMD Kota Samarinda, dengan adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
125
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
BUMD ini diharapkan dapat mendukung program-program pembangunan, karena keberadaan BUMD memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun demikian dalam realitanya, dari BUMD yang ada sebagian besar masih belum mampu menjadi alat Pemerintah Kota Samarinda untuk mendukung program-program pembangunannya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keberhasilan BUMD sebagai alat Pemerintah Kota Samarinda dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat tergantung pada tingkat efisiensi dan kinerja dari BUMD itu sendiri. Apabila BUMD tidak mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi yang baik, pada akhirnya akan menimbulkan beban bagi keuangan daerah dan masyarakat akan menerima pelayanan yang tidak memadai dan harus menanggung biaya yang lebih tinggi. Kota Samarinda hingga saat ini memiliki dua
BUMD meliputi
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan Perusahaan Daerah Pergudangan dan Aneka Usaha (PD. PAU), dan pada tahun 2006 Pemerintah Kota Samarinda akan mengoperasikan satu unit BUMN lagi yaitu Perusahaan Daerah Bank Perkeriditan rakyat (PD.BPR) dengan tujuan untuk membantu permodalan usaha kecil menengah untuk mengembangkan usahanya dalam upaya mendukung program-program pembangunan ekonomi.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
126
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
PERKEMBANGAN KONTRIBUSI LABA BUMD PADA PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2002-2004 LABA BUMD TAHUN
PAD
NILAI
KOTRIBUSI PD PAD
PERTUMBUHAN
(Juta Rp.)
(Juta Rp.)
(%)
KOTRIBUSI PADA PAD (%)
2001
33.093
250
0,76
2002
45.507
317
0,70
(0,06)
2003
58.562
-
-
(0,70)
2004
59.323
2.327
3,92
-
3,92
RATA-RATA
1,06
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Samarinda
Pelaksanaan konsolidasi dan revitalisasi bisnis BUMD (2002-2004) memang telah mampu meningkatkan kinerja BUMD tercermin pada realisasi bagian laba BUMD pada PAD sebesar Rp. 250 Juta pada tahun 2001 meningkat menjadi Rp. 2.327 Juta pada tahun 2004, tetapi peran terhadap pendapatan asli daerah tahun 2001-2004 masih sangat kecil dimana kontribusinya pada PAD tahun 2001 sebesar 0,76% meningkat menjadi 3,92% pada tahun 2004, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,06% per tahun pada tahun 2001-2004. Kondisi tersebut menunjukan bahwa BUMD milik Pemerintah Kota Samarinda menunjukan
sebagai alat Pemerintah Kota Samarinda belum mampu perannya
dalam
mendukung
pembentukan
PAD.
Ketidakmampuan ini disebabkan oleh masih rendahnya kinerja. Walaupun saat ini kinerja BUMD secara umum telah menunjukkan adanya peningkatan, namun pencapaian tersebut masih jauh dari hasil yang diharapkan. Dengan kinerja demikian, masih ada potensi BUMD untuk membebani fiskal yang dapat mempengaruhi upaya mempertahankan kesinambungan fiskal. Kinerja BUMD mempunyai pengaruh di sisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
127
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
pendapatan dan di sisi pengeluaran daerah. Disisi pendapatan, BUMD menyumbang pada pendapatan asli daerah, jika BUMD memiliki kinerja yang rendah, pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran daerah. Rendahnya kontribusi laba BUMD pada PAD Kota Samarinda ini disebabkan oleh masih banyak kendala serta permasalahan dalam pengelolaan BUMD dalam upaya peningkatan kinerjanya. Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh masih lemahnya koordinasi kebijakan antara langkah perbaikan internal perusahaan dengan kebijakan industrial dan pasar tempat BUMD tersebut beroperasi, belum terpisahkannya fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada sebagian besar BUMD dan belum terimplementasikannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance secara utuh di seluruh BUMD. Ke depan, tantangan yang dihadapi adalah memberikan sumbangan yang makin besar pada keuangan daerah. Di samping itu masyarakat yang semakin membutuhkan pelayanan yang baik serta iklim persaingan dunia usaha yang semakin ketat menuntut terciptanya BUMD yang sehat, efisien serta berdaya saing tinggi, baik dalam maupun luar negeri.
6.2.7. Sasaran: a.
Terwujudnya pengembangan agribisnis terpadu
b.
Terwujudnya peningkatan investasi dan ekspor non migas
c.
Terwujudnya pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, menengah serta koperasi
d.
Terwujudnya peningkatan pendapatan asli daerah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
128
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
6.2.8. Arah Kebijakan 1. Terwujudnya pengembangan agribisnis terpadu a.
Meningkatkan manajemen agribisnis terpadu
b.
Membangun kemitraan usaha antar pelaku agribisnis yang saling menguntungkan
2. Terwujudnya peningkatan investasi dan ekspor non migas a.
Meningkatkan daya tarik bagi investor menanamkan modal di Kota Samarinda
b.
Memperbaiki kebijakan investasi dengan merumuskan sistem insentif
3. Terwujudnya pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, menengah serta koperasi a.
Meningkatkan
peranan
UMKM
dan
koperasi
dalam
perekonomian lokal dan berorientasi ekspor b.
Meningkatkan profesionalisme pengelolaan UMKM dan koperasi
c.
Meningkatkan
fasilitasi
dan
mediasi
pemerintah
dalam
pengembangan UMKM dan koperasi d.
Meningkatkan iklim usaha UMKM dan koperasi
4. Terwujudnya peningkatan pendapatan asli daerah a.
Meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi PAD
b.
