BAB V PENUTUP
Bagian kesimpulan pada bab ini akan menguraikan poin-poin penting yang terungkap dalam kompleksitas implementasi PKH tahun 2008 sampai 2014 ini. Poin-poin penting yang diuraikan dalam kesimpulan nantinya merupakan ringkasan dari hasil evaluasi pada setiap level implementasi kebijakan. Secara esensial kesimpulan merupakan bagian penting dalam rangka pembuktian tujuan penelitian ini. Setelah pemaparan dari kesimpulan evaluasi implementasi kebijakan PKH ini, maka saran diperlukan dengan harapan kedepannya bisa menjadi kontribusi positif dalam mengaplikasikan kebijakan yang berkaitan dengan bantuan sosial. Rekomendasi ini ditujukan untuk beberapa aktor diantaranya diarahkan kepada stakeholders pelaksana kebijakan dan juga masyarakat selaku targeted group dari kebijakan A. Kesimpulan Kebijakan PKH merupakan kebijakan yang bertujuan untuk memproteksi masyarakat miskin. Tujuan umum dari PKH ini adalah untuk membantu mempercepat program pengentasan kemiskinan dan secara khusus adalah untuk memberikan
perlindungan
sosial
kepada
rumah
tangga
miskin
dalam
mendapatkan hak-hak dasarnya dibidang pendidikan dan kesehatan. Dalam pencapaian target populasi PKH sudah mampu mencapai taget rumah tangga sangat miskin yang belum mampu untuk mencapai hak-hak dasarnya. Rumah tangga miskin di Desa Tepus yang jumlahnya hampir setengah dari jumlah penduduk Tepus sudah terbantu dengan adanya bantuan PKH. Selain membantu meringankan pengeluaran sehari-hari, rumah tangga miskin juga mampu untuk melanjutkan pendidikan anaknya yang sempat terputus. Penyampaian pelayanan yang pemerintah berikan kepada masyarakat berupa pelayanan kesehatan dan pendidikan sebenarnya mampu memberikan
72
kesempatan rumah tangga miskin mampu mengakses pelayanan tersebut dengan mudah. Program Keluarga Harapan yang didesain guna memproteksi rumah tangga miskin mengharapkan pemerintah mampu menyediakan akses yang mudah bagi RTSM tersebut. Namun yang terjadi di Desa Tepus, pelayanan pendidikan dan kesehatan memanglah sudah tersedia, namun akses tersebut sulit untuk dijangkau terutama untuk masyarakat Tepus yang tinggal di sepanjang garis pantai. Transportasi menjadi hambatan mereka untuk mengakses layanan tersebut, rumah tangga miskin juga rata-rata tidak mempunyai kendaraan pribadi untuk menjangkaunya, sementara kendaraan umum pun masih jarang. Kemudian hal menjadi evaluasi selanjutnya adalah terkait sumberdaya yang digunakan. Kebijakan PKH memang membutuhkan banyak aktor terkait agar implementaasinya bisa berjalan dengan lancar. Secara umum semua pihak yang terkait sudah mampu membantu melancarkan terlaksananya kebijakan PKH, mulai dari pemerintah di provinsi selaku penanggungjawab kebijakan sampai dengan pemerintah kecamatan juga mempunyai peran masing-masing. Namun sumberdaya yang mempunyai banyak peran disini ialah pendamping. Pedamping menjadi ujung tombak dari pelaksanaan PKH. Tepus sendiri mempunyai dua pendamping yang masing-masing pendamping mendampingi 13 kelompok. Kinerja dari pendamping Tepus ini sudah mampu untuk membantu RTSM dalam mendapatkan bantuan PKH dan juga membantu untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Ketiga hal tersebut menjadi evaluasi formatif yang nantinya bisa menjadi pertimbangan pemerintah kedepan agar kebijakan bisa lebih efektif dan efisien. Kemudian dalam imlementasi PKH di Tepus terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi berjalannya implementasi PKH. Faktor-faktor tersebut antara lain 1. Faktor nodality yang merupakan faktor informasi yang didapat pemerintah dan harus dikembalikan kepada masyarakat selaku penerima dari kebijakan tersebut. Yang termasuk dalam nodality ini ialah yang pertama isi kebijakan dimana sudah mencakup target kebijakan yang tepat yang sangat membutuhkan manfaat dari PKH ini yaitu RTSM Desa Tepus yang rata-rata adalah petani dan nelayan.
