BAB III PERHITUNGAN RESIKO 3.1.
Diagram Alir Perhitungan Risiko
Perhitungan dilakukan pada pipa Kurau dan Separator V-201 dengan perhitungan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1 dimana data masukan berupa data-data fluida, data ketebalan, data operasi, dan data pemeliharaannya
-37-
Gambar 3.1. Diagram alir perhitungan risiko
-38-
3.2. Data Desain, Operasi, dan Pemeliharaan Data yang akan diuraikan adalah berupa data operasi yang meliputi : 1. Temperatur operasi, 2. Tekanan operasi, 3. laju aliran (flow rate), 4. fasa fluida.
Data design yang akan diuraikan meliputi : 1. ukuran separator atau pipa (diameter luar x ketebalan x panjang), 2. tebal sekarang, 3. Design temperature, 4. Design tekanan, 5. tahun instalasi, 6. Jenis spesifikasi material, 7. jenis coating, 8. Yield Strength, 9. Ultimate Tensile Strength.
Dan yang terakhir adalah data pemeliharaan yang meliputi : 1. Periode inspeksi, 2. Cara inspeksi, 3. Sistem proteksi, 4. Sistem deteksi, 5. Sistem isolasi, 6. Sistem mitigasi.
Seleruh data yang dibagi menjadi tiga bagian tersebut akan dijadikan satu tabel berupa data masukan dalam perhitungan analisis berbasis risiko dari Separator V-201 Kurau Plant serta pipa-pipa eksport dari sumur-sumur Selatan dan Kurau.
-39-
3.2.1. Separator V-201 Kurau Plant Untuk data Separator V-201 dapat dilihat dari Tabel 3.1. Tabel 3.1. Data operasi, desain, dan pemeliharaan Separator V-201 Kurau Plant Temperatur operasi
200oF
Tekanan operasi
42 psi
laju aliran (flow rate)
5009 Barrel Oil Per Day (BOPD)
Fasa fluida ukuran separator
Liquid 3657,6 mm (OD) x 25,8 mm (Wt) x 12192 mm (L)
tebal sekarang
0,9866 inch
Design temperatur
300oF
Design tekanan
175 psi
MDMT
-20oF
tahun instalasi
1989
Jenis spesifikasi material
Carbon Steel SA 516 gr 70
Jenis coating
Paint
Yield Strength
38000 psi
Ultimate Tensile Strength
70000 psi
Periode inspeksi
Sekali setahun
Cara inspeksi
Non Destructive Testing
Sistem proteksi
Coating Instrumentasi didesain secara khusus untuk mendeteksi
Sistem deteksi
kehilangan material dengan perubahan dalam kondisi operasi pada tempat-tempat yang rawan.
Sistem isolasi Sistem mitigasi
beberapa tempat dapat di shutdown otomatis dan sebagian lagi manual dari operator Hanya monitoring air pemadam
-40-
3.2.2. Pipa 12” Tanjung Mayo – BM Untuk data Pipa 12” Tanjung Mayo – BM dapat dilihat dari Tabel 3.2. Tabel 3.2. Data operasi, desain, dan pemeliharaan Pipa 12” Tanjung Mayo – BM Temperatur operasi
190oF
Tekanan operasi
135 psi
laju aliran (flow rate)
1831 Barrel Oil Per Day (BOPD)
Fasa fluida ukuran separator
Liquid 323,85 mm (OD) x 10,31 mm (Wt) x 12000 mm (L)
tebal sekarang
0,315 inch
Design temperatur
300oF
MDMT
-42oF
Design tekanan
1350 psi
tahun instalasi
1990
Jenis spesifikasi material
ERW Carbon steel API 5L X42
Jenis coating
Polyken Wrap Type
Yield Strength
42000 psi
Ultimate Tensile Strength
60000 psi
Periode inspeksi
Sekali setahun
Cara inspeksi
Non Destructive Testing
Sistem proteksi
Coating, inhibitor Instrumentasi didesain secara khusus untuk mendeteksi
Sistem deteksi
kehilangan material dengan perubahan dalam kondisi operasi pada tempat-tempat yang rawan.
Sistem isolasi Sistem mitigasi
beberapa tempat dapat di shutdown otomatis dan sebagian lagi manual dari operator Hanya monitoring air pemadam
-41-
3.2.3. Pipa 12” BM-BK Untuk data Pipa 12” BM-BK dapat dilihat dari Tabel 3.3. Tabel 3.3. Data operasi, desain, dan pemeliharaan Pipa 12” BM-BK Temperatur operasi
200oF
Tekanan operasi
125 psi
laju aliran (flow rate)
1831 Barrel Oil Per Day (BOPD)
Fasa fluida ukuran separator
Liquid 323,85 mm (OD) x 10,31 mm (Wt) x 12000 mm (L) 0,318898 inch
tebal sekarang Design temperatur
300oF
MDMT
-42oF
Design tekanan
1350 psi
tahun instalasi
1990
Jenis spesifikasi material
ERW Carbon steel API 5L X42
Jenis coating
Polyken Wrap Type
Yield Strength
42000 psi
Ultimate Tensile Strength
60000 psi
Periode inspeksi
Sekali setahun
Cara inspeksi
Non Destructive Testing
Sistem proteksi
Coating, inhibitor Instrumentasi didesain secara khusus untuk mendeteksi
Sistem deteksi
kehilangan material dengan perubahan dalam kondisi operasi pada tempat – tempat yang rawan.
Sistem isolasi Sistem mitigasi
beberapa tempat dapat di shutdown otomatis dan sebagian lagi manual dari operator Hanya monitoring air pemadam
-42-
3.2.4. Pipa 12” BK-BH Untuk data Pipa 12” BK-BH dapat dilihat dari Tabel 3.4. Tabel 3.4. Data operasi, desain, dan pemeliharaan Pipa 12” BK-BH Temperatur operasi
190oF
Tekanan operasi
120 psi
laju aliran (flow rate)
2047 Barrel Oil Per Day (BOPD)
Fasa fluida ukuran separator
Liquid 323,85 mm (OD) x 10,31 mm (Wt) x 12000 mm (L) 0,3543307 inch
tebal sekarang Design temperatur
300oF
MDMT
-42oF
Design tekanan
1350 psi
tahun instalasi
1990
Jenis spesifikasi material
ERW Carbon steel API 5L X42
Jenis coating
Polyken Wrap Type
Yield Strength
42000 psi
Ultimate Tensile Strength
60000 psi
Periode inspeksi
Sekali setahun
Cara inspeksi Sistem proteksi
Non Destructive Testing Coating, Sacrificial Anode Cathodic Protection Instrumentasi didesain secara khusus untuk mendeteksi
Sistem deteksi
kehilangan material dengan perubahan dalam kondisi operasi pada tempat-tempat yang rawan.
Sistem isolasi Sistem mitigasi
beberapa tempat dapat di shutdown otomatis dan sebagian lagi manual dari operator Hanya monitoring air pemadam
-43-
3.2.5. Pipa 12” BH - BG Tie in Untuk data Pipa 12” BH - BG Tie in dapat dilihat dari Tabel 3.5. Tabel 3.5. Data operasi, desain, dan pemeliharaan Pipa 12” BH - BG Tie in Temperatur operasi
190oF
Tekanan operasi
100 psi
laju aliran (flow rate)
3397 Barrel Oil Per Day (BOPD)
Fasa fluida ukuran separator
Liquid 323,85 mm (OD) x 10,31 mm (Wt) x 12000 mm (L) 0,29527 inch
tebal sekarang Design temperatur
300oF
MDMT
-42oF
Design tekanan
1350 psi
tahun instalasi
1990
Jenis spesifikasi material
Seamless Carbon steel API 5L X42
Jenis coating
Polyken Wrap Type
Yield Strength
42000 psi
Ultimate Tensile Strength
60000 psi
Periode inspeksi
Sekali setahun
Cara inspeksi
Non Destructive Testing
Sistem proteksi
Coating Instrumentasi didesain secara khusus untuk mendeteksi
Sistem deteksi
kehilangan material dengan perubahan dalam kondisi operasi pada tempat-tempat yang rawan.