Meningkatkan profesionalisme pengelolaan BUMD sebagai sumber pendapatan asli daerah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
129
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
6.3. Misi:
Mempersiapkan sumberdaya manusia mengarah kepada tenaga siap pakai
6.3.1. Prioritas 4: Terwujudnya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat, bersamaan dengan terwujudnya peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, bersamaan dengan peningkatan kualitas ketaqwaan kehidupan beragama dalam masyarakat dan peningkatan pembinaan olahraga, kepemudaan dan perempuan. 6.3.2. Permasalahan: a. Permasalahan
Pengendalian
Pertumbuhan
Penduduk,
Pembangunan Kependudukan Dan Keluarga Kecil Berkualitas Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas merupakan bagian yang penting dalam pembangunan yang berkelanjutan, baik
untuk
mengendalikan
kuantitas
penduduk
maupun
untuk
meningkatkan kualitas insani dan sumberdaya manusia. Pengendalian pertumbuhan penduduk juga merupakan faktor penting dalam peningkatan keluarga kecil yang berkualitas. Demikian pula, aspek penataan administrasi
kependudukan
merupakan
hal
yang
penting
dalam
mendukung perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah. Sedangkan, pemuda sebagai bagian dari penduduk merupakan aset pembangunan dan mempunyai kontribusi dalam pembangunan perekonomian bangsa. Dalam kaitan itu, menumbuhkan budaya olahraga yang lebih luas bagi seluruh lapisan masyarakat juga merupakan aspek penting dalam peningkatan kualitas penduduk Indonesia. Jumlah penduduk Samarinda dari tahun ke tahun terus meningkat pertumbuhannya. Berdasarkan data statistik jumlah penduduk Kota Samarinda pada tahun 2003 berjumlah 561.471 jiwa, sedangkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
130
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
tahun 2004 berjumlah 579.933 jiwa, sehingga terjadi kenaikan sebesar 18.462 jiwa atau sekitar
%. Apabila masalah kependudukan tersebut
tidak ditangani dengan baik, dapat berakibat pada semakin beratnya upaya pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk. Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Salah satu indikator untuk mengetahui fertilitas adalah angka kelahiran kasar (Crude Birth rate) Berdasarkan data tahun 2004 angka CBR Kota Samarinda mencapai 2,95 % berarti setiap seratus penduduk lahir 2 atau 3 orang anak. Indikator lain yang biasa digunakan untuk melihat fertilitas adalah angka kelahiran total (Total Fertility Rate). Indikator ini menunjukan rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan oleh seorang wanita selama masa reproduksi. TFR Kota Samarinda pada tahun 2004 mencapai 2.34 % artinya untuk setiap 100 wanita usia 15- 49 Tahun akan lahir 234 anak pada tahun itu. Dengan perkataan lain selama masa reproduksinya setiap wanita akan melahirkan 2 -3 anak. Selanjutnya program keluarga berencana
dalam hal penyediaan alat kontrasepsi
harus menjadi perhatian keterbatasan penyediaan alat kontrasepsi masih menjadi persoalan utama dalam pelayanan KB. Dalam hal ini keluarga miskin merupakan fokus utama dalam pelayanan KB termasuk penyediaan alat kontrasepsi. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja akan hak-hak reproduksi. Kesehatan reproduksi termasuk keluarga berencana (KB) yang merupakan dasar terwujudnya keluarga kecil berkualitas belum dipahami oleh sebagian masyarakat dan keluarga. Sebagian masyarakat, orang tua maupun remaja sendiri belum memahami hak-hak dan kesehatan reproduksi remaja. Masyarakat dan keluarga masih enggan untuk membicarakan masalah reproduksi secara Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
131
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
terbuka dalam keluarga. Para anak dan remaja lebih merasa nyaman mendiskusikannya secara terbuka dengan sesama teman. Hal ini disebabkan oleh pemahaman nilai-nilai adat, budaya, dan agama yang menganggap pembahasan kesehatan reproduksi sebagai hal yang tabu. Sementara itu, pusat atau lembaga advokasi dan konseling hak-hak dan kesehatan reproduksi bagi remaja yang ada saat ini masih terbatas jangkauannya dan belum memuaskan mutunya. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui jalur sekolah nampaknya juga belum sepenuhnya berhasil. Semua ini mengakibatkan banyaknya remaja yang kurang memahami atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang masalah kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi ini menyebabkan banyaknya remaja yang berperilaku menyimpang tanpa menyadari akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka. Masih rendahnya usia kawin pertama penduduk. Tingginya angka kelahiran erat kaitannya dengan usia kawin pertama dengan pembentukan keluarga kecil yang berkualitas. Median usia kawin pertama di Indonesia adalah 18,6 tahun. Median usia kawin pertama di perdesaan lebih rendah yaitu 17,9 tahun, sedangkan di daerah perkotaan adalah 20,4 tahun. Tingginya angka kelahiran ini juga disebabkan karena sebagian kelompok masyarakat dan keluarga belum menerima dan menghayati norma keluarga kecil sebagai landasan untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Rendahnya partisipasi laki-laki dalam ber-KB. Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan yang beorientasi pada kesetaraan dan keadilan gender dalam hal KB. Namun demikian, partisipasi laki-laki dalam ber-KB masih rendah yaitu hal ini selain disebabkan oleh keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi laki-laki, juga oleh Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
132
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
keterbatasan pengetahuan mereka akan hak-hak dan kesehatan reproduksi serta kesetaraan dan keadilan gender. Demikian pula, penyelenggaraan program KB dan kesehatan reproduksi masih belum mantap dalam memperhatikan aspek kesetaraan dan keadilan gender. Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga. Kondisi lemahnya ekonomi keluarga mempengaruhi daya beli. Keluarga miskin pada umumnya mempunyai anggota keluarga cukup banyak. Pada tahun 2004 jumlah keluarga miskin di Kota Samarinda adalah 19.448 KK Kemiskinan menjadikan mereka relatif tidak memiliki akses dan pasif dalam
berpartisipasi
untuk
meningkatkan
kualitas
dirinya.
Pada
gilirannya, kemiskinan akan semakin memperburuk keadaan sosial ekonomi keluarga miskin tersebut. Demikian pula, tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembinaan ketahanan keluarga yang utamanya pembinaan
tumbuh-kembang
anak
masih
lemah.
Hal
ini
akan
menghambat pembentukan keluarga kecil yang berkualitas. Masih lemahnya institusi daerah dalam pelaksanaan program KB. Salah satu masalah utama bagi kelangsungan program dan kelembagaan keluarga berencana adalah desentralisasi program KB. Sesuai dengan Kepres No. 103/2001, bahwa kewenangan di bidang keluarga berencana diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini sejalan dengan esensi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menentukan program-program pembangunan yang diperlukan daerah sesuai dengan kebutuhan, aspirasi, kemampuan, maupun sumberdaya yang tersedia. Dengan adanya peraturan tersebut, masalah yang dihadapi program KB adalah sejauh mana Pemerintah Kabupaten/kota menganggap bahwa program KB merupakan program yang strategis bagi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
133
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
pengendalian pertumbuhan penduduk, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Belum
tertatanya
administrasi
kependudukan
dalam
rangka membangun sistem pembangunan, pemerintahan, dan pembangunan yang berkelanjutan. Penataan sistem penyelenggaraan administrasi kependudukan telah dimulai sejak tahun 1960-an, namun hingga saat ini belum terwujud. Disisi lain peraturan perundang-undangan tentang administrasi kependudukan yang akan melengkapi Kepres No. 88 tahun 2004 Tentang Pengelolaaan Informasi Administrasi Kependudukan belum tersedia. Selanjutnya, kesadaran masyarakat terhadap dokumen kependudukan dan tertib administrasinya-pun belum memadai. Demikian pula, bank data sebagai data basis kependudukan belum tersedia.
b. Permasalahan
Peningkatan
Akses
Masyarakat
Terhadap
Pendidikan Yang Lebih Berkualitas UUD 1945 Pasal 28B ayat (1) mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
seni
dan
budaya
demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia” dan pasal 31 ayat 1 mengamanatkan bahwa ”setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Berdasarkan amanat tersebut berbagai upaya telah dilakukan termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang mulai dilaksanakan pada tahun 1994. Pada tahun 2004 angka melek hurup di Kota Samarinda mencapai 94,06% atau sekitar 5,94% masih tidak bisa baca dan tulis atau buta aksara, angka ini masih dibawah rata-rata Nasional yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
134
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
sebesar 10,12% (SUSENAS 2003). Selanjutnya Angka Partisipasi Sekolah Kota Samarinda mewujudkan sebagai berikut: Angka Partisipasi Kasar (APK). Pada tingkat SD mencapai 96,14%, tingkat SLTP mencapai 69,01%, pada tingkat SLTA mencapai 81,06%, sedangkan pada tingkat PerguruanTinggi mencapai 21,99%. Angka Partisipasi Murni (APM). Pada tingkat SD mencapai 86,91%, tingkat SLTP mencapai 69,01%, tingkat SLTA mencapai 62,05% dan pada tingkat Perguruan Tinggi mencapai 22,34%. Kemudian keadaan pendidikan di Kota Samarinda dilihat dari proporsi penduduk sesuai dengan pendidikannya adalah: Penduduk yang tidak/belum tamat SD sebesar 120.535 jiwa (20,78%), penduduk yang tamat SD sebanyak 117.270 jiwa (20,22%), penduduk yang tamat SLTP sebanyak 98.847 jiwa (17,04%, penduduk yang tamat SMU/SMK sebanyak 150.280% jiwa (25,91%), penduduk yang tamat Diploma III sebanyak 11.078 jiwa (1,91%), dan penduduk yang tamat Sarjana sebanyak 23.377 jiwa (40.30%). Dinamika perubahan struktur penduduk berpengaruh pula pada pembangunan pendidikan. Penurunan penduduk usia muda terutama kelompok usia 7-12 tahun sebagai dampak positif program Keluarga Berencana menyebabkan penurunan jumlah siswa SD/MI dari tahun ke tahun. Pada saat yang sama terjadi pula perubahan struktur usia siswa SD/MI dengan semakin menurunnya siswa berusia lebih dari 12 tahun dan meningkatnya siswa berusia kurang dari 7 tahun. Hal tersebut terus dipertimbangkan dalam menyediakan fasilitas pelayanan pendidikan sehingga efisiensi dapat terus ditingkatkan. Pada saat yang sama terjadi peningkatan
proporsi
penduduk
usia
dewasa.
