perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) di Kabupaten Sragen belum optimal. Hal ini dikaji dari aspek-aspek yang mempengaruhi dan sering digunakan para ahli dalam mengkaji pemberdayaan masyarakat, yaitu Acces to Information, Inclusion/Participation, Accountability, Local Organizational Capacity, Community Knowledge, Politics, Legality, dan Local Culture. Berikut ini penjelasan masing-masing aspek tersebut : 1. Acces to Information. Masyarakat di Desa Katelan memiliki akses informasi memadai diperoleh melalui sosialisasi pengelola secara langsung, maupun tidak langsung. Pengurus BP-SPAMS tidak aktif dalam asosiasi, sehingga kurang terinformasi secara baik terkait program. BP-SPAMS tidak melaporkan LPJ kepada pihak Desa. Kondisi yang berbeda ditunjukkan di Desa Plosorejo, dimana pengurus BP-SPAMS memiliki akses informasi yang lancar terhadap program, yang diperoleh dari aparat desa dan keterlibatan aktif dalam asosiasi BP-SPAMS Se-Kabupaten Sragen. BP-SPAMS rutin membuat dan menginformasikan LPJ setiap bulan. 2. Inclusion/Participation. Pemenuhan in cash di Desa Katelan memadai, yaitu 100 orang. Pemenuhan in kind rendah, dimana memborongkan pekerjaan hanya pada 3 (tiga) orang pengurus. Masyarakat juga pasif dalam kegiatan keberlanjutan. Selain itu, masyarakat juga tidak tertib dalam pembayaran rekening air, kurang terlibat dalam organisasi lokal. Bahkan. pemilihan pengurus dipilih secara langsung oleh pihak Desa. Masyarakat sangat aktif memberikan saran dan komplain kepada pengelola. Di sisi lain, pemenuhan in cash di Desa Plosorejo memadai, yaitu 111 orang. Pemenuhan in kind juga memadai dimana masyarakat aktif dalam pemasangan pipa, pengecoran, dan pembuatan tower. Masyarakat aktif mengikuti kegiatan keberlanjutan dan tertib dalam pembayaran rekening air. Masyarakat kurang terlibat dalam organisasi lokal. Pemilihan commit to user pengurus dipilih secara langsung
150
151 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. oleh pihak Desa. Masyarakat aktif memberikan saran dan komplain kepada pengelola. 4. Accountability. Pengelola BP-SPAMS di Desa Katelan memberikan informasi dengan baik melalui sosialisasi dan melakukan pelayanan teknis dan administrative
dengan
baik.
Pengelola
responsive
terhadap
aspirasi,
menginformasikan dana melalui pertemuan warga, menempelkan LPJ di tower sumur setiap bulan, dan menyampaikan forum di akhir tahun. Rekening bank dibuat atas nama organisasi. Di sisi lain, pengelola BP-SPAMS Desa Plosorejo memberikan informasi program dengan baik melalui sosialisasi dan melakukan pelayanan teknis dan administrative dengan baik. Pengelola responsive terhadap aspirasi masyarakat. Namun, pengelola tidak melaporkan pertanggung jawaban kepada masyarakat sasaran dan pihak Desa setempat. 5. Local Organizational Capacity. BP-SPAMS Desa Katelan diperkuat LKM. BPSPAMS
mampu
memberikan
solusi
permasalahan
rawan
air
dengan
mendatangkan mobil tangki air. Kas defisit ditunjukkan BP-SPAMS., karena sumber air yang kurang mengakibatkan air tidak mengalir baik dan rekening air tidak terklaim, sehingga tidak mampu memberikan honor pengurus. Di sisi lain, BP-SPAMS Desa Plosorejo memiliki kapasitas memadai dalam mengkoordinir masyarakat terlibat dalam program. BP-SPAMS diperkuat TP- PKK dan LP2MD. BP-SPAMS memiliki kemandirian finansial, ditunjukkan dengan pendapatan ratarata yang tinggi, sehingga mampu memberikan honor kepada pengurus sebesar 20 % dari pendapatan bersih. 6. Community Knowledge. Pengetahuan masyarakat di Desa Katelan dalam administrasi, keuangan, dan kelistrikan memadai, namun untuk kerusakan berat perlu mengundang
teknisi dari luar. Pengurus ikut serta dalam diklat untuk
