BAB V PENUTUP Sebuah kesalahan adalah hal yang selalu mengiringi dimensi kemanusiaan. Namun, memperkecil kesalahan merupakan usaha terbaik yang harus terusmenerus dilakukan. Dari penulisan penelitian yang begítu singkat ini, masih ada celah untuk melakukan evaluasi sebagai kata akhir yang berisi beberapa kesimpulan dan saran-saran yang diperlukan. Dalam bab ini akan disampaikan kesimpulan penelitian dan saran-saran penulis untuk perkembangan ilmu pengetahuan sosial kedepan. Khususnya mengenai komunikasi politik dan segenap dinamikannya. Dalam kesimpulan akan dijabarkan mengenai bentuk politik pencitraan yang dilakukan oleh masingmasing kandidat dan hal-hal yang membedakan politik pencitraan dari masingmasing kandidat. A. Kesimpulan Sesuai dengan pertanyaan dalam rumusan masalah mengenai apa perbedaan politik pencitraan yang dilakukan oleh ketiga pasang kandidat dalam pemilu presiden tahun 2009 dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Ditemukan bahwa ada perbedaan politik pencitraan yang dilakukan oleh masing-masing kandidat. Dimensi politik pencitraan dalam iklan dengan muatan perfomance based-traits adalah iklan milik pasangan MegaPrabowo dengan judul “kenaikan harga” dan “bangkrut”. Sisi yang ditonjolkan oleh pasangan Mega-Prabowo adalah competence. Adapun iklan milik pasangan JK-Wiranto yang berjudul “mampu”. Sisi yang ditonjolkan pasangan ini adalah strength. Sedangkan pasangan SBYBudiono dengan judul “dari sabang sampai Merauke”. Sisi yang ditonjolkan oleh pasangan ini adalah competence dan lidership. Iklan dengan muatan dimensi pencitraan personal characteristic milik pasangan JK-Wiranto dengan judul “humble”. Sisi yang menonjol adalah other special qualities, warmth/personal qualities dan trust/hoensty. Adapun pasangan SBY-Budiono dengan judul “dari rakyat untuk rakyat”. Sisi yang menonjol adalah althruisme, warmth/personal qualities, other special 122
qualities. Sedangkan milik pasangan Mega-Prabowo tidak ada yang secara umum mencerminkan dimensi ini. 2. Selanjutnya ditemukan bahwa perbedaan jenis iklan. Iklan yang berjenis positif adalah “dari rakyat untuk rakyat”, “mampu”, “humble” dan “dari Sabang sampai Merauke”. Iklan JK-Wiranto dengan judul “mampu” berisi tentang program yang akan dilakukan oleh pasangan ini untuk mengurangi kemiskinan dan penganguran. Mampu adalah sebuah singkatan dari modal usaha. Pasangan ini akan mengucurkan kredit tanpa bunga untuk membantu usaha masyarakat miskin. Sedangkan iklan JKWiranto dengan judul “humble” lebih banyak menampilkan sosok dan kepribadian JK, dimana JK merupakan orang yang mampu bekerja dengan cepat dan tangkas. Sehingga program dan proses mengatasi kemiskinan juga bisa dilakukan dengan cepat pula. Selain itu sosok perawakan JK yang kecil sangat jauh berbeda dengan SBY, rivalnya. SBY adalah sosok yang gagah dan tampan. Maka JK menonjolkan sisi kecepatannya. Untuk iklan pasangan SBY-Budiono dengan judul “dari rakyat untuk rakyat” merupakan iklan yang mengilustrasikan bahwa SBY adalah sosok yang merakyat. Mengingat SBY terkesan orang yang sangat protokoler dan prosedural. Maka iklan ini dimunculkan. Selain itu ilustrasi rekam jejak SBY-Budiono dimunculkan juga untuk meyakinkan publik bahwa pasangan ini mampu mengemban amanah sebagai presiden dan wakil presiden. Untuk iklan yang berjudul “dari Sabang sampai Merauke”, adalah iklan untuk menunjukan sosok SBY-Budiono adalah sosok yang mampu membuat rakyat sejahtera dan mampu melindungi segenap suku bangsa dan berbagai latarbelakang budaya yang beraneka ragam. Kesejahteraan dalam iklan ini muncul ketika visualisasi pasar terapung, dimana banyak pedagang yang ceria menjajakan dagangannya dibawah bendera merah putih yang berkibar. Iklan yang berjenis komparatif adalah “kenaikan harga,”. Iklan ini milik pasangan Mega-Prabowo. Bentuk komparatif atau perbandingan yang dilakukan adalah mengenai kebijakan yang diambil oleh pasangan Megawati semasa menjabat sebagai presiden dengan masa SBY.