Sistem isolasi Sistem mitigasi
beberapa tempat dapat di shutdown otomatis dan sebagian lagi manual dari operator Hanya monitoring air pemadam
-44-
3.2.6. Pipa 8” AC2-AC3 Untuk data Pipa 8” AC2-AC3 dapat dilihat dari Tabel 3.6. Tabel 3.6. Data operasi, desain, dan pemeliharaan Pipa 8” AC2-AC3 Temperatur operasi
175oF
Tekanan operasi
100 psi
laju aliran (flow rate)
1635 Barrel Oil Per Day (BOPD)
Fasa fluida ukuran separator
Liquid 219,075 mm (OD) x 8,1788 mm (Wt) x 12000 mm (L) 0,2678 inch
tebal sekarang Design temperatur
300oF
MDMT
-42oF
Design tekanan
1350 psi
tahun instalasi
1989
Jenis spesifikasi material
Seamless Carbon steel API 5L X42
Jenis coating
Polyken Wrap Type
Yield Strength
42000 psi
Ultimate Tensile Strength
60000 psi
Periode inspeksi
Sekali setahun
Cara inspeksi
Non Destructive Testing
Sistem proteksi
Coating Instrumentasi didesain secara khusus untuk mendeteksi
Sistem deteksi
kehilangan material dengan perubahan dalam kondisi operasi pada tempat-tempat yang rawan.
Sistem isolasi Sistem mitigasi
beberapa tempat dapat di shutdown otomatis dan sebagian lagi manual dari operator Hanya monitoring air pemadam
-45-
3.2.7. Pipa 12” AC3-BG Untuk data Pipa 12” AC3-BG dapat dilihat dari Tabel 3.7. Tabel 3.7. Data operasi, desain, dan pemeliharaan Pipa 12” AC3-BG Temperatur operasi
170oF
Tekanan operasi
100 psi
laju aliran (flow rate)
2058 Barrel Oil Per Day (BOPD)
Fasa fluida ukuran separator
Liquid 323,85 mm (OD) x 10,31 mm (Wt) x 12000 mm (L) 0,3518 inch
tebal sekarang Design temperatur
300oF
MDMT
-42oF
Design tekanan
1350 psi
tahun instalasi
1989
Jenis spesifikasi material
Seamless Carbon steel API 5L X42
Jenis coating
Polyken Wrap Type
Yield Strength
42000 psi
Ultimate Tensile Strength
60000 psi
Periode inspeksi
Sekali setahun
Cara inspeksi
Non Destructive Testing
Sistem proteksi
Coating Instrumentasi didesain secara khusus untuk mendeteksi
Sistem deteksi
kehilangan material dengan perubahan dalam kondisi operasi pada tempat-tempat yang rawan.
Sistem isolasi Sistem mitigasi
beberapa tempat dapat di shutdown otomatis dan sebagian lagi manual dari operator Hanya monitoring air pemadam
-46-
3.2.8. Pipa 16” BG – BG Tie in Untuk data Pipa 16” BG – BG Tie in dapat dilihat dari Tabel 3.8. Tabel 3.8. Data operasi, desain, dan pemeliharaan Pipa 16” BG – BG Tie in Temperatur operasi
172oF
Tekanan operasi
100 psi
laju aliran (flow rate)
2646 Barrel Oil Per Day (BOPD)
Fasa fluida ukuran separator
Liquid 406,4 mm (OD) x 12,7 mm (Wt) x 12000 mm (L) 0,4016 inch
tebal sekarang Design temperature
300oF
MDMT
-42oF
Design tekanan
1350 psi
tahun instalasi
1989
Jenis spesifikasi material
Seamless Carbon steel API 5L X42
Jenis coating
Polyken Wrap Type
Yield Strength
42000 psi
Ultimate Tensile Strength
60000 psi
Periode inspeksi
Sekali setahun
Cara inspeksi
Non Destructive Testing
Sistem proteksi
Coating Instrumentasi didesain secara khusus untuk mendeteksi
Sistem deteksi
kehilangan material dengan perubahan dalam kondisi operasi pada tempat-tempat yang rawan.
Sistem isolasi Sistem mitigasi
beberapa tempat dapat di shutdown otomatis dan sebagian lagi manual dari operator Hanya monitoring air pemadam
-47-
3.2.9. Pipa 16” BG tie in – Separator V-201 Untuk data Pipa 16” BG tie in – Separator V-201 dapat dilihat dari Tabel 3.9. Tabel 3.9.Data operasi, desain,dan pemeliharaan Pipa 16” BG tie in–Separator V-201 Temperatur operasi
172oF
Tekanan operasi
90 psi
laju aliran (flow rate)
6430 Barrel Oil Per Day (BOPD)
Fasa fluida ukuran separator
Liquid 406,4 mm (OD) x 12,7 mm (Wt) x 12000 mm (L) 0,45542 inch
tebal sekarang Design temperatur
300oF
MDMT
-42oF
Design tekanan
1350 psi
tahun instalasi
1989
Jenis spesifikasi material
Seamless Carbon steel API 5L X42
Jenis coating
Polyken Wrap Type
Yield Strength
42000 psi
Ultimate Tensile Strength
60000 psi
Periode inspeksi
Sekali setahun
Cara inspeksi
Non Destructive Testing
Sistem proteksi
Coating Instrumentasi didesain secara khusus untuk mendeteksi
Sistem deteksi
kehilangan material dengan perubahan dalam kondisi operasi pada tempat-tempat yang rawan.
Sistem isolasi Sistem mitigasi
beberapa tempat dapat di shutdown otomatis dan sebagian lagi manual dari operator Hanya monitoring air pemadam
-48-
3.3. Perhitungan Kategori Konsekuensi 3.3.1.Penentuan Fluida Representatif[1] Fluida pada suatu industri dapat mengandung berbagai macam unsur ataupun senyawa di dalamnya. Oleh karena itu diperlukan suatu jenis fluida tertentu untuk mewakili sifat-sifat fluida sebenarnya. Penentuan fluida representatif bagi suatu zat campuran pertama-tama ditentukan berdasarkan sifat dari normal boiling point (NBP) campuran dan dari berat molekul (MW) campuran menurut persamaan (3.1).
Sifat campuran = Σ Xi sifati.......................................................................................(3.1) Dimana : Xi
= Fraksi mol fluida penyusun
Sifati = Sifat fluida, dapat berupa temperatur didih keadaan normal (normal boiling point,NBP), dapat juga berupa berat molekul (MW)
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG : Sebagai analisa representatif diambil salah salah satu dari sembilan segmen yang akan dianalsis yaitu pipa 12” AC3 – BG, dimana data fluidanya terdapat pada Tabel 3.10. Tabel 3.10. Tabel data fluida pipa 12” AC3 – BG Senyawa Hydrogen Sulfide Carbon Dioxide Nitrogen Methane Ethane Propane Iso-Butane N-Butane Iso-Pentane N-Pentane Hexanes Heptanes plus Octanes Nonanes Decanes Undecanes Dodecanes plus
Fraksi Mol (%) 0 1,73 0,13 2,78 0,62 1,51 1,6 2,12 2,49 2,43 5,75 78,84 0 0 0 0 0 100
NBP (ºF) -76 -109,3 -320,4 -258,68 -127,53 -43,73 11 31,1 82 96,98 156,2 209,156 257,936 303,8 345,38 384,8 170,34
Molecular Weight 34,076 44,1 28,016 16,042 30,068 44,094 58,12 58,12 72,13 72,15 86,18 261,08 114,23 128,2 142,29 156,31 421,16 TOTAL
-49-
NBP X % MOL 0 -189,089 -41,652 -719,1304 -79,0686 -66,0323 17,6 65,932 204,18 235,6614 898,15 16489,85904 0 0 0 0 0 16816,41014
MW X % MOL 0 76,293 3,64208 44,59676 18,64216 66,58194 92,992 123,2144 179,6037 175,3245 495,535 20583,88621 0 0 0 0 0 21860,31175
Setelah nilai sifat campuran dijumlahkan, nilai total dari sifat campuran dibagi dengan 100, nilai tersebut merupakan nilai sifat campuran. Fluida representatif dipilih berdasarkan tabel yang telah disediakan dalam standar API 581, seperti yang dimuat dalam tabel 3.11. Setelah melihat tabel maka dapat diketahui bahwa untuk pipa 12” AC3 – BG nilai Normal Boiling Point adalah 168oF yang paling mendekati adalah C1-C2 namun flida representatif ini hanya diperuntukkan untuk fluida gas, sedangkan yang dianalisis memiliki fluida cair, maka yang paling memungkinkan adalah nilai dari jumlah berat molekul fluida campuran yaitu 218,603 dan apabila dicocokkan dengan API 581 didapatkan fluida representatifnya C13 – C16. Tabel 3.11. Fluida representatif dalam API 581[1]
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai-nilai fluida representatif dari masing-masing segmen yang dianalisis, dimana akan ditunjukkan pada Tabel 3.12.
