Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
Bab V. PETANI GUREM DAN KECENDERUNGAN MENGHINDARI RESIKO
A. Petani Gurem dan Ketidakpastian Tulisan ini mencoba memaparkan salah satu karakteristik petani gurem, yang cenderung menolak atau menghindari resiko. Salah satu latar belakang munculnya karakteristik tersebut adalah tingginya ketidakpastian (uncertainty) yang dihadapi oleh rumahtangga petani terutama di negara-negara sedang berkembang. Dengan demikian meluasnya resiko dan ketidakpastian dalam produksi pertanian memiliki implikasi penting terhadap analisis ekonomi dan interpretasi atas prospek di masa mendatang. Beberapa proposisi tentang ketidakpastian (uncertainty): a. Uncertainty berdampak dalam keputusan ekonomi sub optimal pada level mikroekonomi (tidak terpenuhinya maksimisasi profit) b. Uncertainty menyebabkan keengganan dan kelambanan petani untuk mengadopsi inovasi. c. Uncertainty menjadi alasan bagi praktek usahatani, seperti mixed cropping (tumpang sari) yang terbukti mampu beradaptasi menekan efek ketidakpastian. d. Dampak uncertainty lebih terasa bagi petani miskin dibandingkan dengan keluarga petani
yang
memiliki
kesempatan
melakukan
off-farm3.
Fenomena
ini
menyebabkan deferensiasi sosial. e. Uncertainty dapat direduksi dengan meningkatkan integrasi pasar berkenaan dengan informasi, komunikasi, outlet pasar ataupun yang lainnya. f. Uncertainty diperburuk oleh meluasnya integrasi pasar bila subsistensi yang menjamin pemenuhan kebutuhan petani digantikan dengan insekuritas dan unstabilitas pasar. B. Jenis-jenis Ketidakpastian (Uncertainty) 1. Resiko Alamiah: Meliputi dampak yang unpredictable dari iklim, hama, penyakit dan bencana lainnya. Faktor determinan tersebut sangat berpengaruh pada produksi dan panjangnya siklus produksi. Selain itu kemampuan petani untuk mengatasi kendala-
3
Kegiatan off-farm adalah setiap pekerjaan selain usahatani milik sendiri yang menghasilkan pendapatan, termasuk bekerja pada usahatani lain (buruh tani) dan kegiatan non-pertanian. 41
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
kendala alamiah seperti hama-penyakit sangat bervariasi tergantung dari kemampuan petani membeli input tunai yang relevan. 2. Fluktuasi Pasar Kesenjangan (lag) antara keputusan untuk memulai suatu usahatani dengan pencapaian output menunjukkan bahwa harga pasar pada titik penjualan tidak diketahui pada saat keputusan ditetapkan. Perlu campur tangan dan kebijakan pemerintah pada kondisi di mana terjadi kelangkaan informasi dan imperfeksi pasar. Khususnya untuk komoditi tahunan (tanaman keras) juga terdapat lag waktu antara saat tanam dan pemanenan (antara pengeluaran biaya dan penerimaan). 3. Ketidakpastian sosial Merujuk pada perbedaan kontrol petani atas sumber daya (resources) tertentu dan ketergantungan hidup sekelompok petani kepada kelompok lain (dalam hal ini pemilik tanah dan faktor produksi melalui sistem bagi hasil). 