Dengan
demikian
penyediaan layanan pendidikan sepanjang hayat melalui pendidikan non Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
135
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
formal terus dikembangkan pula untuk dapat memberi palayanan pendidikan sesuai kebutuhan mereka. Masih terdapat kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup lebar antarkelompok masyarakat seperti antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara penduduk di perkotaan dan perdesaan. Masyarakat miskin menilai bahwa pendidikan masih terlalu mahal dan belum memberikan manfaat yang signifikan atau sebanding dengan sumberdaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu pendidikan belum menjadi pilihan investasi. Meskipun SPP telah secara resmi dihapuskan oleh Pemerintah tetapi pada kenyataannya masyarakat tetap harus membayar iuran sekolah. Pengeluaran lain di luar iuran sekolah seperti pembelian buku, alat tulis, seragam, uang transport, dan uang saku menjadi faktor penghambat pula bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya. Beban masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya menjadi lebih berat apabila anak mereka turut bekerja membantu orangtua. Fasilitas pelayanan pendidikan khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan yang lebih tinggi belum tersedia secara merata. Fasilitas pelayanan pendidikan di daerah perdesaan, terpencil dan kepulauan yang masih terbatas menyebabkan sulitnya anak-anak terutama anak perempuan untuk mengakses layanan pendidikan. Selain itu, fasilitas dan layanan pendidikan khusus bagi anak-anak yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang juga belum tersedia secara memadai.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
136
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Kualitas pendidikan masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik. Hal tersebut terutama disebabkan oleh: (1) Ketersediaan pendidik yang belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, (2) Kesejahteraan pendidik yang masih rendah, (3) Fasilitas belajar belum tersedia secara mencukupi, dan (4) Biaya operasional pendidikan belum disediakan secara memadai. Hasil survey pendidikan yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003 menunjukkan bahwa belum semua pendidik memiliki kualifikasi pendidikan seperti yang disyaratkan. Proporsi guru SD yang berpendidikan Diploma 2 keatas adalah 61,4 persen dan proporsi guru SLTP yang berpendidikan Diploma-3 keatas sebesar 75,1 persen.
Kondisi
tersebut
belum
mencukupi
untuk
menyediakan
pelayanan pendidikan yang berkualitas. Untuk jenjang pendidikan SLTPMTs dan SLTA-MA yang menggunakan sistem guru mata pelajaran banyak terjadi ketidaksesuaian antara pelajaran yang diajarkan dengan latar belakang pendidikan guru. Di samping itu kesejahteraan pendidik baik secara finansial maupun non finansial dinilai masih rendah. Hal tersebut berdampak pada terbatasnya SDM terbaik yang memilih berkarir sebagai pendidik. Pada tahun 2005 sekitar 52 persen gedung SD/MI dan sekitar 47 persen gedung SMP/MTs mengalami rusak ringan dan rusak berat. Hal tersebut selain berpengaruh pada ketidaklayakan dan ketidaknyamanan proses belajar mengajar juga berdampak pada keengganan orangtua untuk menyekolahkan anaknya. Pada saat yang sama masih banyak peserta didik yang tidak memiliki buku pelajaran. Kecenderungan sekolah untuk mengganti buku setiap tahun ajaran baru selain semakin
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
137
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
memberatkan orangtua juga menyebabkan inefisiensi karena buku-buku yang dimiliki sekolah tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh siswa. Sejak dilaksanakannya desentralisasi pada tahun 2001, biaya operasional sekolah terutama sekolah negeri yang semula dialokasikan melalui belanja rutin pemerintah pusat telah dialokasikan langsung ke daerah sebagai bagian dari Dana Alokasi Umum (DAU). Namun demikian sampai dengan tahun ajaran 2003/2004 masih terdapat sebagian kabupaten/kota yang tidak mengalokasikan anggaran untuk biaya operasional sekolah dan sebagian besar lainnya mengalokasikan dalam jumlah yang belum memadai. Salah satu dampak rendahnya kualitas pendidikan adalah rendahnya kemampuan kewirausahaan lulusan. Lulusan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi masih cenderung memilih bekerja pada orang lain dibanding menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri. Semakin tinggi pendidikan penduduk semakin besar proporsinya yang bekerja sebagai buruh atau karyawan. Pendidikan
tinggi
masih
menghadapi
kendala
dalam
mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan penelitian dan pengembangan serta penyebarluasan hasilnya masih sangat terbatas. Disamping itu proses transfer ilmu pengetahuan dan teknologi juga mengalami hambatan karena masih terbatasnya bukubuku teks dan jurnal-jurnal internasional yang dapat diakses. Dengan kualitas dan kuantitas hasil penelitian dan pengembangan yang belum memadai, belum banyak hasil penelitian dan pengembangan yang dapat diterapkan oleh masyarakat dan masih sedikit yang sudah dipatenkan dan/atau mendapat pengesahan hak kekayaan intelektual.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
138
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Manajemen pendidikan belum berjalan secara efektif dan efisien. Dengan dilaksanakannya desentralisasi pendidikan, pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih luas dalam membangun pendidikan di masing-masing wilayah sejak dalam penyusunan rencana, penentuan prioritas
program
serta mobilisasi sumberdaya untuk
merealisasikan rencana yang telah dirumuskan. Sejalan dengan itu, otonomi
pendidikan
telah
pula
dilaksanakan
melalui
penerapan
manajemen berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi yang memberikan wewenang yang lebih luas pada satuan pendidikan untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki termasuk mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. Dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan diharapkan daerah dan satuan pendidikan lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Namun demikian pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan tanggungjawab
karena
belum
masing-masing
mantapnya tingkat
pembagian
peran
pemerintahan
dan
termasuk
kontribusinya dalam penyediaan anggaran pendidikan, serta belum terlaksananya standar pelayanan minimal yang seharusnya ditetapkan oleh
masing-masing
kabupaten/kota
dengan
acuan
umum
dari
pemerintah pusat. Disamping itu efektivitas peran dan fungsi dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah juga belum optimal. Anggaran pembangunan pendidikan belum tersedia secara memadai. Pembangunan pendidikan selama lima tahun terakhir (20002004) mendapat prioritas tertinggi dalam pembangunan nasional yang ditunjukkan oleh penyediaan anggaran pembangunan dengan porsi terbesar dibandingkan dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Dengan adanya amandemen UUD 1945 dan ditetapkannya Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
139
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
mengamanatkan agar dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBD, dan pemerintah
daerah
menyelenggarakan
pendidikan
dasar
tanpa
memungut biaya, anggaran pendidikan pada tahun 2004 mendapat porsi yang lebih besar lagi. Namun demikian anggaran tersebut baru mencapai 6,67 % dari APBD pada tahun 2004, dimana Pemerintah daerah juga belum mampu menyediakan pelayanan pendidikan dasar secara cumacuma.
