BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setiap teks mengandung makna yang sengaja disisipkan oleh pembuat teks, termasuk teks dalam karya sastra. Meski sebagian besar karya sastra berfungsi sebagai media rekreatif dan hiburan, karya sastra juga mampu menjadi sarana penyampai kritik sosial atau potret kondisi masyarakat. Pembuat teks yang dalam hal ini adalah pengarang, menulis cerita dengan tema tertentu yang mengandung makna tertentu pula. Khalayak yang membaca cerita tersebut pun memiliki makna yang dibangunnya sendiri dalam memahami cerita. Penelitian analisis resepsi menekankan poin penting pada khalayak yang dapat memaknai sendiri teks yang dibacanya dan tidak selalu sejalan dengan ideologi media massa. Salah satu konsep penting dalam analisis resepsi adalah Encoding dan Decoding yang digagas oleh Stuart Hall. Pembuat pesan menciptakan pesan sedemikian rupa dnegan makna tertentu yang diharapkan dapat diterima khalayak. Namun, khalayak sendiri juga dapat memaknai teks tersebut secara khas dan belum tentu sejalan dengan apa yang dimaksudkan oleh pembuat pesan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kelas sosial ekonomi hingga kerangka berpikir dan pengetahuan yang dimiliki khalayak. Pembuat pesan atau media massa tidak memiliki kuasa untuk sepenuhnya mempengaruhi khalayak karena teks memiliki banyak makna atau polisemi. Peneliti
mencoba
melakukan
penelitian
analisis
resepsi
dengan
menganalisis Decoding khalayak terhadap cerpen-cerpen karya Seno Gumira Ajidarma yang mengandung kritik sosial. Seperti telah disampaikan oleh Stuart Hall, dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa khalayak yang berbeda memaknai satu cerpen saja dengan berbeda-beda pula. Masing-masing khalayak memiliki pandangan, penangkapan, dan penafsiran sendiri yang mempengaruhi cara mereka memaknai cerpen yang mereka baca. Meski seluruh informan
119
penelitian merupakan pembaca karya-karya Seno, itu tidak menjamin mereka untuk selalu sependapat dengan apa yang disampaikan olehnya. Informan dalam penelitian ini adalah Rozi, Tia, Bajang, Nisa dan Daniel. Kesamaan di antara mereka berlima adalah sama-sama pembaca karya-karya Seno, meskipun dengan intensitas yang berbeda-beda. Namun, di balik kesamaan tersebut, masing-masing informan memiliki perbedaan-perbedaan yang juga mempengaruhi cara mereka memaknai teks media, termasuk cerpen-cerpen Seno. Pemaknaan informan penelitian yang beragam terbagi dalam tiga posisi pembacaan, yakni dominant reading, negotiated reading, dan oppositional reading. Dalam penelitian analisis resepsi, peneliti akan memperoleh pemaknaan cerpen dari pandangan informan sendiri. Masing-masing posisi yang dihasilkan oleh informan tersebut merupakan kombinasi pengenalan dasar atau pemahaman menyeluruh terhadap teks serta interpretasi dan evaluasi terhadap makna berkenaan dengan kode teks yang relevan. Peneliti juga menilik bagaimana informan melihat makna yang tersirat di balik teks dan penerimaan atau penolakan khalayak terhadap teks. Informan yang berada pada posisi dominant reading berarti sejalan, paham, dan menyetujui apa yang disampaikan oleh Seno dalam cerpen-cerpennya. Sementara, informan yang berada pada posisi negotiated reading dapat menerima apa yang disampaikan Seno tetapi pada hal-hal tertentu saja yang sesuai pandangannya.