4. Tindakan Pemerintah dan Perang Pertanian secara keseluruhan juga mengalami uncertainty berkenaan dengan perubahan kebijakan pemerintah dan atau perang yang secara langsung mempengaruhi peta kerjasama perekonomian (penetapan harga internasional dan pinjaman dana luar negeri bagi keperluan pembangunan). C. Definisi Resiko dan Ketidakpastian 1. Resiko (Risk) Resiko didefinisikan sebagai situasi dimana probabilitas even-even (kejadian) yang mempengaruhi hasil pengambilan keputusan telah diketahui. Sebagai catatan bahwa, probability berarti frekuensi yang diharapkan terjadi dari sebuah kejadian atau sekumpulan kejadian (jumlah seluruh kemungkinannya adalah sebesar satu. Dengan demikian resiko merupakan suatu hal yang obyektif dengan asumsi ketersediaan cukup informasi; dalam prakteknya “informasi” tidak semata-mata menunjuk pada pengetahuan atau keserbatahuan seseorang atas kejadian tertentu melainkan lebih pada derajat personal pengambilan keputusan atau dengan kata lain seberapa besar kepercayaan orang tersebut pada setiap peluang yang mungkin terjadi, Hingga batas ini resiko bergeser dari sudut pandang obyektif menjadi subyektif. Namun demikian bagaimana analisis resiko masuk dalam lingkup keputusan-keputusan ekonomi dapat dijelaskan sebagai seluruh mekanisme yang digunakan petani untuk membuat keputusan-keputusan berkenaan dengan kejadian ketidakpastian (uncertain events). 42
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
2. Ketidakpastian (Uncertainty) Ketidakpastian tidak berkaitan dengan peluang-peluang (probabilities) ataupun ketidakadaan (absence). Ketidakpastian merupakan deskripsi karakter dan lingkungan ekonomi yang dihadapi rumah tangga petani dimana lingkungan tersebut mengandung beragam ketidakpastian yang direspon oleh petani berdasarkan kepercayaan subyektif mereka. D. Analisis Perilaku Resiko Ada dua pendekatan yang berbeda terhadap probabilitas subyektif, sebagai berikut: 1. Perlakuan terhadap probabilitas-risk sebagai variance dari rata-rata hasil yang diharapkan atas munculnya even-even tak pasti. Varian merupakan konsep statistik yang mengukur deviasi rata-rata suatu figure set dari rata-ratanya. Dalam pendekatan produksi pertanian resiko dipandang sebagai probabilitas terjadinya even-even yang menyebabkan fluktuasi pendapatan petani di atas atau di bawah rata-rata income yang diharapkan (average expected income). 2. Pendekatan kedua memperlakukan resiko sebagai probabilitas bencana. Pendekatan ini menggunakan perspektif yang sama dengan perusahaan asuransi dalam analisis resiko. Situasi dan perilaku rumah tangga petani dalam pendekatan ini difokuskan untuk menghindarkan resiko atau bencana daripada tujuan-tujuan maksimisasi keuntungan dibawah kondisi ketidakpastian (uncertainty).
Implikasi analisis resiko dalam model neoklasik digambarkan sebagai berikut: Gambar 5.1. Keputusan Produksi di Bawah Resiko a
TVP1
Total Nilai Produk Y (Rp)
f g
c d e
0
h i
b
E(TVP) TFC
j TVP2
X2 XE X1 Input pupuk X
43
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
Keterangan: Gambar 5.1 mengilustrasikan 3 kurva respon yang berbeda dari output terhadap satu input variabel (pupuk nitrogen) dalam “value terms”, sehingga dapat diperoleh gambaran profit dan kerugian. Gambar tersebut didesain untuk mengeksplorasi pendekatan varian income dan penolakan resiko. Resiko dalam ilustrasi diatas adalah uncertainty berkenaan dengan iklim (atau cuaca) dengan dua even yaitu cuaca baik atau buruk yang dapat dilihat dari hubungan pola curah hujan dengan kebutuhan tanaman akan air.
TVP1 = Respon total value product terhadap peningkatan level nitrogen pada tahun tanam dengan iklim baik.
TVP2 = Respon total value product terhadap peningkatan level nitrogen pada tahun tanam dengan iklim baik.
E(TVP)= Expected Total Value Product berdasarkan pandangan subyektif petani mengenai prilaku musim.