-50-
Tabel 3.12. Hasil penentuan fluida representatif Segmen
Fluida representatif
Separator V-201
C6-C8
Pipa 12” tj.mayo – BM
C9-C12
Pipa 12” BM – BK
C9-C12
Pipa 12” BK – BH
C9-C12
Pipa 12” BH – BG Tie in
C6-C8
Pipa 8” AC2 – AC3
C13-C16
Pipa 12” AC3 – BG
C13-C16
Pipa 16” BG – BG Tie in
C13-C16
Pipa 16” BG Tie in – Separator V-201
C6-C8
3.3.2. Penentuan jumlah fluida yang terlepas Pendekatan yang dianut konsep RBI adalah melalui pengamatan terhadap ukuran peralatan dan hubungannya dengan bagian pendukung perlatan tersebut. Banyaknya fluida yang dapat lepas dari suatu sistem pipa ataupun dari separator adaah laju massa fluida yang melaluinya dikalikan 3 menit. Angka 3 merupakan pertengahan waktu pengosongan perlatan akibat adanya lubang besar atau pecah, yaitu 1 hingga 5 menit. Harga parameter yang didapat merupakan perkiraan maksimal dari banyaknya fluida yang lepas dan tidak menandakan harga tersebut akan terjadi pada setiap skenario kebocoran[1].
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG : Fluida yang lepas = ( flow rate x density x 3 x 61023,74 ) .....................................(3.2) 60 Data dapat dilihat pada tabel 3.7 dimana : Flow rate = 2058 BOPD = 9,9127 m3/jam Fluida yang lepas = 47,728 (lb/ft3) x 9,9127 (m3/jam) x 3 (menit) x 61023,74 (ft3/m3) 60 (menit) Fluida yang lepas = 1443557,29 lb
-51-
Tabel 3.13 akan menunjukkan hasil dari penentuan jumlah fluida yang terlepas apabila terjadi kebocoran dari seluruh segmen yang akan dianalisis.
Tabel 3.13. Hasil perhitungan jumlah fluida yang terlepas Segmen
Jumlah fluida yang terlepas (lb)
Separator V-201
3143508,692
Pipa 12” tj.mayo – BM
1233068,72
Pipa 12” BM – BK
1233068,72
Pipa 12” BK – BH
1378531,769
Pipa 12” BH – BG Tie in
2382781,396
Pipa 8” AC2 – AC3
1146849,45
Pipa 12” AC3 – BG
1443557,29
Pipa 16” BG – BG Tie in
1856002,23
Pipa 16” BG Tie in – Separator V-201
4510239,734
3.3.3. Penentuan ukuran lubang kebocoran Perhitungan konsekuensi pada API 581 menganggap suatu peralatan dapat memiliki kebocoran dengan diameter ¼ inchi, 1 inchi, 4 inchi dan pecah. Tabel 3.14 memuat frekuensi kebocoran tiap ukuran lubang tersebut untuk berbagai peralatan per tahunnya. Frekuensi ini akan dijumlah lalu dihitung fraksi frekuensi tiap ukuran lubang. Dengan demikian peluang terjadinya setiap ukuran lubang dan nilai konsekuensi yang ditimbulkannya telah mewakili didalam suatu nilai tunggal konsekuensi[2].
Penentuan ukuran lubang yang mungkin dimiliki oleh separator maupun pipa mengikuti paduan berikut : •
Ukuran lubang standar kebocoran adalah ¼ inchi, 1 inchi, 4 inchi dan pecah
•
Ukuran pecah sama dengan diameter peralatan
Perhitungan pipa 12” AC3 – BG : Untuk pipa berdiameter 12” memiliki kemungkinan ukuran bocor adalah ¼ inchi, 1 inchi, 4 inchi dan 12 inchi (pecah). Demikian pula yang terjadi pada separator dan pipa berdiameter 8” dan 16”.
-52-
Tabel 3.14.Frekuensi kebocoran berbagai ukuran lubang[1]
3.3.4. Penentuan Laju Pelepasan Fluida[1] Ada beberapa persamaan yang digunakan untuk menentukan laju pelepasan, yakni : 1. Persamaan laju pelepasan untuk fluida cair
QL = Cd A 2 ρ DP
gc ...............................................................................(3.3) 144
dimana
QL = laju keluarnya fluida cair (lb/s) Cd = Koefisien keluaran (0,6 - 0,64) A = Luas penampang lubang kebocoran (in.2 )
ρ = Berat jenis fluida (lb/ft 3 ) g c = Faktor konversi untuk mengubang lb f ke lb m (32,2 lb m -ft/lb f -s 2 )
-53-
2. Persamaan laju pelepasan untuk fluida gas •
Persamaan laju pelepasan gas sonik
wsonik
kM g c 2 = Cd AP RT 144 k + 1
k +1
k −1
....................................................(3.3)
dimana, wsonik = laju terlepasnya fluida gas (lb/s) Cd
= Koefisien keluaran (0,85-1)
A
= Luas penampang lubang kebocoran (inchi2)
P
= Tekanan operasi (psia)
T
= Temperatur operasi (oR)
k
= Rasio kapasitas panas
M
= Massa molekul relatif fluida representative (lb/lbmol)
gc
= Faktor konversi untuk mengubah lbf ke lbm
R
= konstanta gas ideal yakni 10,73 ft3 psia/(lbmol.oR)
•
Persamaan laju pelepasan gas subsonik
wsubsonik
M g c 2k Pa = Cd AP RT 144 k − 1 P
k −1 2 Pa k 1 − .............(3.4) k P
wsubsonik = laju terlepasnya fluida gas (lb/s) Penentuan pemakaian persamaan digunakan
untuk menentukan laju fluida gas
ditentukan oleh besarnya Ptrans terhadap tekanan yang diamati. Jika tekanan yang diamati lebih besar daripada Ptrans maka rumus yang dipakai adalah persamaan laju pelepasan gas sonik begitu sebaliknya[3].
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG: Karena fluida yang mengalir adalah cair, maka persamaan yang dipakai adalah persamaan (3.3). Laju pelepasan untuk ukuran lubang kebocoran ¼ inchi dengan fluida cair adalah sebagai berikut : Cd
= 0,61
-54-
d
= ¼ inchi
ρ
= 47,728 lb/ft3
Pup
= 180 psi
Patm
= 14,7 psi
DP
= 180 – 14,7 = 165,3 Psi
gc
= 32,2
Sehingga didapat nilai QL untuk lubang kebocoran ¼ inchi adalah 1,778 lb/sec. Melalui metode yang sama maka untuk laju pelepasan ukuran 1 inchi, 4 inchi dan pecah ditunjukkan pada Tabel 3.15. Tabel 3.15. Laju pelepasan pipa 12”AC3-BG untuk masing-masing lubang Ukuran lubang (inchi)
Laju pelepasan (lb/sec)
¼
1,778
1
28,444
4
455,097
12
4095,875
Demikian juga dengan cara yang sama dapat ditentukan laju pelepasan dari separator dan masing-masing segmen pipa.
