71 UPAYA ALTERNATIF PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN POKOK BERAS UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI GUREM DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH SELATAN ALTERNATIVE EFFORT TO FULFILL BASIC NEEDS (RICE) TO INCREASE FOOD SECURITY OF SUBSISTENCE FARMER HOUSEHOLDS IN SOUTHERN PART OF CENTRAL LOMBOK Ridwan Dosen Fakultas Pertanian Universitas Mataram ABSTRAK Sempitnya penguasaan lahan, rendahnya produktivitas lahan, sangat tingginya ketergantungan terhadap beras sebagai pangan pokok, serta kuatnya sifat subsisten petani gurem mendorong rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan untuk melakukan berbagai upaya alternatif guna memenuhi kebutuhan pangan pokok beras agar senantiasa berada pada kondisi tahan pangan (secure food). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok beras guna meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview). Responden ditentukan secara quota random sampling, dan model analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan pokok beras selama satu tahun dari hasil menanam padi yang dilakukannya sekali dalam setahun. Oleh karena itu maka berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok beras menjadi demikian berarti dalam meningkatkan ketahanan pangan rumahtangganya. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa memang ada berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok beras, di antaranya ialah: menanam palawija, menjadi buruh tani, dan buruh bangunan. ABSTRACT Small land cultivated, low production, high dependence to rice and highly subsistence farming activities forced the subsistence farmers in Southern part of Central Lombok to find alternative effort to fulfill basic need (rice) to be in secure food supply condition. The aims of this study were to investigate alternative efforts carried out by the subsistence farmers in Southern part of Central Lombok to fulfill basic need (rice) in order to increase their household food security. In-depth interview was used to collect primary data. The respondents in this study were selected using quota random sampling. Data was analyzed using descriptive statistic. The results indicated that the subsistence farmers in Southern part of Central Lombok were unable to fulfill their annual needs for rice from their rice production cultivated within a year. Therefore alternative efforts carried out to fulfill their needs are significant in order to increase household food security. The finding indicates there are some alternative efforts carried out by subsistence farmer in Southern part of Central Lombok to fulfill basic need (rice) such as cultivating palawija (beans), farming labor, and construction labor. ____________________ Kata kunci : ketahanan pangan rumahtangga, petani gurem Key words : household’s food security, subsistence farmer PENDAHULUAN Dalam buku Kabupaten Lombok Tengah Dalam Angka yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Lombok Tengah tahun 2008 disebutkan bahwa secara administratif, wilayah
Kabupaten Lombok Tengah terdiri dari 12 kecamatan. Kemudian dalam buku Potensi Kabupaten Lombok Tengah (2008) disebutkan bahwa dari 12 kecamatan tersebut, enam kecamatan di antaranya dikatagorikan sebagai kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009
72 Lombok Tengah Selatan, yaitu: wilayah Kecamatan Praya Barat Daya, Praya Barat, Pujut, Praya Timur, Praya dan Kecamatan Praya Tengah. Luas wilayah Lombok Tengah Selatan ini lebih kurang merupakan 60 % dari luas seluruh wilayah Kabupaten Lombok Tengah. Wilayah bagian selatan Lombok Tengah ini bertipe agraris dan lahan usahataninya didominasi oleh ekosistem sawah. Seperti diketahui bahwa ekosistem sawah sangat cocok untuk budidaya tanaman padi. Hanya saja lahan sawah yang ada di wilayah Kabupaten Lombok Tengah bagian selatan, secara agroklimat, umumnya memiliki irigasi tadah hujan sampai setengah teknis, yang berbeda dengan lahan sawah yang berada di wilayah bagian utara yang beririgasi teknis. Kondisi demikian menyebabkan kesempatan untuk menanam padi di wilayah Lombok Tengah bagian selatan umumnya hanya satu kali dalam satu tahun. Secara garis besar, ada dua tipe rumahtangga petani penghasil padi menurut perilakunya dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok beras. Rumahtangga tipe-1 adalah rumahtangga petani yang tidak menyimpan gabah hasil panennya, tapi langsung dijual untuk memenuhi berbagai kebutuhan rumahtangga, sementara kebutuhan akan pangan beras dipenuhi dengan cara membeli di pasar. Rumahtangga tipe-2 adalah rumahtangga yang menyimpan sebagian atau “seluruh” gabah hasil panennya untuk dikonsumsi selama menunggu musim panen padi berikutnya. Rumahtangga petani tipe-2 ini umum dijumpai di daerah Kabupaten