Dalam gambar 5.1 di atas petani memperkirakan 3 tahun cuaca baik dan dua tahun cuaca buruk untuk 5 tahun tanam, dengan demikian probability untuk musim yang baik (probability of good season) adalah 0,60 dan probability untuk musim yang buruk (probability of bad season) sebesar 0,40. Dengan demikian E (TVP) dapat dihitung sbb: E (TVP) = 0,60 (TVP1) + 0,40 (TVP2) = 1
Bentuk kurva mencerminkan dampak kondisi iklim pada respon ouput atas kebutuhan pupuk nitrogen. Adapun Total Factor Cost (TFC) merupakan garis biaya total (Total cost line) yang menunjukkan bagaimana biaya produksi total meningkat seiring bertambahnya pembelian input pupuk N. Dampak resiko pada kalkulasi efisiensi dapat dilihat pada tiga alternatif posisi operasi X1, E dan X2 yang masing-masing rasional secara alokatif, tergantung pada preferensi subyektif petani. Pendekatan Varian Income a. Pemakaian input X1 Pemakaian input X1 yang konsisten dengan efisiensi alokatif pada TVP1 memberikan tingkat keuntungan terbesar pada ab yang mungkin dicapai jika cuaca baik; jika ternyata cuaca buruk, nilai kerugian yang ditanggung sebesar bj. Petani yang beroperasi di titik ini dapat digolongkan pengambil resiko (risk
44
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
taker) sebab ia tetap mengambil peluang operasi pada X1 meskipun secara subyektif kalkulasinya menyatakan probabilitas 0,6. b. Pemakaian input X2 Penggunaan input X2 konsisten dengan efisiensi alokatif pada TVP2. Pada kondisi ini jika cuaca baik petani memperoleh keuntungan sebesar ce; dan jika cuaca buruk petani masih untung de. Petani ini dapat digolongkan sebagai kelompok “Risk Averse”. c. Pemakaian input XE Kondisi ini konsisten dengan efisiensi alokatif yang berimbang pada 2 probabilitas even iklim. Pada TVP1 keuntungan yang diperoleh sebesar fh (lebih kecil dari ab) dan pada TVP2 kerugian yang ditanggung sebesar hi (lebih kecil dari bj), kelompok petani yang beroperasi pada titik ini dapat digolongkan sebagai kelompok “Risk neutral”. Pendekatan disaster-avoidance Disaster avoidance dalam istilah lain dikenal sebagai the safety first principle atau meminjam istilah Lipton (1968) survival alogarithm of peasant farmer menyatakan bahwa petani cenderung berperilaku “Risk-averse” sebab resiko yang mereka hadapi jika terjadi gagal panen adalah tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga bahkan pada level subsisten. Pada gambar tersebut di atas, petani akan beroperasi pada X2. Konsekuensi perilaku “Risk aversion” dalam penggunaan resources optimal digambarkan pada gambar berikut:
Nilai Produk Marginal dan Biaya Marginal (Rp)
Gambar 5.2. Nilai Produk Marginal di Bawah Resiko
A
MVP E
MFC
MFC
E(MVP)
0
X2
XE
MVP 2
Input pupuk X1
45
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
Sebagai konsekuensinya expected marginal value product (MVPE), yaitu titik A pada kurva E (MVP), berada di atas marginal cost, dimana level optimum penggunaan input tidak diikuti dan keuntungan tidak dimaksimalkan. Pada perilaku risk averse MVP > MFC.
E. Expected Utility dan Teori Pengambilan Keputusan Respon terhadap resiko didasarkan pada kekuatan kepercayaan personal atas peluang terjadinya suatu kejadian dan evaluasi personal atas potensi konsekuensi yang menyertainya. Konsep tersebut konsisten dengan konsep maksimisasi utilitas personal dimana individu senantiasa memaksimumkan kesejahteraannya (welfare) terhadap tujuan obyektif personal. Asumsinya adalah preferensi antar berbagai alternatif pilihan yang disebut sebagai Certainty Equivalen (CE). Asumsi tersebut memungkinkan alternatif yang berisiko tinggi dan yang tidak diletakkan dalam skala preferensi personal pengambil keputusan. Gambar 5.3. Teori Utilitas Pilihan dengan Memasukkan Unsur Resiko Menolak Resiko
Netral C
A E(U)
U(I2)
0
Mengambil Resiko
utilitas (U)
U(I1)
E B
D
I2
IA
IE
IB
I1
Pendapatan I
Beberapa definisi dan posisi pengambilan keputusan yang dapat diturunkan dari gambar di atas adalah sebagai berikut: 1. DC menunjukkan hubungan linear antara utility dan income yang berslope positif 2. I1 dan I2 adalah dua level income beresiko dengan probabilitas yang berbeda (p1 = 0,6 dan p2 = 0,4). 3. Expected utility: E (U) = p1 . U (I1) + p2 . U (I2) merupakan penjumlahan utility yang diperoleh dari pendapatan I1 dan I2. 4. Expected money value = EMV = p1 .I1 + p2 . I2 yang merupakan gabungan nilai aktuarial I1 dan I2 yaitu income rata-rata yang diduga dibandingkan dengan yang diharapkan.