3.3.5. Penentuan Jenis Pelepasan Fluida Jenis pelepasan fluida ditentukan dengan mengalikan laju pelepasan dengan waktu tiga menit. Jika hasil lebih besar dari pada 10000 lb maka pelepasan tergolong seketika (instantaneous) sebaliknya tergolong terus menerus (continuous). Jenis pelepasan seketika mengandung makna laju pelepasan bukan laju keluarnya fluida sehingga jenis fluida diganti dengan banyaknya fluida yang terlepas.
Perhitungan pipa 12” AC3 – BG : Jumlah fluida yang lepas selama 3 menit untuk pipa 12” AC3-BG dengan ukuran lubang ¼ inchi : W = 1,778 (Lb/sec) x 3 (menit) x 60 (sec/menit) = 319,99 lb
-55-
Oleh karena nilai jumlah fluida yang terlepas selama 3 menit kurang dari 10000 lb maka jenis pelepasan untuk pipa 12” AC3-BG adalah terus menerus.
Tabel 3.16 akan memaparkan jenis fluida yang terlepas dari pipa 12” AC3-BG dengan variabel dari ukuran lubang kebocorannya.
Tabel 3.16. Jenis Pelepasan fluida yang terlepas pipa 12” AC3-BG Ukuran lubang (inchi)
Laju pelepasan x 3 menit (lb)
Jenis Pelepasan fluida
¼
319,99
Terus menerus
1
5119,844
Terus menerus
4
81917,504
seketika
12
737257,537
seketika
3.3.6. Penentuan Konsekuensi Keterbakaran dan Faktor Modifikasi Konsekuensi dinyatakan sebagai luas daerah yang terkena dampak suatu kerusakan peralatan seperti kebocoran dan ledakan. Konsekuensi keterbakaran (flammable consequence) meliputi konsekuensi kerusakan peralatan (damage consequence) dan konsekuensi kematian (fatality consequence). Persamaan untuk menghitung konsekuensi keterbakaran dipilih dengan mempertimbangkan : •
Jenis fluida representatif,
•
Fasa akhir ketika fluida bocor,
•
Kecenderungan terjadinya penyalaan sendiri (autoignation).
Kecenderungan penyalaan sendiri terjadi apabila temperatur operasi lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur penyalaan sendiri (AIT) ditambah 80oF. Tabel 3.17 hingga 3.20 adalah persamaan konsekuensi kerusakan dan konsekuensi kematian.
-56-
Tabel 3.17. Persamaan luas Konsekuensi Kerusakan dan Konsekuensi Kematian untuk jenis pelepasan terus menerus (continuous) bilamana Toperasi < (AIT + 80oF) [1]
Tabel 3.18. Persamaan luas Konsekuensi Kerusakan dan Konsekuensi Kematian untuk jenis pelepasan seketika (instantaneous) bilamana Toperasi < (AIT + 80oF) [1]
-57-
Tabel 3.19. Persamaan luas Konsekuensi Kerusakan dan Konsekuensi Kematian untuk jenis pelepasan terus menerus (continuous) bilamana Toperasi > (AIT + 80oF) [1].
Tabel 3.20. Persamaan luas Konsekuensi Kerusakan dan Konsekuensi Kematian untuk jenis pelepasan seketika (instantaneous) bilamana Toperasi > (AIT + 80oF) [1]
Persamaan-persamaan Tabel 3.17 hingga 3.20 perlu dilakukan penyesuaian terhadap laju pelepasan dan luas keterbakaran. Keadaan sistem deteksi dan sistem isolasi berpengaruh terhadap laju pelepasan fluida, sementara keadaan sistem mitigasi berpengaruh pada daerah konsekuensi keterbakaran. Untuk melihat kemampuan
-58-
pabrik untuk mendeteksi kebocoran dan mengisolasi keterbakaran diperoleh berdasarkan acuan Tabel 3.21. Tabel 3.21. Peringkat sistem deteksi dan isolasi[1]..
Berdasarkan nilai sistem deteksi dan isolasi pada Tabel 3.21 maka faktor penyesuaian terhadap laju pelepasan fluida dapat diperoleh pada Tabel 3.22. Tabel 3.22 Faktor penyesuaian laju pelepasan dan konsekuensi keterbakaran [1].
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG : Peringkat sistem deteksi dan isolasi dari EMP Malacca Strait adalah B dan B, maka laju pelepasan fluida dikurangi 15%. Persamaan konsekuensi kerusakan dan konsekuensi kematian untuk fasa akhir fluida cair dan tidak ada kecenderungan untuk penyalaan sendiri sesuai dengan Tabel 3.23.
-59-
Tabel 4.23. Persamaan luas daerah konsekuensi keterbakaran (A dalam ft2, vlepas dalam lb/s)[1]
Jenis pelepasan
Terus – menerus
Sesaat
Konsekuensi kerusakan
A = 64.vlepas0,9
0,46vlepas0,88
Konsekuensi kematian
A = 183.vlepas0,89
1,3vlepas0,88
Keadaan sistem mitigasi berdasarkan Tabel 3.22. dan sesuai dengan data pada Tabel 3.7 maka pipa 12” AC3-BG mengurangi keterbakaran sebesar 5%.
Konsekuensi kerusakan untuk ukuran lubang ¼ inchi pipa 12” AC3-BG adalah A = [64 x (1,778x(1 – 0,85))0,9] x (1 – 0,05) = 88,157 ft2.
Konsekuensi kematian untuk ukuran lubang ¼ inchi pipa 12” AC3-BG adalah A = [183 x (1,778x(1 – 0,85))0,89] x (1 – 0,05) = 251,036 ft2.
Tabel 3.24 menunjukkan hasil dari nilai A pada konsekuensi kerusakan dan konsekuensi kematian dari masing-masing lubang kebocoran pipa 12” AC3-BG.
Tabel 3.24 Nilai A dari masing – masing ukuran bocor pipa 12” AC3 - BG Ukuran Kebocoran (inchi)
Konsekuensi kerusakan (ft2)
Konsekuensi kematian (ft2)
¼
88,157
251,036
1
1068,972
2960,762
4
82,699
233,715
12
571,788
1615,923
Nilai terbesar dari A antara konsekuensi kerusakan dan konsekuensi kematian adalah konsekuensi keterbakaran, untuk pipa 12” AC3 – BG nilai konsekuensi keterbakaran diwakili oleh nilai A dari konsekuensi kematian.
Setelah didapat nilai konsekuensi keterbakaran dari masing-masing ukuran lubang, maka setiap nilai yang didapat dari masing-masing ukuran lubang dikalikan dengan nilai modifikasi berupa faktor adanya manusia yang hidup di sekitar ft2 nilai A, dan nilai modifikasi berupa jenis lingkungan yang berada di sekitar pipa ataupun separator yang di analisis, Tabel 3.24 memberitahukan nilai dari faktor modifikasi berupa
-60-
modifikasi manusia (people modification) dan faktor modifikasi
lingkungan
(environtmental modification).
Tabel 3.25. Nilai faktor modifikasi nilai perkalian risiko poeple (in range area) 0-10 0,5 11-100 0,75 >100 1 .
nilai perkalian sekitar lingkungan Pasir sedikit rerumputan dan pasir Hutan Plant
0,25 0,5 0,75 1
Untuk pipa 12” AC3-BG memiliki karakterisasi penduduk berjumlah kurang dari 10 orang dan berada di lingkungan sedikit rerumputan dan pasir sehingga memiliki nilai faktor modifikasi manusia sebesar 0,5 dan faktor modifikasi lingkungan sebesar 0,5.
Dari hasil perkalian kedua faktor modifikasi dengan nilai keterbakaran dari pipa 12” AC3-BG memiliki nilai faktor keterbakaran seperti pada Tabel 3.26.
