BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Keraton Surakarta sebagai simbol obyek dan daya tarik wisata memiliki simbol fisik dan non fisik yang menarik bagi wisatawan. Simbol-simbol ini berupa arsitektur bangunan keraton, benda-benda peninggalan sejarah keraton, fungsi dan kegunaan bangunan dan benda, cerita sejarah dan budaya di Keraton Surakarta serta atraksi wisata berupa kegiatan budaya dan upacara adat tradisi. Pengetahuan wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara bahwa keraton adalah obyek dan daya tarik wisata menghasilkan motivasi wisata. Motivasi ini antara lain motivasi budaya yaitu keinginan untuk tahu mengenai budaya dan sejarah keraton serta motivasi fisiologis yaitu mengisi waktu luang atau untuk bersantai. Wisatawan memaknai bahwa simbol-simbol baik itu obyek wisata dan atraksi budaya sebagai simbol kebudayaan Jawa, identitas bangsa, dan cerminan dari nilai dan norma Jawa. Dengan adanya pengetahuan dan motivasi maka setelah berkunjung ke Keraton Surakarta wisatawan menilai bahwa pengelolaan dan pelayanan wisata keraton kurang inovasi produk wisata, bangunan dan benda koleksi museum kurang terawat, dan kurang tanda dan penjelasan dalam bahasa Inggris. Keraton Surakarta dibuka untuk obyek wisata sebagai upaya pelestarian budaya Jawa, pemanfaatan ruangan, ikon wisata Kota Solo dan untuk sumber pendanaan operasional keraton. Dengan motif ini maka yang diunggulkan oleh pengelola dalam segi obyek wisata adalah arsitektur bangunan dan benda-benda peninggalan sejarah, ikon prajurit keraton, sejarah, filosofi dan pengetahuan keraton, bidang-bidang seni, dan suasana masuk keraton. Sedangkan untuk atraksi wisata budaya yang diunggulkan adalah sekaten, kirab pusaka, dan upacara gerebeg. Tata kelola cenderung memilih pegawai atau sumber daya manusia dari keluarga keraton sendiri yang bertindak sebagai pengelola dengan latar 135
pendidikan sarjana sedangkan pegawai berasal dari abdi dalem dengan latar belakang pendidikan SD, SMP, dan SMA. Pengelolaan dari segi fasilitas hanya sebatas fasilitas lahan parkir, toilet umum, kursi untuk istirahat, tempat sampah dan asbak rokok, serta pedagang. Belum ada fasilitas kesehatan, keamanan, transportasi dan layanan jasa. Dengan sumber daya manusia yang kurang profesional dan fasilitas yang minim maka untuk pemeliharaan bangunan dan benda-benda peninggalan sejarah kurang terawat. Terlihat pada ruangan museum dan benda-benda koleksi yang kotor, gelap dan banyak mengalami kerusakan, atap bangunan yang sudah rusak, serta sampah yang menumpuk. Permasalahan Keraton Surakarta lainnya adalah keraton mengalami kekurangan pendanaan biaya operasional baik untuk perawatan keraton, gaji pegawai dan abdi dalem, biaya untuk sesaji dan pelaksanaan atraksi wisata. Meskipun begitu promosi wisata obyek wisata dan daya tarik wisata rutin dilakukan melalui media elektronik, media cetak, dan media online. Perkembangan tata kelola wisata Keraton Surakarta dengan melihat motivasi budaya dan motivasi fisiologis wisatawan serta penilaian terhadap obyek wisata Keraton Surakarta, maka kunjungan wisatawan sangat minim karena kurang maksimalnya pengelolaan. Kunjungan melihat atraksi wisata budaya juga minim karena terkendala waktu, lokasi, dan kurangnya penjelasan atraksi dari pengelola. Wisatawan memperoleh informasi wisata keraton dari teman atau saudara namun setelah berkunjung ke keraton, bayangan dan pemikiran wisatawan tidak sesuai dengan kondisi obyek wisata keraton yang kurang pemeliharaan. Dibalik kondisi yang tidak sesuai, wisatawan tetap memperoleh manfaat wisata yaitu mengetahui sejarah dan budaya Keraton Surakarta sebagai identitas Jawa. Pengelola obyek wisata keraton menyadari bahwa perkembangan tata kelola dengan fasilitas, pemeliharaan, sumber daya manusia, promosi, dan pendanaan belum optimal. Sehingga hal ini berdampak pada kunjungan wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara yang datang ke obyek wisata 136
keraton hanya berjumlah 50 saat hari biasa dan 250 orang saat musim liburan. Kondisi ini berbeda dengan atraksi wisata budaya yang hanya ditampilkan setahun sekali dapat mencapai 500 wisatawan. Tata kelola yang belum optimal, fasilitas kurang memadai, kondisi kurang terawat berpengaruh besar pada kunjungan wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara yang tidak mengalami peningkatan, sehingga diperlukan upaya untuk memicu perkembangan wisata keraton dengan melakukan perombakan pada sumber daya manusia, perbaikan produk wisata, dan kerjasama dengan investor.