46
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
5. Risk averse: IA < EMV dimana fungsi utility di atas DAC, yang menunjukkan diminishing marginal utility of income. EMV – IA adalah jaminan yang digunakan untuk membayar suatu kepastian. 6. Risk neutral: petani indeferent antara IE dan EMV dan utility U (IE) sama dengan E (U) dimana utility income tertentu pada IE sama dengan expected utility dari 2 pendapatan uncertain yang merupakan garis DC. 7. Risk taking: petani mengambil peluang untuk memperoleh income tertinggi pada I1 meskipun 0,4 peluang akan menyebabkan kondisinya jauh lebih buruk. IB – EMV = jumlah income yang tersedia untuk membayar “opportunity gamble” (perkiraan oportunitas).
Decision Theory Teori ini difasilitasi decision tree atau pohon keputusan sebagaimana contoh berikut: Gambar 5.4. Analisis Pohon Keputusan untuk Masalah Resiko Acts (pengambilan keputusan)
States (Even Ketidakpastian)
Subjective probability
Outcomes (net pay offs)
(S1) good
0,6
$ 2000
(S2) bad
0,4
- $ 375
(S1) good
0,6
$ 1300
(S2) bad
0,4
$ 300
A (a1) max fertilizer
Decision node (a2) min fertilizer
B Keterangan: Tindakan: alternatif diantara dua pilihan yang harus diambil a1 = penggunan pupuk sesuai dengan anjuran praktek agronomis a2 = penggunaan pupuk seadanya (Konsisten dengan tindakan x1 dan x2 pada gambar 5.1). Adapun a1 dan a2 merupakan cabang dari titik keputusan. 47
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
Kondisi: ketidakpastian mungkin terjadi dan mempengaruhi keluaran S1 = kondisi musim baik S2 = iklim buruk (Konsisten dengan TVP1 dan TVP2 pada gambar 5.1) Probabilitas subyektif: merupakan derajat kepercayaan pengambil keputusan atas perilaku peluang munculnya suatu even yang nilainya antara 0-1 Outcomes - keluaran : Keputusan antara dua tindakan atau lebih menghasilkan keluaran spesifik yang konsisten dengan: ab, bj, ce dan de, dl, pada gambar 5.1. Kriteria pilihan: Kriteria untuk menetapkan pilihan pada prinsipnya merupakan maksimasi expected utility. Dengan demikian kriteria pilihan adalah penjumlahan utilitas berkenaan dengan besarnya nilai yang harus dibayar sesuai dengan munculnya salah satu even probabilitas subyektif petani. Artinya kriteria yang dipilih adalah yang paling sesuai dengan preferensi personal tentang keluaran dan resiko yang menyertainya. Prosedur solusi: Solusi bergerak dari kanan ke kiri pada decision tree yaitu: a. Menghitung EMV (Expected Money Value) untuk setiap node misalnya untuk A: EMV = p1 .I1 + p2 . I2 = (0,6 x 2000) + (0,4 x –375) = 1200 – 150 = 1050
b. Menggali data dari petani tentang nilai ekuivalen kepastian pendapatan bersih yang berkaitan dengan keluaran beresiko untuk tiap tindakan, misalnya untuk a1 dan a2 . a1 = $ 850 (< 1050) a2 = $ 900 ( = EMV2 = $ 900)
c. Menolak alternatif dengan CE (certainty equivalent) yang lebih rendah, dalam contoh tindakan a1 dikeluarkan dan petani memaksimumkan utility dengan memilih tindakan a2.
48
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
F. Penelitian Tentang Perilaku Petani Gurem menghadapi Resiko Ketidakpastian memberikan dampak terhadap perilaku ekonomi rumah tangga petani. Ruang lingkup penelitian empirik yang relevan mencakup identifikasi apakah petani menolak resiko dan pada keadaan bagaimana mereka menolak resiko, dampak resiko pada efisiensi dan pertumbuhan sektor pertanian, sumber utama resiko dan bagaimana upaya-upaya untuk menekan efek resiko tersebut.
Beberapa proposisi riset utama: 1. Peasant risk averse (PRA), menyebabkan inefisiensi penggunaan sumberdaya MVP > factor prices 2. PRA menyebabkan desain pola tanam hanya ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan subsisten dan bukan maksimasi output dan atau profit. 3. PRA menghambat proses difusi dan adopsi inovasi, dimana karakteristik resiko diartikan sebagai kesenjangan informasi. 4. PRA akan menurun sejalan dengan meningkatnya income.