Tabel 3.26. Nilai konsekuensi setelah dikalikan nilai modifikasi Ukuran Kebocoran (inchi)
Konsekuensi keterbakaran (ft2)
¼
62,759
1
740,191
4
58,429
12
197,897
3.3.7. Penentuan Konsekuensi Racun dan Faktor Modifikasi Jenis fluida yang memiliki dampak racun terhadap manusia yang perhitungan luas daerah konsekuensi tercakup dalam API 581, antara lain: •
Hidrogen fluorida (HF),
•
Hidrogen Sulfida (H2S),
•
Amonia (NH3),
•
Khlorin (Cl).
Perhitungan luas daerah konsekuensi racun tersedia dalam bentuk grafik dan digunakan dengan mempertimbangkan jenis pelepasan fluida. Lamanya kebocoran hanya digunakan dalam perhitungan konsekuensi racun untuk jenis pelepasan terus menerus.
-61-
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG : Peralatan separator dan pipa yang dianalisis tidak dialiri satu pun dari keempat jenis racun yang telah disebutkan diatas, dengan demikian luas daerah konsekuensi racun sama dengan nol.
3.3.8. Penentuan Kategori Konsekuensi Masing-masing nilai kali tersebut dikalikan dengan penjumlahan fraksi frekuensi kebocoran tiap ukuran lubang, sedangkan nilai dari frekuensi kebocoran didapat dari Tabel 3.27 sesuai dengan API 581. Tabel 3.27. Nilai frekuensi kebocoran masing-masing lubang[1]
Untuk pipa 12” sesuai dengan tabel diatas memiliki nilai frekuensi kebocoran sebesar 1x10-7 untuk ¼ inchi, 3x10-7 untuk 1 inchi, 3x10-8 untuk 4 inchi dan 2x10-8 untuk pecah. Hasil penjumlahan dari frekuensi kebocoran dari masing-masing lubang adalah 4,5x10-7. Dari hasil penjumlahan frekuensi kebocoran maka dapat ditentukan fraksi frekuensi kebocoran dari masing-masing lubang dengan cara membagi frekuensi tiap
-62-
lubang kebocoran dengan hasil penjumlahan frekuensi kebocoran. Hasil dari pembagi tersebut dinamakan fraksi frekuensi kebocoran.
Setelah didapatkan fraksi frekuensi kebocoran maka nilai A yang didapat sebelumnya dikalikan dengan fraksi frekuensi kebocoran tiap ukuran lubang. Hasil kali untuk tiap ukuran lubang kemudian dijumlahkan menjadi satu nilai konsekuensi bagi peralatan yang dianalisis. Dampak kebocoran akibat kemungkinan timbulnya beberapa ukuran lubang dengan demikian telah mempertimbangkan frekuensi kebocoran tiap ukuran lubang sebagai faktor pembobot (weighing factor). Konsekuensi keterbakaran dan konsekuensi racun, kemudian dibandingkan dan yang terluas menjadi konsekuensi peralatan yang dianalisis. Kategori konsekuensi ditunjukkan pada Tabel 3.28 yang digunakan untuk mementukan faktor kategori konsekuensi. Tabel 3.28. Kategorisasi Konsekuensi[1]
Perhitungan total dapat dilihat pada Tabel 3.29
-63-
9
8
7
6
Konversi nilai Konsekuensi terbesar dengan kategorisasi pada Tabel 4.28
Total Konsekuensi Keterbakaran (jumlah nilai baris 4) Total Konsekuensi Racun (jumlah nilai baris 6).
Fraksi Konsekuensi Racun ( baris no.5 x baris no 2)
Konsekuensi Racun
Fraksi Konsekuensi Keterbakaran ( baris no.3c x baris no 2)
4
5
Frekuensi kebocoran berdasarkan Tabel B.III. Fraksi frekuensi kebocoran Konsekuensi Kerusakan Konsekuensi Kematian Konsekuensi Keterbakaran
1 2 3a 3b 3c
HOLE SIZES→
-64-
0
529,2567598
ft2
ft2
ft2
ft2
ft2 0
ft2 0
0
ft2 493,460334
ft2 13,946467
0
0,0000003 0,666666667 1.068,972208 2960,762002 2.960,762002
1 in.
0,0000001 0,222222222 88,157330 251,036409 251,036409
1/4 in.
Tabel 3.29. Penentuan kategorisasi konsekuensi
C
ft2
ft2
ft2
0
ft2
ft2 0
ft2 3,895257
0,00000003 0,066666667 82,699292 233,715392 233,715392
4 in.
ft2
0
ft2
ft2 0
ft2 17,954702
Rupture 12 0,00000002 0,044444444 571,788218 1615,923224 1.615,923224
Nilai konsekuensi untuk pipa 12” AC3 – BG adalah C .Tabel 3.30 akan menunjukkan nilai-nilai konsekuensi dan nilai kategorisasinya dari separator dan pipa-pipa yang dianalisis secara lengkap.
Tabel 3.30. Nilai konsekuensi dan nilai kategorisasi separator dan pipa yang dianalisis Segmen
Konsekuensi (ft2)
Separator V-201
20809
Pipa 12” tj.mayo – BM
1674
Pipa 12” BM – BK
3423
Pipa 12” BK – BH
4565
Pipa 12” BH – BG Tie in
2297
Pipa 8” AC2 – AC3
356
Pipa 12” AC3 – BG
529
Pipa 16” BG – BG Tie in
541
Pipa 16” BG Tie in –
7398
Separator V-201
Kategorisasi
E D D D D C C C D
3.4. Perhitungan Kemungkinan Kegagalan Kemungkinan kegagalan dalam analisis semikuantitatif dihitung dari penjumlahan modul-modul teknik yang mewakili mekanisme-mekanisme kerusakan pada peralatan. 3.4.1. Subfaktor Modul Teknik Penipisan Mekanisme penipisan terjadi untuk setiap alat baik itu separator maupun sistem perpipaan, dalam menentukan TMSF ini, harus ditentukan konstanta reduksi ketebalan. Harga konstanta reduksi ketebalan dapat ditentukan melalui persamaan berikut ini. Konstanta reduksi ketebalan =
a.r ............................................................................(3.5) t
-65-
dimana : a
= Lamanya peralatan beroperasi (tahun)
r
= Laju korosi aktual (inchi/tahun)
t
= Tebal pipa awal (inchi)
Berdasarkan nilai ar/t yang diperoleh maka subfaktor dapat ditentukan melalui Tabel 3.31 dengan mempertimbangkan berapa kali inspeksi yang telah dilakukan dan efektifitasnya. Faktor penyesuaian subfaktor kemudian ditemukan dengan melihat faktor tingkat keyakinan terhadap data laju korosi aktual dengan laju korosi terukur pada Tabel 3.32. Tabel 3.31. Subfaktor modul teknik penipisan[1]
Tabel 4.32. Faktor keyakinan terhadap data laju korosi[1]
-66-
Faktor penyesuaian lain adalah desain berlebih (overdesign factor) yang merupakan perbandingan tekanan operasi terhadap tekanan desain peralatan yang dianalisis atau melalui perbandingan tebal terhadap selisih tebal dengan korosi yang diizinkan (corrosion allowance, CA). Harga perbandingan tersebut kemudian dikonversikan pada Tabel 3.33. Tabel 3.33. Faktor desain berlebih[1]
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG : Untuk pipa yang diamati mempunyai data sebagai berikut: a
= 20 tahun
r
= 0,003388 inchi/tahun
t
= 0,406 inchi
nilai laju korosi (corrosion rate) didapat dari rumus dibawah : (Tact - Tn ) / usia pakai.............................................................................................(3.6) Oleh karena Tact Tn
= 0,406
inchi
= 0,3518 inchi
Usia = 16
tahun (data thickness diambil pada tahun 2005)
Maka nilai laju korosi dari pipa 12” AC3 – BG adalah 0,0033 in/year. Tabel 3.34 akan memberitahukan nilai laju korosi pada pipa dan separator yang dianalisis dengan anggapan korosi terjadi secara merata.