Lombok Tengah Selatan. Dalam pada itu, kuantitas gabah yang disimpan sangat tergantung pada kuantitas gabah hasil panen, sementara kuantitas gabah hasil panen itu sendiri, antara lain, sangat ditentukan oleh kondisi iklim saat itu. Padahal, kondisi iklim di daerah tersebut seringkali kurang menguntungkan para petani, sehingga berakibat pada rendahnya hasil panen padi yang diperoleh. Kondisi ini lebih diperparah lagi oleh sempitnya lahan garapan yang dikuasai petani (rata-rata 0,31 ha per rumahtangga petani) yang menurut Mubyarto (1987) dikatagorikan sebagai petani gurem (petani dengan luas penguasaan lahan < 0,5 ha). Dengan demikian maka rumahtangga petani gurem tipe-2 sangat berpotensi untuk tidak memiliki persediaan gabah yang cukup guna memenuhi kebutuhan pangan beras selama menunggu panen berikutnya. Kondisi ini mengharuskan mereka untuk mencari dan melakukan berbagai upaya alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan beras guna meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Penelitian ini Ridwan: Upaya Alternatif Pemenuhan …
bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem untuk memenuhi kebutuhan pangan beras selama menunggu panen padi berikutnya, dan kontribusinya terhadap ketersediaan pangan beras di tingkat rumahtangga. Di samping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagian hasil panen padi riil yang sesungguhnya dapat disimpan oleh rumahtangga petani gurem untuk keperluan konsumsi, dan untuk mengetahui kebutuhan riil pangan beras pada rumahtangga petani gurem selama menunggu panen padi berikutnya. Akhirnya, dengan diketahuinya persediaan dan kebutuhan pangan beras maka akan diketahui pula Ketahanan Pangan rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di tiga desa di wilayah Kabupaten Lombok Tengah Selatan, yaitu di Desa Semoyang Kecamatan Praya Timur mewakili wilayah bagian timur selatan, Desa Rambitan Kecamatan Pujut mewakili wilayah bagian tengah selatan, dan Desa Batu Jangkih Kecamatan Praya Barat Daya mewakili wilayah bagian barat selatan. Ketiga desa tersebut dipilih secara acak (random sampling). Sebagai unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani gurem yaitu rumahtangga petani yang menguasai lahan < 0,5 ha, sedangkan sebagai responden adalah kepala rumahtangga. Penentuan rumahtangga sampel dilakukan secara random sampling, dan mengacu kepada kerangka sampling (sampling frame) yang disusun berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Desa masing-masing. Dari masing-masing desa sampel ditetapkan sebanyak 25 rumahtangga sampel secara Quota sampling, sehingga jumlah rumahtangga sampel dan sekaligus responden seluruhnya adalah 75 rumahtangga/responden. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi : (1) data mengenai keragaan berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok beras selama menunggu masa panen padi berikutnya, (2) data hasil upaya yang dilakukan yang secara riil diperuntukkan guna menambah ketersediaan pangan beras rumahtangga, dinilai dengan rupiah kemudian dikonversikan ke dalam satuan kg beras berdasarkan harga beras rata-rata pada tahun penelitian ini dilakukan.
73 (3) data produksi padi hasil panen, dinyatakan dalam satuan kuintal gabah kering panen. (4) data bagian hasil panen yang dialokasikan untuk keperluan lain selain untuk konsumsi, dinyatakan dalam satuan kg gabah kering panen. (5) data bagian hasil panen riil yang disimpan untuk keperluan konsumsi, dinyatakan dalam satuan kg gabah kering giling, dan kemudian dikonversi menjadi kg beras. (6) data jumlah kebutuhan riil pangan beras oleh rumahtangga selama menunggu panen padi berikutnya, dinyatakan dalam satuan kg beras. Setelah data dikumpulkan, ditabulasi dan diolah, kemudian dianalisis dengan model analisis deskriptif. Dalam hal ini dilakukan analisis univariate dan analisis tabel silang. Analisis univariate adalah analisis terhadap satu variabel, yaitu melakukan interpretasi terhadap data hasil pengukuran terhadap variabel tersebut dalam rangka menjelaskan fenomena terkait permasalahan penelitian. Sedangkan analisis tabel silang dimaksudkan untuk menjelaskan keterkaitan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Untuk kepentingan analisis dilakukan pengelompokan terhadap data hasil upaya alternatif menurut jumlah relatif hasil yang dialokasikan untuk menambah ketersediaan pangan beras di tingkat rumahtangga dalam setahun. Dalam hal ini hasil upaya alternatif dikatagorikan memiliki: • Kontribusi tinggi, bila > 50 % dari jumlah pangan beras tersedia pada rumahtangga berasal dari hasil upaya alternatif. • Kontribusi sedang, bila > 25 % sampai dengan < 50 % dari jumlah pangan beras tersedia pada rumahtangga berasal dari hasil upaya alternatif. • Kontribusi rendah, bila < 25 % dari jumlah pangan beras tersedia pada rumahtangga berasal dari hasil upaya alternatif. Selanjutnya dengan cara yang sama dilakukan pengelompokan rumahtangga menurut ketahanan pangan-nya yang dinilai berdasarkan jumlah relatif beras yang tersedia terhadap kebutuhan selama setahun. Dalam hal ini rumahtangga dikatagorikan : • Tahan pangan jika ketersediaan pangan beras > 100 % dari kebutuhan • Kurang tahan pangan jika ketersediaan pangan beras 75 % - < 100 % dari kebutuhan • Tidak tahan pangan jika ketersediaan pangan beras < 75 % dari kebutuhan