123
Megawati dan Prabowo mengklaim pada masa kepemimpinan Mega semasa menjabat presiden harga sembako, BBM terjangkau dan murah. Jika dilihat dari segi nominal rupiah memang masa SBY lebih mahal, namun pasangan Mega-Prabowo sengaja mengelabui publik dengan tidak mencantumkan nilai inflasi dan segi ekonomi lainnya. Adapun iklan yang berjenis menyerang adalah “bangkrut,”. Iklan ini menyerang incumbent. Masa pemerintahan SBY dikatakan telah mengalami kebangkrutan. Dengan stempel bangkrut diwajah SBY. Pasangan Mega-Prabowo menunjukan data bahwa hutang luar negeri terus meningkat dimasa pemerintahan SBY. Apabila hutang tersebut dibagi keseluruh rakyat maka setiap warga negara akan menanggung beban sebesar tujuh juta rupiah. Tentu bila dibandingkan hutang luar negeri dimasa SBY dan Megawati memang lebih banyak dimasa SBY. Namun hal itu tidak lantas serta merta pemerintah dimasa kepemimpinan SBY dapat dikategorikan dengan bangkrut. Karena, jika negara bangkrut tentu kejadian krisis ekonomi ditahun 1998 pasti sudah terjadi. Bahkan jika benar-benar bangkrut bisa lebih parah dari tahun 1998. 3. Dalam melakukan iklan, kandidat pilpres 2009 memiliki beberapa karakteristik. Kandidat Mega-Prabowo cenderung menyerang pasangan SBY-Budiono dengan mengungkapkan sejumlah data. Yaitu terkait kenaikan harga BBM, kenaikan harga sembako, jumlah utang luar negeri dan klaim negara bangkrut. Hal ini dilakukan oleh pasangan MegaPrabowo tak lepas dari perbandingan masa kepemimpinan Mega sewaktu menjadi presiden dan juga dikarenakan selama tahun 2004-2009 Megawati dan Prabowo tidak memegang tampuk kekuasaan. Pasangan JK-Wiranto iklan yang ditampilkan cenderung mengklaim keberhasilan JK sebagai wakil SBY, selain itu juga banyak menyerang pemerintahan yang dipimpin oleh SBY, padahal antara JK dan SBY adalah satu paket dalam pemerintahan. Indikasi ini terlihat ketika iklan JK-Wiranto menyoroti tingkat kesejahteraan rakyat yang belum baik dan meningkat. Sehingga JK mengulirkan program “mampu”, atau modal usaha untuk para pemuda putus sekolah, para pengangguran dan rakyat
124
miskin. Selain itu, mengingat JK bukan orang Jawa padahal mayoritas pemilih adalah orang Jawa maka JK cenderung mengambil dan menonjolkan kelebihannya semasa menjadi wakil presiden SBY. Yaitu sisi kecepatan dan kesigapan mengambil keputusan. Adapun SBY sendiri dalam iklan cenderung berusaha mendekatkan diri dengan masyarakat dan juga mengklaim keberhasilan pemerintahannya. Hal ini terungkap dari isi iklan pasangan SBY-Budiono yang mengangkat isu multikulturalis dengan menampilkan berbagai kesenian dan budaya daerah. Selain itu tingkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat juga ditampilkan sebagai klaim keberhasilan masa kepemimpinan SBY sebagai presiden. Kemudian asal-usul dan sejarah hidup SBY-Budiono juga diangkat untuk mempertegas bahwa pasangan ini memiliki rekam jejak yang baik sehingga mampu memimpin bangsa ini selama lima tahun kedepan. 4. Dari penelitian ini juga ditemukan identitas politik yang dimunculkan oleh masing-masing kandidat. Politik identitas ini muncul ketika iklan diuraikan dengan pendekatan sosial, budaya dan politis yang menjadi latarbelakang masing-masing kandidat. Baik secara visualisasi gambar maupun suara. Politik identitas yang muncul dalam iklan adalah negarawan, kemiskinan, kesejahteraan, multikulturalisme dan merakyat. Politik identitas negarawan dilakukan oleh pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto. Hal ini didasarkan pada pakaian yang dikenakan MegaPrabowo selama melakukan iklan senantiasa mirip dengan pakaian yang dikenakan oleh mantan presiden Soekarno. Yaitu baju safari dengan saku empat buah. Itu semua tentu mempunyai maksud dan tujuan. Namun yang penting sebenarnya bukan pakaian seseorang yang menentukan sukses dan tidaknya sebuah kepemimpinan, atau dengan bahasa lain pakaian tidak lantas menjadi penyebab kesejahteraan meningkat, bangsa menjadi kuat berwibawa atau negara menjadi maju. Tetapi kebijakan yang sesuai adalah kunci menyelesaikan bangsa. Selain Mega-Prabowo, identitas negarawan juga dimunculkan dalam iklan JK-Wiranto ketika pasangan ini mengambil seting tugu proklamasi sebagai latar iklan. Sama
125
dengan pasangan Mega-Prabowo, pasangan JK-Wiranto ingin dicitrakan sebagai seorang negarawan. Sosok negarawan memang penting sebagai sebuah pemimpin bangsa yang besar seperti Indonesia. Namun sekali lagi bahwa sosok negarawan tidak bisa diukur dengan pakaian maupun tempat latarbelakang seseorang mengambil gambar untuk iklan politik. Sedangkan