B. Implikasi 1. Implikasi Metodologis Penelitian ini menggunakan metodologi yang berfungsi sebagai cara dalam melakukan penelitian. Metodologi tersebut di antaranya adalah menggunakan jenis penelitian fenomenologi. Fenomenologi dipilih untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah keunggulan obyek wisata budaya Keraton Surakarta dan perkembangan tata kelola obyek dan daya tarik wisata menurut pemaknaan pengelola dan wisatawan. Untuk teknik pemilihan informan menggunakan teknik purposive, dimana informan yang dipilih berdasarkan kriteria yaitu 4 dari pegawai Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta dan 8 dari wisatawan dari domestik dan mancanegara dengan kriteria asal wisatawan, jenis kelamin dan usia. Untuk menguji keabsahan data, menggunakan teknik triangulasi sumber yaitu peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan yang ditelah ditentukan dan dianggap mengetahui berbagai macam perkembangan tata kelola obyek dan daya tarik wisata budaya yaitu 2 dari pengelola Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta. Untuk sumber data digunakan data kunjungan wisata Kota Solo tahun 2010 sampai tahun 2015 dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta dan teknik observasi langsung di lapangan yaitu di Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta. 137
Pedoman wawancara dibuat sedemikian rupa, agar mampu menggali informasi dari para informan, baik wisatawan, pegawai maupun pengelola Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta mengenai keunggulan daya tarik Keraton Surakarta dan perkembangan tata kelolanya. Penggunaan teknik wawancara cukup membantu dalam mencairkan suasana sehingga informan merasa nyaman dalam mengungkap informasi pada peneliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif yang diawali dengan proses pengumpulan data-data primer (observasi dan wawancara dengan wisatawan domestik dan mancanegara Keraton Surakarta, pengelola dan pegawai Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta) dan data sekunder (dokumen dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan data dari media cetak serta online seperti buku dan jurnal). Kemudian dilakukan reduksi data untuk memilah data-data yang sesuai dengan penelitian. Selanjutnya dibantu dengan tabel dan matrik untuk menyajikan data-data yang sesuai hingga dapat ditarik kesimpulan sebagai tahap akhir. 2. Implikasi Teoritis Implikasi teoritis didasarkan pada teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori interaksionisme simbolik. Teori interaksionisme simbolik mencoba menjelaskan perilaku simbolik beserta makna yang ada dalam perkembangan tata kelola obyek dan daya tarik wisata budaya Keraton Surakarta yaitu simbol fisik dan simbol non fisik serta tata kelola yang dimaknai oleh pengelola dan wisatawan. Teori interaksionisme simbolik yang digunakan dalam penelitian ini sejalan dengan pemikiran George Herbert Mead dan Herbert Blumer, dimana tindakan sosial dilihat sebagai perilaku simbolik, dan interaksi lebih didasarkan pada makna-makna simbolik yang dibagi-bagi. Mengkaji simbol dalam kehidupan manusia menjadi penting karena disebabkan makna yang ditunjukkan. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa tata kelola obyek 138
dan daya tarik wisata budaya merupakan bentuk tindakan sosial dari pengelola dengan tujuan sebagai upaya pelestarian sumber kebudayaan Jawa, penghormatan terhadap leluhur, pendekatan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang terwujud ke dalam simbol-simbol fisik dan non fisik seperti arsitektur bangunan keraton, benda-benda peninggalan sejarah, pengetahuan, filosofi dan sejarah keraton, atraksi budaya sekaten, kirab pusaka dan gerebeg yang kemudian dimaknai oleh wisatawan sebagai bentuk dari kekayaan kebudayaan Jawa. 3. Implikasi Empiris Berbagai data yang menggambarkan tentang perkembangan tata kelola Keraton Surakarta menjadi hasil dari penelitian ini. Tata kelola Keraton Surakarta saat ini sebagai wujud pelestarian dan penyebarluasan pengetahuan mengenai pengetahuan, nilai, norma, adat tradisi, dan budaya Jawa dibandingkan dengan menampilkan nilai komersil pariwisata. Dengan mengedepankan pelestarian maka budaya Jawa tidak akan punah. Sehingga kedepannya simbol-simbol di Keraton Surakarta dapat menyelaraskan kebudayaan Jawa dan kebudayaan modern yang ada di masyarakat. C. Saran Sebagai penutup dalam penelitian studi tentang perkembangan tata kelola obyek dan daya tarik Keraton Surakarta diperlukan saran untuk melengkapi penelitian ini. Saran yang dapat penulis berikan sebagai berikut: 1. Kepada penelitian selanjutnya, diharapkan untuk mengkaji tema lain yang lebih mendalam mengenai isu atau kasus yang tengah hangat diperbincangkan dalam masyarakat terkait dengan obyek daya tarik wisata Keraton Surakarta, sehingga mampu membantu masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. 2. Kepada Pemerintah Kota Solo, diharapkan untuk turut serta dan membantu pengelolaan obyek wisata Keraton Surakarta dalam hal upaya pelestarian,
139
memberikan ide-ide pengelolaan dan bantuan pendanaan. 3. Kepada Pihak Pengelola Wisata Keraton Surakarta hendaknya memperbaharui sumber daya manusia yang profesional dibidangnya, merotasi jabatan, memberikan inovasi dan ide terbaru untuk museum dan pariwisata keraton, memperbaiki bangunan keraton dan museumnya supaya lebih menarik, membuat program-program wisata budaya dengan target yang jelas. 4. Kepada Pegawai Wisata Keraton Surakarta hendaknya lebih aktif untuk berbicara bahasa Inggris, lebih ramah terhadap wisatawan dan memberikan pelayanan yang sesuai standar pariwisata. 5. Kepada Wisatawan hendaknya ikut menjaga upaya pelestarian Keraton Surakarta dan memberikan pemahaman terhadap wisatawan yang berasal dari luar Solo baik itu saudara atau teman tentang pentingnya belajar budaya Jawa. Serta setiap berwisata ke Keraton Surakarta hendaknya memakai jasa pemandu wisata supaya saat perjalanan wisata mendapat penjelasan tentang keraton yang sesungguhnya.
140