BAB V KESIMPULAN
Adaptasi dalam Jêmblungan berdampak pada perubahan garap pertunjukannya sebagai media hiburan. Adalah ngringkês yang diimplementasikan untuk mengubah bentuk pertunjukan Jêmblungan di atas panggung. Hal itu menyebabkan pertunjukan cenderung „memadat‟ dari bentuk aslinya. Pemadatan yang terjadi dalam jumlah
pertunjukan penyaji,
Jêmblungan tampak
durasi
pertunjukan,
pada dan
berkurangnya durasi
sajian
paertunjukan. Ngringkês Jêmblungan diimplementasikan dengan merubah garap pertunjukan oleh karena perubahan konteks penyajian. Perubahan konteks sajian yang dimaksud adalah, pertunjukan yang sebelumnya digunakan sebagai sajian dakwah diubah menjadi
sajian
merupakan eksistensinya.
hiburan.
perilaku
Penulis
adaptif
Menyesuaikan
menilai,
Jêmblungan diri,
yaitu
perubahan dalam
ini
menjaga
memposisikan
Jêmblungan pada ranah proporsional sebagai seni hiburan agar kesenian ini tetap diterima oleh masyarakat di tengah perhelatan global saat ini. Sesuai dengan tidak membosankan dihadirkan sebagai pertunjukan yang menghibur bagi penonton maupun penikmatnya.
Di
dalam
konteks
perubahan
yang
terjadi,
ngringkês
diimplementasikan pada 2 unsur sajian, yaitu penggarap dan durasi. Ngringkês durasi meliputi pemadatan durasi pertunjukan dan durasi sajian balak. Ngringkês penggarap diimplementasikan untuk memadatkan jumlah penyaji di atas panggung yang sebelumnya disajikan oleh sekitar 30-35 orang menjadi sekitar 1215 orang. Implementasi ngringkês durasi pertunjukan tampak pada
berkurangnya
durasi
sajian
pertunjukan
secara
keseluruhan. Sajian pertunjukan yang sebelumnya berlangsung selama hampir satu malam, sebagai media hiburan berubah menjadi sekitar 1-2 jam pertunjukan. Ngringkês durasi sajian, menyebabkan berkurangnya durasi pada sajian balak. Durasi sajian balak dapat berkurang dari sebelumnya sekitar 15 menit menjadi sekitar 10 atau 7 menit sajian saja, atau dapat dipahami ngringkês durasi sajian ini dapat menjadikan sajian balak berdurasi hingga setengahnya saja. Adaptasi garap di dalam Jêmblungan dipengaruhi oleh dua faktor. Kedua faktor yang mempengaruhi terjadinya adaptasi itu adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan
berbagai
hal
yang
menjadi
stimulan
terjadinya
ngringkês, dan hal itu hadir dari dalam kelompok (pelaku) Jêmblungan. Faktor internal yang dimakasud, di antaranya adalah asumsi
pelaku
dalam
memahami
makna
hiburan
dan
keterbatasan waktu di atas panggung. Faktor eksternal, menjadi unsur pendorong yang hadir dari luar kelompok dan merupakan stimulan eksternal
bagi
pelaku
terjadinya
untuk
melakukan
ngringkês
dalam
ngringkês.
Jêmblungan
Faktor adalah
kehadiran penanggap. Asumsi pelaku dalam menginterpretasikan makna hiburan, adalah faktor internal yang berpengaruh dalam proses ngringkês garap
pertunjukan
Jêmblungan.
Pelaku
berasumsi,
bahwa
pertunjukan hiburan itu merupakan sajian yang jauh dari kesan semrawut
dan
membosankan.
Atas
dasar
pemahaman
itu
selanjutnya muncul anggapan bahwa terlalu banyak penyaji di atas panggung dinilai tidak etis dalam mengkonstruksi estetika pertunjukan. Selain itu, pandangan pelaku yang memahami bahwa hiburan sarat dengan pertunjukan singkat dan tidak membosankan menjadi stimulan untuk melakukan ngringkês durasi. Hal itu dilakukan agar sajian Jêmblungan tidak terkesan membosankan dan dapat menghibur penonton atau penikmatnya. Faktor eksternal yang mendorong terjadinya ngringkês, hadir dari keberadaan penanggap. Penanggap-sebagai konsumen-yang memiliki otoritas di dalam menentukan durasi sajian, menjadikan pelaku harus menyesuaikan dengan keinginannya. Sehingga pelaku di dalam menyajikan pertunjukan harus memenuhi keinginan penanggap. Hal ini merupakan salah satu konsekuensi
atas
kesepakatan
penanggap.