-67-
Tabel 3.34. Nilai laju korosi Segmen
Laju korosi (in/year)
Separator V-201
0,0012
Pipa 12” tj.mayo – BM
0,0047
Pipa 12” BM – BK
0,0054
Pipa 12” BK – BH
0,0027
Pipa 12” BH – BG Tie in
0,0058
Pipa 8” AC2 – AC3 Pipa 12” AC3 – BG
0,0033 0,0033
Pipa 16” BG – BG Tie in
0,0061
Pipa 16” BG Tie in – Separator V-201
0,0022
Harga konstanta reduksi ketebalan adalah sebagai berikut: ar/t
= (20 x 0,003388)/0,406 = 0,1669
Subfaktor untuk nilai harga konstanta reduksi ketebalan 0,1669 dengan banyaknya inspeksi tiga kali dan efektifitas fairly pada Tabel 3.31 bernilai 50.
Faktor penyesuaian terhadap data laju korosi diasumsikan moderate (lihat Tabel 3.32). Maka nilai dari tingkat keyakinan terhadap nilai laju korosi adalah 0,7.
Untuk faktor penyesuaian faktor desain berlebih dapat diperoleh sebagai berikut : Tact/ (Tact – Corrosion Allowance) = 0,406 / (0,406 – 0,125). Berdasarkan Tabel 3.33 maka untuk perbandingan tekanan desain terhadap tekanan operasi 1,45 maka harga faktor desain berlebih adalah 1.
Dengan demikian nilai Subfaktor Modul Teknik Penipisan = 50 x 1 x 0,7 = 35.
Tabel 3.35 menunjukkan hasil perhitungan dari Subfaktor Modul Teknik Penipisan untuk separataor dan pipa – pipa yang dianalisis.
-68-
Tabel 3.35. Nilai TMSF penipisan separator dan pipa-pipa yang dianalisis Segmen
Nilai kemungkinan penipisan
Separator V-201
0,7
Pipa 12” tj.mayo – BM
147
Pipa 12” BM – BK
203
Pipa 12” BK – BH
2,1
Pipa 12” BH – BG Tie in
280
Pipa 8” AC2 – AC3 Pipa 12” AC3 – BG
38,5 35
Pipa 16” BG – BG Tie in
245
Pipa 16” BG Tie in – Separator V-201
0,7
3.4.2 Subfaktor Modul Teknik Tube Tungku Modul ini mewakili mekanisme kerusakan mulur (creep). Peralatan yang dianalisis dalam modul ini adalah peralatan yang terdapat tube yang dipanaskan api (dibakar) dari luar
tube untuk memanaskan fluida yang mengalir di dalam tube, sementara tube dan pembakaran berlangsung di dalam suatu ruang tertutup (firebox).
Kerusakan mulur dipengaruhi oleh temperatur dan tegangan peralatan tersebut. Perubahan suatu material mengalami mulur dapat dilihat pada mikroskop optik melalui adanya slip bands, grain boundary sliding, cavity formation and growth, dan cracking
(grain boundary, interphase boundary, and transgranular). Berdasarkan API 581 batasan temperatur dan tegangan terjadinya mulur untuk material tertentu dapat dilihat pada Tabel 3.36 dan 3.37.
-69-
3.36. Batas temperatur terjadinya mulur[1]
Tabel 3.37. Batas Tegangan terjadinya mulur[1]
-70-
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG : Oleh karena material yang ditinjau bukan berupa tube (pressure vessel dan perpipaan) maka nilai TMSF berharga 0. Adapun data yang diperlukan dalam perhitungan adalah sebagai berikut : 1. Material tube, 2. Temperatur tube, 3. Diameter tube, 4. Lamanya tube beroperasi, 5. Lamanya sejak inspeksi terakhir, 6. Ketebalan hasil inspeksi terakhir, 7. Berapa kali inspeksi dilakukan, 8. Efektifitas inspeksi, 9. Lamanya tube mengalami panas berlebih (overheat), 10. Beda temperatur tube saat overheat dengan temperatur design.
3.4.3. Subfaktor Modul Teknik Retak Akibat Korosi dan Tegangan Modul ini mambahas tentang mekanisme kerusakan retak akibat korosi dan tegangan untuk berbagai lingkungan tempat material peralatan berada untuk beberapa jenis material. Pertanyaan saringan keberlakuan submodul-submodul tersebut berkisar pada apakah lingkungan peralatan mengandung zat-zat seperti H2S, HF, air asam, khlorida, dan apakah material peralatan jenis karbon, baja paduan rendah atau baja tahan karat austenitik. Bila peralatan tersebut bertekanan dan peralatan yang dianalisis memenuhi kriteria material yang disyaratkan oleh API 581 maka nilai dari Subfaktor Modul Teknik Retak akibat Korosi dan Tegangan bernilai 1.
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG : Lingkungan sekitar pipa 12” AC3 – BG tidak memiliki zat-zat korosif baik itu di sekitar lingkungan maupun di dalam fluida yang mampu menyebabkan terjadinya SCC. Oleh karena pipa yang dianalisis tidak memiliki kerawanan mekanisme kerusakan SCC maka Jumlah total Technical Modul Sub Faktor Retak akibat Korosi dan Tegangan adalah 1. -71-
Adapun data yang diperlukan setelah lolos dari pertanyaan saringan adalah sebagai berikut : 1. Tekanan operasi, 2. Temperatur operasi, 3. Tekanan design, 4. Material konstruksi peralatan, 5. Tahun terakhir dilakukan inspeksi, 6. Efektifitas inspeksi yang dilakukan, 7. Banyaknya inspeksi, 8. Online monitoring pada perlatan.
3.4.4. Subfaktor Modul Teknik Patah Getas Dalam API 581 jenis-jenis mekanisme patah getas dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yakni :
•
Penggetasan temperatur dan ketangguhan rendah Mekanisme patah getas merupakan kegagalan tiba-tiba suatu material yang biasanya berawal dari adanya retakan atau cacat pada material. Mekanisme kerusakan ini sering terjadi pada material dibawah temperatur transisinya. Temperatur transisi merupakan rentang suatu temparatur dari suatu material yang berubah sifat dari ulet menjadi getas. Peralatan rawan mengalami penggetasan ketika adanya gangguan yang menyebabkan temperatur operasi lebih rendah daripada temperatur transisinya.
•
Penggetasan Pemanasan Penggetasan jenis ini terjadi akibat pemanasan material hingga rentang temperatur 650oF – 1070oF yang diikuti pendinginan secara perlahan. Mekanisme kerusakan adalah terjadinya pemisahan unsur-unsur paduan maupun pengotornya (mangan, fosfor, silikon, timah) pada batas butir. Penggetasan terhadap ketangguhan terjadi pada saat peralatan dimatikan (shut down) ataupun saat penyalaan (startup) pada material baja Cr-Mo (1 ¼ Cr- ½ Mo, 2 ¼ Cr – ½ Mo, atau 3 Cr – 1 Mo).
-72-
•
Penggetasan 885oF Penggetasan ini terjadi pada material pipa yang terbuat dari baja ferrit dengan kadar Cr yang tinggi (>12%) dan temperaur operasi diantara 700oF – 1050oF. Mekanisme kerusakan akibat terjadinya presipitasi fasa intermetalik khrom-fosfor pada batas butir. Penggetasan ini juga mengurangi ketangguhan material pada saat temperatur yakni saat shutdown dan startup. Proses pengembalian ketangguhan dapat dilakukan kembali dengan memanaskan hingga rentan temperatur 1400oF – 1500oF.
•
Penggetasan akibat fasa sigma Penggetasan ini terjadi pada material pipa menggunakan baja tahan karat austenit dengan temperatur operasi antara 1100oF dan 1700oF. Berkurangnya ketangguhan material akibat terbentuknya fasa sigma. Fasa sigma adalah senyawa intermetalik Fe-Cr yang bersifat keras dan getas. Fasa sigma yang telah terbentuk pada material dapat dihilangkan dengan penguatan pelarutan pada temperatur 1950oF hingga empat jam diikuti pendinginan cepat dengan menggunakan air.