isu kemiskinan dan kesejahteraan dilakukan oleh
pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto. Hiperrealitas multikulturalis dilakukan oleh pasangan
SBY-Budiono. Kedua pasangan ini lebih
mudah mengklaim ketidak mampuan dan ketidak berhasilan pasangan SBY selaku presiden incumbent. Dan salahsatu ketidak berhasilannya adalah masih banyaknya warga yang miskin atau belum sejahtera. Hal ini dikarenakan
Mega
merasa
tidak
bertanggungjawab
selama
kepemimpinan SBY. Adapun JK walau merasa ikut bertanggung jawab karena sebagai wakil presiden tetapi tanggungjawab utama ada di presiden, yaitu SBY. Hal ini terlihat dari iklan Mega-Prabowo yang menyerang SBY dan JK dengan iklan berjudul “mampu” merasa masih banyak warga yang belum sejahtera alias miskin. Dan isu atau identitas merakyat dilakukan oleh pasangan MegaPrabowo, JK-Wiranto dan SBY-Budiono. Pasangan Mega-Prabowo mengilustrasikan kedekatan mereka dengan warga di pasar maupun dengan para petani di sawah. Begitu juga dengan pasangan JK-Wiranto yang berdialog dengan warga miskin. Sedangkan SBY bercengkrama dengan anak-anak. Bahkan anak-anak tersebut merangkul dan sangat akrab dengan SBY. Memang salah satu isu yang menarik dan mudah untuk meningkatkan elektabilitas selain isu kemiskinan adalah sosok yang dekat dengan rakyat. Tidak saja di Indinesia, dibanyak negara kedekatan seorang pemimpin dengan rakyatnya merupakan faktor penting dalam mendongkrak suara. Hal ini dilatarbelakangi bahwa para pemilih ingin semua permasalahannya diketahui oleh calon presiden dan wakilnya untuk dicarikan solusinya. Selain itu jika ada kedekatan maka komunikasi dengan pemimpin juga mudah dilakukan.
126
B. Saran Dalam penelitian ini, setelah mengkaji dan mencermati proses dan hasil penelitian, maka penulis mengemukakan beberapa saran, yaitu: 1. Dalam tesis ini telah diuraikan mengenai dimensi politik pencitraan dan juga bentuk-bentuk isu atau politik identitas yang dimunculkan dalam iklan yang dilakukan ketiga pasang kandidat calon presiden pada pemilu 2009. Politik pencitraan menurut penulis adalah sebuah isu politik yang masih penting untuk diperdalam dengan mengaitkan berbagai macam dimensi dan sudut pandang. Hal ini dikarenakan sistem presidensiil dalam pemerintahan Indonesia masih berlangsung yang memungkinkan kandidat akan terus melakukan langkah-langkah untuk selalu dekat, populer dengan rakyat. Disisi lain, para peneliti perlu mengungkap lebih mendalam dan komprehensif mengenai dimensi politik pencitraan yang bisa dijadikan oleh publik. Acuan untuk menentukan mana kandidat yang benar-benar tulus untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran, atau hanya sekedat tebar janji dan citra untuk mendongkrak popularitas demi kekuasaan. 2. Politik pencitraan selama ini menjadi isu dalam politik dan demokrasi Indonesia dewasa ini. Namun batasan antara politik pencitraan dan bukan pencitraan belum ada garis merah yang jelas. Para ilmuwan yang mendalami komunikasi politik perlu mengkaji hal ini lebih lanjut demi kedewasaan dan kematangan masyarakat dalam menentukan kandidat yang akan menjadi pemimpin mereka. Selain itu, media juga harus diteliti lebih mendalam agar kedepan media tidak diombang-ambing oleh politik. Atau dengan bahasa lain ditunggangi oleh kepentingan politik. Hal ini penting mengingat media menjadi salah satu sumber utama refrensi masyarakat dalam menentukan calon presiden. 3. Para kandidat ataupun tim sukses calon presiden dan wakil presiden hendaknya mengutamakan norma dan nilai dalam melakukan kampanye. Yaitu kejujuran, keadilan, kebenaran, tidak menyebar kampanye hitam (black campaign) atau yang berbau fitnah dan sara. Ini penting demi
127
terciptanya kedewasaan demokrasi dan kemajuan bangsa. Walaupun hal ini terasa utopis namun niatan itu bisa terwujud jika ada keinginan dari semua pihak. Baik eksekutif, legislatif, yudikatif dan masyarakat sipil. Tentu dengan peran masing-masing. 4. Apa yang telah dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah hanya sumbangan kecil dalam dunia keilmuan. Sumbangan kecil ini akan menjadi berharga karena keinginan kuat, ketekunan, serta kejujuran penulis dalam menyelesaikannya. Semoga kelak, akan datang ilmuwan dan peneliti dengan seperangkat teknologi dan penemuan-penemuan baru yang terus-menerus memperbaiki, melengkapi, serta memperkuat kajian dibidang ini.
128