yang
Ngringkês
dibangun
yang
antara
pelaku
diimplementasikan
dengan
seperti
ini,
merupakan sebuah upaya pelaku di dalam memuaskan keinginan penanggapnya. Perubahan garap pertunjukan menjadikan kesenian ini tidak dapat menyajikan keseluruhan balak yang berjumlah 18 sajian. Sehingga hal itu mengakibatkan tidak seluruh pesan pertunjukan dapat disampaikan kepada penontonnya. Sajian balak dipilih dan disajikan pelaku sesuai dengan kesepakatan. Meski demikian, di dalam penyajiannya pilihan balak itu tetap disajikan secara urut oleh pelaku sesuai dengan urutan balak itu sendiri. Urutan sajian yang dipilih masih didasarkan pada sistem penomoran balak dalam pertunjukan dakwah. Selain itu urutan sajian
balak
juga
didasarkan
pada
konsep
waktu
dalam
Jêmblungan yang meliputi jêjêr, limbukan, dan gara-gara. Implikasi lain atas terjadinya pemadatan sebagai adaptasi garap itu adalah terjadinya pelebaran makna dakwah pada pertunjukan Jêmblungan. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan konteks sajian mengakibatkan makna pertunjukan juga turut berubah. Meski Jêmblungan tidak lagi difungsikan sebagai media dakwah, namun pada kenyataannya dakwah yang dilakukan malah
justru
mengalami
perluasan
makna.
Dakwah
yang
sebelumnya dilakukan untuk pelaku sendiri dalam pertunjukan,
sebagai media hiburan dakwah itu disampaikan kepada penonton atau penikmatnya. Meski di atas panggung kesenian ini dipahami sebagai media penghibur, akan tetapi pada kenyataannya dalam pemahaman komunikasi, Jêmblungan melakukan dakwah dalam pertunjukannya dengan mengkomunikasikan pesan sajian kepada penonton atau penikmatnya. Native tidak lagi sekedar diperankan oleh pelaku melainkan juga penonton atau penikmatnya. Pelebaran
makna
dakwah
juga
terjadi
oleh
karena
pemadatan jumlah penyajinya. Terjadinya pemadatan penyaji yang dijelaskan
sebagai
penggarap,
menyebabkan
pertunjukan
Jêmblungan di atas panggung membutuhkan bantuan teknologi pengeras
suara
untuk
menyampaikan
melantunkan
syair.
Penggunaan teknologi ini, menjadikan syair atau teks musikal lebih
jelas
dan
dapat
diterima
orang
lain
di
luar
sajian
pertunjukan itu. Sehingga secara tidak langsung pesan-pesan itu dapat dengan jelas diperdengarkan penontonnya. Diterimanya pesan pertunjukan oleh penonton sebagai native menghadirkan pemahaman atas implementasi dakwah di atas panggung. Karena jelas bahwa pesan-pesan yang termuat pada teks musikal sajian Jêmblungan yang merupakan pesan-pesan ajaran (Islam), dapat terkomunikasikan pada penontonnya. Penulis menilai, terjadinya ngringkês ini merupakan satu upaya yang tepat bagi pelaku di dalam menghadirkan Jêmblungan
sebagai media hiburan. Karena sifat hiburan itu sendiri berkaitan erat dengan pemahaman akan kesenangan dan efektivitas, tidak hanya sebagai satu presentasi estetis untuk penghayatan semata. Pertunjukan yang menghibur dan berdurasi pendek menjadi satu sajian
yang
secara
konvensional
dianggap
proporsional.