Sisanya,
informan
menyatakan
ketidaksetujuannya
atau
menyesuaikan dengan kondisi yang dialami sendiri oleh informan. Sedangkan informan dengan posisi oppositional reading berseberangan dengan apa yang disampaikan Seno. Mereka memahami makna yang ingin disampaikan oleh Seno tetapi melawannya berdasarkan pengalaman dan pandangannya sendiri yang bertentangan. Hal ini terjadi ketika informan memang memiliki kerangka berpikir atau pandangan yang berbeda dengan Seno. Terdapat satu posisi lagi pembacaan yang dilakukan oleh informan yakni aberrant Decoding. Aberrant Decoding adalah bentuk pembacaan teks yang menyimpang dari apa yang disampaikan pembuat teks. Aberrant Decoding dalam sejumlah penelitian bisa terjadi karena pengaruh latar belakang kebudayaan sehingga khalayak menciptakan makna yang 120
sama sekali berbeda. Namun, dalam penelitian ini, informan yang berada pada posisi aberrant Decoding tidak memahami makna cerpen Seno karena bahasanya yang penuh metafor sehingga informan menafsirkannya secara menyimpang dan tidak sesuai dengan yang dimaksudkan penulis lagu. Meski sama-sama membaca karya-karya Seno, tidak semua informan bertindak dengan cara yang sama. Tidak semua informan mengoleksi buku-buku karya Seno atau mengikuti berita terbaru tentangnya. Kesukaan mereka terhadap cerpen-cerpen Seno juga tidak lantas membuat mereka senantiasa menerima atau menyetujui sepenuhnya pesan-pesan dalam cerpen-cerpen tersebut. Kesukaan tersebut sama sekali tidak dapat menghalangi pandangan dan pendapat mereka yang beragam. Informan yang tampak sangat menggemari karya-karya Seno seperti Bajang, misalnya, justru banyak berada pada posisi negotiated reading. Tingkat kemampuan ekonomi, gaya hidup dan usia di sini tidak terlalu menentukan seberapa besar pemaknaan mereka akan sejalan dengan pesan yang disampaikan Seno Gumira Ajidarma. Sebagian besar pemaknaan lebih berdasarkan pada pengalaman pribadi, referensi media massa serta lingkar pegaulan informan. Terlihat bahwa meski Tia dan Rozi berada dalam kemampuan ekonomi yang berbeda, namun dalam proses pemaknaan, mereka justru seringkali memiliki pendapat yang serupa. Ada juga beberapa pemaknaan yang muncul didasarkan pada latar belakang pendidikan atau studi yang sedang didalami. Bajang yang terlihat sebagai penggemar berat karya-karya Seno dan memiliki hampir semua bukunya justru berada ada posisi negotiated reading dalam memaknai lima dari tujuh cerpen dan dua posisi dominant reading dalam dua cerpen lainnya. Sedangkan Rozi yang sama-sama menggemari dan memiliki buku karya-karya Seno Gumira Ajidarma seperti Bajang, berapa pada posisi dominant reading dalam memaknai ketujuh cerpen. Tia berada pada posisi dominant reading dalam memaknai enam dari tujuh cerpen dan posisi negotiated reading dalam satu cerpen. Nisa yang bukan penggemar berat karya-karya Seno Gumira Ajidarma dan tidak memiliki satu pun bukunya berada pada posisi dominant reading dalam memaknai tiga cerpen, negotiated reading dalam memaknai tiga cerpen, serta 121
aberrant Decoding dalam memaknai satu cerpen. Sedangkan pengalaman membaca sastra Nisa yang yang minim membuatnya gagal memahami makna sebuah cerpen. Hampir sama dengan Nisa, Daniel berada pada posisi dominant reading dalam memaknai empat dari tujuh cerpen, negotiated reading dalam memaknai tiga cerpen lainnya. Pengalaman membaca Daniel yang lebih banyak daripada Nisa (meskipun tidak sebanyak Rozi, Tia Bajang) membuatnya terhindar dari posisi aberrant Decoding seperti Nisa. Posisi pembacaan terbanyak dari keseluruhan informan adalah dominant reading. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena yang digambarkan dalam Kumpuan Cerpen Saksi Mata karya Seno memang isu yang dekat dengan keseharian dan pengalaman hidup
informan.
Penelitian ini setidaknya
menunjukkan bagaimana kritik sosial yang disampaikan melalui karya sastra kemudian diterima atau ditolak oleh khalayak. Setiap pengarang yang menyampaikan pesan kritik sosial dalam karya-karyanya tentu berharap pesan tersebut tersampaikan pada masyarakat luas. Lebih jauh lagi, mereka juga berharap pesan kritik sosial dalam karya tersebut dapat membawa perubahan. Namun pengarang menyerahkan semuanya kepada pembaca. Mereka sekadar menciptakan karya, berusaha meramunya untuk dapat diterima pembaca, selanjutnya pembacalah yang menentukan sendiri bagaimana menangkap maknanya. Dari situ kita bisa melihat bahwa media massa, termasuk karya sastra, tidak memiliki kekuatan penuh untuk mempengaruhi pemaknaan khalayak apalagi sampai pada taraf mengubah pandangan dan perilaku. Khalayak tetaplah memiliki kuasanya sendiri dalam menghadapi teks media. Perubahan perilaku tidak terjadi semudah khalayak membaca teks. Perubahan perilaku yang berangkat dari teks bermuatan kritik sosial mungkin terjadi tetapi memerlukan faktor-faktor pendukung lainnya yang berbeda pada tiap-tiap khalayak. Penelitian ini menunjukkan bahwa kritik sosial yang informan dapatkan dari karya sastra sekadar memberikan pengetahuan dan pandangan baru mengenai dunia dan gambaran masyarakat. Terkadang kritik tersebut menguatkan pendapat yang telah mereka pegang sebelumnya. Namun secara lebih jauh, kritik tersebut 122
tidak serta-merta mengubah pandangan para informan secara keseluruhan. Setidaknya kritik tersebut hanya menyadarkan mereka pada keberagaman pandangan dan pemikiran dalam menyikapi sesuatu.
B.
Saran
Setelah melakukan penelitian ini, peneliti memiliki saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya maupun untuk keperluan keilmuan lainnya, yakni: 1.
Pemaknaan dari sisi teknik penulisan sastra dapat juga digali dari informan yang mendalami bidang tersebut, agar memperkaya temuan dari informan yang beragam latar belakangnya.
123