c. Permasalahan Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan Yang Lebih Berkualitas Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, untuk memperoleh akses atas kebutuhan pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan juga harus dipandang sebagai suatu investasi dalam kaitannya untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Kota Samarinda memang telah mengalami kemajuan penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan penduduk. Kemajuan ini dapat dilhat melalui angka kematian bayi yang menurun dari 4,07 persen pada tahun 2000 per 1.000 kelahiran hidup, menjadi 0,75 persen per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004. Prevalensi gizi kurang pada balita, telah menurun dari 2,9 persen pada tahun 2000. menjadi 0,76 persen di tahun 2004. Namun demikian masih banyak perubahan sosial ekonomi agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. Permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
140
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Terjadinya disparitas status kesehatan. Meskipun secara keseluruhan kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan masih cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan termiskin lebih tinggi dari golongan masyarakat terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi didaerah pinggiran kota, yang rata-rata pada penduduk yang tingkat pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk didaerah pinggiran kota lebih tinggi di bandingkan dengan daerah perkotaan. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih pada golongan terkaya lebih tinggi dibanding dengan golongan termiskin. Cakupan imunisasi pada golongan miskin adalah lebih rendah dari golongan kaya. Terjadinya beban ganda penyakit. Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi menular seperti TB, ISPA, Malaria, Diare dan penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes mellitus. Dengan demikian telah terjadi transisi epidemiologi dan menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan. Dengan terjadinya beban ganda yang diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk, serta perubahan struktur penduduk yang ditandai dengan meningkatnya penduduk usia produktif dan lanjut usia, akan mempengaruhi jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat dimasa mendatang. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah. FaKtor utama penyebab tingginya angka kematian bayi di Kota Samarinda sebenarnya dapat dicegah dengan intervensi yang dapat terjangkau dan sederhana, oleh karena itu kinerja pelayanan kesehatan merupakan salah faktor penting Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
141
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
dalam upaya peningkatan kualitas penduduk. Masih rendahnya kinerja pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti: proporsi pertolongan terhadap penyakit Demam Berdarah (DBD), proporsi bayi yang mendapatkan imunisasi campak, proporsi penemuan kasus TB Paru. Pada tahun 2003 penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar secara luas hampir keseluruh wilayah yang ada di Kota Samarinda. Penyakit ini sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga angka kesakitan dan kematian yang terjadi dianggap merupakan gambaran dari penyakit di masyarakat. Kasus demam berdarah yang ada di Kota Samarinda berjumlah 596 kasus penyakit, TB Paru di Kota Samarinda tahun 2003 berjumlah 965 kasus, untuk TB Paru Klinis dengan angka prevalensi 1,72 per 1.000 penduduk, dan untuk TB Paru Positif (+) berjumlah 188 kasus, dengan prevalensi 0,33 per 1.000 penduduk. Dari kasusu BAT (+) yang dinyatakan sembuh 154 kasus, dengan angka kesembuhan untuk TB Paru BAT (+) 81,915 persen. Rendahnya kinerja pelayanan kesehatan ini berpengaruh terhadap upaya peningkatan status kesehatan penduduk. Rendahnya kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Pada tahun 2003 Puskesmas yang hanya berjumlah 24 buah diseluruh Kota Samarinda memiliki rasio 0,36 per 10.000 penduduk. Berarti dari sektor 28.000 penduduk hanya terdapat 1 (satu) Puskesmas, atau dengan perkataan lain, 1 (satu) Puskesmas harus menangani hampir 28.000 penduduk (Indikator Sosial, 2004). Selain jumlahnya yang kurang, kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan di Puskesmas masih menjadi kendala. Pada tahun 2003 Rasio sarana kesehatan per 10.000 penduduk adalah 0,11 per 10.000 penduduk untuk Rumah Sakit (RS), Puskesmas 0,36 per 10.000 penduduk, Puskesmas
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
142
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
pembantu 0,78 per 10.000 penduduk dan untuk balai pengobatan 0,32 per 10.000 penduduk (Indikator Sosial, 2004). Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata. Dalam hal tenaga kesehatan, Kota Samarinda mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Pada tahun 2003 rasio jumlah dokter spesialis, baik yang berada di puskesmas maupun yang berada di Dinas Kesehatan Kota Samarinda, terhadap penduduk secara keseluruhan mencapai 0,69 per 10.000 penduduk yang artinya bahwa 1 (satu) orang dokter spesialis harus menangani sekitar 14.000 orang, sedangkan rasio dokter umum terhadap penduduk pada tahun 2003 sedikit lebih tinggi dibandingkan hal yang sama pada dokter spesialis yaitu 0,87 per 10.000 penduduk, berarti setiap dokter harus menangani lebih dari 11.000 orang. Sementara itu rasio dokter gigi merupakan rasio yang terendah diantara semua rasio tenaga kesehatan terdidik. Untuk Kota Samarinda secara keseluruhan, rasio dokter gigi mancapai 0,55 per 10.000 penduduk, berarti setiap dokter gigi harus mampu menangani hampir 18.000 orang. Rasio bidan mencapai angka 1,91 per 10.000 penduduk berarti setiap bidan diharapkan mampu menangani sekitar 5.000 orang. Rasio perawat terhadap penduduk 3,51 per 10.000 penduduk berarti setiap perawat menangani sekitar 2.800 orang. Tenaga medis lain mempunyai rasio yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan rasio bidan yaitu sebesar 1,62 per 10.000 penduduk.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
143
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
d. Permasalahan Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama Pembangunan agama merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak memeluk agama dan beribadat menurut keyakinan masing-masing sebagaimana diatur di dalam UUD 1945, Bab XI Pasal 29 (1) dan (2), yang menegaskan bahwa ”Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan ”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.” Mayoritas penduduk Samarinda beragama islam dan tersebar di 6 kecamatan, lebih dari 90 % dari total penduduk merupakan penganut agama Islam atau secara absolut sekitar 492.000 jiwa. Urutan kedua terbesar adalah pemeluk agama Kristen Protestan yaitu sekit 5 % atau sebanyak 25.000 jiwa, urutan ke 3 adalah pemeluk agama Katolik sebesar 14.000 jiwa atau 2,³ % dari total penduduk. Sedangkan pemeluk agama Hindu, Budha adalah sekitar 1,5 % dari total penduduk atau sebesar 8.000 jiwa. Jumlah sarana ibadah dibawah ini dari tahun ke tahun senantiasa mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah pemeluk agama sebagai dampak dari adanya pertumbuhan penduduk Kota Samarinda yang semakin pesat. Sarana ibadah tersebut terdiri dari mesjid sebanyak 219 buah, langgar/mushola 541 buah, gereja kristen dan katolik sebanyak 80 buah, pura/kuil sebanyak 4 buah, vihara sebanyak 7 buah dan kelenteng. Pembangunan agama merupakan upaya mewujudkan agenda meningkatkan