HASIL DAN PEMBAHASAN Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Sebelum membahas berbagai upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok beras di Kabupaten Lombok Tengah Selatan perlu diungkap tentang kondisi lahan, produksi dan produktivitasnya. Dari hasil wawancara dengan salah seorang pejabat di Kantor Dinas Pertanian Lombok Tengah diperoleh informasi bahwa padi di Kabupaten Lombok Tengah Selatan ditanam di lahan sawah satu kali dalam setahun yaitu pada musim hujan. Sawah yang ada di daerah ini sebagian beririgasi tadah hujan dan sebagian lagi beririgasi setengah teknis. Adanya sawah beririgasi setengah teknis ini disebabkan karena posisi letak sawah tersebut berada di daerah aliran bendungan yang ada di sekitarnya serta didukung oleh saluran irigasi yang relatif baik. Sawah tadah hujan umumnya memiliki pola tanam padi – bera, dan kalau ada sisa hujan maka setelah padi baru ditanami palawija, seperti kedele, jagung dan lain-lain. Sedangkan sawah yang beririgasi setengah teknis memiliki pola tanam padi – palawija. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai oleh rumahtangga petani gurem sampel di Lombok Tengah Selatan adalah 0,28 ha dengan produksi padi rata-rata 11,4 kuintal gabah kering panen, atau setara dengan 40,9 kuintal per ha. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas rata-rata kabupaten yang mencapai 58,4 kuintal per ha. Rendahnya produktivitas lahan sawah yang diusahakan oleh petani gurem di Lombok Tengah Selatan, terutama karena tanaman padi seringkali tidak memperoleh air yang cukup pada saat tanaman sedang sangat membutuhkan air, khususnya pada lahan sawah tadah hujan, di samping adanya gangguan hama/penyakit tertentu. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa pada lahan beririgasi setengah teknis, air irigasi relatif tersedia sehingga produktivitasnya relatif lebih tinggi (rata-rata 44,2 kuintal gabah kering panen per ha) dibandingkan dengan produktivitas lahan sawah tadah hujan yang hanya mencapai rata-rata 37,6 kuintal gabah kering panen per ha). Di samping itu, peluang untuk bercocok tanam pasca tanaman padi pada lahan beririgasi setengah teknis jauh lebih besar, karena tersedianya sisa air pada bendungan di sekitarnya. Umumnya petani di daerah ini, termasuk petani gurem, menanam palawija (seperti kedelai, kacang ijo, kacang panjang dan lain-lain) setelah panen padi. Hanya saja penanaman palawija ini tidak dilakukan secara Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009
74 intensif. Penanaman palawija umumnya dilakukan dengan teknik sebar, tidak diberikan pupuk maupun obat-obatan dan tidak dilakukan penyiangan, sehingga produktivitasnya rendah. Sebagai gambaran, produktivitas tanaman kedele di daerah ini hanya mencapai 6 – 12 kuintal per ha, sementara penanaman kedele yang dilakukan secara intensif, yaitu yang menerapkan teknologi produksi yang relatif baik, produktivitasnya mencapai 30 kuintal per ha (BPTP NTB, 2006). Berdasarkan hasil penelitian, penanaman palawija yang dilakukan oleh khususnya petani gurem di daerah ini adalah merupakan salah satu upaya alternatif dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan beras guna meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Hasil Panen Padi Riil yang Disimpan untuk Konsumsi Nilai hasil panen padi riil yang disimpan oleh rumahtangga petani gurem untuk keperluan konsumsi selama satu tahun ke depan dihitung dengan cara mengurangi produksi kotor dengan semua jenis pengeluaran dan diyatakan dalam satuan kg gabah. Di atas telah dikemukakan ratarata produksi usahatani padi yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan mencapai 11,4 kuintal gabah kering panen. Produksi tersebut merupakan produksi kotor, karena belum dikurangi dengan berbagai pengeluaran yang harus dikeluarkan segera setelah panen padi selesai. Dari hasil penelitian ditemukan ada beberapa jenis pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh petani segera setelah panen. Pengeluaran tersebut ada yang langsung dibayarkan dengan gabah dan ada pula yang berbentuk uang, dan tentu saja uang hasil penjualan gabah. Dalam penelitian ini seluruh pengeluaran dinyatakan dalam satuan kg gabah. Pada Tabel 1 ditunjukkan data rata-rata pengeluaran menurut jenisnya. Tabel 1. Rata-rata Pengeluaran Setelah Panen oleh Rumahtangga Petani Gurem No 1 2 3 4 5