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG : Material spesifikasi dari pipa 12” AC3 – BG adalah baja karbon (lihat Tabel 3.7) maka yang memungkinkan terjadi adalah penggetasan temperatur dan ketangguhan yang rendah, maka data dari MDMT (Material Design Minimum Temperature) harus diketahui. Berdasarkan kondisi operasi (lihat Tabel 3.7) :
•
Temperatur operasi
•
Temperatur MDMT = -49oF
= 170oF
Oleh karena temperatur operasi tidak melewati batas minimum maka pipa masih berada pada temperatur operasi yang aman dan penggetasan tidak terjadi, maka teknikal modul subfaktor untuk patah getas = 0.
-73-
3.4.5. Subfaktor Modul Teknik HTHA Modul teknik ini berisi pembahasan mekanisme kerusakan berupa dekarburisasi sebagaimana telah dibahas dalam bab dua, serta perhitungan sub faktornya. Material yang perlu dihitung subfaktornya dalam modul ini adalah bila jenis baja adalah baja karbon atau baja paduan rendah yang beroperasi pada temperatur diatas 400oF dan tekanan diatas 80 psi.
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG : Material pipa 12” AC3 – BG merupakan baja karbon dengan temperatur berada di bawah 400oF dan lingkungan sedikit terdapat hidrogen hal-hal tersebut diluar kondisi terjadinya kegagalan HTHA, maka untuk subfaktor modul teknik HTHA bernilai 0. Adapun data yang diperlukan untuk menghitung subfaktor modul teknik ini yaitu : 1.
Tekanan operasi,
2.
Temperatur operasi,
3.
Fraksi mol hidrogen dalam fluida,
4.
Lamanya peralatan telah terpasang,
5.
Material konstruksi peralatan,
6.
Efektifitas inspeksi,
7.
Banyaknya inspeksi.
3.3.6. Subfaktor Modul Teknik Kelelahan Mekanik Modul ini diarahkan bagi peralatan yang tergolong sistem perpipaan yang berpotensi mengalami mekanisme kerusakan kelelahan mekanik. Indikasi adanya sistem kelelahan mekanik yang dialami peralatan antara lain :
•
Sistem perpipaan pernah mengalami kegagalan akibat kelelahan mekanik,
•
Sistem perpiapaan mengalami getaran,
•
Konstruksi sistem perpipaan terhubung dengan sumber getaran, seperti : Pompa, kompresor dan sebagainya.
-74-
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG : Pipa yang diamati merupakan pipa-pipa yang berdekatan ataupun terhubung dengan pompa sehingga modul ini diproses untuk mendapatkan TMSF kelelahan mekanik. Dan biasanya pipa yang mengalami getaran adalah pipa yang berada di dalam plant bukanlah pipa eksport line seperti pipa 12” AC3 – BG sehingga untuk nilai TMSF ini berjumlah 0.
Modul ini hanya dikerjakan untuk pipa 16” BG Tie in – Separator V 201 dmana pipa ini memasuki wilayah plant sehingga perhitungan dilakukan dengan menjawab pertanyaanpertanyaan yang ada pada Tabel 3.39 – 3.47. Tabel 3.39. Catatan kegagalan kelelahan[1]
Karena pipa 16” BG Tie in – Separator V-201 tidak pernah terjadi kegagalan karena kelelahan mekanik, maka nilai catatan kegagalan = 1. Tabel 3.40. Kecurigaan getaran[1]
Karena pipa 16” BG Tie in – Separator V-201 bergetar dengan kekuatan getaran medium, maka nilai kecurigaan getaran = 50.
-75-
Tabel 3.41. Faktor koreksi terhadap getaran[1]
Pipa 16” BG Tie in – Separator V-201 memiliki getaran yang konstan, tidak ada pemanjangan getaran, maka nilai Faktor koreksi terhadap getaran = 1. Tabel 3.42. Sumber getaran[1]
Pipa 16” BG Tie in – Separator V-201 berdekatan dengan kompresor (reciprocating machinery), maka nilai sumber getaran = 50. Tabel 3.43. Perbaikan yang pernah dilakukan[1]
Pipa 16” BG Tie in – Separator V-201 pernah dilakukan modifikasi oleh para engineer karena pernah adanya getaran yang tinggi pada saat pipa memasuki Separator V-201 meskipun tidak sampai adanya kegagalan mekanik, maka nilai perbaikan = 0.2.
-76-
Tabel 3.44. Kompleksitas sistem perpipaan
Pipa 16” BG Tie in – Separator V-201 memiliki 6 percabangan sebelum menuju Separator V-201, maka nilai kompleksitas = 1.
Tabel 3.45. Desain Percabangan
Desain percabangan dari pipa 16” BG Tie in – Separator V-201 adalah weldolets, maka nilai desain percabangan = 0.2.
Tabel 3.46. Kondisi Pipa
Kondisi pipa 16” BG Tie in – Separator V-201 masih dalam keadaan baik, maka nilai kondisi pipa = 1.
-77-
Tabel 3.47. Diameter cabang
Diameter percabangan pipa 16” BG Tie in – Separator V-201 tidak ada yang melebihi 2 inchi, maka nilai diameter cabang = 0,02.
Total nilai kemungkinan kegagalan untuk pipa 16” BG Tie in – separator V 201 adalah 1 x 50 x 1 x 50 x 0,2 x 1 x 0,2 x 1 x 0,02 = 2.
3.4.7. Subfaktor Modul Teknik Pelapis Sasaran modul ini adalah peralatan yang diberi pelapis pada bagian dalamnya (internal
lining) untuk melindungi material peralatan dari kegagalan akibat pengaruh lingkungan bagian dalam peralatan. Untuk pipa dan separator milik EMP Malacca Strait tidak diberi lapisan tersebut sehingga subfaktor modul ini bernilai 0.
3.4.8. Subfaktor Modul Teknik Kerusakan Luar Seperti yang telah dijelaskan pada BAB II mekanisme kerusakan yang dibahas modul ini yaitu : 1. Korosi luar pada material baja karbon dan baja paduan rendah, bila peralatan tidak diberi lapisan pelindung (insulation). 2. Korosi dibawah lapisan pelindung pada material baja karbon dan baja paduan rendah, bila peralatan diberi lapisan pelindung. 3. Retak akibat korosi dan tegangan pada bagian luar pada material baja tahan karat austenitik, bila peralatan tidak diberi lapisan pelindung. 4. Korosi luar dibawah lapisan pelindung dan retak akibat korosi dan tegangan pada material baja tahan karat austenitik, bila peralatan diberi pelindung.
-78-
Pipa 12” AC3 – BG memiliki temperatur operasi 170oF, material spesifikasi adalah baja karbon, dan pipa di insulasi maka pipa 12” AC3 – BG masuk dalam selang korosi di dalam insulasi (CUI). Oleh karena itu, modul ini diproses untuk mendapatkan nilai TMSF kerusakan luar.
Perhitungan pipa 12” AC3 – BG : Kondisi lingkungan di daerah Kurau tergolong arid (kering) dan temperatur operasi 170oF sehingga apabila melihat Tabel 3.48 dapat diketahui laju korosi luarnya.
Tabel 3.48. Asumsi laju korosi luar untuk kerusakan luar baja karbon dan baja paduan rendah
Dari Tabel 3.48 dapat diketahui laju korosinya yaitu 1 mpy setelah mendapatkan laju korosinya, data yang di perlukan adalah apakah pipa menyentuh tanah atau kah tidak, untuk hal ini pipa 12” AC3 – BG tidak menyentuh tanah maka laju korosi pipa tetap 1 mpy, apabila terkena tanah, maka laju korosi dikalikan dengan dua.