meningkatkan kapasitasnya. Di sisi lain, pengetahuan masyarakat di Desa Plosorejo dalam administrasi keuangan memadai, pengurus memiliki background pendidikan akuntansi. Namun, pengetahuan teknis dalam membersihkan pompa minim, sehingga mengundang teknisi luar. Pengurus ikut serta dalam diklat untuk meningkatkan kapasitasnya. 7. Politics. Pengurus BP-SPAMS di Desa Katelan yang berprofesi sebagai wartawan melakukan ekspoitasi kondisi rawan airtokeuser media massa. Program ini minim commit
152 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
intervensi politik. Masyarakat di Desa Plosorejo juga memiliki kesadaran politik yang baik, dilihat dari keterlibatan masyarakat dalam mengajukan bantuan program ke Bupati dalam acara Srawung Warga. Kepentingan politik sebatas pada kemudahan akses politik dikarenakan adanya hubungan yang baik dengan Bupati. 8. Legality. Kapasitas legalitas organisasi lokal di Desa Katelan dalam hukum sangat memadai, ditunjukkan dengan adanya akta notaris untuk organisasi lokal, yaitu LKM. Sejak awal berdiri, LKM telah berbadan hukum. Di sisi lain, legalitas organisasi lokal di Desa Plosorejo dalam hukum belum memadai, ditunjukkan belum adanya legalitas badan hukum organisasi lokal yang mengakibatkan bantuan program terhambat dan tata kelola organisasi lemah. Legalitas hanya sebatas pada pembuatan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa tentang penetapan BP-SPAMS dan tarif. 9. Local Culture. Masyarakat di Desa Katelan memiliki kesadaran yang rendah terkait budaya gotong-royong, ditunjukkan dengan memborongkan pengerjaan jaringan pipa pada 3 (tiga) orang pengurus. Pengurus BP-SPAMS di cenderung bekerja dengan menjunjung budaya bekerja tanpa memperhitungkan imbalan yang diterimanya. Pengurus menyadari bekerja di organisasi lokal membutuhkan pengabdian. Di sisi lain, pengurus BP-SPAMS di Desa Plosorejo masih menjunjung tinggi budaya bekerja tanpa pamrih dan Budaya Jawa sepi ing pamrih rame ing gawe, yang bermakna dalam melakukan pekerjaan apapun bekerja dengan bersungguh-sungguh dan ikhlas tanpa memikirkan imbalannya ini menjadi kearifan lokal yang masih dijunjung tinggi. Beranjak dari kesimpulan tersebut, maka terlihat bahwa pemberdayaan masyarakat dalam Program PAMSIMAS di Kabupaten Sragen belum optimal. Masyarakat masih menghadapi problem dalam meningkatkan kapasitas, antara lain : akses informasi yang kurang memadai terkait berbagai bantuan, akuntabilitas pengelola yang rendah dalam pengelolaan dana, rendahnya kapasitas organisasi lokal dalam dukungan dana, minimnya keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam program, pengetahuan masyarakat yang masih perlu ditingkatkan dalam operasional teknis, legalitas organisasi lokal yang lemah dalam hukum, sampai dengan budaya lokal yang masih perlu diperkuat. Hal ini menghambat masyarakat dalam meningkatkan kapasitas.
commit to user
153 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Paradigma New Public Service, Good Governance, dan Human Governance tercermin pada pemberdayaan masyarakat dalam Program PAMSIMAS di Kabupaten
Sragen
ini.
Paradigma
New
Public
Service
terlihat
dengan
diikutsertakannya masyarakat dalam program yang berbasis masyarakat, melalui persyaratan kontribusi sebesar minimal 20 % dari total biaya Rencana Kerja Masyarakat (RKM) berbentuk in cash maupun in kind. Paradigma Good Governance tercermin pada 3 (tiga) pilar yang dipertemukan dalam proses pemberdayaan masyarakat, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Selain itu, prinsip dalam Good Governance seperti akuntabilitas dan partisipatif menjadi aspek pada pemberdayaan
masyarakat,
Inclusion/Participation.