Jenis pengeluaran Ongkos panen Zakat/Infaq/ Shodaqah Suwenih Bayar Ijon Lain-lain Total
Rata-rata Pengeluaran (kg) 114,7 86,5 12,4 243,6 10,2 467,4
Persentase (%) 24,5 18,5 2,7 52,1 2,2 100,0
Ridwan: Upaya Alternatif Pemenuhan …
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran terbesar adalah untuk membayar ijon. Dari hasil penelitian diketahui ternyata peminjaman uang dengan sistem ijon di daerah ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat tani setempat. Uang yang dipinjam oleh petani gurem ini sebagian besar digunakan untuk membiayai usahatani, terutama untuk ongkos pengolahan lahan, membeli pupuk serta obatobatan, dan sebagian lagi untuk keperluan membeli bahan pangan untuk konsumsi. Hal ini dilakukan karena umumnya petani tidak memiliki alternatif lain selain meminjam uang dengan sistem ijon tersebut, di samping karena prosedurnya dinilai mudah juga karena petani tidak mengetahui serta tidak memiliki akses ke sumber-sumber pendanaan dengan bunga rendah. Umumnya petani mengaku menjadi anggota Kelompok Tani, tapi karena banyak anggota yang menunggak kredit tahun lalu maka kini seluruh petani anggota Kelompok Tani bersangkutan tidak boleh mengusulkan kredit usahatani yang baru. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa pengeluaran untuk ongkos panen merupakan jenis pengeluaran terbesar kedua setelah pengeluaran untuk membayar ijon, kemudian diikuti oleh pengeluaran untuk zakat/infak/shodaqah. Pembayaran ongkos panen umumnya dilakukan dengan gabah hasil panen yang besarnya ratarata 10 % dari total hasil panen dan dibayarkan langsung sesaat setelah panen selesai. Sementara itu, pembayaran zakat hanya dilakukan oleh petani yang memperoleh hasil panen sekurangkurangnya satu ton yang besarnya sekitar 10 % dari hasil panen seluruhnya. Sedangkan besarnya pengeluaran untuk infaq atau shodaqah biasanya berdasarkan keikhlasan. Hasil analisis menunjukkan bahwa bila total rata-rata pengeluaran yang besarnya 467,4 kg sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tabel 1 di atas dihadapkan dengan rata-rata hasil panen yang besarnya 11,4 kuintal atau 1140 kg gabah kering panen maka persentase total rata-rata pengeluaran terhadap rata-rata hasil panen mencapai 41 %. Hal ini berarti sekitar 59 % selebihnya atau kira-kira 672,6 kg merupakan bagian hasil panen yang dapat disimpan untuk keperluan konsumsi. Namun karena gabah harus dijemur terlebih dahulu sebelum disimpan maka berat gabah tersebut dalam kondisi kering simpan akan berkurang sekitar 15 % dan akan berkurang lagi sekitar 10 % ketika hendak digiling, sehingga berat gabah tersebut akan menjadi kira-kira 504,5 kg gabah kering giling. Dari hasil penelitian selanjutnya terungkap bahwa rendemen gabah menjadi beras berkisar antara 60 % - 65 % atau rata-rata 62,5 %.
75 Dengan demikian maka rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan memiliki persediaan beras dari hasil panen hanya sebesar 62,5 % x 504,5 Kg = 315 kg beras untuk dikonsumsi selama satu tahun ke depan. Pertanyaannya, apakah ini mencukupi kebutuhan mereka ?. Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu harus dihitung kebutuhan riil pangan beras oleh rumahtangga petani gurem tersebut. Kebutuhan Riil Pangan Beras pada Rumahtangga Petani Gurem Jumlah kebutuhan riil pangan beras pada rumahtangga petani gurem bervariasi menurut jumlah dan umur anggota rumahtangga sebagai konsumen beras tersebut. Semakin besar jumlah dan semakin dewasa anggota rumahtangga semakin besar pula kebutuhan riil terhadap pangan beras oleh rumahtangga tersebut, demikian pula sebaliknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan adalah 5 orang (hasil pembulatan), dan berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para responden diketahui bahwa rata-rata kebutuhan riil terhadap pangan beras adalah 0,41 kg per orang per hari, yang berarti rata-rata setiap rumahtangga membutuhkan 5 x 0,41 kg = 2,05 kg per hari (frekuensi makan 2 – 3 kali sehari), atau setara dengan kirakira 748 kg per tahun (1 tahun = 365 hari). Di atas telah disebutkan bahwa rata-rata persediaan pangan beras pada setiap rumahtangga petani gurem yang berasal dari hasil panen adalah 315 kg per tahun (42% dari kebutuhan riil), sementara kebutuhan riilnya adalah 748 kg, sehingga berarti setiap rumahtangga mengalami kekurangan pangan beras setahun sebesar 748 kg – 315 kg = 433 kg (58%). Almatsier (2003) menyatakan bahwa sebagian terbesar energi penduduk di Indonesia berasal dari karbohidrat, dan beras merupakan sumber karbohidrat utama, karena beras merupakan bahan makanan pokok penduduk pada umumnya. Di sisi lain, Syarief (1997) dan Hardinsyah (1989) menyatakan bahwa dalam rangka menentukan ketahanan pangan rumahtangga jumlah pangan sumber energi tersedia haruslah mengacu kepada nilai Angka Kecukupan Energi (AKE), dimana besarnya AKE menurut rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993 di tingkat persediaan rata-rata adalah 2500 Kalori per orang per hari, atau kira-kira setara dengan 0,70 kg beras (menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2001 bahwa dalam 100 gram beras