Implementasi ngringkês Jêmblungan ini menjadi satu opsi tepat yang dipilih untuk menghadirkan kesenian ini pada pemahaman tentang efektivitas tersebut. Namun, pada kenyataannya hal itu belum menjamin bahwa presentasinya di atas panggung dapat memberikan kesenangan bagi penontonnya. Karena jelas bahwa dalam
implementasinya,
pertunjukan
itu
hanya
frame terbatas
untuk pada
mengubah asumsi
pelaku
garap dan
pembatasan durasi oleh pihak penanggap saja. Pelaku tampak belum mendalami keinginan penonton atau penikmatnya sebagai konsumen pasarnya secara obyektif sejauh ini. Pandangan mengenai pemahaman hiburan sejauh itu masih bersifat subyektif, berdasar atas apa yang dipikirkan pelaku saja. Jika mereka memahami keinginan penontonnyapun, hal itu masih terbatas pada masyarakat di lingkungan lokal (masyarakat Selo). Hal
itu
tampak
dari
intensitas
pelaku
dalam
menyajikan
pertunjukan hiburan, di mana kesenian ini cenderung lebih banyak ditampilkan di hadapan publik lokalnya saja. Berkembang menjadi media hiburan semenjak tahun 1996, kesenian ini
tampak
hanya
sebanyak
5
kali
saja
hadir
untuk
mempresentasikan sajiannya di hadapan publik luar lingkungan kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Penulis menilai, bahwa kondisi seperti itu menggambarkan kurangnya animo masyarakat “luar” terhadap keberadaan kesenian ini. Di mana hal itu tentu saja
perlu
disikapi
dengan
bijak
oleh
pelaku
di
dalam
mengembangkan dan melestarikan keseniannya. Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan saran terkait dengan pengembangan kesenian ini sebagai media hiburan. Untuk
menjadi
media
hiburan
yang
dapat
diterima
oleh
masyarakat yang lebih luas, adaptasi atau penyesuaian terutama pada
garap
pertunjukan
tidak
hanya
sekedar
melalui
implementasi ngringkês saja. Masih banyak konsep-konsep yang dapat diimplementasikan untuk menjadikan kesenian ini semakin menarik untuk ditonton atau dinikmati. Perubahan itu dapat dilakukan dengan memodifikasi pertunjukannya, salah satunya dengan mengubah sajian syair dalam bahasa lain. Mengingat bahwa hadir sebagai media hiburan, kesenian ini memiliki salah satu tujuan untuk dapat diterima oleh masyarakat luas. Maka konsekuensinya, kesenian ini harus berfikir mengenai keberadaan masyarakat yang luas itu. Pemikiran tidak hanya terbatas pada lokalitas mereka saja (Jawa), melainkan lebih dari itu seperti halnya masyarakat Indonesia.
Selain hal tersebut, Jêmblungan juga dapat melakukan perubahan
dengan
cara
mengubah
garap
sajian
musiknya
misalnya. Mengingat bahwa secara keseluruhan bentuk sajian musik pada pertunjukan Jêmblungan sejauh itu masih dipandang monoton atau
ajeg dengan menampilkan pola sajian yang
cenderung sama antara balak satu dengan lainnya. Hal itu dapat dilakukan misalnya dengan memasukan unsur-unsur baru ke dalam Jêmblungan seperti halnya penambahan instrumen musik, penambahan bentuk pola permainan, memperbanyak varian pola tabuhan, dan lain sebagainya. Peluang lainnya sebagai media hiburan, perubahan kesenian itu dapat dilakukan dengan menciptakan berbagai inovasi baru. Sebagai seni pertunjukan, tentu Jêmblungan memiliki peluang yang
cukup
besar
di
dalam
memodifikasi
pertunjukannya.
Mengingat bahwa pemahaman seni pertunjukan saat ini tidak terbatas pada bentuk pertunjukan musik saja. Suatu ketika sangat memungkinkan pertunjukan ini dipadukan dengan unsur pertunjukan lain seperti halnya tari-tarian, teater, wayang, dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan pasarnya. Meski hal itu belum sama sekali dilakukan oleh pelaku, namun menurut penulis
eksplorasi
semacam
itu
perlu
dilakukan
untuk
menemukan suatu komposisi yang tepat bagi Jêmblungan untuk hadir pada pemahaman proporsional sebagai media hiburan.
Di
dalam
Jêmblungan
penelitian
terbatas
pada
kali
ini
pembahasan
persoalan
ngringkês.
mengenai Penulis
menemukan masih banyak hal menarik yang dapat dijadikan suatu
kajian
pembentukan
lain teks
seperti
halnya
menelusuri
musikal
melalui
sisi
mengenai
historisnya
atau
mengungkapkan makna teks sajian pertunjukan. Penulis berharap dengan adanya penelitian kali ini dapat menjadi stimulan bagi peneliti lain untuk membuat kajian lain terkait dengan fenomena seni tradisi khususnya mengenai kesenian Jêmblungan.