kesejahteraan
rakyat
melalui
peningkatan
kualitas
pelayanan dan pemahaman agama serta kehidupan beragama. Selain itu, pembangunan agama juga mencakup dimensi peningkatan kerukunan hidup umat beragama, yang mendukung peningkatan saling percaya dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
144
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
harmonisasi antar kelompok masyarakat. Dimensi kerukunan ini sangat penting dalam rangka membangun masyarakat yang memiliki kesadaran mengenai realitas multikulturalisme dan memahami makna kemajemukan sosial, sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis. Melalui pembinaan kerukunan hidup umat beragama, agenda menciptakan Indonesia yang aman dan damai dapat diwujudkan. Pemahaman agama masih belum sepenuhnya diaktualisasikan dalam pengamalan ajaran-ajaran agama secara nyata. Kehidupan beragama baru pada tataran nilai dan dalam simbol-simbol belum dalam bentuk perilaku. Hal ini tercermin dalam kehidupan masyarakat seharihari, seringkali ditemui gejala negatif seperti perilaku asusila, praktik KKN, penyalahgunaan narkoba, dan perjudian. Selain itu, meningkatnya angka perceraian, ketidakharmonisan keluarga, pornografi, dan pornoaksi menunjukkan bahwa akhlak masyarakat jauh dari sempurna dan semakin lemahnya sendi-sendi moral agama. Berbagai perilaku masyarakat yang bertentangan dengan moralitas dan etika keagamaan itu menggambarkan adanya kesenjangan antara pemahaman atas teks atau nilai-nilai ajaran agama dengan pengamalannya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama di kalangan peserta didik juga belum menunjukkan hasil yang memuaskan, karena belum optimalnya pelaksanaan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Kendala utama adalah kurangnya jumlah dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, kurang tertatanya kurikulum, terbatasnya sarana dan prasarana, dan minimnya fasilitas pendukung lainnya, arus globalisasi, media masa dan tayangan televisi yang tidak mendidik, dan perilaku masyarakat itu sendiri. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
145
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Rendahnya kualitas pelayanan kehidupan beragama, termasuk di dalamnya lemahnya manajemen pelaksanaan ibadah haji yang meliputi mulai dari pendaftaran sampai pelaksanaan ibadah di Arab Saudi. Permasalahan yang seringkali muncul antara lain kepastian berangkat bagi calon jemaah haji, kondisi pemondokan yang belum memadai dan kurangnya fasilitas pelayanan yang dimiliki Pemerintah Indonesia di Arab Saudi. Permasalahan tersebut diperparah oleh kurangnya pemahaman tentang pelaksanaan ibadah haji, dan rendahnya profesionalisme petugas haji dengan profil jemaah haji yang sangat heterogen. Lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan belum mampu memerankan fungsi sebagai agen perubahan sosial dalam masyarakat dinamis. Diakui lembaga tersebut telah banyak memberikan sumbangan dalam proses pembangunan bangsa khususnya bagi masyarakat kurang mampu di daerah perdesaan. Namun demikian dalam beberapa tahun terakhir lembaga pendidikan keagamaan dinilai belum mampu mengurangi dampak negatif radikalisme yang dapat memicu terjadinya perselisihan antar kelompok baik dalam satu agama maupun dengan agama lain. Kehidupan harmoni di dalam masyarakat sulit tercipta akibat munculnya ketegangan sosial yang melahirkan konflik intern dan antar umat beragama. Konflik ini seringkali memanfaatkan sentimen agama yang diartikan secara sempit karena pemahaman agama yang belum memadai, ketimpangan dan ketidakadilan sosial ekonomi, tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, dan penegakan hukum yang masih lemah. Sebelumnya, konflik tersebut tidak pernah mencuat menjadi kasus besar dan dalam skala luas seperti sekarang ini karena dalam tatanan kehidupan masyarakat sudah ada berbagai kearifan lokal dan adat istiadat
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
146
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
yang dapat menjadi wadah komunikasi dan konsultasi. Wadah tersebut biasanya bersifat lintas wilayah, agama, dan suku bangsa.
e. Permasalahan Peningkatan Kualitas Kehidupan
Dan Peran
Perempuan Serta Kesejahteraan Dan Perlindungan Anak Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan, di samping masih adanya berbagai bentuk
praktek
diskriminasi
terhadap
perempuan.
Permasalahan
mendasar lainnya adalah masih terdapatnya kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosiokultural masyarakat. Dalam konteks sosial, kesenjangan ini mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas. Kualitas hidup dan peran perempuan. Masalah utama dalam pembangunan pemberdayaan perempuan adalah rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik. Data tahun 2003 menunjukkan bahwa,
jumlah
pendudukan perempuan di Kota Samarinda adalah 276.233 jiwa atau sekitar 49,30 % dari jumlah penduduk Kota Samarinda. Sedangkan Sex Ratio mencapai 104,22 % artinya setiap 10.000 penduduk laki-laki terdapat 10.442 penduduk wanita. Di Kota Samarinda pada tahun 2004 angka kematian ibu melahirkan mencapai 110 kematian per 100.000 ibu melahirkan. Jumlah angkatan kerja perempuan mencapai 69.276 orang atau sekitar 29 % dari total angkatan kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan di sektor formal mencapai 59,49 persen dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
147
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
disektor informal mencapai 40,51 %. Di bidang politik, meskipun Undangundang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu mengamanatkan keterwakilan 30 persen perempuan di lembaga legislatif, namun hasil Pemilu 2004 masih menunjukkan rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, yaitu keterwakilan perempuan di DPR hanya 4 % atau hanya berjumlah 2 orang. Pada tahun 2003, rendahnya keterlibatan perempuan dalam jabatan publik juga dapat dilihat dari rendahnya persentase perempuan yang menjabat sebagai pejabat eselon III mencapai 24 orang terdiri dari Eselon
III/a.
mencapai 25,81 % dan
Pejabat eselon III/b mencapai 26 %. Selanjutnya yang menduduki sebagai kepala pemerintahan hanya ada pada tingkat Kelurahan yaitu sebagai Lurah hanya 1 orang. Dibidang pendidikan penduduk perempuan yang tamat SD mencapai 24,25 % lebih tinggi dari penduduk laki-laki yang mencapai 20,23 %. Pada Tingkat SLTP penduduk perempuan yang tamat SLTP mencapai 28,92 %, sedangkan penduduk laki-laki mencapai 27, 14 % . Pada tingkat SLTA penduduk perempuan yang tamat SLTA mencapai 26.20 %, sedang penduduk laki-laki mencapai 31,78 %. Selanjutnya pada Tingkat Pendidikan S1, S2, S3 penduduk perempuan yang tamat S 1, S2, S3 mencapai 2,98 % sedangkan penduduk laki-laki mencapai 5,03 %.
f. Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. Permasalahan lainnya yaitu masih ada tindak kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan. Data yang akurat belum tersedia, karena banyak kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak yang tidak dilaporkan, dengan anggapan bahwa masalah tersebut adalah masalah domestik keluarga yang tidak perlu diketahui orang lain.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
148
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Selain itu di kota Samarinda masih ada kasus pekerja anak yang dieksploitasi untuk menjadi pengemis atau anak jalanan yang berada dibawah pengawasan dan kendali oleh sesorang, juga masih banyak terlihat penjual koran penyemir sepatu yang masih anak-anak atau berusia sekolah (7 Tahun – 12 Tahun). Sedangkan prosentase anak yang bekerja sekitar 5,80% dari jumlah penduduk usia kerja. Selain itu kebutuhan tumbuh kembang anak juga perlu lebih diperhatikan
dan
harus
menjadi
pertimbangan
utama
dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang peduli anak. Di bidang pendidikan (tahun 2004), angka partisipasi sekolah (APS) anak usia 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun masingmasing 86,91 persen, 69,01 persen, dan 62,05 persen. Di bidang kesehatan, angka kematian bayi pada tahun 2004 mencapai 0,75 per seribu kelahiran hidup. Sedangkan Balita dengan status gizi buruk pada tahun 2004 mencapai 0,76 % dari total balita yang ada. Banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan, dan tidak peduli anak. Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini masih banyak yang bias gender dan atau diskriminatif terhadap perempuan. Perangkat hukum pidana yang ada belum cukup lengkap dalam melindungi setiap individu, terutama dari tindak kekerasan dalam rumah tangga. Di samping itu, peraturan perundang-undangan yang ada juga belum dilaksanakan secara konsekuen untuk menjamin dan melindungi hak-hak perempuan dan anak, termasuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak, seperti Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
149
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak, termasuk ketersediaan data dan rendahnya partisipasi masyarakat. Sejalan dengan era desentralisasi, timbul masalah
kelembagaan
kabupaten/kota), pemberdayaan pembangunan program
lintas
dan
jaringan
terutama perempuan
yang dan
pemberdayaan bidang,
di
daerah
menangani anak.
Karena
perempuan
dan
(propinsi
dan
masalah-masalah program-program anak
merupakan
maka diperlukan koordinasi mulai dari
perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi. Masalah lainnya adalah belum tersedianya data-data pembangunan yang terpilah menurut jenis kelamin, sehingga sulit dalam menemukan masalah-masalah gender yang ada. Partisipasi masyarakat juga masih rendah (data?) dalam mendukung upaya peningkatan kualitas hidup dan perempuan serta upaya peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak.
f. Permasalahan Peningkatan Perlindungan Dan Kesejahteraan Sosial Masalah perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan permasalahan yang perlu segera diatasi. Permasalahan tersebut, antara lain adalah keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan, bencana alam dan sosial (konflik sosial). Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pasal 28H ayat (1), (2), dan (3) Perubahan Kedua dan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perubahan Keempat UUD 1945. Berdasarkan
data
dari
Kantor
Kesejahteraan
Sosial
Kota
Samarinda, pada tahun 2003, jumlah anak terlantar tercatat sekitar 1.951 orang, anak nakal 467 orang, anak jalanan 347 orang, wanita Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
150
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
tuna susila 397 orang, pengemis 62 orang, gelandangan 62 orang dan selanjutnya usia terlantar tercatat sebanyak 1.352 orang, korban bencana alam dan musibah lainya tercatat 1.355 orang. Departemen Sosial, pada tahun 2003 jumlah anak terlantar tercatat sekitar 4,12 juta, yang terdiri dari 1,14 juta balita terlantar dan 2,98 juta anak usia 6-18 tahun. Sedangkan jumlah lanjut usia terlantar tercatat sebanyak 2,43 juta jiwa. Dukungan terhadap lanjut usia, baik berasal dari keluarga ataupun masyarakat masih rendah. Selanjutnya, penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) khususnya fakir miskin apabila tidak dilakukan secara tepat akan berakibat pada kesenjangan sosial yang semakin meluas, dan berdampak pada melemahnya ketahanan sosial masyarakat, serta dapat mendorong terjadinya konflik sosial, terutama bagi kelompok masyarakat
yang
tinggal
di
daerah
terpencil
dan
perbatasan.
Berdasarkan data BKKBN Kota Samarinda, pada tahun 2004 jumlah keluarga miskin yang ditangani berjumlah sekitar 48.137 juta jiwa. Rendahnya
kualitas
penanganan
penyandang
masalah
kesejahteraan sosial (PMKS). Penyandang cacat masih menghadapi kendala untuk kemandirian, produktivitas dan hak untuk hidup normal yang meliputi antara lain akses ke pelayanan sosial dasar, terbatasnya jumlah dan kualitas tenaga pelayanan sosial untuk berbagai jenis kecacatan,
dan
aksesibilitas
terhadap
pelayanan
umum
untuk
mempermudah kehidupan mereka. Menurut data Kantor Kesejahteraan Sosial Kota Samarinda, pada tahun 2003 jumlah penyandang cacat tercatat 433 orang. Sedangkan masalah ketunasusilaan yang terdiri dari gelandangan dan pengemis serta tuna susila, selain disebabkan oleh kemiskinan juga diakibatkan oleh ketidakmampuan individu untuk hidup dan bekerja sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Masalah lainnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
151
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
adalah rendahnya kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial dan belum serasinya kebijakan kesejahteraan sosial di tingkat nasional dan daerah. Masih lemahnya penanganan korban bencana alam dan sosial. Peristiwa bencana alam merupakan kejadian yang sulit diperkirakan secara tepat. Permasalahan pokok yang dihadapi adalah masih terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia dan teknologi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya bencana alam. Selain itu, masih adanya sikap mental sebagian warga masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah rawan bencana alam yang menghambat kelancaran penanganan bencana. Bencana alam yang sering terjadi di Kota Samarinda adalah bencana kebakaran, banjir, tanah longsor dan angin puting beliung.
i. Permasalahan Penanggulangan Kemiskinan Dalam konteks pembangunan jangka menengah, kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat . Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang difahami masyarakat miskin sebagai
hak
mereka
untuk
dapat
menikmati
kehidupan
yang
bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundangan. Hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
152
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
maupun laki-laki. Permasalahan kemiskinan akan dilihat dari aspek pemenuhan hak dasar, beban kependudukan dan ketidakadilan dan ketidak setaraan gender. Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan . Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak masih menjadi persoalan bagi masyarakat miskin. Pada umumnya kesulitan pemenuhan kebutuhan pangan disebabkan oleh (1) Rendahnya daya beli, (2) Tata niaga yang tidak efesien. Permasalahan kecukupan pangan antara lain tercermin dari rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. Kekurangan asupan kalori yaitu kurang dari 2100 gram/hari masih dialami penduduk miskin. Terbatasnya akses Kesehatan dan kurang maksimalnya mutu layanan kesehatan. Masalah utama yang menyebabkan rendahnya derajat
kesehatan masyarakat
miskin adalah rendahnya akses
kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi. Terbatasnya akses dan kurang maksimalnya mutu layanan pendidikan. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu upaya penting dalam penanggulangan
kemiskinan . Pendidikan seseorang
sering dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menentukan kualitas seseorang karena pendidikan berkaitan erat dengan intelektual seseorang. Pada tahun 2004 di Kota Samarinda penduduk 5 tahun keatas yang tidak atau belum tamat SD sebanyak 21,74 %
dan
sebagian besar didominasi oleh penduduk usia sekolah yang masih duduk dibangku SD, sedang proporsi penduduk yang hanya tamat SD masih cukup tinggi yaitu sekitar 23,90 % dari total penduduk usia 5 Tahun. Proporsi penduduk yang mengenyam pendidikan menengah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
153
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
sebesar 26,62 % sedangkan yang mengenyam pendidikan tinggi hanya 7,49 % dari jumlah penduduk. Keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan pendidikan dasar terutama disebabkan tingginya beban biaya pendidikan baik langsung maupun tidak langsung. Meskipun SPP untuk jenjang SD/MI telah secara resmi dihapuskan oleh pemerintah
tetapi
pada
kenyataannya
masyarakat
tetap
harus
membayar iuran sekolah. Pengeluaran lain diluar iuran sekolah seperti pembelian buku, alat tulis, seragam, uang transport dan uang saku menjadi faktor penghambat pula bagi masyasrakat miskin untuk menyekolahkan anaknya . Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha. Masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya kesempatan kerja, terbatasnya peluang berusaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan terhadap aset usaha dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja perempuan seperti buruh, migran perempuan dan pembantu rumah tangga. Terbatasnya
Akses layanan Perumahan dan Sanitasi. Masalah
utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses terhadap perumahan yang sehat dan layak, rendahnya mutu lingkungan pemukiman dan lemahnya perlindungan untuk mendapatkan dan menghuni perumahan yang layak dan sehat. Di perkotaan keluarga miskin sebagian besar tinggal perkampungan atau daerah yang kumuh, tidak sehat dalam petak-rumah kecil yang saling berhimpit dan sering kali dalam suatu rumah didiami lebih dari satu keluarga. Mereka tidak mampu membayar biaya awal untuk mendapatkan perumahan yang sederhana dengan harga murah.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
154
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Terbatasnya
Akses
terhadap
Air
Bersih.