terkandung energi sebesar 357 Kalori). Dengan mengacu kepada pendapat para pakar tersebut dan dengan asusmsi bahwa seluruh energi berasal dari pangan beras maka berarti rata-rata jumlah persediaan beras pada setiap rumahtangga petani gurem seharusnya adalah 3,5 kg (=5 x 0,7 kg) per hari bukan 2,05 kg per hari menurut pendapat responden, dan berarti untuk satu tahun jumlah persediaan beras minimal dalam setiap rumahtangga rata-rata seharusnya adalah 1.277 kg bukan 748 kg. Bila mengacu kepada AKE tersebut maka angka kekurangan pangan beras pada rumahtangga petani gurem justeru menjadi lebih besar dari perhitungan petani responden sendiri dengan selisih sebesar 1.277 kg – 748 kg = 529 kg dan angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah pangan beras yang diperoleh dari hasil panen. Bila mengacu pada perhitungan petani responden persentase kekurangan persediaan beras mencapai 58 %, sementara bila mengacu kepada AKE maka persentase kekurangan persediaan beras pada rumahtangga petani gurem dalam setahun justeru meningkat menjadi 75 %, yang harus dipenuhi dari sumber-sumber lain, yang dalam konteks penelitian ini disebut sebagai upaya alternatif pemenuhan kebutuhan pangan beras oleh rumahtangga petani gurem yang akan diuraikan pada bagian berikut ini. Upaya Alternatif Pemenuhan Pangan Beras oleh Petani Gurem
Kebutuhan
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan upaya alternatif adalah suatu usaha ekonomi produktif kedua, setelah usahatani padi sebagai usaha ekonomi produktif utama, yang paling diandalkan oleh rumahtangga petani gurem untuk memenuhi kebutuhan pangan beras rumahtangga pada tahun bersangkutan. Dari hasil penelitian terungkap bahwa seluruh responden menyatakan mempunyai upaya alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan beras rumahtangga, dan ada beberapa jenis upaya alternatif pemenuhan kebutuhan pangan beras yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah selatan, seperti ditunjukkan oleh Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar rumahtangga petani gurem melakukan kegiatan menanam palawija sebagai upaya alternatif untuk meningkatkan ketersediaan pangan beras di tingkat rumahtangga. Penanaman palawija ini dilakukan di lahan sawah setelah selesai panen padi pada musim hujan, dan jenis palawija yang ditanam umumnya adalah kedele. Kesempatan menanam palawija ini umumnya terdapat pada rumahtangga petani yang menguasai lahan sawah beririgasi setengah teknis, sedangkan bagi Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009
76 petani yang menguasai lahan sawah tadah hujan penanaman palawija hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki sisa air sawah pasca panen padi dan berspekulasi akan adanya sisa hujan setelah itu. Teknologi bercocok tanam yang diterapkan sangat sederhana. Penanaman dilakukan dengan menyebar benih kemudian ditutup dengan jerami sebagai mulsanya, tidak dilakukan pemberian pupuk dan obat-obatan apalagi penyiangan, sehingga produktivitasnya relatif rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi rata-rata mencapai 2,4 kuintal dengan produktivitas rata-rata mencapai 6,5 kuintal per ha, jauh di bawah rata-rata produktivitas Kabupaten yang mencapai 12,8 kuintal per ha (Lombok Tengah dalam Angka, 2008). Harga kedele pada saat penelitian ini dilakukan rata-rata adalah Rp. 6.500,- per kg, yang berarti pendapatan kotor rumahtangga adalah 240 kg x Rp. 6.500 = Rp. 1.560.000,- dan setelah dikurangi dengan rata-rata harga bibit, ongkos panen dan biaya lain-lain yang seluruhnya rata-rata berjumlah Rp. 225.000,maka diperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp. 1.350.000,- dan inilah yang dapat dialokasikan untuk menambah persediaan beras rumahtangga. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa jumlah petani gurem yang bekerja sebagai buruh tani mencapai persentase tertinggi kedua setelah petani yang melakukan kegiatan menanam palawija. Kegiatan berburuh tani ini dilakukan tidak hanya di sekitar desa tempat tinggalnya melainkan juga ke desa-desa yang relatif jauh dari tempat tinggal, terutama ketika tidak ada lagi pekerjaan usahatani di desanya yang membutuhkan buruh tani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata upah seorang buruh tani adalah Rp. 18.500,- per hari dengan kisaran Rp. 15.000 – Rp. 27.500, dan rata-rata
Tabel 3.