yaitu:
Paradigma
aspek
Human
Accountability Governance
dan
termanifestasi
aspek dari
akuntabilitas pemerintah dalam pemenuhan hak publik atas air dan sanitasi dasar di daerah rawan air di Desa Katelan dan Desa Plosorejo. B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pemberdayaan masyarakat dalam Program PAMSIMAS di Kabupaten Sragen masih belum optimal. Kondisi ini terlihat dari aspek-aspek yang merupakan kajian penulis terhadap beberapa aspek yang mempengaruhi dan sering digunakan para ahli dalam mengkaji pemberdayaan masyarakat, yaitu Acces to Information, Inclusion/Participation, Accountability, Local Organizational Capacity,Community Knowledge Selain itu dikaji pula dari aspek temuan Politics and Law Capacity dan aspek Local Culture. Hal ini menimbulkan implikasi teoritis, metodologis, dan praktis, sebagai berikut : 1. Implikasi Teoritis Penelitian ini berimplikasi bahwa pemberdayaan masyarakat bukan hanya berfokus pada aspek-aspek Acces to Information, Inclusion/Participation, Accountability, dan Local Organizational Capacity seperti yang disebutkan PREM - The World Bank (2002). Para ahli pemberdayaan lainnya merumuskan aspek-aspek lainnya yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat, yaitu Community Knowledge,
Politics, Legality, dan Local Culture. Para ahli pemberdayaan masyarakat menfokuskan kajian pada aspek-aspek yang mempengaruhi pemberdayaan commit toInclusion/Participation, user masyarakat, yaitu Acces to Information, Accountability,
154 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Local Organizational Capacity, Community Knowledge, Politics, Legality, dan Local Culture. Kedepannya, peneliti lain diharapkan dapat menemukan aspekaspek pemberdayaan lainnya atau bahkan mengevaluasi aspek-aspek yang telah disebutkan, dengan kebaruan dalam teori-teori pemberdayaan masyarakat. 2. Implikasi Metodologis Penelitian terkait pemberdayaan masyarakat akan semakin mendalam kajiannya jika peneliti memiliki keterlibatan jauh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sasaran. Pendekatan partisipatoris dalam jangka waktu yang lebih lama akan semakin membantu peneliti dalam mendapatkan validitas data yang lebih tajam dan mendalam. Akuntabilitas dalam pengelolaan dana sebagai salah satu aspek dalam kajian pemberdayaan masyarakat ini merupakan masalah yang sensitif dan tertutup, sehingga penelitian ini masih menemui hambatan dalam mendapatkan data catatan keuangan harian yang dikelola pengurus BP-SPAMS setempat. Hal ini merupakan keterbatasan penelitian, sehingga kedepannya peneliti perlu menggunakan metode pengumpulan data dan triangulasi lainnya. 3. Implikasi Praktis Secara praktis, temuan dalam penelitian ini menimbulkan implikasi berupa kesadaran pengurus organisasi lokal setempat dalam kaitannya dengan legalitas hukum dalam program pemberdayaan masyarakat. Kesadaran ini mengarah pada pemahaman masyarakat sasaran bahwa dengan organisasi lokal yang telah berbadan hukum akan memudahkan prosedur penerimaan bantuan program, menghindari terjadi sengketa, penyimpangan, atau penyalahgunaan, serta memeperkuat tata kelola organisasi. Kesadaran ini diikuti dengan kesadaran politik untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan yang mampu meningkatkan kapasitas dan daya tawarnya, baik melalui peningkatan dalam mengakses informasi terkait berbagai program keberlanjutan, keterlibatan yang lebih intens dalam asosiasi pengelola, serta partisipasi dalam berbagai kegiatan terkait program.
commit to user
155 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian, saran yang diusulkan oleh peneliti dikelompokkan ke dalam masing-masing aspek pemberdayaan masyarakat, meliputi Acces to Information, Inclusion/Participation, Accountability, Local Organizational Capacity, Community Knowledge, Politics, Legality, dan Local Culture. Berikut ini saran yang diusulkan peneliti terkait pemberdayaan dalam Program PAMSIMAS di Kabupaten Sragen : 1. Acces to Information. Pengurus BP-SPAMS harus lebih aktif dalam melibatkan diri pada asosiasi BP-SPAMS Se-Kabupaten Sragen. Melalui keterlibatan pada asosiasi secara intens ini, pengurus akan lebih terinformasi terkait berbagai bantuan pengembangan program ataupun bertukar pikiran terkait pengelolaan program, sehingga kedepannya diharapkan mampu meningkatkan pengelolaan dan menjaga keberlangsungan program. Selain itu, aksesbilitas pemerintah terhadap pertanggung jawaban pengelola dapat ditingkatkan dengan penyampaian Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) minimal setiap bulan sekali oleh pengurus BPSPAMS ke Desa setempat. 2. Inclusion/Participation. Keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat sasaran dalam program perlu ditingkatkan melalui peraturan yang didesain lebih ketat dalam pemenuhan in kind. Peraturan ini didesain semisal setiap masyarakat sasaran sebagai konsumen yang hendak mengikuti program diwajibkan ikut serta dalam pengalian dan pemasangan pipa, minimal sepanjang galian di depan rumah masing-masing serta lima meter masuk ke dalam meter air di pekarangan rumah. Selain itu, keterlibatan masyarakat juga dapat ditingkatkan melalui pemilihan pengurus BP-SPAMS secara demokratis. Hal ini perlu dilakukan agar keterlibatan dan partisipasi masyarakat memadai. Kerutinan masyarakat dalam pembayaran rekening air dapat ditekan melalui penguatan dalam peraturan terkait tarif yang disertai denda keterlambatan pembayaran. 3. Accountability.