Kesulitan
untuk
mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap
air
bersih,
terbatasnya
penguasaan
sumber
air
dan
menurunnya mutu sumber air yang berakibat pada penurunan mutu kesehatan dan penyebaran penyakit seperti diare dan lain-lain
6.3.2. Sasaran: a. Terwujudnya tenaga kerja yang lebih berkualitas dan akses lapangan kerja. b. Terwujudnya akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas. c. Terwujudnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitas. d. Terwujudnya peningkatan kualitas kerukunan umat beragama. e. Terwujudnya pembinaan olahraga kepemudaan dan perempuan
6.3.3. Arah Kebijakan: 1. Terwujudnya tenaga kerja berkualitas dan akses lapangan kerja a. Meningkatkan akses tenaga kerja terhadap berbagai pelatihan b. Meningkatkan penyediaan lapangan pekerjaan 2. Terwujudnya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat a.
Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan
b.
Meningkatkan profesionalisme manajemen sekolah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
155
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
c.
Meningkatkan peran serta swasta dalam penyelenggaraan pendidikan
d.
Meningkatkan bantuan biaya pendidikan di sekolah
3. Terwujudnya peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat a.
Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
b.
Meningkatkan profesionalisme manajemen pelayanan kesehatan
c.
Meningkatkan peran serta swasta dalam penyelenggaraan pelayan kesehatan
d.
Meningkatkan fasilitasi pemerintah dalam pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat
4. Terwujudnya peningkatan kualitas ketaqwaan kehidupan beragama dalam masyarakat a.
Meningkatkan fasilitas pemerintah dalam penyediaan sarana ibadah guna meningkatkan ketaqwaan masyarakat
b.
Meningkatkan fasilitas pemerintah dalam penyelenggaraan kegiatan keagamaan di masyarakat
c.
Meningkatkan kualitas kerukunan kehidupan antar umat beragama
5. Terwujudnya peningkatan pembinaan olahraga kepemudaan dan perempuan a. Meningkatkan peran generasi muda b. Meningkatkan prestasi olahraga c. Meningkatkan peran perempuan di bidang pembangunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
156
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
6.4. Misi: Meningkatkan peran serta masyarakat, swasta, perbankan dan lembaga lainnya untuk mendukung sektor jasa, industri, perdagangan
dan
tersebut
maupun
permukiman
yang
berwawasan lingkungan
6.4.1. Prioritas 5: Terwujudnya peningkatan tata pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) dalam pelayanan administrasi umum dan peningkatan pemberdayaan pelaku pembangunan. 6.4.2. Permasalahan: a. Permasalahan Tata Pengelolaan Pemerintahan Pemerintahan
yang
baik
tentu
harus
didasari
dengan
pemerintahan yang ditata dan dikelola dengan baik sehingga dapat mewujudkan kondisi good governance seperti yang diharapkan, baik harapan pemerintahan harapan masyarakat. Penataan tersebut harus dilakukan dengan kebersamaan, karena tata pengelolaan pemerintahan tidak dapat berjalan sesuai harapan bila penataan hanya dilakukan bagian-bagian tertentu saja dalam suatu pemerintahan. Permasalahan ini bukan ditujukan untuk menunjuk pemerintahan di suatu daerah tidak terkelola dengan baik, namun lebih pada penataan manajemen dan tata aturan yang baik dan disepakati bersama, sehingga terwujud pemerintahan yang baik dan menguntungkan semua pihak, baik pemerintahan sebagai suatu kesatuan, maupun masyarakat yang tentu membutuhkan pemerintahan. Pelayanan administrasi umum. Permasalahan yang terkait dengan tata kelola pemerintahan yang berhubungan dengan administrasi umum itu berarti tata kelola pemerintahan yang berhubungan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
157
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
pelayanan terhadap masyarakat, menyangkut pelayanan administrasi umum. Berbagai kenyataan yang terjadi di berbagai kota-kota lain menunjukkan, semakin besar jumlah penduduk atau masyarakat yang harus dilayani pemerintah, pelayanan administrasi umum ini semakin mengalami hambatan. Berbagai hambatan tersebut tercermin dari banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan yang dapat dilakukan pemerintah terhadap pelayanan administrasi umum tersebut. Semakin banyak keluhan yang muncul dari masyarakat, berarti semakin besar pula masalah dalam pelayanan administrasi umum tersebut. Hal itu juga dapat diterjemahkan dengan semakin banyak pula tata kelola yang harus direvitalisasi dalam mewujudkan good governance. b. Permasalahan peningkatan pemberdayaan pelaku pembangunan Pemerintahan yang baik tentunya pemerintah yang dapat melaksanakan pembangunan disertai partisipasi yang besar dari masyarakatnya.
Karena
bagaimanapun,
masyarakat
merupakan
stakeholder utama dari pembangun kota atau wilayah. Tetapi dalam hal ini, tidak jarang terjadi persepsi yang berbeda antara pemerintahan dengan masyarakat. Pemerintahan sering menganggap partisipasi masyarakat terhadap pembangunan masih kurang atau masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk berpartisipasi terhadap pembangunan. Sedang disisi lain masyarakat justru menilai pemerintah tidak memberi kesempatan
kepada
mereka
untuk
ikut
berperan
serta
atau
berpartisipasi terhadap pembangunan kota atau daerah sebagai pelaku pembangunan. Peningkatan
pemberdayaan
pelaku
pembangunan.
Permasalahan ini terkaiterat dengan penyamaan persepsi antara pemerintahan dengan masyarakat tentang keikutsertaan atau partisipasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
158
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
masyarakat pemerintahan
sebagai
pelaku
ada
benarnya,
pembangunan. bila
Mungkin
masyarakat
penilaian
belum
memiliki
kemampuan berpartisipasi dalam pembangunan dan banyak dari mereka yang enggan berpartisipasi. Namun masyarakat menganggap justru pemerintah tidak memberi peluang agar mereka dapat terlibat sebagai pelaku pembangunan. Karenanya, perlu adalanya langkahlangkah guna menyelaraskan dua pemikiran yang berbeda tersebut, karena pada dasarnya tujuannya sama, dapat ikut terlibat sebagai pelaku pembangunan. Langkah yang dapat ditempuh antara lain melalui peningkatan pemberdayaan pelaku pembangunan.