Dengan demikian salah satu strategi manajemen resiko adalah Mixed Cropping. Penelitian Norman (1974) memaparkan beberapa keunggulan mixed cropping, sebagaimana berikut: a. Pemanfaatan cahaya, air dan nutrien yang superior berkenaan dengan perbedaan jarak tanam, tinggi dan kebutuhan akan nutrien setiap komoditi. b. Efek yang menguntungkan (simbiosis mutualisma) antar tanaman. c. Mereduksi serangan hama penyakit karena penyebarannya pada populasi tanaman yang sejenis terhambat. d. Melindungi kelembaban tanah (mulsa daun dan sistem perakaran yang bervariasi dalam 1 lahan). e. Menghemat kebutuhan tenaga kerja. f. Memperkuat ketahanan pangan g. Perolehan yang lebih tinggi secara umum. h. Menjamin keamanan pangan dan pendapatan rumah tangga.
49
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
G. Aspek Kebijakan Teori perilaku petani gurem yang cenderung menolak resiko dan treori perilaku maksimasi profit erat kaitannya dengan intervensi pemerintah yang betujuan menekan dampak resiko atas produktivitas dan pertumbuhan pertanian. Upaya kebijakan yang ditempuh adalah menggeser imperfeksi pasar ke arah model persaingan. Sedangkan implikasi alternatif kebijakan terhadap “risk aversion” dikategorikan menjadi: 1. Natural Hazard (kendala alamiah) a. Irigasi: merupakan upaya menekan ketidakpastian alam khususnya variabilitas curah hujan, yaitu dengan: cadangan air dan kontrol banjir. b. (Crop insurance) Asuransi Usahatani: Petani selaku klien membayar premi resiko, namun demikian hal ini sulit diterapkan karena fluktuasi yang tinggi dan area operasi yang sangat luas. c. Varietas unggul. 2. Market risks (resiko pasar) a. Stabilisasi harga: yaitu penetapan harga untuk mengatasi kelangkaan dan atau over supply. b. Meningkatkan akses informasi c. Subsidi kredit. 3. Social and State Hazard a. No single policy solution. Diperlukan solusi yang dimensional dengan beragam pendekatan b. Politics involved. Solusi yang ditempuh seringkali sarat muatan politik c. Relationships between landlord-peasant, ketidakseimbangan pola hubungan dalam kaitannya dengan akses lahan ditengarai merupakan penyebab kemiskinan pada kelompok petani gurem. d. Diperlukan keterlibatan politis yang cukup besar untuk dapat memperbaiki kondisi kesejahteraan petani gurem di masa mendatang.
H. Jangkauan Perspektif Teori risk averse peasant mengasumsikan rumah tangga petani sebagai unit optimasi ekonomi individual. Aspek resiko dan ketidakpastian yang berkenaan dengan hubungan sosial produksi petani seringkali diabaikan, padahal dalam rumah tangga petani terdapat 50
Petani Gurem: Rumahtangga Usahatani dan Pembangunan Pertanian
tarnsaksi non pasar yang merupakan moral ekonomi dari masyarakat petani. Selanjutnya paradigma analisis akan bias sebab meluasnya ekonomi pasar, akan memaksa petani berhadapan dengan resiko baru yang mengikis interaksi sosial non pasar sedemikian sehingga ketahanan subsistensi menurun dan tekanan persaingan meningkat. Dampak diabaikannya unsur ketidakpastian dalam rumahtangga seperti sub ordinasi wanita ataupun yang lainnya menyebabkan bias dalam analisis resiko.
I. Ringkasan 1. Empat kategori utama ketidakpastian: a.
Kendala alamiah (Natural Hazard)
b.
Fluktuasi Pasar
c.
Ketidakpastian ( uncertainty) akibat hubungan sosial
d.
Uncertainty akibat perang dan kondisi negara
2. Uncertaity berbeda dengan resiko 3. Perilaku penolakan resiko (risk aversion), netralitas resiko dan pengambilan resiko didefinisikan dari referensi preferensi subyektif atau certain-uncertain. 4. Menghindari resiko menyebabkan penggunaan input tidak efisien, dimana E(MVP) lebih besar dari MFC 5. Kebijakan yang dianjurkan: Irigasi, asuransi usahatani, teknik pembibitan, stabilisasi harga produk, mengembangkan informasi pasar dan pemberian kredit kepada petani gurem. 6. Isu-isu yang lebih luas mencakup pengukuran determinan non pasar, mekanisme keamanan sosial, dampak hubungan antar dan intra rumahtangga serta isu-isu ketidakadilan.
51