73
Kemudian yang selanjutnya adalah sosialisasi, penyampaian sosialisasi pun dapat dikatakan sudah mampu mencakup semua RTSM, sehingga RTSM mengerti akan kewajibannya selaku peserta PKH. Yang ketiga adalah respon dari target kebijakan, dimana RTSM ini sudah mendapatkan bantuan dana namun untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan tersebut masih terkendala akan transportasi menujuke ke pelayanan kesehatan dan pendidikan. Dana tersebut hanyalah cukup untuk mendanai SPP atau perlengkapan sekolah anaknya. 2. Faktor authority yang merupakan otoritas dari pelaksana kebijakan yang tercermin dari kepatuhan dan daya tanggap dar masing-masing lembaga. Masing-masing aktor atau lembaga telah mampu untuk menjalankan peran dalam mengimplementasikan PKH. Namun yang harus menjadi perhatian disini ialah belum semua aktor terutama yang berada di tingkat kecamatan maupun desa terlibat langsung dalam pelaksanaan PKH. Tepus termasuk yang kekurangan sumberdaya untuk menjalankan PKH bersama pendamping. 3. Faktor
treasure
yang
merupakan
pemanfaatan
pendamping.
Pendamping di Desa Tepus pada dasarnya telah mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan apa yang tertulis di buku kerja pendamping. Kekurangan dari pendamping di Tepus ini ialah pendamping belum mempunyai inovasi untuk lebih meningkatkan kesadaran pendidikan dan kesehatan dari RTSM. Meskipun pemerintah telah mempermudah pelayanan tersebut namun RTSM masih terjebak dalam mindset bahwa jika anak mereka bekerja akan bisa menghasilkan biaya tambahan lebih untuk keluarganya. 4. Faktor organization yang termasuk didalamnya adalah karakteristik dari lembaga pelaksana PKH. Karakteristik dari masing-masing lembaga menandakan bagaimana mereka bekerja dalam pelaksanaan PKH. Seperti yang telah dijelaskan pula dalam faktor authority yang
74
menjelaskan bahwa peran dari aktor yang berada di tingkat desa atau kecamatan masih belum maksimal karena keterbatasan sumber daya. Jadi dapat disimpulkan disini bahwa implementasi PKH di Tepus sudah termasuk mampu untuk memberikan perlindungan sosial bagi rumah tangga miskin. Namun pelaksanaan tersebut hanyalah sebatas pada pemberian dana yang hanya cukup untuk kebutuhan kesehatan dan pendidikan. Misalkan saja anak sekolah yang harus memerlukan biaya termasuk transportasi, namun transportasi ini masih belum sepenuhnya bisa dijangkau dengan dana bantuan tersebut. Kondisi ini terjadi karena Tepus antara pemukiman satu dengan yang lainnya mempunyai jarak yang cukup jauh. Sementara itu pendamping juga masih belum mempunyai kinerja yang maksimal dalam membantu RTSM untuk sadar akan kualitas pendidikan dan kesehatan. Kegiatan pendampingan masih sebatas hanya untuk menggugurkan kewajiban untuk verifikasi tingkat kehadiran para ibu dalam pelayanan pendidikan dan kesehatan. B. Saran Sebagai
program
pemberdayaan
masyarakat
dalam
frame
pengentasan kemiskinan, PKH masih perlu dilanjutkan. PKH mampu membantu rumah tangga miskin untuk setidaknya menyekolahkan anaknya sampai jenjang SMP dan tidak putus hanya di Sekolah Dasar. Dalam hal tertent, PKH sebenarnya juga sedikit mengurangi beban biaya hidup yang harus dikeluarkan oleh masing-masing rumah tangga miskin. Agar efektifitas program PKH ini kedepa bisa lebih baik, maka perlu beberapa perbaikan yang mendasar dalam desain maupun teknis impelementasi, diantaranya adalah: 1. Pengoptimalan pendamping. Pendamping sangat penting dalam rangka menyadarkan setiap individu masyarakat miskin untuk bisa mentas dari kemiskinan. Namun tugas pendamping tidak hanya sebatas melakukan pertemuan rutin dan mengecek apakah RTSM sudah menjalankan kewajibannya. Setelah RTSM tersebut mentas dari
75
bantuan, pendampingan juga diperlukan agar mereka tetap sadar akan peningkatan kualitas hidup keluarganya. 2. Memaksimalkan fungsi dan tugas pelaksana kebijakan. Pemerintah selaku pelaksana kebijakan diharap lebih tanggap akan kesejahteraan keluarga miskin. Keluarga miskin ini yang dibutuhkan bukanlah bantuan materi secara terus menerus, melainkan kesadaran mereka akan pentingnya mentas dari kemiskinan harus ditumbuhkan. Misalkan saja pelatihan keterampilan agar menjadi keluarga yang mandiri dan tidak bergantung kepada masyarakat. 3. Sementara untuk masyarakat penerima bantuan, perlu adanya pembinaan kembali setelah mereka mentas dari bantuan tersebut. Karena faktanya setelah mereka mentas dari bantuan mereka akan kembali pada kebiasaan lama mereka untuk tidak menomor sekian perihal pendidikan anak turunnya. Mindset mereka perlu dirubah untuk sadar akan pendidikan anakanya, karena pendidikan anak-anak mampu mengubah kualitas hidup keluarganya kelak.
76