No 1 2 3 4 5 6
lama bekerja dalam setahun adalah 6 bulan atau sekitar 180 hari. Tabel 2. Jenis Upaya Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Pangan Beras yang Dilakukan oleh Rumahtangga Petani Gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan No 1 2 3 4 5 6
Jenis Upaya Alternatif Menanam palawija Tukang Bangunan Buruh Tani Buruh Bangunan Tukang Ojek Jualan Warung Total
Jmlh rumah- Persentangga (buah) tase (%) 32 3 29 5 2 4 75
42,7 4,0 38,7 6,7 2,6 5,3 100,0
Adapun pekerjaan sebagai tukang bangunan, buruh bangunan, tukang ojek, dan jualan di warung untuk meningkatkan ketersediaan pangan beras di tingkat rumahtangga tidak banyak responden yang melakukannya, yaitu hanya dilakukan oleh 18,6 %. Namun demikian jenis pekerjaan tersebut memiliki kontribusi yang relatif tinggi terhadap peningkatan ketersediaan pangan beras rumahtangga, seperti ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan rumahtangga dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan beras, sedangkan sisanya dialokasikan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pokok lainnya. Tingginya persentase pendapatan yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan beras tersebut menunjukkan bahwa beras merupakan kebutuhan yang menjadi prioritas utama untuk dipenuhi oleh rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan.
Rata-Rata Pendapatan dari Upaya Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Pangan Beras yang Dilakukan oleh Rumahtangga Petani Gurem Jenis Upaya Alternatif
Rata-rata pendapatan (Rp/th)
Menanam palawija Tukang Bangunan Buruh Tani Buruh Bangunan Tukang Ojek Jualan Warung Rata-rata total
Ridwan: Upaya Alternatif Pemenuhan …
1.350.000 2.360.400 3.330.000 1.020.500 2.925.000 1.840.800 2.402.783
Rata-rata pendapatan yang dialokasikan untuk pangan beras Rp/th % 1.150.000 85,2 1.750.200 74,1 2.750.800 82,6 935.500 91,7 2.246.500 76,8 1.405.000 76,3 1.706.333 81,1
77 Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga beras di daerah penelitian ini mengalami fluktuasi antara Rp. 3.500 per kg pada musim panen dan Rp. 5.500 per kg pada musim paceklik, atau rata-rata Rp. 4.500 per kg, yang berarti bahwa jumlah pangan beras yang diperoleh dari alokasi pendapatan upaya alternatif yang dilakukan oleh petani gurem ratarata adalah 379 kg, sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4. Tabel 4. Rata-Rata Jumlah (Kg) Beras per Tahun yang Dibeli dari Hasil Upaya Alternatif yang Dilakukan oleh Rumahtangga Petani Gurem Rata-rata Jumlah pendapatan beras Jenis Upaya yang yang No Alternatif dialokasikan dibeli untuk pangan (Kg/th) beras (Rp/th) 1 Menanam Palawija 1.150.000 256 2 Tukang Bangunan 1.750.200 389 3 Buruh Tani 2.750.800 611 4 Buruh Bangunan 935.500 208 5 Tukang Ojek 2.246.500 499 6 Jualan Warung 1.405.000 312 Rata-rata total 1.706.333 379 Tabel 4 tersebut menunjukkan bahwa jumlah pangan beras yang dibeli oleh rumahtangga petani gurem berbeda menurut jenis upaya alternatif yang dilakukan. Jumlah pangan beras yang dibeli oleh rumahtangga buruh tani mencapai angka terbesar sementara angka terkecil dicapai oleh rumahtangga yang melakukan upaya menanam palawija. Berbedanya jumlah pangan beras yang dapat dibeli oleh rumahtangga petani tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga petani gurem
di Kabupaten Lombok Tengah Selatan memiliki kemampuan yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan pangan beras bagi anggotanya tergantung pada jenis upaya alternatif yang dilakukan. Bila jumlah beras yang dibeli dari hasil upaya alternatif tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4 di atas, ditambahkan dengan jumlah pangan beras yang diperoleh dari hasil panen maka didapatkan jumlah pangan beras yang tersedia pada rumahtangga petani gurem adalah seperti ditunjukkan oleh Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah pangan beras yang dapat disediakan oleh rumahtangga petani gurem berbeda, tergantung dari jumlah pangan beras yang diperoleh dari hasil panen dan dari hasil upaya alternatif yang dilakukan. Tampak bahwa jumlah pangan beras yang tersedia tertinggi tercapai pada rumahtangga petani gurem dengan buruh tani sebagai upaya alternatif, dan terendah tercapai pada rumahtangga dengan buruh bangunan sebagai upaya alternatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendati upah buruh bangunan (rata-rata Rp. 30.000 per orang perhari) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan upah buruh tani (rata-rata Rp. 18.500 per orang per hari), namun kegiatan berburuh bangunan yang dilakukan relatif sangat jarang dilakukan, terutama karena kekurangan tawaran pekerjaan di sektor bangunan yang ada di sekitarnya, sehingga rata-rata total upah yang diperoleh relatif kecil, dan pada gilirannya ratarata upah yang dialokasikan untuk membeli pangan beras relatif kecil, sehingga jumlah pangan beras yang tersedia pada rumahtangga ini pun relatif kecil, bahkan paling kecil dibandingkan dengan rumahtangga petani gurem lainnya. Namun secara umum rata-rata jumlah pangan beras yang tersedia di tingkat rumahtangga relatif tinggi meskipun belum memenuhi kebutuhan seperti diharapkan
Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Pangan Beras yang Tersedia pada Rumahtangga Petani Gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan No 1 2 3 4 5 6
Jenis Upaya Alternatif Menanam Palawija Tukang Bangunan Buruh Tani Buruh Bangunan Tukang Ojek Jualan Warung Rata-rata total
Rata-rata jumlah beras yang Rata-rata jumlah beras dibeli dari hasil upaya yg diperoleh dari hasil alternatif (Kg/th) panen (Kg/th) 256 354 389 316 611 277 208 339 499 298 312 307 379 315
Total (Kg/th) 610 705 888 547 797 619 694
Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009
78 Di samping itu, Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata total jumlah beras yang dibeli dari hasil upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem relatif lebih besar dari jumlah yang diperoleh dari hasil panen. Hal ini berarti bahwa kontribusi upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem dalam penyediaan pangan beras bagi anggotanya tergolong tinggi, sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 6. Tabel 6. Rata-Rata Persentase Jumlah Pangan Beras yang Dibeli dari Hasil Upaya Alternatif yang Dilakukan oleh Rumahtangga Petani Gurem terhadap Pangan Beras yang Dapat Disediakan
No
1 2 3 4 5 6
Rata-rata persentase Jenis Upaya beras yang Alternatif dibeli dari hasil upaya alternatif (%) Menanam Palawija 42,0 Tukang Bangunan 55,2 Buruh Tani 68,8 Buruh Bangunan 38,0 Tukang Ojek 62,6 Jualan Warung 50,4 Rata-rata total 54,6
Katagori kontribusi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi
Tabel 6 menunjukkan bahwa ternyata lebih dari separoh persediaan pangan beras pada rumahtangga petani gurem dipasok dari hasil upaya alternatif yang dilakukan. Di antara berbagai upaya alternatif tersebut pekerjaan sebagai buruh tani memiliki kontribusi tertinggi dan buruh bangunan memiliki kontribusi terendah, namun secara umum upaya-upaya
alternatif tersebut memiliki kontribusi yang tergolong tinggi. Tingginya kontribusi upaya alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan rumahtangga menunjukkan bahwa upaya-upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem dalam memenuhi kebutuhan pangan beras bagi anggotanya adalah “cukup handal”. Ketahanan Gurem
Pangan
Rumahtangga
Petani
Ketahanan pangan rumahtangga menunjuk kepada kemampuan rumahtangga untuk menyediakan pangan yang cukup bagi seluruh anggotanya (Suhardjo, 1996). Dalam konteks penelitian ini, pangan yang dimaksud adalah pangan beras yang merupakan pangan pokok utama penduduk di daerah ini. Sehubungan dengan hal itu maka tingkat ketahanan pangan rumahtangga di sini ditentukan dengan cara membandingkan jumlah pangan beras yang dapat disediakan di tingkat rumahtangga dengan jumlah yang dibutuhkan untuk kurun waktu satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketahanan pangan rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan relatif berbeda menurut jenis upaya alternatif yang dilakukan, sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa secara umum rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan dikatagorikan kurang tahan pangan. Namun demikian, rumahtangga yang menjadikan buruh tani dan tukang ojek sebagai upaya alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan beras berada pada katagori tahan pangan. Hal ini berarti bahwa kedua upaya alternatif tersebut relatif dapat diandalkan untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga petani gurem.