Akuntabilitas
dapat
ditingkatkan
oleh
pengelola
dengan
menyampaikan pelaksanaan program melalui Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang dibuat setiap bulan. Laporan ini harus dibuat dengan mengetahui Kepala Desa setempat dan masyarakat sasaran. Laporan dapat ditempel pada papan pengumuman warga dan disampaikan bersamaan commit to user dengan forum pertemuan yang
perpustakaan.uns.ac.id
156 digilib.uns.ac.id
melibatkan masyarakat sasaran setiap bulannya. Selain itu, laporan tahunan dalam forum pertanggung jawaban pengelola di akhir tahun. Untuk memperkuat akuntabilitas ini, perlu diperkuat dalam peraturan secara hukum, minimal melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Desa yang mengatur terkait kewajiban penyampaian laporan kegiatan yang harus disampaikan pengelola kepada pihak Desa setempat setiap bulan sekali. 4. Local Organizational Capacity. Kapasitas organisasi lokal dalam dukungan dana dapat ditingkatkan melalui pengajuan proposal bantuan dana untuk pengembangan program ke berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun swasta. Organisasi lokal juga dapat mengajukan dana pinjaman lunak untuk pengembangan program pada lembaga keuangan desa atau perbankan. Di sisi lain, kapasitas BP-SPAMS dapat diperkuat dengan keterlibatan LKM, LP2MD, TP-PKK, dan organisasi lokal lainnya. 5. Community Knowledge. Pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan Program PAMSIMAS dapat ditingkatkan melalui kerjasama BP-SPAMS setempat dengan perusahaan air minum yang berbasis bisnis dan lebih luas cakupan pelayanannya, semisal Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Kerjasama ini dapat diarahkan pada diklat rutin dan pendampingan terkait pengetahuan operasional teknis maupun administratif dan keuangan. 6. Politics. Kesadaran politik masyarakat sasaran dapat ditingkatkan melalui penjalinan hubungan yang harmonis pada aktor-aktor politik atau pamong/sesepuh desa setempat, sehingga daya tawar masyarakat sasaran dalam meningkatkan kapasitasnya akan semakin memadai. 7. Legality. Legalitas organisasi lokal perlu diperkuat dengan pembuatan akta notaris. Organisasi lokal yang berbadan hukum akan dapat melakukan tindakan hukum apabila terjadi sengketa, penyimpangan, atau penyalahgunaan. Selain itu, organisasi lokal akan lebih berkembang dalam pelaksanaannya karena semakin terbuka dengan kontrak hutang-pihutang, tata kelola organisasi yang baik, dan lain sebagainya. 8. Local Culture. Perlu penanaman nilai-nilai budaya lokal di masyarakat dengan mengikutsertakan pamong dan sesepuh desa sebagai penasihat program. Penanaman kearifan lokal seperticommit falsafahtojawa user sepi ing pamrih rame ing gawe,
157 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang bermakna dalam melakukan pekerjaan apapun bekerja dengan bersungguhsungguh dan ikhlas tanpa memikirkan imbalannya dan saiyeg saeka praya, bebarengan mrantasi gawe dan holopis kuntul baris, yang berarti bekerja dengan gotong-royong atau bersama-sama, perlu ditanamkan lebih jauh oleh pamong dan sesepuh desa agar dapat dijiwai menjadi bagian budaya lokal yang dijunjung tinggi. Selain saran dalam masing-masing aspek pemberdayaan masyarakat tersebut, saran dalam penelitian ini juga mengarah pada penelitian selanjutnya terkait kajian pemberdayaan masyarakat dalam Program PAMSIMAS di Kabupaten Sragen ini. Output pemberdayaan masyarakat seperti kemandirian dan keberdayaan dalam pemenuhan air minum dan sanitasi dasar sejak awal tidak diteliti dalam penelitian ini, sehingga kedepannya penelitian dapat diarahkan pada kajian tersebut.
commit to user