6.4.3. Sasaran: a.
Terwujudnya peningkatan tata pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) dalam pelayanan administrasi umum
b.
Terwujudnya peningkatan pemberdayaan pelaku pembangunan
6.4.4. Arah Kebijakan: 1. Terwujudnya peningkatan tata pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) dalam pelayanan administrasi umum a.
Meningkatkan dayatanggap (responsibility) Pemerintah dalam Pelayanan Publik
b.
Meningkatkan
kemitraan
pemerintah
dan
swasta
dalam
pelayanan pembangunan c.
Meningkatkan akuntabilitas pemerintahan (eksekutf dan Legislatif) Dalam Pelayanan Publik
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
159
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
d.
Meningkatkan
Profesionalisme
aparat
pemerintah
dalam
Pelayanan Publik e.
Meningkatan Transparansi dalam Perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam pelayanan publik
2. Terwujudnya peningkatan pemberdayaan pelaku pembangunan a.
Meningkatan pemberdayaan pelaku pembangunan dalam manjemen pembangunan daerah
b.
Meningkatkan pelayan sistem informasi pembangunan daerah
6.4.5. Prioritas 6: Terwujudnya peningkatan lingkungan hidup, kebersihan kota,
bersamaan
dengan
peningkatan
pencegahan
dan
penanggulangan kebakaran dan perumahan yang berwawasan lingkungan. 6.4.6. Permasalahan: a. Permasalahan Lingkungan Hidup 1. Kondisi geografis wilayah Kota Samarinda sebagai daerah hilir (down stream) mendorong terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan di wilayah Kota Samarinda, misalnya : a.
Timbulnya pencemaran air Sungai Karang Mumus, Sungai Karang Asam Besar, Sungai Mahakam akibat aktifitas industri dan kegiatan domestic di daerah hulu.
b.
Banjir dimusim hujan sehingga mendorong timbulnya berbagai penyakit menular, sedimentasi dasar sungai dan kerusakan infrastruktur serta kerugian yang lainnya.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
160
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
c.
Kekurangan air pada musim kemarau disebagian wilayah tertentu
sehingga
mengganggu
kegiatan
di
bidang
pertanian, perkebunan peternakan dan aktifitas rumah tangga. 2. Kondisi topografis sebagian besar wilayahnya relative datar dan muka air tanah yang dangkal menjadi kendala untuk melakukan upaya pengolahan limbah cair, misalnya : a.
Sentra Industri Tahu dan Tempe Kelurahan Selili, Lempake, Sentra industri Krupuk Amplang di Kelurahan Karang Asam.
b.
Sebagian
besar
wilayah
maksimal
memanfaatkan
di
Kota
Sistem
Samarinda
Pengolahan
belum Limbah
Terpusat seperti IPAL Selili. c.
Kesadaran masyarakat dan pengusaha untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup masih rendah, misalnya ; 1)
Sebagian masyarakat masih melakukan kegiatan eksploitasi sumber daya alam (penggalian bahan galian gol. C), secara tidak
lestari dan tidak
berkelanjutan. 2)
Masih
banyak
perusahaan
yang
potensial
menghasilkan limbah belum membangun Instalasi Pengolahan
Air
Limbah
(IPAL)
dan
sebagian
perusahaan telah memiliki IPAL belum dioperasikan secara baik. 3)
Masih banyak masyarakat yang belum mengelola limbah dari kegiatan domestiknya (cuci, mandi dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
161
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
kakus) secara benar, sehingga mencemari lingkungan sekitar termasuk sungai dan air tanah. 3. Ancaman pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) relative tinggi namun kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pengaturan sangat terbatas, misalnya: a.
Yang bersumber dari industri pertambangan di wilayah Sei Siring, Berambai, Sambutan, Loa Buah dan Palaran.
b.
Yang bersumber dari industri perkapalan dan plywood di wilayah Palaran Samarinda Seberang dan Sungai Kunjang
c.
Yang bersumber dari aktifitas Rumah Sakit Umum AW Syahrani, RS H Darjad, RS Dirgahayu, RS Islam, RS Bersalin Aisiyah dan beberapa Rumah Sakit Swasta lainnya.
4. Belum kuatnya dasar hukum yang mengatur tentang eksploitasi sumber daya alam sehingga eksploitasi sumber daya alam tertentu tidak dilakukan secara lestari, misalnya : a.
Eksplotasi bahan galian gol. C (tanah urug, batubara, batu gunung).
b.
Pemanfaatan Air Bawah Tanah (ABT)
c.
Pemanfaatan kayu dan hasil hutan lainnya yang bersumber dari hutan rakyat ataupun hutan milik pemerintah.
b. Permasalahan Pembangunan Perumahan 1) Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
162
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Penyediaan prasarana dan sarana dasar oleh Pemerintah Kota Samarinda terhadap kawasan rumah sederhana dan rumah sederhana sehat masih terbatas. Faktor ini menjadi salah satu penghambat dalam penyediaan perumahan untuk masyarakat berpendapatn rendah serta pemicu menurunnya kualitas kawasan yang oleh masyarakat berpendapatan rendah. Kondisi kawasan perumahan seperti ini pada tahap berikutnya berkembang menjadi kawasan kumuh baru. 2) Meningkatnya jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi di Kota Samarinda (pertumbuhan rumah tangga), maka penyediaan perumahan baik oleh Developer Swasta maupun dari swadaya masyarakat akan meningkat pula, hal ini sesuai dengan program nasional pemerintah pusat dengan program sejuta rumahnya yang akan direalisasikan pembangunannya baik oleh Pemerintah Kota maupun Kabupaten. Diharapkan untuk 5 (lima) tahun mendatang (tahun 2004 s/d 2009) akan terpenuhinya kepemilikian rumah yang layak bagi masyarakat di wilayah Kota Samarinda yang akan dibangun oleh Developer Swasta maupun pembangunan perumahan swadaya oleh masyarakat.
6.4.7. Sasaran:
a. Terwujudnya peningkatan lingkungan hidup dan kebersihan kota b. terwujudnya
peningkatan
pencegahan
dan
penanggulangan
kebakaran
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
163
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
Arah Kebijakan: 1. Terwujudnya peningkatan lingkungan hidup dan kebersihan kota a.
Meningkatkan sarana dan prasarana persampahan kota
b.
peningkatan pengendalian pencemaran sektor industri dan kegiatan domestik
c.
Meningkatkan perlindungan ekosistem sungai, daerah tangkapan air dan daerah aliran sungai (mikro DAS)
d.
Meningkatkan efektivitas aktivitas perizinan dalam perlindungan fungsi lingkungan hidup
e.
Meningkatkan efektifitas transformasi informasi lingkugan hidup kepada masyarakat dan stakeholer lainnya
f.
Meningkatkan jumlah dan kualitas sarana monitoring pencemaran dan kerusakan lingkungan.
g.
Meningkatkan pencegahan dan pengendalian pencemaran udara di daerah aglomerasi perkotaan
h.
terkendalinya eksploitasi SDA secara lestari dan berkelanjutan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
164
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM
2. terwujudnya
peningkatan
pencegahan
dan
penanggulangan
kebakaran a.
Melaksanakan penanganan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
b.
Meningkatkan sarana dan prasarana pemadam kebakaran, termasuk sarana yang standar pada gedung dan bangunan
c.
Meningkatkan kualitas petugas PMK melalui pelatihan dan pendidikan
d.
meningkatnya kesadaran masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kota Samarinda 2005-2010
165