Tabel 7. Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Gurem Menurut Upaya Alternatif yang Dilakukan, dan Jumlah Kebutuhan Mengacu Kepada Pernyataan Responden. No Jenis Upaya Alternatif 1 2 3 4 5 6
Menanam Palawija Tukang Bangunan Buruh Tani Buruh Bangunan Tukang Ojek Jualan Warung Rata-rata total
Rata-rata Jml pangan beras tersedia (Kg/th) 610 705 888 547 797 619 694
Ridwan: Upaya Alternatif Pemenuhan …
Rata-rata jumlah kebutuhan pangan beras Katagori ketahanan pangan (kg/th) 701 Kurang tahan pangan 730 Kurang tahan pangan 849 Tahan pangan 657 Kurang tahan pangan 785 Tahan pangan 767 Kurang tahan pangan 748 Kurang tahan pangan
79 Tabel 8. Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Gurem Menurut Upaya Alternatif yang Dilakukan, dan Jumlah Kebutuhan Mengacu kepada AKE menurut Rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1993 No 1 2 3 4 5 6
Jenis Upaya Alternatif Menanam Palawija Tukang Bangunan Buruh Tani Buruh Bangunan Tukang Ojek Jualan Warung Rata-rata total
Rata-rata Jml pangan beras tersedia (Kg/th) 610 705 888 547 797 619 694
Akan tetapi, bila kebutuhan pangan beras mengacu kepada rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 1993 maka jumlah pangan beras yang dapat disediakan oleh rumahtangga petani gurem jauh di bawah kebutuhan, sehingga seluruh rumahtangga tergolong tidak tahan pangan, seperti ditunjukkan oleh Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa bila mengacu kepada AKE menurut rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993 sebagai dasar dalam menentukan jumlah kebutuhan pangan beras pada rumahtangga petani gurem ternyata tidak ada satu pun rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan yang tergolong tahan pangan, bahkan yang tergolong kurang tahan pangan pun tidak ada. Secara umum, kemampuan rumahtangga petani gurem untuk menyediakan pangan beras bagi anggotanya rata-rata adalah 54,3 % dari jumlah kebutuhan berdasarkan AKE, sehingga kondisi ini menyebabkan rumahtangga petani gurem di daerah ini beresiko tinggi (high risk) terhadap kekurangan pangan dan gizi. Salah satu alternatif pemecahan masalah ini yang dapat dilakukan adalah melakukan edukasi agar warga setempat dapat mengurangi ketergantungannya terhadap pangan beras, misalnya dengan melakukan diversifikasi pangan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Pangan beras yang diperoleh rumahtangga petani gurem dari hasil panen tidak mencukupi kebutuhan selama menunggu panen berikutnya sehingga melakukan berbagai upaya alternatif, dan ada beberapa jenis upaya alternatif pemenuhan kebutuhan pangan beras yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem, yaitu: menanam
Rata-rata jumlah kebutuhan pangan beras (kg/th) 1.099 1.327 1.507 1.073 1.354 1.303 1.277
Katagori ketahanan pangan Tidak tahan pangan Tidak tahan pangan Tidak tahan pangan Tidak tahan pangan Tidak Tahan pangan Tidak tahan pangan Tidak tahan pangan
palawija, menjadi tukang bangunan, menjadi buruh tani, menjadi buruh bangunan, menjadi tukang ojek, dan jualan warung. 2.
Rata-rata kontribusi upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem terhadap penyediaan pangan beras rumahtangga mencapai 54,6%. Artinya, 54,6% penyediaan pangan beras diperoleh dari upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga petani gurem. Sementara, ratarata jumlah pangan beras yang dapat disediakan oleh rumahtangga petani gurem adalah 694 kg/tahun.
3.
Rata-rata jumlah gabah yang diperoleh dari hasil panen yang disimpan untuk keperluan konsumsi mencapai 504,5 kg gabah kering giling, atau setara dengan kira-kira 315 kg beras, dan ini merupakan 45,4 % dari ratarata total pangan beras yang dapat disediakan oleh rumahtangga petani gurem dalam kurun waktu satu tahun.
4.
Ketahanan pangan rumahtangga petani gurem di Kabupaten Lombok Tengah Selatan berbeda menurut jenis upaya alternatif yang dilakukan. Rumahtangga yang menjadikan buruh tani dan tukang ojek sebagai upaya alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan beras berada pada katagori tahan pangan, sedangkan rumahtangga lainnya tergolong kurang tahan pangan, dan secara umum tergolong kurang tahan pangan.
Saran-saran : Terbatas pada hasil penelitian ini maka disarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Disarankan kepada para petani untuk menjadikan pekerjaan berburuh tani dan
Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009
80
2.
tukang ojek sebagai upaya alternatif utama dalam rangka upaya memenuhi kebutuhan pangan beras rumahtangga.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 1993. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1993. Jakarta.
Perlu diberikan edukasi kepada masyarakat tani gurem untuk melakukan diversifikasi pangan, sehingga tidak sepenuhnya memilih pangan beras sebagai pangan pokok.
Lombok Tengah Dalam Angka, 2008. Badan Pusat Statistik Lombok Tengah.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S., 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta BPTP NTB, 2006. Deskripsi Varietas Unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Mataram NTB. Daftar Kmposisi Bahan Makanan, 2001. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hardinsyah, 1989. Menaksir Kecukupan energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Wirasari Jakarta.
Ridwan: Upaya Alternatif Pemenuhan …
Mubyarto, 1987. Ekonomi Pertanian. LP3ES. Potensi Kabupaten Lombok Tengah, 2008. Bappeda Kabupaten Lombok Tengah. Suhardjo, 1996. Pengertian dan Kerangka Pikir Ketahanan Pangan Rumahtangga Dalam Laporan Lokakarya Ketahanan Pangan Rumahtangga. Departemen PertanianUNICEF. Syarief, H., 1997. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas. Suatu Telaahan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian IPB. Tanggal 6 September 1997.