Kondisi coating tidak diketahui maka umur coating tidak ditambah tetap 19 tahun sebab umur coating = umur instalasi pipa, dengan metode yang sama dengan TMSF penipisan yaitu menghitung ar/t maka nilai ar/t dari pipa 12” AC3 – BG adalah 0,0492611 dengan nilai TMSF sebesar 1 (lihat Tabel 3.30)
-79-
3.4.9. Penentuan Kategori Kemungkinan Kemungkinan dinyatakan dengan hasil penjumlahan subfaktor-subfaktor yang telah dijelaskan. Kategori kemungkinan kemudian ditentukan berdasarkan Tabel 3.49 Tabel 3.49. Kategorisasi kemungkinan kegagalan
Perhitungan : Subfaktor Modul Teknik Penipisan
= 35
Subfaktor Modul Teknik Tube Tungku
= 0
Subfaktor Modul Teknik Retak akibat Korosi dan Tegangan
=1
Subfaktor Modul Teknik Patah Getas
=0
Subfaktor Modul Teknik HTHA
=0
Subfaktor Modul Teknik Kelelahan Mekanik
=0
Subfaktor Modul Teknik Pelapis
=0
Subfaktor Modul Teknik Kerusakan Luar
=1
Jumlah total dari nilai TMSF
= 37
Dikonversikan dengan nilai kemungkinan pada tabel 4.48, maka terdapat di kategori 3 Tabel 3.50 akan memberitahukan nilai-nilai kemungkinan beserta kategorisasi risiko kemungkinan dari pipa-pipa dan separator yang di analisis.
-80-
Tabel 3.50. Nilai kemungkinan kegagalan dan nilai kategorisasi separator dan pipa yang dianalisis Segmen
Kemungkinan kegagalan
Separator V-201
2.7
Pipa 12” tj.mayo – BM
358
Pipa 12” BM – BK
414
Pipa 12” BK – BH
8.1
Pipa 12” BH – BG Tie in
282
Pipa 8” AC2 – AC3
40.5
Pipa 12” AC3 – BG
37
Pipa 16” BG – BG Tie in
149
Pipa 16” BG Tie in –
4,7
Separator V-201
Kategorisasi 2 4 4 2 4 3 3 4 4
3.5. Penentuan Umur Pipa dan Separator Agar keputusan mitigasi dapat lebih terencana dan lebih baik, faktor umur sisa dari peralatan sangat diperlukan. Ada banyak cara untuk menemukan umur pipa diantaranya adalah penentuan dengan anggapan pipa terkorosi merata dengan tekanan yang kecil dan yang kedua pipa terkorosi merata dengan tekanan yang besar.
3.5.1. Penentuan Ketebalan Minimum Ketebalan minimum diperlukan untuk menentukan batas kebolehan pipa tersebut untuk dipakai. Pipa 12” AC3 – BG akan kembali dijadikan model dalam penentuan umur pipa.
-81-
Perhitungan pipa 12” AC3 – BG : treq
= PD/2(SE+PY) + A.............................................................................(3.7)
dimana : P
= Pressure design (psi)
D
= Diameter luar pipa (inchi)
S
= Allowable stress (psi) (bisa 30250, bisa 40000, bisa 60000, akan dijelaskan pada bab 5)
E
= Joint Efficiency (seamless = 1 and ERW = 0,85)
Y
= Koefisien Temperatur
A
= Corrosion Allowance
Dari persamaan diatas didapat treq sebesar 0,147 inchi dengan menggunakan S = 30250 psi atau sedikit dibawah titik luluhnya. Sedangkan ketebalan pipa saat diukur dengan metoda UT (Ultrasonic Testing) adalah sebesar 0,3518 inchi, dimana nilai treq < tterukur maka dapat dikatakan pipa tidak mengalami kegagalan saat ini. Dan hasil inspeksi dapat diterima.
3.5.2. Penentuan Laju Korosi Penentuan laju korosi ini sangat penting untuk dilakukannya penentuan umur pipa baik itu hanya dengan analisis penipisan maupun dengan menggunakan analisis tegangan hoop ( hoop stress ).
Perhitungan : CR
= (tact – tn) / usia pakai ....................................................................(3.8)
dimana : CR
= Corrosion rate ( inchi / year)
tact
= Ketebalan saat pertama kali pipa dipasang (inchi)
tn
= Ketebalan saat ini (inchi)
-82-
Dari persamaan di atas didapat laju korosi sebesar 0,0033 inchi / tahun dengan data yang diambil pada tahun 2005 lalu (usia pakai 16 tahun) dan semua data dapat dilihat pada Tabel 3.7.
3.5.3. Menghitung Umur Pipa dan Separator Dengan Pengaruh Penipisan Perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu dengan menggunakan perhitungan standar atau dengan menggunakan grafik, keduanya memiliki hasil yang sama.
Perhitungan : Menggunakan rumus : (tact – treq) / CR ..............................................................................................................(3.9) dimana : Treq
= 0,14728285 inchi
Tact
= 0,406
CR
= 0,0033
Dari perhitungan didapat umur pipa adalah 76,37 tahun atau untuk ukuran engineer 76,37 dibulatkan menjadi 77 tahun dan umur sisa pipa dari sekarang ( 2009 ) adalah 57 tahun. Sedangkan dengan cara grafik dapat ditentukan dengan grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2.
-83-
0,38
Ketebalan (inchi)
0,33
0,28
0,23
2066 ; 0,145 0,18 Thickness
min thickness (x SF)
0,13 2067
2061
2055
2049
2043
2037
2031
2025
2019
2013
2007
2001
1995
1989
Tahun
Gambar 3.2. Grafik tahun vs tebal pipa
Dari Gambar 3.2 dapat dilihat perpotongannya yaitu pada tahun 2066 yang berarti umur pipa adalah 77 tahun sama dengan yang didapat pada perhitungan.
3.5.4. Penghitungan Umur Pipa dan Separator Dengan Pengaruh Tegangan Tegangan yang ditimbulkan fluida terhadap pipa dapat membuat salah satu faktor umur peralatan yang semakin memendek, untuk itu tekanan yang dihasilkan fluida terhadap pipa harus dihitung untuk menghitung umur pipa, sebab pipa merupakan material yang
-84-
memiliki tekanan yang cukup tinggi. Maximum Allowable Operating Pressure adalah tekanan gas maksimum sistem yang masih diperbolehkan untuk dioperasikan sedangkan hoop stress adalah salah satu bagian dari tekanan internal pipa yang terbesar dan mempunyai arah mengelilingi pipa seperti yang dijelaskan pada bab 2.
Perhitungan pada pipa 12” AC3 – BG :
•
Penentuan Maximum Allowable Operating Pressure Dengan rumus (2.5) dan data masukan berupa : SMYS
= 42000 psi
T
= 0,3518 inchi
OD
= 12,75 inchi
F
= 0,72
E
=1
T
= 0,4
Maka nilai dari M.A.O.P adalah 667,509459 psi. Hasil ini dibandingkan dengan tekanan operasi pipa yaitu 100 psi karena tekanan operasi < M.A.O.P dapat disimpulkan bahwa pipa masih berada dalam batas aman operasi dan perhitungan dapat diterima.
•
Penentuan hoop stress Dengan rumus (2.4) dan data masukan dari Tabel 3.7 berupa : Pdesign
= 1350 psi
D
= 12,75 inchi
t
= 0,3518 inchi
Maka didapat nilai hoop stress adalah 24463,47 psi
•
Penentuan umur pipa karena pengaruh hoop stress Penentuan umur pipa karena pengaruh hoop stress dapat ditentukan lewat grafik seperti Gambar 3.3.
-85-
37000
stress (psi)
32000
SAMYS SMYSXx0,72 0,72
27000
2025 ; 30298
22000
hoop stress
17000
Hoop Stress
SF tahun
Gambar 3.3. Penentuan umur pipa dengan analisis tegangan hoop dan dengan batas SMYS X 0,72
Dari Gambar 3.3 dapat dilihat pada tahun 2025 pipa AC2 – BG akan melewati batas keamanan operasiannya artinya umur pipa adalah 2025 – 1989 yaitu 36 tahun sedangkan umur sisa pipa yaitu 2009 – 2025 yaitu 16 tahun.
-86-
2029
2024
2019
2014
2009
2004
1999
1994
1989
12000